klasifikasi asfiksia
Post on 26-Oct-2015
260 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KLASIFIKASI
Dalam buku teks forensik, klasifikasi yang sangat berbeda ditemukan
(Gambar ?). Dalam buku teks oleh DiMaio dan DiMaio, kematian akibat asfiksia
dibagi menjadi tiga kelompok besar: sufokasi (suffocation), penjeratan
(strangulation), dan asfiksia akibat bahan kimiawi (Gambar A). Sebuah
klasifikasi sangat mirip yang disajikan dalam buku teks neuropatologi forensik
oleh Oehmichen dkk yang membedakan hanya penambahan tenggelam
(drowning) sebagai bentuk sufokasi (suffocation) (Gambar B). Dalam sebuah
artikel oleh Azmak, klasifikasi oleh DiMaio dan DiMaio juga digunakan, tetapi
dengan penambahan tenggelam (drowning) sebagai kelompok keempat asfiksia
bukan sebagai subtipe dari sufokasi (suffocation) (Gambar C). Dalam buku teks
oleh Shkrum dan Ramsay, Klasifikasi berdasarkan tingkat obstruksi dari asfiksia
mekanik asfiksia diusulkan (Gambar D). Yang terakhir ini berbeda dari klasifikasi
yang diilhami DiMaio dan DiMaio. Yang paling jelas adalah perbedaan dalam
konsep asfiksia mekanik: istilah ini digunakan dengan pengertian yang terbatas
oleh DiMaio dan DiMaio, yang mengacu pada bentuk asfiksia oleh tekanan pada
bagian luar tubuh yang mencegah respirasi, sedangkan istilah yang sama
digunakan dalam pengertian yang lebih luas oleh Shkrum dan Ramsay, yaitu
meliputi segala bentuk asfiksia di mana terjadi gangguan pertukaran oksigen dan
karbon dioksida yang disebabkan oleh cara mekanis. Sesuai dengan penulis
terdahulu, buku teks oleh Ksatria juga menggunakan istilah asfiksia mekanik
dalam pengertian yang lebih luas, tetapi menyajikan daftar definisi bukannya
klasifikasi semata. Sama halnya, di bawah label '' kematian biasanya dimulai oleh
hipoksik hipoksia atau anoksik anoksia'', buku teks oleh Gordon dkk menjelaskan
ciri perbedaan jenis asfiksia tanpa ada upaya untuk mengkategorikannya. Pada
akhirnya, buku teks oleh Spitz (Gambar E) dan yang lain oleh Fisher dan Petty
(Gambar F) menggambarkan dua klasifikasi lainnya yang sangat berbeda dari
kematian akibat asfiksia.^
Gambar. Klasifikasi yang berbeda dari pengelompokan asfiksia ditemukan di
dalam literatur forensik, (A) Buku teks oleh DiMaio dan DiMaio, (B) Buku teks
oleh Oehmichen dkk, (C) Studi oleh Azmak, (D) Buku teks oleh Shkrum dan
Ramsay, (E) Buku teks oleh Spitz, (F) Buku teks oleh Fisher dan Petty.^
Maka diusulkan untuk mengklasifikasikan asfiksia dalam konteks forensik
dalam empat kategori utama: sufokasi (suffocation), strangulasi (strangulation),
asfiksia mekanik, dan tenggelam (drowning). Suffocation dibagi lagi dalam
pembekapan (smothering), tersedak (choking), dan ruang yang tertutup rapat
(confined spaces)/ terjebak dalam ruang kedap udara (entrapment)/ kekurangan
oksigen (vitiated atmosphere). Strangulation mencakup tiga bentuk yang terpisah:
penjeratan (ligature strangulation), gantung (hanging), dan cekik (manual
strangulation). Adapun asfiksia mekanik mencakup asfiksia posisional serta
asfiksia traumatik. Definisi masing-masing kategori disajikan pada tabel berikut.^
Tabel. Definisi istilah-istilah dalam klasifikasi terpadu yang diusulkan.^
Istilah Definisi
Sufokasi
(suffocation)
Sebuah istilah yang luas mencakup berbagai jenis asfiksia
seperti lingkungan dengan defisiensi oksigen (vitiated
atmosphere) dan pembekapan (smothering), terkait dengan
kekurangan oksigen
Pembekapan
(smothering)
Asfiksia oleh terhalangnya udara pada jalan napas di atas
epiglotis, termasuk hidung, mulut dan faring
Tersedak (choking) Asfiksia oleh terhalangnya udara pada jalan napas di bawah
epiglotis
Confined
spaces/entrapment/
vitiated atmosfer
Asfiksia dalam atmosfer yang tidak memadai oleh
pengurangan oksigen, penggantian oksigen oleh gas lain atau
gas yang menyebabkan gangguan kimia terhadap pengambilan
oksigen dan pemanfaatannya
Strangulasi
(strangulation)
Asfiksia oleh penutupan pembuluh darah dan/ atau jalan napas
pada leher sebagai akibat dari tekanan dari luar pada leher
Penjeratan
(ligature
strangulation)
Sebuah bentuk strangulasi dimana tekanan pada leher
disebabkan oleh jerat yang menjadi erat akibat kekuatan yang
lain daripada berat badan korban
Gantung (hanging) Sebuah bentuk strangulasi dimana tekanan pada leher
disebabkan oleh jerat yang menjadi erat akibat gravitasi
terhadap berat badan atau bagian tubuh korban
Cekik (manual
strangulation)
Suatu bentuk pencekikan yang disebabkan oleh tekanan dari
luar pada struktur leher dengan menggunakan satu atau kedua
tangan, lengan bawah atau anggota badan lainnya
Asfiksia mekanik Asfiksia oleh terbatasnya gerakan pernapasan, baik oleh
karena posisi tubuh atau oleh karena penekanan dada dari luar
Asfiksia posisional
atau asfiksia
postural
Suatu jenis asfiksia dimana posisi individu membahayakan
terhadap kemampuannya untuk bernapas
Asfiksia traumatik Suatu jenis asfiksia yang disebabkan oleh karena tekanan dari
luar pada dada akibat benda berat
Tenggelam
(drowning)
Suatu jenis asfiksia akibat terbenam dalam cairan, biasanya air
Gambar. Klasifikasi terpadu yang diusulkan dari pengelompokan asfiksia dalam
konteks forensik.^
^Sauvageau A, Boghossian E. Classification of asphyxia: the need for
standardization. J Forensic Sci 2010;55(5):1259-67.
Asfiksia Posisional
Asfiksia posisional didefinisikan sebagai asfiksia yang disebabkan karena
posisi yang tidak biasa dari tubuh, yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mengembangkan dinding dada, yang mengganggu ventilasi paru, sehingga
menyebabkan kegagalan pernapasan.^ Juga berbagai posisi tubuh dapat
menghasilkan sumbatan jalan napas (asfiksia posisional) seperti halnya
penumpang kendaraan bermotor terjebak setelah tabrakan atau orang mabuk
pingsan lalu meluncur masuk pada posisi yang janggal yang mencegah
pengembangan dada dan pertukaran udara.^^
Gambar. Di kasus lain dari asfiksia posisional, pemuda yang mabuk terjatuh ke
area seperti lubang, di mana lehernya terganjal diantara batang pohon berbentuk
"V" dari, menutup jalan napasnya dan/ atau suplai darah ke kepala.^
^Dolinak D, Matshes EW. Asphyxia. In: Dolinak D, Matshes EW, Lew EO,
editors. Forensic pathology: principles and practice. Amsterdam: Elsevier
Academic Press, 2005;208-9
^^Catanese CA, Bollinger BK. Asphyxia. In: Catanese CA. Color Atlas of Forensic Medicine and Pathology. USA: CRC Press, 2010:373
Variasi asfiksia posisional telah dijelaskan pada keadaan berikut:**
Posisi kepala di bawah (pengereman ke belakang, "terbalik")o Berbeda halnya dengan posisi tegak, di mana pernapasan dada dominan,
seseorang posisi kepala di bawah memiliki keterbatasan pada pergerakan
dinding dada. Dalam kasus terbaliknya kendaraan, organ-organ visceral
abdomen menekan diafragma, memperpanjang fase inhalasi. Awalnya,
frekuensi pernafasan meningkat untuk melakukan kompensasi. Pada
akhirnya, hipoksia terjadi kemudian karena penurunan pergerakan dinding
dada karena kelelahan otot pernapasan. Penurunan keefektifan otot
pernapasan berarti kemampuan tekanan intratorakal untuk memungkinkan
aliran balik pembuluh darah vena efektif ke jantung berkurang. Selain itu,
volume darah bergeser ke kepala, di mana pembuluh darah vena yang
kembali ke jantung tidak efisien. Aliran darah yang berkurang nantinya
menyebabkan kelelahan otot pernapasan dan pada akhirnya menyebabkan
henti jantung.
o Posisi kepala di bawah menyebabkan kematian pada kelinci dalam
setengah hari. penurunan dan ketidakteraturan denyut nadi diamati pada
sukarelawan manusia. Perkiraan waktu sampai kematian pada manusia
(misalnya penerjun payung, penumpang di dalam kendaraan yang terbalik)
berkisar dari beberapa jam sampai satu hari.
o Posisi trendelenburg dalam klinisi memiliki efek pada fungsi jantung dan
paru.
Gambar. Asfiksia posisional. Pengereman ke belakang diikuti terbaliknya
kendaraan (mobil).
Leher atau badan mengalami hiperfleksi sedangkan kepala di bawah atau
duduk tegak lurus (misalnya, leher hiperfleksi menutupi trakeostomi, gondok
menutupi saluran napas) menyebabkan obstruksi saluran pernapasan.
badan tertekuk di atas objek (misalnya, tepi bak mandi) membatasi pergerakan
diafragma dan dada
Leher atau dada tertekan (misalnya, fleksi leher dari terjebak dalam ranjang
Tidur dalam posisi tengkurap merupakan faktor risiko kematian akibat SIDS
(Sudden Infant Death Syndrome)
Penemuan Postmortem: Asfiksia Posisional
Sebuah kasus dari asfiksia posisional biasanya memiliki beberapa temuan
fisik. Karena orang yang sudah meninggal telah dipindahkan, penggambaran
akurat tentang posisi semula di tempat kejadian adalah penting dalam menentukan
penyebab kematian. Penyebab lain dari kematian perlu disingkirkan.
Jika orang tersebut ditemukan dengan kepala di bawah, kemudian
kebiruan terlihat di wajah, leher, dan dada bagian atas. kongesti pada daerah
kepala dan pembengkakan dicatat. Ada hubungan dengan peteki pada kulit di area
kepala dan pada mata tetapi dapat pula tidak ditemukan. Cedera pada kulit akibat
trauma tumpul yang menunjukkan adanya perlawanan dapat ditemukan. Pada
pemeriksaan dalam, bisa ditemukan kongesti pada dasar lidah, epiglotis, dan
trakea. kongesti pada otak dan paru juga diamati. Memar pada dinding dada,
diafragma, area sekitar pankreas, dan limpa konsisten dengan pengereman pada
area abdomen.**
**Shkrum MJ, Ramsay DA. Asphyxia. In: Karch SB, series editor. Forensic pathology of trauma: common problems for the pathologist. Totowa, NJ: Humana Press, 2007;139-44
Asfiksia Traumatik
Asfiksia traumatik pertama kali dijelaskan pada tahun 1837 oleh Ollivier,
yang melihat individu yang hancur sampai mati selama kekerasan massa.
Informasi tentang kondisi dari kematian yang membantu dalam menentukan
penyebab kematian, terutama ketika temuan dari hasil pemeriksaan kurang.^
Dalam kasus di mana ada kompresi yang hebat pada dada (biasanya dari sesuatu
besar, benda berat), istilah asfiksia traumatik digunakan, meskipun istilah asfiksia
mekanik juga akan sesuai. Dalam kasus asfiksia traumatik, kekuatan dari tekanan
yang hebat diterapkan secara langsung ke dada, menghambat respirasi (seperti
pada orang yang terjepit di bawah sebuah benda yang berat misalnya dijatuhkan
bagian dari alat-alat perkakas), dan individu biasanya tidak memiliki cedera
traumatik dalam yang berarti. Namun demikian, dalam beberapa kasus, patah
tulang rusuk dan luka lainnya telah dilaporkan.^
Gambar. Wanita muda yang ditunjukkan pada gambar di atas terjebak di bawah
kendaraan bermotor (mobil) setelah terguling.^^
^Shkrum MJ, Ramsay DA. Asphyxia. In: Karch SB, series editor. Forensic
pathology of trauma: common problems for the pathologist. Totowa, NJ: Humana
Press, 2007;144–49
^^Dolinak D, Matshes EW. Asphyxia. In: Dolinak D, Matshes EW, Lew EO,
editors. Forensic pathology: principles and practice. Amsterdam: Elsevier
Academic Press, 2005;208-9
Kompresi yang sangat hebat atau yang sampai meremukkan dada, perut
bagian atas, dan/ atau punggung mengganggu gerakan pernapasan dada. Biasanya,
ada perbedaan berat badan antara kekuatan untuk mengompresi dan korban
(biasanya > 1000 lb atau 500 kg). Lamanya waktu kompresi sebelum kematian
bervariasi tergantung pada tingkat beratnya kekuatan yang diberikan. Seorang
individu dapat mati dalam hitungan detik jika terdapat berat yang bermakna, tetapi
biasanya minimal 2 sampai 5 menit berlalu sebelum kemudian terjadi
kematian.^^^
Korban dalam suatu serangkaian ditarik keluar dalam waktu 15 menit,
tetapi orang yang mati itu tertindih di dalam atau di bawah kendaraan mereka dari
5 sampai 15 menit. Korban dapat tertindih secara perlahan. Informasi mengenai
berat batas minimum menyebabkan kematian masih langka. Beban yang
dijelaskan dalam literatur menyiratkan bahwa setidaknya lima kali berat badan
yang terlibat. Hasil percobaan pada kelinci percobaan menunjukkan tiga kali
perbedaan berat badan mengakibatkan kematian beberapa hewan percobaan dalam
10 menit. Satu laporan kasus menggambarkan seorang anak dengan berat 13 kg
tertindih oleh kaki orang dewasa berat 60 kg, yang memiliki 0,7 kg berat kaos
kaki (leg cast), selama 40 menit (berat berbeda sekitar 1,8 kali, jika kaki orang
dewasa dan kaos kaki (leg cast) yang setara sampai 40% dari berat badan pelaku,
yakni 24 kg.^^^
^^^Shkrum MJ, Ramsay DA. Asphyxia. In: Karch SB, series editor. Forensic
pathology of trauma: common problems for the pathologist. Totowa, NJ: Humana
Press, 2007;145–46
Tanda-tanda kematian akibat asfiksia traumatik tidak selalu jelas. Hanya
fitur yang hampir tidak kentara (misalnya, petechiae) dapat diamati. “Masque
ecchymotique” mengacu pada penampilan klasik perubahan warna biru-merah
menjadi biru-hitam pada wajah dan leher dengan variabel keterlibatan dada bagian
atas, punggung, dan lengan, dan berhubungan dengan peteki atau ekimosis
(Gambar ?). Perubahan warna maksimal mungkin tidak muncul dalam korban
sampai beberapa hari setelah kejadian. Perubahan warna pada kulit terhindar di
bawah titik penekanan. Perubahan warna biasanya menghilang dalam beberapa
minggu dan tidak mengalami perubahan warna yang terlihat dengan penyembuhan
memar. Warnanya tidak berubah oleh pemberian oksigen. Peteki hilang dalam
beberapa hari, tapi ekimosis subkonjungtiva bisa bertahan selama beberapa
minggu, akhirnya memudar menjadi kuning dan menghilang. Ada kaitannya
dengan edema pada wajah. Pengamatan serupa tetapi kurang menonjol terlihat
sebagai akibatnya terhadap persalinan yang rumit, muntah atau batuk
berkepanjangan, kejang dan episode asma. Luka trauma tumpul luar dapat dilihat
di kepala, leher, dan dada.^^^^^
Gambar. Fitur yang hampir tidak kentara pada asfiksia traumatik. Pria
berlari dan ditindih oleh kendaraan yang berisi tiga penumpang dan memiliki
sistem pengereman yang buruk. (A) jaket Korban. kesan tanah dari tapak ban. (B)
tapak ban. (C) peteki kutaneus di daerah punggung yang tidak lebam. (D) peteki
konjungtiva, kelopak mata bawah (tertarik).^^^^^
^^^^^Shkrum MJ, Ramsay DA. Asphyxia. In: Karch SB, series editor. Forensic pathology of trauma: common problems for the pathologist. Totowa, NJ: Humana Press, 2007;146-8
Penekanan yang hebat yang secara tiba-tiba pada tubuh meningkatkan
tekanan intra thorakal, menyebabkan obstruksi aliran darah dari vena kava
superior ke jantung kanan. Drainase pembuluh darah vena dari daerah kepala dan
leher adalah melalui vena jugularis interna dan vena jugularis eksterna. Vena
jugularis eksterna mengalirkan darah balik dari jaringan lunak superfisial pada
kulit kepala dan leher. Meskipun vena jugularis eksterna memiliki katup, mereka
tidak mampu untuk mencegah aliran balik pada tekanan melebihi 45 mmHg
(tekanan maksimal selama resusitasi, 40 mmHg). Sebaliknya, vena jugularis
interna yang mengalirkan darah balik pada saluran napas atas dan otak, lebih
tahan terhadap kenaikan CVP (Cerebral Venous Pressure). Tengkorak dan posisi
dari sistem sinus pembuluh darah vena melindungi otak dari perdarahan
intraparenkimal. Penekanan pada tubuh mungkin tidak cukup untuk meningkatkan
tekanan vena di kepala dan leher untuk menimbulkan tanda-tanda klasik dari luar.
“Respon takut” mengambil napas dan menahannya ketika dihadapkan dengan
bencana yang akan datang, akan mengakibatkan penutupan glotis dan
memperbesar tekanan intratorakal. Tubuh bagian bagian terbawah terikut karena
karena manuver valsava menekan vena kava inferior. Selama muntah dan batuk,
kontraksi kuat dari otot-otot torakoabdominal melawan glotis yang tertutup dapat
menyebabkan peningkatan tekanan vena sefalik. Pembuluh darah yang relatif
stasis di dalam pembuluh darah kapiler yang dilatasi menyebabkan perubahan
warna menjadi gelap. Hasil pembuluh darah yang ruptur menyebabkan peteki dan
ekimosis. Peteki pada kulit biasanya tidak ditemukan apabila penekanan pada
dada cukup berat menurunkan fungsi jantung kiri dan kanan.^^^^^^
Pemeriksaan dalam: Asfiksia Traumatik
Temuan dalam dapat minimal atau tidak ada. Berikut ini yang telah diamati:
Mata: Purtscher’s retinopathy (perdarahan pada retina).
Mulut, hidung, telinga: peteki/ ekimosis pada faring, sublingual, nasal, dan
kanalis akustikus, yang dapat mengakibatkan perdarahan luar; perdarahan dari
hidung dan telinga hampir seperti pada fraktur basis kranii.
Saluran pernapasan atas: peteki pada epiglotis, laring, trakea dan edema laring.
Tulang: fraktur tulang rusuk/ klavikula, mungkin juga fraktur tulang
ekstremitas dan panggul; fraktur tulang tengkorak jarang, emboli sumsum
tulang dan lemak mungkin terlihat atau bisa juga tidak.
Paru: kontusio / laserasi, hemo-/pneumotoraks, kongesti.
Hati: cedera jarang (ruptur, memar).
Abdomen: laserasi hati/ limpa.
CNS: edema serebral; peteki pada otak, perdarahan intraserebral jarang;
iskemia sumsum tulang belakang.^^^^^^
Jika ada luka yang hebat, trauma luka tumpul multipel adalah penyebab
kematian. Luka dalam, seperti fraktur tulang rusuk mungkin tidak fatal tetapi
menunjukkan penekanan yang bertahan. Emboli lemak pada paru harus
dipertimbangkan. Kurangnya luka fatal lainnya mendukung asfiksia sebagai
mekanisme kematian. Gangguan aliran darah vena ke jantung kanan dan
penurunan perfusi serebral adalah mekanisme lainnya yang mungkin. Untuk
mengecualikan kemungkinan terpengaruh oleh alkohol dan obat-obatan, analisis
toksikologi diperlukan.^^^^^^
^^^^^^Shkrum MJ, Ramsay DA. Asphyxia. In: Karch SB, series editor. Forensic pathology of trauma: common problems for the pathologist. Totowa, NJ: Humana Press, 2007;146-8
top related