kelompok 5 tugas1 komunikasi agribisnis 2014
Post on 11-Jul-2016
214 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MATA KULIAH KOMUNIKASI AGRIBISNIS
TUGAS KELOMPOK
4 September 2015
Analisis Kasus dan Solusi
“Kebakaran Hutan Indonesia dan Penanggulangannya”
Disusun Oleh :
KELOMPOK 8
1. Fitri Hidayah Laila Pohan (150610140064)
2. Sheila Ruth R (150610140054)
3. Senny Ayu Rifani (150610140039)
4. Fahri Ilham D (150610140074)
5. Mega Muhamad N (150610140035)
KEMENTERIAN RISTEK DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
SUMEDANG
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
I. Pendahuluan................................................................................................................3
II. Kebakaran Hutan dan Faktor Penyebabnya................................................................3
2.1 Penyebab Kebakaran Hutan di Indonesia................................................................4
2.1.1 Kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam...................................................4
2.1.2 Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia..............................................4
III. Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan...................................................................6
3.1. Areal hutan yang terbakar.......................................................................................6
3.2. Kerugian yang ditimbulkannya...............................................................................7
3.3. Dampak Kebakaran Hutan......................................................................................8
3.3.1 Dampak Lingkungan.........................................................................................9
3.3.2 Dampak Ekonomi............................................................................................10
3.3.3 Dampak Sosial................................................................................................11
IV. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan....................................12
4.1. Upaya Pencegahan...............................................................................................12
4.2. Upaya Penanggulangan.........................................................................................13
4.3. Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan.........................................14
V. Penutup.......................................................................................................................15
Daftar Pustaka.................................................................................................................16
ii
KEBAKARAN HUTAN INDONESIA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
I. Pendahuluan
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan
kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi,
pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah
diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun
1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa
keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap
sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering
terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup
kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi
hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai,
danau, laut dan udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini
telah melintasi batas negara.
Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan telah dilakukan
termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri
sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan
yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan
makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup
besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu
perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran
hutan.
II. Kebakaran Hutan dan Faktor Penyebabnya
Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah
lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir zaman
Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan menguasai
1
teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi perkembangan manusia
karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan kualitas lahan
pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar, berkomunikasi sosial
disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997).
2.1 Penyebab Kebakaran Hutan di Indonesia
2.1.1 Kebakaran hutan yang disebabkan oleh alamPenyebab kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam, sebagai berikut:
1. Gejala alam skala global : Kondisi alam yang tidak mendukung, misalnya, bencana alam, musim kemarau panjang yang membuat areal kehutanan menjadi begitu panas. kebakaran diperparah dengan adanya musim kemarau ekstrem yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim EL Nino, memberikan kondisi yang ideal untuk terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
2. Lahan gambut dapat menjadi bahan bakar yang relatif melimpah sebab, kekeringan telah menyebabkan air tanah menurun di rawa-rawa air tanah yang besar di pedalaman. Lantas, lapisan gambut terpapar dan mengering. Pohon yang kebanyakan memiliki perakaran dangkal mengering dan tumbang. Baik gambut kering maupun kayu mati akhirnya merupakan bahan bakar yang efektif bagi penyebaran api pada permukaan dan di atas tanah. Api yang berkobar pada gambut dan batu bara di hutan rawa gambut akhirnya menyebar ke daerah-daerah hutan lainnya.
2.1.2 Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusiaPenyebab kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia adalah sebagai
berikut:1. Alih fungsi hutan / pembukaan lahan untuk perkebunan,
pertanian, pemukiman, transmigrasi, dll dengan menggunakan api yang tidak terkendali. Ini merupakan penyebab utama dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan.
2
Terutama karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya hutan bagi kehidupan.
2. Kompleksitas jaring kemiskinan, persoalan pembangunan dan tata kepemerintahan. Faktor tata laksana pemerintah yang kurang serasi serta potensi penyebab konflik ditengah masyarakat adalah ketidak adilan dalam alokasi hasil SDA yang dibagikan penduduk asli setempat, pendatang dan pabrik yang melakukan investasi di wilayah tersebut. Tidak jarang dilaporkan bahwa reaksi masyarakat terhadap ketidakadilan itu adalah melakukan pembakaran dengan sengaja dalam upaya mencapai hak mereka.
3. Illegal logging yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang tidak bertanggung jawab merupakan salah satu penyebab kebakaran hutan. Karena sisa-sisa penebangan hutan tersebut dapat menjadi salah satu bahan bakar potensial yang memperpanjang usia kebakaran hutan yang terjadi.
4.Titik api yang menyebar ke daerah yang sulit dijangkau manusia membuat penanganan kebakaran hutan menjadi lambat dan menyebar ke wilayah yang belum terbakar.
5.Sistem pengelolaan hutan yang belum menyentuh akar permasalahan ekologi, social dan ekonomi yang terjadi di kawasan hutan itu sendiri dan hal ini yang kurang dicermati oleh pihak masyarakat, pemerintah, ataupun lembaga internasional yang konsern terhadap kehutanan Indonesia.
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan,
apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor
manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk
insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
3
3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan
pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar
hukum adat dan hukum positif negara.
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan
hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena
cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut
umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun
(Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya
sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di
kawasan HPH.
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk
pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang
cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran
merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun
metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan
untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan
lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara
para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli
yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai
oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya
kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi
mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini
kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak
akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
III. Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan
3.1. Areal hutan yang terbakar
Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya
pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu
pada tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah
4
menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan
rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai
2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997).
Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada
tahun 1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas
terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera,
Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400
ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun
meskipun luas areal yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan
umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal
Perlindungan hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang
terjadi tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara 3 ribu
hektar sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi
Alam, 2003).
5
3.2. Kerugian yang ditimbulkannya
Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu
lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan
dunia tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran
tahun 1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi
sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799
juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut kemungkinan jauh lebih
besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak
tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $
2,8 milyar (Tacconi, 2003).
Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003),
menunjukkan bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $
2,84 milayar sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan
uang dan kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup
kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun,
bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan kabut
asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.
3.3. Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/98
menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu
dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil
pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan
kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
6
3.3.1 Dampak LingkunganDampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan terhadap
ekologi dan lingkungan adalah sebagai berikut.1. Hilangnya sejumlah spesies
Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenis-jenis pohon namun juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa yang ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar, karena api telah mengepung dari segala penjuru. Berdasarkan data dari ProFauna yang berkantor pusat di Malang, Jawa Timur, hewan-hewan endemic yang terkena dampak akibat kebakaran hutan di Kalimantan antara lain Orang Utan Kalimantan (Pongo pygmaeus), Owa Kalimantan (Hylobates sp), Lutung Merah Kalimantan (Presbytis rubicund) dan berbagai jenis burung yang habitatnya di hutan tropis Kalimantan. Sedangkan untuk yang di Sumatera, beberapa hewan endemic seperti Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatraensis), Owa Sumatera (Hylobates sp) dan
7
berbagai jenis burung asli hutan Sumatera, juga terkena dampaknya. Kebakaran yang melanda Taman Nasional Tanjung Putting (TNTP) di Kalimantan Tengah beberapa waktu yang lalu, setidaknya 3.000 Orang Utan yang menghuni kawasan tersebut terancam. Data yang ada menunjukkan bahwa kawasan TNTP juga dihuni Bekantan (Nasalis larvatus), Owa-owa (Hylobates agalis albirbaris), dan Beruang Madu (Helarcatos malayanos). Selain itu juga terdapat setidaknya 38 jenis Mamalia termasuk sembilan jenis Primata, 16 jenis Reptilia, dan 218 jenis Burung.2. Ancaman erosi
Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan atau pun di dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika run off terjadi, ketiadaan akar tanah – akibat terbakar- sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.3. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan
Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai catchment area, penyaring karbondioksida, maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar, fungsi catchment area tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat diserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut. Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukan menjadi lahan-lahan perkebunan dan kalau pun tidak, maka hutan akan menjadi padang ilalang yang akan membutukan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula.4. Penurunan kualitas air
8
Kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk ke dalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di atas gunung atau pun di hulu sungai.5. Terganggunya ekosistem terumbu karang
Hal ini lebih disebabkan faktor asap. Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan. Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa.6. Sedimentasi di aliran sungai
Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan akibat erosi yang terus menerus. 7. Deforestasi dan degradasi hutan
Dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan antara lain terjadinya penurunan jumlah hutan yang signifikan di dunia.8. Menipisnya lapisan ozon
Kebanyakan hutan yang terbakar adalah hutan di lahan gambut yang mempunyai kontribusi yang besar dalam pengurangan emisi karbon. Kebakaran lahan gambut dalam jumlah yang besar ini mengakibatkan peningkatan jumlah emisi karbon yang selanjutnya akan berdampak pada penipisan lapisan ozon.
3.3.2 Dampak EkonomiTerdapat beberapa dampak ekonomi dari kebakaran hutan
termasuk asap yang dihasilkannya, antara lain :
9
1. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dalam hutan maupun di lingkungan sekitar hutan itu sendiri. Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil hutan tersebut, seperti rotan, karet, dsb.
2. Terganggunya aktivitas dan penurunan produktivitas Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagian orang tidak dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari menembus udara yang penuh asap. Demikian pula terhadap banyak aktivitas yang menuntut manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan mengurangi intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan. Munculnya asap juga menghalangi produktivitas manusia. Walaupun kita bisa keluar dengan menggunakan masker, tetapi sinar matahari di pagi hari tidak mampu menembus ketebalan asap yang ada. Secara otomatis waktu kerja seseorang pun berkurang karena harus menunggu sedikit lama agar matahari mampu memberikan sinar terangnya. Ketebalan asap juga memaksa orang menggungakan masker yang sedikit banyak mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Hal tersebut di atas mengakibatkan berkurangnya pemasukan yang diterima oleh individu.
3. Menurunnya devisa negaraTurunnya produktivitas secara otomatis mempengaruhi perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara.
4. Dampak terhadap perhubungan dan pariwisata
10
Tebalnya asap juga mengganggu transportasi udara. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa turun di satu tempat karena tebalnya asap yang melingkupi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada di tempat yang dipenuhi asap. Hal ini akan mengakibatkan pendapatan di bisnis pariwisata akan menurun.
3.3.3 Dampak Sosial Dampak sosial yang diakibatkan dari kebakaran areal hutan adalah
sebagai berikut.1. Terganggunya kesehatan
Peningkatan jumlah asap secara signifikan menjadi penyebab utama munculnya penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan). Gejala bisa ditandai dengan rasa sesak di dada dan mata agak berair.
2. Peningkatan jumlah HamaKebakaran yang terjadi memaksa hama terlempar dari rantai ekosistemnya. Dan dalam beberapa kasus ‘ia’ masuk dalam komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya. Hama itu sendiri tidak harus berbentuk kecil. Gajah dan beberapa binatang bertubuh besar lainnya ‘harus’ memorakmorandakan kawasan yang dilaluinya dalam upaya menyelamatkan diri dan dalam upaya menemukan habitat barunya karena habitat lamanya telah musnah terbakar.
a. Dampak Terhadap Hubungan Antar NegaraAsap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sayangnya tidak mengenal batas administratif. Asap tersebut justru terbawa angin ke negara tetangga sehingga sebagian negara tetangga ikut menghirup asap yang ditimbulkan dari kebakaran di negara Indonesia. Akibatnya adalah hubungan antara negara menjadi terganggu dengan munculnya protes keras dari Malaysia dan
11
Singapura kepada Indonesia agar kita bisa secepatnya melokalisir kebakaran hutan agar asap yang ditimbulkannya tidak semakin tebal.
IV. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang
kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya, sebenarnya
telah dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun
penanggulangannya.
4.1. Upaya Pencegahan
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain
(Soemarsono, 1997):
a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub
Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas,
Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di
masing-masing HPH dan HTI;
b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan;
c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran
hutan;
d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;
e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran
hutan;
f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan
Menteri Negara Lingkungan Hidup;
g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
4.2. Upaya Penanggulangan
12
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan
melalui berbagai kegiatan antara lain (Soemarsono, 1997):
a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan
pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik
di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-
perusahaan.
c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui
PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk
I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan
BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar;
Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di
Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean,
Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
4.3. Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini
ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus terjadi
pada setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
a) Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam kawasan
hutan.
b) Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih rendah.
c) Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan
penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman
kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.
d) Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan
kebakaran hutan belum memadai.
Hasil identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan bahwa
penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia dan faktor yang memicu
meluasnya areal kebakaran adalah kegiatan perladangan, pembukaan HTI dan
13
perkebunan serta konflik hukum adat dengan hukum negara, maka untuk meningkatkan
efektivitas dan optimasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
perlu upaya penyelesaian masalah yang terkait dengan faktor-faktor tersebut.
Di sisi lain belum efektifnya penanggulangan kebakaran disebabkan oleh faktor
kemiskinan dan ketidak adilan, rendahnya kesadaran masyarakat, terbatasnya
kemampuan aparat, dan minimnya fasilitas untuk penanggulangan kebakaran, maka
untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di
masa depan antara lain:
a) Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan semak
belukar.
b) Memberikan penghargaan terhadap hukum adat sama seperti hukum negara, atau
merevisi hukum negara dengan mengadopsi hukum adat.
c) Peningkatan kemampuan sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan maupun
pendidikan formal. Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran hutan
merupakan alternatif yang bisa ditawarkan.
d) Melengkapi fasilitas untuk menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak
maupun perangkat kerasnya.
e) Penerapan sangsi hukum pada pelaku pelanggaran dibidang lingkungan khususnya
yang memicu atau penyebab langsung terjadinya kebakaran.
V. Penutup
Sebagai penutup tulisan ini dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah,
sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi
serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan
perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
2. Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan
akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang
14
sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi
lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum
memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara
menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran
atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan
kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab
kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari
Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi
kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas.
Daftar Pustaka
Danny, W., 2001. Interaksi Ekologi dan Sosial Ekonomi Dengan Kebakaran di Hutan
Propinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Paper Presentasi pada Pusdiklat
Kehutanan. Bogor. 33 hal.
Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Kebakaran Hutan
Menurut Fungsi Hutan, Lima Tahun Terakhir. Direktotar Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta.
Soemarsono, 1997. Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia
(Penyebab, Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan). Prosiding
Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan
Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta. hal:1-14.
Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya. Prosiding Simposium:
“Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”.
Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta. hal: 36-39.
Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam
Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran
dan Asap di Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup
15
Saharjo dan Husaeni, 1998. East Kalimantan Burns. Wildfire 7(7):19-21.
Tacconi, T., 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia, Penyebab, biaya dan implikasi
kebijakan. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor,
Indonesia. 22 hal. http://www.cifor.cgiar.org/Publiction/occasional paper no 38
(i)/html
Sumber : http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm
16
top related