kajian teologi teks lontar bacakan
Post on 14-Aug-2015
65 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Kajian Teologi (Brahma Vidya)Teks Bacakan Banten Pati Urip
I. Pendahuluan
Hindu merupakan suatu agama yang telah muncul sejak dahulu kala bahkan
dinyatakan sebagai sanatana dharma yang berarti kebenaran atau agama yang abadi
dengan kitab sucinya adalah Weda. Weda diyatakan sebagai suatu berisikan secara
lengkap mengenai ajaran-ajaran yang menuntun manusia dalam kehidupan di dunia
ini maupun di alam setelah kematian. Ajaran Weda yang lengkap tersebut merupakan
suatu hal yang sangta berguna bagi kehidupan manusia sehingga perlu dipelajari.
Ajaran yang terdapat dalam weda berbentuk sutra dan mantra yang perlu penafsiran
dan pemaknaan, sehingga apa yang di maksud dalam sutra atau mantra tersebut dapat
dipahami secara benar. Untuk memahami dan mampu memberikan makna yang tepat
diperlukan suatu kemampuan yang baik dan memadai sehingga ada kalimat dalam
Weda yang menyatakan bahwa “Weda takut dengan orang bodoh” Hal itu jelas
menunjukan bahwa dibutuhkan suatu kecerdasan dan kemampuan menganalisa dan
memaknai ajaran yang tertuang dalam kitab suci weda. Hal ini menjadi suatu
permasalahan karena tidak semua manusia memiliki kecerdasan yang seperti itu.
Tingkat kemampuan manusia yang satu dan yang lainnya tidak sama.
Hal itulah yang menjadi suatu alasan mendasar dicarikannya suatu jalan
keluar supaya ajaran yang demikian luas dan mendalam dapat diketahui dan dipahami
oleh manusia pada umumnya dan umat Hindu pada khususnya. Melihat kenyataan
seperti itu para maharsi jaman dulu memberikan suatu solusi dengan dituangkannya
ajaran dalam Weda dalam bentuk susastra Hindu. Hal itu juga ditegaskan dalam Kitab
Sarasamuscaya dan purana yang menyatakan bahwa Hendaknya Weda diajarkan
melalui Itihasa dan Purana. Dengan metode itihasa dan purana tentunya ajaran Weda
akan lebih mudah dipahami, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
manusia dalam menjalani kehidupan di dunia fana ini maupun dalam mempersiapkan
1
diri menghadapi kehidupan setelah meninggal nantinya. Untuk lebih memudahkan
pemahaman terhadap ajaran Weda mengingat terdapat berbagai macam perbedaan
budaya, sehingga selanjutnya ajaran-ajaran tersebut dituangkan dalam susastra
daerah. Hal itu seperti terlihat di Bali ajaran-ajaran Weda dituangkan dalam bentuk
lontar-lontar dengan berbahasa jawa kuno.
Selanjutnya dewasa ini mulai disalin dalam huruf latin dan diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian ajaran Weda semakin dekat dengan umat
Hindu karena secara langsung dapat dibaca dan ditafsirkan. Seperti di atas bahwa
setiap teks susastra perlu juga ditafsirkan kembali secara konstektual disesuaikan
dengan perkembangan jaman sehingga ajaran dalam lontar atau susastra Hindu di
daerah dapat lebih dipahami maka perlu dikaji dan ditafsirkan sehingga umat Hindu
dapat memahami ajaran tersebut. salah satu lontar yang telah ditulis dengan huruf
latin dan telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah lontar Bacakan Banten
Pati Urip. Teks dan terjemahan lontar Bacakan Banten Pati Urip telah diterbitkan
dalam bentuk buku dengan Judul “ Bacakan Banten Pati Urip: Upakara Bayi Dalam
Kandungan Sampai Orang Meninggal (Teks Dan Terjemahan)” buku ini disusun oleh
Drs. I Wayan Dunia yang diterbitkan oleh Paramita Surabaya pada tahun 2009.
Dalam buku tersebut diawali oleh pengantar dari penyusun, selanjutnya teks lontar
Bacakan Banten Pati Urip dalam huruf latin dan bagian yang ketiga adalah
terjemahan dalam bahasa Indonesia. Lontar bacakan banten pati urip secara semiotik
jelas memiliki makna bahwa menguraikan sarana upakara selama kehidupan dan
kematian. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa lontar bacakan banten pati urip
merupakan salah satu lontar tentang ritual keagamaan Hindu (Dunia, 2003:iii)
2
II Kajian Teologi Lontar Bacakan Banten Pati Urip
Setiap upacara yang dilaksanakan memiliki makna atau nilai tattwa atau
filosofis hal itu sesuai dengan konsep tri kerangka dasar agama Hindu. Tattwa atau
filosofis agama Hindu mencakup berbagai aspek makna sampai pada ketuhanan.
Upacara – upacara yang dilaksanakan atau tertuang dalam lontar merupakan
penjabaran dari ajaran teks suci yaitu Weda. Nilai filosofis dari upacara disebutkan
bahwa upacara merupakan suatu kewajiban umat Hindu sebagai manusia yang
memiliki hutang yang disebut tri rna. Tri rna tersebut merupakan dasar dari
pelaksanaan upacara dalam umat Hindu (Wijayananda,2004:1).
Tri rna tersebut yaitu manusia memiliki utang kehidupan atau jiwa kepada
Tuhan, hutang pengetahuan kepada para orang suci dan hutang budhi atau jasa
kepada orang tua dan leluhur. Pada umumnya lontar tatwa ataupun yadnya secara
langsung maupun tidak langsung sudah pasti tersirat atau bahkan tersurat di dalam
lontar tersebut mengenai aspek-aspek ketuhanan dalam agama Hindu. Agama Hindu
meyakini bahwa tuhan itu tunggal tiada duanya (Pudja:1999:12). Tuhan yang satu itu
disebut dengan banyak nama dan bentuk oleh orang bijaksana (Suhardana, 2008:2).
Tuhan yang tunggal dikenal dalam berbagai macam aspek Beliau. Aspek ketuhanan
dalam agama Hindu sangatlah benar - benar memposisikan Tuhan sebagai sesuatu
Yang Maha Kuasa. Dalam konsep Hindu diyakini bahwa Tuhan Maha Kuasa dan
Sumber dari segalanya. Tuhan meresapi segala ciptaanNya. Tuhan bersifat Sarva
Vyapi Vyapaka artinya Tuhan ada dimana-mana dan meresapi semua atau segala
sesuatunya. Tuhan yang maha kuasa dan tak terbatas tidaklah mampu dijangkau oleh
manusia dengan yang notabenenya memiliki keterbatasan dalam berbagai hal.
Dengan keyakinan bahwa Tuhan Maha kuasa, maka manusia Hindu meyakini
apapun yang beliau kehendaki dapat diwujudkan atau dalam pengertian Beliau dapat
bermanifestasi dalam berbagai bentuk sesuai dengan kehendakNya. Sebagai yang
Maha Kuasa tentunya Beliau memiliki fungsi yang sangat tak terbatas.
3
Tuhan dalam konteks secara ilmu dapat dinyatakan atau diibaratkan dalam
bentuk noumena yang akan menyatakan dirinya melalui fenomena. Dengan melalui
fenomena inilah manusia akan dapat mengetahui noumena dibalik perwujudan
tersebut. umat Hindu menyadari akan keterbatasan dirinya tetapi dengan adanya
keyakinan bahwa Tuhan Maha Kuasa maka umat Hindu mendekati Tuhan dengan
cara pendekatan terhadap fungsi yang dianggap berhubungan dengan manusia.
sehingga Tuhan Yang tunggal kemudian di manifestasikan dan dipuja dalam berbagai
bentuk dan cara berdasarkan Fungsi Beliau. Sebagi contoh dalam agama Hindu ada
yang disebut dengan Brahman, ada yang disebut Purusa Pradana, ada yang disebut
Tri Murti dan seterusnya. Dengan adanya perwujudan dan pemujaan berdasarkan
fungsi maka bagi orang yang tidak memahami bagaimana kronologis pemujaan dan
perwujudan Tuhan maka akan memiliki penafsiran yang keliru terhadap keyakinan
terhadap Tuhan dalam Agama Hindu bahkan dalam umat Hindu yang awam sendiri
sering dipahami secara terpisah antara satu bentuk perwujudan dengan Tuhan padahal
itu semua merupakan perwujudan atau fungsi dari yang maha Tunggal. Adanya
perwujudan dan pemujaan yang tampak banyak justru hal itu merupakan
implementasi dari keyakinan bahwa Tuhan Maha Kuasa. Banyaknya perwujudan atau
pemujaan yang berdasarkan fungsi dalam mumat Hindu pada umumnya hal itu
menunjukan banyaknya fungsi Tuhan dalam kehidupan ini. Bahkan dalam Hindu
sendiri di nyatakan bahwa apa yang menjadi satu perwujudan merupakan bagian
terkecil dari kemahakuasaan Tuhan. Fungsi merupakan menunjukan pada
kemampuan Tuhan. Dengan banyaknya fungsi berarti menunjukan banyaknya
kemampuan pula sehingga secara langsung maupun tidak langsung hal tersebut
merupakan sebagai cetusan keyakinan bahwa Tuhan Maha Kuasa.
Pencetusan kemahakuasaan Tuhan dalam bentuk bagian-bagian fungsi yang
Tuhan Perankan juga menjadi aspirasi para mahakawi umat Hindu di Indonesia dan
umat Hindu di Bali Khususnya dalam ajaran-ajarn yang tertuang dalam lontar-lontar.
Termasuk lontar bacakan banten pati urip. Seperti dinyatakan di atas bahwa lontar
ini berisikan tentang yadnya dimana yadnya terdapat nilai teologis yang terkandung
4
didalamnya karena setiap yadnya memiliki tujuan persembahan yadnya tersebut.
konsep-konsep teologi dalam berbagai macam upacara dan sarana dalam lontar ini
tampaknya tidak semua bagian dari banyaknya upacara yang dinyatakan diulas
mengenai konsep teologinya. Ada bagian yang tidak mengulas teologi tetapi ada
bagian yang menyebutkan mengenai teologinya. Dalam lontar tersebut ada
disebutkan Bhatara Brahma, Dewa Kumara, Dewa Yoni, Dewa Siwa, Dewa Kama,
Sanghyang Jatiswara, Sanghyang Sri Guru, Sanghyang Mahadewa, Iswara,
Saraswati, Wisnu. Konsep teologi yang disebutkan dalam lontar tersebut tidak
terdapat penjelasan secara jelas tentang bagaimana konsep-konsep teologi tersebut.
akan tetapi konsep teologi tersebut dapatlah di jelaskan dengan dasar susastra lain.
Hal itu mengingat konsep nama nama yang sama merupakan merujuk pada aspek
atau atribut yang sama.
Brahma
Seperti disebutkan di atas Brahma tidak dijelaskan secara jelas dalam lontar
tersebut hanya disebutkan pemujaan kepada brahma. Brahma secara umum dikenal
dalam agama Hindu sebagai manifesdtasi atau wujud Tuhan dalam fungsinya
pencipta segala sesuatunya atau dunia beserta isinya. Dalam konsep Hindu brahma
digambarkan dengan berbagai macam atribut. Secara umum brahma digambarkan
dengan kepala empat dan bertangan empat yang masing-masing tangannya
memengan atau mengengam sesuatu, yaitu Tasbih, cemara, Kendi dan genetri
(Sukartha, 2002:30-33, seperti dikutip Suhardana, 2008:48). Secara berbeda
dijelaskan bahwa dalam seni arca brahma dilukiskan memiliki wajah empat yang
mana sebenarnya pada awalnya memiliki wajah 5 akan tetapi yang satu lagi dibakar
oleh mata ke tiga siwa sehingga sisa hanya empat. Bertangan empat yang masing-
masing memegang kitab suci, memegang danda atau tongkat, sendok besar, untaian
tasbih atau sebuah kendi amerta. Busurnya bernama parivita, wahananya seekor
angsa digambarkan berdiri dan juga ada yang bersikap duduk di atas bunga padma
atau teratai (Titib, 2003:213). Kata brahma berasal dari kara brh yang artinya
5
mengembang, tumbuh berevolusi yang bertambah besar yang meluap dari dirinya dan
sejenisnya (Titib, 2003:191). Brahma dalam agama hindu dijadikan satlah satu dari
dewa tri murti atau tiga wujud kemahakuasaan Tuhan sebagai pencipta, pemelihara
dan pemralina. Brahma sebagai pencipta mendapat posisi urutan nomor satu dalam
konsep tri murti. Hal itu sangat jelas karena segala sesuatunya secara logis berawal
dari poenciptaan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan seterusnya. ` brahma
memiliki sakti bernama Saraswati (Bansi Pandit,2009:195). Dengan kekuatan inilah
Brahma menciptakan alam semesta beserta Isinya. Hal tersebut seperti yang
dinyatakan oleh I Wayan Suja (2010:43) “Dewa Brahma mampu menciptakan dunia
karena memiliki kekuatan (sakti), yaitu Dewi Saraswati.”
Dewa Kumara
Dewa Kumara adalah nama lain dari Kartikeya (Titib, 2003:369). Kartikeya
adalah salah satu putra Siva dan parwati. Bhatara kumara merupakan symbol
kesadaran asas pokok kebenaran waktu yang tidak lain adalah kekekalan keabadian
itu sendiri (Indriani, 2008). Selain itu dalam kepercayaan dan keyakinan umat Hindu
Bhatara Kumara merupakan Dewa yang berfungsi atau memiliki tugas untuk menjaga
anak-anak hal ini terbukti dengan dalam setiap upacara yang berkenaan dengan masa
anak-anak sering sebagai teologi atau yang dipuja dan persembahan yang
dipersembahkan kepada bhatara Kumara. Dalam ikonograpy dinyatakan bahwa
kumara dilahirkan dengan kepala 6, memiliki tangan 12, memiliki 12 telinga, 12
mata, 12 kaki sebuah leher dan sebuah perut (Indriani, 2008). Bhatara kumara tidak
lain merupakan suatu bentuk atau wujud dari kemahakuasaan tuhan sebagai maha
pengasih dan penyayang. Dengan mengambil wujud kumara beliau memelihara dan
menjaga serta melindungi seorang anak supaya dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik dan berusia panjang.
6
Dewa Yoni
Dewa yoni diartikan kelahiran dengan sifat-sifat kedewataan yang sudah
tentu suatu sifat yang baik dan mulia akan tetapi apabila merujuk pada lontar bacakan
banten pati urip yang menyatakan bahwa persembahan untuk dewa yoni tentunya
memiliki makna yang berbeda dari apa yang dinyatakan mengenai dewa yoni dalam
wrhaspati tattwa di atas. Dewa yoni yang dimaksud dalam lontar tersebut tentunya
menunjuk kepada dewa dalam hubungannya dengan teologi Hindu. Dewa yoni
dengan demikian dapat dipahami sebagai kemahakuasaan Tuhan sebagai penguasa
kelahiran mahluk hidup termasuk manusia. dalam konsep hindu dikenal pula yang
disebut linga yoni yaitu yang juga berarti purusa pradana atau Siva dan Parwati.
Dewa Siva
Siva juga seperti brahma dimasukan dalam bagian dari trimurti yang
berfungsi sebagai pemralina yaitu pengembali keasalnya segala sesuatunya. Di
samping itu juga dinyatakan sebagai pencipta kembali. Kata siva secara etimologi
berarti yang memberikan keberuntungan, yang baik hati, rama, suka memaafkan,
menyenangkan, memberikan banyak harapan, yang tenang, yang membahagiakan dan
lain-lainnya (Monnier,1990:1074, seperti dikutip Titib, 2004:213;Suja, 2010:46).
Siva dalam perkembanganya memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan
manusia seluruh dunia. Keyakinan terhadap siva berkembang dan meluas pada umat
manusia sampai pada wilayah Indonesia. Siva secara konsep hindu dikenal tiga aspek
yaitu yang disebut tri purusa yang bangianya adalah siva, sadasiva dan parama siva
(Sukayasa, 2011:13-15). Atribut pengambaran dari masing-masing aspek tersebut
memiliki suatu perbedaan-perbedaan. Berbagai macam symbol menjadi atribut beliau
seperti Linga, Manusia dengan berkepala lebih dari satu dan juga seperti manusia
pada umumnya. Pada umumnya siwa sendiri berwujud manusia berkepala satu dan
bertangan satu dengan mengenakan pakaian dan tempat duduk kulit harimau dengan
disampingnya terdapat trisula. Tri sula merupakan suatu symbol bahwa siva
7
merupakan penguasa atau yang memiliki kuasa untuk mencipata, memelihara dan
mempralina segala sesuatu yang ada.
Dewa Kama
Dalam konteks teologi hindu dewa kama dikenal dengan dua nama yaitu
kamajaya dan kama ratih. Kama secara etimologi diartikan sebagai keinginan atau
nafsu. Dengan adanya kama inilah akhirnya terjadi keinginan untuk bertemu dan
melahirkan suatu ciptaan. Kamajaya merupakan unsur purusa atau jiwa dan kamaratih
merupakan unsur maya. Dalam konsep teologi Hindu khususnya di Bali setiap
pemciptaan m,anusia selalu diawali dengan pertemuan Sanghyang Kama tersebut.
Sanghyang Jatiswara
Sanghyang jati swara tidak terlalu banyak penjelasan mengenai hal tersebut.
bahkan dalam lontar bacakan banten pati urip sama sekali tidak ada penjelasan
mengenai bagaimana dan siapa Sanghyang Jatiswara. Dalam lontar tersebut jhanya
disebutkan persembahan kepada sanghyang jatisvara. Dilain pihak terdapat konsep
jatiswara yaitu sebagai nama sebuah lontar yang berisikan mengenai suatu nasehat
orang tua kepada anaknya mengenai bagaimana cara menjalani kehidupan sehingga
menjadi baik. Apabila dihubungkan dengan sanghyang jatiswara dalam lontar
bacakan banten pati urip sudah jelas yang dimaksudkan disini adalah konsep teologi
bukan nama lontar hal itu terlihat adanya persembahan kepada sanghyang jatiswara.
Dengan mengacu pada penjelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa
sanghyang jatiswara merupakan wujud kemahakuasaan Tuhan sebagai berfungsi
pemberi arahan atau petunjuk supaya manusia dalam dunia ini dapat menjalani
kehidupan sesuai dengan jalan dharma.
Sanghyang Sri Guru
Dalam konsep teologi hindu terdapat istilah bahwa Tuhan adalah sebagai
guru yang sejati atau guru yang maha utama dan pertama. Sanghyang sri guru dalam
8
lontar bacakan banten pati urip tentunya mengacu pada keyakinan umat hindu
terhadap tuhan sebagai mahaguru. Hal ini karena Tuhanlah yang telah menciptakan
ilmu pengetahuan dan mengajarkan kepada umat manusia suatu pengetahuan. Hal ini
mengingat Tuhan adalah sumber dari segalanya termasuk ilmu pengetahuan dan
pengajaran. Untuk secara umumnya Tuhan sebagai Mahaguru sering disebut dengan
bhatara guru. Bhatara guru adalah salah satu gelar bagi dewa Siwa yang secara hari
peringatannya atau penghormatannya dilakukan pada hari pagerwesi. Adanya gelar
bhatara guru atau sanghyang sri guru bagi Tuhan hal ini sangat jelas dirasakan oleh
umat manusia dalam kehidupan sehari-hari sejak dari kandungan sampai lahir dan
hidup di dunia beliau selalu membimbing dan memberikan suatu pengajaran melalui
berbagai macam cara salah satunya dengan fenomena-fenomena yang terjadi atau ada
di alam dan kehidupan manusia.
Sanghyang Mahadewa
Mahadewa merupakan yang diyakini sebagai Manifestasi Tuhan sebagai
penguasa arah Barat. Dewa Mahadewa juga sebagai berfungsi untuk penyeimbang
dan penyelaras alam semesta (Suja, 2010:17-18). Sebagai yang juga berfungsi sebagi
penyelaras dan penyeimbang dunia maka Mahadewa memiliki suatu peranan penting
dalam kehidupan manusia bersama aspek Tuhan yang lainnya yang juga berfungsi
sebagai penyeimbang alam.Dalam konteks padma buana atau arah mata angin dalam
konsep siwaisme maka mahadewa merupakan salah satu aspek Siwa.
Iswara
Iswara merupakan wujud Tuhan dalam fungsinya sebagai penyeimbang alam
semesta supaya tidak terjadi terombang ambing (Suhardana, 2010:17; 2008:69-70).
Secara padma buana atau arah mata angin dewa Iswara sebagai penguasa arah Timur
dengan symbol warna putih. Dalam beberapa pandangan terdapat suatu pandangan
mengenai iswara sering disamakan atau merupakan nama lain dari Siwa. Dimana
dalam konsep padma buana dinyatakan bahwa Siwa sebagai berkedudukan ditengah
9
merupakan sebagai poros atau sebagai inti dari semua yang berada pada arah mata
angin. Dalam pengertian bahwa semua itu merupakan aspek-aspek dari siwa sendiri.
Dalam ganapati tattwa disebutkan Iswara sebagai penjaga udara dengan arah mata
angin yang sama dengan pernyataan di atas (Dunia, 2009:23).
Wisnu
Wisnu merupakan salah satu anggota dari dewa tri murti. Beliau berfungsi
sebagai pemelihara ciptaan . dalam konsep tri murti beliau menduduki urutan kedua
hal ini tentunya sesuai dengan sistematika proses kehidupan dalam dunia ini dimana
pemeliharaan berada pada posisi tengah atau nomor dua setelah penciptaan. Kata
Wisnu memiliki makna meresapi segalanya, karena Dia memang meresap ke dalam
seluruh ciptaanNya (Suja, 2010:44). Wisnu memiliki kuasa untuk memelihara
keberlangsungan ciptaan dan mahluk hidup dalam dunia ini. sebagai maha
pemelihara maka beliau sendiri hadir ditengah-tengah ciptaan untuk menjaga dan
memelihara roda kehidupan supaya dapat berjalan dengan baik. Secara umumnya
dan yang paling popular terdapat 10 avatara beliau dari sekian banyak awatara beliau
(Titib, 2003:222). Dan yang paling terpopuler adalah dua yaitu Rama dan Krisna.
Atribut beliau yaitu bertangan empat, yang masing-,masing tangannya memegang
sangka, cakra, manikam dan gada, berkendaraan garuda, senjata cakra, mengauasai
arah barat, disimbolkan dengan aksara suci U, disimbolkan dengan warna hitam
(Sukartha, 2002:30-33 seperti dikutip Suhardana, 2008:49).Sebagai dewa pemelihara
beliau memiliki sakti yang bernama Laksami. Adalah dewi keberuntungan, kekayaan,
kekuasaan dan keindahan (Suhardana, 2008:100; Suja, 2010:45). Dengan kekuatan
tersebut Beliau memelihara dan mengatur kehidupan segala ciptaanNya.
Saraswati
Saraswati adalah sakti dari Dewa Brahma, beliau merupakan dewi ucapan
atau juga dewi ilmu pengetahuan. Secara etimologi sarawati berarti yang memiliki
sesuatu yang bersifat mengalir dan ini adalah wujud dari ilmu pengetahuan yang
10
selalu mengalir tidak pernah berhenti atau habis (Suja, 2010:43). Sehingga ada istilah
yang menyatakan semakin banyak ketahui maka semakin banyak pula yang tidak kita
ketahui. Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan secara logika dapat diterima
sebagai sakti dari Dewa brahma sebagai pencipta. Hal ini jelas dapat kita lihat dalam
kehidupan nyata sehari-hari dimana hanya orang yang memiliki pengetahuan dapat
mencipta atau dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang maka dapat berkreasi
atau menciptakan sesuatu. Saraswati pada umumnya baik di india maupun di bali
sendiri digambarkan dengan seorang wanita cantik yang anggun dan menawan serta
indah dengan memiliki tangan empat yang masing-masing tangannya memengang
sesuatu yang menyimbolkan sifat dan wujud dari ilmu pengetahuan dengan
kendaraan merak.
III. Kesimpulan
Lontar bacakan banten pati urip merupakan salah satu lontar yang dapat
dikategorikan lontar yadnya. Sebagai lontar yadnya tentunya tentunya memiliki
konsep teologis sebagai tujuan dari persembahan yadnya tersebut. walaupun
penuangannya hanya berupa penyebutan nama teologi akan tetapi atribut dan
penjelasan dapat dicari melalui sumber lain yang membahas tentang teologi yang
disebutkan dalam lontar tersebut. dalam lontar bacakan banten pati urip terdapat
beberapa konsep teologi yang disebutkan yaitu, Brahma, dewa Yoni, Iswara, Wisnu,
Siva, Mahadewa, Sanghyang Kama, Sanghyang Sri Guru, Sanghyang Jatiswara,
Saraswati dan Dewa Kumara. Semua konsep teologi tersebut sangat berhubungan
dengan kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
11
Bansi Pandit.2009. The Hindu Mind: Fundamentals of Hindu Religion and Philosophy for All Ages.New Delhi:New Age Books
Dunia, I Wayan (penj).2009. Bacakan Banten Pati Urip:Upakara Bayi Dalam Kandungan Sampai Orang Meninggal (Teks dan Terjemahan).Surabaya: Paramita
__________________2009b. Kumpulan Ringkasan Lontar. Surabaya: Paramita
Jaya Wijayananda, Mpu.2004. Pitra Pakerti: berbhakti Kepada leluhur DISaat Beliau Meninggal Dunia. Surabaya: Paramita
Suhardana, K.M.2008. Tri Murti: Tiga Perwujudan Utama Tuhan.Surabaya: Paramita
_____________2010.Kerangka Dasar Agama Hindu: Tattwa-Susila- Upacara. Surabaya:Paramita
Suja, I Wayan.2010. memahami Agama Lewat Fenomena Sains.Surabaya: Paramita
Sukayasa, Wayan.2011.Kembali Ke Spirit Hindu Indonesia .Denpasar. UNHI Denpasar
Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Hindu.Surabaya: Paramita.
_____________2004. Purana: Sumber Ajaran Hindu Koprehensip.Surabaya: Paramita
12
top related