keterkaitan dukungan sosial teman sebaya daneprints.ums.ac.id/72298/11/naskah publikasi.pdfpada...
Post on 24-Aug-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KETERKAITAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN
SELF-EFFICACY DENGAN PERILAKU SEHAT PADA
MAHASISWA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II
Pada Jurusan Magister Sains Psikologi Sekolah Pascasarjana
Oleh :
INTAN OKTAVIA
S 300 150 006
PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggung jawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 25 April 2019
Penulis
INTAN OKTAVIA
S 300150006
1
KETERKAITAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN SELF-
EFFICACY DENGAN PERILAKU SEHAT PADA MAHASISWA
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris keterkaitan antara
dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy dengan perilaku sehat pada mahasiswa
kesehatan dengan variabel sertaan perbedaan jenis kelamin. Subjek penelitian 276
mahasiswa STIKES Kusuma Husada dengan karakteristik mahasiswa kesehatan
minimal semester 2 dan sudah menerima matakuliah promosi kesehatan
Pengumpulan data menggunakan Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya, self-efficacy
dan Perilaku Sehat sedangkan Perbedaan Jenis Kelamin akan dibuktikan dengan
pengisian identitas subjek yang melekat pada skala penelitian. Data diolah dan
diujikan menggunakan analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian
menunjukkan model teoritis didukung oleh data empiris bahwa ada hubungan yang
sangat signifikan antara dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy dengan perilaku
sehat pada mahasiswa kesehatan dengan variabel sertaan perbedaan jenis kelamin.
Secara bersama-sama dukungan sosial teman sebaya dan self-efficacy memberikan
kontribusi sebesar 33% terhadap perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan. Dalam
penelitian ini self-efficacy merupakan variabel yang lebih besar pengaruhnya terhadap
perilaku sehat dengan sumbangan relative sebesar 17,11%. Perempuan memiliki
tingkat dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy dan perilaku sehat yang labih
tinggi daripada laki-laki.
Kata Kunci : dukungan sosial teman sebaya. self-efficacy, perilaku sehat, perbedaan
jenis kelamin
Abstract
This study aims to prove empirically correlations between social peer support, self-
efficacy and health behavior among health science students with gender difference as
intervening variables. 276 students of STIKES Kusuma Husada are choosen with
characteristics of health students at least semester 2 and having received health
promotion. The data collected with social peer support scale, self-efficacy scale, and
health behavior scale, while gender difference will be proven by filling the subject’s
identity that attached on the scales. Multiple Linear Regression analysis are used to
process and test the collected data. Results indicate theoretical model supported by
empirical data that there are strong, significant relationships between social peer
support, self-efficacy and health behavior among health science students with gender
difference as intervening variables. Together, social peer support and self-efficacy
contribute 33% toward health behavior. In this study, the variable that influence
health behavior the most is self-efficacy with 17,11% relative contribution. Female
2
gender has a higher score of social peer support, self-efficacy and health behavior
than men.
Keywords : social peer support, self efficacy, health behavior, gender difference as
intervening
1. PENDAHULUAN
Kesehatan adalah aset yang paling berharga dan merupakan modal utama dalam
kelangsungan hidup. Sikap dan perilaku hidup sehat adalah langkah yang paling awal
yang harus dilakukan untuk mencapai kesehatan yang optimal. Upaya ini tentu tidak
mudah, harus menanamkan pola pikir sehat yang menjadi tanggung jawab bersama,
dan upaya awal dimulai dari diri kita sendiri.
Departemen kesehatan indonesia telah menerbitkan buku penuntun hidup sehat
pada tahun 1989 dan hasilnya telah menunjukkan kemajuan yang sangat besar dalam
bidang kesehatan (promkes.depkes.go.id). Program kesehatan dilanjutkan oleh
presiden BJ. Habiebie yang membuat program “Indonesia sehat 2010”. Salah satu
indikator utama yang akan dicapai dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
“berperilaku sehat” (Notoatmodjo, 2010). Sampai saat ini pemerintah masih terus
melanjutkan program kesehatan dengan mengeluarkan peraturan mentri kesehatan
nomor 39 tahun 2016.
Selain program yang dilakukan oleh pemerintah, banyak badan kesehatan dan
para mahasiswa yang telah bekerjasama mempromosikan perilaku sehat
(promkes.depkes.go.id). Diantaranya Tim Taruma Sakti yang terdiri dari mahasiswa
Teknik Perminyakan dan Kedokteran Universitas Trisakti, serta mahasiwa
Kedokteran Universitas Tarumanegara, terpilih menjadi pemenang Health Agent
Award 2015 dengan program kesehatan yang telah dibentuk yaitu peningkatan
asupan nutrisi, aktifitas fisik dan keamanan pangan. Selain itu mahasiswa kesehatan
UGM mengelar orasi anti tembakau dan rokok, para mahasiswa juga memberikan
edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya merokok (health.kompas.com). Kesehatan
adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari
3
masyarakat agar mereka dapat menolong diri sendiri serta mengembangkan kegiatan
yang didukung oleh sumber daya masyarakat, sesuai budaya sosial setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Sejalan dengan ini
Mays (2009) menungkapkan salah satu metode yang dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi kesenjangan kesehatan adalah melibatkan organisasi mahasiswa
kesehatan dalam melakukan pemeriksaan kesehatan, promosi dan pendidikan
kesehatan.
Temuan dilapangan menunjukkan adanya permasalahan empirik, masih banyak
masyarakat menunjukkan perilaku yang tidak sehat. Berdasarkan pendataan dari IPB
pada tahun 2015 banyak mahasiswa yang positif terkena hepatitis A
(health.kompas.com) sejalan dengan ini, Majra (2013) mengemukakan bahwa terjadi
peningkatan perilaku beresiko terhadap kesehatan dan menurunnya perilaku promosi
kesehatan di kalangan mahasiswa kedokteran selama mereka melakukan studi.
Sebelumnya pada tahun 2009 ketua Jaringan Epidemologi Nasional (JEN) juga
menemukan, banyak mahasiswa melakukan seks di luar nikah. Penyebabnya,
mahasiswa belum menjadi sasaran program kesehatan reproduksi remaja, baik oleh
pemerintah, maupun kalangan perguruan tinggi (kompas.com). Menteri Kesehatan
Nila F. Moeloek mengemukakan “jumlah penduduk indonesia yang sakit mencapai
65% dari 250.000.000 orang. Jumlah yang jauh di atas batas normal yaitu antara
10%-15% dari total penduduk” (finansial.bisnis.com). Menurut data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 19,6% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan gizi buruk,
tahun 2013 sampai 2018 masyarakat menderita hipertensi meningkat dari 25,8%
menjadi 34,1%, penderita obesitas dewasa >18 tahun meningkat dari tahun 2013
sebesar 14,8% hingga tahun 2018 menjadi 21,8% (www.depkes.go.id).
Berdasarkan hasil pemaparan, sangat penting melakukan tindak lanjut tentang
perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan. Karena ada perbedaan temuan dilapangan
sehingga peneliti ingin mendalami masalah tersebut. Mahasiswa kesehatan
kedepannya akan dipercaya masyarakat untuk menjadi pelayan kesehatan. Maka
seharusnya mahasiswa kesehatan menerapkan pola perilaku sehat pada dirinya
4
sebelum mereka mengajarkan kepada orang lain. Penelitian tentang perilaku sehat
dan pengaruh faktor pembentuknya pada mahasiswa masih terbatas di Indonesia.
Topik ini menarik untuk ditelaah lebih jauh karena mahasiswa sebagai agen
perubahan dan calon pemimpin di masa mendatang. Karena mahasiswa
mencerminkan kelompok terdidik yang diasumsikan telah memiliki literasi
lingkungan hidup yang memadai. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adanya perbedaan letak geografis dan budaya memungkinkan adanya
perbedaan pola pikir, emosi dan lingkungan sehingga akan berpengaruh pada hasil
penelitian, selain itu penelitian ini menggunakan subjek mahsiswa kesehatan yang
masih jarang diteliti, serta peneliti belum menemukan variabel dukungan sosial teman
sebaya, self-efficacy disertai dengan perbedaan jenis kelamin dan pengaruhnya
terhadap perilaku sehat.
Hasil survei wawancara awal dengan 5 dosen kesehatan mengemukakan “pada
semester awal perkuliahan mahasiswa sudah diajarkan tentang promosi kesehatan dan
perilaku kesehatan”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh 20 mahasiswa kesehatan
pada wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti. Untuk itu mahasiswa kesehatan
dianggap lebih mengetahui tentang perilaku sehat daripada mahasiswa lainnya,
karena sejak awal perkuliahan mereka dibekali ilmu tentang perilaku sehat.
Istiningtyas (2010) menemukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang
gaya hidup sehat dengan perilaku gaya hidup sehat. Sejalan dengan ini Vera (2016)
juga mengemukakan perilaku hidup sehat dipengaruhi oleh pengetahuan.
Perilaku sehat adalah semua aktivitas yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Faktor dalam membentuk perilaku sehat dibedakan
menjadi dua, yaitu internal (kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan
sebagainya untuk mengolah pengaruh dari luar) dan eksternal (meliputi orang, objek,
kelompok dan kebudayaan) (Notoatmodjo, 2007).
Dukungan sosial teman sebaya dan self-efficacy yang tinggi diharapkan dapat
meningkatkan perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan. Adapun perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy
5
mempengaruhi perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan?. Tujuan penelitian ini
untuk membuktikan secara empiris keterkaitan dukungan sosial teman sebaya, self-
efficacy dengan perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan di Surakarta dengan
variabel sertaan perbedaan jenis kelamin.
Dengan demikian, hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah dukungan sosial
teman sebaya, self-efficacy berkorelasi dengan perilaku sehat pada mahasiswa
kesehatan. Adapun hipotesis minor dalam penelitian ini yaitu; 1) Ada korelasi positif
antara dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku perilaku sehat pada mahasiswa
kesehatan; 2) Ada korelasi positif antara self-efficacy dengan perilaku sehat pada
mahasiswa kesehatan; 3) Ada perbedan jenis kelamin antara dukungan sosial teman
sebaya dan self-efficacy terhadap perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan; 4)
Perempuan memiliki tingkat dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy dan perilaku
sehat lebih tinggi daripada laki-laki.
2. METODE
Subjek penelitian terdiri atas populasi dan sampel. Populasi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Sekolah Tinggi kesehatan Kusuma Husada Surakarta yang
berjumlah 2.097 siswa dengan 663 siswa kesehatan dan sampel yang digunakan
sebanyak 276 siswa. Menurut Arikunto (2002) apabila jumlah subjek lebih dari 100
orang maka dapat di ambil antara 10-15 %. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive non random sampling (Azwar, 2007 dan Hadi, 2002).
Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa kesehatan minimal
semester 2 dan sudah menerima matakuliah promosi kesehatan. Alat pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan tiga skala yaitu skala perilaku sehat, skala
dukungan sosial teman sebaya dan skala Self-Efficacy. Penelitian ini menggunakan
alat ukur berupa skala likert dengan pernyataan favourable penilaian bergerak dari
angka 4 sampai 1 dan untuk unfavourable penilaian bergerak dari angka 1 sampai 4.
6
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas
Dukungan Sosial Teman
Sebaya
Self-Efficacy Perilaku Sehat
0,287 0,189 0,193
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data dalam penelitian berdistribusi normal,
dapat dilihat bahwa signifikansi untuk masing-masing variabel > 0,05
Tabel 2. Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Variabel Hasil Keterangan
Dukungan Sosial Teman
Sebaya, Self-efficacy dengan
Perilaku Sehat
Koefisien Korelasi
Sebesar 0,330
0.000 < 0.05
R = 0,574
F = 67,144
Ada hubungan positif
yang signifikan
Dukungan Sosial Teman
Sebaya dengan Perilaku Sehat
Signifikansi
0.000 < 0.05
t = 5,872
Ada hubungan positif
yang signifikan
Self-efficacy dengan Perilaku
Sehat
Signifikansi
0.000 < 0.05
t = 5,636
Ada hubungan positif
yang signifikan
Jenis Kelamin Signifikansi
0.001 < 0.05
t = 3,239
Ada perbedaan jenis
kelamin
Dukungan Sosial Teman
Sebaya Laki-Laki dengan
Perilaku Sehat Laki-Laki
Signifikansi
0.000 < 0.05
Ada hubungan positif
yang signifikan
Self-efficacy Laki-Laki dengan
Perilaku Sehat Laki-Laki
Signifikansi
0.000 < 0.05
Ada hubungan positif
yang signifikan
Dukungan Sosial Teman
Sebaya Perempuan dengan
Perilaku Sehat Perempuan
Signifikansi
0.000 < 0.05
Ada hubungan positif
yang signifikan
Self-efficacy Perempuan
dengan Perilaku Sehat
Perempuan
Signifikansi
0.001 < 0.05
Ada hubungan positif
yang signifikan
Koefisien
Determinan/Sumbangan
Efektif Dukungan Sosial
Teman Sebaya dengan
Perilaku Sehat
0,164
Sumbangan dukungan
sosial teman sebaya
dengan perilaku sehat
sebesar 16,4%
Koefisien
Determinan/Sumbangan
Efektif Self-efficacy dengan
0,171
Sumbangan Self-
efficacy dengan perilaku
sehat sebesar 17,1%
7
Variabel Hasil Keterangan
Perilaku Sehat
Ada korelasi positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku
perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan dengan nilai koefisien korelasi
menunjukkan p 0.000 < 0.05 dan nilai t sebesar 5,872. Ada korelasi positif antara
self-efficacy dan perilaku sehat pada mahasiswa kesehatan dengan nilai koefisien
korelasi menunjukkan p 0.000 < 0.05 dengan nilai t sebesar 3,239. Ada perbedan
jenis kelamin antara dukungan sosial teman sebaya dan self-efficacy terhadap perilaku
sehat pada mahasiswa kesehatan dengan nilai koefisien korelasi menunjukkan p 0.001
< 0.05. Ada korelasi positif antara dukungan sosial teman sebaya laki-laki dengan
perilaku sehat laki-laki pada mahasiswa kesehatan dengan nilai koefisien korelasi
menunjukkan p 0.000 < 0.05. Ada korelasi positif antara self-efficacy laki-laki dengan
perilaku sehat laki-laki pada mahasiswa kesehatan dengan nilai koefisien korelasi
menunjukkan p 0.000 < 0.05. Ada korelasi positif antara dukungan sosial teman
sebaya perempuan dengan perilaku sehat perempuan pada mahasiswa kesehatan
dengan nilai koefisien korelasi menunjukkan p 0.000 < 0.05. Ada korelasi positif
antara self-efficacy perempuan dengan perilaku sehat perempuan pada mahasiswa
kesehatan dengan nilai koefisien korelasi menunjukkan p 0.000 < 0.05.
Tabel 3. Hasil Rerata Laki-Laki dan Perempuan
Variabel Hasil Laki - Laki Perempuan Keterangan
Dukungan Sosial
Teman Sebaya
Signifikansi
0,000 < 0.05
56,0000 61,5696 Rerata lebih
tinggi
perempuan
Self-efficacy Signifikansi
0,000 < 0.05
45,4103 50,1814 Rerata lebih
tinggi
perempuan
Perilaku Sehat Signifikansi
0,000 < 0.05
101,1026 110,4937 Rerata lebih
tinggi
perempuan
Hasil rerata menunjukkan perempuan memiliki tingkat dukungan sosial teman
sebaya, self-efficacy dan perilaku sehat lebih tinggi daripada laki-laki. Nilai rerata
8
perempuan menunjukkan mean yang lebih tinggi daripada nilai rerata laki-laki
dengan variabel dukungan sosial teman sebaya 61,5696, self-efficacy 50,1614 dan
perilaku sehat 110,4937.
Perilaku sehat pada laki-laki sangat ditentukan oleh dukungan sosial teman
sebaya dan self-efficacy yang dibuktikan dengan nilai R sebesar 0,949 dan R Square
sebesar 0,900. Sedangkan pada perempuan pengaruh dukungan sosial teman sebaya
dan self-efficacy memiliki subangan yang lebih sedikit terhadap perilaku sehat yaitu
dengan R sebesar 0,334 dan R Square sebesar 0,112.
Tabel 4. Hasil Kategorisasi
Variabel Skor Rerata Empirik Kriteria
Dukungan soaial teman
sebaya
33,25 – 61,74 61.570 Sedang
Self-efficacy 26,25 – 48.74 50.181 Tinggi
Perilaku Sehat 107,25 - 132 110.494 Tinggi
Berdasarkan hasil analisis data empirik variabel dukungan sosial teman sebaya
didapatkan hasil rerata empiric (RE) sebesar 61,570 artinya variabel dukungan sosial
teman sebaya pada subjek tergolong sedang. Variabel self-efficacy didapatkan hasil
rerata empiric (RE) sebesar 50,181 yang artinya variabel self-efficacy pada subjek
tergolong tinggi. Variabel perilaku sehat didapatkan hasil rerata empiric (RE) sebesar
10,494 yang artinya variabel perilaku sehat pada subjek tergolong tinggi.
3.2 Pembahasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa dukungan
sosial teman sebaya, self-eficacy mempengaruhi perilaku sehat pada mahasiswa
kesehatan dengan variabel sertaan perbedaan jenis kelamin. Berdsarkan hasil analisis
dengan menggunakan teknik regresi linier berganda diperoleh hasil nilai signifikansi
yaitu 0,000 yang menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial teman sebaya, self-
efficacy dan jenis kelamin kontribusi terhadap perilaku sehat pada mahasiswa
kesehatan. Dengan demikian hipotesis mayor menyebutkan bahwa ada keterkaitan
antara dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy terhadap perilaku sehat pada
9
mahasiswa kesehatan, diterima. Dalam penelitian ini variabel dukungan sosial teman
sebaya memberikan sumbangan sebesar 49% sedangkan sisanya 51% adalah self-
efficacy.
Perilaku sehat adalah semua aktivitas yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Faktor dalam membentuk perilaku sehat dibedakan
menjadi dua, yaitu internal saalah satunya self-efficacy dan eksternal salah satunya
dukungan sosial teman sebaya (Notoatmodjo, 2007).
Dari hasil analisis diketahui bahwa variabel dukungan sosial teman sebaya
berpengaruh terhadap perilaku sehat dengan nilai signifikansi 0,000 yang artinya
terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial teman
sebaya dengan perilaku sehat. Hal ini dikarenakan manusia tidak bisa lepas dari
pengaruh lingkungan dimana mereka tinggal sehingga dukungan sosial sangat
berperan penting dalam kehidupan manusia. Dukungan sosial merupakan bagian dari
jaringan komunikasi dan fungsi dari ikatan sosial yang menggambarkan kualitas
hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dianggap sebagai aspek kepuasan
secara emosional dalam kehidupan individu. Dukungan sosial yang diterima dapat
membuat individu merasa dicintai, diperhatikan, dihargai, percaya diri, tenang,
diperhatikan, dicintai dan kompeten. Hal ini didukung oleh Khan (2011)
menggunakan model pendidikan teman sebaya dapat meningkatkan kepercayaan diri,
sikap, dan perilaku terhadap makan sehat dan olahraga. Hal senada juga dikemukakan
oleh Verheijden (2005) bahwa dukungan sosial penting untuk mencapai perubahan
dalam faktor risiko penyakit. Dukungan teman sebaya sangat efektif untuk
mengelola isu-isu kesehatan dalam konteks mendukung secara sosial dan potensi
dukungan teman sebaya sangat besar untuk mengatasi tingginya prevalensi merokok
pada populasi rentan (Ford, 2013). Santrock (2008) mengemukakan salah satu faktor
yang mempengaruhi dukungan sosial adalah dukungan teman bergaul. Hal inilah
yang menyebabkan mengapa variabel dukungan sosial teman sebaya memiliki
pengaruh yang besar terhadap perilaku sehat.
10
Artinya semakin tinggi mahasiswa menerima dukungan sosial teman sebaya
seperti saling tolong menolong, adanya pemberian nasihat, adanya pengarahan,
memberikan dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik dan adanya
pengakuan maka semakin besar pula peningkatan perilaku sehat yang dilakukan oleh
mahasiswa.
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi linier berganda
menunjukan bahwa variabel self-efficacy juga sangat berpengaruh terhadap perilaku
sehat, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,000 yang artinya ada hubungan
positif yang sangat signifikan terhadap perilaku sehat pada mahasiswa. Hal ini
dikarenakan self-efficacy adalah salah satu faktor internal pembentuk perilaku sehat
yang besar sumbangannya (Notoatmodjo, 2007). Self-efficacy adalah keyakinan
seseorang untuk melakukan kontrol tindakan sehingga dapat membentuk perilaku
yang menunjang kesehatan. Vakili (2011) menemukan bahwa model promosi
kesehatan interpersonal dengan menekankan self-efficacy dapat memberikan
pengaruh yang besar terhadap komitmen dan perencanaan aktifitas perilaku kesehatan
pada siswa, yaitu memberikan sumbangan 65,1%. Abusabha (1997) juga
membenarkan bahwa self-efficacy telah berulang kali menjadi prediktor utama untuk
perubahan perilaku sehat dan perubahan gizi, serta memberikan pengaruh sebesar
50% dari variabel lain. Hasil peneilitian lainnya mengemukakan bahwa pasien yang
memiliki self-efficacy tinggi cenderung melaporkan perubahan yang lebih baik terkait
dengan kontrol kesehatan (Sarkar, 2006). Hal inilah yang menyebabkan mengapa
variabel self-efficacy juga memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku sehat.
Self-efficacy menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan seseorang dalam
menjalankan aktivitasnya dan seberapa lama dapat bertahan dalam menghadapi
kesulitan yang dialami serta seberapa fleksibel seseorang dapat menghadapi sesuatu
yang berlawanan dengan keyakinan yang dimilikinya. Adanya self-efficacy membuat
mahasiswa mempunyai keinginan yang besar untuk melakukan perilaku sehat dan
menjalankan pola hidup sehat. Menurut Bandura (disitasi Alwisol, 2009). Cervone
(2012), Zarina, 2001 (disitasi Ridhoni, 2013) mahasiswa yang memiliki self-efficacy
11
yang tinggi seperti cenderung memilih untuk berusaha mengerjakan tugas yang sulit,
gigih dalam berusaha, tetap tenang dan tidak cemas saat menghadapi tugas, merasa
yakin akan berhasil dan mampu, memiliki kinerja yang tinggi.
Dari hasil analisis juga diperoleh hasil bahwa ada perbedaan jenis kelamin
antara dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy dan perilaku sehat pada
mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi 0,001. Temuan lain dalam
penelitian ini adalah perempuan memiliki tingkat dukungan sosial teman sebaya,
self-efficacy dan perilaku sehat lebih tinggi daripada laki-laki dibuktikan dengan hasil
rerata perempuan lebih tinggi daripada laki-laki yaitu variabel perilaku sehat
110,4937, variabel dukungan sosial teman sebaya 61,5696, variabel Self-efficacy
50,1814. Hal ini didukung Dari berbagai macam hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan & Mulyati (2004), Merwe (2004), Rambod (2010), Gracia & Herrero
(2012) dan Ayuningtyas (2014) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan dukungan
sosial antara laki-laki dan perempuan, karena laki-laki cenderung kurang
mengungkapkan apa yang dibutuhkannya sedangkan perempuan sebaliknya. Ada
perbedaan dukungan sosial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan baik secara
fisik, fisiologis, sifat maupun perilaku sehingga memunculkan tingkah laku berbeda
terhadap lingkungan. Inilah yang menyebabkan perempuan memiliki dukungan sosial
yang lebih tinggi daripada laki-laki. Bandura (1997) mengemukakan bahwa
perempuan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi dalam mengelola
perannya. Zimmerman (disitasi Bandura, 1997) mengemukakan wanita lebih unggul
dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria. Dalam hal kaitannya dengan
perilaku sehat perempuan lebih unggul daripada laki-laki hal ini karena dalam budaya
timur anak perempuan dalam keseharian lebih diwajibkan untuk menjaga kebersihan
diri dan lingkungannya. Kwureh (2016) mengungkapkan bahwa Perbedaan jenis
kelamin berpengaruh terhadap perilaku sehat, ditemukan bahwa siswa laki-laki
memiliki resiko 8.3 kali kurang baik dalam berperilaku sehat dibandingkan dengan
siswa perempuan. Hal senada juga diungkapkan oleh Khumayra & Sulisno (2012)
bahwa perempuan cenderung berperilaku sehat lebih baik daripada laki-laki.
12
Keterkaitan antar variabel dapat dijelaskan dengan Teori Health Belief Model
(HBM) yaitu perubahan prilaku kesehatan dan model psikologis dikembangkan oleh
Rosenstock (1966) untuk mempelajari dan mempromosikan peningkatan pelayanan
kesehatan. Teori HBM didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan
mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan kesehatan. Adapun faktor
penting dalam HBM yaitu self-efficacy seperti perceived susceptibility (kerentanan
yang dirasakan/ diketahui), perceived severity (bahaya/ kesakitan yang dirasakan),
perceived benefit of action (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang diambil),
perceived barrier to action (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil),
cues to action (isyarat untuk melakukan tindakan) dan adanya dorongan dalam
lingkungan individu yang merubah perilaku. Yang artinya perilaku sehat dapat terjadi
apabila mahasiswa mendapatkan dorongan dan dukungan dari teman sebaya serta
memiliki keyakinan bahwa mereka mampu untuk melakukan perilaku sehat dan
menjalankan pola hidup sehat.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara empiris ada
keterkaitan antara dukungan sosial teman sebaya dan self-efficacy dengan perilaku
sehat pada mahasiswa kesehatan dibuktikan dengan nilai p 0,000 dan koefisien
korelasi 0,330. Ada hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan
perilaku sehat dengan sumbangan efektif 16,4%, yang artinya semakin banyak
mahasiswa menerima dukungan sosial maka perilaku sehat akan terwujud. Ada
hubungan positif antara self-efficacy dengan perilaku sehat dengan sumbangan efektif
17,1%, artinya semakin besar mahasiswa memiliki keyakinan mereka mampu untuk
bisa berperilaku sehat maka pola perilaku hidup sehat akan terwujud. Ada perbedaan
jenis kelamin antara dukungan sosial teman sebaya, self-efficacy dan perilaku sehat,
perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada laki-laki.
Berdasarkan hasil data penelitian yang telah dikemukakan, ada beberapa saran
yang dapat diajukan sebagai tindak lanjut penelitian ini. Beberapa sran yang diajukan
13
adalah: 1) Bagi Siswa, diharapkan mahasiswa kesehatan lebih memahami tentang
perilaku sehat, sehingga dapat meningkatkan hal-hal yang terkait dengan peningkatan
perilaku sehat terutama untuk mahasiswa laki-laki. Mahasiswa laki-laki sebaiknya
lebih belajar untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dapat menjalin hubungan
yang lebih baik dengan teman atau sehabat guna untuk saling mendukung terkait
dengan perubahan perilaku sehat; 2) Bagi Pihak Instansi Terkait, bagi wali kelas atau
kaprodi dapat merencanakan kegiatan seperti outbond bagi mahasiswa kesehatan
untuk menjalin hubungan kedekatan yang lebih baik lagi bagi siswa dan para guru
guna untuk mempertahankan perilaku sehat atau bahkan lebih meningkatkan perilaku
sehat; 3) Bagi Pemerintah, bagi Instansi pemerintah, dapat memberikan informasi
seberapa besar peranan dukungan sosial, self-efficacy terhadap perilaku sehat, serta
dapat dijadikan masukan untuk membentuk kebijakan melakukan langkah-langkah
yang diperlukan dalam meningkatkan perilaku sehat bagi masyarakat; 4) Bagi
Peneliti Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan reverensi penelitian
selanjutnya untuk meningkatkan perilaku sehat yang terkait dengan dukungan sosial
teman sebaya, self-efficacy dan perbedaan jenis kelamin; 5) Bagi Masyarakat, dapat
menambah pengetahuan khususnya psikologi kesehatan dan dapat menjadi acuan
untuk meningkatkan perilaku sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Abusabha, R., & Chterberg, C. (1997). Review Of Self-Efficacy And Locus Of
Control For Nutrition- And Health-Related Behavior. Journal of the American
Dietetic Association, 97(10).
Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.
Amadea, A. (2016, Agustus 24). Le minerale dan idi ajak masyarakat indonesia ubah
pola hidup sehat. Diunduh dari http://www.money.id/
14
Ayuningtyas Heny, (2014). Perbedaan dukungan Kebutuhan Sosial Antara Laki Laki
dan Perempuan Pada Pasien Penderita Gagal Ginjal di RSU DR.
MOEWARDI. Naskah Publikasi. UMS
Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Azrul Azwar. (2010). Pengantar administrasi kesehatan (ed. 3). Jakarta: Binarupa
Aksara.
Fishbein, M., & Middlestadt, S.E., (1989). Using Theory of Reasoned Action as a
Framework for Understanding and changing AIDS- Related Behaviors, In :
Mays, V.M.; Albee, G.W. & Schneider, S.F, (Eds), Primary Prevention of
AIDS: Psychological Approaches, (Series Primary Prevention of
Psychopathology vol. XIII) London: Sage Publications.
Gracia, E & Herrero, J. (2014). Personal and Situational Determinants Of
Relationship-Specific Preception. Journal Social Behavior and Personality,
Vol. 32, No. 5, Hal 459-476.
Hadi, Sutrisno. (2002). Metodologi Riset. Yogyakarta: Andi Ofset.
Istiningtyas, A. (2010). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Tentang Gaya
Hidup Sehat Dengan Perilaku Gaya Hidupsehat Mahasiswa Di Psik Undip
Semarang. jurnal KESMADASKA, Vol, 1. No,1. 18-25.
Jogiyanto, (2007). Sistem Informasi Keperilakuan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi
Offset.
Khumayra Husni, Z & Sulisno Madya, (2012). Perbedaan Pengetahuan dan Sikap
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat antara Santri Putra dan Santri Putri. Jurnal
Nursing Studies. Vol. 1, No. 1, Hal 197-201.
Majra, J. (2013). Do Our Medical Colleges Inculcate Health-Promoting Lifestyle
Among Medical Students: A Pilot Study from Two Medical Colleges from
Southern India. Journal of Preventive Medicine, Vol 4, No 4. Hal, 425-429.
Mays, V. M., Ly, L., Allen, E., & Young, S. (2009). Engaging Student Health
Organizations in Underserved Communities through Volunteerism:
15
Merwe, J. (2004). Family Needs Following Adult Traumatic Brain Injury. Clinical
Psychology: University Of Port Elizabeth
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sarkar, U., Fisher, L., & Schillinger, D. (2006). Is Self-Efficacy Associated With
Diabetes Self-ManagementAcross Race/Ethnicity and Healtli Literacy?
Vakili, M., Rahaei, Z., Nadrian, H., & YarMohammadi, P. (2011). Determinants Of
Oral Health Behaviors Among High School Students In Shahrekord, Iran
Based On Health Promotion Model. Journal of Dental Hygiene, Vol, 85. No,
1.
top related