kekuasaan politik
Post on 09-Apr-2016
74 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SOSIOLOGI POLITIK
ANALISIS KEKUASAAN POLITIK
Disusun Oleh :
Anarkhi Dianastuty 13808141007
Nugroho Budi Santoso 13808141008
Widya Wulan Sari 13808141017
Nanda Putra Nugrahena 12808141074
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Analisis Kekuasaan
Politik”
Makalah ini dibuat dengan bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu,kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Yogyakarta, September 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MAKALAH
Politik selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas pengetahuan tentang politik bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan keadaan politik yang kondusif dan berimbang. Dengan keadaan politik yang kondusif dan berimbang, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif.
Dalam Mewujudkan masyarakat yang sejahtera haruslah diawali dengan berpolitik dan penerapan kekuasaan yang sesuai dengan porsi dan tatacaranya. Karena itulah akan terbentuk pemerintahan yang baik dan keseimbangan dalam penerapan dan pelaksanaan pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap keadaan politik yang terjadi di negara ini. Dalam Makalah ini akan dibahas tentang kekuasaan politik baik dari sudut pandang dalam negeri maupun dari sudut pandang dunia.
RUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang pembuatan makalah ini, maka kami akan mengkaji beberapa permasalahan yang harus diketahui, diantaranya:1. Apakah definisi dari kekuasaan politik?2. Apa saja ciri – ciri, tipe, dan sumber dari kekuasaan?3. Bagaimana penerapan sistem politik dan birokrasi kekuasaan?4. Bagaimana kekuasaan politik dari sudut pandang Nasional?5. Bagaimana kekuasaan politik dari sudut pandang Dunia?
BAB II
PEMBAHASAN
KEKUASAAN
Perubahan politik lebih dirangsang oleh distribusi kekuasaan yang tidak lagi terlalu terpusat
maupun tersebar luas. James Q. Wilson menarik kesimpulan bahwa intensitas usul pembaharuan
(the rate of proposal of innovations) secara langsung mempunyai kaitan fungsional, dengan
keanekaragaman organisasj, sedangkan derajat penerimaab inovasi (rate of adaptation of
innovations) mempunyai korelasi signifikan yang terbalik dengan keanekaragaman organisasi.
Menurut wilson, yang diartikan dengan keragaman organisasi ialah kompleksitas tugas dan
struktur organisasi serta kompleksitas sistem perangsang di dalam organisasi itu.
Dalil wilson itu kemudian mengandung pengertian bahwa suatu sistem politik yang
kekuasaannya tersebut mempunyai banyak gagasan tapi kecil penyerapannya, sedangkan sistem
politik yang terpusat mempunyai sedikit gagasan tetapi besar daya serapnya. ( Samuel, 2004: 163
– 164)
A. Pengertian Kekuasaan
Telah muncul banyak definisi beberapa ahli, seperti W.Connoly (1983) dan S.Lukes (1947)
menganggap kekuasaan sebagai suatu konsep yang dipertentangkan (a contesed
concept) yang artinya merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu consensus. Perumusan
yang umumnya dikenal bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok
manusia untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa
sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai
tujuan itu. Dalam hal ini pelaku bisa berupa seorang, sekelompok orang, atau suatu
kolektivitas. “Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (Relationship) dalam arti bahwa ada
satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah (the ruler and the ruled), satu
pihak yang memberi perintah dan pihak lain yang mematuhi perintah.”
B. Definisi Kekuasaan Menurut Para Ahli
1. Surbakti
Surbakti (1999: 58) mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan menggunakan
sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain sehingga
pihak lain berperilaku sesuai dengan pihak yang mempengaruhi.
2. Weber
Weber dalam Waters (1994) mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemungkinan seorang
actor dapat menguasai dirinya, meskipun dengan perlawanan tanpa memperhatikan resiko.
Kekuasaan menyangkut kualitas individu dan kombinasi keadaan yang memungkinkan
seseorang mengontrol lainnya.
3. Barbara Goodwin (2003)
Seorang ahli kontemporer, mendefinisikan bahwa kekuasaan adlah kemampuan untuk
mengakibatkan seseorang bertindak degan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan
dipilih, seandainya ia tidak dilinatkan. Dengan kata lain memaksa seseorang untuk
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.
Biasanya kekuasaan diselenggarakan (exercise of power ) melalui isarat yang jelas. Ini sering
dinamakan kekuasaan manifest ( manifest pawer). Namun kadang-kadang isyarat itu tidak
ada, misalnya dalam keadaan yang oleh Carl Friedrich dinamakan the rule of anticipated
reactions. Perilaku B ditentukan oleh reaksi yang dianttisipasikan jika keingainan A tidak
dilakukan oleh B. Bentuk kekuasaan ini sering dinamakan kekuasaan implisit ( implicit
power ). Suatu contoh dari kekuasaan manifes ialah jika seseorang polisi menghentikan
seseorang pengendara motor karena melanggar peraturan lalu lintas.Contoh dari kekuasaan
implisit ialah seorang anak sekolah membatalkan rencana untuk main bola dan memutuskan
untuk membuuat pekerjaan rumahnya, karena takut akan dimarahi bapaknya.
C. Ciri-ciri Kekuasaan
Menurut Syarbaini, dkk., (2002: 48) kekuasaan merupakan unsur penting dalam kehidupan
bermasyarakat karena perannya menentukan nasib berjuta-juta orang. Kekuasaan senantiasa
ada di dalam masyarakat, baik masih sederhana maupun masyarakat besar dan kompleks.
Surbakti (1999: 58) mengemukakan bahwa kekuasaan meliputi tiga unsur, yaitu tujuan, cara
penggunaan sumber-sumber pengaruh, dan hasil penggunaan sumber-sumber pengaruh. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa ciri hubungan kekuasaan, yaitu :
1. Kekuasaan merupakan hubungan antar manusia
2. Pemegang kekuasaan mempengaruhi pihak lain
3. Pemegang kekuasaan dapat seorang individu, kelompok, organisasi ataupun pemerintah
4. Sasaran kekuasaan (yang dipengaruhi) dapat berupa individu, kelompok organisasi atau
pemerintah
5. Suatu pihak yang memiliki sumber belum tentu mempunyai kekuasaan yang efektif
6. Penggunaan sumber-sumber kekuasaan mungkin melibatkan paksaan, consensus, atau
kombinasi keduanya
7. Begantung pada perspektif moral yang digunakan
8. Hasil penggunaan sumber-sumber pengaruh itu dapat menguntungkan seluruh masyarakat
atau hanya menguntungkan sekelompok kecil masyarakat.
9. Sumber-sumber kekuasaan politik digunakan dan dilaksanakan untuk masyarakat umum
10.Kekuasaan yang beraspek politik merupakan penggunaan sumber-sumber pengaruh untuk
mempengaruhi proses politik.
D. Sumber-sumber Kekuasaan
Surbakti (1999: 64) mengatakan bahwa sumber-sumber kekuasaan meliputi :
1. Paksaan fisik, misalnya senjata, penjara, kerja paksa, teknologi dan aparat
2. Kekayaan, misalnya uang, emas, tanah, barang berharga, surat berharga
3. Normatif, misalnya pemimpin agama (suku), adat dan tradisi
4. Jabatan, merupakan sumber pengaruh yang efektif, sehingga birikrasi dimanapun
cenderung memiliki pengaruh yang besar tidak hanya terhadap masyarakat, tetapi juga
terhadap politikus yang menjadi atasannya.
5. Keahlian, misalnya pengetahuan, teknologi, keterampilan
6. Status social, seperti kasta Brahmana, keturunan cikal-bakal desa, keturunan bangsawan
7. Popularitas pribadi, misalnya bintang film terkenal, pemain sepakbola cemerlang atau
pemimpin kharismatik.
8. Massa yang terorganisasi, seperti organisasi buruh, petani, guru, mahasiswa, dan wanita.
Kita perlu membedakan dua istilah menyangkut sumber kekuasaan :
1. Cakupan Kekuasaan ( scoope of power )
Menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi
obyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang direktur perusahaan mempunbyai kekuasaan
untuk memecat seorang karyawan (asal sessuai dengan ketentuan-ketntuan yang berlaku),
akan tetapi tidak mempunyai kekuasan terhadap karyawan diluar hubungan kerja ini.
2. Wilayah kekuasan ( domain of power )
Menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang
berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku, kelompok organisasi atau kolektivitas yang kena
sasaran. Misalnya seorang direktur perusahaan mempunyai kekuasaan atas semua
karyawan dalam perusahaan itu,, baik dipusat, maupun yang dicabang- cabang.
E. Tipe-tipe Kekuasaan
Weber (dalam Carter, 1985: 56) membagi kekuasaan dalam tiga tipe, yaitu
1. Kekuasaan tradisional
Kekuasaan tradisional adalah orde social yang bersandar pada kebiasaan kuno dengan
mana status dan hak para pemimpin juga sangat ditentukan oleh adat dan kebiasaan
2. Kekuasaan legal-rasional
Bahwa semua peraturan ditulis dengan jelas dan diundangkan dengan tegas serta batas
wewenang para pejabat atau penguasa ditentukan oleh aturan main.
3. Kekuasaan rasionalitas
Oleh Weber dibagi menjadi empat rasionalitas, yaitu :
a) Rasionalitas-tujuan atau zweakrational, yaitu tindakan manusia yang meliputi
perhitungan yang tepat dan pengambilan sarana yang paling efektif untuk tujuan
yang dipilih dan dipertimbangkan efeknya.
b) Rasional-nilai, yaitu tindakan manusia dengan menggunakan nilai sebagai ukuran
seleksi dan penilaian tindakan
c) Tindakan afektif atau emosional, yaitu tindakan yang berada dibawah dominasi
langsung perasaan
d) Tindakan tradisional yaitu meliputi tindakan berdasarkan kebiasaan yang muncul
dari praktik yang telah ada.
F. Dimensi-dimensi Kekuasaan
Surbakti (1999: 59-64) mengatakan bahwa terdapat enam dimensi kekuasaan yaitu :
1. Potensial dan aktual
Kekuasaan potensial dimiliki seorang apabila ia memiliki sumber-sumber kekuasaan
seperti kekayaan,tanah, senjata, pengetahuan dan informasi, popularitas, status social yang
tinggi, massa yang terorganisasi dan jabatan. Sedangkan kekuasaan actual dimiliki
seseorang apabila ia telah menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya ke dalam
kegiatan politik secara efektif (mencapai tujuannya). Misal, seorang milioner memiliki
kekuasaan potensial, iahanya bisa disebut memiliki kekuasaan actual apabila ia telah
menggunakan kekayaannya untuk mempengaruhi para pembuat dan pelaksana keputusan
politik secara efektif.
2. Konsensus dan paksaan
Kekuasaan consensus akan memandang bahwa elit politik sebagai orang yang tengah
berusaha menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan masyarakat secara keseluruhan.
Sedangkan kekuasaan paksaan akan cenderung memandang politik sebagai perjuangan,
pertentangan, dominasi, dan konflik.
Perbedaan kekuasaan paksaan dan kekuasaan consensus
Kekuasaan paksaan Kekuasaan konsensus
1. Alasan untuk menaati kekuasaan
paksaan berupa rasa takut baik secara
fisik seperti dipukul, ditangkap,
dipernjarakan atau dibunuh; rasa takut
non fisik misalnya kehilangan
pekerjaannya, dikucilkan dan
diintimidasi.
2. Cara yang paling efektif untuk
mendapatkan ketaatan dari pihak lain.
artinya kekuasaan ini tidak akan
“langgeng”
3. Sarana yang digunakan untuk
mendapatkan ketaatan antara lain,
a) sarana paksaan fisik (misal senjata)
b) sarana ekonomi (misal pekerjaan,
uang, proyek, kesempatan berusaha
dan lain-lain),
c) sarana psikologik (misal intimidasi
perang urat saraf dan brain washing
(cuci otak)
1. Alasan untuk mentaati kekuasaan
konsensus pada umumnya berupa
persetujuan secara sadar dari pihak
yang dipengaruhi
2. Ketaatan cenderung “langgeng”, karena
ketaatan timbul dari kesadaran dan
persetujuan pihaka yang dipengaruhi
3. Sarana yang digunakan untuk mendapat
ketaatan seperti nilai kebaikan bersama,
moralitas dan ajaran agama, keahlian,
popularitas pribadi terkenal untuk
mendapatkan ketaatan
3. Kekuasaan Positif dan Kekuasaan Negatif
Kekuasaan positif adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan
yang dipandang penting dan diharuskan, sedangkan kekuasaan negatif adalah penggunaan
sumber-sumber kekuasaan untuk mencegah pihak lain mencapai tujuannya yang tidak
hanya dipandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihak lainnya. Contoh kekuasaan
positif adalah kemampun presiden untuk memengaruhi DPR agar menerima dan
menyetujui RUU yang diajukan, sedsangkan kemampuan fraksi-fraksi di DPR untuk
menolak seluruh RUU boleh dipandang sebagai kekuasaan negatif (dari sudut presiden).
Kesulitan yang besar timbul ketika harus membedakan yang benar dan yang salah, karena
tidak adanya tolok ukur yang pasti.
4. Jabatan dan pribadi
Pada masyarakat yang maju dan mapan,baik jabatan maupun kualitas pribadi yang
menduduki jabatan merupakan sumber kekuasaan. Sebaliknya, pada masyarakat yang
sederhana, struktur masyarakat kekuasaan didasarkan atas kualitas pribadi tampak lebih
menonjol, daripada kekuasaan yang terkandung dalam jabatan. Keefektifan kekuasaan
terutama berasal dari kualitas pribadi, seperti charisma, penampilan diri, asal usul keluarga,
dan wahyu.
5. Implisit dan eksplisit
Kekuasaan implisit adalah pengaruh yang tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan,
sedangkan kekuasaan eksplisit ialah pengaruh yang secara jelas terlihat dan terasakan.
Misalnya, kekuasaan Senat Amerika Serikat biasanya bersifat implisit.
6. Langsung dan tidak langsung
Kekuasaan langsung adalahpenggunaan sumber-sumber untuk memengaruhi pembuat dan
pelaksana keputusan politik dengan melakukan hubungan secara langsung, tanpa melalui
perantara. Kekuasaan tidak langsung adalah penggunaan sumber-sumber untuk
memengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik melalui perantara pihak lain yang
diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pembuatan dan pelaksana
keputusan politik. Kenyataannya, penggunaan kedua hal itu ditentukan dengan
pertimbangan segi keefektifan.
G. Sistem Politik dan Bentuk Kekuasaan
Menurut Samuel P. Huntington dalam buku ‘Tertib Hukum Pada Masyarakat yang sedang
Berubah’ menuliskan bahwa sistem politik dan bentuk kekuasaan memiliki pola dan
keterkaitan, diantaranya sebagai berikut ditampilkan pada tabel.
Distribusi KekuasaanLingkup Kekuasaan
Sedikit Banyak
Dipusatkan - Kerajaan birokrasi- Monarki absolut Kediktatoran Totalitas
Disebarkan - Feodalisme- Struktur Piramida Demokrasi Konsitusional
KEKUASAAN NASIONAL DAN MENURUT BUDAYA JAWA
Kebudayaan kekuasaan atau sosiologi kekuasaan
Sumber kekuasaan Indonesia saat ini berada di tangan pemerintah. Hampir semua kemauan
pemerintah pada dasarnya tidak dapat ditentang, karena lembaga – lembaga nonpemerintah
tidak cukup (secara politis) untuk menentangnya. Pemerintah hanya dapat dikritik dalam hal –
hal yang bersifat teknis belaka. Misalnya dalam melaksanakan program tertentu namun
kurang baik dijalankan, karena pelaksanaannya kurang kompeten. (Mochtar Lubis dalam
Sajogyo,1996: 40 )
Pertumbuhan Kekuasaan Birokrasi Pemerintah
Upaya untuk menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan pemerintahaan telah
banyak dilakukan. Beberapa diantaranya mengatakan bahwa pertumbuhan itu adalah akibat
dari perkembangan sosioekonomi. Pertumbuhan dan perkembangan yang semakin komplek
dari sesuatu masyarakat membuat permintaan jasa pelayanan semakin besar. Penjelasan lain
menyatakan pertumbuhan itu didasarkan atas tekanan – tekanan ideologi dan politik. Tekanan
dari sisi ini menghendaki keuntungan yang lebih besar dengan menciptakan dan menambah
anggaran (Niskanen, 1971).
Richard Rose dalam Miftah Thoha (2003) menjelaskan bahwa kebijakan publik bisa
diklasifikasikan menjadi tiga kategori:
a. Merumuskan batasan – batasannya
b. Mobilisasi sumber
c. Keduanya terkait erat dengan publik dan sosial
Pada umumnya perkembangan pemerintahan dalam masyarakat barat (western society) secara
evolutif berjalan dari kategori menetapkan batasan – batasannya menuju ke fungsi
memobilisasi sumber – sumber dan fungsi publik atau masyarakat. Pemerintah telah
menetapkan kekuasaan dalam tiga kategori tersebut, maka pemerintah tidak akan mengurangi
atau menghilangkan kekuasaan tersebut.
Indikator yang dapat mengukur perkembangan dan pertumbuhan pemerintah
1. Indikator pertumbuhan anggaran pemerintah
Pertumbuhan anggaran pemerinta h cenderung meningkat, dan mengakibatkan pajak naik,
harga – harga bahan kebutuhan pokok naik, harga bahan bakar minyak juga naik, dan tarif
angkutan pun naik. Kenaikan ini dipandang oleh anggota masyarakat akibat pemerintah
menaikkan kegiatannya yang memerlukan biaya besar dan itu tergambar dalam anggaran
pendapatn dan belanja negara.
2. Indikator angkatan kerja yang bekerja disektor publik (tentara dan polisi)
Indikator lain yang bisa mengukur pertumbuhan dan perkembangan pemerintahaan adalaj
kerja yang bekerja di sektor publik (total work force employed in the publik sector)
termasuk didalamnya tentara dan polisi. Semakin meningkat jumlah karyawan pemerintah,
semakin besar pula kegiatan pemerintah yang mengakibatkan pula semakin berkembang
dan besar organisasi pemerintah. Meningkatnya jumlah karyawan pemerintah secara
dramatis banyak diakui mulai membesarkan semenjak perang dunia kedua (Peters, 1978).
Mulai saat itu pemerintah merupakan organisasi besar yang tiada tandingannya, dan sangat
menentukan serta mempengaruhi hidup seseorang dalam masyarakat ini. Seseornang tidak
akan bisa menghindari (unavoidable) untuk melakukan kontak atau hubungan dengan
pemerintah dan pejabatnya dalam rangka menyelesaikan urusan hidupnya. (Caiden, 1982)
dalam (Miftah Thoha, 2003)
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia
Negara indonesia berdasarkan UUD 1945 tidaklah menganut paham Trias Politika. Namun,
oerkembangan berbagai kekuasaan negara menunjukkan dengan tegas bahwa para perumus UUD
1945 sangat dipengaruhi oleh ajaran Trias Politika. Dikatakan tidak menganut Trias Politika
karena poros - poros kekuasaan di Indonesia bukan hanya tiga melainkan lima yang sejajar yaitu
legislatif (presiden dan DPR), eksekutif (presiden), yudikatif (Mahkamah Agung), auditif (Badan
Pemeriksa Keuangan), dan konsultatif (Dewan Pertimbangan Agung). Kemudian, diatas kelima
poros itu ada MPR yg merupakab lembaga suprematif. Selain itu, poros kekuasaan yang
ditentukan oleh UUD 1945 tidaklah diletakkan pada posisi yg terpusah secara mutlak melainkan
dijalin oleh satu hubungan kerja sama fungsional. Namun, pelembagaan kekuasaan negara atas
poros - poros seperti itu jelas sekali sangat dipengaruhi oleh trias politika, minimal hal ity bisa
dilihat dari adanya kekuasaan - kekuasaan yang dibangun dalam Trias Politika yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Prinsip Trias Politika yang juga dianut di dalam UUD 1945 adalah
adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak sebagai ciri dan syarat tegaknya
negara hukum. (Moh. Mahfud MD, 1999: 274-275)
Kekuasaan Menurut Budaya Jawa
Kebudayaan Jawa mempunyai istilah yang mirip, tetapi tidak sama dengan konsep kekuasaan
Barat, yaitu kesakten. Benedict RO’G Anderson (1972: 20) mengatakan bahwa orang Jawa
memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang konkret, homogeny, jumlah keseluruhannya selalu
tetap, serta tidak memeprsoalkan keabsahan.
Anderson (1972: 25-27) mengkontraskannya dengan konsep kekuasaan barat berdasarkan
beberapa kriteria, yaitu abstrak tidaknya kekusaan, sumber-sumber kekuasan, jumlah kekuasaan,
dan moralitas kekuasaan.
Kekuasaan dalam budaya barat memiliki tiga karakteristik. Pertama, kekuasaan bersifat abstrak,
yaitu sesuatu yang tak tampak dengan mata dan merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu bentuk hubungan antarmanusia. Kedua, sumber kekuasaan bersifat
majemuk. Maksudnya seseorang dapat memengaruhi orang lain apabila dia memiliki dan mampu
menggunakan sumber-sumber kekuasaan. Ketiga, jumlah kekuasaan tidak terbatas. Kekuasaan
tidak akan bersifat terbatas karena kekuasaan merupakan abstraksi yang menggambarkan
hubungan manusia.
Budaya Jawa mempunyai karakteristik. Pertama, kekuasaan bersifat konkret yaitu
keberadaannya tidak terikat pada orang yang menggunakannya. Kekuasaan merupakan kekuatan
spiritual, misterius, dan tak nyata menggerakan dunia. Kedua, kekuasaan bersifat homogen
maksudnya semua kekuasaan berasal dari tipe dan sumber yang sama. Ketiga, jumlah kekuasaan
di dunia bersifat tetap, walaupun distribusinya dapat berubah, pegangannya dapat berganti-ganti.
Menurut budaya jawa, kekuasaan diperoleh dengan cara bertapa dan praktek yoga (puasa,
meditasi, dan lain-lain). kekuasaan dapat diperoleh denganmengadakan upacara-upacara
kebesaran yang melibatkan banyak orang. Kekuasaan juga diperoleh dengan mengumpulkan
benda-benda seperti gamelan, keris, kereta kencana, payung kebesaran dan barang-barang
pusaka lainnya.
Cara untuk mempertahankan kekuasaan menurut budaya jawa, seperti ungkapan “siapa yang
mencari kekuasaan tidak akan mendapatkannya, sedangkan yang tidak mencarinya, justru akan
mendapatkan kekuasaan”. Kalau ditelaah secara seksama, maka pernyataan ini bertentangan
dengan paham kekuasaan jawa yang menggambarkan cara-cara memperoleh kekuasaan, yang
sekalipun tidak dengan cara-cara budaya barat, tetapi terdapat upaya sadar untuk mencari,
memusatkan, dan mempertahankan kekuasaan. SSKFNDFNFNDNFDDF
KEKUASAAN MENURUT DUNIA
Kekuasaan Dan Nilai Dalam Masyarakat Dunia
A. Politik: Kekuasaan Dan Orientasi Orientasi Normatif
Politik adalah “mengenai” pelaksanaan kekuasaan dan kontrol atas masyarakat manusia
dengan tujuan untuk mengembangkan nilai – nilai atau gagasan – gagasan sosial tertentu.
Kehidupan kita memunculkan ranah politik hanya dengan menggabungkan kapabilitas
(kekuasaan) dengan faktor – faktor nilai (normatif) yang relevan bagi umat manusia.
B. Kekuasaan Hukum dalam Masyarakat Dunia
Keterbiasaan dengan jenis perpaduan dalam politik masyarakat domestik yang mantap dan
mungkin terjadi ini, kenyataannya, keberhasilan relatif dari penggabungan antara dimensi
normatif dengan dimensi kekuasaan itulah yang menjadikan keduanya mungkin dan mantap.
Harus diingat, keberadaan perpaduan normatif yang lebih kuat itulah yang pada dasarnya
memisahkan warganegara domestik dari masyarakat dunia. Perbedaannya adalah , masalah
tingkat bukan jenisnya. Persis sebagaimana tidak semua perilaku politik di dalam masyarakat
domestik itu dikendalikan oleh aturan normatif ( normative order), tidak juga semua perilaku
internasional itu hampa dari pertimbangan – pertimbangan normatif.
C. Keselarasan Antara Kekuasaan Dengan Otoritas
Semakin besar tingkat keselarasan antara kekuasaan dengan otoritas, maka semakin condong
kita untuk mengangap hasil pemerintahannya sebagai sah. Hingga batas satu dimensi
mendominasi yang lainnya, maka kapasitas pemerintahannya pun mengalami pelemahan
hingga titik yang ekstrim, selagi kita mengkaji keduanya pada akhirnya kita haris
menganggapnya sama sekali bukan pemerintah. ( , : 193)
Contoh:
Pakta Kellog – Briand (the Kellog – Briand Pact) 1928, yang secara formal dikenal sebagai
Perjanjian Paris (Pact of Paris), mengutuk “jalan perang bagi penyelesaian masalah – masalah
intrnasiona. “Meskipun pakta tersebut berfungsi sebagai contoh klasik dalam hubungan
internasional mengenai pembentkan otoritas khusus (yaitu mendeklarasikan jalan perang
sebagai yang ilegal) yang pada dasarnya menjadikannya tak bersinggungan dengan
kekuasaan yang berkaitan, karena pakta tersebut tidak memberikan langkah – langkah
penerapannya. Hasilnya, ototritasnya semakin keropos dan gagal membentuk perilaku.
Kasus Vietnam, posisi resmi Amerika Serikat yang membenarkan intervensinya adalah bahwa
sebagian aktor yang memiliki kapabilitas tersebut memiliki hak dan tanggung jawab untuk
membantu Vietnam Selatan dalam upayanya mengusir serangan dari luar wilayah
perbatasannya. Pandangan ini melihat Vietkong sebagai yang telah melakukan tindakan ilegal
yang memunculkan sanksi berupa perlawanan kuat dari beberapa negara berdaulat yang lain
apabila sekumpulan negara berdaulat yang berada dalam Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB)
tidak dapat bersepakat untuk melakukan hal tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perubahan politik lebih dirangsang oleh distribusi kekuasaan yang tidak lagi terlalu terpusat
maupun tersebar luas.Kekuasaan itu sendiri merupakan kemampuan menggunakan sumber-
sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain sehingga pihak lain
berperilaku sesuai dengan pihak yang mempengaruhi.
Kekuasaan memiliki ciri khusus untuk membedakan dengan yang lainnya, menurut Subakti ciri
kekuasaan ada sepuluh. Kekuasaan juga timbul dari beberapa sumber, diantaranya adalah
kekuasaan yang bersumber dari paksaan fisik, kekayaan, normatif, jabatn, keahlian, status sosial,
popularitas pribadi. Menurut Weber, kekuasaan memiliki tiga tipe kekuasaan, yakni kekuasaan
tradisional, kekuasaan legal – rasional dan kekuasaan rasionalitas.
Berdasarkan tiga tipe kekuasaan tersebut, kekuasaan suatu negara dapat dilihat akan lebih
condong mengarah kepada tipe yang mana. Di Indonesia terdapat berbagai macam kekuasaan,
menurut budaya jawa kekuasaan itu dititik beratkan pada pemilikan tanah (tuan tanah), yakni
orang yang berkuasa adalah orang yang menguasai tanah yang ada di Jawa.
Pertumbuhan dan perkembangan yang semakin komplek dari sesuatu masyarakat membuat
permintaan jasa pelayanan semakin besar. Penjelasan lain menyatakan pertumbuhan itu
didasarkan atas tekanan – tekanan ideologi dan politik. Tekanan dari sisi ini menghendaki
keuntungan yang lebih besar dengan menciptakan dan menambah anggaran. Sehigga
pertumbuhan dan perkembangan negara tergantung pada kekuasaan yang dimiliki oleh
pemerinthan negara tersebut.
Perkembangan kekuasaan pada kehakiman di Indonesia sendiri dapat dilihat pada penerapan
prinsip Trias Politika yang telah dimodifikasi sesuai dengan prinsip pancasila, yakni poros -
poros kekuasaan di Indonesia yang bukan hanya tiga melainkan lima yang sejajar yaitu legislatif
(presiden dan DPR), eksekutif (presiden), yudikatif (Mahkamah Agung), auditif (Badan
Pemeriksa Keuangan), dan konsultatif (Dewan Pertimbangan Agung). Kemudian, diatas kelima
poros itu ada MPR yg merupakab lembaga suprematif. Prinsip Trias Politika yang juga dianut di
dalam UUD 1945 adalah adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak sebagai
ciri dan syarat tegaknya negara hukum.
Kekuasaan politik, selain dilihat dari sudut pandang dalam negeri juga bisa dilihat dari sudut
pandang dunia. Keterbiasaan dengan jenis perpaduan dalam politik masyarakat domestik yang
mantap dan mungkin terjadi ini, kenyataannya, keberhasilan relatif dari penggabungan antara
dimensi normatif dengan dimensi kekuasaan itulah yang menjadikan keduanya mungkin dan
mantap.
DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini, Syahrial dan A. Rahman, dan Morang Djohado. 2002. Sosiologi dan Politik.
Jakarta:Ghalia Indonesia
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia
Dr. Basrowi, Dr. Sukidin, Dr. Joko Susilo, 2012. Sosiologi dan Politik. Bogor: Ghalia Indonesia
Thoha, Miftah.2003. Birokrasi dan Politik Indonesia.Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana
Indonesia
Huntington, Samuel P. 2004. Tertib Politik pada Masyarakat yang sedang Berubah. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Mahfud, Moh. MD.1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama
Media.
Faulk, Keith. 1999. Political Sosiology:A Critical Introduction. Edinburgh: Edinburgh
University Press. (diterjemahkan oleh Helmi Mahadi, disunting oleh M. Khozim. 2012.Sosiologi
Politik. Bandung: Nusa Media
Sajogyo, Pudjawati Sajogyo.1996. Politik Pedesaan : Kumpulan Bacaan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
top related