kerangka analisa regulasi kebijakan penataan...
Post on 06-Feb-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
HASIL ANALISA REGULASI KEBIJAKAN PENATAAN RUANG
DISUSUN SEBAGAI BAHAN ADVOKASI KEBIJAKAN LINGKUNGAN DI CEKUNGAN BANDUNG
DISUSUN OLEH
DADAN RAMDHAN
PERKUMPULAN INISIATIF
BANDUNG
2007
2
HASIL ANALISA REGULASI KEBIJAKAN PENATAAN RUANG
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses PERENCANAAN
TATA RUANG Undang-Undang
Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun
1992
Tentang
Penataan Ruang
PASAL 14
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a. keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan fungsi budi daya dan
fungsi lindung, dimensi waktu,
teknologi, sosial budaya, serta fungsi
pertahanan keamanan;
b. aspek pengelolaan secara terpadu
berbagai sumber daya, fungsi dan
estetika lingkungan, serta kualitas
ruang.
(2) Perencanaan tata ruang
mencakup perencanaan struktur dan
pola pemanfaatan ruang, yang
meliputi tata guna tanah, tata guna
air, tata guna udara, dan tata guna
sumber daya alam lainnya.
(3) Perencanaan tata ruang yang
berkaitan dengan fungsi pertahanan
keamanan sebagai subsistem
perencanaan tata ruang, tata cara
penyusunannya diatur dengan
peraturan perundang- undangan.
Undang-Undang ini
berada dalam proses
amandemen, secara
subtansi Undang-undang
memiliki kelamahan, salah
satunya adalah belum
terakomodirnya subtansi
sanksi bagi pelanggar tata
ruang ini.
Peraturan
Pemerintah No.
69 Tahun 1996
Tentang :
Pelaksanaan Hak
Dan Kewajiban,
Serta
Bentuk Dan Tata
Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam
Bentuk Peran Serta Masyarakat
Dalam Penataan Ruang
Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
Pasal 12
Peran serta masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I dapat
berbentuk:
a. pemberian masukan dalam
Tata Cara peran
Masyarakat
Pasal 24
(1) Tata cara peran serta
masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang
wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12
1. Masyarakat belum
dilibatkan dalam
proses perencanaan
penyusunan
penataan ruang di
tingkat Propinsi
2. Rendahnya akses
masyarakat terhadap
dokumen kebijakan
1. Masyarakat belum
secara penuh
dilibatakan dalam
proses perencanaan
tata ruang.
2. Pemerintah tidak
melakukan sosialisasi
kepada masyarakat
terkait dengan
3
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Penataan Ruang penentuan arah pengembangan
wilayah yang akan dicapai;
b. pengidentifikasian berbagai potensi
dan masalah pembangunan, termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas
ruang di wilayah, dan termasuk pula
perencanaan tata ruang kawasan;
bantuan untuk merumuskan
perencanaan tata ruang wilayah
propinsi Daerah Tingkat I;
d. pemberian informasi, saran,
pertimbangan, atau pendapat dalam
penyusunan penyusunan strategi dan
struktur pemanfaatan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I;
e. pengajuan keberatan terhadap
rancangan Rencana Tata Ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
f. kerja sama dalam penelitian dan
pengembangan; dan atau
g. bantuan tenaga ahli.
dilaksanakan dengan
pemberian
saran,pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan,
masukan terhadap informasi
tentang arah pengembangan,
potensi dan masalah, serta
rancangan Rencana Tata
Ruang wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I.
(2) Penyampaian saran,
pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan atau
masukan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara lisan atau
tertulis kepada Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara peran
serta masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur oleh Menteri
Dalam Negeri.
penataan ruang
dalam beberapa level
pemerintahan
3. Rendahya
pengetahuan
masyarakat terhadap
berbagai produk
kebijakan tata ruang
4. Dokumen Kebijakan
tidak bias diakses
oleh masyarakat
berbagai kebijakan tata
ruang
Kasus KBU :
Masyarakat tidak
dilibatakan dalam
proses perencanaan
kebijakan Tata ruang.
Bentuk Peran Serta Masyarakat
Dalam Penataan Ruang
Wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II
Pasal 15
Peran serta masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II dapat berbentuk:
a. pemberian masukan untuk
Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam
Penataan Ruang
Wilayah
Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II
Pasal 27
(1) Tata cara peran serta
masyarakat dalam proses
perencanaan tata
ruang wilayah
1. Masyarakat di level
kabupaten belum
dilibatkan dalam
proses perencanaan
penyusunan penataan
ruang di tingkat
kabupetan dan kota
2. Rendahnya akses
masyarakat terhadap
dokumen kebijakan
penataan ruang dalam
Kasus-kasus yang terjadi
di Kawasan Bandung
Utara hanya menjadikan
masyarakat menjadi
penonton dan objek.
Berbagai gejolak
penolakan masyarakat
muncul karena
masyarakat tidak
dilibatkan di tingkat
perencanaan.
4
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
menentukan arah pengembangan
wilayah yang akan dicapai;
b. pengidentifikasian berbagai potensi
dan masalah pembangunan termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas
ruang wilayah, termasuk perencanaan
tata ruang kawasan;
c. pemberian masukan dalam
merumuskan perencanaan tata ruang
wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II;
d. pemberian informasi, saran,
pertimbangan, atau pendapat dalam
penyusunan strategi pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II;
e. pengajuan keberatan terhadap
rancangan Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II;
f. kerja sama dalam penelitian dan
pengembangan; dan atau
g. bantuan tenaga ahli.
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dan
dalam penyusunan rencana
rinci tata
ruang kawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18
dilaksanakan
dengan pemberian saran,
pertimbangan, pendapat,
tanggapan,
keberatan, masukan terhadap
informasi tentang arah
pengembangan,
potensi dan masalah, serta
rancangan Rencana Tata
Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
(2) Penyampaian saran,
pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan
atau masukan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara lisan atau
tertulis kepada
Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah
Tingkat II.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara peran
serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri Dalam
Negeri.
beberapa level
pemerintahan
kabupaten dan kota
3. Rendahya pengetahuan
masyarakat terhadap
berbagai produk
kebijakan tata ruang
4. Masyarakat menjadi
pihak yang kena
dampak dari kebijakan
tata ruang yang ada.
5. Perlu dicari dokumen
operasional Mendagri
mengenai TCPSM
dalam penataan ruang
Masyarakat di KBU tidak
dilibatkan dalam proses
pengembangan KBU
5
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Peraturan
pemerintah No 27
tahun 1999
tentang analisis
mengenai dampak
lingkungan
Pasal 2 :
(1) Analisis mengenai dampak
lingkungan hidup merupakan bagian
kegiatan studi kelayakan rencana
usaha dan/atau kegiatan.
(2) Hasil analisis mengenai dampak
lingkungan hidup digunakan sebagai
bahan perencanaan pembangunan
wilayah.
(3) Penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dapat
dilakukan melalui pendekatan studi
terhadap kegiatan tunggal, terpadu
atau kegiatan dalam kawasan.
(2) Jenis usaha dan/atau
kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang
wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan
hidup ditetapkan oleh Menteri
setelah mendengar dan
memperhatikan saran dan
pendapat Menteri lain
dan/atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen
yang terkait.
(3) Jenis usaha dan/atau
kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat
ditinjau kembali sekurang-
kurangnya dalam waktu 5
(lima) tahun.
(4) Bagi rencana usaha
dan/atau kegiatan di luar usaha
dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib
melakukan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup
yang pembinaannya berada
pada instansi yang membidangi
usaha dan/atau kegiatan.
(5) Pejabat dari instansi yang
berwenang menerbitkan izin
melakukan usaha dan/atau
kegiatan wajib mencantumkan
upaya pengelolaan lingkungan
1. Sebagian kegiatan
pengembangan usaha
yang ada di KBU oleh
sekitar 115
Pengembang sebagai
pemrakarsa belum
memiliki dokumen
kajian Amdal sebagai
password untuk
kegiatan usaha.
2. Keberadaan komisi
penilai Amdal masih di
dominasi oleh pihak
pemerintah baik pusat
maupun daerah
3. Rendahnya akses
masyarakat dalam
menyusun dokumen
Amdal
1. Rendahnya akses
masyarakat untuk
memberikan masukan
terhadap penyusunan
dokumen Amdal
2. proses penyusunan
Amdal tidak
melibatkan masyarakat
3. pemerintah melakukan
manipulasi proses
penyusunan Amdal
atas nama masyarakat.
6
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup dalam izin
melakukan usaha dan/atau
kegiatan.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan
kewajiban upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan oleh
instansi yang membidangi
usaha dan/atau kegiatan
setelah mempertimbangkan
masukan dari instansi yang
bertanggung jawab.
Pasal 7
(1) Analisis mengenai dampak
lingkungan hidup merupakan
syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan izin
melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang.
(2) Permohonan izin
melakukan usaha dan/atau
kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh pemrakarsa
kepada pejabat yang
berwenang menurut peraturan
1. Pihak Pengembang di
KBU belum memiliki
RKL dan RPL
sebagai bagian dari
dokumen AMDAL
2. Terjadinya praktek-
praktek manipulasi
dan penyelahgunaan
wewenang yang
dilakukan oleh
pejabat yang
berkepantingan
dalam tata ruang
7
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
perundang-undangan yang
berlaku dan wajib
melampirkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup
suatu usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (2) yang
diberikan oleh instansi yang
bertanggungjawab.
(3) Pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mencantumkan syarat
dan kewajiban sebagaimana
ditentukan dalam rencana
pengelolaan lingkungan hidup
dan rencana pemantauan
lingkungan hidup sebagai
ketentuan dalam izin
melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkannya.
(4) Ketentuan dalam izin
melakukan usaha dan/atau
kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib
dipatuhi dan dilaksanakan oleh
pemrakarsa, dalam
menjalankan usaha dan/atau
kegiatannya. BAB III
TATA LAKSANA
Bagian Pertama
Kerangka Acuan
1. Komisi Penilai amdal
masih memiliki
keberpikan kepada
pemerintah terbukti
dengan semakin
meluasnya kegiatan
8
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Pasal 14
(1) Kerangka acuan sebagai
dasar pembuatan analisis
dampak lingkungan hidup
disusun oleh pemrakarsa.
(2) Kerangka acuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh
Kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak
lingkungan.
Pasal 15
(1) Kerangka acuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) disampaikan
oleh pemrakarsa kepada
instansi yang bertanggung
jawab, dengan ketentuan :
a. di tingkat pusat : kepada
Kepala instansi yang
ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan
melalui komisi penilai
pusat; b. di tingkat daerah :
kepada Gubernur melalui
komisi penilai daerah
tingkat I.
usaha yang berdampak
burik pada lingkungan.
2. Mandulnya/ tidak
berfungsinya instansi
pemerintah yang
berwenang dalam
mengendalikan
kerusakan lingkungan
seperti BPLHD, DLH
baik kabupaten/kota
maupun propinsi
9
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
(2) Komisi penilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib
memberikan tanda bukti
penerimaan kepada
pemrakarsa dengan
menuliskan hari dan tanggal
diterimanya kerangka acuan
pembuatan analisis dampak
lingkungan hidup. Pasal 17
(1) Pemrakarsa menyusun
analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup,
berdasarkan kerangka acuan
yang telah mendapatkan
keputusan dari instansi yang
bertanggung jawab.
(2) Penyusunan analisis
dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup,
berpedoman pada pedoman
penyusunan analisis dampak
lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup,
dan rencana pemantauan
lingkungan hidup yang
ditetapkan oleh Kepala
instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak
Pihak Pemrakarsa tidak
melakukan proses
penyusunan Dokumen
Amdal seperti yang
dialami oleh pihak
pengembang yang ada di
Kawasan Bandung Utara
10
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
lingkungan.
Pasal 18
(1) Analisis dampak lingkungan
hidup,rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup,
diajukan oleh pemrakarsa
kepada :
a. di tingkat pusat :
Kepala instansi yang
ditugasi
mengendalikan
dampak lingkungan
melalui komisi penilai
pusat; b. di tingkat daerah :
Gubernur melalui
komisi penilai daerah
tingkat I.
(2) Komisi penilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib
memberikan tanda bukti
penerimaan kepada
pemrakarsa dengan
menuliskan hari dan tanggal
diterimanya analisis dampak
lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup,
dan rencana pemantauan
lingkungan hidup sebagaimana
11
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 19
(1) Analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup
dinilai :
a. di tingkat pusat : oleh
komisi penilai pusat;
b. di tingkat daerah : oleh
komisi penilai daerah.
(2) Instansi yang bertanggung
jawab menerbitkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup
suatu usaha dan/atau kegiatan
berdasarkan hasil penilaian
analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan
lingkungan dan rencana
pemantauan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib dicantumkan
dasar pertimbangan
dikeluarkannya keputusan itu,
12
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
dan pertimbangan terhadap
saran, pendapat, dan
tanggapan yang diajukan oleh
warga masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (1).
Pasal 33
(1) Setiap usaha dan/atau
kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) wajib diumumkan terlebih
dahulu kepada masyarakat
sebelum pemrakarsa
menyusun analisis mengenai
dampak lingkungan hidup.
(2) Pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh instansi yang
bertanggung jawab dan
pemrakarsa.
(3) Dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kerja sejak
diumumkannya rencana usaha
1. Proses penyusunan
Amdal yang dilakukan
oleh pengusaha
/pengembang tidak
melibatkan masyarakat
sebagai pihak yang
terkena dampak dari
kegiatan usaha.
2. masyarakat hanya jadi
penonton dalam
penyusunan dokumen
AMDAl
13
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), warga
masyarakat yang
berkepentingan berhak
mengajukan saran, pendapat,
dan tanggapan tentang akan
dilaksanakannya rencana usaha
dan/atau kegiatan.
(4) Saran, pendapat, dan
tanggapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
diajukan secara tertulis kepada
instansi yang bertanggung
jawab.
(5) Saran, pendapat, dan
tanggapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib
dipertimbangkan dan dikaji
dalam analisis mengenai
dampak lingkungan.
(6) Tata cara dan bentuk
pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), serta
tata cara penyampaian saran,
pendapat, dan tanggapan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan oleh
Kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak
lingkungan.
14
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Pasal 34
(1) Warga masyarakat yang
berkepentingan wajib
dilibatkan dalam proses
penyusunan kerangka acuan,
penilaian kerangka acuan,
analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup.
(2) Bentuk dan tata cara
keterlibatan warga masyarakat
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak
lingkungan.
Pasal 35
(1) Semua dokumen analisis
mengenai dampak lingkungan
hidup, saran, pendapat, dan
tanggapan warga masyarakat
yang berkepentingan,
kesimpulan komisi penilai, dan
keputusan kelayakan
lingkungan hidup dari usaha
dan/atau kegiatan bersifat
terbuka untuk umum.
(2) Instansi yang bertanggung
jawab wajib menyerahkan
15
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada
suatu lembaga dokumentasi
dan/atau kearsipan. Keputusan Menteri
Permukiman dan
Prasarana
Wilayah no.
327/KPTS/M/2002
tanggal 12 Agustus
2002 ini berisi
pedomen penyusunan
ketentuan umum,
proses dan
mekanisme
penyusunan RTRW
Propinsi,
Penyusunan RTRW Propinsi
perlu melibatkan organisasi
kemasyarakatan yang umumnya
berupa representasi dari unsur-unsur
masyarakat dan
berfungsi sebagai wadah bagi
penyaluran aspirasi masyarakat.
Contoh dari lembaga-lembaga non-
formal adalah LSM, Forum
Pemerhati Penataan Ruang, dan
organisasi kemasyarakatan
lainnya.
Dalam proses penyusunan
RTRW Propinsi, peran serta
masyarakat harus terlibat
dalam seluruh proses dimulai
dari tahap persiapan sampai
pada tahap pengesahan. Untuk
itu, Pemerintah Propinsi harus
selalu mengundang
representasi masyarakat
(misal: anggota DPRD, LSM,
Forum Kota, tokoh
masyarakat, perguruan tinggi,
ikatan profesi) untuk ikut
terlibat dalam setiap tahapan
penyusunan RTRW Propinsi.
3.3.1 Peran Serta
Masyarakat dalam
Persiapan Penyusunan
Wujud peran serta
masyarakat dalam persiapan
penyusunan dimulai dengan
mengetahui penyusunan
RTRW Propinsi melalui
pengumuman. Pengumuman
tersebut menjadi
kewajiban dari pihak
Pemerintah Propinsi, dan
dapat dilakukan
melalui media cetak, media
elektronik, dan forum
pertemuan.
16
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
3.3.2 Peran Serta
Masyarakat dalam
Penyusunan Rencana
Peran serta masyarakat dalam
tahap penyusunan rencana
dapat dilakukan pada langkah-
langkah penentuan arah
pengembangan, identifikasi
potensi dan masalah
pembangunan, perumusan
rencana, hingga penetapan
rencana (melalui DPRD
Propinsi). Peran serta tersebut
berbentuk pemberian saran,
pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan, atau
masukan serta pemberian data
atau informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Tindak lanjut dari masukan
tersebut menjadi kewajiban
dari pihak Pemerintah Propinsi
yang dapat diwujudkan melalui
pembahasan yang dilakukan
dalam forum pertemuan yang
lebih luas dengan melibatkan
para pakar dan tokoh
masyarakat bersama
pemerintah Propinsi. Instansi
yang berwenang selanjutnya
menyempurnakan Rancangan
RTRW Propinsi dengan
memperhatikan saran,
pertimbangan, pendapat,
17
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
tanggapan, keberatan, atau
masukan dari masyarakat dan
hasil pembahasan dalam forum
pertemuan.
Keputusan
menteri Negara
Lingkungan Hidup
No
35/Menlh/12/1998
Penetapan Wilayah Bandung
utara sebagai :
1. pemasok air dan pengendali tata
air
2. penghasil friduksi pertanian dalam
arti luas
3. konservasi sumber daya alam
hayati
Adanya 115 pengembang
dikawasan Bandung Utara
melakukan uasa di
kawasan yang telah
mengubah fungsi lahan di
KBU.
Perda No 2 tahun
2003 mengenai
RTRW Propinsi
Jawa Barat
Pasal 85
(1) Peran serta masyarakat dalam
proses perencanaan dilakukan
melalui pemberian informasi
berupa data, bantuan pemikiran dan
keberatan, yang disampaikan dalam
bentuk dialog,
angket, internet dan melalui media
lainnya baik langsung maupun tidak
langsung.
Peraturan Daerah
Kota Bandung
Nomor 02 Tahun
2004
Rencana Tata
Ruang Wilayah
(Rtrw)
Kota Bandung
Pasal 106
(1) Peran serta masyarakat dalam
proses perencanaan dilakukan
melalui pemberian informasi berupa
data, bantuan
pemikiran dan keberatan, yang
disampaikan dalam bentuk
dialog, angket, internet dan melalui
media lainnya baik
langsung maupun tidak langsung.
18
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Rencana Kawasan
Pasal 36
(1) Rencana pola pemanfaatan
kawasan lindung sebagaimana
dimaksud pada Pasal 13 ayat (1)
meliputi:
a. kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan pelestarian alam;
d. kawasan cagar budaya.
(2) Kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan
bawahannya sebagaimana
dimaksud pada huruf a ayat (1)
Pasal ini adalah wilayah
Bandung Utara.
(3) Kawasan perlindungan setempat
yang berfungsi pula sebagai RTH
sebagaimana dimaksud pada huruf b
ayat (1)
Pasal ini, meliputi:
a. jalur sempadan sungai;
b. kawasan sekitar danau
buatan/bendungan;
c. kawasan sekitar mata air;
d. jalur sempadan jalan kereta api;
e. kawasan di bawah saluran udara
tegangan tinggi;
f. sempadan jalan dan jalan bebas
hambatan;
g. taman kota, taman lingkungan dan
pemakaman umum.
Telah terjadinya
penyimpangan dan alih
fungsi lahan di kawasan
KBU oleh kegiatan
pengembangan kawasan
yang dilakukan oleh
investor
19
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Pasal 68
Rencana daya dukung dan daya
tampung lingkungan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 35 ayat (1)
mencakup:
a. pengendalian pemanfaatan ruang
dan sumberdaya alam di wilayah
Bandung Utara karena ada
kecenderungan perkembangan
perumahan ke wilayah utara yang
merupakan kawasan lindung;
Praktek yang terjadi
pemerintah propinsi
maupun kabupaten/kota
tidak bisa mengendalikan
kegiatan usaha di KBU
yang telah merusak fungsi
kawasan lindung.
Perda No 12
tahun 2001 RTRW
Kabupaten
Bandung
Pasal 10
(3) Pengelolaan kawasan tertentu
(Kawasan Industri Cipeundeuy,
Kawasan Tegalluar, Kawasan
Bandung Utara) sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 ayat (2)
huruf b dilaksanakan melalui :
Peningkatan koordinasi, integrasi,
dan sinergi perencanaan,
pemograman, dan pelaksanaan
pengelolaan pada kawasan
tertentu secara partisipatif ;
Pengembangan jaringan kerja dan
sinergi antar pelaku, serta sumber
daya ;
Pengarahan pola investasi baik
pemerintah, swasta, maupun
masyarakat untuk meningkatkan
pembangunan kawasan ;
Pengendalian dan pemanfaatan di
kawasan tertentu, serta
penerapan rekayasa
teknis/teknologi di dalam
pemanfaatan ruang di kawasan
1. Terbukti pemerintah
kabupaten tidak bisa
mengendalikan
perkembangan
kegiatan usaha yang
dilakukan oleh
pengembang.
2. Pemerintah Kabupaten
tidak bisa
mengendalikan
kerusakan lingkungan
yang terjadi di KBU
20
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
tertentu. PEMANFAATAN
TATA RUANG Undang-Undang
Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun
1992
Tentang
Penataan Ruang
Pasal 16 (1) Dalam pemanfaatan ruang
dikembangkan:
a. pola pengelolaan tata guna tanah,
tata guna air, tata guna udara, dan
tata guna sumber daya alam lainnya
sesuai dengan asas penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b. perangkat yang bersifat insentif
dan disinsentif dengan menghormati
hak
penduduk sebagai warganegara.
Penjelasan:
Hak penduduk sebagai warganegara
meliputi pengaturan
atas harkat dan martabat yang sama,
hak memperoleh, dan
mempertahankan ruang hidupnya.
Dalam rangka menghormati hak
penduduk sebagai warga negara,
pengembangan perangkat insentif dan
disinsentif dalam pemanfaatan ruang
tidak boleh mengurangi hak
penduduk sebagai warganegara.
Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun
2004
Tentang
Penatagunaan
Tanah
Pasal 13
1. Penggunaan dan pemanfaatan
tanah di kawasan lindung atau
kawasan budidaya harus sesuai
dengan fungsi kawasan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah.
2. Penggunaan dan pemanfaatan
tanah di kawasan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh mengganggu fungsi alam,
Pasal 14
Dalam hal penggunaan dan
pemanfaatan tanah, pemegang
hak atas tanah wajib mengikuti
persyaratan yang diatur dalam
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini
Pengembangan KBU oleh
pengembang telah
melanggar KBU sebagai
Kawasan Lindung
21
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
tidak mengubah bentang alam dan
ekosistem alami.
antara lain pedoman teknis
penatagunaan tanah,
persyaratan mendirikan
bangunan, persyaratan
memanfaatkan
bangunan, persyaratan dalam
Analisis mengenai Dampak
Lingkungan, persyaratan
usaha, dan ketentuan lainnya
yang diatur dalam peraturan
perundangan-undangan.
Pasal 16
Apabila terjadi perubahan Rencana
Tata Ruang Wilayah, maka
penggunaan dan pemanfaatan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 mengikuti Rencana Tata Ruang
Wilayah yang terakhir.
Peraturan
Pemerintah No.
69 Tahun 1996
Tentang :
Pelaksanaan Hak
Dan Kewajiban,
Serta
Bentuk Dan Tata
Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam
Penataan Ruang
Pasal 13
Peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan ruang wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan dan
ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat,
atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan
pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah dan kawasan yang mencakup
lebih dari satu wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II;
c. penyelenggaraan kegiatan
pembangunan berdasarkan rencana
tata ruang wilayah dan kawasan yang
Pasal 25
(1) Tata cara peran serta
masyarakat dalam
pemanfaatan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I
dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan peran serta
masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dikoordinasi oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I.
22
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
meliputi lebih dari satu wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II;
d. perubahan atau konversi
pemanfaatan ruang sesuai dengan
Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II;
e. bantuan teknik dan pengelolaan
dalam pemanfaatan ruang; dan atau
f. kegiatan menjaga, memelihara, dan
meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan.
Pasal 16
Peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/ Kotamadya Daerah
Tingkat II dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan dan
ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat,
atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran atau
pertimbangan berkenaan dengan
wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang di kawasan
perkotaan dan perdesaan;
c. penyelenggaraan kegiatan
pembangunan berdasarkan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air,
udara, dan sumber daya alam
lainnya untuk tercapainya
pemanfaatan ruang yang berkualitas;
e. perubahan atau konversi
Pasal 28
(1) Tata cara peran serta
masyarakat dalam
pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II dilakukan sesuai
dengan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan peran serta
masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dikoordinasi oleh
Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II termasuk
pengaturannya pada tingkat
kecamatan sampai dengan
desa.
(3) Peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara
tertib sesuai dengan rencana
23
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
pemanfaatan ruang sesuai dengan
Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II;
f. pemberian masukan untuk
penetapan lokasi pemanfaatan ruang;
dan atau
g. kegiatan menjaga, memelihara, dan
meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan.
tata ruang yang telah
ditetapkan.
Pasal 19
Peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan ruang kawasan di
wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II dapat berbentuk:
a. pemanfaatan ruang daratan dan
ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat,
atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan
pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang
kawasan;
c. penyelenggaraan kegiatan
pembangunan berdasarkan rencana
rinci tata ruang kawasan;
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air,
udara, dan sumber daya alam lain
untuk tercapainya pemanfaatan ruang
kawasan yang berkualitas;
e. perubahan atau konversi
pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana rinci tata ruang kawasan;
f. pemberian usulan dalam penentuan
lokasi dan bantuan teknik dalam
pemanfaatan ruang; dan atau
Proses perencanaan
Pembangunan TPA
Citatah yang dilakukan
oleh Pemkab Bandung,
Pemkot Bandung dan
Pemkot Cimahi tidak
melibatkan masyarakat
Citatah. Sehingga muncul
reaksi penolakan terhadap
masyarakat setempat.
24
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
g. kegiatan menjaga, memelihara, dan
meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan kawasan.
Pasal 20
Peran serta masyarakat dalam
pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan di wilayah kabupaten
/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat
berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan
ruang kawasan di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II, termasuk pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang kawasan; dan atau
b. bantuan pemikiran atau
pertimbangan untuk penertiban
dalam kegiatan pemanfaatan ruang
kawasan dan peningkatan kualitas
pemanfaatan ruang kawasan.
Peraturan
pemerintah No 27
tahun 1999
tentang analisis
mengenai dampak
lingkungan
Keberadaan Komisi Amdal :
Pasal 9
(1) Komisi penilai pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
huruf a terdiri atas unsur-unsur
instansi yang ditugasi mengelola
lingkungan hidup, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan, Departemen Dalam
Negeri, instansi yang ditugasi bidang
kesehatan, instansi yang ditugasi
bidang pertahanan keamanan, instansi
1. Komisi penilai amdal
didominasi oleh pihak
pemerintah
2. posisi masyarakat
dalam komisi penilai
amdal yang lemah
25
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
yang ditugasi bidang perencanaan
pembangunan nasional, instansi yang
ditugasi bidang penanaman modal,
instansi yang ditugasi bidang
pertanahan, instansi yang ditugasi
bidang ilmu pengetahuan,
departemen dan/atau Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan
yang bersangkutan, departemen
dan/atau Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang terkait, wakil
Propinsi Daerah Tingkat I yang
bersangkutan, Wakil
Kabupaten/Walikotamadya Daerah
Tingkat II yang bersangkutan, ahli di
bidang lingkungan hidup, ahli di
bidang yang berkaitan, organisasi
lingkungan hidup sesuai dengan
bidang usaha dan/atau kegiatan yang
dikaji, wakil masyarakat terkena
dampak, serta anggota lain yang
dipandang perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
susunan anggota komisi penilai pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri Pasal 10
(1) Komisi penilai daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf b terdiri atas unsur-
unsur : Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Tingkat I,
instansi yang ditugasi mengendalikan
26
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
dampak lingkungan, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan Daerah Tingkat I, instansi
yang ditugasi bidang penanaman
modal daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertanahan di daerah, instansi
yang ditugasi bidang pertahanan
keamanan daerah, instansi yang
ditugasi bidang kesehatan Daerah
Tingkat I, wakil instansi pusat
dan/atau daerah yang membidangi
usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan, wakil instansi terkait di
Propinsi Daerah Tingkat I, wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II yang bersangkutan, pusat
studi lingkungan hidup perguruan
tinggi daerah yang bersangkutan, ahli
di bidang lingkungan hidup, ahli di
bidang yang berkaitan, organisasi
lingkungan hidup di daerah,
organisasi lingkungan hidup sesuai
dengan bidang usaha dan/atau
kegiatan yang dikaji, warga
masyarakat yang terkena dampak,
serta anggota lain yang dipandang
perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
susunan anggota komisi penilai
daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. Perda No 2 tahun
2003 mengenai
RTRW Propinsi
Jawa Barat
Peran serta masyarakat dalam proses
pemanfaatan ruang dapat dilakukan
melalui pelaksanaan
program dan kegiatan pemanfaatan
27
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
ruang yang sesuai dengan RTRWP,
meliputi :
a. pemanfaatan ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara
berdasarkan RTRWP yang
telah ditetapkan;
b. bantuan pemikiran dan
pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah;
c. bantuan teknik dan pengelolaan
dalam pemanfaatan ruang.
Penataan PKN Metropolitan Bandung
sebagaimana dimaksud dalam huruf a
Pasal 47 Peraturan
Daerah ini, dilakukan melalui
kegiatan :
a. pembangunan terminal terpadu di
Gedebage, Bandung;
b. pembangunan TPA regional
di Pasirdurung, Cicalengka;
c. peningkatan kapasitas pelayanan
Bandara Husein Sastranegara;
d. pembangunan terminal agribisnis
di Lembang, Kabupaten Bandung;
e. pengembangan IPLT di Kota
Bandung;
f. pembangunan rumah susun di Kota
Bandung;
g. peningkatan kapasitas pelayanan air
bersih di kawasan perkotaan;
h. pengembangan angkutan massal di
Metropolitan Bandung.
Sanksi Administratif
Pasal 93
28
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
(1) Sanksi administratif dikenakan
atas pelanggaran pemanfaatan ruang
yang berakibat pada
terhambatnya pelaksanaan program
pemanfaatan ruang.
(2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,
dapat berupa :
a. penghentian sementara pelayanan
administratif;
b. penghentian sementara
pemanfaatan ruang di lapangan;
c. denda administratif;
d. pengurangan luas pemanfaatan
ruang;
e. pencabutan izin pemanfaatan
ruang.
SK Gubernur KDT
I Jawa Barat No
181/SK/SK 1624-
Bapp/1982
Fungsi inti Wilayah Bandung Utara
sebagai ruang terbuka hijau dengan :
1. Peruntukan lahan hutan lindung
2. Peruntukan lahan pertanian
tanaman keras
3. Pertanian lahan non pertanian
Pengembangan KBU
sudah tidak sesuai dengan
SK yang dikeluarkan.
Perda No 12
tahun 2001
tentang
perubahan RTRW
Kabupaten
Bandung
Pasal 12
(5) e.Pengelolaan TPA Leuwigajah,
CIpatat dan Pasirdurung dapat
dikerjasamakan dengan pihak
lain
Proses pembangunan TPA
oleh PT BRIL Cipatat
mengundang reaksi
penolakan dari
masyarakat sekitar
Citatah karena beberapa
alasan :
3. proses sosialisasi
29
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
oleh pihak pemda
dan PT BRIL
dilakukan secara
sepihak kepada
perwakilan
masyarakat yang pro
terhadap rencana
TPA
4. Pemkab (kecamatan)
melakukan
kebohongan publik
dengan mengatakan
bahwa masyarakat
mengatakan setuju
dengan rencana TPA
5. PT BRILL belum
memiliki ijin
pemanfaatan lahan
TPA Citatah yang
diberikan oleh
pemkab Bandung
6. PT BRIL menutup
akses rencana
pengelolaan TPA
kepada Masyarakat.
7.
Pasal 31
(1) Kawasan pariwisata
sebagaimana tercantum pada
Pasal 30 huruf c terdiri dari :
a. SKW Lembang meliputi Situ
Lembang, Situ Umar, Taman
Bunga Cihideung,
Peneropongan Bintang
Boscha dan pengembangan
Pariwisata Terpadu di
1. Keberadaan tanah yang
akan dijadikan kawasan
wisata terpadu Baru
Ajak merupakan tanah
sengketa.
2. Jika kawasan Wisata
direalisasikan akan
mengganggu aktivitas
peneropongan Boscha.
30
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
eks Tanah baru Adjak dan
sektiarnya yang diserasikan
dengan kegiatan
Observatorium Boscha, Yung
Hun, Curug Panganten,
Curug Cimahi, perkebunan
Sukawarna dan Puncrut;
3. KWT Baru Adjak akan
berdampak pada
Pasal 60
Kegiatan pemanfaatan ruang di
daerah, peran serta masyarakat dapat
berbentuk :
a. Pemanfaatan ruang daratan, ruang
perairan, dan ruang udara
berdasarkan peraturan
perundang-undangan, dan hokum
adapt atau norma sosial yang
berlaku ;
b. Bantuan pemikiran atau
pertimbangan berkenaan dengan
wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang di kawasan
pedesaan dan perkotaan ;
c. Penyelenggaraan kegiatan
pembangunan berdasarkan
RTRW Kabupaten Bandung ;
d. Konsolidasi pemanfaatan tanah,
air, udara, dan sumber daya alam
lainnya untuk tercapainya
pemanfaatan ruang yang
berkualitas ;
e. Perubahan atau konversi
pemanfaatan ruang sesuai dengan
RTRW Kabupaten Bandung ;
f. Masukan untuk penetapan lokasi
pemanfaatan ruang, dan/atau
31
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
kegiatan menjaga, memelihara,
dan meningkatkan kelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Pasal 61
(1) Tata cara peran serta
masyarakat dalam
pemanfaatan ruang di daerah
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60, dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku ;
(2) Pelaksanaan peran serta
masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasikan oleh Bupati
termasuk pengaturannya pada
tingkat kecamatan sampai
dengan desa/kelurahan ;
(3) Peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara
tertib dengan RTRW
Kabupaten Bandung.
Perda No 2 tahun
2004 tentang
RTRW Kota
Bandung
Pasal 36
(1) Rencana pola pemanfaatan kawasan
lindung sebagaimana dimaksud pada
Pasal 13 ayat (1) meliputi:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan pelestarian alam;
d. kawasan cagar budaya.
(2) Kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan
bawahannya sebagaimana dimaksud pada
32
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses huruf a ayat (1) Pasal ini adalah wilayah
Bandung Utara.
(3) Kawasan perlindungan setempat yang
berfungsi pula
sebagai RTH sebagaimana dimaksud pada
huruf b ayat (1)
Pasal ini, meliputi:
a. jalur sempadan sungai;
b. kawasan sekitar danau
buatan/bendungan;
c. kawasan sekitar mata air;
d. jalur sempadan jalan kereta api;
e. kawasan di bawah saluran udara
tegangan tinggi;
f. sempadan jalan dan jalan bebas
hambatan;
g. taman kota, taman lingkungan dan
pemakaman umum.
Yang dimaksud dengan kawasan
yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan
bawahannya adalah
kawasan resapan air di wilayah
Bandung Utara.
Kawasan resapan air adalah daerah
yang mempunyai
kemampuan tinggi untuk meresapkan
air hujan sehingga
merupakan tempat pengisian air
bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air.
Perlindungan terhadap kawasan
resapan air, dilakukan untuk
memberikan ruang yang cukup bagi
peresapan air hujan pada daerah
tertentu untuk keperluan penyediaan
kebutuhan air tanah dan
pengendalian banjir, baik untuk
33
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
kawasan bawahannya maupun
kawasan yang bersangkutan.
Kriteria kawasan resapan air adalah:
a. kawasan dengan curah hujan rata-
rata lebih dari 1.000 mm per tahun;
b. lapisan tanahnya berupa pasir halus
berukuran minimal 1/16 mm;
c. mempunyai kemampuan
meluluskan air dengan kecepatan
lebih dari 1 meter per hari;
d. kedalaman muka air tanah lebih
dari 10 meter terhadap muka tanah
setempat;
e. kelerengan kurang dari 15 %;
f. kedudukan muka air tanah dangkal
lebih tinggi dari kedudukan muka air
tanah dalam.
Pasal 100
(1) Disinsentif khusus akan dikenakan
untuk membatasi pembangunan di
wilayah Bandung Utara dan
mengendalikan pembangunan di
wilayah Bandung Barat.
(2) Disinsentif yang dikenakan untuk
menghambat
pembangunan di wilayah Bandung
Utara adalah:
a. tidak dikeluarkan ijin lokasi baru;
b. tidak dibangun akses jalan baru
melalui kawasan Punclut;
c. tidak dibangun jaringan prasarana
baru kecuali
prasarana vital Daerah.
(2) Peran serta masyarakat dalam
proses pemanfaatan ruang
34
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
dapat dilakukan melalui pelaksanaan
program dan kegiatan
pemanfaatan ruang yang sesuai
dengan RTRW, meliputi:
a. pemanfaatan ruang daratan dan
ruang udara berdasarkan
RTRW yang telah ditetapkan;
b. bantuan pemikiran dan
pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang;
c. bantuan teknik dan pengelolaan
dalam pemanfaatan
ruang;
d. penyelenggaraan kegiatan
pembangunan berdasarkan
RTRW;
e. konsolidasi pemanfaatan tanah, air
dan sumber daya alam lainnya untuk
tercapainya pemanfaatan ruang yang
berkualitas;
f. perubahan atau konservasi
pemanfaatan ruang sesuai
dengan RTRW;
g. pemberian masukan untuk
penetapan lokasi pemanfaatan ruang,
dan atau kegiatan menjaga,
memelihara dan meningkatkan
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kebijakan Pola Pemanfaatan Ruang
Pasal 12
(1) Pola pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada Pasal
10 diwujudkan dengan
memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup.
35
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
(2) Kebijakan arah pengembangan
pemanfaatan ruang adalah:
a. mengarahkan dan memprioritaskan
perkembangan ke wilayah Bandung
Timur;
b. mengendalikan perkembangan di
wilayah Bandung Barat;
c. membatasi pembangunan di
wilayah Bandung Utara.
(3) Kebijakan pola pemanfaatan
ruang meliputi kebijakan pola
pemanfaatan kawasan lindung,
kawasan budidaya serta daya
dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
Pasal 13
(1) Kebijakan umum pengembangan
kawasan lindung adalah
a. mengembangkan kawasan lindung
minimal menjadi 10
% dari luas lahan kota;
b. memanfaatkan kawasan budidaya
yang dapat berfungsi
lindung;
c. mengendalikan pemanfaatan
sumberdaya alam dan
buatan pada kawasan lindung.
(2) Kebijakan pengembangan
kawasan lindung secara khusus
adalah:
a. mempertahankan dan
merevitalisasi kawasan-kawasan
resapan air atau kawasan yang
berfungsi hidrologis
untuk menjamin ketersediaan
sumber daya air dan kesuburan tanah
36
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
serta melindungi kawasan dari bahaya
longsor dan erosi;
b. melestarikan dan melindungi
kawasan lindung yang
ditetapkan dari alih fungsi;
c. intensifikasi dan ekstensifikasi
ruang terbuka hijau;
d. mempertahankan fungsi dan
menata RTH yang ada dan
mengendalikan alih fungsi ke fungsi
lain;
e. mengembalikan fungsi RTH yang
telah beralih fungsi secara bertahap;
f. menyelamatkan keutuhan potensi
keanekaragaman
hayati, baik potensi fisik wilayahnya
(habitatnya), potensi sumberdaya
kehidupan serta keanekaragaman
sumber genetikanya;
g. melestarikan dan melindungi
kawasan cagar budaya
yang ditetapkan dari alih fungsi;
h. melestarikan bangunan bernilai
sejarah dan/atau bernilai
arsitektur tinggi, serta potensi sosial
budaya masyarakat
yang memiliki nilai sejarah;
Perda No 33
tahun 2003
tentang RTRW
Kabupaten
Sumedang
Pasal 37
Kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan
dibawahnya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 34 huruf a dalam perda
ini adalah :
a. kawasan hutan yang berfungsi
sebagai lindung yang berada di
(1)
37
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
sebagian wilayah kecamatan
Tangjung Sari, Jatinangor
Cimanggung, jatigede
b. kawasan resapan air tersebar di
setiap kecamatan.
Pasal 68
(1). Pada kawasan lindun pada
kawasan hutan hanya iperbolehkan
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
(2). Kegiatan budi daya yang
dilakukan dikaasan lindung di luar
kawasan hutan yang menggangu
fungsi lindung, maka fungsinya
diembalikan secara bertahap sesuai
dengan peraturan perundangan yang
berlaku, sedangkan untuk kegiatan-
kegiatan baru yang dapat menggangu
fungsi lindung perlu dibatasi.
(2)
PENGENDALIAN
TATA RUANG Undang-Undang
Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun
1992
Tentang
Penataan Ruang
Pasal 17
Pengendalian pemanfaatan ruang
diselenggarakan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang.
Peraturan
Pemerintah No.
69 Tahun 1996
Tentang :
Pelaksanaan Hak
Dan Kewajiban,
Serta
Bentuk Dan Tata
Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam
Penataan Ruang
Pasal 14
Peran serta masyarakat dalam
pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I dapat
berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan
ruang wilayah dan kawasan yang
meliputi lebih dari satu wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat
II, termasuk pemberian informasi
Pasal 26
Peran serta masyarakat dalam
pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I
disampaikan secara lisan atau
tertulis kepada
Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dan pejabat yang
berwenang.
38
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang kawasan
dimaksud; dan atau
b. bantuan pemikiran atau
pertimbangan berkenaan dengan
penertiban
pemanfaatan ruang.
Pasal 17
Peran serta masyarakat dalam
pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II dapat berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan
ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II, termasuk pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang; dan atau
b. bantuan pemikiran atau
pertimbangan untuk penertiban
kegiatan
pemanfaatan ruang dan peningkatan
kualitas pemanfaatan ruang.
Pasal 18
Peran serta masyarakat dalam
penyusunan rencana rinci tata ruang
kawasan di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II dapat berbentuk:
a. pemberian kejelasan hak atas
ruang kawasan;
b. pemberian informasi, saran,
pertimbangan, atau pendapat dalam
penyusunan rencana pemanfaatan
Pasal 29
Peran serta masyarakat dalam
pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II dan kawasan di
Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II
disampaikan secara lisan atau
tertulis dari
mulai tingkat desa ke
kecamatan kepada
Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II dan pejabat
yang berwenang.
39
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
ruang;
c. pemberian tanggapan terhadap
rancangan rencana rinci tata ruang
kawasan;
d. kerja sama dalam penelitian dan
pengembangan;
e. bantuan tenaga ahli; dan atau
f. bantuan dana.
Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun
1999
Tentang
Analisis Mengenai
Dampak
Lingkungan Hidup
Pasal 4
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang
akan dibangun di dalam kawasan yang
sudah dibuatkan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tidak
diwajibkan membuat analisis
mengenai dampak lingkungan hidup
lagi.
(2) Usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwajibkan untuk melakukan
pengendalian dampak lingkungan
hidup dan perlindungan fungsi
lingkungan hidup sesuai dengan
rencana pengelolaan lingkungan
hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup kawasan.
Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun
2004
Tentang
Penatagunaan
Tanah
Pasal 25
1. Dalam rangka pembinaan dan
pengendalian penyelenggaraan
penatagunaan tanah,
Pemerintah melaksanakan
pemantauan penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan
tanah.
Pasal 26
1. Pembinaan atas
penyelenggaraan penatagunaan
tanah dilakukan oleh
Pemerintah.
2. Pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi pemberian pedoman,
40
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
2. Pemantauan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan melalui
pengelolaan sistem informasi geografi
penatagunaan tanah.
bimbingan, pelatihan, dan
arahan.
Pasal 27
1. Pengendalian
penyelenggaraan penatagunaan
tanah meliputi pengawasan
dan
penertiban.
2. Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan Pemerintah
dengan
cara supervisi dan pelaporan.
3. Penertiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan
peraturan perundangan yang
berlaku.
Pasal 28
1. Pembinaan dan pengendalian
penatagunaan tanah terhadap
pemegang hak atas
tanah diselenggarakan pula dengan
pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif.
2. Insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada
pemegang hak atas tanah yang secara
sukarela melakukan penyesuaian
penggunaan tanah.
3. Disinsentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenakan kepada
pemegang hak atas tanah yang belum
melaksanakan penyesuaian
penggunaan tanahnya.
41
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
4. Bentuk-bentuk insentif dan
disinsentif ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Surat keptusan
Gubernur Jawa
Barat No
912.05/sk
1845/Bappeda/95
tentang Tim
pengendalian
Pembangunan
Wilayah inti
Bandung Raya
bagian utara
(perlu dicari
dokumennya)
Dalam lampiran Surat keputusan
tersebut Bagian kelima pasal 10
dinyatakan
Pasal 10
(1) dalam melaksanakan tugas pokok
an fungsinya, tim pengendali
dibantu oleh kelompok informasi
dan kelompok perimbangan
pasal 11
(1). Kelompok informasi bertugas
memberikan informasi yang
berkaitan dengan perkembangan
pembangunan wilayah inti Bandung
utara bagian utara dalam aspek
social, ekonomi dan lingkungan
(2). Kelompok informasi terdiri dari
a. persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) Cabang Jabar
b. Walhi Jabar
c. Bina Lingkungan Hidup Jabar
pasal 12
(1) kelompok pertimbangan
bertugas memberi masukan
sebagai bahan pertimbangan
ketua Tim pengendali dalam
melaksanakan tugas pokok dan
funngsinya
(2) kelompok pertimbangan terdiri
dari :
a. unsure perguruan tinggi
42
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
b. unsure profesi
c. Pakar dan peneliti di bidng
sumber daya alam dan
lingkungan
d. Tokoh masyarakat
pemerhati lingkungan
Perda No 2 tahun
2003 mengenai
RTRW Propinsi
Jawa Barat
Kebijakan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Pasal 19
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang
diselenggarakan melalui pengawasan
dan penertiban yang didasarkan
kepada RTRWP.
(2) Pemberian izin pemanfaatan
ruang sebagai salah satu alat
pengendalian pemanfaatan ruang
dan merupakan kewenangan
Kabupaten/Kota agar memperhatikan
dan mempertimbangkan RTRWP.
Pasal 81
Pengendalian pemanfaatan
ruang diselenggarakan melalui
kegiatan pengawasan dan
penertiban
terhadap pemanfaatan ruang
Pasal 82
Koordinasi pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan oleh
Gubernur melalui Tim Koordinasi
Penataan Ruang Daerah
Propinsi, bekerjasama dengan
Pemerintah Kabupaten/Kota dan
melibatkan peran serta masyarakat.
1. TKPRD didominasi
oleh Pemerintah
2. Lemahnya pengawasan
yang dilakukan oleh
TKPRD terhadap
kegiatan kegiatan
usaha yang telah
mengubah fungsi lahan
yang dilakukan oleh
pengembang.
Pengawasan
Pasal 83
(1) Pengawasan terhadap
pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam
1. Mekanisme
pengawasan yang
belum efektif
dilakukan. Hal ini
terkait dengan praktek
43
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Pasal 81 Peraturan
Daerah ini diselenggarakan
melalui kegiatan pemantauan,
pelaporan dan evaluasi secara
rutin.
(2) Tim Koordinasi
Penataan Ruang Daerah
Propinsi melakukan
pengawasan pemanfaatan
ruang
yang berhubungan dengan
program, kegiatan
pembangunan, dan pemberian
izin pemanfaatan
ruang.
(3) Sistem pelaporan dan
materi laporan perkembangan
struktur dan pola tata ruang
adalah
sebagai berikut :
a. laporan perkembangan
pemanfaatan ruang
dilaksanakan melalui sistem
pelaporan secara
periodik dan berjenjang mulai
dari Bupati/Walikota setiap
triwulan dan setiap 6 (enam)
bulan kepada Gubernur
dengan tembusan kepada
DPRD;
b. laporan tersebut dilengkapi
dengan materi laporan sebagai
berikut :
1. perkembangan pemanfaatan
ruang;
2. perkembangan perubahan
pemanfaatan lahan bagi
pengembangan
kawasan KBU yang
semakin menjamur
2. Mekanisme penertiban
cenderung
diskriminatif dan
menguntungkan pihak
pemodal.
44
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
fungsi dan pemanfaatan ruang
serta izin pemanfaatan ruang;
3. masalah-masalah
pemanfaatan ruang yang perlu
diatasi;
4. masalah-masalah
pemanfaatan ruang yang akan
muncul dan perlu diantisipasi.
Bagian Ketiga
Penertiban
Pasal 84
(1) Penertiban terhadap
pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81 Peraturan
Daerah ini, dilakukan
berdasarkan laporan
perkembangan pemanfaatan
ruang hasil pengawasan.
(2) Penertiban terhadap
pemanfaatan ruang dilakukan
oleh aparat pemerintah yang
berwewenang terhadap
pelanggaran pemanfaatan
ruang.
(3) Bentuk penertiban
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) pasal ini berupa
pemberian sanksi
yang terdiri dari sanksi
administratif dan sanksi
pidana.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
45
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Pasal 94
(1) Setiap orang yang melanggar
ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34,
Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38,
Pasal 39, Pasal 40 dan Pasal 43
Peraturan Daerah ini,
diancam pidana kurungan paling lama
3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Selain tindak pidana pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini, tindak
pidana atas pelanggaran pemanfaatan
ruang yang mengakibatkan perusakan
dan pencemaran
lingkungan serta kepentingan umum
lainnya dikenakan ancaman pidana
sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 95
(1) Selain Pejabat Penyidik POLRI
yang bertugas menyidik tindak
pidana, penyidikan atas tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Daerah ini dapat juga
dilakukan oleh Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
di lingkungan Pemerintah Daerah
yang
pengangkatannya ditetapkan sesuai
46
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Dalam pelaksanaan tugas
penyidikan, para Pejabat Penyidik
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) pasal ini berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan
dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada
saat itu di tempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang
tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan
atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret
seseorang;
f. memanggil seseorang untuk
dijadikan tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. menghentikan penyidikan setelah
mendapat petunjuk dari Penyidik
Umum bahwa tidak
terdapat cukup bukti, atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya melalui
Penyidik Umum memberitahukan hal
tersebut kepada Penuntut Umum,
tersangka dan keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
47
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Perda No 2 tahun
2004 tentang
RTRW Kota
Bandung
Kebijakan Pengendalian
Pasal 28
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada Pasal 8
Ayat (2) huruf c mengacu kepada
RTRW ini, atau rencana yang lebih
rinci yang berlaku sebagaimana
dinyatakan pada Pasal 6 ayat (2)
huruf c, dengan memperhatikan
ketentuan, standar teknis,
kelengkapan prasarana, kualitas
ruang, dan standar kinerja kegiatan
yang ditetapkan.
(2) Pengendalian pemanfaatan ini
meliputi mekanisme perijinan,
pengawasan dan penertiban.
(3) Kebijakan mekanisme perijinan
sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal
ini adalah:
a. menyelenggarakan pengendalian
pemanfaatan ruang melalui
mekanisme perijinan yang efektif;
b. menyusun ketentuan teknis,
standar teknis, kualitas ruang, dan
standar kinerja sebagai rujukan bagi
penerbitan ijin yang lebih efisien dan
efektif;
c. menerapkan proses pengkajian
rancangan dalam proses
penerbitan perijinan bagi kegiatan
yang berdampak penting.
(4) Kebijakan pengawasan
sebagaimana dimaksud ayat (2)
Pasal ini adalah:
a. menyusun mekanisme dan
1. lemahnya kontrol
pemerintah untuk
mengendalikan
proses pemanfaatan
tata ruang.
2. Banyaknya
pelanggaran
pemanfaatan lahan
3. Tidak efektifnya
TKPRD
4. TKPRD didominasi
oleh pemerintah
5. PPNS yang belum
efektif dan rendah
kapasitasnya.
48
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
kelembagaan pengawasan yang
menerus dan berjenjang dengan
melibatkan aparat wilayah dan
masyarakat;
b. menyerahkan tanggung jawab
utama pengawasan teknis
pemanfaatan ruang kepada instansi
yang menerbitkan perijinan;
c. mengefektifkan TKPRD untuk
mengkoordinasikan pengendalian
pemanfaatan ruang kota;
d. menyediakan mekanisme peran
serta masyarakat dalam pengawasan.
(5) Kebijakan penertiban
sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal
ini adalah:
a. mengintensifkan upaya penertiban
secara tegas dan konsisten terhadap
kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan atau tidak
berijin secara bertahap;
b. mengefektifkan fungsi Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
dan Satuan Polisi Pamong Praja dalam
menertibkan pelanggaran
pemanfaatan ruang danpenertiban
gangguan ketertiban umum;
c. mendayagunakan masyarakat,
instansi teknis dan pengadilan secara
proporsional dan efektif untuk
menertibkan pelanggaran
pemanfaatan ruang;
d. menyusun dan menerapkan
perangkat sanksi administratif dan
fiskal yang efektif untuk setiap
49
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
pelanggaran rencana tata ruang
secara konsisten;
e. menerapkan prinsip
ketidaksesuaian penggunaan yang
rasional dalam penertiban
pemanfaatan ruang.
Pasal 101
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang
diselenggarakan melalui mekanisme
perijinan, kegiatan pengawasan, dan
penertiban terhadap pemanfaatan
ruang.
(2) Koordinasi pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan oleh
TKPRD bekerjasama dengan aparat
Wilayah Kecamatan dan Kelurahan,
serta melibatkan peran serta
masyarakat. Untuk rujukan
pengendalian yang lebih teknis,
RTRW harus dijabarkan dalam:
a. Rencana Detail Tata Ruang Kota
dan/atau rencana rancangan;
b. Perangkat pengendalian, antara lain
peraturan pembangunan (zoning
regulation), pengkajian rancangan,
Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan, Panduan Rancang Kota
dan standar teknis yang ditetapkan.
(1) Anggota TKPRD
didominasi oleh
pemerintah Kota
(2) Posisi masyarakat
dalam TKPRD
sebagai penonton
(3) Belum adanya
rujukan teknis
RDTRK atau
sejenisnya sehingga
membuka peluang
terjadinya
pelanggaran tata
Dalam implemantasi
peran dan fungsi TKPRD
tidak jelas.
Prinsip-prinsip Perijinan
Pasal 102
(1) Tujuan penyelenggaraan perijinan
adalah:
a. menghindari dampak negatif yang
mengganggu kepentingan umum;
1. Prinsip perijinan
belum mengacu pada
kajian Amdal
2. Terjadinya
penyalahgunaan
perijinan dan
kemudahan perijinan
Adanya kemudahan
perijinan pemanfaatan
lahan dilahan KBU
50
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
b. menjamin pembangunan sesuai
dengan rencana, standar
teknis, kualitas dan kinerja minimum
yang ditetapkan Pemerintah Daerah.
(2) Setiap kegiatan dan pembangunan
yang berkaitan dengan pemanfaatan
ruang harus memiliki ijin yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
(3) RTRW atau rencana yang lebih
rinci sebagaimana dimaksud
pada Pasal 6 ayat (2) huruf c, menjadi
acuan dari perijinan yang berdampak
ruang.
(4) Jenis perijinan yang harus
dimiliki bagi suatu kegiatan dan
pembangunan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
(5) Pemerintah Daerah dapat
mengenakan persyaratan
tambahan untuk kepentingan umum
kepada pemohon ijin.
(4) Kebijakan pengawasan
sebagaimana dimaksud ayat (2)
Pasal ini adalah:
a. menyusun mekanisme dan
kelembagaan pengawasan yang
menerus dan berjenjang dengan
melibatkan aparat wilayah dan
masyarakat;
b. menyerahkan tanggung jawab
utama pengawasan teknis
pemanfaatan ruang kepada instansi
yang menerbitkan perijinan;
c. mengefektifkan TKPRD untuk
mengkoordinasikan pengendalian
pemanfaatan ruang kota;
Pengawasan
Pasal 104
(1) Pengawasan terhadap
pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 101 ayat (1)
diselenggarakan melalui
kegiatan pemantauan,
pelaporan dan evaluasi secara
rutin.
(2) TKPRD melakukan
pengawasan pemanfaatan
ruang.
(3) Pemantauan sebagaimana
dimaksud ayat (1) Pasal ini
(1) Kebijakan
pengawasan
dilakukan oleh
TKPRD
meminimalkan
partisipasi
masyarakat
(2) Pengaturan
pemantauan lebih
banyak diatur oleh
walikota
(3) Tidak efektifnya
pengawasan yang
dilakukan oleh
TKPRD
51
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
d. menyediakan mekanisme peran
serta masyarakat dalam pengawasan.
dilakukan oleh aparat
Kecamatan, Kelurahan, Rukun
Warga (RW) dan Rukun
Tetangga (RT), serta oleh
masyarakat umum.
(4) Pemantauan sebagaimana
dimaksud ayat (1) Pasal ini
terhadap
penyimpangan/pelanggaran
rencana tata ruang
secara khusus dilakukan oleh
instansi pemberi ijin dan
instansi lain yang terkait.
(5) Sistem pelaporan dan
materi laporan perkembangan
struktur dan pola pemanfaatan
ruang akan diatur lebih
lanjut oleh Walikota.
(5) Kebijakan penertiban
sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal
ini adalah:
a. mengintensifkan upaya penertiban
secara tegas dan konsisten terhadap
kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan atau tidak
berijin secara bertahap;
b. mengefektifkan fungsi Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan
Satuan Polisi Pamong Praja dalam
menertibkan pelanggaran
pemanfaatan ruang dan penertiban
gangguan ketertiban umum;
c. mendayagunakan masyarakat,
instansi teknis dan pengadilan secara
proporsional dan efektif untuk
menertibkan pelanggaran
Penertiban
Pasal 105
(1) Penertiban terhadap
pemanfaatan ruang
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101 ayat
(1) dilakukan berdasarkan
laporan perkembangan
pemanfaatan ruang hasil
pengawasan.
(2) Tindakan penertiban
pemanfaatan ruang
diselenggarakan
melalui pemeriksaan dan
penyelidikan atas semua
pelanggaran/penyimpangan
dalam pemanfaatan ruang yang
dilakukan terhadap
Penertiban cenderung
diskriminatif dan
menguntungkan pemodal
52
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
pemanfaatan ruang;
d. menyusun dan menerapkan
perangkat sanksi administratif dan
fiskal yang efektif untuk setiap
pelanggaran rencana tata ruang
secara konsisten;
e. menerapkan prinsip
ketidaksesuaian penggunaan yang
rasional dalam penertiban
pemanfaatan ruang.
pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata
ruang.
(3) Penertiban terhadap
pemanfaatan ruang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah
melalui aparat yang diberi
wewenang dalam hal
penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang, termasuk
aparat kelurahan.
(4) Bentuk penertiban
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Pasal ini berupa
pemberian sanksi yang terdiri
dari sanksi administratif dan
sanksi pidana.
(3) Peran serta masyarakat dalam
proses pengendalian
pemanfaatan ruang dapat dilakukan
melalui:
a. pengawasan dalam bentuk
pemantauan terhadap pemanfaatan
ruang dan pemberian informasi atau
laporan pelaksanaan pemanfaatan
ruang;
b. bantuan pemikiran atau
pertimbangan berkenaan dengan
penertiban pemanfaatan ruang.
1. Rendahnya
keterlibatan
masyarakat dalam
proses pengendalian
pemanfaatan tata
ruang karena tidak
diberikan ruang
Sanksi Administrasi
Pasal 114
Sanksi dikenakan atas pelanggaran
rencana tata ruang yang
berakibat pada terhambatnya
pelaksanaan program pemanfaatan
PENYIDIKAN
Pasal 119
(1) Selain Pejabat Penyidik
POLRI yang bertugas menyidik
tindak pidana, penyidikan atas
tindak pidana sebagaimana
(1) Masih rendahnya
kapasitas PPNS
dalam menangani
kasus-kasus
lingkungan
(2) Kuantitas PPNS yang
53
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
ruang, baik yang dilakukan oleh
penerima ijin maupun pemberi
ijin.
Pasal 115
(1) Jenis pelanggaran rencana tata
ruang yang dilakukan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada Pasal
114 terdiri dari:
a. pelanggaran fungsi ruang;
b. pelanggaran intensitas pemanfaatan
ruang;
c. pelanggaran tata massa bangunan;
d. pelanggaran kelengkapan prasarana
bangunan.
(2) Jenis pelanggaran rencana tata
ruang yang dilakukan dinas
dan atau aparat Pemerintah Daerah
adalah penerbitan perijinan yang
tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, dan atau tidak sesuai dengan
prosedur administratif perubahan
pemanfaatan ruang yang ditetapkan.
Pasal 116
Bentuk dasar penertiban bagi
pelanggaran rencana tata ruang
bagi masyarakat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 115 ayat (1)
terdiri dari:
a. peringatan dan atau teguran;
b. penghentian sementara pelayanan
administratif;
c. penghentian sementara kegiatan
pembangunan dan atau
pemanfaatan ruang;
dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini dapat juga
dilakukan oleh Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) di lingkungan
Pemerintah Daerah yang
pengangkatannya
ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Dalam pelaksanaan tugas
penyidikan, para Pejabat PPNS
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini berwenang:
a. menerima laporan atau
pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan
pertama pada saat itu di
tempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang
tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda
dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan
memotret seseorang;
f. memanggil seseorang untuk
dijadikan tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli
yang diperlukan dalam
hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. menghentikan penyidikan
setelah mendapat petunjuk
masih rendah
54
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
d. pencabutan ijin yang berkaitan
dengan pemanfaatan ruang;
e. pemulihan fungsi atau rehabilitasi
fungsi ruang;
f. pembongkaran bagi bangunan yang
tidak sesuai dengan
rencana tata ruang;
g. pelengkapan/pemutihan perijinan;
h. pengenaan denda.
dari Penyidik Umum bahwa
tidak terdapat cukup bukti,
atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik
Umum memberitahukan hal
tersebut kepada Penuntut
Umum, tersangka dan
keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang dapat
dipertanggung-jawabkan.
Pasal 117
Aparat Pemerintah Daerah yang
melakukan pelanggaran
rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 115 ayat
(2), dikenakan sanksi administrasi
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
91
Sanksi Pidana
Pasal 118
(1) Barangsiapa melakukan tindak
pidana pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Daerah
ini diancam pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,-
(lima juta rupiah).
(2) Selain tindak pidana pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
1. Rendahnya jumlah
denda yang diberikan
bagi pelanggar tata
ruang
2. Sanksi yang diberikan
belum memaksima;kan
pada aturan hokum
lainnya.
55
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
Pasal ini, tindak pidana atas
pelanggaranpemanfaatan ruang yang
mengakibatkan perusakan dan
pencemaran lingkungan serta
kepentingan umum lainnya dikenakan
ancaman pidana sesuai dengan
peraturanperundang-undangan yang
berlaku.
Perda No 12
tahun 2001
tentang
Perubahan RTRW
Kabupaten
Bandung
Pasal 48
(1) Pengendalian pemanfaatan
ruang di Kabupaten Bandung
diselenggarakan melalui
kegiatan perizinan,
pengawasan, dan penertiban
pemanfaatan ruang ;
(2) Perizinan pemanfaatan ruang
meliputi beberapa jenis
perizinan yang diselenggarakan
melalui mekanisme/prosedur
tertentu yang diatur di dalam
Peraturan Daerah tersendiri ;
(3) Pengawasan diselenggarakan
dalam bentuk :
Pelaporan dengan cara
penyampaian informasi
secara objektif tentang
pemanfaatan ruang yang
sesuai atau tidak sesuai
dengan rencana tata ruang
;
Pemantauan melalui
proses pengamatan,
pengawasan, dan
pemeriksaan tentang
perubahan kualitas tata
ruang dan perubahan
1. Pemkab Bandung
tidak melakukan upaya
pengendalian/kontrol
pengembangan usaha
atau kegiatan yang
dilakukan di kawasan
Lindung
2. mudah dikeluarkan
perijinan terhadap
pihak pengembang
oleh pemerintah
kabupaten Bandung
3. tidak berjalannya
pengawasan yang
dilakukan terhadap
pengembang yang
berada di Kawasan
Bandung utara.
4. lemahnya penegakan
hukum yang bagi
pelanggar hokum tata
ruang dan hokum
laiinya.
Mekanisme pengawasan
tidak berjalan
56
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
lingkungan yang tidak
sesuai rencana tata ruang
;
Evaluasi, yaitu penilaian
kemajuan pemanfaatan
ruang berdasarkan tujuan
rencana tata ruang yang
dikehendaki.
(4) Penertiban terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata
ruang diselenggarakan dalam
bentuk pengenaan sanksi
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku, baik sanksi
administratif, pidana, maupun
perdatta, sebagai berikut :
Sanksi administratif, yaitu
keputusan dinyatakan
batal atau tidak sah,
dengan atau; tanpa
tuntutan ganti rugi
dan/atau rehabilitasi,
seperti: penghentian
kegiatan, pembongkaran ;
Sanksi perdata diatur
dalam KUH Perdata dan
KUH Dagang, seprti
pencabutan hak,
pengenaan denda, ganti
rugi, pemenuhan
kewajiban tertentu, dan
beberapa bentuk sanksi
lainnya dapat ditentukan
dan diatur dalam
57
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
perjanjian, dapat berupa
ganti rugi dan disinsentif ;
Sanksi pidana sebagaimana
diatur dalam bab VIII Pasal
64.
Pasal 49
(1) Kegiatan pengawasan dalam
pengendalian pemanfaatan ruang di
kawasan lindung dilakukan melalui :
Pemberian larangan melakukan
berbagai usaha dan/atau
kegiatan, kecuali berbaggai
usaha dan/atau kegiatan yang
tidak mengganggu fungsi alam,
tidak mengubah bentang alam
dan ekosistem ;
Pengaturan berbagai usaha
dan/atau kegaitan yang tetap
dapat mempertahankan fungsi
lindung ;
Pencegahan berkembangnya
berbagai usaha dan/atau
kegaitan yang mengganggu
fungsi lindung kawasan ;
Pengawasan kegiatan penelitian
eksplorasi mineral dan air
tanah, serta kegiatan lain yang
berkaitan dengan pencegahan
bencana alam, agar
pelaksanaannya tetap
mempertahankan fungsi lindung
kawasan.
(2) Kegiatan penertiban dalam
pengendalian pemanfaatan ruang
Lemahnya kontrol
pemkab terhadap
pengembangan Kawasan
Bandung utara
58
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
di kawasan lindung dilakukan
melalui :
Penerapan ketentuan-
ketentuan yang berlaku
tentang analisis mengenai
dampak lingkungan hidup bagi
berbagai usaha dan/atau
kegiatan yang sudah ada di
kawasan lindung yang
mempunyai dampak besar
dan penting terhadap
lingkungan ;
Penerapan ketentuan-
ketentuan untuk
mengembalikan fungsi lindung
bagi kawasan lindung yang
telah terganggu ;
Penegakan peraturan yang
mewajibkan dilaksanakannya
kegiatan perlindungan
terhadap lingkungan hidup
dan rehabilitasi daerah bekas
penambangan pada kawasan
lindung yang dilakukan
kegiatan penambangan bahan
galian.
Pasal 53
(1) Kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah
Kabupaten Bandung dilakukan
oleh Bupati ;
(2) Dalam kegiatan perizinan, selain
kesesuaian dengan rencana tata
ruang, harus dipertimbangkan pula
aspek teknis. Kegiatan
(1) Kontrol bupati tidak
ada terhadap
pelanggaran
pengrusakan
lingkungan akibat
pelanggaran tata ruang
( lahan KBU)
(2) Tidak adanya Institusi
semacam TKPRD
59
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang,
tetapi dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kesejahteraan
masyarakat dan/atau memiliki nilai
strategis bagi kepentingan
daerah/nasional, sepanjang tidak
merugikan/menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan
dan/atau mengubah struktur
pemanfaatan ruang, dapat
dipertimbangkan melalui
mekanisme dan prosedur
perizinan yang diatur dalam
peraturan daerah tersendiri ;
(3) Kegiatan pengawasan dan
penertiban pemanfaatan ruang
dilakukan oleh dinas/instansi atau
tim yang ritunjuk dan diberi
kewenangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
yang berlaku ;
(4) Pemantauan dan evaluasi terhadap
pemanfaatan ruang dilakukan
secara periodic oleh aparat
pemberi izin atau secara
incidental oleh tim yang dibentuk
untuk maksud tersebut. Hasil
laporan pemantauan dan
evaluasinya menjadi data dan
bahan evaluasi/peninjauan kembali
RTRW dan rencana-rencana di
bawahnya
yang melakukan
kontrol yang
mengendalikan
pemanfaatan ruang.
(3) Tidak ada ruang bagi
masyarakat melakukan
kontrol terhadap
pelanggaran tata ruang
Pasal 62
Dalam pengendalian pemanfaatan
Lemahnya kontrol
masyarakat terhadap
Tidak adanya ruang bagi
masyarakat terhadap
60
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
ruang, peran serta masyarakat dapat
berbentuk :
a. Pengawasan terhadap
pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten Bandung, termasuk
pemberian informasi atau
laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang ;
b. Bantuan pemikiran atau
pertimbangan untuk
penertiban kegiatan
pemanfaatan ruang dan
peningkatan kualitas
pemanfaatan ruang.
kegiatan pemanfaatan
lahan yang dikembangkan.
proses pengawasan
pemanfatan ruang.
Pasal 63
Peran serta masyarakat dalam
pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah dan kawasan di daerah
disampaikan secara lisan atau tertulis
mulai dari tingkat desa/kelurahan ke
kecamatan kepada Bupati dan pejabat
yang berwenang.
Mekanisme pelaporan
yang tidak berjalan
Dalam prakteknya
masyarakat tidak memiliki
ruang untuk
menyampaikan aspirasi
Ketentuan Sanksi
Pasal 64
(1) Barang siapa melanggar
Peraturan Daerah dan tidak
mengikuti mekanisme
perizinan pemanfaatan
ruang/lahan sebagaimana
ditetapkan dalam Perda
tersendiri ini diancam Pidana
(1) Rendahnya sanksi
yang diberikan
kepada pelanggar
aturan tata ruang
(2) Tidak memberikan
efek jera bagi
pelanggar aturan tata
ruang
61
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan atau denda
sebesar-besarnya Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah) ;
(2) Selain tindak pidana
sebagaimana tersebut ayat (1)
Psal ini, tindak pidana yang
mengakibatkan perusakan dan
pencemaran lingkungan
diancam pidana sesuai
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
KETENTUAN
PENYIDIKAN
Pasal 65
(1) Selain oleh Pejabat
Penyidik Umum,
penyidikan atas tindak
pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal
64 Peraturan Daerah ini
dilakukan oleh PPNS di
lingkungan Pemerintah
Daerah, yang
mengangkatnya sesuai
dengan peraturan
perundangan yang
berlaku ;
(2) Dalam melaksanakan
tugas penyidikan,
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
sebagaimana tersebut
pada ayat (1) Pasal ini
(1) Masih rendahnya
kapasitas PPNS
dalam menangani
kasus-kasus
lingkungan
(2) Kuantitas PPNS yang
relative sedikit,
belum memenuhi
kebutuhan di
lapangan
62
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
berwenang :
b. Menerima laporan
atau pengaduan
dari seseorang
tentang adanya
tindak pidana ;
c. Melakukan tindak
pertama pada saat
itu ditempatkan
kejadian serta
melakukan
pemeriksaan ;
d. Menyuruh berhenti
seorang tersangka
dan memeriksa
tanda pengenal dari
tersangka ;
e. Melakukan
penyitaan benda
dan atau surat ;
f. Mengambil sidik
jari dan memotret
seseorang ;
g. Memanggil orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
tersangka atau
saksi ;
h. Mendatangkan
seorang ahli yang
diperlukan dalam
hubungan dengan
pemeriksaan
perkara ;
i. Menghentikan
penyidikan setelah
63
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
mendapat petunjuk
dari penyidik
umum bahwa tidak
terdapat cukup
bukti atau
peristiwa tersebut
bukan merupakan
tindak pidana dan
selanjutnya melalui
penyidik umum
memberitahukan
hal tersebut
kepada penuntut
umum, tersangka
atau keluarganya ;
j. Mengadakan
tindakan lain
menurut hukum
yang dapat
dipertanggungjawa
bkan.
Perda no 33 tahun
2003 tentang
RTRW Kabupaten
Sumedang
Pasal 21
Koordinasi pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan oleh
tim koordinasi penataan ruang
daerah kabupaten yang ditetapkan
oleh bupati
Pasal 20
(3) Pengendalian pemanfaatan
ruang diselenggarakan melalui
pengawasan dan penertiban ijin
yang berkaitan dengan rencana
tata ruang
(4) Pengendalian pemanfaatan
64
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
ruang sebagaimana yang
tercantum dalam ayat 1,
merupakan slah satu alat
kewenangan kabupaten dalam
setiap pemberian ijin agar selalu
memperhatikan dan
empetimbangkan rencana tata
ruang
Pasal 81
Koordinasi pengendalian ketertiban
pemanfaatan ruang dilakukan oleh
bupati melalui tim yang ditunjuk oleh
Bupati dengan melibatkan persan
serta masyarakat
Pasal 80:
Pengendalian pemanfaatan ruang
siselenggarakan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang baik di kawasan
lindung maupun kawasan budidaya.
Pengawasan ;
Pasal 82
(1). Pengawasan terhadap
pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam
pasal 80 perda ini
diselenggarakan melalui
kegiatan pemantauan
pelaporan dan evaluasi secara
rutin yang dilaksanakan oleh
TKPRD
Penertiban pasal 83 :
(1) penertiban terhadap
pemanfaatan ruang
sebagaimana
dimaksud dalam pasal
81 perda ini,
dilakukan
berdasarkan hasil
pengawasan laporan
hasil perkembangan
pemanfaatan ruang
65
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
(2) penertiban yang ada
pada ayat 1 dilakukan
oleh pejabat yang
berwenag
(3) bentuk penertiban
sebagaimana
dimaksud pada ayat 1
berupa pemberian
sangsi yang terdiri
dari dari sanksi
adamnistrtif dan
sanksi pidana
Sanksi Pidana
Pasal 118
(1) Barangsiapa melakukan tindak
pidana pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam
Peraturan Daerah ini diancam pidana
kurungan paling lama
3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Selain tindak pidana pelanggaran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal ini, tindak pidana
atas pelanggaran
pemanfaatan ruang yang
mengakibatkan perusakan dan
pencemaran lingkungan serta
kepentingan umum lainnya dikenakan
ancaman pidana sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Penyidikan :
Pasal 100
66
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
(1) penyidikan terhadap
pelenggaran perda ini
dilakukan oleh PPNS dan
Tim TKPR di lingkungan
pmerintah kabupaten yang
pengangkatannya
ditetapakan sesuai dengan
peratuan perundangan yang
beralku.
(2) Dalam melaksanakan tugas
penyidikan, para penyidik
pegawai negeri sipl dan
TKPR sebagaimana
dimaskud pada ayat (1)
pasal ini berwenang :
a. menerima laporan
pengaduan dari seseoarang
tentang adanya tindak
pidana
b. melakukan tindakan
pertama pada saat itu
diempat kejadian dan
melakukan pemerikasaan
c. menyuruh berhenti
seseoarang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal
dan tersangka
d. melakukan penyitaan benda
atau surat
e. mengambil sidik jari dan
memetrot seseorang
f. memagil seseorng untuk
didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi
g. mendatangkan seseoarang
ahli yang diperlukan dalam
67
Aspek /Tahapan Regulasi (Aturan )
Pendukung
Karakteristik Persoalan /kasus
Subtansi Proses Subtansi Proses
hubungan dengan
pemeriksaan perkara
h. mengadakan penghentian
penyidikan setelah
mendapat petunjuk dari
penyidik uumum bahwa
tidak terdapat cukup ukti
atas peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak
pidana, memberiahukan hal
tersebut kepada penuntut
umum tersangka atau
keluarga
i. mengadkan tindakan lain
menurut hokum ynag dapat
dipertanggung jawabkan
j. menghentikan penyidikan
k. melakukan tindakan lain
yang perlu untuk
kelancaran penyidkan
tindak pidana pelanggaran
perda menuut hokum yang
bertangung jawab
Peninjauan Kembali Rencana tata
ruang Wilayah
Pasal 96
1. RTRW yang telah ditetapkan akan
ditinjau kembali paling lambat 5
tahun sekali
2. apabila dalam hal peninjauan
kembali terdapat perubahan
perubahan dimaksud perlu
ditetapkan dalam perda .
top related