kontroversi corporate social responsibility & lingkungan pertamina

Post on 24-Jun-2015

319 Views

Category:

Documents

1 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

KONTROVERSI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY & LINGKUNGAN PERTAMINA

Disusun oleh :

1.Willy stephen 120310080025 2. Hanif Mulky Aulia 1203100800373. Rici Solihin 1203100800554. M.Kandayun Ardiwijaya 120310080070

Alasan Implementasi CSRCitra Perusahaan

Melalui Program yang bisa dilihat di publik

Nilai Perusahaan Meningkat

Studi Kasus Sesuai dengan judul makalah ini, terkait dengan

kontroversi pelaksanaan CSR dan program CSR Pertamina, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana program CSR Pertamina yaitu Biopori yang bisa merusak lingkungan?

2. Bagaimana Dampak Negatif dari pengolahan minyak dan gas yang tidak seimbang dengan program CSR Pertamina?

3. CSR yang minim pendanaan sebagai bentuk kamuflase perusahaan dalam memenuhi tanggungjawab sosial

Biopori sebagai Program CSR PT. PERTAMINA

Biopori memang merupakan solusi masa depan untuk mencegah kebanjiran, menyuburkan tanah, dan sebagainaya. Namun, dalam praktiknya seringkali terdapat hal-hal yang malah mengancam pencemaran terhadap bukannya bermamfaat karena adanya kekurangan edukasi, pengawasan serta sosialisasi terhadap masyarakat akan pemamfaatan biopori ini, seperti pembuangan sampah organik dan non-organik, dan tentunya tidak semua sampah organik bisa dibuang kedalam lubang biopori karena malah akan

Berikut merupakan bahan-bahan organik yang tidak bisa dimasukkan dalam lubang Biopori, yaitu:

1. Daging, ikan, kulit udang, tulang, susu, keju, lemak/minyak, ampas kelapa, sisa sayuran yang bersantan (menyebabkan munculnya belatung).

2. Kotoran anjing & kucing (kemungkinan membawa penyakit).

3. Tanaman yang berhama (hama dan bijinya masih terkandung dalam kompos jadi).

4. Ranting, dahan, dan batang kayu yang tidak mudah hancur dalam kompos (mengundang rayap

Dampak Negatif dari aktifitas PT. PERTAMINA

1. Penumpukan 16 ribu ton limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) di Kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Limbah ini berbahaya sebab selain mudah terbakar, air lumpur minyak itu juga akan merembes ke air tanah.

2. Tumpahan minyak di permukaan air di lokasi Jl Sriwijaya Raya Km 13 Kelurahaan Karya Jaya Kecamatan Kertapati akibat kebocoran flow line(jalur pipa) oleh Pertamina EP Field Prabumulih

3. Kebocoran pipa aliran minyak mentah milik PT Pertamina EP Field Pendopo, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, sehingga mencemari ratusan batang pohon karet produktif milik warga Desa Benuang, Kecamatan Abab.

4. PT Pertamina Golden Spike di Muara Enim yang masuk dalam kategori hitam terhadap pencemaran lingkungan

5. Kebocoran pipa PT Pertamina Tanjung menyebabkan Sungai Maliau di Desa Garagata Kecamatan Jaro, Tabalong, Kalimantan Selatan tercemar dan menyebabkan air sungai berminyak dengan warna kehitaman.

6. Tumpahan minyak di Ledok, Distrik 2 Cepu, Blora, Jawa Tengah

Ketidakseimbangan Antara CSR Terhadap Net Profit PT. Pertamina

PT. PERTAMINA sendiri mengelontorkan Rp 250 miliar untuk program CSR, namun hal ini tidak sebanding dengan besaran laba bersih PT. Pertamina pada tahun 2010 yang mencapai Rp 25 triliun, yang berarti bahwa rasio CSR terhadap laba bersih PT. Pertamina hanyalah sebesar 1%. Hal ini menunjukkan bahwa program CSR dari PT. Pertamina kurang baik jika dibandingakan dengan ketentuan yang ada yaitu minimal sebesar 2%.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. CSR dari pertamina tidak seimbang dengan dampak kerusakan pengolahan minyak dan gas pertamina.

2. penggunaan biopori untuk perbaikan lingkungan tidak efektif dikarenakan kekurangan edukasi, pengawasan serta sosialisasi terhadap masyarakat.

3. pemberian CSR dari pertamina mengenai biopori tidak seimbang dengan ketentuan besaran ketentuan minimal CSR yaitu sebesar 2%

Saran

1. Pertamina seharusnya lebih menekankan penuntasan masalah kerusakan lingkungan dahulu dibandingkan masalah pemberian CSR

2. Biopori harus benar-benar melalui program edukasi, sosilisasi serta pengawasan yang berkelanjutan, sehingga terjadi konsistensi dalam pelaksanaannya

3. Pengalokasian dana untuk CSR seharusnya sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu minimal sebesar 2% dari pendapatan bersih

top related