klasifikasi tanah di desa namu ukur utara kecamatan …
Post on 01-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KLASIFIKASI TANAH DI DESA NAMU UKUR UTARA KECAMATAN
SEI BINGAI, KABUPATEN LANGKAT BERDASARKAN
KUNCI TAKSONOMI TANAH 2014
SKRIPSI
OLEH :
ELISABETH MATONDANG
140301008
ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KLASIFIKASI TANAH DI DESA NAMU UKUR UTARA KECAMATAN
SEI BINGAI, KABUPATEN LANGKAT BERDASARKAN
KUNCI TAKSONOMI TANAH 2014
SKRIPSI
OLEH :
ELISABETH MATONDANG
140301008
ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Meraih Gelar Sarjana
di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan tanah mulai dari tingkat
ordo sampai sub group di Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei pada 3 jenis
bahan induk di Desa Namu Ukur Utara. Dilakukan deskripsi profil tanah untuk
menentukan sifat morfologi tanah sementara sifat fisik dan kimia dilakukan
dengan analisis laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi tanah
berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah 2014 di Desa Namu Ukur Utara pada profil
1 adalah : Inceptisol, Udept, Humudept, dan Eutric Humudept. Profil 2 adalah
Inceptisol, Udept, Humudept, dan Eutric Humudept. Profil 3 adalah Inceptisol,
Udept, Humudept, dan Eutric Humudept.
Kata Kunci : Klasifikasi tanah, Taksonomi tanah, Bahan induk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
ABSTRACT
This study aims to classify the soil starting from the level of orders to sub
group in Namu Ukur Utara Village Sei Bingai Subdistric, Distric of Langkat. This
research was carried out by survey method in 3 kind of parent material at Desa
Namu Ukur Utara village. Morphological properties were identified by describing
the soil profiles while physical and chemical properties were identified by
laboratory analysis. The results shows that the classification of soil based on Soil
Taxonomy 2014 in Namu Ukur Utara Village Sei Bingai Subdistric, Distric of
Langkat on 1st Profile is Inceptisols, Udepts, Humudepts, and Eutric Humudepts.
2nd Profile is Inceptisols, Udepts, Humudepts, and Eutric Humudepts. 3rd Profile
is Inceptisols, Udepts, Humudepts, and Eutric Humudepts.
Key Words : Soil classificition, Soil taxonomy, Parent material
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pematangsiantar pada tanggal 27 Juli 1996 dari Ayah
Alm. D. Matondang dan ibu Ismaria Pardede. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara.
Pada tahun 2008 penulis lulus dari SD Negeri 095551 Siantar. Pada tahun
2011 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Siantar. Pada tahun 2014 penulis lulus dari
SMA Negeri 3 Pematangsiantar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) jurusan Agroteknologi dengan memilih minat Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan penerima beasiswa
Karya Salemba Empat (KSE) tahun 2015-2018 dan mengikuti Latihan
Kepemimpinan The Ambassador BPJS Ketenagakerjaan di Pangkalan Udara TNI
AU Adisutjipto, Yogyakarta dan Hotel Dominic Purwokerto. Selain itu, penulis
juga aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (Himagrotek)
tahun 2017-2018.
Pada Tahun 2017 penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV Unit Usaha Meranti Paham, Labuhan
Batu Induk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Klasifikasi Tanah di Desa Namu
Ukur Utara Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat Berdasarkan Kunci
Taksonomi Tanah 2014” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih
gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
Ir. Purba Marpaung, SU. selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Razali, MP.
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Juli 2019
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian ............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Tanah ................................................................................. 4
Klasifikasi Tanah Nasional .................................................................. 6
Taksonomi Tanah ................................................................................. 6
Taksonomi Tanah 2014 ........................................................................ 9
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 20
Bahan dan Alat ..................................................................................... 20
Metode Penelitian................................................................................. 21
Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 21
Pengolahan Data................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ...................................................................................................... 25
Deskripsi Profil Tanah ................................................................. 25
Analisis Tanah di Laboratorium .................................................. 30
Pembahasan........................................................................................... 33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................... 52
Saran ..................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal.
1 Deskripsi Ketiga Profil Tanah .................................................................... 26
2 Deskripsi Profil I ........................................................................................ 27
3 Deskripsi Profil II ....................................................................................... 28
4 Deskripsi Profil III ..................................................................................... 29
5 Hasil Analisis Sifat Fisika Tanah Pada Ketiga Profil ................................ 30
6 Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Pada Ketiga Profil ................................ 31
7 Kriteria Penilaian Hasil Analisis Contoh Tanah ........................................ 56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hal.
1 Deskripsi Profil I ........................................................................................ 27
2 Deskripsi Profil II ....................................................................................... 28
3 Deskripsi Profil III ..................................................................................... 29
4 Lokasi Profil I ............................................................................................ 55
5 Lokasi Profil II ........................................................................................... 55
6 Lokasi Profil III .......................................................................................... 56
7 Profil Tanah ................................................................................................ 56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah menempati ruang antara atmosfir (lapisan udara), litosfir (lapisan
batuan yang menyusun bumi) dan berbatasan dengan hidrosfir (lapisan air).
Akibat adanya interaksi antara sifat fisika, kimia, dan biologi pada batuan dan
bahan induk tanah maka terbentuklah jenis tanah yang memiliki sifat dan ciri yang
berbeda (Fiantis, 2015).
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,
menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horizon-
horizon, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai
suatu hasil dari proses penambahan, kehilangan, pemindahan, dan transformasi
energi dan bahan, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam
suatu lingkungan alami. Dan kemudian diperluas guna mencakup tanah-tanah di
wilayah Antartika, di mana proses pedogenesis dapat berlangsung tetapi iklimnya
bersifat terlampau ekstrim untuk mendukung bentuk-bentuk tanaman tingkat
tinggi (Soil Survey Staff, 2014).
Survei tanah diperlukan untuk semua kegiatan perencanaan pengelolaan
lahan karena begitu banyaknya jenis tanah, masing-masing dengan berbagai
kombinasi faktor-faktor pembentuk atau faktor genesisnya yang mempengaruhi
terhadap sifat dan ciri tanah tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi terhadap
potensi penggunaannya untuk suatu peruntukan tertentu. Tujuan utama dari survei
tanah adalah menyediakan keterangan-keterangan tentang berbagai jenis tanah,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
2
penyebarannya yang dapat digunakan dalam mengevaluasi potensinya untuk suatu
penggunaan tertentu (Risamasu, 2010).
Klasifikasi tanah di Indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1910
melalui pendekatan bahan induk, proses pembentukan dan warna tanah.
Perkembangan pendekatan klasifikasi tanah dan aplikasinya dalam survei dan
pemetaan serta interpretasinya untuk keperluan sektor pertanian terus dilakukan
untuk memodifikasi sistem klasifikasi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan
para peneliti. Penggunaan klasifikasi dalam survei dan pemetaan tanah diharapkan
dapat memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah untuk pengelolaan lahan
pertanian yang berkelanjutan (Subardja, et al., 2014).
Klasifikasi tanah adalah usaha untuk membeda-bedakan tanah berdasarkan
sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan cara ini maka tanah-tanah dengan sifat yang
sama dimasukkan ke dalam satu kelas yang sama. Hal ini sangat penting karena
tanah-tanah dengan sifat yang berbeda memerlukan perlakuan yang berbeda jadi
jenis-jenis tanah itu diberi nama (Hardjowigeno, 2003).
Tujuan umum klasifikasi tanah adalah menyediakan suatu susunan yang
teratur (sistematik) bagi pengetahuan mengenai tanah dan hubungannya dengan
tanaman, baik mengenai produksi maupun perlindungan kesuburan tanah. Tujuan
ini meliputi berbagai segi, antara lain peramalan pertanian di masa yang akan
datang (Darmawijaya, 1997).
Desa Namu Ukur Utara merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Sei
Bingai Kabupaten Langkat, dimana sebahagian mata pencaharian masyarakatnya
adalah bertani. Namun kehidupan dan perekonomian masyarakat di Desa
Namukur Utara belum maksimal. Padahal Desa Namu Ukur Utara tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
3
memiliki potensi wilayah berupa pertanian. Maka dari itu dibutuhkan suatu
pengklasifikasian tanah berdasarkan sifat-sifat yang sama untuk dapat ditentukan
penggunaan tanah yang tepat untuk memperoleh hasil yang optimum dan efisien
dalam produksi tanaman pertanian.
Daerah penelitian belum pernah diklasifikasikan sampai ke tingkat sub
grup, berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian di Desa
Namu Ukur Utara di dalam mengklasifikasikan tanah berdasarkan Kunci
Taksonomi Tanah 2014.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui klasifikasi tanah di Desa Namu Ukur Utara Kecamatan
Sei Bingai Kabupaten Langkat mulai dari tingkat ordo sampai sub grup.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak
yang membutuhkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Tanah
Suatu klasifikasi tanah telah ditemukan pada tahun 1887 oleh seorang ahli
tanah Rusia yang bernama Dokuchaev. Selanjutnya klasifikasi tanah berkembang
ke Eropa dan Amerika serta negara-negara lain di dunia. Sistem klasifikasi yang
dikembangkan berdasarkan teori bahwa setiap jenis tanah mempunyai maxfologi
tertentu atau mempunyai ciri dan sifat tertentu yang dihubungkan pada kombinasi
faktor-faktor pembentuk tanah. Pada tahun 1960 Departemen Pertanian Amerika
Serikat (USDA) memperkenalkan sistem klasifikasi tanah yang baru yang disebut
Comprehensive System. Sistem klasifikasi tanah ini lebih banyak menekankan
pada morfologi dan kurang menekankan pada faktor-faktor pementuk tanah
dibandingkan dengan sistem klasifikasi tanah di luar Eropa dan Amerika Serikat,
termasuk Indonesia (Mega, et al., 2010).
Klasifikasi tanah adalah cara mengumpulkan dan mengelompokkan tanah
berdasarkan kesamaan dari sifat dan ciri morfologi, fisika dan kimia, serta
mineralogi, yang kemudian diberi nama agar mudah dikenal, diingat, dipahami
dan digunakan serta dapat dibedakan satu dengan lainnya. Tanah yang
diklasifikasikan adalah benda alami yang terdiri dari padatan (bahan mineral dan
bahan organik), cairan dan gas, yang terbentuk dipermukaan bumi dari hasil
pelapukan bahan induk oleh interaksi faktor iklim, relief, organisme dan waktu,
berlapis-lapis dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman, sedalam 2 m atau
sampai batas aktivitas biologi tanah (Subardja, et al., 2014).
Sistem klasifikasi tanah yang berlaku saat ini adalah sistem klasifikasi
taksonomi tanah yang dikembangkan oleh USDA. Sistem klasifikasi tanah ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
5
memiliki keistimewaan terutama dalam hal penamaan atau tata nama, definisi-
definisi horizon penciri, dan beberapa sifat penciri lain yang digunakan untuk
menentukan jenis tanah (Panjaitan, et al., 2015).
Pada tanah yang mempunyai bentuk fisik yang berbeda diberikan sebuah
nama yang dapat mencerminkan sifat dan ciri yang dominan yang dimilikinya.
Akibatnya terdapat bermacam-macam nama tanah yang diberikan oleh manusia
pada tanah yang ada pada suatu daerah/negara. Tanah-tanah yang mempunyai
kesamaan dikelompokkan pada kelas tertentu sedangkan tanah-tanah yang
berbeda dimasukan kedalam kelas yang berbeda pula (Fiantis, 2015).
Dasar yang digunakan untuk menyusun klasifikasi tanah diperoleh dari
data, yaitu penyelidikan profil tanah dan analisa laboratorium pada contoh-contoh
tanah tiap profil yang akan memberikan data mengenai sifat fisik, kimia dan
mineralogi tanah (Darmawijaya, 1990).
Sistem klasifikasi tanah yang digunakan dalam kegiatan inventarisasi
sumberdaya tanah di Indonesia telah mengalami beberapa tahap peningkatan,
sesuai dengan kemajuan IPTEK dalam Ilmu Tanah. Dalam tahap awal (1955-
1980) digunakan sistem klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (DS), kemudian
Satuan Tanah Peta Tanah Dunia FAO-Unesco (1972-1985), dan selanjutnya
Taksonomi Tanah (1975-sekarang). Untuk keperluan penggunaan di lapang,
supaya lebih praktis, sistem klasifikasi Taksonomi Tanah telah disarikan dalam
bentuk buku Kunci Taksonomi Tanah (Keys to Soil Taxonomy)
(Soil Survey Staff, 2014).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
6
Klasifikasi Tanah Nasional
Sistem klasifikasi tanah nasional dibangun sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi sumberdaya tanah dan perkembangan IPTEK di Indonesia. Struktur
klasifikasi tanah terbagi dalam dua tingkat/kategori, yaitu jenis tanah dan
macam tanah. Pembagian jenis tanah didasarkan pada susunan horison utama
penciri, proses pembentukan (genesis) dan sifat penciri lainnya. Pada tingkat
macam tanah digunakan sifat tanah atau horison penciri lainnya. Tata nama
pada tingkat jenis tanah lebih dominan menggunakan nama jenis tanah yang
lama dengan beberapa penambahan baru. Sedangkan pada tingkat macam
tanah sepenuhnya menggunakan nama/istilah yang berasal dari Unit Tanah
FAO/UNESCO dan atau Sistem Taksonomi Tanah USDA
(Subardja, et al., 2014).
Klasifikasi tanah nasional ditetapkan berdasarkan sifat dari horison
penciri (diagnostic horizon). Sifat penciri tersebut dapat diukur dan diamati
secara kualitatif dari sifat morfologi tanah di lapangan, dan secara kuantitatif
dari hasil analisis tanah di laboratorium (Subardja, et al., 2014).
Taksonomi Tanah
Taksonomi tanah adalah bagian dari klasifikasi tanah baru dan merupakan
sistem klasifikasi tanah internasional yang diperkenalkan pada tahun 1975 dan
berkembang dengan cepat. Semua kunci dalam taksonomi tanah dirancang
sedemikian rupa sehingga pengguna mereka dapat menentukan klasifikasi tanah
yang benar dengan melalui kunci yang sistematis, dimulai dari awal dan
menghilangkan satu demi satu kelas yang tidak sesuai dengan kriteria tanah yang
dimaksud (Soil Survey Staff, 1992).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
7
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu taxis dan nomos. Taxis
berarti susunan sedangkan nomos adalah hukum atau aturan. Jadi taksonomi tanah
berarti aturan tentang tanah yang disusun secara sistematis. Departemen Pertanian
Amerika Serikat (United States Department of Agriculture = USDA) telah
menyusun suatu sistem klasifikasi yang dinamakan Taksonomi Tanah (Soil
Taxonomy). Sistem ini merupakan penyempurnaan dari the Comprehensive
System of Soil Classification 7th Approximation yang diperkenalkan oleh Guy D.
Smith pada tahun 1960. Setelah melalui berbagai perbaikan dan penyempurnaan
akhirnya pada tahun 1975 diterbitkanlah buku Soil Taxonomy, A Basic System of
Soil Classification for Making and Interpreting Soil Surveysoleh sekelompok ahli
ilmu tanah Amerika Serikat yang dinamakan Soil Survey Staff. (Fiantis, 2015).
Taksonomi tanah terdiri dari 6 kategori dengan sifat-sifat faktor pembeda
sebagai berikut :
1. Ordo
Ordo dibedakan atas sifat-sifat umum tanah yang menentukan pembentukan
horison penciri.
2. Sub Ordo
Faktor pembeda adalah faktor-faktor yang besar pengaruhnya terhadap sifat-
sifat genetik tanah seperti keseragaman genetik,misalnya ada tidaknya sifat-
sifat tanah yang berhubungan denganpengaruh air, regim kelembaban, bahan
induk utama, pengaruh vegetasiyang ditunjukkan oleh adanya sifat-sifat tanah
tertentu, tingkat pelapukanbahan organik (untuk tanah-tanah organik).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
8
3. Great Group
Faktor pembeda adalah kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan
horison, kejenuhan basa, regim suhu dan kelembaban, ada tidaknya lapisan-
lapisan penciri lain seperti plinthite, fragipan dan duripan.
4. Sub Group
Faktor pembeda terdiri dari sifat-sifat inti dari great group (sub group Typic),
sifat-sifat tanah peralihan ke great group peralihan ke great group lain, sub
ordo atau ordo, sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah.
5. Family
Faktor pembedanya adalah sifat-sifat tanah yang penting bagi pertumbuhan
tanaman. Sifat-sifat tanah yang sering digunakan sebagai faktor pembeda untuk
family antara lain adalah : sebaran besar butir, susunan mineral(liat), regim
temperatur pada kedalaman 50 cm.
6. Seri
Faktor pembedanya adalah : jenis dan susunan horison, warna, tekstur, struktur,
konsistensi, drainase (permeabilitas), reaksi tanah dari masing-masing horison,
sifat-sifat kimia dan mineral masing-masing horison.
Kategori ordo tanah sampai great group disebut kategori tinggi sedangkan
kategori sub group sampai seri disebut kategori rendah. Jenis dan jumlah faktor
pembeda meningkat dari kategori rendah ke tinggi (Hardjowigeno, 1993).
Taksonomi tanah adalah cabang dari klasifikasi tanah. Dalam taksonomi
tanah, disajikan secara lengkap tentang prosedur pengelompokan tanah mulaidari
kategori tinggi sampai kategori rendah. Prosedur taksonomi tanah adalah
mengikuti :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
9
1. Deskripsi profil tanah.
2. Penentuan horison penciri (epipedon dan horizon bawah penciri).
3. Penentuan sifat-sifat lain.
4. Pemakaian kunci taksonomi dengan urutan : ordo (ada 12 ordo), sub ordo,
kelompok besar (great group), anak kelompok (sub group), keluarga (family)
dan seri.
(Marpaung, 2008).
Dalam sistem taksonomi tanah, lapisan-lapisan dari tubuh tanah yang
diperiksa sebagai sifat penciri ialah epipedon dan endopedon. Horison penciri
adalah horison genetik yang digunakan untuk menggolongkan tanah dan
memberikan nama tanah dalam berbagai kategori (Mega, et al., 2010).
Horison penciri yang digunakan dalam penetapan klasifikasi tanah terdiri
dari horison A (horison atas, epipedon) dan horison B (horison bawah
permukaan). Horison A merupakan lapisan tanah permukaan setebal 25 cm atau
kurang, berwarna lebih gelap dibanding horison di bawahnya, dan banyak
dipengaruhi oleh aktivitas biologi (Subardja, et al., 2014).
Taksonomi Tanah 2014
Menurut Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014) terdapat 8
epipedon penciri yaitu : Antropik, Folistik, Histik, Melanik, Molik, Okrik, Plagen,
dan Umbrik.
A. Epipedon Antropik
Epipedon antropik tersusun dari bahan tanah mineral, yang menunjukkan adanya
tanda-tanda pengubahan sifat-sifat tanah dengan sengaja, atau pengubahan
kenampakan permukaan bumi akibat kegiatan manusia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
10
B. Epipedon Folistik
Epipedon Folistik merupakan suatu lapisan yang jenuh air kurang dari 30 hari
kumulatif dalam tahun-tahun normal (dan tidak ada drainase). Sebagai besar
epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik.
C. Epipedon Histik
Epipedon Histik merupakan suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi
(selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama beberapa waktu
dalam tahun-tahun normal (dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik
tersusun dari bahan tanah organik.
D. Epipedon Melanik
Epipedon melanik memiliki ketebalan kumulatif 30 cm atau lebih dan kandungan
C-organik 4% atau lebih di semua lapisan.
E. Epipedon Mollik
Epipedon mollik tersusun atas bahan tanah mineral dan memiliki kandungan C-
organik 0,6% atau lebih, dan n-value <0,7.
F. Epipedon Okrik
Epipedon okrik memiliki permukaan yang terlalu tipis dan kering, memiliki value
warna atau kroma yang terlalu tinggi, dan mengandung terlalu sedikit karbon
organik.
G. Epipedon Plagen
Epipedon plagen adalah suatu lapisan permukaan mineral buatan manusia yang
tebal, yang telah terbentuk oleh pemberian pupuk kandang secara terus-menerus
dalam waktu yang lama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
11
H. Epipedon Umbrik
Epipedon umbrik tersusun dari bahan tanah mineral dan mempunyai kandungan
C-organik > 0.6% dan n-value < 0.7.
Menurut Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014), terdapat 20
horison bawah penciri yaitu : horison Agrik, Albik, Anhydritik, Argilik, Kalsik,
Kambik, Duripan, Fragipan, Glosik, Gipsik, Kandik, Natrik, Orstein, Oksik,
Petrokalsik, Petrogipsik, Placik, Salik, Sombrik, dan Spodik.
A. Horison Agrik
Horison agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat pengolahan
tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang signifikan.
B. Horison Albik
Horison albik merupakan horison eluvial dengan tebal 1.0 cm dan mempunyai
85% atau lebih bahan-bahan andik.
C. Horison Anhydritik
Horison anhydritik adalah horizon yang dimana (senyawa) anhidrit, telah
terakumulasi melalui proses neoformasi atau transformasi dalam jumlah yang
signifikan.
D. Horison Argilik
Horison argilik merupakan suatu horison bawah permukaan dangan kandungan
liat phylosolikat yang lebih tinggi daripada bahan tanah yang diatasnya.
E. Horison Kalsik
Horison kalsik merupakan horison iluvial dimana kalsium karbonat sekunder atau
senyawa karbonat lainnnya telah terakumulasi dalam jumlah yang signifikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
12
F. Horison Kambik
Horison kambik merupakan horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara
fisik, transformasi secara kimia, atau merupakan hasil kombinasi dari dua atau
lebih proses-proses tersebut.
G. Horison Duripan
Horison duripan merupakan horizon bawah permukaan tersementasi-silika,
dengan atau tanpa agen sementasi tambahan..
H. Horison Fragipan
Horison fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan menunjukkan
adanya tanda- tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur
tanah lemah.
I. Horison Glosik
Horison glosik adalah horizon yang terbentuk sebagai hasil degradasi horizon
argillik, kandik, atau natrik, dimana liat dan senyawa oksida besi bebas telah
dipindahkan.
J. Horison Gipsik
Horison gipsik adalah horison dimana senyawa gipsum telah terakumulasi atau
telah dirubah dalam jumlah yang signifikan.
K. Horison Kandik
Horison kandik memiliki sifat adanya gejela iluviasi liat, kandungan liat tinggi
dan KTK (<16 cmol/kg).
L. Horison Natrik
Horison natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium, memiliki
struktur prismatik atau tiang, lebih dari 15% KTK didominasi oleh natrium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
13
M. Horison Orstein
Horison orstein tersusun dari bahan spodik, berada dalam suatu lapisan yang 50%
atau lebih tersementasi dan memiliki ketebalan 25 mm atau lebih.
N. Horison Oksik
Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki sifat-
sifat tanah andik dan KTK <16 cmol/kg.
O. Horison Petrokalsik
Horison petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat
sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi terlalu banyak
sehingga seluruh horison menjai keras karena sementasi.
P. Horison Petrogipsik
Horison petrogipsik merupakan suatu horison iluvial dengan ketebalan 5 mm atau
lebih dan memiliki kandungan gipsum 40% atau lebih.
Q. Horison Placik
Horison placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah gelap,
yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik.
R. Horison Salik
Horison salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak mengandung
garam mudah larut.
S. Horison Sombrik
Horison sombrik adaah horizon bawah permukaan pada tanah mineral yang telah
terbentuk di bawah pengaruh drainase yang baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
14
T. Horison Spodik
Horison spodik adalah suatu lapisan iluvial yang tersusun 85% atau lebih dari
bahan spodik.
Selain horison bawah penciri, Taksonomi Tanah 2014 juga
mengemukakan adanya sifat penciri lain yang digunakan untuk
mengklasifikasikan sifat tanah, yaitu :
A. Perubahan Tekstur Nyata
Perubahan tekstur nyata adalah suatu jenis perubahan spesifik, yang dapat terjadi
diantara suatu epipedon tanah mineral atau suatu horizon eluvial dan horizon
argillik, glosik, kandik, atau natrik yang terletak di bawahnya.
B. Sifat-Sifat Tanah Andik
Sifat tanah andik biasanya terbentuk selama pelapukan bahan semburan letusan
gunung api atau bahan induk lain yang mengandung gelas volkanik dalam jumlah
yang signifikan.
C. Kondisi Tanpa Air (Anhydrous)
Kondisi tanpa air menyatakan kondisi kelembaban pada tanah-tanah di gurun
yang sangat dingin dan wilayah lain dengan permafrost (beku permanen) Tanah-
tanah ini secara khusus memiliki curah hujan rendah.
D. Sifat Tanah Fragik
Sifat tanah fragik merupakan sifat utama fragipan. Agregat tanah dengan sifat
tanah fragik menunjukkan bukti adanya proses pedogenesis.
E. Karbonat Bebas
Karbonat bebas ini ditujukan pada karbonat tanah, yang tidak terikat dan yang
terlihat membuih atau terdengar mendesis, bila ditetesi larutan HCl dingin. Tanah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
15
yang memiliki karbonat bebas, umumnya memiliki kalsium karbonat sebagai
mineral yang biasa ditemukan.
F. Nilai n
Nilai n mencirikan hubungan antara persentase kandungan air dalam tanah pada
kondisi lapang dan persentase kandungan liat anorganik dan humus.
G. Kontak Petroferik
Kontak petroferik yaitu menyatakan adanya lapisan batu besi yang merupakan
batas antara tanah dengan lapisan bersambungan tersusun dari bahan (keras) yang
telah terindurasi.
H. Plinthit
Plinthit adalah suatu campuran liat dengan kuarsa dan mineral lain, yang kaya
senyawa besi tetapi miskin humus.
I. Mineral Resisten
Mineral resisten adalah mineral-mineral tahan pelapukan yang terdapat dalam
fraksi 0,02-2,0 mm. Contohnya adalah kuarsa, zirkon, turmalin, beryl, anatase,
rutil, oksida dan hidroksida besi, filosilikat dioktrahedral 1:1 (kelompok mineral
kandit), dan mineral-mineral 2:1 berlapis hidroksi-aluminium.
J. Bahan Spodik
Bahan spodik adalah bahan tanah mineral yang tidak memiliki semua sifat-sifat
horizon argillik atau kandik; didominasi oleh bahan amorf aktif yang bersifat
illuvial, dan tersusun dari bahan organik dan aluminium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
16
K. Gelas Volkan
Kandungan gelas volkan merupakan salah satu kriteria dalam klasifikasi sifat
tanah andik, sub grup dengan unsur penyusun “vitr(i)”, pada famili menggunakan
“ber-abu” sebagai pengganti kelas ukuran butir.
L. Mineral Dapat-Lapuk
Mineral dapat-lapuk merupakan mineral yang tidak stabil dalam iklim humid
dibanding mineral lain, seperti kuarsa dan liat berkisi 1:1, tetapi yang bersifat
lebih tahan terhadap pelapukan dibanding kalsit.
M. Jenis Bahan Tanah Organik
Berdasarkan atas derajat dekomposisinya dibedakan 3 penciri untuk tanah
organik, yaitu : fibrik (sisa-sisa tanaman masih jelas bentuknya dan bulk density
rendah), hemik (sifat peralihan antara fibrik dan saprik), dan saprik (sudah sangat
lapuk dan memiliki bulk density yang tinggi).
N. Kontak Litik dan Paralitik
Batas antara tanah dengan batuan dibawahnya disebut kontak litik bila batuan
tersebut relatif keras dan kontak paralitik bila relatif lunak.
O. Rezim Kelembaban Tanah
Rezim kelembaban tanah didefinisikan dalam arti tinggi permukaan air tanah,
dan ada atau tidaknya air yang secara musiman. Jenis-jenis rezim kelembaban
tanah yaitu : akuik, aridik dan torrik, udik, ustik, dan xeric.
P. Rezim Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan factor pembatas utama untuk pertumbuhan tanaman dan
proses pembentukan tanah. Rezim suhu tanah yang digunakan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
17
mendefinisikan berbagai kelas pada berbagai tingkat kategori dalam taksonomi
adalah gelik dan cryik.
Q. Bahan Sulfidik
Bahan-bahan sulfidik mengandung senyawa belerang yang dapat dioksidasi
(unsur S atau paling banyak mineral sulfida, seperti pirit atau besi monosulfida).
Bahan ini berupa bahan tanah mineral atau bahan tanah organik yang memiliki
nilai pH lebih dari 3,5; dan menjadi lebih masam secara signifikan, jika
teroksidasi.
R. Landform Antropogenik dan Kenampakan Mikro
Landform antropegenik dan kenampakan mikro merupakan bentukan nyata
menonjol, landform atau kenampakan artifisial, yang dapat dipetakan pada skala
survei biasa, seperti skala 1:10.000. Landform antropogenik dan kenampakan
mikro terbagi atas dua yaitu konstruksional dan destruksional.
Menurut Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff,2014) membagi ordo
menjadi 12 ordo yaitu :
A. Alfisol
Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik, kandik,
natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan tipis setebal 1 mm atau lebih di
beberapa bagian.
B. Andisol
Ordo Tanah yang mempunyai sifat-sifat andik lebih pada 60% atau lebih dari
ketebalannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
18
C. Aridisol
Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik dan
antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di dalam 100
cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih.
D. Entisol
Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik, atau albik tetepi tidak ada horison
penciri lain.
E. Gelisol
Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku ) dan bahan-bahan gelik
yang berada di dalam 100 cm dari permukaan tanah.
F. Histosol
Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih
ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm.
G. Inceptisol
Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, epipedon plagen, umbrik,
mollik serta regim suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat dalam sulfidik di dalam
50 cm dari permukaan tanah mineral.
H. Mollisol
Tanah lain yang memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa sebesar 50% atau
lebih pada keseluruhan horison.
I. Oksisol
Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang mempunyai
batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan kandungan liat
sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
19
J. Spodosol
Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari setiap
pedon dan regim suhu cryik.
K. Ultisol
Tanah lain yang memiliki horison argilik dan kandik, tetapi tanpa fragipan dan
kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm.
L. Vertisol
Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas di
dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir atau ped
berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus sebesar 30%
atau lebih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
20
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018
sampai April 2019.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah sampel tanah dari setiap lapisan
profil, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menganalisa tanah di
laboratorium, formulir isian deskripsi profil tanah, dan bahan lain untuk analisis
tanah di lapangan dan di laboratorium.
Adapun alat yang digunakan adalah peta satuan lahan dengan asosiasi
jenis tanah Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat
sebagai peta acuan penentuan titik koordinat, data curah hujan, GPS (Global
Positioning System) untuk mengetahui letak titik koordinat lokasi penelitian dan
lokasi profil tanah pewakil, clinometer untuk mengukur kemiringan lereng,
kompas untuk menentukan arah mata angin, meteran untuk mengukur ketebalan
horison atau lapisan tanah, Munsell Soil Colour Chart untuk menentukan warna
tanah, ring sampel untuk mengambil contoh tanah tidak terganggu, kamera untuk
mendokumentasikan profil tanah serta keadaan daerah penelitian, kantong plastik
untuk tempat sampel tanah, pisau pandu untuk menentukan horison dan batas
horison, cangkul untuk menggali profil tanah, label nama sebagai penanda sampel
tanah, dan alat tulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
21
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan metode survei di Desa Namu Ukur Utara
Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat. Penetapan sampel berupa 3 profil
tanah pewakil, mendeskripsikan profil tanah, mengacu pada peta satuan lahan
Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat serta
menginterpretasikannya untuk pemberian nama tanah menurut Taksonomi Tanah
2014.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan
dosen pembimbing, telaah pustaka, penyusunan usulan penelitian, pengadaan
peta-peta yang diperlukan, mengadakan pra survei ke lapangan dan penyediaan
bahan serta peralatan yang digunakan di lapangan.
Kegiatan di Lapangan
a) Pemilihan daerah penelitian
Daerah penelitian ditetapkan atas dasar peta lokasi penelitian dan dilakukan
pengambilan sampel tanah dari tiga profil pada Desa Namu Ukur Utara.
b) Pembuatan profil tanah
Profil tanah dibuat dengan menggali sampai kedalaman maksimal dengan
ukuran 1 m x 1 m x 1,5 m dan digambarkan menurut lapisan atau horizon
tanahnya. Pada tiap daerah penelitian dilakukan penggalian profil yang
mewakili tiap daerah penelitian untuk karakterisasi tanah yang menunjukkan
sifat dan ciri morfologi tanah yang akan diamati.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
22
c) Pengamatan morfologi tanah
Pengamatan morfologi tanah ini meliputi batas horison atau lapisan, warna
tanah, tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dan kedalaman efektif.
d) Pengambilan contoh tanah
Contoh tanah diambil pada setiap horison atau lapisan tanah untuk dianalisis di
laboratorium sedangkan pengambilan contoh tanah tidak terganggu dengan
menggunakan ring sample. Pada saat pengambilan sampel tanah dicatat juga
data-data dari daerah penelitian yang meliputi vegetasi, fisiografi, drainase,
ketinggian tempat, letak geografis dan penggunaan lahan.
e) Penyimpanan contoh tanah
Contoh tanah yang telah diambil langsung dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan diberi tanda sesuai dengan horison tanahnya
Tahap analisis
a) Analisis di laboratorium, meliputi :
- Tekstur tanah dengan metode pipet
- Bulk Density dengan metode ring sampel
- C-organik dengan menggunakan metode Walkey and Black
- Basa-basa dapat tukar (Ca2+
, Mg2+
, K+, dan Na
+) dengan menggunakan
metode NH4OAc pH 7
- pH H2O dengan menggunakan metode Electrometry
- P2O5 dengan ekstrak HCl 25%
- Kapasitas Tukar Kation dengan menggunakan metode NH4OAc pH 7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
23
b) Analisis Data Klasifikasi Tanah
Data-data dari hasil penelitian di lapangan dan laboratorium digunakan untuk
proses pengklasifikasian tanah berdasarkan Taksonomi Tanah 2014.
Proses pengklasifikasian tanah berdasarkan Taksonomi Tanah 2014 sebagai
berikut :
1. Penentuan simbol horison utama dan sub horison
2. Penentuan horison atas penciri.
3. Penentuan horizon bawah penciri
4. Penentuan penciri lain : dilihat dari rezim suhu tanah, rezim lengas tanah dan sifat
tanah andik.
5. Penentuan ordo tanah : dengan melakukan pengecekan pada seluruh “Kunci Ordo
Tanah” guna menetapkan nama dari ordo pertama, berdasarkan kriteria/ sifat
tanah sesuai dengan tanah yang diklasifikasikan,
6. Penentuan sub ordo : dengan mencari halaman yang telah ditentukan untuk
memperoleh “Kunci Sub Ordo” dari ordo yang bersangkutan kemudian
dicocokkan seluruh kunci untuk mengidentifikasi sub ordo dari tanah yang
diklasifikasi, mulai dari yang pertama dijumpai dalam daftar dan semua kriteria
yang diperlukan dipenuhi oleh tanah yang di klasifikasi.
7. Penentuan great group : dengan mencari halaman sesuai kriteria sub ordo yang
telah diidentifikasi guna memperoleh “Kunci Great Group” dengan melihat
kesamaan jenis tanah, tingkat perkembangan dan susunan horizon, kejenuhan
basa, regim kelembapan dan suhu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
24
8. Penentuan sub group : dengan mencari halaman sesuai kriteria great group yang
telah diidentifikasi guna memperoleh “Kunci Sub Group” dengan melihat sifat inti
dari great group (Subgroup typic), peralihan sifat-sifat tanah ke great group lain.
Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilakukan dengan menginput data lapangan dan
analisis tanah di laboratorium.
Dengan adanya data analisis tanah di laboratorium dan lapangan maka dapat
dibuat deskripsi profil tanahnya.
Dideskripsikan profil tanah berdasarkan batas dan kedalaman horison, %
fraksi pasir, debu dan liat, tekstur, struktur, konsistensi, warna tanah, % C-
organik, nilai basa-basa tukar (K, Ca, Na, Mg) serta asam-asam tukar, KB,
KTK, BD, dan pH.
Setelah dideskripsikan profil tanahnya maka dengan data tersebut dapat
ditentukan horison atas penciri, horison bawah penciri, sifat penciri lain, ordo
tanah, sub ordo, great group dan sub group dengan menggunakan Kunci
Taksonomi Tanah 2014.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Deskripsi Profil Tanah di Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingai,
Kabupaten Langkat
Profil tanah diamati di Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei Bingai,
Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara berada pada ketinggian 66,6 m
dari permukaan laut (dpl) untuk Profil I, 75,6 m dpl untuk Profil II, dan 82,5 m
dpl untuk profil III serta berada pada masing-masing titik koordinat yang
mewakili daerah penelitian berikut. Profil I pada titik profil 30 31’ 10,5” LU
dan 980 27’ 34,7” BT, Profil II pada titik profil 3
0 29’ 5,3” LU dan 98
0 27’
32,7” BT, dan Profil III pada titik profil 30 30’ 34,1” LU dan 98
0 28’ 12,0” BT.
Pendeskripsian terhadap profil tanah dapat dijadikan sebagai
penggambaran dari tubuh tanah dan pada hakikatnya merupakan pengkajian
secara teliti terhadap horizon tanah. Penentuan horizon tanah didasarkan pada
jumlah sifat yang dijadikan sebagai faktor pembeda seperti warna, tekstur,
struktur, konsistensi, dan batas horizon. Adapun deskripsi dari ketiga profil
tanah disajikan pada Tabel 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
26
Tabel 1. Deskripsi Ketiga Profil di Desa Namu Ukur Utara Kecamatan Sei
Bingai, Kabupaten Langkat
Deskripsi/Profil I II III
Koordinat 30 31’ 10,5’’ LU 3
0 29’ 5,3’’ LU 3
0 30’ 34,1’’ LU
980 27’ 34,7’’ BT 98
0 27’ 32,7’’ BT 98
0 28’ 12,0’’ BT
Kemiringan Lereng 0-1% 0-1% 0-1%
Relief Datar Datar Datar
Elevasi 66,6 mdpl 75,6 mdpl 82,5 mdpl
Tempat di Lereng Tidak ada lereng Tidak ada lereng Tidak ada lereng
Cuaca Cerah Cerah Cerah
Drainase Baik Baik Baik
Genangan/Banjir Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Gley - - -
Air Tanah - - -
Penghanyutan/Erosi Ringan Ringan Ringan
Keadaan Batu Besar : -
Kecil : Sedang
(3-5 cm)
Besar : -
Kecil : Sedang
(2-5 cm)
Besar : -
Kecil : Sedang
(3-5 cm)
Vegetasi Kelapa Sawit Kelapa Sawit Kelapa Sawit
Pinang Paku-Pakuan Pinang
Glugur Keladi Pakis
Bahan Induk Extrusive Extrusive Sediment
Kedalaman Efektif 150 cm 150 cm 150 cm
Tanggal Deskripsi 25 Februari 2019 25 Februari 2019 25 Februari 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
27
Tabel 2. Deskripsi Penampang Profil I (Desa Namu Ukur Utara Kecamatan
Sei Bingai, Kabupaten Langkat)
Profil I Horison Kedalaman (cm) Keterangan
Ap1 0 – 27/29
Warna coklat sangat gelap
(10YR 2/2); Tekstur lempung
berpasir; Struktur gumpal
membulat, sedang, halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke ...
Ap2 27/29 – 48/52
Warna coklat gelap (10YR
3/3); Tekstur lempung
berpasir; Struktur remah,
lemah, halus; Konsistensi
gembur; Batas berangsur dan
berombak ke ...
Ap3 48/52 – 57/64
Warna coklat kekuningan
(10YR 5/6); Tekstur lempung
berpasir; Struktur remah,
lemah, sangat halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke ...
Bw1 57/64 – 78/88
Warna kuning kecoklatan
(10YR 6/6); Tekstur lempung
berpasir; Struktur tanah remah,
lemah, sangat halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke …
Bw2 78/88 – 103/107
Warna kuning kecoklatan
(10YR 6/8); Tekstur lempung
berpasir; Struktur tanah remah,
lemah, sangat halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke …
Bw3 103/107 –
127/130
Warna abu-abu (10YR 5/1);
Tekstur lempung berpasir;
Struktur tanah remah, lemah,
sangat halus; Konsistensi
gembur; Batas berangsur dan
berombak ke …
BC
>130 Warna abu-abu (10YR 1/1);
Tekstur lempung berpasir;
Struktur tanah remah, lemah,
sangat halus; Konsistensi
gembur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
28
Tabel 3. Deskripsi Penampang Profil II (Desa Namu Ukur Utara Kecamatan
Sei Bingai, Kabupaten Langkat)
Profil II Horison Kedalaman (cm) Keterangan
O 0 – 26/28
Warna hitam (10YR 2/1);
Tekstur lempung berpasir;
Struktur gumpal membulat,
sedang, halus; Konsistensi
gembur; Batas berangsur dan
berombak ke ...
Ap1 26/28 – 39/47
Warna coklat gelap (10YR
3/3); Tekstur lempung
berpasir; Struktur gumpal
membulat, sedang, halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke ...
Ap2 39/47 – 63/72
Warna coklat gelap
kekuningan (10YR 3/6);
Tekstur lempung berpasir;
Struktur gumpal membulat,
sedang, halus; Konsistensi
gembur; Batas berangsur dan
berombak ke ...
Bw1 63/72– 115/120
Warna coklat kekuningan
(10YR 5/8); Tekstur lempung
berpasir; Struktur gumpal
bersudut, sedang, halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke
…
Bw2 >120
Warna coklat gelap keabu-
abuan (10YR 4/2); Tekstur
pasir berlempung; Struktur
tanah remah, lemah, t halus;
Konsistensi gembur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
29
Tabel 4. Deskripsi Penampang Profil III (Desa Namu Ukur Utara
Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat)
Profil III Horison Kedalaman (cm) Keterangan
Ap1 0 – 18/24
Warna coklat gelap (10YR
3/3); Tekstur lempung
berpasir; Struktur prismatik
kuat, halus; Konsistensi
gembur; Batas berangsur dan
berombak ke ...
Ap2 18/24 – 37/40
Warna coklat gelap (10YR
3/3); Tekstur lempung
berpasir; Struktur prismatic,
kuat, halus; Konsistensi
gembur; Batas berangsur dan
berombak ke ...
Ap3 37/40 – 51/58
Warna kuning kecoklatan
(10YR 6/6); Tekstur lempung
berpasir; Struktur remah,
lemah, halus; Konsistensi
gembur; Batas berangsur dan
berombak ke ...
Bw1 51/58 – 74/77
Warna coklat kekuningan
(10YR 5/6); Tekstur pasir
berlempung; Struktur tanah
remah, lemah, sangat halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke …
Bw2 74/77 – 110/117
Warna coklat kekuningan
(10YR 5/8); Tekstur pasir
berlempung; Struktur tanah
remah, lemah, sangat halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke …
Bw3 110/117 – 139/142
Warna coklat keabu-abuan
(10YR 5/2); Tekstur pasir
berlempung; Struktur tanah
remah, lemah, sangat halus;
Konsistensi gembur; Batas
berangsur dan berombak ke …
BC >142
Warna abu-abu (10YR 5/1);
Tekstur pasir berlempung;
Struktur tanah remah, lemah,
sangat halus; Konsistensi
gembur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
30
2. Analisis Tanah di Laboratorium
Sifat Fisika Tanah
Sifat fisika tanah yang dianalisis di laboratorium adalah sebaran besar
butir fraksi (tekstur tanah) dan bulk density (kerapatan isi) dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 5. Hasil Analisis Sifat Fisika Tanah Pada Ketiga Profil Tanah
Profil Horizon Kedalaman Distribusi Ukuran Partikel Tekstur BD
(cm)
(gr/cm3)
%Pasir %Debu %Liat
I Ap1 0 – 27/29 75.07 10.53 14.40 LP 1.24
Ap2 27/29 – 48/52 75.99 10.07 13.94 LP 1.07
Ap3 48/52 – 57/64 77.61 8.33 14.06 LP 1.06
Bw1 57/64 – 78/88 76.08 7.76 16.16 LP 1.08
Bw2 78/88 – 103/107 77.79 7.51 14.70 LP 1.25
Bw3 103/107 – 127/130 78.94 7.80 13.26 LP 1.27
BC >130 80.97 6.43 12.60 LP 1.29
II O 0 – 26/28 71.80 15.20 13.00 LP 0.70
Ap1 26/28 – 39/47 74.85 12.13 13.02 LP 0.72
Ap2 39/47 – 63/72 77.36 11.00 11.74 LP 0.95
Ap3 63/72 – 115/120 79.18 8.99 11.83 LP 1.15
Bw >120 81.46 7.44 11.10 PL 1.18
III Ap1 0 – 18/24 78.01 10.61 11.38 LP 1.24
Ap2 18/24 – 37/40 78.21 9.55 12.24 LP 1.24
Ap3 37/40 – 51/58 79.91 7.65 12.44 LP 1.22
Bw1 51/58 – 74/77 81.73 5.91 12.36 PL 1.20
Bw2 74/77 – 110/117 82.36 5.21 12.43 PL 1.33
Bw3 110/117 – 139/142 83.12 4.44 12.44 PL 1.15
BC >142 84.20 3.50 12.30 PL 1.29
Keterangan : PL = Pasir berlempung, LP = Lempung berpasir
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
31
Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah yang dianalisis di laboratorium adalah pH H2O, basa-
basa tukar, kejenuhan basa, KTK, P2O5, kandungan C-organik dan bahan organik
dapat dilihat pada :
Tabel 6. Hasil Analisis Sifat Kimia Pada Ketiga Profil Tanah
Profil Horizon Kedalaman (cm) pH C-Org P2O5 KB
(H2O) (%) (mg/kg) (%)
I Ap1 0 – 27/29 6,2 0,685 11,60 70,50
Ap2 27/29 – 48/50 6,2 1,207 12,52 66,82
Ap3 48/50 – 57/66 6,2 0,444 11,13 67,93
Bw1 57/66 – 78/88 6,1 0,568 9,28 87,01
Bw2 78/88 – 103/107 6,3 0,327 11,60 92,70
Bw3 103/107 – 127/130 6,3 0,405 9,28 75,45
BC >130 6,5 0,085 10,20 56,21
II O 0 – 26/28 6,0 2,454 115,54 52,26
Ap1 26/28 – 39/47 6,2 2,096 28,30 54,14
Ap2 39/47 – 63/72 6,2 1,051 14,38 54,74
Ap3 63/72 – 115/120 6,3 0,124 6,96 52,39
Bw >120 6,3 0,085 10,67 51,76
III Ap1 0 – 18/24 5,9 1,005 9,28 78,60
Ap2 18/24 – 37/40 6,1 0,568 12,99 71,95
Ap3 37/40 – 51/58 6,2 0,483 13,92 54,89
Bw1 51/58 – 74/77 6,2 0,046 13,45 60,49
Bw2 74/77 – 110/117 6,2 0,163 18,56 75,17
Bw3 110/117 – 139/142 6,4 0,085 12,99 81,77
BC >142 6,5 0,046 18,56 75,32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
32
Profil Horizo Kedalaman KTK K-exch Ca-exch Mg-exch Na-Exch
n (cm) (me/100g) (me/100g) (me/100g) (me/100g) (me/100g)
I Ap1 0 – 28/30 12,58 0,19 7,25 1,25 0,18
Ap2 28/30 – 48/52 10,67 0,12 5,51 1,31 0,19
Ap3 48/52 – 57/64 12,32 0,34 6,27 1,52 0,24
Bw1 57/64 – 78/88 14,71 0,29 9,48 2,52 0,51
Bw2 78/88 – 103/107 15,36 0,30 10,35 3,07 0,52
Bw3 103/107 – 127/130 13,08 0,33 7,29 1,95 0,30
BC >130 6,03 0,33 2,32 0,63 0,11
II O 0 – 28/31 19,17 0,26 7,95 1,70 0,11
Ap1 28/31 – 39/47 10,62 0,07 4,32 1,25 0,11
Ap2 39/47 – 63/72 9,81 0,03 4,03 1,16 0,15
Ap3 63/72 – 115/120 4,39 0,02 1,96 0,23 0,09
Bw >120 3,69 0,03 1,55 0,20 0,13
III Ap1 0 – 18/24 11,17 0,33 7,12 1,19 0,14
Ap2 18/24 – 37/40 12,05 0,42 7,01 1,12 0,12
Ap3 37/40 – 51/58 8,47 0,55 3,45 0,52 0,13
Bw1 51/58 – 74/77 6,91 0,51 2,72 0,52 0,43
Bw2 74/77 – 110/117 7,01 0,48 4,10 0,57 0,12
Bw3 110/117 – 139/142 8,23 0,43 5,66 0,49 0,15
BC >142 5,43 0,28 3,21 0,50 0,10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
33
Pembahasan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari analisis tanah di laboratorium,
pengamatan di lapangan dan data iklim, maka dapat dilakukan klasifikasi tanah
dengan menggunakan Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Keys Soil Taxonomy 2014).
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan horizon atas penciri
(epipedon), horizon bawah penciri (endopedon). Setelah itu dilakukan penentuan
ordo, sub ordo, great group dan sub group.
Penetapan Horizon Atas Penciri
Profil I
- Tidak termasuk epipedon Anthropik, karena kandungan P2O5 tidak sebesar
1500 miligram per kilogram atau lebih, hanya ada 11,60 miligram per kilogram
yang tidak mengalami penurunan secara teratur hingga kedalaman 130 cm.
- Tidak termasuk epipedon Folistik, karena tidak memiliki lapisan yang jenuh air
selama kurang dari 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk epipedon Histik, karena tidak memiliki lapisan yang dicirikan
oleh adanya saturasi ( selama 30 hari atau lebih, kumulatif ) dan reduksi selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk epipedon Melanik, karena tidak memiliki horison permukaan
dengan tebal 30 cm hanya memiliki ketebalan 29 cm, kandungan c-organik tidak
sebesar 6% atau lebih hanya ada 0,68 % dan tidak memiliki 4% atau lebih c-
organik pada semua lapisan.
- Tidak termasuk epipedon Umbrik, karena memiliki nilai kejenuhan basa lebih
dari 50%.
- Termasuk epipedon Mollik, karena nilai kejenuhan basa lebih besar dari 50%,
yaitu 70,50% dan memiliki kandungan c-organik 0,6% atau lebih, yaitu 0,685%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
34
Profil II
- Tidak termasuk epipedon Anthropik, karena kandungan P2O5 tidak sebesar
1500 miligram per kilogram atau lebih, hanya ada 115,54 miligram per kilogram
yang tidak mengalami penurunan secara teratur hingga kedalaman 120 cm.
- Tidak termasuk epipedon Folistik, karena tidak memiliki lapisan yang jenuh air
selama kurang dari 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk epipedon Histik, karena tidak memiliki lapisan yang dicirikan
oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, kumulatif ) dan reduksi selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk epipedon Melanik, karena tidak memiliki horison permukaan
dengan tebal 30 cm hanya memiliki ketebalan 28 cm, kandungan c-organik tidak
sebesar 6% atau lebih hanya ada 2,45 % dan tidak memiliki 4 % atau lebih c-
organik pada semua lapisan
- Tidak termasuk epipedon Umbrik, karena memiliki nilai kejenuhan basa lebih
dari 50%.
- Termasuk epipedon Mollik, karena nilai kejenuhan basa lebih dari 50%
yaitu 52,26% dan memiliki kandungan c-organik 0,6% atau lebih, yaitu 2,45%.
Profil III
- Tidak termasuk epipedon Anthropik, karena kandungan P2O5 tidak sebesar
1500 miligram per kilogram atau lebih, hanya ada 9,28 miligram per kilogram
yang tidak mengalami penurunan secara teratur hingga kedalaman 142 cm.
- Tidak termasuk epipedon Folistik, karena tidak memiliki lapisan yang jenuh air
selama kurang dari 30 hari kumulatif.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
35
- Tidak termasuk epipedon Histik, karena tidak memiliki lapisan yang dicirikan
Oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, kumulatif) dan reduksi selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk epipedon Melanik, karena tidak memiliki horison permukaan
dengan tebal 30 cm hanya memiliki ketebalan 24 cm, kandungan c-organik tidak
sebesar 6% atau lebih hanya ada 0,56% dan tidak memiliki 4% atau lebih c-
organik pada semua lapisan.
- Tidak termasuk epipedon Umbrik, karena memiliki kejenuhan basa lebih besar
dari 50%.
- Termasuk epipedon Mollik, karena memiliki nilai kejenuhan basa lebih dari 50%
yaitu 78,60% dan memiliki kandungan c-organik lebih dari 0.6% yaitu 1,005%.
Penetapan Horizon Bawah Penciri
Profil I
- Tidak termasuk horison Agrik, karena tidak terdapat langsung di bawah lapisan
olah yang mengandung akumulasi debu, liat dan humus.
- Tidak termasuk horison Albik, karena horison tidak berwarna pucat atau tidak
ada horison A2 = E (bukan merupakan horizon eluvial).
- Tidak termasuk horizon Argilik, karena tidak menunjukkan tanda illuviasi liat.
- Tidak termasuk horison Kalsik karena tidak dianalisa kandungan CaCO3 dan
dicoba dilanjutkan ke horison selanjutnya.
- Termasuk horison Kambik karena tidak memiliki tekstur sangat halus, ketebalan
horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan tidak
memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas
maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
36
Profil II
- Tidak termasuk horison Agrik, karena tidak terdapat langsung di bawah lapisan
olah yang mengandung akumulasi debu, liat dan humus.
- Tidak termasuk horison Albik, karena horison tidak berwarna pucat atau tidak
ada horison A2 = E (bukan merupakan horizon eluvial).
- Tidak termasuk horizon Argilik, karena tidak menunjukkan tanda illuviasi liat.
- Tidak termasuk horison Kalsik karena tidak dianalisa kandungan CaCO3 dan
dicoba dilanjutkan ke horison selanjutnya.
- Termasuk horison Kambik karena tidak memiliki tekstur sangat halus, ketebalan
horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan tidak
memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas
maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik.
Profil III
- Tidak termasuk horison Agrik, karena tidak terdapat langsung di bawah lapisan
olah yang mengandung akumulasi debu, liat dan humus.
- Tidak termasuk horison Albik, karena horison tidak berwarna pucat atau tidak
ada horison A2 = E (bukan merupakan horizon eluvial).
- Tidak termasuk horizon Argilik, karena tidak menunjukkan tanda illuviasi liat.
- Tidak termasuk horison Kalsik karena tidak dianalisa kandungan CaCO3 dan
dicoba dilanjutkan ke horison selanjutnya.
- Termasuk horison Kambik karena tidak memiliki tekstur sangat halus, ketebalan
horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan tidak
memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas
maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
37
Penetapan Penciri Lain
Profil I – III
- Memiliki regim kelembapan udik karena tanah tidak pernah kering dalam 90
hari (kumulatif) yaitu lebih dari 90 hari atau dari data curah hujan rata rata bulan
basah berkisar 7 – 10 bulan tiap tahun atau 210 hari hingga 300 hari (kumulatif).
- Memiliki regim suhu tanah isohipertermik karena variasi suhu terpanas dan
terdingin lebih kecil dari 60 0C yaitu 2,4
0C dan suhu tanah rata-rata tahunan
lebih besar dari 22 0C yaitu 26,66
0C.
Penetapan Ordo
Profil I
- Tidak termasuk Gelisol, karena tidak terdapat lapisan permafrost.
- Tidak termasuk Histosol, karena bukan merupakan tanah organik dan tidak
jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun.
- Tidak termasuk Spodosol, karena tidak memiliki horizon spodik.
- Tidak termasuk Andisol, karena tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada
60% atau lebih dari ketebalannya.
- Tidak termasuk Oxisol, karena tidak memiliki horizon oksik.
- Tidak termasuk Vertisol, karena tidak memiliki duripan dan horison petrokalsik.
- Tidak termasuk Aridisol, karena tidak memiliki regim kelembaban aridik dan
tidak memiliki horizon argilik atau natrik.
- Tidak termasuk Ultisol, karena tidak memiliki horizon argilik atau kandik.
- Tidak termasuk Mollisol, karena tidak memiliki epipedon mollik.
- Tidak termasuk Alfisol, karena tidak memiliki horizon argilik, kandik, atau
natrik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
38
- Termasuk Inceptisol, karena memiliki epipedon mollik dan horizon bawah
penciri kambik.
Profil II
- Tidak termasuk Gelisol, karena tidak terdapat lapisan permafrost.
- Tidak termasuk Histosol, karena bukan merupakan tanah organik dan tidak
jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun.
- Tidak termasuk Spodosol, karena tidak memiliki horizon spodik.
- Tidak termasuk Andisol, karena tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada
60% atau lebih dari ketebalannya.
- Tidak termasuk Oxisol, karena tidak memiliki horizon oksik.
- Tidak termasuk Vertisol, karena tidak memiliki duripan dan horison petrokalsik.
- Tidak termasuk Aridisol, karena tidak memiliki regim kelembaban aridik dan
tidak memiliki horizon argilik atau natrik.
- Tidak termasuk Ultisol, karena tidak memiliki horizon argilik atau kandik.
- Tidak termasuk Mollisol, karena tidak memiliki epipedon mollik.
- Tidak termasuk Alfisol, karena tidak memiliki horizon argilik, kandik, atau
natrik.
- Termasuk Inceptisol, karena memiliki epipedon mollik dan horizon bawah
penciri kambik.
Profil III
- Tidak termasuk Gelisol, karena tidak terdapat lapisan permafrost.
- Tidak termasuk Histosol, karena bukan merupakan tanah organik dan tidak
jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun.
- Tidak termasuk Spodosol, karena tidak memiliki horizon spodik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
39
- Tidak termasuk Andisol, karena tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada
60% atau lebih dari ketebalannya.
- Tidak termasuk Oxisol, karena tidak memiliki horizon oksik.
- Tidak termasuk Vertisol, karena tidak memiliki duripan dan horison petrokalsik.
- Tidak termasuk Aridisol, karena tidak memiliki regim kelembaban aridik dan
tidak memiliki horizon argilik atau natrik.
- Tidak termasuk Ultisol, karena tidak memiliki horizon argilik atau kandik.
- Tidak termasuk Mollisol, karena tidak memiliki epipedon mollik.
- Tidak termasuk Alfisol, karena tidak memiliki horizon argilik, kandik, atau
natrik.
- Termasuk Inceptisol, karena memiliki epipedon mollik dan horizon bawah
penciri kambik.
Penetapan Sub-Ordo
Profil I
- Tidak termasuk Aquept, karena tidak mengalami kondisi aquik pada kedalaman
40-50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Gelept, karena tidak memiliki regim temperatur gelic.
- Tidak termasuk Cryept, karena tidak memiliki regim temperatur cryic.
- Tidak termasuk Ustept, karena tidak memiliki regim kelembaban ustic.
- Tidak termasuk Xerept, karena tidak memiliki regim kelembaban xeric.
- Termasuk Udept, karena memiliki ciri Inceptisol lain dan regim kelembaban
Udik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
40
Profil II
- Tidak termasuk Aquept, karena tidak mengalami kondisi aquik pada kedalaman
40-50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Gelept, karena tidak memiliki regim temperatur gelic.
- Tidak termasuk Cryept, karena tidak memiliki regim temperatur cryic.
- Tidak termasuk Ustept, karena tidak memiliki regim kelembaban ustic.
- Tidak termasuk Xerept, karena tidak memiliki regim kelembaban xeric.
- Termasuk Udept, karena memiliki ciri Inceptisol lain dan regim kelembaban
Udik.
Profil III
- Tidak termasuk Aquept, karena tidak mengalami kondisi aquik pada kedalaman
40-50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Gelept, karena tidak memiliki regim temperatur gelic.
- Tidak termasuk Cryept, karena tidak memiliki regim temperatur cryic.
- Tidak termasuk Ustept, karena tidak memiliki regim kelembaban ustic.
- Tidak termasuk Xerept, karena tidak memiliki regim kelembaban xeric.
- Termasuk Udept, karena memiliki ciri Inceptisol lain dan regim kelembaban
Udik.
Penetapan Great Group
Profil I
- Tidak termasuk Sulfudept, karena memiliki horison sulfurik yang batas atasnya
di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Durudept, karena tidak memiliki duripan yang batas atasnya di
dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
41
- Tidak termasuk Fragiudept, karena tidak memiliki fragipan yang pada batas
atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Dystrudept, karena tidak memiliki epipedon okrik.
- Tidak termasuk Eutrudept, karena tidak memiliki carbonate bebas di dalam
tanah.
- Termasuk Humudept, karena memiliki epipedon mollik.
Profil II
- Tidak termasuk Sulfudept, karena memiliki horison sulfurik yang batas atasnya
di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Durudept, karena tidak memiliki duripan yang batas atasnya di
dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Fragiudept, karena tidak memiliki fragipan yang pada batas
atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Dystrudept, karena tidak memiliki epipedon okrik.
- Tidak termasuk Eutrudept, karena tidak memiliki carbonate bebas di dalam
tanah.
- Termasuk Humudept, karena memiliki epipedon mollik.
Profil III
- Tidak termasuk Sulfudept, karena memiliki horison sulfurik yang batas atasnya
di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Durudept, karena tidak memiliki duripan yang batas atasnya di
dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Fragiudept, karena tidak memiliki fragipan yang pada batas
atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
42
- Tidak termasuk Dystrudept, karena tidak memiliki epipedon okrik.
- Tidak termasuk Eutrudept, karena tidak memiliki carbonate bebas di dalam
tanah.
- Termasuk Humudept, karena memiliki epipedon mollik.
Penetapan Sub Grup
Profil I
- Tidak termasuk Lithic Humudept, karena tidak mempunyai kontak litik di dalam
50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Vertic Humudept, karena tidak memiliki rekahan-rekahan di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral selebar 5 mm atau lebih dengan
mencapai ketebalan 30 cm atau lebih.
- Tidak termasuk Aquandic Humudept, karena tidak memiliki deplesi redoks
berkroma 2 atau kurang pada satu horison atau lebih di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral serta tidak berada kondisi aquik selama sebagian
waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Andic Oxyaquic Humudept, karena tidak memiliki fraksi tanah
halus dengan berat isi 1.0 g/cm3 pada keseluruhan satu horison atau lebih dengan
ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah mineral
serta tidak jenuh air dalam tahun - tahun normal selama 20 hari konsekutif atau
30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Andic Humudept, karena tidak memiliki fraksi tanah halus
Dengan berat isi 1.0 g/cm3 atau kurang pada keseluruhan satu horison atau lebih
dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
43
mineral, dan jumlah persentase Al + ½ Fe (dengan ekstrak ammoniumoksalat)
lebih dari 1,0.
- Tidak termasuk Vitrandic Humudept, karena tidak memiliki lebih dari 35%
partikel berdiameter 2,0 mm atau lebih pada keseluruhan satu horison atau lebih
dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral.
- Tidak termasuk Fluvaquentic Humudept, karena tidak memiliki kandungan
karbon organik sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah
permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Aquic Humudept, karena tidak terdapat deplesi redoks ber
kroma 2 atau kurang, dan tidak memiliki kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Oxyaquic Humudept, karena tanah tidak mengalami jenuh air
selama 20 hari konsekutif atau 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Psammentic Humudept, karena tidak mempunyai kelas besar
butir pasir pada seluruh lapisan.
- Tidak termasuk Cumulic Humudept, karena tidak mempunyai epipedon umbrik
atau mollik sampai kedalaman 50 cm, tidak memiliki kandungan karbon organik
sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah
mineral.
- Tidak termasuk Fluventic Humudept, karena tidak memiliki kandungan karbon
organik sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah
permukaan tanah mineral.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
44
- Tidak termasuk Pachic Humudept, karena tidak mempunya epipedon umbrik
atau mollik pada kedalaman 50 cm atau lebih.
- Termasuk Eutric Humudept karena mempunyai nilai kejenuhan basa 50 persen
atau lebih pada setengah atau lebih dari ketebalan total diantara 25-75 cm.
Profil II
- Tidak termasuk Lithic Humudept, karena tidak mempunyai kontak litik di dalam
50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Vertic Humudept, karena tidak memiliki rekahan-rekahan di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral selebar 5 mm atau lebih dengan
mencapai ketebalan 30 cm atau lebih.
- Tidak termasuk Aquandic Humudept, karena tidak memiliki deplesi redoks
berkroma 2 atau kurang pada satu horison atau lebih di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral serta tidak berada kondisi aquik selama sebagian
waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Andic Oxyaquic Humudept, karena tidak memiliki fraksi tanah
halus dengan berat isi 1.0 g/cm3 pada keseluruhan satu horison atau lebih dengan
ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah mineral
serta tidak jenuh air dalam tahun - tahun normal selama 20 hari konsekutif atau
30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Andic Humudept, karena tidak memiliki fraksi tanah halus
Dengan berat isi 1.0 g/cm3 atau kurang pada keseluruhan satu horison atau lebih
dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral, dan jumlah persentase Al + ½ Fe (dengan ekstrak ammoniumoksalat)
lebih dari 1,0.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
45
- Tidak termasuk Vitrandic Humudept, karena tidak memiliki lebih dari 35%
partikel berdiameter 2,0 mm atau lebih pada keseluruhan satu horison atau lebih
dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral.
- Tidak termasuk Fluvaquentic Humudept, karena tidak memiliki kandungan
karbon organik sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah
permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Aquic Humudept, karena tidak terdapat deplesi redoks ber
kroma 2 atau kurang, dan tidak memiliki kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Oxyaquic Humudept, karena tanah tidak mengalami jenuh air
selama 20 hari konsekutif atau 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Psammentic Humudept, karena tidak mempunyai kelas besar
butir pasir pada seluruh lapisan.
- Tidak termasuk Cumulic Humudept, karena tidak mempunyai epipedon umbrik
atau mollik sampai kedalaman 50 cm, tidak memiliki kandungan karbon organik
sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah
mineral.
- Tidak termasuk Fluventic Humudept, karena tidak memiliki kandungan karbon
organik sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah
permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Pachic Humudept, karena tidak mempunya epipedon umbrik
atau mollik pada kedalaman 50 cm atau lebih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
46
- Termasuk Eutric Humudept karena mempunyai nilai kejenuhan basa 50 persen
atau lebih pada setengah atau lebih dari ketebalan total diantara 25-75 cm.
Profil III
- Tidak termasuk Lithic Humudept, karena tidak mempunyai kontak litik di dalam
50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Vertic Humudept, karena tidak memiliki rekahan-rekahan di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral selebar 5 mm atau lebih dengan
mencapai ketebalan 30 cm atau lebih.
- Tidak termasuk Aquandic Humudept, karena tidak memiliki deplesi redoks
berkroma 2 atau kurang pada satu horison atau lebih di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral serta tidak berada kondisi aquik selama sebagian
waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Andic Oxyaquic Humudept, karena tidak memiliki fraksi tanah
halus dengan berat isi 1.0 g/cm3 pada keseluruhan satu horison atau lebih dengan
ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah mineral
serta tidak jenuh air dalam tahun - tahun normal selama 20 hari konsekutif atau
30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Andic Humudept, karena tidak memiliki fraksi tanah halus
Dengan berat isi 1.0 g/cm3 atau kurang pada keseluruhan satu horison atau lebih
dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral, dan jumlah persentase Al + ½ Fe (dengan ekstrak ammoniumoksalat)
lebih dari 1,0.
- Tidak termasuk Vitrandic Humudept, karena tidak memiliki lebih dari 35%
partikel berdiameter 2,0 mm atau lebih pada keseluruhan satu horison atau lebih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
47
dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral.
- Tidak termasuk Fluvaquentic Humudept, karena tidak memiliki kandungan
karbon organik sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah
permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Aquic Humudept, karena tidak terdapat deplesi redoks ber
kroma 2 atau kurang, dan tidak memiliki kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Oxyaquic Humudept, karena tanah tidak mengalami jenuh air
selama 20 hari konsekutif atau 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Psammentic Humudept, karena tidak mempunyai kelas besar
butir pasir pada seluruh lapisan.
- Tidak termasuk Cumulic Humudept, karena tidak mempunyai epipedon umbrik
atau mollik sampai kedalaman 50 cm, tidak memiliki kandungan karbon organik
sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah
mineral.
- Tidak termasuk Fluventic Humudept, karena tidak memiliki kandungan karbon
organik sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah
permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Pachic Humudept, karena tidak mempunya epipedon umbrik
atau mollik pada kedalaman 50 cm atau lebih.
- Termasuk Eutric Humudept karena mempunyai nilai kejenuhan basa 50 persen
atau lebih pada setengah atau lebih dari ketebalan total diantara 25-75 cm.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
48
Klasifikasi Tanah Nasional
Penetapan Jenis Tanah
Profil I
- Tidak termasuk Organosol, karena tidak memiliki nilai bulk density <0,1 gr/cm3
dari permukaan tanah.
- Tidak termasuk Litosol, karena tanah tidak berada pada batuan yang kukuh.
- Tidak termasuk Aluvial, karena tanah tidak berkembang dari bahan alluvium.
- Tidak termasuk Regosol, karena tanah memiliki horizon penciri dan bukan
okrik.
- Tidak termasuk Umbrisol, karena tidak memiliki epipedon umbrik.
- Tidak termasuk Renzina, karena tidak mempunyai horizon A mollik yang
dibawahnya langsung batu kapur.
- Tidak termasuk Grumusol, karena tidak memiliki kadar liat >30%.
- Tidak termasuk Arenosol, karena tidak memiliki horizon penciri okrik.
- Tidak termasuk Andosol, karena tidak memiliki nilai bulk density <0,9 gr/cm3
dan tidak didominasi oleh bahan amorf.
- Tidak termasuk Latosol, karena tidak mempunyai kandungan liat >40%.
- Tidak termasuk Mollisol, karena tidak mempunyai kandungan liat yang tinggi
>60%.
- Termasuk Kambisol karena mempunyai horison B kambik dengan horison A
mollik dan tidak memperlihatkan gejala hidromorfik.
Profil II
- Tidak termasuk Organosol, karena tidak memiliki nilai bulk density <0,1 gr/cm3
dari permukaan tanah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
49
- Tidak termasuk Litosol, karena tanah tidak berada pada batuan yang kukuh.
- Tidak termasuk Aluvial, karena tanah tidak berkembang dari bahan alluvium.
- Tidak termasuk Regosol, karena tanah memiliki horizon penciri dan bukan
okrik.
- Tidak termasuk Umbrisol, karena tidak memiliki epipedon umbrik.
- Tidak termasuk Renzina, karena tidak mempunyai horizon A mollik yang
dibawahnya langsung batu kapur.
- Tidak termasuk Grumusol, karena tidak memiliki kadar liat >30%.
- Tidak termasuk Arenosol, karena tidak memiliki horizon penciri okrik.
- Tidak termasuk Andosol, karena tidak memiliki nilai bulk density <0,9 gr/cm3
dan tidak didominasi oleh bahan amorf.
- Tidak termasuk Latosol, karena tidak mempunyai kandungan liat >40%.
- Tidak termasuk Mollisol, karena tidak mempunyai kandungan liat yang tinggi
>60%.
- Termasuk Kambisol karena mempunyai horison B kambik dengan horison A
mollik dan tidak memperlihatkan gejala hidromorfik.
Profil III
- Tidak termasuk Organosol, karena tidak memiliki nilai bulk density <0,1 gr/cm3
dari permukaan tanah.
- Tidak termasuk Litosol, karena tanah tidak berada pada batuan yang kukuh.
- Tidak termasuk Aluvial, karena tanah tidak berkembang dari bahan alluvium.
- Tidak termasuk Regosol, karena tanah memiliki horizon penciri dan bukan
okrik.
- Tidak termasuk Umbrisol, karena tidak memiliki epipedon umbrik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
50
- Tidak termasuk Renzina, karena tidak mempunyai horizon A mollik yang
dibawahnya langsung batu kapur.
- Tidak termasuk Grumusol, karena tidak memiliki kadar liat >30%.
- Tidak termasuk Arenosol, karena tidak memiliki horizon penciri okrik.
- Tidak termasuk Andosol, karena tidak memiliki nilai bulk density <0,9 gr/cm3
dan tidak didominasi oleh bahan amorf.
- Tidak termasuk Latosol, karena tidak mempunyai kandungan liat >40%.
- Tidak termasuk Mollisol, karena tidak mempunyai kandungan liat yang tinggi
>60%.
- Termasuk Kambisol karena mempunyai horison B kambik dengan horison A
mollik dan tidak memperlihatkan gejala hidromorfik.
Penetapan Jenis dan Macam Tanah
Profil I
- Tidak termasuk Kambisol Gleik, karena tidak memperlihatkan ciri-ciri
hidromorfik.
- Tidak termasuk Kambisol Vertik, karena tidak memperlihatkan ciri-ciri vertik.
- Tidak termasuk Kambisol Kalsik, karena bukan merupakan horison kalsik atau
horison gipsik dengan tekstur berkapur.
- Tidak termasuk Kambisol Humik, karena bukan merupakan horison umbrik
yang memiliki kandungan C organik >12 kg/m3.
- Termasuk Kambisol Mollik karena kambisol lain yang mempunyai horison A
mollik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
51
Profil II
- Tidak termasuk Kambisol Gleik, karena tidak memperlihatkan ciri-ciri
hidromorfik.
- Tidak termasuk Kambisol Vertik, karena tidak memperlihatkan ciri-ciri vertik.
- Tidak termasuk Kambisol Kalsik, karena bukan merupakan horison kalsik atau
horison gipsik dengan tekstur berkapur.
- Tidak termasuk Kambisol Humik, karena bukan merupakan horison umbrik
yang memiliki kandungan C organik >12 kg/m3.
- Termasuk Kambisol Mollik karena kambisol lain yang mempunyai horison A
mollik.
Profil III
- Tidak termasuk Kambisol Gleik, karena tidak memperlihatkan ciri-ciri
hidromorfik.
- Tidak termasuk Kambisol Vertik, karena tidak memperlihatkan ciri-ciri vertik.
- Tidak termasuk Kambisol Kalsik, karena bukan merupakan horison kalsik atau
horison gipsik dengan tekstur berkapur.
- Tidak termasuk Kambisol Humik, karena bukan merupakan horison umbrik
yang memiliki kandungan C organik >12 kg/m3.
- Termasuk Kambisol Mollik karena kambisol lain yang mempunyai horison A
mollik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
52
Pada hasil analisis laboratorium di ketiga profil, diperoleh data yang
berbeda dalam setiap parameter. Namun dalam penentuan klasifikasi tanah,
diperoleh bahwa ketiga profil memiliki ordo tanah yang sama. Hal ini diakibatkan
karena adanya suatu penciri yang memiliki nilai berbeda namun termasuk dalam
satu kategori. Contohnya seperti dalam penentuan epipedon, termasuk dalam
epipedon Mollik karena memiliki nilai kejenuhan basa lebih dari 50%, yang
menunjukkan bahwa rentang nilai >50% sangat bervariasi perbedaannya namun
menjadi termasuk dalam satu kategori.
Setelah dilakukan pengklasifikasian tanah pada profil I, II, dan III dapat di
peroleh ordo, sub ordo, great group dan sub group yang sama. Meskipun pada
ketiga profil tanah memiliki bahan induk yang berbeda, namun bukan berarti
ketiga profil tersebut harus termasuk ke dalam ordo yang berbeda. Hal ini sesuai
dengan literatur Krauskopf (1979) yang menyatakan bahwa bahan induk memiliki
sifat pasif yang dimana berbagai jenis bahan induk yang berbeda dapat
menghasilkan jenis tanah yang sama ataupun sebaliknya pada bahan induk yang
sama tetapi menghasilkan jenis tanah yang berlainan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
53
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan terhadap 3 profil tanah di Desa Namu Ukur
Utara Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat dapat disimpulkan bahwa
klasifikasi tanah pada profil I, II, dan III berdasarkan Taksonomi Tanah 2014
adalah : Ordo Inceptisol, Sub Ordo Udept, Great Group Humudept, dan Sub
Group Eutric Humudept.
Saran
Pengklasifikasian ini dapat dilanjutkan ke tingkat famili dan seri yang
lebih detail dengan melengkapi data analisis mineral yang sangat bermanfaat bagi
pengembangan sektor pertanian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
54
DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya, M. I. 1990. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan
Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.
Darmawijaya, M. . 1997. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan
Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.
Fiantis, D. 2015. Buku Ajar Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Lembaga
Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK)
Universitas Andalas, Padang.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Presindo,
Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Presindo,
Jakarta.
Marpaung, P. 2008. Penuntun Praktikum Klasifikasi Tanah. Fakultas Pertanian.
Univeritas Sumatera Utara. Medan.
Mega, I. M., I. N. Dibia., I. G. D. R. Adi., T. B. Kusmiyarti. 2010. Buku Ajar
Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Fakultas Pertanian
Universitas Udayana, Denpasar.
Panjaitan, F., Jamilah., M. M. B. Damanik. 2015. Klasifikasi Tanah Berdasarkan
Taksonomi Tanah 2014 di Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit.
Jurnal Online Agroekoteknologi, Vol.3 No.4.
Risamasu, R. G. 2010. Karakteristik Morfologi dan Klasifikasi Tanah di Lokasi
Sari Putih, Kecamatan Wahai Seram Utara. Jurnal Budidaya
Pertanian, Vol.6 No.2.
Subardja, D., S. Ritung, M. Anda, Sukarman, E. Suryani, dan R.E. Subandiono.
2014. Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Soil Survey Staff. 1992. Keys to Soil Taxonomy, Fifth edition. SMSS technical
monograph No.19. Blacksburg, Virginia : Pocahontas Press, Inc.
556 pages.
Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy, Twelfth edition. United States
Department of Agriculture-Natural Resources Conservation
Service. Washington, DC. 372 pages.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
55
LAMPIRAN
Gambar 4. Lokasi Profil I
Gambar 5. Lokasi Profil II
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
56
Gambar 6. Lokasi Profil III
Gambar 7. Profil Tanah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
57
Tabel 7. Kriteria penilaian hasil analisis contoh tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Parameter Tanah Satuan Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat
Tinggi
C % <1,0 1,0-2,0 2,1-3,0 3,1-5,0 >5,0
N % <0,1 0,1-0,2 0,21-0,50 0,51-0,75 >0,75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 (HCl 25%) mg/100g <15 15-20 21-40 41-60 >60
P2O5 (Bray I) ppm <10 10-15 16-25 25-35 >35
P2O5 (Olsen) ppm <10 10-25 26-45 46-60 >60
K2O (HCl 25%) mg/100g <10 10-20 21-40 41-60 >60
K2O (Morgan) ppm <8 8-12 12-21 21-36 >36
KTK tanah cmol (+)/kg <5 5-16 17-24 25-40 >40
Susunan kation:
Ca2+ cmol (+)/kg <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg2+ cmol (+)/kg <0,4 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 >8,0
K+ cmol (+)/kg <0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1,0
Na+ cmol (+)/kg <0,1 0,1-0,3 04-0,7 0,8-1,0 >1,0
Kejenuhan basa % <20 20-35 36-60 61-80 >80
Kejenuhan
Alumunium
% <5 5-20 21-30 31-60 >60
Reaksi Tanah Sangat
masam
Masam Agak
masam
Netral Agak
alkalis
Alkalis
pH tanah H2O <4,5 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
top related