konseling kelompok dalam meningkatkan kohesivitas siswa sma …digilib.uin-suka.ac.id/17761/1/bab i,...
Post on 02-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONSELING KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN KOHESIVITAS
SISWA SMA NEGERI 1 DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Bimbingan dan Konseling Islam (S.Sos.I)
Disusun oleh:
Maulana Sulistio Aji
NIM 11220119
Dosen Pembimbing:
Muhsin Kalida, S.Ag., M.A.
NIP 19700403 200312 1 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
Scanned by CamScanner
SI]RAT PERNYATAAN KEASLIAI\ SKRIPSI
Yang beftandatangan di bawah ini:
Nama
NlM
Jurusan
Fakultas
Maulana Sulistio Aji
l1220tt9
Bimbingan dan Konseli[g Islam
Dakwah dan Komunikasi
Menyatakan dengan sesungguhny4 bahwa skipsi penulis yang berjudul: (ozselizg
Kelompok Dalam Meningkttkan Kohesiitas Siswa di SM4 N I Depok, Sleman,
Yogtakarta ad€lahha6il karya pribadi dan sepanj ang pengetahuan penulis tidak berisi
male yang dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali bagian-bagia11 terlentu
yang penulis ambil sebagai acuan.
Apabila terbuki pemyataan ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi
tanggungiawab penulis.
Yogyakarta, 2 Juli 2015
ryk*NIM. 11220119
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Alm. Bp. Mutiardjo dan Ny. Mutingah selaku orang tua penulis.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Maha
pemberi kekuatan, ketabahan serta kesabaran kepada penulis selama menjalani proses
penyusunan skripsi yang berjudul “Konseling Kelompok dalam Meningkatkan
Kohesivitas Siswa SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta”. Tidak lupa penulis
panjatkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
Nabi akhir zaman yang menjadi suri tauladan yang baik.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa dorongan dan bantuan banyak orang baik
moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ungkapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA, Ph.D. Rektor Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Dr. Nurjannah, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. A. Said Hasan Basri, S.Psi., M.Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
4. Muhsin Kalida, S.Ag., M.A. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
bersedia memberikan pikiran, tenaga, waktu dan ilmu untuk mengoreksi,
vi
membimbing dan mengarahkan penulis guna mencapai hasil yang maksimal
dalam penulisan skripsi ini.
5. Nailul Falah, S.Ag., M.Si. Selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis
menempuh studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
6. Segenap para Dosen di Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam serta UPT
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga.
7. Segenap karyawan dan karyawati Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
8. Drs. H. Maskur selaku Kepala Sekolah SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta
yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian.
9. Dra. Eko Rini Purbowati selaku Koordinator Bimbingan dan Konseling SMA
N 1 Depok.
10. Dra. Wahyu Sri Nurjati selaku guru Pembimbing di SMA N 1 Depok dan
bagian staff Tata Usaha yang berkenan menjadi Subyek penelitian.
11. Mbak Tri, Mas Mardi, Mba Upi, Mba Yanti, dan Mba Vian adalah pemberi
warna dalam hidup penulis, serta motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi
ini.
12. Teman-teman seperjuangan Bimbingan dan Konseling Islam angkatan 2011,
mereka adalah calon konselor profesional.
viii
ABSTRAK
Maulana Sulistio Aji, Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Kohesivitas
Siswa SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan
Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Latar belakang penelitian ini membahas mengenai tahap-tahap pelaksanaan
konseling kelompok dalam meningkatkan kohesivitas siswa, yang pada umumnya
jarang sekali sekolah lain yang memiliki program BK tentang konseling kelompok
dengan tema semacam ini, salah satu sekolah yang mengadakannya yakni SMA N 1
Depok. SMA N 1 Depok adalah sebuah lembaga pendidikan formal yang letaknya
berada di jalan Babarsari, Kecamatan Depok, kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap pelaksanaan konseling
kelompok di SMA N 1 Depok dalam meningkatkan kohesisvitas siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan metode
kualitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah guru pembimbing SMA N 1 Depok,
Empat siswa sebagai konseli dan Staff Tata Usaha. Pengumpulan data dengan
menggunakan Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Analisis data menggunakan
analisis deskriptif kualitatif, data yang telah terkumpul disusun dan didiskripsikan
sehingga menggambarkan jawaban dari rumusan masalah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap-tahap pelaksanaan konseling
kelompok dalam meningkatkan kohesivitas siswa di SMA N 1 Depok, yakni tahap
pra konseling, tahap pembentukan kelompok, tahap transisi, tahap pelaksanaan, tahap
pengakhiran dan tahap evaluasi (follow up/tindak lanjut). Faktor pendukung
pelaksanaan konseling kelompok dalam meningkatkan kohesivitas siswa yaitu
sumber daya manusia yang berkompeten dan sarana prasarana yang mendukung.
Faktor penghambat pelaksanaan konseling kelompok dalam meningkatkan
kohesivitas siswa yakni konseli tidak terbuka dan sulit menentukan waktu
pelaksanaan konseling kelompok.
Kata kunci: konseling kelompok, kohesivitas siswa.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESEHAN .................................................................................. ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ....................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul ................................................................................. 1
B. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 3
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 6
E. Telaah Pustaka .................................................................................... 7
F. Kerangka Teori ................................................................................... 10
G. Metode Penelitian ............................................................................... 40
x
BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH DAN BIMBINGAN KONSELING
SMA N 1 DEPOK
A. Profil Sekolah SMA N 1 Depok ....................................................... 48
B. Profil BK SMA N 1 Depok ................................................................ 56
C. Profil Kohesivitas Siswa ..................................................................... 70
BAB III TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN KONSELING KELOMPOK
DALAM MENINGKATKAN KOHESIVITAS SISWA DI SMA N 1
DEPOK
A. Tahap Pertama: Pra Konseling/Persiapan .......................................... 74
B. Tahap Kedua: Pembentukan Kelompok ............................................. 77
C. Tahap Ketiga: Tahap Transisi............................................................. 79
D. Tahap Keempat: Tahap Kegiatan/Pelakasanaan ................................ 80
E. Tahap Kelima: Tahap Akhir ............................................................... 83
F. Tahap Keenam: Tahap Tindak Lanjut/iFollow Up ............................. 84
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 92
B. Saran-saran ......................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Bagan Struktur Organisasi Guru BK ................................................. 61
Tabel 2. Daftar Nama Konseli ........................................................................ 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalahpahaman arti dan penafsiran terhadap
judul, maka perlu ditegaskan dengan menguraikan istilah-istilah yang
terdapat dalam judul “Konseling Kelompok dalam Meningkatkan
Kohesivitas Siswa SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta“, sehingga akan
diperoleh suatu pemahaman yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan
secara tepat. Adapun istilah-istilah yang perlu untuk ditegaskan dalam
judul di atas, adalah:
1. Konseling Kelompok
Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu
“consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai
dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa
Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti
“menyerahkan” atau “menyampaikan”.1 Konseling adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh seorang
konselor terhadap individu guna mengatasi suatu masalah atau
mengoptimalkan potensi yang dimiliki.2
1 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), hlm. 99.
2 Hibana S. Rahman, Bimbingan dan Konseling Pola 17, (Yogyakarta: UCY
Press, 2003), hlm. 18.
2
Kelompok menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
kumpulan. Yakni kumpulan orang yang memiliki beberapa atribut
sama atau hubungan dengan pihak yang sama.3 Kelompok
didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang berkumpul dan
berinteraksi serta saling tergantung untuk mencapai tujuan tertentu.4
Berdasarkan pengertian konseling kelompok di atas, maka yang
dimaksud konseling kelompok di sini adalah tahap-tahap pelaksanaan
pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor kepada beberapa
konseli yang tergabung dalam kelompok kecil.
2. Meningkatkan Kohesivitas Siswa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meningkatkan adalah
menaikkan, mempertinggi dan mengangkat diri.5 Kohesivitas adalah
suatu perasaan “kita” sebagai anggota dari suatu kelompok terikat satu
sama lain, misalnya karena ketertarikan terhadap satu sama lainnya.6
Siswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah murid terutama
pada tingkat sekolah dasar dan menengah (pelajar).7
3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), hlm. 534.
4 Indriyo Gitosudarmo, Perilaku Keorganisasian, (Yogyakarta: BPFE, 1997),
hlm. 57.
5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), hlm. 950.
6 David G. Myersi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hlm.
409.
7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm.
1077.
3
Berdasarkan dari pemaparan kohesivitas di atas, yang dimaksud
meningkatkan kohesivitas siswa dalam penelitian ini adalah upaya
untuk menaikkan rasa saling ketertarikan dan keakraban hubungan
sosial antar siswa untuk mencapai kekompakan dan keakraban siswa di
dalam kelas.
3. SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta
SMA N 1 Depok Sleman Yogyakarta berdiri pada tanggal 17
Januari 1977 dengan SK Menteri Nomor 0478/0/1977. SMA N 1
Depok Sleman Yogyakarta terletak di Babarsari, Caturtunggal, Depok,
Sleman, Yogyakarta.
Berdasarkan penegasan istilah di atas, maka yang dimaksud
“Konseling Kelompok dalam Meningkatkan Kohesivitas Siswa SMA N 1
Depok, Sleman, Yogyakarta” adalah tahap pelaksanaan pemberian
bantuan oleh guru BK kepada beberapa siswa dalam situasi kelompok
yang bertujuan untuk meningkatkan kekompakan dan keakraban antar
siswa di dalam kelas di SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.
B. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan konseling mengalami perkembangan, dari yang
semula menekankan pada pendekatan individual berkembang dengan
pendekatan kelompok. Proses pembelajaran dalam bentuk pengubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku termasuk dalam hal pemecahan masalah
dapat terjadi melalui proses kelompok.
4
Saat ini konseling kelompok telah diterapkan diberbagai institusi,
seperti sekolah, rumah sakit, perusahaan dan masyarakat luas. Pendekatan
kelompok dikembangkan dalam proses konseling didasarkan atas
pertimbangan bahwa pada dasarnya kelompok dapat pula membantu
memecahkan masalah individu. Di sekolah konseling kelompok
merupakan layanan dasar bimbingan dan konseling yang diberikan guru
BK kepada siswa-siswinya. Konseling kelompok biasanya terdapat pada
program mingguan BK. Melalui konseling kelompok diharapkan siswa
terbantu dalam menyelesaikan masalahnya. Namun masih sedikit guru BK
yang menggunakan layanan konseling kelompok dalam membantu
mengatasi masalah sosial siswa.8
Salah satu sekolah yang menjalankan layanan konseling kelompok
adalah SMA N 1 Depok. Sekolah ini memiliki program BK tahunan,
semesteran, bulanan, mingguan dan harian. Konseling kelompok
dilakukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan siswa. Untuk mengetahui
kebutuhan siswa, guru pembimbing melakukan asesmen melalui
penyebaran angket, seperti DCM, IKMS, dan Sosiometri. Semua hasil
jawaban angket itu dianalisis untuk mencari tahu kebutuhan siswa baik
yang sifatnya segera atau tidak.
Hasil penelitian yang didasarkan pada analisis sosiometri yang
dilakukan oleh guru pembimbing di SMA N 1 Depok, diketahui bahwa
ada beberapa siswa yang di dalam kelas, tingkat kohesivitasnya rendah.
8 Observasi Layanan Konseling Kelompok, Yogyakarta, Tanggal 31 Maret 2015.
5
Hal ini diketahui dengan hasil yang menunjukan banyaknya siswa yang
dipilih dan siswa yang mendapatkan penolakan. Ada empat siswa yang
mendapatkan penolakan paling dominan. Siswa pertama dengan inisial
SAR mendapat penolakan sembilan, siswa kedua dengan inisial AOF dan
ketiga DS mendapatkan enam penolakan, dan siswa keempat dengan
inisial TM mendapat penolakan 5. Dari hasil angket sosiometri inilah guru
pembimbing mengetahui siapa saja siswa yang dominan dipilih dan siswa
yang dominan mendapat penolakan.
Menurut Ibu Wahyu selaku guru pembimbing, bahwa siswa yang
memiliki kohesivitas rendah, mereka jarang bermain bersama, jarang
diskusi bersama, dan kurang antusias ketika dalam satu kelompok belajar.
Hal ini menurutnya akan sangat mengganggu pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dan hubungan sosial antar siswa.
Salah satu langkah dalam meningkatkan kohesivitas siswa dalam
kelas, yakni melalui layanan konseling kelompok. Hal ini karena
konseling yang dilakukan secara berkelompok akan lebih memiliki
dinamika, sehingga akan timbul rasa antusias pada peserta dan akan timbul
adanya interaksi antar anggota kelompok untuk berbagi ide, pemikiran,
solusi, pengetahuan dan diharapkan dapat memberikan pemahaman
kepada siswa mengenai pentingnya kohesivitas antar siswa.
Melihat dari latar belakang yang telah diuraikan, penulis sangat
tertarik dengan adanya program konseling kelompok di SMA N 1 Depok.
Metode layanan konseling kelompok yang digunakan juga bervariasi.
6
Berdasarkan angket sosiometri yang telah dianalisis, menghasilkan kartu
sosiometri siswa yang mana bisa digunakan sebagai dasar layanan
konseling kelompok untuk meningkatkan kohesivitas siswa.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis kemukakan
rumusan masalah yaitu: Bagaimana tahap-tahap pelaksanaan konseling
kelompok dalam upaya meningkatkan kohesivitas siswa di SMA N 1
Depok, Sleman, Yogyakarta?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tahap-tahap
pelaksanaan konseling kelompok dalam meningkatkan kohesivitas
siswa di SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.
2. Kegunaan Penelitian.
a. Secara Teoritik, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangsih
dalam dunia keilmuan terutama ilmu Bimbingan dan Konseling
Islam, mengenai pelaksanaan konseling kelompok dalam
meningkatkan kohesivitas siswa.
b. Secara Praktis, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salah satu acuan bagi pihak guru pembimbing dalam membantu
pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
7
E. Telaah Pustaka
Untuk mendukung keakurasian hasil penilitian ini, penulis berusaha
melakukan kajian pustaka yang mempunyai relevansi terhadap topik yang
diteliti. Ada beberapa skripsi (karya ilmiah) yang dapat dijadikan rujukan,
diantaranya adalah:
1. Suhartanti, Fakultas Dakwah , Jurusan Bimbingan Dan Konseling
Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tahun 2010, “Pelaksanaan Konseling Kelompok Terhadap Siswa
yang Mengalami Kesulitan dalam Belajar (Studi Kasus di MTs N
Pundong)”. Penelitian ini memfokuskan tentang layanan konseling
kelompok sebagai bentuk proses pendampingan anak dalam
mengatasi kesulitan dalam belajar. Metode yang digunakan dalam
proses konseling kelompok dengan metode ceramah, guru BK
dalam menyampaikan materi pengenalan tentang BK
menggunakan metode tanya jawab sebagai upaya dalam
merangsang keaktifan siswa untuk mengemukakan apa yang belum
dimengerti mengenai materi yang disampaikan.9
2. Luthfi Noor Ichsan Mahendra, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2012. “Pelayanan Konseling
Kelompok Terhadap Pelanggaran Tata Tertib Sekolah di MTs
9Suhartanti, Pelaksanaan Konseling Kelompok Terhadap Siswa yang Mengalami
Kesulitan dalam Belajar Studi Kasus di MTs N Pundong, Skripsi (Fakultas Dakwah,
Tahun 2010).
8
Negeri 1 Yogyakarta”. Penelitian ini memfokuskan upaya
pelayanan konseling kelompok dalam menangani pelanggaran tata
tertib. Hasil penelitian ini berupa data tentang perubahan frekuensi
pelanggaran tata tertib di sekolah setelah diberikan tindakan
pelayanan konseling kelompok dengan mengambil sebagian dari
objek penelitian.10
3. Nurul Cholidah, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Jurusan
Psikologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tahun 2011,“Kohesivitas ditinjau dari Kepemimpinan
Transformasional pada Karyawan PT. Primayudha Mandirijaya”.
Penelitian ini berfokus untuk mengetahui seberapa besar peran
kepemimpinan transformasional terhadap kohesivitas karyawan
PT. Primayudha Mandirijaya di Boyolali. Jenis penelitiannya
adalah kuantitatif dengan menggunakan analisis product moment
dari pearson. Hasil Penelitian ini diketahui ada hubungan positif
dan sangat signifikan antara kepemimpinan transformasional
dengan kohesivitas karyawan PT. Primayudha Mandirijaya. 11
4. Achmad Zaelani, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Jurusan
Psikologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
10
Luthfi Noor Ichsan Mahendra, Pelayanan Konseling Kelompok Terhadap
Pelanggaran Tata Tertib Sekolah di MTs Negeri 1 Yogyakarta, Skripsi (Fakultas Dakwah
dan Komunikasi, Tahun 2012).
11
Nurul Cholidah, Kohesivitas ditinjau dari Kepemimpinan Transformasional
pada Karyawan PT. Primayudha Mandirijaya, Skripsi (Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora, Tahun 2011).
9
Tahun 2012, “Kohesivitas Kelompok Organisasi Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
landasan dasar terbentuknya kohesivitas kelompok serta strategi-
strategi yang dilakukan untuk mempertahankan kohesivitas
kelompok pada PMII Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwasanya PMII mempunyai
beberapa faktor dalam menciptakan kohesivitas kelompok. 12
Keempat penelitian di atas memiliki persamaan dengan penelitian ini,
yaitu dua penelitian milik Suhartanti dan Luthfi Noor Ichsan Mahendra
sama-sama menggunakan layanan konseling kelompok dalam fokus
penelitiannya. Sedangkan penelitian milik Nurul Cholidah dan Achmad
Zaelani sama-sama meneliti tentang kohesivitas.
Penelitian ini juga mempunyai perbedaan dengan keempat penelitian
di atas. Penelitian yang dilakukan Suhartanti berfokus pada siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar, sedangkan penelitian ini berfokus
pada hubungan keakraban siswa yang tidak ada kaitannya dengan
kesulitan siswa dalam belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Luthfi Noor
Ichsan Mahendra yakni pelaksanaan konseling kelompok terhadap
pelanggaran tata tertib sekolah di MTs N 1 Yogyakarta, sedangkan
12
Achmad Zaelani, Kohesivitas Kelompok Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Skripsi (Fakultas Ilmu Sosial
dan Humaniora, Tahun 2012).
10
penelitian ini mengenai pelaksanaan konseling kelompok untuk
meningkatkan kohesivitas siswa di SMA N 1 Depok, Sleman.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Cholidah mengenai kohesivitas
kelompok dengan variabel kepemimpinan transformasional, sedangkan
penelitian ini disusun untuk meneliti konseling kelompok dengan variabel
kohesivitas siswa di SMA N 1 Depok. Penelitian yang dilakukan oleh
Achmad Zaelani disusun untuk mengetahui gambaran kohesivitas anggota
kelompok Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
ditingkat Universitas, sedangkan penelitian pengembangan ini untuk
mengetahui pelaksanaan konseling kelompok dalam meningkatkan
kohesivitas siswa di SMA N 1 Depok, Sleman.
F. Kerangka Teori
1. Konseling Kelompok
a. Pengertian Konseling Kelompok
Kata konseling berasal dari kata counsel yang diambil dari
bahasa Latin yaitu counsilium, artinya “bersama” atau “bicara
bersama”. Pengertian “berbicara bersama-sama” dalam hal ini
adalah pembicaraan konselor dengan seorang atau beberapa
konseli.13
Kelompok adalah kumpulan individu-individu yang
mempunyai hubungan-hubungan tertentu, yang membuat mereka
13
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2001), hlm. 4.
11
saling ketergantungan satu sama lain dalam ukuran-ukuran yang
bermakna.14
Hernert Smith, dalam bukunya Farid Mashudi kelompok
adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu yang mempunyai
kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan
atas dasar kesatuan persepsi.15
Cattell, dalam bukunya Abu
Huraerah dan Purwanto mengatakan bahwa kelompok adalah
kumpulan individu yang dalam hubungannya dapat memuaskan
kebutuhan satu dengan yang lainnya. Bass dalam bukunya Abu
Huraerah dan Purwanto memandang kelompok sebagai kumpulan
individu yang bereksistensi sebagai kumpulan yang mendorong
dan memberi ganjaran pada masing-masing individu.16
Konseling kelompok adalah proses konseling yang dilakukan
dalam situasi kelompok, di mana konselor berinteraksi dengan
konseli dalam bentuk kelompok yang dinamis untuk memfasilitasi
perkembangan individu dan atau membantu individu dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya secara bersama-sama.
Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam
pertumbuhan dan perkembangan individu, hal ini berarti bahwa
14
Sitti Hartinah DS, Konsep-Konsep Bimbingan Kelompok, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009), hlm. 20.
15
Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 247.
16
Abu Huraerah dan Purwanto, Dinamika Kelompok, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2006), hlm. 4.
12
konseling kelompok memberikan dorongan dan motivasi kepada
individu untuk membuat perubahan-perubahan dengan
memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat
mewujudkan diri.17
Berdasarkan pengertian di atas penulis mengemukakan bahwa
yang dimaksud konseling kelompok disini adalah proses
pelaksanaan pemberian bantuan yang diberikan oleh guru BK
kepada beberapa siswa yang tergabung dalam kelompok kecil
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
b. Fungsi Layanan Konseling Kelompok
Konseling kelompok mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi
layanan kuratif dan fungsi layanan preventif. Fungsi layanan
kuratif yaitu layanan konseling yang diarahkan untuk mengatasi
persoalan yang dialami individu. Fungsi kuratif dalam konseling
kelompok bersifat penyembuhan. Fungsi layanan preventif yaitu
layanan konseling yang diarahkan untuk mencegah terjadinya
persoalan pada diri individu. Fungsi preventif pada konseling
kelompok bersifat pencegahan.18
c. Tujuan Konseling Kelompok
Tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi
dua, yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis
17
M. Edi Kurnanto, Konseling Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 8-9.
18
Ibid., hlm. 9.
13
berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses
konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan
harapan konseli dan masalah yang dihadapi konseli.19
Tujuan-tujuan itu diupayakan melalui proses dalam konseling
kelompok. Pemberian dorongan (supportive) dan pemahaman
melalui reedukatif (insight-reeducative) sebagai pendekatan yang
digunakan dalam konseling, diharapkan konseli dapat mencapai
tujuan-tujuan itu.20
Tujuan dari pelaksanaan konseling kelompok di
sini ialah mengetahui proses pelaksanaan konseling kelompok
dalam upaya meningkatkan kohesivitas antar siswa.
d. Manfaat Konseling Kelompok
Saat ini konseling kelompok telah diterapkan di berbagai
institusi seperti sekolah, rumah sakit, perusahaan dan masyarakat
luas untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan, perilaku
antisosial, pendidikan dan remaja dan sebagainya. Pendekatan
kelompok dikembangkan dalam proses konseling didasarkan atas
pertimbangan bahwa pada dasarnya kelompok dapat pula
membantu memecahkan individu atau sejumlah individu yang
bermasalah.
Wiener dalam bukunya Latipun mengatakan bahwa interaksi
kelompok memiliki pengaruh positif untuk kehidupan individual
19
Latipun, Psikologi Konseling, hlm. 120.
20
Ibid., hlm. 121.
14
karena kelompok dapat dijadikan sebagai media terapeutik.
Menurutnya interaksi kelompok dapat meningkatkan pemahaman
diri dan baik untuk perubahan tingkah laku individual. Selain itu
terdapat berbagai keuntungan memanfaatkan kelompok sebagai
proses belajar dan upaya membantu konseli dalam pemecahan
masalahnya. Namun berbagai keuntungan itu tidak selalu
diperolehnya, bergantung kepada ketepatan pemberian respon
kemampuan konselor mengelola kelompok, kesediaan konseli
mengikuti proses konseling kelompok, kepercayaan konseli kepada
seluruh pihak yang terlibat dalam proses konseling.21
e. Struktur dalam Konseling Kelompok
Konseling kelompok memiliki struktur yang sama dengan
terapi kelompok pada umumnya, yaitu:
1) Jumlah Anggota Kelompok
Konseling kelompok umumnya beranggota berkisar
4 sampai 12 orang. Jumlah anggota kelompok yang kurang
dari 4 orang tidak efektif karena dinamika kelompok
menjadi kurang hidup. Sebaliknya jika jumlah konseli
melebihi 12 orang terlalu besar untuk konseling karena
terlalu berat dalam mengelola kelompok.
21
Ibid., hlm. 121-122.
15
2) Homogenitas Kelompok
Sebagian konseling kelompok dibuat homogen dari
segi jenis kelamin, jenis masalah dan gangguan, kelompok
usia, dan sebagainya. Penentuan homogenitas keanggotaan
ini disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan konselor
dalam mengelola konseling kelompok.
3) Sifat Kelompok
Sifat kelompok dapat terbuka dan tertutup. Terbuka
jika pada suatu saat dapat menerima anggota baru dan
dikatakan tertutup jika keanggotaannya tidak
memungkinkan adanya anggota baru.
4) Waktu Pelaksanaan
Lama waktu pelaksanaan konseling kelompok sangat
bergantung kepada kompleksitas permasalahan yang
dihadapi kelompok. Secara umum konseling kelompok
yang bersifat jangka pendek (short-term group counseling)
membutuhkan durasi waktu 60 sampai 90 menit.22
Durasi pertemuan konseling kelompok pada prinsipnya
sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi anggota
kelompok. Menurut Yalom dalam bukunya Latipun durasi
konseling yang terlalu lama yaitu di atas dua jam menjadi
tidak kondusif, karena beberapa alasan, seperti: anggota
22
Ibid., hlm. 123-124.
16
telah mencapai tingkat kelelahan dan pembicaraan
cenderung diulang-ulang.23
Oleh karena itu aspek durasi
pertemuan harus menjadi perhitungan bagi konselor.
Konseling tidak dapat diselesaikan dengan memperpanjang
durasi pertemuan, tetapi pada proses pembelajaran selama
proses konseling.
f. Tahapan Pelaksanaan Konseling Kelompok
Konseling kelompok dilaksanakan secara bertahap. Terdapat
enam tahap dalam konseling kelompok, yaitu:
1) Tahap 1: Pra Konseling
Tahap ini merupakan tahap persiapan pelaksanaan
konseling kelompok. Ketentuan yang mendasari
penyelenggaraan konseling jenis ini adalah adanya minat
bersama (common interest), suka rela atas inisiatif sendiri,
adanya kemauan untuk berpartisipasi di dalam proses
kelompok, dan mampu untuk berpartisipasi di dalam proses
kelompok.
2) Tahap 2: Pembentukan Kelompok
Pada tahap ini mulai menentukan struktur
kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota mulai
belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai menegaskan
tujuan kelompok. Setiap anggota kelompok mulai
23 Ibid., hlm. 124.
17
mengenalkan dirinya dan menjelaskan tujuan dan
harapannya. Kelompok mulai membangun norma untuk
mengontrol aturan-aturan kelompok dan menyadari makna
kelompok untuk mencapai tujuan. Peran konselor pada
tahap ini membantu menegaskan tujuan. Pada tahap ini
anggota kelompok diajak untuk bertanggung jawab
terhadap kelompok, terlibat dalam proses kelompok,
mendorong konseli agar berpartisipasi sehingga keuntungan
akan diperoleh.
3) Tahap 3: Transisi
Tahap ini dikenal sebagai tahap transisi. Pada tahap
ini diharapkan masalah yang dihadapi masing-masing
konseli dirumuskan dan diketahui apa sebab-sebabnya.
Tugas pemimpin kelompok adalah mempersiapkan mereka
bekerja untuk dapat merasa memiliki kelompoknya. Pada
tahap ini konseli akan arahkan memasuki ke tahap inti.
4) Tahap 4: Inti
Pada tahap keempat langkah berikutnya adalah
menyusun rencana-rencana tindakan. Penyusunan tindakan
ini disebut pula produktivitas (produktivity). Anggota
kelompok merasa berada di dalam kelompok, mendengar
yang lain dan terpuaskan dengan kegiatan kelompok.
18
5) Tahap 5: Pengakhiran
Tahap ini merupakan tahap pengakhiran. Anggota
kelompok mulai mencoba melakukan perubahan-perubahan
tingkah laku dalam kelompok. Setiap anggota kelompok
memberi umpan balik terhadap yang dilakukan oleh
anggota yang lain. Umpan balik ini sangat berguna untuk
perbaikan (jika diperlukan) dan dilanjutkan atau diterapkan
dalam kehidupan konseli jika dipandang telah memadai.
Tahap ini terjadi berbagi pengalaman dalam kelompok. Jika
ada konseli yang memiliki masalah dan belum terselesaikan
pada fase sebelumnya maka pada fase ini harus
diselesaikan. Jika semua peserta merasa puas dengan proses
konseling kelompok, maka konseling kelompok dapat
diakhiri.
6) Tahap 6: Evaluasi dan Tindak lanjut
Setelah berselang beberapa waktu, konseling
kelompok perlu dievaluasi. Tindak lanjut dilakukan jika
ternyata ada kendala-kendala dalam pelaksanaan di
lapangan, maka diperlukan upaya perbaikan terhadap
kendala-kendala tersebut.24
24
Ibid., hlm. 124-127.
19
g. Pihak yang Terlibat dalam Konseling Kelompok
Dalam proses konseling kelompok ada beberapa pihak yang
terlibat, yaitu:
1) Konselor
Konselor dalam konseling kelompok berperan sebagai
pemimpin kelompok. Tugas konselor dalam memimpin
kelompok adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan,
penyaluran dan arahan.
a) Peran pemeliharaan (providing) berarti konselor berperan
sebagai pemelihara hubungan dan iklim, yang dilakukan
sesuai dengan keterampilannya dalam memberikan
dorongan, semangat, perlindungan, kehangatan,
penerimaan, ketulusan dan perhatian.
b) Peran pemrosesan (processing) adalah peran konselor
sebagai pihak yang memberikan penjelasan makna proses,
yang dilakukan sesuai dengan keterampilannya dalam
memberikan eksplanasi, klarifikasi, interpretasi dan
memberikan kerangka kerja untuk perubahan atau
mewujudkan perasaan dan pengalamannya ke dalam
gagasannya.
c) Peran penyaluran (catalyzing) adalah peran konselor
sebagai pihak mendorong interaksi dan mengekspresikan
emosi melalui ketrampilannya dalam menggali perasaan,
20
menantang, mengkonfrontasi, menggunakan program
kegiatan seperti pengalaman terstruktur dan pemberian
model.
d) Peran pengarahan (directing) adalah peran konselor dalam
hal mengarahkan proses konseling dengan keterampilannya
dalam membatasi topik, peran, norma dan tujuan,
pengaturan waktu, langkah, menghentikan proses,
menengahi dan menegaskan prosedur.
2) Ko-Konselor
Ko-Konselor (co-therapist) adalah orang yang membantu
konselor menjalankan perannya sebagai pemimpin kelompok.
Menurut Vannicelli dalam bukunya Latipun, Ko-Konselor
berperan dalam hal-hal berikut:
a) Membantu konselor untuk mengamati dan mencatat
dinamika yang terjadi di kelompok, sehingga lebih
dimengerti keadaan kelompok dan anggota-anggotanya.
b) Sebagai model interaksi yang sehat, termasuk model dalam
memberikan tanggapan, kritik, atau pengungkapan diri
secara tepat.
c) Membantu memperjelas pertanyaan yang dikemukakan
oleh konselor.
d) Sebagai model bagi konseli terutama dalam hal penolakan
terhadap perilaku destruktif.
21
3) Konseli
Konseli adalah anggota kelompok. Anggota kelompok pada
dasarnya sebagai agen penolong bagi anggota yang lain. Peran
anggota kelompok menurut Prayitno dalam bukunya Latipun
adalah sebagai berikut:
a) Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan
antar anggota kelompok.
b) Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri
dalam kegiatan kelompok.
c) Berusaha agar apa yang dilakukannya itu membantu
tercapaianya tujuan bersama.
d) Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha
mematuhinya.
e) Berusaha secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan
kelompok.
f) Berkomunikasi secara terbuka.
g) Berusaha membantu anggota lain.
h) Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk
menjalankan perannya.
i) Menyadari pentingnya kegiatan kelompok.25
25
Ibid., hlm. 131-133.
22
h. Faktor-Faktor Terapeutik dalam Konseling Kelompok
Sebagai sebuah layanan konseling, konseling kelompok
mempunyai nilai terapeutik. Menurut Yalom dalam bukunya M.
Edi Kurnanto ada 8 faktor terapeutik dalam konseling kelompok
sebagai berikut:
1) Membangkitkan Harapan
Membangkitkan dan memelihara harapan sangat penting,
harapan tidak hanya dibutuhkan agar konseli tetap mengikuti
konseling. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa
tingginya ekspektasi terhadap bantuan sebelum konseling
dilakukan berkorelasi signifikan dengan hasil positif dari
konseling.
2) Universalitas
Pada konseling kelompok terutama pada tahap-tahap awal,
diskonfirmasi perasaan unik pada konseli merupakan sumber
yang sangat baik untuk menciptakan perasaan lega. Sesudah
mendengar konseli lain mengungkapkan masalah yang sesuai
dengan masalahnya sendiri, konseli akan merasa bahwa mereka
merasa lebih dekat.
3) Penyampaian Informasi
Setelah dilakukannya konseling kelompok secara interaksional,
konseli merasa sudah belajar banyak tentang keberfungsian
23
psikis, arti bermacam-macam gejala, dan dinamika interpersonal
dalam kelompok.
4) Altruism
Para anggota konseling kelompok akan berusaha saling
membantu, memberikan saran, dukungan dan pengertian kepada
setiap konseli. Karena dalam konseling kelompok, konseli dapat
menerima melalui memberi, tidak hanya saling memberi dan
menerima, tetapi mampu bertindak instrinsik untuk memberi.
5) Pengembangan Teknik Sosialisasi
Pengembangan teknik sosialisasi atau pengembangan
ketrampilan sosial dasar, merupakan suatu faktor terapeutik
yang beroperasi dalam suasana konseling kelompok. Dengan
kemampuan sosial yang baik maka akan terwujud sebuah sinergi
untuk saling membantu, saling menghargai, saling
memperhatikan, saling peduli dan rasa kebersamaan yang lain.
6) Perilaku Imitatif
Pada konseling kelompok yang dinamis dengan aturan-aturan
dasar untuk mendorong umpan balik yang terbuka, konseli dapat
memperoleh banyak informasi tentang perilaku sosial
maladaptif. Misalnya konseli dapat belajar tentang
kecenderungan yang membingungkan untuk menghindari
interaksi dengan teman-temannya, atau tentang kesan orang lain
mengenai sikap angkuhnya, dan berbagai sikap sosial lainnya
24
yang tanpa disadari konseli merupakan penyebab buruknya
hubungan sosialnya.
7) Kohesivitas
Anggota dalam konseling kelompok yang kohesif akan saling
menerima, saling mendukung dan cenderung menjalin hubungan
yang bermakna dalam kelompok. Kohesivitas merupakan faktor
yang signifikan dalam menentukan keberhasilan konseling
kelompok.
8) Katarsis
Pada konseling kelompok para anggota kelompok berperan
sebagai media katarsis atau penampung segala macam masalah
konseli yang diungkapkan. Hal ini akan membantu meringankan
beban batin para konseli yang selama ini terpendam.26
i. Dimensi-Dimensi dalam Konseling Kelompok
Unsur-unsur yang mempengaruhi kualitas konseling kelompok
sebagai salah satu layanan konseling, dapat diidentifikasi menjadi
lima dimensi, yaitu:
1) Iklim kelompok
2) Interaksi
3) Keterlibatan
4) Kohesi
26
M. Edi Kurnanto, Konseling Kelompok, hlm. 12-18.
25
5) Produktivitas.27
2. Kohesivitas Siswa
a. Pengertian Kohesivitas
Kohesivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari
kata kohesif yang memliliki arti hubungan yang erat perpaduan
yang kokoh, dan melekat satu dengan yang lainnya.28
Kohesivitas
Menurut Festinger dkk, dalam bukunya Robert A. Baron dan Donn
Byrne adalah semua kekuatan (faktor-faktor) yang menyebabkan
anggota bertahan dalam kelompok, seperti kesukaan pada anggota
lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau
meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok.29
Salah satu aspek yang sering terlupakan oleh pihak sekolah
adalah memupuk interaksi sosial dikalangan siswa. Biasanya
sekolah terlalu fokus dalam usaha meningkatan kualitas akademik.
Program pendidikan antar golongan siswa bergantung pada
struktur sosial siswa. Ada tidaknya golongan minoritas dikalangan
siswa mempengaruhi kohesivitas antar siswa.
Siswa di sekolah sering menunjukkan latar belakang
perbedaannya seperti, asal kesukuan, agama, adat istiadat, dan
kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan itu timbul golongan
27
Ibid., hlm. 91.
28
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 579.
29
Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, hlm. 179.
26
minoritas di kalangan siswa, baik yang tersembunyi atau nyata.
Kelompok perbedaan pada siswa di sekolah dapat dikategorikan
berdasarkan:
1) Status Sosial Orang Tua Siswa
Status sosial orang tua sangat mempengaruhi
pergaulan siswa. Seorang siswa dari anak pejabat akan
cenderung bergaul dengan teman yang selevel. Anak
pejabat enggan bergaul dengan anak buruh, jika ada
jumlahnya sangat sedikit.
2) Hobi
Kesamaan hobi mendorong timbulnya rasa
kebersamaan diantara siswa. Anak yang suka sepak bola
cenderung intensif bergaul dengan teman sekelompoknya.
Biasanya di sekolah terdapat beberapa jenis kegiatan
ekstrakurikuler seperti karya ilmiah remaja, rohis,
kelompok seni, pramuka, palang merah remaja, dan
olahraga. Masing-masing membentuk ikatan emosional
diantara anggotanya.
3) Agama
Ada peluang terbentuknya kohesivitas diantara
siswa, karena persamaan agama yang dianut. Kegiatan
perayaan dan peribadatan yang mereka anut sering
27
mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan
kepemilikan.
4) Asal Daerah
Kesamaan asal daerah memberikan peluang bagi
munculnya kohesivitas antar siswa. Hal ini karena adanya
rasa persamaan dan budaya yang dimiliki.30
Sehubungan dengan kegiatan interaksi siswa di sekolah, dapat
dijelaskan bahwa sekolah sebagai sebuah komunitas sosial juga
tidak luput dari masalah hubungan antar siswa. Masalah tersebut
antara lain adalah gap (kesenjangan) antar siswa. Dari masalah
tersebut akan mempengaruhi kohesivitas diantara siswa baik di
dalam kelas maupun di luar kelas.31
b. Faktor-Faktor yang dapat Meningkatkan Kohesivitas
Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan tingkat
kohesivitas dari anggota kelompok. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
1) Kesukaan Pada Anggota Lain Dalam Kelompok
Kelompok yang kohesif bisa terbentuk dengan
adanya rasa saling ketertarikan antara anggota kelompok.
Saling menyayangi sama halnya seperti saudara diantara
30
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2011), hlm. 126-
127. 31
Ibid., hlm. 127.
28
anggota kelompok. Hal itu akan mendukung pada kinerja
kelompok untuk selalu bekerja sama dan saling membantu.
2) Keinginan Untuk Menjaga Atau Meningkatkan Status
Dengan Menjadi Anggota Dari Kelompok.32
Kelompok yang kohesif anggotanya akan selalu
berusaha menjalankan tugasnya dengan baik dan
bertanggung jawab. Anggota yang selalu mengusahakan
agar kelompoknya tetap solid, bisa mempengaruhi anggota
kelompok yang lain untuk tetap menjadi anggota kelompok.
3) Kesamaan Nilai dan Tujuan
Seringnya interaksi yang terjadi tidak menjamin
terjadinya persahabatan atau meningkatnya kohesivitas.
Kohesivitas akan terjadi jika anggota kelompok memiliki
sikap, nilai dan tujuan yang sama. Adanya kesamaan
karakteristik dari anggota kelompok, dan memiliki
pengaruh yang kuat bagi terbentuknya kelompok dan
kohesivitas kelompok itu sendiri.
4) Keberhasilan dalam Mencapai Tujuan
Kelompok yang kohesif dicirikan oleh
keberhasilannya dalam mencapai tujuan. Keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang penting dapat meningkatkan
32
Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, hlm. 179.
29
kesatuan kelompok, kepuasan anggota kelompok, dan
membuat kelompok lebih menarik bagi anggotanya.
5) Status Kelompok
Tingkat kohesivitas juga mempengaruhi oleh posisi
kelompok dalam hubungannya dengan kelompok yang
lainnya. Kelompok yang memliki status atau kedudukan
yang lebih tinggi lebih menarik bagi para anggotanya. Baik
keberhasilan dalam mencapai tujuan maupun status yang
tinggi dapat menimbulkan adanya rasa kebanggaan dan
kepuasan dikalangan anggota kelompoknya.
6) Penyelesaian Perbedaan
Kohesivitas dari suatu kelompok tergantung pada
kemampuannya untuk tetap menjaga adanya suatu interaksi
yang efektif diantara para anggota. Jika terjadi perbedaan
tentang suatu masalah penting yang terjadi pada kelompok,
maka diperlukan penyelesaian yang dapat memuaskan
semua anggota. Perbedaan yang tidak terpecahkan, atau
penyelesaian yang hanya memuaskan beberapa orang
anggota saja akan menurunkan tingkat kohesivitas dari
anggota kelompok.
7) Kecocokan Terhadap Norma-Norma
Norma membantu dan mempermudah dalam
meramalkan dan mengendalikan perilaku yang terjadi
30
dalam kelompok. Kecocokan terhadap norma-norma yang
dianut oleh kelompok menyebabkan anggotanya lebih
kohesif dengan beberapa alasan. Pertama norma diterima
sebagai alat untuk melindungi dan mempertahankan
kelompok tersebut. Jika anggota kelompok melakukan
sesuatu yang penting dengan cara yang berbeda, maka kecil
kemungkinannya mereka tetap saling bersahabat dan
kohesif, konflik dan perselisihan nampaknya akan muncul.
Kesamaan terhadap norma dapat mempermudah
pencapaian tujuan kelompok. Norma memberikan jalan
yang lebih baik untuk mencapai tujuan kelompok dalam hal
keamanan, interaksi sosial, kesenangan maupun pencapaian
hasil.
8) Daya Tarik Pribadi
Kohesivitas atau kepaduan akan meningkat jika
terdapat adanya daya tarik dari para anggota yaitu adanya
kepercayaan timbal balik dan saling memberikan
dukungan. Daya tarik pribadi juga dapat mengatasi
hambatan dalam pencapaian tujuan, pertumbuhan dan
perkembangan pribadi. Anggota kelompok bisa memiliki
karakteristik dan sifat yang sama bisa juga berbeda, maka
kuncinya adalah mereka harus mampu untuk meredam
31
perbedaan tersebut dan mengembangkan rasa senang dalam
bekerja.
9) Persaingan antar Kelompok
Persaingan antar kelompok yang terjadi dapat
menyebabkan anggota kelompok lebih erat dan bersatu
dalam melakukan aktivitasnya. Penerapan teknik
desentralisasi dalam organisasi dapat meningkatkan
keeratan dan kekompakan dari para anggota kelompok
untuk bersaing dengan kelompok lain.
10) Pengakuan dan Penghargaan
Jika suatu kelompok berprestasi dengan baik
kemudian mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari
pimpinan maka dapat meningkatkan kebanggaan dan
kesetiaan dari anggota kelompok.33
c. Faktor-Faktor yang dapat Menurunkan Tingkat Kohesivitas
Ada sejumlah faktor yang dapat menurunkan adanya tingkat
kepaduan atau kohesivitas, yaitu:
1) Ketidaksamaan pandangan tentang tujuan dari para anggota
kelompok dapat menimbulkan adanya konflik. Bila konflik
yang terjadi tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan
adanya penurunan tingkat kohesivitas.
33
Indriyo Gitosudarmo, Perilaku Keorganisasian, (Yogyakarta: BPFE, 1997),
hlm. 76-78.
32
2) Besarnya Anggota Kelompok
Sejalan dengan bertambah besarnya kelompok, maka
frekuensi interaksi di antara anggota kelompok akan menurun,
dengan demikian dapat menurunkan tingkat kohesivitas.
3) Pengalaman yang Tidak Menyenangkan dengan Kelompok
Ketika anggota kelompok tidak menarik antara satu sama
lainnya, kurangnya kepercayaan di antara mereka atau adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan dapat menurunkan
adanya tingkat kohesivitas.
4) Persaingan Internal antara Anggota Kelompok
Persaingan internal anggota kelompok menyebabkan
adanya konflik, permusuhan dan mendorong adanya
perpecahan di antara anggota kelompok.
5) Dominasi
Jika satu atau lebih anggota kelompok mendominasi
kelompok, atau karena sifat kepribadian tertentu yang
cenderung tidak senang berinteraksi dengan anggota kelompok,
maka kohesivitas tidak akan berkembang. Perilaku seperti itu
dapat menimbulkan adanya klik-klik dalam kelompok yang
dapat menurunkan tingkat kohesivitas.34
34
Ibid., hlm. 79-80.
33
d. Sosiometri sebagai Alat untuk Mengukur Kohesivitas Siswa
Siswa sebagai makhluk individu tidak bisa lepas dari hubungan
dengan individu lain. Mereka selalu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan selalu memilih dengan siapa mereka akan
berteman. Misalnya seorang siswa yang baru masuk sekolah dan
bertemu dengan teman baru, secara tidak langsung dia akan
memilih dengan siapa dia akan berteman, dengan siapa dia akan
duduk di dalam kelas, dengan siapa dia merasa nyaman untuk
bergaul dan bekerja sama. Dinamika hubungan individu di dalam
kelas yang didasarkan pada pilihan-pilihan semacam ini dan dapat
dianalisis menggunakan teknik sosiometri.
Sociometry dalam bukunya Mastur merupakan salah satu
metode psikologi sosial yang dikembangkan oleh Jacob Levy
Moreno seorang psikolog kelahiran Rumania. Dia orang pertama
yang memperkenalkan istilah sociometry yang dilakukannya dalam
jangka waktu yang panjang pada tahun 1932-1938 di New York
State Training School For Girls in Hudson, New York. Kata
sociometry berasal dari bahasa latin “socius” yang berarti sosial
dan “metrum” yang berarti mengukur.
Berdasarkan kata dasar ini, sosiometri digunakan sebagai cara
untuk mengukur tingkat hubungan sosial siswa dalam kelas.
Pengukuran tentang arah hubungan tersebut berguna tidak hanya
dalam melakukan assessment terhadap perilaku siswa dalam kelas,
34
tetapi juga untuk melakukan intervensi dalam menghasilkan
perubahan positif dan menentukan seberapa luasnya perubahan itu.
Dalam kerja kelompok, sosiometri merupakan alat untuk mengukur
kekuatan penurunan konflik dan memperbaiki komunikasi, karena
sosiometri membolehkan anggotanya untuk melihat dirinya secara
objektif dan untuk menganalisis dinamika kelompoknya.
Sosiometri ini juga alat yang bagus untuk mengakses dinamika
dan perkembangan dalam kelompok pencurahan untuk terapi atau
pelatihan. Dalam perkembangan bimbingan dan konseling
sekarang ini, sosiometri digunakan sebagai teknik pemahaman
siswa untuk mengukur interaksi sosial dalam suatu kelompok
siswa. Popin Dictionary Home Page (2001) dalam bukunya Mastur
mendefinisikan sosiometri sebagai suatu teknik yang digunakan
untuk mempelajari hubungan antar pribadi dalam suatu kelompok.
Sutoyo dalam bukunya Mastur mendefinisikan sosiometri sebagai
teknik untuk memetakan relasi daya tarik dan daya tolak antar
siswa dalam suatu kelas.35
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa sosiometri memiliki
fungsi:
1) Sebagai alat untuk meneliti struktur sosial dari siswa
dengan dasar terhadap relasi sosial dan status dari masing-
masing siswa dalam kelas.
35
Mastur, Teknik Sosiometri dan Aplikasinya, (Yogyakarta: Paramitra
Publishing, 2013). hlm. 5 - 6.
35
2) Sebagai alat untuk memperbaiki hubungan insani diantara
siswa dalam kelas.
3) Dapat digunakan dalam menentukan kelompok belajar.
4) Dapat digunakan untuk meneliti kemampuan memimpin
seorang siswa dalam kelas tertentu.36
Sosiometri merupakan teknik yang tepat untuk mengumpulkan
data mengenai hubungan sosial dan tingkah laku sosial siswa.
Dengan teknik ini dapat diperoleh data tentang suasana hubungan
antar individu, struktur dan arah hubungan sosial. Dari data
sosiometri siswa dapat diketahui keluasan dan kedalaman
pergaulan, status pemilihan atau penolakan sesama teman dalam
kelas.
Sekilas uraian di atas diketahui bahwa tujuan utama
penggunaan teknik sosiometri adalah:
1) Untuk menilai kualitas hubungan antar siswa dalam setting
kelas.
2) Untuk mengidentifikasi pola hubungan antar siswa pada
suatu kelompok, terkait dengan penyesuaian diri,
ketertarikan, penolakan, popularitas, konflik dan potensi
anggota kelas.37
36
Ibid., hlm. 7.
37
Ibid., hlm. 8.
36
Pada dasarnya secara sederhana teknik sosiometri
menggunakan prinsip nominasi yakni memilah, menunjuk,
mencalonkan individu di dalam sebuah kelompok yang mengacu
pada kriteria tertentu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat hubungan sosial siswa di dalam kelas. Hasil yang
didapat kemudian menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan
intervensi terhadap kelompok. Intervensi dilakukan untuk
meningkatkan partisipasi individu di dalam kelompok dan
mengurangi terjadinya konflik di dalam kelompok tersebut. Dengan
demikian sosiometri menjadi salah satu teknik yang dapat
digunakan untuk membantu guru pembimbing dalam mengungkap
dinamika hubungan sosial. Akan tetapi penggunaannya, terutama
pengolahan sosiometri membutuhkan waktu yang lama dan rumit.
Pengolahan sosiometri secara manual untuk satu kelas
membutuhkan waktu kurang lebih lima hari. Dan mungkin butuh
waktu lebih dari itu bila guru BK harus menyusun kartu sosiometri
satu per satu dari sejumlah siswa yang ada.38
3. Tinjauan Konseling Kelompok dan Kohesivitas Dilihat dari
Perspektif BKI
Bimbingan dan konseling islam tidak dapat dilepaskan dengan
hakekat manusia menurut islam. Pada dasarnya manusia adalah
makhluk Allah, keberadaannya di dunia sebagai kholifah Allah, setiap
38
Ibid., hlm. 2 - 3.
37
perilakunya dan kewajibannya untuk mencari ridho Allah Swt.
Implikasi dari keyakinan ini ialah di manapun manusia berada, ke
manapun pergi semua perilaku, pendengaran, penglihatan, dan
pembicaraan diketahui Allah dan terjadi atas kodrat dan irodat Allah.
Oleh karena itu bimbingan dan konseling islam berusaha menyadarkan
konseli akan keberadaanya sebagai makhluk Allah agar hidup dan
perilakunya tidak keluar dari aturan Allah.39
Islam mengajarkan agar setiap umatnya memiliki rasa kasih sayang
kepada sesama. Dari kasih sayang akan tercipta keharmonisan dalam
kehidupan sosial. Konseling secara islami didasarkan pada kasih
sayang, karena kasih sayang merupakan kebutuhan manusia yang
harus dipenuhi.40
Dengan meningkatkan kohesivitas dalam diri
manusia, nantinya diharapkan dapat memperkuat sifat kasih sayang
antar sesama, baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Alloh
menyuruh kepada umatnya agar selalu menjalin persaudaraan terhadap
sesama umatnya. Salah satu upaya untuk bisa menjaga tali
persaudaraan antar siswa adalah dengan meningkatkan kohesivitas
siswa. Jika kohesivitas antar siswa baik maka akan tercipta suasana
kelas yang harmonis dan penuh dengan rasa kasih sayang antar siswa.
Firman Allah pada surat Ali-Imran Ayat 105, menjelaskan:
39
Saring Marsudi, Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Surakarta:
MUP, 2010), hlm. 56.
40
Ibid., hlm. 63.
38
Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang
bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang
jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat
siksa yang berat”. (Ali-Imron:105).41
Dari Firman di atas, Allah memerintahkan orang-orang yang
beriman untuk bersatu dengan saudaranya seagama dan tidak berpecah
belah atau membuat sesuatu yang boleh menimbulkan perpecahan
umat Islam. Dengan bersatu umat Islam akan kuat dan kekuatan
tersebut akan hilang jika umat Islam bercerai-berai. Konsep ini dapat
diterapkan di dalam kelas guna membangkitkan siswa untuk selalu
menyatu sama lain, menerima perbedaan dan pendapat yang ada. Jika
semua siswa dalam kelas mampu menerapkan sikap ini, maka dapat
membantu dalam upaya meningkatkan kohesivitas antar siswa.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field
research) yang bersifat kualitatif. Penelitian lapangan yaitu penelitian
dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian dengan cara
partisipatori studi yaitu pengamatan langsung yang melibatkan penulis
41
Nazri Adlany dkk., Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung,
2002), hlm. 115.
39
di dalamnya.42
Lapangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
lokasi penelitian yaitu SMA N 1 Depok.
Kualitatif dapat diartikan bahwa penelitian ini tidak menggunakan
statistik sebagai analisis data. Oleh karena itu, data-data yang
terkumpul tidak berupa angka melainkan ucapan (kecuali angka-angka
yang tidak terkait dari hasil analisis statistik) dan segala fenomena
yang terdapat di lapangan tentang pelaksanaan konseling kelompok di
SMA N 1 Depok.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
a. Subyek
1) Ibu Wahyu Sri Nurjati selaku salah satu guru pembimbing yang
mengampu mata pelajaran BK kelas XI MIA 3. Wawancara
dilakukan kepada Ibu Wahyu untuk mengetahui informasi
mengenai tahapan konseling kelompok.
2) Ibu Eko Rini selaku Koordinator BK SMA N 1 Depok sebagai
informan dalam penelitian ini. Ibu Eko Rini memberikan
informasi dalam bentuk file dokumen mengenai profil BK
SMA N 1 Depok yang berupa, sejarah BK, visi dan misi BK,
program tahunan, semesteran, bulanan, mingguan dan harian,
struktur organisasi BK.
3) Pak Tomo selaku salah satu staff Tata Usaha (TU) SMA N 1
Depok memberikan informasi file dokumentasi mengenai profil
42
P Joko Subagiyo, Metode Penelitian Teori dan Praktek, (Jakarta: Rhineka
Cipta, 1991), hlm. 109.
40
sekolah seperti sejarah berdirinya sekolah, letak geografis
sekolah, visi dan misi sekolah, sarana dan prasarana sekolah.
4) Empat siswa dari 35 siswa di kelas XI MIA 3 yang memiliki
jumlah penolakan terbanyak dengan inisial SAR, AOP, DS
dan TM sebagai informan untuk mendapatkan informasi
mengenai tanggapan konseli terhadap pelaksanaan konseling
kelompok dalam meningkatkan kohesivitas siswa kelas XI
MIA 3.
b. Obyek
Obyek penelitian ini adalah tahap-tahap pelaksanaan konseling
kelompok dalam meningkatkan kohesivitas antar siswa kelas XI
MIA 3 SMA N 1 Depok Tahun Ajaran 2014/2015.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri
yang spesifik apabila dibandingkan dengan teknik yang lain.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila
penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu
besar.43
Penulis melakukan observasi non partisipan melalui
pengamatan yang terkait dengan penelitian. Secara terperinci,
43
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2009), hlm. 145.
41
observasi non partisipan yang dilakukan penulis untuk
mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan
pelaksanaan konseling kelompok, seperti keadaan lingkungan
sekolah yang kondusif, bersih, banyak pepohonan sehingga terlihat
asri, dan kondisi di ruang BK yang memadai baik dari sarana dan
prasarana seperti adanya ruang konseling kelompok sehingga
mendukung dalam pelaksanaan konseling kelompok.
b. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih secara langsung. Pewawancara disebut intervieuwer,
sedangkan yang diwawancarai disebut intervieuwee.44
Adapun
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
bebas terpimpin, yaitu pertanyaan bebas tetapi sesuai dengan data
yang diteliti. Penulis memberikan kebebasan kepada responden
untuk berbicara dan memberikan keterangan yang diperlukan
penulis melalui pertanyaan yang telah diberikan oleh penulis.
Penulis memilih jenis wawancara ini dengan tujuan untuk
menghindari adanya pertanyaan yang menyimpang dari
permasalahan.
Wawancara dilakukakan kepada guru pembimbing Ibu Wahyu
Sri Nurjati mengenai pelaksanaan konseling kelompok seperti
waktu pelaksanaanya, jumlah konseli, tempat pelaksanaan
44
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 57.
42
konseling, faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
kohesivitas siswa di kelas XI MIA 3 dan faktor pendukung serta
penghambat pelaksanaan konseling kelompok. Informan lainnya
yaitu wawancara dengan Ibu Eko Rini selaku koordinator BK
sebagai informan pendukung, mengenai profil BK, visi dan misi,
serta program kerja BK tentang layanan konseling kelompok di
SMA N 1 Depok, juga wawancara terhadap siswa kelas XI MIA 3
yang menjadi konseli mengenai tanggapan mereka terhadap
pelaksanaan konseling kelompok.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.45
Tujuan metode dokumentasi ialah mencari dan menyimpan data-
data yang sangat penting dalam mendukung validitas penelitian.
Data dengan metode dokumentasi ini dalam bentuk arsip yang
diperoleh dari Pak Tomo di bagian Tata Usaha (TU) sekolah dan
Ibu Eko Rini selaku Koordinator BK SMA N 1 Depok, yaitu:
1) Dokumen file profil sekolah yang isinya memuat sejarah
sekolah, visi, misi dan tujuan sekolah dan jenis kegiatan ekstra
kurikuler yang ada di SMA N 1 Depok.
2) Dokumen file program kerja tahunan BK yang isinya memuat
sejarah BK, visi dan misi BK, serta layanan BK.
45
Ibid., hlm. 59.
43
3) Dokumen buku pribadi siswa yang isinya mengenai hasil
analisis sosiometri kelas XI MIA 3 SMA N 1 Depok, yang
menunjukan tingkat kohesivitas siswa kelas XI MIA 3.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif, yakni setelah ada data yang berkaitan dengan penelitian,
selanjutnya disusun dan diklarifikasikan dengan menggunakan data-
data yang diperoleh untuk menggambarkan jawaban dari permasalahan
yang telah dirumuskan.46
Berikut langkah-langkah analisis data yang ditempuh penulis
dalam menyelesaikan penelitian:
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan penulis ada tiga cara
yaitu, pertama dengan cara observasi atau pengamatan
langsung yang terkait dengan penelitian. Pengamatan yang
dilakukan penulis mengenai keadaan lingkungan sekolah dan
kondisi ruang BK di SMA N 1 Depok. Kedua dengan melalui
wawancara kepada subyek penelitian, yakni kepada Ibu Wahyu
dan konseli.
Dari wawancara penulis memperoleh informasi mengenai
pelaksanaan konseling kelompok, faktor pendukung dan
penghambat serta tanggapan konseli terhadap pelaksanaan
46
Kasiran, Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif, (Malang: UIN-Maliki Press,
2010), hlm. 250.
44
konseling kelompok yang mereka ikuti. Pengumpulan data
yang ketiga yakni dengan melalui dokumentasi, penulis
memperoleh data dalam bentuk dokumen dan arsip yang
dibutuhkan dalam penelitian seperti gambaran umum sekolah,
profil BK dan profil siswa kelas XI MIA 3. Data tersebut
diperoleh dari bagian tata usaha sekolah dan dari arsip BK.
b. Reduksi Data
Reduksi data yaitu penyederhanaan dan pemusatan
perhatian pada hal yang menguatkan data yang diperoleh dari
lapangan.47
Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih
tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah penulis
untuk mencari data yang diperlukan.
Reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu
dengan memilih dan memilah data yang penulis peroleh dari
hasil observasi, wawancara dan dokumentasi untuk selanjutnya
diambil data yang pokok dan penting. Dari hasil observasi
langkah yang dilakukan penulis dalam menyederhanakan data
yakni semua hasil pengamatan yang diperoleh mengenai
keadaan lingkungan sekolah, sarana dan prasarana sekolah,
serta kondisi ruang BK penulis catat, kemudian penulis
laporkan secara jelas sesuai dengan yang dibutuhkan dalam
penelitian. Dari hasil observasi diketahui, keadaan lingkungan
47
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2008), hlm. 247.
45
sekolah nyaman, kondusif dan asri. Kondisi ruang BK bersih,
terang, mudah dijangkau serta berbagai fasilitas sudah
memadai.
Hasil wawancara langkah yang dilakukan penulis dalam
melakukan reduksi data yakni, dengan mengelompokkan
informasi-informasi yang berkaitan dengan penelitian yang
diperoleh dari Ibu Wahyu mengenai pelaksanaan konseling
kelompok, yang dilakukan oleh guru pembimbing terhadap
beberapa siswa kelas XI MIA 3 dalam meningkatkan
kohesivitas siswa. Begitu juga tentang informasi mengenai
tanggapan konseli dalam mengikuti layanan konseling
kelompok. Semua data yang diperoleh dari Ibu Wahyu dan
konseli, penulis hanya memaparkan informasi yang berkaitan
dengan konseling kelompok. Informasi tersebut seperti
pelaksanaan layanan konseling kelompok, faktor-faktor
pendukung dan penghambat dalam layanan konseling
kelompok, faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan kohesivitas siswa di kelas XI MIA 3.
Hasil dari dokumentasi penulis dalam melakukan reduksi
data, yakni dengan memaparkan informasi yang berkaitan
dengan penelitian mengenai gambaran umum sekolah yang
diperoleh dari bagian tata usaha. Informasi-informasi tersebut
mengena letak geografis sekolah, sejarah singkat sekolah, visi
46
misi dan tujuan sekolah. Selanjutnya dari arsip BK penulis
menyederhankan informasi mengenai profil BK di SMA N 1
Depok mulai dari sejarah singkat BK, visi dan misi, struktur
organisasi BK dan hasil analisis sosiometri kelas XI MIA 3.
c. Penyajian Data
Penyajian data adalah seperangkat informasi yang
terorganisasi dalam bentuk uraian singkat, bagan, sehingga
dalam menarik kesimpulan tetap terfokus pada ruang lingkup
penelitian.48
Penulis menyajikan data dalam bentuk teks yang bersifat
narasi, dalam menjelaskan informasi mengenai data dari hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi yang telah dilakukan
oleh penulis. Penulis juga menggunakan tabel serta gambar
dalam menyajikan data, agar lebih mudah dipahami.
d. Penarikan Kesimpulan
Proses penarikan kesimpulan dalam analisis data dengan
cara pencarian makna dari data yang berhasil dikumpulkan
dengan melibatkan pemahaman penulis.49
Penarikan
kesimpulan bertujuan untuk menjawab apa yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini yakni mengenai
pelaksanaan konseling kelompok yang dilakukan oleh guru
pembimbing dalam meningkatkan kohesivitas siswa kelas XI
48
Ibid., hlm. 250.
49
Ibid., hlm. 253.
47
MIA 3. Penulis menyimpulkan dari hasil penelitian secara
singkat dan jelas.
92
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian mengenai tahap-tahap
pelaksanaan konseling kelompok dalam meningkatkan kohesivitas siswa
SMA N 1 Depok, dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap konseling
kelompok yakni tahap pra konseling (persiapan), tahap pembentukan
kelompok, tahap transisi, tahap pelaksanaan, tahap akhir, dan tahap tindak
lanjut/follow up. Faktor pendukung meliputi sumber daya manusia yang
berkompeten serta sarana dan prasarana yang mendukung. Faktor
penghambat meliputi konseli tidak terbuka dan sulit menentukan waktu
pelaksanaan konseling kelompok
B. Saran-saran
Demi meningkatkan kualitas pelaksanaan konseling kelompok di SMA
N 1 Depok, penulis berusaha memberikan masukan terhadap penerapan
layanan bimbingan dan konseling, diantaranya:
1. Guru BK hendaknya memperjelas program kegiatan bimbingan dan
konseling dengan arahan penilaian jangka pendek dan jangka panjang
agar pencapaian perubahan dari tahun ke tahun dapat menjadi lebih
baik.
2. Diperlukan adanya pengawasan dari kepala sekolah setelah
pelaksanaan kegiatan bimbingan konseling agar dapat diketahui hasil
93
dari pelaksanaan konseling, sehingga dapat memacu kinerja guru
pembimbing dalam pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
3. Perlu diseting ulang ruang konseling kelompok demi kenyamanan
dalam pelaksanaan konseling, sehingga bisa lebih kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo, 2011.
Abu Huraerah dan Purwanto, Dinamika Kelompok, Bandung: PT Refika Aditama,
2006.
Achmad Zaelani, Kohesivitas Kelompok Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Skripsi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Tahun 2012.
Baron A. Robert dan Byrne Donn, Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2005.
Farid Mashudi, Psikologi Konseling, Jogjakarta: IRCiSoD, 2012.
Hibana S. Rahman, Bimbingan dan Konseling Pola 17, Yogyakarta: UCY
Press,2003.
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, Jakarta:
Bumi Aksara, 1996.
Indriyo Gitosudarmo, Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta: BPFE, 1997.
Kasiran, Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif, Malang: UIN-Maliki Press,
2010.
Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2001.
Luthfi Noor Ichsan Mahendra, Pelayanan Konseling Kelompok Terhadap
Pelanggaran Tata Tertib Sekolah di MTs Negeri 1 Yogyakarta, Skripsi,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Tahun 2012.
M. Edi Kurnanto, Konseling Kelompok, Bandung: Alfabeta, 2013.
Mastur, Teknik Sosiometri dan Aplikasinya, Yogyakarta: Paramitra Publishing,
2013.
Muh Farozin, Pengembangan Profesionalitas Guru Bimbingan dan Konseling,
Yogyakarta: UNY Press, 2009.
Myersi G David, Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Nazri Adlany dkk., Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Jakarta: Sari Agung, 2002
Nurul Cholidah, Kohesivitas ditinjau dari Kepemimpinan Transformasional pada
Karyawan PT. Primayudha Mandirijaya,Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora, Tahun 2011.
P Joko Subagiyo, Metode Penelitian Teori dan Praktek, Jakarta: Rhineka Cipta,
1991.
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta:
Rineka Cipta, 2008.
Saring Marsudi, Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Surakarta: MUP,
2010.
Sitti Hartinah DS, Konsep-Konsep Bimbingan Kelompok, Bandung: PT Refika
Aditama, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2009.
Suhartanti, Pelaksanaan Konseling Kelompok Terhadap Siswa yang Mengalami
Kesulitan Dalam Belajar Studi Kasus di MTs N Pundong, Skripsi, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Tahun 2010.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Maulana Sulistio Aji
Tempat/Tgl. Lahir : Banjarnegara, 21 Agustus 1993
Alamat : Dusun Karang Tanjung, Desa Luwung, RT
004/003, Kec. Rakit, Kab. Banjarnegara, Jawa
Tengah.
Nama Ayah : (Alm.) Mutiarjo
Nama Ibu : Mutingah
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD N 1 Luwung Lulus Tahun 2005
b. SMP N 2 Rakit Lulus Tahun 2008
c. SMK N 2 Bawang Lulus Tahun 2011
C. Prestasi/Penghargaan
1. Juara 1 Lomba Biologi Tingkat SMP
2. Peserta Olimpiade Sains Nasinal (OSN) Fisika Tingkat SMK
3. Juara Harapan 1 Lomba Bahasa Jawa Tingkat SMP
4. Juara 2 Lomba Tuna Netra di PSLD UIN Sunan Kalijaga Tahun 2012
D. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Pramuka Gugus Ken Arok SMK N 2 Bawang Periode
2008/2009
2. Anggota Rohis SMK N 2 Bawang Periode 2009/2010
3. Anggota Kopma Angkatan 58 UIN Sunan Kalijaga
4. Divisi PSDM Assaffa UIN Sunan Kalijaga Periode 2013/2014
5. Divisi SDM Mitra Ummah Periode 2012/2013
top related