kompre puskesmas
Post on 12-Dec-2015
232 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat
menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (Aditama & Chairil, 2002).
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB di seluruh dunia (Depkes RI, 2006).
Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah
India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian
sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000
penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun) (WHO, 2010).
Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 1990 dan
International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases (IUATLD) yang dikenal
sebagai strategi Directly observed Treatment Short-course (DOTS) secara ekonomis paling
efektif (cost-efective), strategi ini juga berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut
strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua
kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT)
yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E).
Efek samping OAT yang dapat timbul antara lain tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut,
nyeri sendi, kesemutan sampai rasa terbakar di kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli
hingga gangguan fungsi hati (hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa nekrosis
jaringan hati. Obat anti tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan
Pirazinamid. Hepatotoksitas mengakibatkan peningkatan kadar transaminase darah
(SGPT/SGOT) sampai pada hepatitis fulminan, akibat pemakaian INH dan/ Rifampisin
(Depkes RI, 2006; Arsyad, 1996; Sudoyo, 2007).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, diagnosis, dan penatalaksanaan TB paru.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru
2.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis. Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya
secara inhalasi, sehingga TB Paru merupakan manifestasi klinis paling sering dibanding
organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel khususnya yang
didapat dari pasien TB baru dengan batuk berdarah atau batuk berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberkulosis berbentuk batang
lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Struktur dinding dari
bakteri ini mengandung lipid , peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.1,2
2.1.2 Klasifikasi TB dan Tipe Pasien 2,3
a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak :
TB paru dibagi atas:
1) TB paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
1 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
1 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
2) TB paru BTA (-)
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis aktif
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non OAT
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
kuman TB positif.
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan denga OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
3) Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
4) Kasus gagal
Adalah pasien BTA posititf yang masih tetap posititf atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
5) Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6) Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi peru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran
radiologi.
2.1.3 Diagnosis TB Paru
Diagnosis tuberkulosis didapat berdasarkan gejala klinis. Gejala klinis
tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik,
bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala lokal ialah gejala respiratori.1,2,4
1. Gejala respiratori:
Batuk selama 2 minggu atau lebih, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum).
Batuk darah, akibat robeknya pembuluh darah di sekitar bronkus.
Sesak nafas, dapat ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada, bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritits.
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
2. Gejala sistemik
Demam dengan peningkatan suhu yang tidak begitu tingggi.
Malaise.
Tidak ada nafsu makan.
Badan makin kurus (berat badan turun).
Rasa nyeri pada otot
Untuk menegakkan diagnosis TB paru, selain dari gejala klinik yang
didapatkan di atas, juga perlu diperhatikan beberapa hal berikut:1,2,4
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, jeis kelainan yang dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak
ditemukan kelainan. Kelainan pada paru umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apek dan segmen posterior serta daerah apeks lobus
inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkhial,
amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma
dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan yang ditemukan tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara nafas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher, kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar getah bening
tersebut dapat menjadi cold abses.
2. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, jaringan paru.
Cara pengumpulan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi (dahak keesokan harinya)
Sewaktu / spot (dahak pada saat mengantarkan dahak pagi)
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila:
a) 3 kali positif atau 2 kali posititf dan 1 kali negatif: BTA positif
b) 1 kali posititf dan 2 kali negatif: ulang BTA 3 kali, apabila
- 1 kali positif dan 2 kali negatif: BTA positif
- 3 kali negatif: BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Againts Tuberkulosis and Lung Disease):
a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : negatif
b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis dalam jumlah kuman
yang ditemukan.
c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : + (1+)
d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : ++ (2+)
e) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang : +++ (3+)
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum
dalam medium biakan (Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa), koloni kuman
tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga
tampak, biakan dinyatakan negatif.
3. Pemeriksaan radiologi
Pada sebagian besar TB Paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut :
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti : pneumothoraks, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami
hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, TB
dapat member gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Destroyed Lung (luluh paru): Gambaran radiologi yang menunjukan kerusakan
jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran
radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,ektasis/multikaviti dan fibrosis
parenkim paru.
4. Pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test)
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak dan balita. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, uji tuberculin sebagai alat bantu diagnostic penyakit
kurang berarti pada orang dewasa.
Dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein
Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength). Setelah 48-72
jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang
terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular
dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaanan tibodi selular
dan antgen tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar
pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Interpretasi
hasil tes Mantoux, dibagi dalam:
Indurasi 0 – 5 mm : Mantoux negatif = golongan nosensitivity. Peran
antibodi humoral paling menonjol.
Indurasi 6 – 9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Peran
antibody humoral masih menonjol.
Indurasi 10 – 15 mm : Mantouxpositif = golongan normal sensitivity.
Antibodi humoral dan seluler seimbang.
Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Peran
antibody seluler paling menonjol.
Alur diagnosis TB Paru2
- +
5. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat
Suspek TB Paru
2/3BTA (+) 3 BTA (-)
TB Paru
BTA (+)
Tidak
ada
Beri
antibiotik
Foto toraks dan
pertimbangan
Periksa
ulang
≥ 1 BTA
(+)
Foto toraks
dan
pertimbangan
3 BTA (-)
TB Bukan
TB
Periksa BTA sputum
Hanya 1 BTA (+)
Perbaik
an
digunakan sebagai indicator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi LED yang normal tidak dapat menyingkirkan tuberculosis.
Limfosit pun kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat
menunjang untuk mendiagnosis TB paru dan kadang-kadang juga dapat untuk
mengikuti perjalanan penyakit yaitu :
- laju endap darah (LED)
- jumlah leukosit
- hitung jenis leukosit.
Dalam keadaan aktif/eksaserbasi, leukosit agak meninggi dengan geseran ke
kiri dan limfosit di bawah nilai normal, laju endap darah meningkat. Dalam
keadaan regresi/menyembuh, leukosit kembali normal dengan limfosit nilainya
lebih tinggi dari nilai normal, laju endap darah akan menurun kembali.
2.1.4 Pengobatan TB1,2,4
Kelompok OAT :
1. OAT lini pertama
Adalah agen kemoterapi tuberkulosis dengan khasiat (efikasi) tertinggi
dan toksisitas rendah untuk mencapai angka kesembuhan tertinggi.
Keterjangkauan (biaya dan kontinuitas suplai ) juga menjadi parameter kategori
OAT lini pertama.
Jenis OAT lini pertama yang digunakan adalah :
Rifampisin (R)
INH (H)
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Streptomisin (S)
2. OAT lini kedua
Adalah agen kemoterapi tuberkulosis dengan potensi yang lebih rendah
dari lini pertama atau mempunyai toksisitas lebih tinggi dari lini pertama.
Jenis obat lini kedua yang digunakan adalah :
Kanamisin
Amikasin
Kuionolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Kemasan
Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing ,rifampisin, INH,
pirazinamid dan etambutol.
Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC), kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.
Jenis dan dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan Dosis OAT
O
b
a
t
Dosis
(mg/k
gBB/
hari)
Dosis yang dianjurkanD
o
si
s
m
a
k
s
(
m
g)
Dosis (mg) / berat
badan (kg)
Harian
(mg/kgBB/h
ari)
Intermitten
(mg/kgBB/h
ari)
<
40
4
0
-
6
0
>
6
0
R 8-12 10 10 6
0
0
30
0
4
5
0
6
0
0
H 4-6 5 10 3
0
0
15
0
3
0
0
4
5
0
Z 20-30 25 35 75
0
1
0
1
5
0
0
0
0
E 15-20 15 30 75
0
1
0
0
0
1
5
0
0
S 15-18 15 15
1
0
0
0
ses
uai
B
B
7
5
0
1
0
0
0
Kategori Pengobatan TB Paru (FDC)
Tabel 3. Kategori Pengobatan TB Paru
Kategori Kasus Paduan Obat
I
BTA (+) TB paru
BTA (-) lesi luas
TB extraparu
berat
TB + HIV
2RHZE/4R3H3
2RHZE/4RH
2RHZE/6HE
II
Kambuh
Gagal Pengobatan
Putus Obat
2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
2RHZES/1RHZE lalu sesuai dengan
hasil tes resistensi
2RHZES/1RHZE/5RHE
III
BTA (-) lesi
minimal
TB extraparu
lebih ringan
2RHZE/4R3H3
2RHZE/4RH
2RHZE/6RHE
IV
Kronik
RHZES sambil menunggu hasil uji
resistensi + OAT lini kedua (min 18
bulan)
MDR-TBSesuai hasil uji resistensi + OAT lini
kedua atau H seumur hidup
Dosis Obat FDC
Tabel 4. Dosis obat FDC
Obat Bentuk Dosis harianDosis 3 kali
seminggu
INH + rifampisinTablet 75 mg + 150 mg
150 mg + 150
mg
INH + etambutol Tablet 150 mg + 400 mg 60 mg + 60 mg
INH + rifampisin +
pirazinamidTablet
75 mg + 150 mg +
400 mg
150 mg + 150
mg + 500 mg
INH + rifampisin +
pirazinamid +
etambutol
Tablet75 mg + 150 mg +
400 mg + 275 mg
Tabel 5. Efek samping OAT dan tatalaksananya
Efek Samping Kemungkinan
Penyebab
Tatalaksana
Minor OAT diteruskan
Tidak nafsu makan, mual,
sakit perut
Rifampisin Obat diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri
aspirin/allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar
di kaki
INH Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x
100mg
Warna kemerahan pada air Rifampisin Beri penjelasan, tidak
seni perlu diberi apa-apa
Mayor Hentikan obat
Gatal dan kemerahan pada
kulit
Semua jenis
OAT
Beri antihistamin dan
evaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Ganggguan keseimbangan
(vertigo dan nystagmus)
Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Ikterik / hepatitis imbas obat
(penyebab lain disingkirkan)
Sebagian besar
OAT
Hentikan semua OAT
sampai ikterik
menghilang dan boleh
diberikan
hepatoprotektor
Muntah dan confusion
(suspected drug-induced
preicteric hepatitis
Sebagian besar
OAT
Hentikan semua OAT
dan lakukan uji
fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Kelainan sistemik, termasuk
syok dan purpura
Rifampisin Hentikan rifampisin
2.1.5 Komplikasi tuberculosis1
Pada pasien tuberculosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah :
Batuk darah
Pneumotoraks
Luluh paru
Gagal napas
2.2 Hiponatremia
2.2.1 Pengertian Hiponatremia
Hiponatremia adalah abnormalitas elektrolit yang penting dan biasa terjadi sebagai
komplikasi dari penyakit medis yang lain. Sodium adalah kation ektraseluler yang dominan
dan tidak bisa melewati membran sel dengan bebas. Homeostasis kation ini sangat penting
dalam fungsi fisiologis normal sel. Kadar serum sodium normal adalah 135-145
mEq/L. hiponatremi didefinisikan sebagai kadar serum yang kurang dari 135 mEq/L dan
dikategorikan berat saat kadar serum dibawah 125 mEq/L.5
Gangguan elektrolit yang ditemukan dalam praktek klinik, terjadi pada lebih dari 15-
30% pada pasien rumah sakit dengan kondisi penyakit akut maupun kronis.5,6
2.2.2 Patofisilogi Hiponatremia5,7
Hipoosmolalitas (serum osmolalitas <260 mOsm/kg) selalu mengindikasikan
kelebihan total body water (TBW) relative terhadap solut tubuh atau kelebihan air
relatif terhadap solut di ECF, sehingga air dapat bergerak bebas antara intraseluler dan
ekstraseluler kompartemen. Dalam kondisi normal, tubuh merespon keadaan ini dengan
menurunkan osmolalitas tubuh dengan mengurangi rasa haus. Oleh karena itu, hiponatremi
terjadi hanya pada kondisi yang mengganggu eksresi air normal.
Hiponatremia mengindikasikan adanya air yang berpindah ke dalam sel dan
menyebabkan sel membengkak. Perpindahan ini memiliki nilai klinis yang sangat penting
apabila terjadi di sistem saraf pusat karena otak berada pada tempat yang ukurannya tetap
dan bengkak ini bisa menjadi gejala.
2.2.3 Etiologi dan Klasifikasi Hiponatremia6,7
1. Hipertonik hiponatremi
Pasien dengan keadaan ini mempunyai total sodium tubuh yang normal.
Terdapat molekul aktif osmotik di serum, yang menyebabkan air berpindah dari
kompartemen intraseluler ke kompartemen ekstraseluler. Contoh molekul aktif
osmotic adalah glukosa, mannitol atau maltose.
2. Normotonik hiponatremia (pseudohiponatremia)
Hiperlipidemia dan paraproteinemia dapat menurunkan konsentrasi serum
sodium dengan osmolalitas serum normal.konsentraso sodium dalam total volume
plasma (air+protein/lipid) menurun, walaupun konsetrasi sodium dalam air
plasma dan osmolalitas plasma tidak berubah.
3. Hipotonik hiponatremi
Hipotonik hiponatremi selalu merefleksikan ketidakmampuan ginjal
dalam menangani eksresi air untuk menyesuaikan dengan asupan oral.
Sedangkan menurut waktunya, hiponatremia dapat dibedakan menjadi akut dan kronik.
1. Hiponatremia Akut
Durasinya tidak boleh lebih dari 48 jam. Bahaya utama adalah terjadinya
pembengkakan otak. Pengobatan harus cepat dilakukan dengan tujuan menurunkan secara
cepat volume sel otak dengan hipertonik saline.
2. Hiponatremia Kronik
Masalah dalam diagnosisnya adalah untuk mengidentifikasi mengapa
terdapat antidiuretik hormone (ADH). Asupan air yang berlebihan bila terjadi sendiri belum
pernah menjadi penyebab utama hiponatremia karena ginjal normal dapat mengekskresikan
air sampai 12L/hari. Namun, tingginya asupan air yang terjadi bersama dengan menurunnya
ekskresi air dapat menyebabkan hiponatremia. Menurunnya ekskresi air adalah karena ADH.
Pada beberapa pasien dengan hiponatremia kronik, terjadi keseimbangan negative Na.
hasilnya adalah kontraksi volume ECF yang menuju pada pelepasan ADH.5,6,7
top related