lapak roku 3
Post on 23-Dec-2015
25 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Mahfud Ainun Najib240210120118
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Pengetahuan mengenai bahan baku dalam proses pembuatan produk
pangan adalah suatu kebutuhan mendasar yang harus dikuasai. Hal ini menjadi
penting karena merupakan suatu pengetahuan awal sebelum melangkah dalam
proses pengolahan produk pangan. Pada praktikum ini dilakukan pengujian
terhadap bahan-bahan baku yang meliputi bahan dasar dari kembang gula,
cokelat, roti dan kue.
4.1 Pengujian Daya Serap Air
Tepung terigu adalah bahan utama pembuat roti yang dihasilkan dari
pengolahan biji gandum. Berdasarkan kandungan proteinya tepung terigu dibagi
menjadi tiga jenis yaitu tepung dengan protein yang tinggi, protein sedang dan
protein rendah. Berdasarkan kandungan proteinnya tepung terigu dibedakan
menjadi 3, yaitu :
- Tepung terigu berprotein tinggi, yaitu tepung terigu yang memiliki kadar
protein 12-14%, bersifat lebih padat dan mudah menyerap air. Tepung ini
cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan roti dan mie, dikenal dengan
merk Cakra Kembar.
- Tepung terigu berprotein sedang, yaitu tepung terigu yang memiliki kadar
protein 10,5-11,5% dapat dikatakan tepung terigu serbaguna karena
kandungan glutennya tidak setinggi tepung protein tinggi. Tepung ini cocok
digunakan untuk bahan baku pembuatan biskuit, pastry atau pie dan donat,
dikenal dengan merk Segitiga Biru.
- Tepung terigu berprotein rendah, yaitu tepung terigu yang memiliki kadar
protein 8-9%. Tepung ini digunakan khusus untuk membuat kue kering
seperti gorengan, cake dan wafer , dikenal dengan merk Kunci Biru.
(Priyatni, 2003)
Tepung terigu akan membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai
akibat dari pembentukan gluten oleh adanya penambahan air. Air akan mengikat
protein yang terkandung pada tepung terigu. Perbedaan kandungan protein dalam
tepung terigu mengakibatkan perbedaan terhadap daya serapnya dan juga akan
menentukan jenis produk pemanggangan yang ingin dibuat, seperti tepung terigu
Mahfud Ainun Najib240210120118
dengan kadar protein tinggi cocok untuk pembuatan roti karena mempunyai
kandungan gluten yang tinggi, sedangkan tepung berprotein rendah cocok untuk
pembuatan kue dan pastry.
Kemampuan tepung terigu dalam menyerap air disebut dengan “Water
Absorption”. Kemampuan daya serap air pada tepung terigu berkurang bila kadar
air dalam tepung terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water
absorption sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkannya. Dalam
pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari pada
pembuatan mie dan biskuit Pada praktikum dilakukan pengujian terhadap ketiga
jenis tepung tersebut untuk melihat perbandingan antara teori yang ada dengan
prakteknya. Pengujian dilakukan dengan menambahkan air sedikit-sedikit lalu
dilihat banyak air yang dibutuhkan hingga adonan elastis. Jumlah air yang
terhitung dibagi dengan berat tepung dan dikalikan 100 %, maka akan diperoleh
nilai daya serapnya. Bila tepung pertama kali dibasahi dengan air, protein yang
ada berada dalam keadaan tersebar acak, selanjutnya ketika terjadi pencampuran
maka rantai protein berorientasi pada posisi sejajar yang menyebabkan adonan
berubah dan memperlihatkan kehalusan sifat adonan.
Tabel 4.1.1 Uji Daya Serap Terigu
Jenis
tepung
kondisi warna aroma tekstur Berat
(g)
Jumlah
air (ml)
Daya
serap
Segitiga
Biru
Baik Putih
kusam (+3)
Khas
tepung
terigu
Lunak
(+1),
halus,
lengket
25 12 48%
Kunci
Biru
Baik Putih
kekuningan
Terigu Halus,
kering,
kenyal
25 10 40%
Cakra
Kembar
Baik Putih
Gading
Gandum
+
Halus,
kalis,
empuk
25 17 68%
Gandum Baik Cokelat Gandum
++
Kasar,
kalis,
25 12 48%
Mahfud Ainun Najib240210120118
berpasir
Beras Baik Putih susu Khas
tepung
beras
Lunak
(+1),
halus,
tidak
lengket
25 17 68%
Ketan Baik Putih Ketan Halus,
sedikit
basah
dan
kenyal
25 25 100%
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna dan aroma dari semua
sampel berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan proteinya ataupun lemak
karena lemak bisa melarutkan pigmen. Tekstur pada hasil pengamatan juga
dipengaruhi oleh perbedaan kandungan protein, semakin tinggi kandungan protein
maka kekenyalan makin tinggi. Untuk hasil pengamatan pada sampel tepung beras
dan ketan nilai daya serap air dapat dipenagruhi oleh kandunganspesifik dalam
masing-masing tepung itu sendiri. Dari hasil pengamatan pula dapat dilihat bahwa
perbedaan kandungan protein berpengaruh terhadap daya serap air. Cakra yang
memiliki kandungan protein yang tinggi memiliki daya serap air yang tinggi. Hal
ini sesuai dengan teori, dimana semakin tinggi kandungan protein semakin tinggi
pula daya serap airnya. Menurut Bennion (1980), dua pertiga bagian dari
kelembaban gluten merupakan akibat absorpsi air. Besarnya daya serap air
dipengaruhi oleh kadar gluten dari masing-masing jenis tepung terigu. Gluten
merupakan senyawa yang terdapat pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan
elastis.
4.2 Uji Gluten
Tepung terigu memiliki gluten yang secara khas membedakan tepung
terigu dengan tepung tepung lainnya. Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak
beraturan) dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma beberapa
Mahfud Ainun Najib240210120118
jenis serealia bersifat kenyal dan elastis yang diperlukan dalam pembuatan roti
agar dapat mengembang dengan baik karena bersifat kedap udara.Umumnya
kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar
gluten maka semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kandungan
gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung dan terdiri dari
glutenin dan gliadin. (Parker, 2003)
Percobaan uji gluten terhadap 6 sampel yang ada akan membuktikan
adanya kandungan gluten di dalam tepung terigu dan membandingkannya
berdasarkan tingkat protein yang dimiliki. Dalam pengujian gluten di dalam
tepung ini pertama tepung diberi air dan diuleni hingga adonan menjadi kalis lalu
dibiarkan beberapa saat, setelah adonan sedikit mengembang dilakukan proses
pencucian dengan menggunakan air mengalir hingga air cucian menjadi jernih.
Proses ini dilakukan untuk menghilangkan kandungan tepung dan hanya
menyisakan gluten yang ada di dalamnya karena sifat gluten adalah tidak larut
dalam air. Hasil pengamatan dalam pengujian gluten dapat diamati pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.2.1 Hasil Pengamatan Uji Gluten
Jenis
TepungKondisi Warna Tekstur
Berat
(gram
)
Gambar
Segitiga
Biru
Sebelu
m
Putih
kusam
(+3)
Lunak
(+1),
halus,
lengket
36
Sesudah
Putih
kusam
(+1)
Lunak
(+3)35
Kunci
Biru
Sebelu
m
Putih
kekuninga
n
Halus,
kesat
36,6
Mahfud Ainun Najib240210120118
Sesudah
Putih
kekuninga
n agak
gelap
Lembek
berlendi
r
15,9
Cakra
Kembar
Sebelu
m dicuci
Putih
gading
Kalis +,
halus,
empuk
+
36
Sesudah
dicuci
Putih
kekuninga
n
Kalis,
empuk33
Gandum
Sebelu
m dicuciCokelat
Kalis +,
kasar +,
berpasir
+
33
Sesudah
dicuciCoklat +
Kalis,
kasar,
berpasir
30
Beras
Sebelu
mPutih susu
Lunak
(+1),
halus
tidak
lengket
39
Sesudah - - - -
Ketan
Sebelu
mPutih Halus 45
Sesudah Putih Halus,
lebih
keras ,
-
Mahfud Ainun Najib240210120118
larut air
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Berdasarkan tabel hasil pengamatan diatas terlihat bahwa berat pertama
(W1) merupakan berat akhir adonan yang terbentuk sedangkan berat kedua (W2)
merupakan berat gluten yang terbentuk. Kandungan gluten pada terigu Cakra
Kembar sebesar 33 gram, Segitiga Biru 35 gram, gandum 30 gram dan Kunci Biru
sebesar 15,9 gram. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana bahwa semakin tinggi
kandungan protein tepung akan semakin tinggi daya serap air dan semakin tinggi
pula gluten yang terkandung didalamnya, hal ini disebabkan pada proses
gelatinisasi tepung viskositas bahan akan meningkat karena air masuk kedalam
butiran tepung dan tidak bisa bergerak bebas. Semakin besar jumlah gluten maka
daya serap air akan semakin tinggi karena gluten merupakan suatu protein yang
hidrofilik yang dapat mengikat air tetapi tidak bisa larut di dalam air. Tingkat
protein juga dapat mempengaruhi warna dan kekenyalan gluten dimana semakin
tinggi kandungan proteinnya warna dan kekenyalan gluten akan semakin tinggi
dan cerah karena gluten yang terkandung semakin banyak, sedangkan pada tepung
yang proteinnya lebih rendah akan menghasilkan warna gluten yang lebih suram
dengan tingkat kekenyalan yang lebih rendah karena adanya kandungan senyawa-
senyawa lain dan banyaknya air yang masuk mempengaruhi tingkat kekenyalan
tersebut. Pada sampel tepung tapioka dan tepung beras tidak terdapat gluten
didalamnya karena kandungan protein singkong dan beras lebih rendah jika
dibandingkan dengan jenis gandum. Hal ini terlihat dari berat W2 yang sebesar 0
gram atau bisa dikatakan terbawa oleh air semua.
.
4.3 Uji Aktivitas Ragi
Ragi merupakan mikroorganisme hidup bersel satu dengan ukuran 6-8
mikron berbentuk bulat telur dilindungi oleh dinding membran semi permeabel,
dimana dalam 1 gram padat terdapat ± 10 milyar sel hidup yang membutuhkan air
untuk proses kehidupannya. Ragi akan menjalankan proses fermentasi optimal
pada kisaran suhu 35-40oC dan yang paling ideal adalah suhu 38oC, pada suu
dibawah 28 oC dan diatas suhu 43 oC fermentasi akan menurun, suhu 55-60 oC ragi
akan mati. (Herudiyanto, 2009)
Mahfud Ainun Najib240210120118
Gas yang dihasilkan oleh yeast (ragi) ini adalah gas karbondioksida (CO2).
Yeast berperan dalam pengembangan adonan, memudahkan pembentukan gluten
dan juga memberikan aroma pada roti. Pengembangan roti oleh yeast terjadi
dalam masa fermentasi. Dalam masa tersebut yeast akan bereaksi dengan gluten
kompleks dari adonan menghasilkan gas maksimum. Pengamatan dilakukan
terhadap adonan yang telah jadi dan diletakkan didalam gelas ukur, hal ini
dilakukan untuk mengetahui aktivitas sel khamir (pengembangan adonan) secara
tepat dengan pembacaan tinggi skala setiap 10 menit selama 1 jam pengamatan.
Pada praktikum ini dilakukan pengujian aktivitas ragi yang telah dipenuhi
persyaratan untuk tumbuhnya yaitu dengan adanya terigu dan air yang hangat.
Digunakan air yang hangat karena ragi aktif pada suhu sekitar 40oC.
Tabel 4.3.1 Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Ragi
Kriteria
Pengamatan
Segitiga Biru
(Protein
Rendah)
Kunci Biru
(Protein
Sedang)
Cakra Kembar
(Protein Tinggi)
Tinggi (cm)
0’ 6,3 8,5 6,5
10’ 8,2 10 8,1
20’ 10,3 11,5 10,2
30’ 10,7 11,7 10,8
40’ 10,7 12 10,9
50’ 10,9 12,2 11,1
60’ 11,1 12,2 11,1
Warna Putih gading Putih gading Putih gading
Aroma Khas ragi Khas ragi Khas ragi
Tekstur Awal
Agak keras,
Kering, kalis
Agak keras,
Kering, kalis
Agak keras,
Kering, kalis
Mahfud Ainun Najib240210120118
Tekstur Akhir
Berpori, lembut Berpori, lembut Berpori, lembut
Sumber : Dokumentasi pribadi (2015)
Berdasasrkan hasil pengamatan yang dilakukan setiap 10 menit selama 1
jam terlihat bahwa adonan mengalami peningkatan dan pengembangan karena
adanya proses fermentasi yang terjadi disebabkan oleh aktivitas ragi tersebut.
Dalam proses fermentasi ragi ini karbohidrat yang berasal dari tepung akan diubah
menjadi maltosa oleh enzim amilase yang ada pada tepung terigu, sel ragi akan
menghasilkan enzim maltase yang akan mengubah maltosa menjadi glukosa
menghasilkan etanol dan karbondioksida, karbondioksida yang terkandung di
dalam adonan ini yang akan membuat adonan menjadi semakin mengembang
dengan volume yang semakin meningkat.
Terdapat sedikit perbedaan pada adonan awal yang dimasukkan kedalam
gelas ukur dimana pada semua tepung adonan yang dimasukkan mengembang.
Namun ada hal yang aneh dimana pertumbuhan pada tepung segitiga biru lebih
tinggi dibandingkan tepung cakra kembar. Hal ini bertolak belakang teori yaitu
cakra kembar merupakan tepung berprotein paling tinggi seharusnya proses
pengembangan adonan lebih pesat dibandingkan dengan kunci biru yang nilai
proteinnya lebih rendah karena ketersediaan makanan untuk ragi lebih banyak.
Laju peningkatan aktivitas ragi digambarkan pada grafik dibawah ini.
Berikut ini adalah mekanisme terbentuknya gas CO2 yang dapat
mengembangkan adonan roti :
Mahfud Ainun Najib240210120118
Proses selanjutnya adalah baking atau pemanggangan dalam oven. Tahapan
ini bertujuan unutk mematikan ragi roti dan mengnonaktifkan enzim-enzim yang
ada sehingga produksi CO2 terhenti.
Gambar 4.3.1 Kurva Pengembangan Adonan Uji Aktivitas Ragi
Sumber : Dokumentasi pribadi (2015)
Berdasarkan grafik yang ada pada menit 0 sampai menit ke 20 aktivitas
ragi berkembang dengan pesat, hal tersebut menandakan bahwa khamir yang ada
pada ragi mengalami fase pertumbuhan logaritmik dimana sel akan membelah
dengan cepat dan konstan, pada fase ini mikroorganisme membutuhkan energi dan
asupan makanan yang cukup tinggi, mulai menit ke 20 sampai menit 40 khamir
memasuki fase pertumbuhan lambat dimana proses pengembangan adonan mulai
Mahfud Ainun Najib240210120118
menurun tetapi jumlahnya masih meningkat walaupun tidak drastis seperti pada
menit awal hingga menit ke 20. Selanjutnya khamir memasuki fase statis dimana
proses pertumbuhan mikroorganisme terhenti sehingga tidak ada peningkatan dan
pengembangan adonan berhenti.
4.4 Uji Sirup Gula
Gula merupakan jenis karbohidrat sederhana yang menimbulkan rasa
manis pada indera pengecap umumnya menyimpan energi yang dapat digunakan
oleh sel di dalam tubuh. Gula biasa digunakan untuk menambahkan cita rasa dan
bahan pengawet pada makanan atau minuman, bahan baku pembuatannya berasal
dari tebu, bit, air kelapa, aren, enau, palem, atau lontar. (Parker, 2003)
Karamelisasi merupakan proses oksidasi atau pencoklatan non enzimatis
yang disebabkan oleh pemanasan gula yang melampaui titik leburnya
menghasilkan bentuk karamel yaitu cairan lengket berwarna beige sampai coklat
gelap, warna dan tekstur yang dihasilkan dipengaruhi oleh besarnya suhu
pemanasan yang diberikan. Tingkat pemanasan berdasarkan suhu yang digunakan
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.4.1 Tingkat Suhu pada Pembentukan Karamelisasi Gula
SUHU KARAKTERISTIK
110-112 oC
- bila dicelupkan ke dalam air es, tidak menggumpal, tetapi
buyar/pecah
- bila dijatuhkan ke dalam air es dari sebdok/garpu terbentuk
benang dengan panjang kira-kira 10 - 15 cm
113-115 oC
- dalam air es membentuk gumpalan lunak. Gumpalan ini
dalam air mudah pecah tetapi waktu dikeluarkan dari air
berubah bentuk
118 oC Dalam air es gumpalan makin keras
122 oCGumpalan dalam air es makin keras dan pada suhu kamar tidak
berubah bentuk
118-122 oC
Pemasakan sirup untuk karamel kecuali bila adonan
mengandung madu atau melase maka diperlukan suhu lebih
tinggi
Mahfud Ainun Najib240210120118
118-123 oCPemasakan sirup sukrosa untuk dituangkan di atas busa putih
telur
121-130 oCDalam air es membentuk gumpalan yang semakin keras, dapat
mempertahankan bentuknya dan bersifat plastis
132-143 oC
Soft crack stage
Bila dijatuhkan ke dalam air es membentuk benang yang keras
tetapi tidak rapuh
149-154 oC
Hard crack
stage
Bila dijatuhkan ke dalam air es membentuk benang-benang yg
keras dan rapuh
(Sumber : Tjahjadi, 2008)
Hampir semua pembuatan kembang gula dimulai dengan
memasak/memanaskan gula sampai terbentuk sirup gula. Suhu pemanasan sirup
gula sangat berpengaruh terhadap kualitas kembang gula yang terbentuk; terutama
terhadap tekstur, kekerasan dan warnanya. Langkah pertama dalam pengujian ini
adalah pembuatan larutan gula yang dilakukan dengan cara dipanaskan. Pada
beberapa titik pemanasan yaitu pada suhu 1050C, 1150C, 1270C, 1380C, 1540C
dilakukan pengamatan karakteristik gula yang terbentuk. Hasil pengamatan
didapatkan:
Tabel 4.4.2 Hasil Pengamatan Uji Sirup Gula
Suhu
(°C)Warna Aroma Tekstur Rasa
Bentuk
GumpalanGambar
105Kuning
Jernih
Manis
GulaCair (+5)
Manis
(+1)Tidak ada -
115Kuning
Jernih
Manis
(+2)Cair (+4)
Manis
(+2)Tidak ada -
122Kuning
Kecoklatan
Manis
KaramelCair (+3)
Manis
(+3)Tidak ada -
138
Kuning
Kecoklatan
(+2)
Manis
karamelCair (+2)
Manis
(+4)Tidak ada -
154 Kuning
kecoklatan
Manis
karamel
Cair (+1) Manis
(+5)
Tidak ada -
Mahfud Ainun Najib240210120118
(+3)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua larutan gula mengalami
karamelisasi. Karamelisasi terjadi akibat gula mengalami pemanasan yang
berlebihan sehingga membentuk karamel yang berwarna coklat dengan aroma
yang khas dari karamel. Namun bila dibandingkan dengan literatur dari Tjahjadi
(2008), karamel dihasilkan jika gula dipanaskan pada suhu 160-200o C pada pH 4.
Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh jenis gula dan pH dari gula yang
digunakan. Tekstur yang terbentuk ini semakin suhu meningkat maka akan
semakin keras. Pembentukan kristal ini terjadi karena larutan gula yang kelewat
jenuh dengan pemanasan kemudian suhu diturunkan dengan mengambil sedikit
dari gula yang sedang dipanaskan kemudian dimasukkan ke dalam air es yang
suhunya lebih rendah sehingga membentuk kristal yang bertekstur jenuh.
4.5 Uji Kelarutan Gula
Tabel 4.5.1 Hasil Pengamatan Uji Kelarutan Gula
Sampel
Gula
Waktu
Kelarutan
(detik)
Berat
gula
(gram)
Volume
air (ml)Warna
Gambar
Sebelum Sesudah
Gula batu 945 26 165Bening
++
Gula
kubus817 26 165
Bening
+
Gula
pasir190 26 165
Keruh
+
Mahfud Ainun Najib240210120118
Gula
halus26 26 165
Keruh
++
Sumber : Dokumentasi pribadi (2015)
Berdasarkan hasil pengamatan, gula kubus dan gula batu merupakan yang
paling sulit dilarutkan karena memerlukan waktu kelarutan yang paling lama. Hal
ini dapat disebabkan karena kedua gula ini memiliki ukuran kristal paling besar
diantara yang lainnya. Selain itu biasanya kedua gula ini harus melalui proses
perebusan atau dengan menggunakan air mendidih untuk melarutkannya.
Sementara gula pasir masih mudah larut jika dibandingkan dengan gula batu dan
gula kubus. Dari keempat jenis yang diamati, gula halus merupakan gula yang
paling cepat larut hal ini dikarenakan ukuran partikel dari gula halus ini yang
sangat kecil sehingga mudah terlarut dalam air. Keempat jenis gula tersebut
memiliki komponen penyusun yang sama yaitu sukrosa. Namun yang
membedakannnya adalah bentuk kristal dan berat jenis dari gula tersebut. Pada
gula tepung memiliki bentuk kristal yang paling kecil, bahkan sangat halus,
sehingga mudah larut dalam air. Selain itu, berat jenis dari gula tepung sangat
kecil. Sedangkan pada gula pasir memiliki ukuran kristal yang sedanh sehingga
kelarutannya pun lebih mudah dibanding gula batu dan gula kubus. Gula kubus
dan gula batu yang memiliki komposisi yang sama, gula kubus memiliki kristal
yang lebih kecil namun padat dibanding gula batu yang memiliki kristal yang
besar, sehingga kelarutannya pun kecil. Berdasarkan literatur (Tjahjadi, 2008),
daya larut gula dipengaruhi oleh :
1. Suhu semakin tinggi, maka daya larut gula semakin tinggi
2. Padatan terlarut dalam system akan menyebabkan kenaikan kelarutan.
Namun pada praktikum ini digunakan suhu, dan hanya melarutkan dalam
suhu ruang. Sirup merupakan suatu larutan yang sangat kental berupa gula dalam
air. Kandungan gula berkisar 50-80%. Sirup glukosa merupakan suatu larutan
yang diperoleh dari proses hidrolisis pati dengan bantuan katalis, kemudian
dilakukan netralisasi dan pemekatan sampai tingkat tertentu. Sirup glukosa saat
ini secara komersial diproduksi dari pati singkong dan jagung, untuk memenuhi
Mahfud Ainun Najib240210120118
peningkatan kebutuhan akan sirup glukosa maka diperlukan sumber- sumber pati
lain yang memiliki potensi yang melimpah di Indonesia. Sirup glukosa merupakan
sirup kental, tidak berwarna atau bening, tidak dapat mengkristal, oleh karena itu,
bentuknya beku seperti agar. Kadar gulanya 410 - 460B. Rasanya pun kurang
manis bila dibandingkan sirup fruktosa dan sukrosa. Sirop gula ini sering
digunakan dalam pembuatan hard candy. Pasar gula diserang oleh harga sirup,
sehingga dengan adanya sirup glukosa dan dikombinasikan dengan pemanis
buatan akan dapat dibuat barang – barang dengan harga murah. Sirup fruktosa
memiliki warna putih gading, sedangkan sirup sukrosa memiliki warna putih
kecoklatan. Sirup sukrosa lebih manis dibandingkan sirup fruktosa.
4.6. Uji Pelelehan Coklat
Tabel 4.6.1 Hasil Pengamatan Uji Pelelehan Cokelat
Jenis
Kondisi
Dipanas
kan
WarnaRas
a
Aro
ma
Tekst
ur
Waktu
peleleh
an
(detik)
Suhu
peleleh
an
(°C)
Gamb
ar
White
Chocola
te
Sebelum Putih
Man
is
(+4)
Cokl
at
(+1)
Keras 42 47,2
SesudahPutih
keruh
Man
is
(+4)
Cokl
at
(+1)
Cair
(+1)-
Milk
Chocola
te
Sebelum Coklat
Man
is
(+3)
Susu
(+1)Keras 12,57 44,6
Sesudah Coklat
Man
is
(+3)
Susu
(+1)
Cair
(+2)-
Dark
Chocola
te
Sebelum Hitam
Gelap
(+1)
Man
is
(+2)
Cokl
at
(+1)
Keras 21,53 49,5
Mahfud Ainun Najib240210120118
Sesudah
Hitam
Gelap
(+2)
Man
is
(+2)
Cokl
at
(+1)
Cair
(+3)-
Dark +
Chocom
ass
Sebelum
Hitam
Kecokla
tan
Man
is
(+1)
Coka
lt
(+2)
Keras 4,41 46,7
Sesudah Coklat
Man
is
(+1)
Cokl
at
(+2)
Cair
(+4)-
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)
Dalam proses melting atau pelelehan cokelat, baik di mulut maupun di
panci dengan menggunakan kompor, Nampak bahwa cokelat dapat meleleh
dengan dalam mulut. Hal ini disebabkan titik leleh lemak terletak pada di suhu
normal tubuh manusia, sehingga cokelat tersebut sangat mudah melting.
Lumernya lemak kokoa yang terkandung dalam cokelat menimbulkan sensasi
yang lembut dan khas dalam mulut. Didalam mulut pun dapat terasa bahwa titik
leleh setiap cokelat berbeda, tergantung dari jenis masing – masing cokelat
tersebut.
Proses melting dengan menggunakan kompor memberikan hasil waktu
yang dibutuhkan berbeda untuk setiap jenis coklat. Padahal ketika melakukan
melting cokelat benar – benar dijaga agar tidak hangus dan terkena uap air, karena
cokelat sangat sensitif terhadap air dan uap air. Jika terkena setetes air pun,
cokelat bisa mengalami chocolate seize, yaitu penggumpalan cokelat dan
pengerasan cokelat. Cokelat dipotong sekecil mungkin agar lebih cepat leleh dan
panasnya merata. Bahkan suhu dari air yang digunakan pun dijaga dan
diperhatikan, karena jika lebih dari suhu tertentu maka cokelat akan gosong dan
menggumpal. Sehingga dapat dilihat dari literatur (Tjahjadi, 2008) bahwa melting
cokelat sangat dipengaruhi oleh jenis cokelat tersebut yaitu:
Titik leleh dark chocolate: 45-50 C; titik beku: 28-29 C
Titik leleh milk chocolate: 40-45 C; titik beku: 27-28 C
Titik leleh white chocolate: 40 C; titik beku: 24-25 C
Mahfud Ainun Najib240210120118
Titik leleh white dan milk chocolate lebih rendah karena kandungan milk
solids cukup tinggi (milk solids lebih cepat leleh dan hangus dibanding cocoa
solids). Dalam peleburan cokelat, panci tidak boleh langsung terkena api karena
panas yang dihasilkan jika panci langsung terkena api akan sangat tinggi suhunya,
sehingga besar kemungkinan dapat merusak komponen cokelat, seperti protein
pada cokelat. Tingginya suhu juga akan menghasilkan peleburan cokelat menjadi
cairan yang terlalu encer.
Tetapi pada praktikum kali ini, white chocolate mengalami waktu
pelelehan yang paling besar diikuti dengan dark chocolate, milk chocolate, dan
dark + chocomass. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan gula pada sampel.
Kandungan gula pada white chocolate lebih tinggi, sehingga waktu pelelehan
semakin lama.
Mahfud Ainun Najib240210120118
V. KESIMPULAN
Perbedaan kandungan protein dalam tepung terigu mengakibatkan
perbedaan terhadap daya serapnya.
Terigu Kunci Biru berprotein rendah memiliki daya serap air yang rendah,
sedangkan Terigu Cakra Kembar berprotein tinggi memiliki daya serap air
yang tinggi pula.
Yeast berperan dalam pengembangan adonan, memudahkan pembentukan
gluten dan juga memberikan aroma pada roti.
Semakin lama waktu pemanasan atau semakin tinggi suhu, maka gula
yang dihasilkan akan memiliki karakteristik yang kurang baik.
Timbul warna kecokelatan pada saat pemanasan gula, hal ini terjadi karena
adanya proses karamelisasi pada gula.
Kelarutan gula tergantung dari suhu pelarut dan ukuran gula.
Waktu pelelehan pada white chocolate paling lama diikuti dengan milk
chocolate dan dark chocolate.
Mahfud Ainun Najib240210120118
DAFTAR PUSTAKA
Bennion, Marion. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons : New York
Buckle,K.A.,R.A. Edwards, G.H.Fleet, dan M.Wootton. 1985. Ilmu pangan.
Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press),Jakarta.
Herudiyanto, S.M dan Hudaya, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti dan Kue.
Widya Padjadjaran.
Parker, R., 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thompson Learning, United States
Priyatni, S. 2003, Teknologi Pengolahan Pangan : Roti Dan Pastry. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Tjahjadi, C. Dan M. Harta. 2008. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 2.
Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran.
Tjahjadi, C. Rahimah, S. Dan M. Harta. 2008. Teknologi Pengolahan Cokelat dan
Kembang Gula. Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas
Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.
Mahfud Ainun Najib240210120118
JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa nama protein yang terdapat dalam tepung terigu?
Jawab:
Protein yang ada dalam gandum terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi gladin
dan frasksi gluteinin. Dimana kedua fraksi ini disebut gluten
2. Mengapa pada proses pengujian aktivitas ragi digunakan tiga jenis terigu?
Apakah mempengeruhi perbedaan tekstur adonan yang dihasilkan pada setiap
jenis terigu pada uji aktivitas ragi?
Jawab:
Karena ketiga tepung terigu ini memiliki kadar protein yang tinggi
sehingga akan berpengaruh terhadap tekstur pada masing-masing jenis
tepung terigu. Ragi berfungsi untuk mengembangkan adonan dengan
menghasilkan CO2 dan akan melunakan gluten dengan asam yang
terbentuk pada saat perombakan gula-gula. Tepung dengan protein tinggi
akan mengalami pengembangan yang baik dan akan mendapatkan tekstur
yang lembut karena glutennya tinggi
3. Pada teori cara pengujian gula yang sudah saudara peroleh, setiap tahapan, suhu
pemanasan gula dapat dibedakan dari tekstur gula yang terbentuk. Beri
komentar mengenai hal tersebut berdasarkan hasil pengamatan!
Jawab:
Dari hasil pengamatan yang diperoleh semakin tinggi suhu pemanasan
maka semakin keras tekstur kristal gula tersebut. Hal ini karena perbedaan
suhu pada saat pemaskan dan pendingan sangat ekstrim. Sehingga semakin
tinggi suhu akan menimbulkan tekstur yang semakin keras.
top related