karakteristik klinis dan estimasi keparahan dermatitis atopik pada anak anak
Post on 17-Feb-2016
246 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin Jurnal Reading
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Karakteristik klinis dan Estimasi Keparahan Dermatitis Atopik
pada Anak-anak
Oleh :
Marini Tandarto
0910015036
Pembimbing :
dr. Agnes Kartini, Sp. KK
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2015
Karakteristik klinis dan Estimasi Keparahan Dermatitis Atopik pada
Anak-anak
Almira Cosickic ,FahrijaSkokic , BelkisaKolik - Hadzic , Maida Jahic
Klinikpediatrik ,pusatUniversitasklinis Tuzla , Bosnia dan Herzegovina
RINGKASAN
Karakteristik klinis dari dermatitis atopic ( DA ) pada anak dianalisis, dan tingkat
keparahan penyakit tersebut diestimasi dengan menggunakan indeks system score SCORAD dan
Three Items Severity Score ( TIS ) . Penelitian dilakukan di Klinik Penyakit Anak-anak di Tuzla.
Kriteria inklusi adalah : diagnosis DA berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka, dan usia sampai
dengan 15 tahun. Kriteria eksklusi : tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis DA , lebih dari 15
tahun , penggunaan anti – histamine dalam 5 hari terakhir dan / atau penggunaan kortikosteroid
dalam 4 minggu terakhir , dan diagnosis penyakit lain yang tidak memiliki dasar atopik .
Analisis ini melibatkan : karakteristik klinis , parameter dari kedua skor system dan
korelasi Indeks SCORAD dan Indeks TIS . Sampel penelitian yang memenuhi kriteria sebanyak
261 anak-anak ( 128 laki-laki dan 133 perempuan ) , dengan usia rata-rata 16,8 ± 5,4 bulan .
Awal terjadinya kelainan DA ( sebelum tahun kedua hidup ) muncul pada 51,3 % anak-anak ,
positif DA dari anamnesis ditemukan pada 17,2 % dari anak-anak, kelainan lokalisasi khas DA
muncul pada 96,6 % anak-anak, terlalu sensitive terhadap makanan pada 47,5 %sampel dan
terlalu sensitive terhadap allergen udara pada 12,3 % dari anak-anak .
Hasil dari Indeks SCORAD berkisar 14-92 ( median 37,1 ± 18.06 ) dan korelasi yang
signifikan dari parameter ke total nilai indeks SCORAD ( distribusi p = 0,0002 ; Intensitas p =
0,001 ; Gejala subjektif p < 0,0001 ) . Nilai indeks TIS berkisar 1-8 ( median 4.38 ± 2.03 )
dengan korelasi parameter yang signifikan dengan nilai total ( untuk eritema p < 0,0001 ; untuk
edema p < 0,0001 ; dan untuk ekskoriasi p = 0,0007 ) .
Ketika membandingkan nilai indeks SCORAD dan TIS , peneliti menemukan korelasi
yang signifikan ( r = 0,531 ; p < 0,0001 ) . Indeks TIS sebagai indeks SCORAD yang
disederhanakan dapat diandalkan untuk estimasi cepat penyakit dalam pekerjaan medis sehari-
hari ,namun dalam penelitian klinis , indeks SCORAD jauh lebih rinci dan estimasi yang lebih
terpercaya.
Kata kunci : dermatitis atopik - anak – Indeks SCORAD - Indeks TIS
Sesuai author : Almira Cosickic , MD . Klinik pediatrik .Universitas pusat klinis
Tuzla ,Trnovac bb,75000 Tuzla , Bosna i Hercegovina . Tel / fax : . 00 387 35 303-700 , E -
mail : almiracosickic@yahoo.com
1. PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kulit kronis yang sangat gatal. Penyakit
ini merupakan dermatitis utama pada usia anak-anak, dengan kelainan yang bergantung pada
usia anak dan tahap penyakit (1). Dalam usia bayi kelainan yang terjadi adalah lesi eksudatif
dengan ditandai eritema, vesikel dan krusta, dan terjadi paling sering pada wajah, leher,badan
dan daerah ekstensor ekstremitas. Kelainan lain yang kurang sering muncul adalah eritematosa
yang pada dasarnya didominasi kelainan likenifikasi dan ekskoriasi, muncul pada region dorsum
fleksi daerah ekstremitas(1,2).
Untuk saat ini, tidak ada serologi tes yang dapat "memastikan" beratnya DA, sehingga
penilaian penyakit terutama berdasarkan tanda dan gejala. Untuk mencapai penilaian yang lebih
mudah mengenai keparahan, pemantauan perjalanan penyakit dan respon terapi , beberapa sistem
skoring dikembangkan. Sistem penilaian yang paling sering digunakan adalah indeks SCORAD
(3) (termasuk enam parameter obyektif dan dua parameter subjektif), yang cocok untuk
penelitian klinis, tetapi rumit untuk praktek sehari-hari (4,5).
Untuk penilaian keparahan DA yang lebih mudah, dikembangkanlah versi sederhana dari
Indeks SCORAD, yaitu sistem penilaian yang menganalisis tiga parameter dasar intensitas
kelainan (eritema, edema, ekskoriasi ) atau Three Item Severity skor (TIS) (6,7). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakteristik klinis anak dengan dermatitis atopik, dan
menilai keparahan penyakit dengan menggunakan SCORAD dan Indeks TIS.
2. SAMPLE DAN METODE
Penelitian prospektif dilakukan di Departemen Penyakit Anak University Center klinis di
Tuzla (UCC Tuzla) selama periode dari 1 Januari 2007 sampai 31 Desember2009. Kriteria
inklusi untuk penelitian adalah: diagnosis DA ditetapkan jika setidaknya memenuhi tiga kriteria
mayor dan tiga kriteria minor menurut kriteria Hanifin dan Rajka (8), dan anak-anak berusia
hingga 15 tahun pada hari pengujian. Kriteria eksklusi adalah: tidak memenuhi kriteria diagnosis
dermatitis atopik (tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor), berusia di atas 15 tahun pada hari
pengujian, penggunaan anti histamin dalam lima hari sebelumnya, menggunakan kortikosteroid
(sistemik atau lokal) selama empat minggu sebelumnya, anak-anak yang memiliki penyakit akut
dan / atau kronis yang tidak memiliki dasar atopik, dan anak-anak yang belum menerima izin
tertulis orang tua untuk menjadi sampel dalam penelitian.
Berdasarkan kriteria diatas, didapatkan sampel sebanyak 261 anak selama survei di klinik
spesialis dan / atau dirawat di rumah sakit di Departemen Allergology, Rheumatology dan
Imunologi dari Departemen Penyakit Anak UCC Tuzla. Data yang di kumpulkan adalah : usia
anak, jenis kelamin, waktu muncul pertama kelainan kulit, alergi makanan, hipersensitifitas
untuk aeroallergen, riwayat atopi pada pasien dan riwayat keluarga, jumlah nilai antibodi IgE,
antibodi IgE spesifik untuk aeroallergen dan / atau alergen makanan dan hasil tes prick kulit
(Warner skin prick test-SPT) untuk aeroallergen dan /atau alergen makanan. Data tersebut
diperoleh dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik anak, dan riwayat penyakit dan
medical record pasien.
Penilaian keparahan penyakit dengan Indeks SCORAD dilakukan oleh peneliti pada saat
pemeriksaan anak. Yang dinilai adalah (A) distribusi kelainan (menggunakan sembilan aturan) di
depan dan belakang: kepala dan leher, badan, daerah kelamin, ekstremitas atas dan bawah;
distribusi kelainan ini telah dinyatakan dalam kisaran 0-100. Intensitas kelainan (B) : eritema,
edema / papula, krusta, ekskoriasi, likenifikasi, kulit kering (kulit kering dinilai di tempat yang
tidak terkena kelainan). Intensitas kelainan disajikan dalam skala 0-3, dimana 0 melambangkan
tidak adanya kelainan, 1 = Intensitas kelainan ringan, 2 = intensitas kelainan sedang, 3 =
intensitas kelainan parah. Gejala subyektif (C): gatal, tidur terganggu akibat gatal untuk tiga hari
tiga malam. Intensitas gejala subjektif digambarkan pada skala 0-10, dimana penilaian subjektif
dari 0 berarti "Tidak pernah membaik" dan 10 = "tidak pernah memburuk". Penilaian intensitas
gejala subjektif dilakukan oleh anak-anak sendiri (jika usia anak cukup dewasa) atau oleh orang
terdekat dari anak.
Nilai indeks SCORAD dihitung dengan rumus A / 5 + B / 2 + C. Nilai maksimum indeks
SCORAD adalah 103. Berdasarkan Nilai indeks SCORAD, berat ringannya dermatitis atopik
dinilai dengan: bentuk ringan (<15 poin), sedang (15-40 poin) dan bentuk penyakit berat > 40
poin (3). Penilaian keparahan DA menurut indeks TIS dilakukan pada saat pemeriksaan, tetapi
dilakukan oleh peneliti lain, dan yang dinilai adalah tiga parameter: eritema (kemerahan), edema
dan ekskoriasi. Yang dievaluasi adalah kelainan yang paling representatif untuk masing-masing
parameter, dan nilai-nilai yang diwakili oleh skala 0-3, di mana 0 berarti tidak adanya kelainan, 1
= intensitas kelainan ringan, 2 = intensitas kelainan sedang,3 = intensitas kelainan berat. Nilai
maksimum pada indeks TIS adalah 9. Menurut indeks nilai TIS Keparahan DA dinilai sebagai
berikut: bentuk ringan (0-2 poin), sedang (3-5 poin) dan bentuk parah dari 6-9 poin (7).
Pengujian untuk aeroallergen dan makanan alergen oleh SPT dilakukan di Kabinet untuk
pengujian alergi dari Klinik Penyakit Anak, UCC Tuzla. Yang dianalisis adalah hasil pengujian
untuk kelompok aeroallergen (serbuk sari rumput,gulma serbuk sari, serbuk sari pohon, debu
rumah, Dermato phagoides pteronyssinus, rambut/bulu binatang, bulu lainnya, serat sayuran,
kain, jamur, bakteri ) dan tujuh makanan yang paling umum bersifat alergen: susu sapi, telur,
tepung, kedelai, kacang, ikan, dan kemiri, dan mungkin beberapa alergen makanan lain jika pada
riwayat penyakit terdapat informasi mengenai dugaan alergi.
Pengujian dilakukan dengan dialisis ekstrak alergen dilarutkan dalam pelarut, yang
merupakan campuran larutan 50% dari gliserol dalam larutan buffer salin dengan penambahan
stabilisator alergen makanan (Institute of Immunology, Zagreb,Kroasia). Di sisi volar lengan
bawah ditempatkan serangkaian tetes alergen ekstrak, bersama dengan larutan kontrol (baik
positif maupun control negatif) pada interval 2-3 cm, dan kemudian melalui setetes ekstrak
alergen dengan standar lancet, yang memiliki panjang atas 1 mm ditusukkan ke lapisan
superfisial dari kulit pada sudut 45-90 °. Hasil dibaca 15 menit setelah penerapan ekstrak
alergen. Hasil dari tes ini adalah reaktivitas dan eritema. Reaktivitas kulit diukur dengan cara
untuk mengukur diameter terpanjang dan diameter vertikal terpanjang; nilai tersebut kemudian
ditambahkan dan dibagi dengan dua. Reaktivitas > 3mm dianggap sebagai hasil tes positif.
Nilai total antibodi IgE dinilai dalam 1 ml serum yangdiperoleh setelah sentrifugasi 4 ml
darah anak, yang diambil dengan prosedur standar dalam tabung reaksi tanpa pengawet atau
koagulan. Penentuan dibuat dengan metode immunophelometry, menggunakan nephelometer
(Dade Behring,Marburg, Jerman), di Poliklinik Laboratorium Diagnostik UCC Tuzla,
Departemen Biokimia. Nilai total IgE = 0-100 IU / ml dianggap normal. Penentuan antibodi IgE
spesifik untuk aeroallergen dan / atau alergen makanan dilakukan di Poliklinik untuk
Laboratorium Diagnostik, Departemen Imunologi, Universitas Klinis Pusat Tuzla, dari serum
pasien, dan alergen yang positif pada saat skin test, ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent
Assay), menggunakan mesin Hy Tec 288 Plus, Agilent Technologies Company, Biomedica.
Nilai > 0:35 IU / ml yangdianggap sebagai temuan positif.
1.
2.
2.1. Pengolahan data satistical
Dalam analisis statistik peneliti menggunakan metode standar statistik deskriptif, rentang,
median, standar deviasi. Untuk menilai korelasi antara parameter tertentu dan sistem skoring
untuk korelasi antara skorsistem indeks SCORAD dan Indeks TIS, digunakan korelasi Spearman
koefisien. Perbedaan antara sampel dianggap signifikan jika p <0,05. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan statistik software Arcus QuickStat (9)
3. HASIL
Pada periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2009 di klinik spesialis dan /
atau Departemen Allergology, Rheumatology dengan Imunologi, ditinjau dan / atau dirawat inap
286 anak-anak dengan dermatitis atopik. Dari penelitian di eksklusikan 25 anak : 2 Anak-anak
memiliki penyakit kronis yang tidak memiliki dasar atopik, untuk tiga anak tidak didapatkan izin
orang tua untuk dimasukkan dalam penelitian ini, dan 20 anak-anak pada saat penelitian
mendapatkan antihistamin dan / atau kortikosteroid. Kriteria penelitian terpenuhi pada 261 anak-
anak,128 (49%) laki-laki dan 133 (51%) anak perempuan, usia dari 1,5 bulan sampai 8,9 tahun
(rata-rata ±SD 16.8 ± 5.43 bulan).
Kemunculan awal kelainan DA (sebelum tahun kedua kehidupan) terdapat pada 134
(51,3%) anak dengan median ± SD usia terjadinya kelainan 8,2 ± 0,7 bulan. Riwayat keluarga
positif penyakit atopik terdapat pada 73 (28%) dan 45 (17,2%) anak-anak memiliki riwayat
positif atopi (15 orang memiliki episode berulang dyspnea, 9 orang didiagnosis dengan asma,11
orang memiliki rhinitis alergi dan 10 orang konjungtivitis berulang).
Alergi terhadap satu atau lebih makanan penyebab alergi dan / atau aeoralergene terbukti
(peningkatan IgE total, antibodi IgE spesifik dan SPT positif ) pada 124 ( 47,5% ) anak-anak.
Alergi terhadap makanan terdapat pada 92 (35,2%) anak; yaitu protein susu sapi pada 38 (14,5%)
anak-anak, telur pada 28 (10,7%) anak-anak, kacang kedelai pada 9 (3,4%) anak-anak, ikan pada
3 (1,1%) anak-anak, buah-buahan pada 10 (3,8%) anak-anak dan sayuran pada 4 (1,5%) anak-
anak. Hipersensitivitas terhadap aeroallergen terdapat pada 32 (12,3%) anak : yaitu debu rumah
pada 12 (4,6%) anak-anak, Dermatophagoides pteronyssinus pada 15 (5,7%), bulu hewan pada 2
(0,8%) anak-anak dan serbuk sari rumput pada tiga (1,1%) anak anak.
Kriteria Utama yang paling umum positif (Tabel 1) adalah lokasi kelainan khas untuk DA
pada 252 (96,6%) anak-anak (kepala dan wajah sebanyak 92 (35,2%) anak, ekstremitas atas pada
111 (42,5%) anak-anak, ekstremitas bawah pada 99 (38%) anak-anak, area badan pada 64
(24,5%) anak-anak); dan kelainan kulit kronis yang muncul dengan episode kesembuhan dan
kekambuhan pada 242(92,7%) anak-anak. Dimana kriteria minor yang paling banyak adalah
merasa gatal di kulit dan bekas garukan di 201 (77%).
Penilaian keparahan
penyakit itu dihitung
dengan menggunakan
SCORAD dan Indeks TIS.
Nilai indeks SCORAD
berada di kisaran 14-92
dengan median ± SD 37,1
± 18.06. Peneliti telah
menemukan korelasi yang
signifikan secara statistik
antara parameter: distribusi
dan kelainan intensitas (r =
0,419,95% CI = 0,313-
0,514, p <0,0001),
sementara distribusi
kelainan dan Gejala
subjektif (r = 0,3676, 95%
CI =0.257- 0,468, p <0,0001), sedangkan intensitas kelainan dan gejala subjektif (r = 0,3463,
95% CI = 0,234-0,448,p <0,0001).
Peneliti menemukan hasil positif dan korelasi yang signifikan antara beberapa parameter
dengan total skor indeks SCORAD: distribusi Kelainan (r = 0,4223, 95% CI = 0,164-0,720,p =
0,0002), intensitas kelainan (r =0,389, 95% CI = 0,123-0,523, p = 0,001) dan gejala subjektif (r =
0,3848,95% CI =,2122-0,728, p <0,0001). Menganalisis hanya parameter intensitas kelainan,
peneliti telah menemukan hasil positif dan korelasi signifikan secara statistik
antara total skor Indeks SCORAD : untuk eritema, bengkak, kulit kering dan likenifikasi. Untuk
krusta dan ekskoriasi korelasi total nilai indeks SCORAD adalah positif lemah tetapi tidak
signifikan (Tabel2). Menurut nilai total dari Indeks SCORAD dikelompokkan penilaian
keparahan penyakit pada ringan, bentuk sedang dan berat (Tabel 3).
Hasil skor indeks
TIS berada dikisaran 1-8
poin dengan median ±
SD,4.38 ± 2.03. Menurut
skor untuk sistem, dan
indeks SCORAD, yang
paling sering adalah
bentuk penyakit cukup
parah (3-5 poin) pada 169
(64,7%) anak-anak (Tabel
4). Korelasi parameter
tertentu, dengan nilai total
skor ini adalah positif dan
secara statistik signifikan,
yaitu: untuk eritema (r = 0,3961,95% CI = 0,2558-0,5201, p <0,0001) untuk edema (r = 0.308,
95% CI =,160 - 0,4434, p <0,0001) dan ekskoriasi (r = 0.353, 95%CI = 0,1013 - 0,394, p =
0,0007). Membandingkan hasil (nilai yang belum terkategorikan, tanpa pembagian ke dalam
ringan, bentuk moderat, dan berat dari penyakit ) dari SCORAD dan indeks TIS, peneliti
menemukan hubungan positif kuat dan korelasi yang signifikan secara statistik dengan koefisien
korelasi r = 0,531, 95% CI =0,437 - 0,613, p <0,0001.
4. PEMBAHASAN
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronis yang sering terjadi yang ditandai adanya
periode kesembuhan dan kekambuhan, dengan gejala klinis yang beragam, dimulai dari bentuk
minor seperti beberapa daerah eksim sampai yang mayor seperti daerah eritema yang luas (l0).
Umumnya terjadi primer pada bayi dan anak-anak dengan daerah distribusi yang khas. Dalam
penelitian ini,distribusi khas terjadi pada 96,6% dari anak-anak dan yang paling sering adalah
daerah yang wajah 35,2% dari anak-anak, ekstremitas atas pada 42,5% dari anak-anak dan
ekstremitas bawah 38% dari anak anak. Distribusi yang khas tersebut paling sering terjadi pada
anak-anak usia dibawah 2 tahun, yaitu sebanyak 51,3% dari sampel, dimana mediannya adalah
8,2 bulan. Hal ini sesuai dengan literature dimana dinyatakan bahwa DA muncul pada 48%-65%
kasus sepanjang 6 bulan awal kehidupan dan 75% -80% sampai 1 tahun pertama kehidupan (11).
Anak-anak dengan DA memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadi penyakit atopik lain;
dimana DA sebenarnya dianggap sebagai penyakit pertama diantara seluruh penyakit atopi. Hal
tersebut sudah dibuktikan dimana DA muncul pada 2 tahun pertama kehidupan, dan beberapa
saat setelahnya barulah pasien menderita asma atau rhinitis alergi (12, 13, 14). Terdapat 28%
dari sampel yang memiliki riwayat penyakit atopi, termasuk adanya periode dispneu berulang
pada 5,75% dari anak-anak, asma sebanyak 3,4% anak- anak, 4,2% dari anak-anak memiliki
rhinitis alergi dan 3,8% dari anak-anak memiliki riwayat konjungtivitis berulang.
Alergi makanan memiliki peran penting dalam patogenesis DA, dan prevalensinya
tergantung pada usia anak dan keparahan DA, dan pada bayi dan anak-anak adalah sekitar 40%
(15). Alergi yang paling sering adalah (> 90%) alergi terhadap: susu sapi, telur, kedelai, atau
kacang (16). Hasil penelitian ini serupa dengan literatur, dimana terdapat 35,2% anak-anak yang
terbukti memiliki alergi makanan dan alergen yang paling banyak adalah: protein susu sapi pada
14,5% anak-anak, telur pada 10,7%, dan kedelai pada 3,4% anak-anak.
Terbukti terdapat pengaruh dari aeroallergen dalam pengembangan dan eksaserbasi
kelainan DA (17, 18). Hipersensitivitas terhadap aeroallergen ditemukan pada 12,3% anak-anak
dalam sampel penelitian dan aeroallergen paling umum adalah Dermatophagoides pteronyssinus
di 5,7% kasus. Hasil ini sudah diperkirakan karena sebanyak 90% dari anak-anak dengan
kecenderungan atopik menunjukkan hipersensitivitas terhadap Dermatophagoides pteronyssinus
(19).
Dalam pekerjaan sehari-hari dan dalam penelitian klinis, sangat penting untuk evaluasi
keparahan DA dan bagaimana untuk memonitor perjalanan penyakit, respon terhadap terapi dan
kemungkinan prognosis. Ada beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk menilai
keparahan DA. Namun yang umumnya digunakan, handal dan diterima untuk penelitian klinis
adalah SCORAD Indeks, tetapi pada saat yang sama skoring tersebut sedikit rumit untuk praktek
sehari-hari. Untuk menilai keparahan penyakit dalam rutinitas praktek klinis secara cepat, telah
ditemukan aplikasi yang lebih baik, yaitu Indeks TIS yang memperhitungkan eritema, edema dan
ekskoriasi (6, 7).
Dalam penelitian ini, nilai SCORAD Indeks berada di kisaran 14-92 dengan median SD
37,1 ± 18,06, dan nilai indeks TIS berada di kisaran 1-8 dengan median ± SD, 4:38 ± 2.03.
Menurut kedua sistem penilaian, hasil yang paling banyak adalah bentuk penyakit moderat, yaitu
Berdasarkan nilai SCORAD Indeks sebanyak 60,5% dari anak-anak, dan menurut indeks TIS
64,7% dari anak-anak memiliki derajat keparahan penyakit ini. Terdapat hasil positif dan
korelasi yang signifikan antara kedua sistem skor dengan parameter dan total nilai skor. Total
nilai indeks SCORAD secara signifikan berkorelasi dengan distribusi kelainan (p = 0,0002),
intensitas kelainan (p = 0,001) dan gejala subjektif (p <0,0001). Untuk nilai total indeks TIS nilai
secara signifikan berkorelasi untuk eritema; (p <0,0001), edema (p = 0,0001) dan ekskoriasi (p =
0,0007).
Dari enam parameter intensitas kelainan untuk krusta dan ekskoriasi, peneliti tidak
menemukan hubungan yang signifikan dengan total nilai indeks SCORAD, walaupun hasilnya
positif. Hasil ini diluar dugaan, mengingat bahwa kulit gatal dan ekskoriasi dan krusta sebagai
hasil dari garukan merupakan salah satu karakteristik utama dari DA. Di sisi lain, edema dan
eritema berkorelasi positif dengan total nilai indeks SCORAD dan total nilai indeks TIS, yang
sekali lagi membuktikan pembenaran masuknya kedua parameter dalam indeks TIS. Dalam
penelitian ini, peneliti menemukan korelasi signifikan antara kedua skor sistem (nilai yang belum
terkategorikan, tanpa pembagian ke dalam ringan, bentuk moderat, dan bentuk berat dari
penyakit) Indeks SCORAD dan indeks TIS (r = 0,531, p <0,0001). Meskipun demikian korelasi
signifikan antara SCORAD indeks dan indeks TIS masih tetap banyak variasi indeks TIS yang
dapat digunakan untuk memprediksi nilai SCORAD Indeks, yang berarti bahwa indeks TIS tidak
bisa berfungsi sebagai pengganti SCORAD indeks.
Kelainan seperti kulit kering, krusta dan likenifikasi merupakan karakteristik penting DA
dan digunakan sebagai parameter di sebagian besar sistem penilaian, tapi dalam indeks TIS tidak
termasuk. Kehadiran kelainan ini tergantung pada terapi lokal yang diterapkan, di sisi lain
likenifikasi pada tangan tidak dapat diandalkan untuk menjadi parameter dalam usia bayi karena
jarang terjadi sebelum tahun kedua kehidupan (6,7). Gejala subyektif seperti rasa gatal dan
kurang tidur akibat sensasi untuk menggaruk juga merupakan parameter yang tidak termasuk
dalam indeks TIS, namun parameter tersebut merupakan Indikator penting dalam menentukan
kualitas hidup anak-anak dengan DA, dan dapat berfungsi sebagai parameter terpisah untuk
pemantauan dan evaluasi (20).
5. KESIMPULAN
Sistem Scoring yang digunakan dalam rutinitas klinis praktek harus sederhana, tetapi
penyederhanaan mengurangi sensitivitas dan objektivitas dari sistem. indeks TIS merupakan
skoring yang terpercaya, sederhana, cepat, mencetak orientasi sistem praktek sehari-hari, tetapi
tujuan uji klinis SCORAD Indeks menawarkan sensitifitas, obyektifitas, dan penilaian keparahan
penyakit yang lebih rinci.
REFERENSI
1. Abels C, Proksch E. Therapy of atopic dermatitis. Hautarzt, 2006; 57: 711-23.
2. Leung DYM, Rhodes AR, Geha RS, Schneider L, Ring J. Atopic dermatitis (atopic eczema).
In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF (eds). Dermatology in
general medicine. Mc- Graw Hill, New York, 1993: 1543-64.
3. Anonymus. European Task Force on Atopic Dermatitis Severity scoring of atopic dermatitis:
the SCORAD index. Dermatology, 1993; 186: 23-31.
4. Charman C, Chambers C, Williams H. Measuring atopic dermatitis severity in randomized
controlled clinical trials: what exactly are we measuring? Journal of Investigative
Dermatology, 2003; 120 (6): 932-41.
5. Schmitt J, Langan S, Williams HC. What are the best outcome measurements for atopic
eczema? A systematic review. J Allergy ClinImmunol, 2007; 120 (6): 1389- 98.
6. Oranje AP, Glazenburg EJ, Wolkerstorfer A, de Waard-van der Spek FB. Practical issues on
interpretation of scoring atopic dermatitis: the SCORAD index, objective SCORAD and the
three-item severity score. British Journal of Dermatology, 2007, 157(4): 645-8.
7. Wolkerstorfer A, de Waard-van der Spek FB, Glazenburg EJ, Mulder PGH, Oranje AP.
Scoring the severity of atopic dermatitis: three item severity score as a rough system for daily
practice and as a prescreening tool for studies. ActaDermato- Venereol, 1999; 79 (5): 356–9.
8. Hanifin JM, Rajka G. Diagnostic fearures of atopic dermatitis. ActaDermatolVenereol, 1980;
92: 44-7.
9. Buchan IE. ArcusQuickStat Biomedical version 1st ed. Cambridge: Adisson Wesley
Longman Ltd, 1997.
10. Leung DY, Bieber T. Atopic dermatitis. Lancet, 2003; 361:151-60.
11. Cantani A, Micera M. Natural history of cow milk allergy. An 14-year follow-up study in
children. Eur rev med Pharmacolsci, 2004; 5: 23-9.
12. Warner JO, ETAC Study Group. A double- blinded, randomized, placebo-controlled trial of
cetirizine in preventing the onset of asthma in children with atopic dermatitis: 18 months’
treatment and 18 months’ posttreatment follow-up. J Allergy ClinImmunol, 2001;108: 929-
37.
13. Illi S, von Mutius E, Lau S, Nickel R, Gruber C, Niggemann B, et al. The natural course of
atopic dermatitis from birth to age 7 years and the association with asthma. J Allergy
ClinImmunol, 2004;113: 925–31.
14. Gustafsson D, Sjoberg O, Foucard T. Development of allergies and asthma in infants and
young children with atopic dermatitis - a prospective follow-up to 7 years of age. Allergy,
2000;55: 240-5.
15. Zutavern A, Brockow I, Schaaf B, et al. Timing of solid food introduction in relation to
atopic dermatitis and atopic sensitization: results from a prospective `birth cohort study.
Pediatrics, 2006; 117 (2): 401-11.
16. Burks W. Skin manifestations of food allergy. Pediatrics. 2003;111: 1617-24.
17. Tupker RA, De Monchy JG, Coenraads PJ, Homan A, van der Meer JB. Induction of atopic
dermatitis by inhalation of house dust mite. J Allergy ClinImmunol. 1996; 97: 1064-70.
18. Tan BB, Weald D, Strickland I, Friedmann PS. Double-blind controlled trial of effect of
housedust-mite allergen avoidance on atopic dermatitis. Lancet, 1996; 347: 15–8.
19. Clark RAF, Adinoff AD. Aeroallergen contact can exacerbate atopic dermatitis. Patch test as
a diagnostic tool. J Am AcadDermatol, 1989; 21: 863-69.
20. Kunz B, Oranje AP, Labreze L, Stalder JF, Ring J, TaiebA.Clinical validation and guidelines
for the SCORAD index: Consensus report of the European Task Force on Atopic Dermatitis.
Dermatology 1997; 195: 10-9.
top related