kandungan apeleprints.umm.ac.id/46899/3/bab 2.pdfdan mengandung berbagai zat gizi seperti kalsium,...
Post on 22-Feb-2020
27 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
2.1.2 Kandungan Apel
Daging buah apel mengandung senyawa-senyawa flavonoid seperti : Catechin,
procyanidin, phloridzin, phloretin glycoside, caffeic acid, dan chlorogenic acid.
Sedangkan kulit apel mengandung senyawa-senyawa diatas, juga mengandung
flavonoid tambahan yang tidak terdapat pada daging buah seperti quercetin
glycosides dan cyanidin glycoside (Novi, 2009). Di samping aktivitas sebagai
provitamin A yang berguna untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab
berbagai penyakit degeneratif (Sudarminto, 2015). Senyawa antioksidan
merupakan suatu inhibitor yang digunakan untuk menghambat autooksidasi
dalam menetralisasi radikal bebas (Ni Wayan, 2014). Antioksidan merupakan
senyawa yang menghambat atau menunda proses oksidasi substrat pada
konsentrasi yang secara umum, antioksidan mengurangi reaksi inisiasi pada
reaksi berantai pembentukan radikal bebas dalam konsentrasi yang sangat kecil,
yaitu 0,01% atau bahkan kurang. Karakter utama senyawa antioksidan adalah
kemampuannya untuk menangkap radikal bebas (Prakasih, 2001)
7
Tabel 2.1. Kandungan Buah Apel
Jenis
Flavonoid Jumlah dalam mg/100g
Antosianidin Sianidin 2,44
Delfinidin 0,00
Malvadin 0,00
Pelargonidin 0,00
Peonidin 0,01
Petunidin 0,00
Flavan-3-ols Epicatekin 6,07
Epigalotekin 0,36
Epigalotekin 3-gallate 0,26
Katekin 0,89
Galotekin 0,00
Flavanom Naringenin 0,00
Flavon Apigenin 0,00
Luteolin 0,17
Flavonol Kaempferol 0,02
Myricetin 0,00
Quercetin 4,27
(Adhi, 2015)
2.1.3 Manfaat Apel
Apel mempunyai banyak manfaat karena mengandung serat senyawa pektin
dan mengandung berbagai zat gizi seperti kalsium, fosfor, besi, kalium, karbohidrat,
lemak, protein, niacin, riboflavin, vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, B9 dan vitamin C.
selain itu terdapat juga berbagai jenis fitokimia yang diperlukan oleh tubuh.
Fitokimia merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat
memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan tersebut (Yuwono, 2015).
Fitokimia dalam 50 mg apel dengan kulitnya per mililiter (berat basah) dapat
menghambat perkembangbiakkan sel tumor sampai dengan 42%. Sedangkan
kandungan fitokimia dalam 50 mg apel tanpa kulitnya per mililiter (berat basah)
8
hanya dapat menghambat perkembangbiakkan sel tumor sampai dengan 23%.
Hal ini menunjukkan kandungan fitokimia kulit apel lebih banyak dibandingkan
dengan daging buah apel. Distribusi kandungan kimia pada kulit dan daging buah
apel berbeda (Novi, 2009).
2.2 Alergi
Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas diinduksi oleh pajanan antigen
tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi berbahaya pada pajanan berikutnya
(Dorland, 2013). Terdapat empat tipe hipersensitivitas (alergi), yaitu : Tipe I
(IgE-mediated hypersensitivity), tipe II (Antibody-mediated hypersensitivity), tipe III
(Immune complexmediated hypersensitivity), dan tipe IV (delayed type
hypersensitivity). Ciri dari tipe I yaitu Immunoglobulin E (IgE) berikat dengan sel
mast dan membentuk ikatan silang dengan alergen menyebabkan degranulasi dan
pelepasan mediator seperti histamin. Tipe reaksi ini bisa terlihat pada anafilaksis.
Ciri dari hipersensitivitas tipe II yaitu antibodi secara langsung melawan permukaan
sel dari antigen dan menyebabkan destruksi sel tersebut melalui aktivitas
komplemen atau toksisitas selular bergantung antibodi melalui aktivasi sel natural
killer (NK). Tipe ini terjadi pada transfusi darah penyakit hemolisis pada kelahiran.
Ciri tipe II yaitu prapembentukan komplek imunitas disimpan dalam jaringan dan
menyebabkan aktivasi komplemen dan lokalisasi inflamasi yang mengakibatkan
kerusakan jaringan. Tipe ini terjadipada glomerolunefritis dan rematoid arthritis.
Reaksi tipe III disebabkan oleh IgG atau IgM, namun aktivitas zat anti yang
dibawahnya bukan terhadap antigen sel jaringa tubuh, melainkan, terhadap antigen
yang datang dari luar tubuh. Istilah lain untuk tipe III ialah hipersensitivitas
9
kompleks-imun, Ciri dari hipersensitivitas tipe IV yaitu T limfosit tersensitisasi
pada kontak kedua dengan antigen menyebabkan pelepasan sitokin yang
mengaktivasi makrofag dan T sitotoksik dan mengakibatkan inflamasi yang
terlokalisasi serta kerusakan jaringan. Tipe ini terjadi pada penolakan transplantasi
organ (Abbas AK dan Lichtman AH, 2005)
2.2.2 Mekanisme Alergi
Alergen memasuki tubuh manusia melalui berbagai rute diantaranya kulit,
saluran nafas dan saluran pencernaan. Ketika masuk, alergen akan dijamu serta
diproses oleh Antigen Presenting Cells (APCs) di dalam endosom. Kemudian APC
akan mempresentasikan Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II kepada
sel limfosit T helper (Th0) di dalam limfe sekunder. Sel Th0 akan mengeluarkan
Interleukin 4 (IL-4) yang merubah proliferasi sel Th menjadi Th2. Sel Th2 akan
menginduksi sel limfosit B (Sel B) untuk memproduksi Immunoglobulin (Ig). Pada
orang dengan alergi, Th1 tidak cukup kuat menghasilkan Interferon gamma (IFN-x)
untuk mengimbangi aktivitas Th2, sehingga Th2 akan lebih aktif memproduksi IL-4.
Hal ini menyebabkan sel B menukar produksi antibodi Immunoglobulin M (IgM)
menjadi Immunoglobulin (IgE). Immunoglobulin (IgE) akan menempel pada reseptor
Immunoglobulin (IgE) berafinitas tinggi FeԑRI pada sel mast, basofil dan eosinofil.
Beberapa menit setelah paparan ulang alergen, sel mast akan mengalami degranulasi
yaitu suatu proses pengeluaran isi granul ke lingkungan ekstrasel yang berupa
histamin, prostaglandin, serta sitokin-sitokin yang menimbulkan gejala klinis (Putu
Uthari, 2015)
10
Gambar 2.2. Mekanisme Alergi (Elsievier,2002)
2.2.3 Sel Mast
Sel mast merupakan bagian dari sel pengembara jaringan ikat yang memiliki
pseudopodia untuk melakukan mobilisasi. Pada dasarnya sel mast terdapat pada
semua organ, terutama pada jaringan mukosa paru-paru, traktus digestivus, dan kulit.
Kepadatan sel mast di dalam kulit normal manusia sekitar 10000/mm3. Sel mast
berukuran kurang lebih 12 um, berbentuk lonjong, tidak teratur dan kadang-kadang
memiliki pseudopodia pendek, menunjukkan mobilitasnya yang lambat. Inti sel
berbentuk bulat, relatif kecil dan berwarna kebiruan, sering tertutup granula
sitoplasma.Secara ultrastruktur, granula sel mast berbentuk bulat atau oval, diliputi
unit membran, mengandung partikel padat dan matriks yang kurang padat. Juga
ditemukan sedikit populasi dari granula kecil yang seragam terletak dekat inti.
Sitoplasma sel mast mengandung ribosom bebas, mitokondria dan glikogen,
sementara itu pada permukaan sel ada tonjolan2 yang tumpul dan tidak beraturan
yang merupakan reseptor untuk imunoglobulin pada waktu sel mast terangsang oleh
suatu antigen. Sel mast juga dapat berkembang dari sel mast yang sudah ada dengan
melakukan pembelahan mitosis.
11
Gambar 2.3. Gambaran sel mast (Linda safitry, 2010)
2.2.4 Pewarnaan Sel Mast
Setelah tikus dibedah, diambil jaringan paru, kemudian direndam dalam
larutan formalin buffer 10% selama 10 jam, setelah itu dibuat blok parafin.
Selanjutnya dilakukan potongan serial terhadap blok parafin tersebut untuk dibuat
slide masing-masing 2 buah. Setelah itu dilakukan pewarnaan dengan methylene blue
untuk melihat dan menghitung jumlah sel mast, untuk selanjutnya diidentifikasi
dengan mikroskop dengan perbesaran 40x.
Gambar 2.4 Sel mast dengan pewarnaan methylene blue
2.3 Sari Buah Apel Sebagai Anti Alergi
Cempaka, Santoso, dan Tanuwijaya membuktikan bahwa apel segar memiliki
kadar kuersetin yang jauh lebih tinggi (340.99 ± 4.9 mg/L). Sedangkan, diantara
kedua bentuk pengolahan yang dilakukan, sari apel memiliki kadar kuersetin yang
lebih tingi dibandingkan dengan jus apel (Cempaka, Santoso, & Tanuwijaya, 2014).
Kuersetin dipercaya memiliki efek yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia,
12
yaitu sebagai antikanker, antioksidan, antialergi, antivirus, dan aktivitas antiinflamasi
(Nurwenda, 2010). Di dukung dengan kebiasaan manusia modern yang ingin
segalanya serba praktis, sari buah sangatlah tepat untuk dijadikan minuman
keseharian yang dapat meingkatkan kualitas kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kempuraj, et al, ditemukan bahwa kuersetin
mampu berperan sebagai inhibitor sel mast, mampu menyebabkan penurunan
pengeluaran tryptase dan IL-6, dan menurunkan respon stimulus histidine
decarboxylase (HDC) mRNA terhadap sel mast.
Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring.
Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan kesehatan simpan serta
daya guna buah-buahan (Hapsari & Estiatih, 2015).
2.4 Ovalbumin
Ovalbumin merupakan bagian dari protein yang ada di dalam putih telur.
Sebanyak 6065% dari total protein yang ada di putih telur adalah ovalbumin. Fungsi
biologik ovalbumin belum jelas, meskipun telah disebutkan berperan sebagai protein
cadangan. Senyawa ini bersifat water soluble dan banyak digunakan di dalam
penelitian, tes-tes yang berhubungan dengan penyakit alergi maupun dalam bidang
kedokteran lainnya. Ovalbumin digunakan untuk menstimulasi reaksi alergi dalam tes
atau uji alergi (Huntington dan Stein, 2001). Ovalbumin merupakan protein dengan
bobot 45 kDa dan dapat digunakan sebagai protein pembawa untuk konjugasi hapten
dan antigen lainnya untuk membuat zat-zat tersebut lebih imunogenik untuk imunisasi
(Bianca, 2010).
Barlianto, et al (2009), membuktikan bahwa paparan kronik ovalbumin
secara inhalasi pada model binatang alergi menyebabkan inflamasi alergi dan
13
perubahan struktur saluran napas. Pemberian ovalbumin menurut penelitian yang
dilakukan oleh Ningrum, et al. (2016), dapat melalui intraperitoneal dan inhalasi.
Induksi ovalbumin secara intraperitoneal akan menyebabkan sensitisasi alergi
sistemik, akibat terjadinya pergeseran respon imun ke arah TH2 dominan. Sel TH2
akan menghasilkan beberapa sitokin, yaitu IL-4, IL-13 dan IL-5. Sitokin IL-4 dan
IL-13 menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE spesifik, yang pada individu
normal memproduksi IgM (isotype switching). Paparan ulang ovalbumin melalui
inhalasi akan menyebabkan inflamasi alergi di saluran pernapasan, dengan stimulasi
IL-5 yang diproduksi TH2 meningkatkan infiltrasi eosinofil. Eosinofil merupakan
sel yang banyak ditemukan di jaringan terutama saat terjadi proses inflamasi pada
reaksi alergi, sehingga sel ini dapat ditemukan di jaringan peribronkhial paru pada
mencit alergi yang diberi paparan ovalbumin melalui inhalasi.
top related