kajian keabsahan alat bukti dan kekuatan pembuktian dalam .../kajian...dalam pengungkapan tindak...
Post on 07-Apr-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN
DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(STUDI KASUS DALAM NOMOR PERKARA: 276/PID.B/2011/PN.SKA)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu
Hukumpada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusunoleh :
Prasetyo Adi Nugroho
NIM. E0008205
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Prasetyo Adi Nugroho
NIM : E0008205
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN
DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul
karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 10 Juli 2012
yang membuat pernyataan
Prasetyo Adi Nugroho
NIM. E0008205
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Prasetyo Adi Nugroho, E 0008205. 2008. KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAAN (STUDI KASUS DALAM NOMOR PERKARA: 276/Pid.B/2011/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum dalam kasus nomor 276?Pid.B/2011/PN.Ska sudah memenuhi syarat sah dan bagaimana nilai dari kekuatan pembuktiannya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif dengan pendekatan kasus. Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber penelitian sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan sumber penelitian dilakukan dengan teknik riset kepustakaan dan cyber media. Teknik analisis sumber penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik berfikir deduksi dan interpretasi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, pada kasus nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska terdapat 3 (tiga) alat bukti yaitu alat bukti saksi, alat bukti surat, dan alat bukti keterangan terdakwa. Alat bukti yang diajukan penuntut umum tersebut dapat dikatakan alat bukti yang sah. Nilai kekuatan pembuktian dari 3 (tiga) alat bukti tersebut adalah bebas dan tergantung dari penilaiaan hakim.
Kata Kunci: alat bukti, sah, kekuatan pembuktian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Prasetyo Adi Nugroho, E 0008205. 2008. THE STUDY OF EVIDANCE LEGALITY AND THE POWER OF PROVE IN THE REVEALING OF OPPRESSION CASE (CASE STUDY WITH THE NUMBER: 276/Pid.B/2011/PN.Ska). Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.
This research is aimed to know whether evidences which giving by the prosecutor on the case no 276/pid.B/2011/PN.Ska has been fulfill the legal condition and how the power of it’s prove.
This research is prescriptive norm research with the case approach. This research use secondary source n type research which include of prime n secondary law material. The source collecting data techniques used in this research are bibliography research and the using of cyber media. The analytic research source used in this research is interoperating and deductive analytic.
Based on the research result and the discussion, this research can be summarized that in the case with the number 276/ Pid.B/ 2011/PN.Ska there are 3(three) evidences, which are witnesses evidences, letter evidences, and defendant statement evidences. Those evidences can be said as legal evidences. The power of those 3 (three) evidences are free and depend on the judge appraisal.
Key words: evidences, legal, the power of prove
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka, apabila kamu selesai
(dari suatu urusan), kerjakanlah urusan (yang lain) dengan sungguh-sungguh.
(Q.S. Al Insyirah: 6-7).
Cogito ergo sum (aku berfikir maka aku ada) (Rene Descrates).
Barang siapa menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju surga (H.R Muslim dalam Shahih-nya).
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles).
Hanya kebodohan meremehkan pendidikan ( P.Syrus ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan dan kebanggaan hati, saya persembahkan skripsi ini
kepada:
v Orangtuaku
v Para pembimbing skripsiku yang telah membimbing
v Sahabat serta Almamaterku
v Pihak yang telah membantu penulisan penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkankepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kasih, kekuatan, dan jalan kemudahan sehingga Penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KAJIAN KEABSAHAN ALAT
BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM PENGUNGKAPAN
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS DALAM NOMOR
PERKARA: 276/Pid.B/2011/PN.Ska)”.
Dalam masa penulisan skripsi ini Penulis banyak sekali menerima bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya;
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalannya;
3. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta beserta seluruh pembantu rektor;
4. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta;
5. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku ketua Bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak KristiyadiS.H., M.Hum,selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini;
7. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan segala ilmu dan dengan penuh kesabaran membimbing serta
memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum
(Skripsi) ini dengan baik.
8. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;
9. Ibu Sri Lestari Rahayu, S.H, M.Hum,selaku Pembimbing Akademik;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta atas
semua ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
dijadikan bekal dalam kehidupan penulis saat ini dan masa yang akan datang.
11. Seluruh Pimpinan dan Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-
kesempatan yang telah diberikan;
12. Pengelola Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas kemudahan yang diberikan;
13. Kedua orang tua Drs. H. Prodjo Suminto, S.H, MM dan Sundari yang penuh
kasih sayang merawat dan membesarkan penulis, yang selalu memberikan
dukungan moril dan materiil serta tanpa henti selalu mendoakan penulis
sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan;
14. Sahabatku “Yusuf Akbar Amin, Imas Anggun Cahaya, Putri Ardiningtyas,
Putut Eko Cahyono, Erwan adi Priyono.” yang selama ini telah memberikan
semangat, dukungan dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis sendiri
maupun bagi para pembaca yang budiman.
Surakarta, 10 Juli 2012
Prasetyo Adi Nugroho
E0008205
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................... v
ABSTRACT ............................................................................................... vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
E. Metode Penelitian......................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ..................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ............................................................................ 13
1. Tinjauan Umum Tindak Pidana .............................................. 13
2. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Penganiayaan ............. 16
3. Tinjauan tentang Pembuktian, Sistem Pembuktian dan
Alat Bukti ..................................................................................... 18
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 31
A. Keabsahan Alat Bukti Dalam Kasus Nomor
276/Pid.B/2011/PN.Ska .............................................................. 36
B. Kekuatan Pembuktian Dalam Kasus Nomor
276/Pid.B/2011/PN.Ska ............................................................ 53
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 64
B. Saran .............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. KerangkaBerfikir..............................................................................29
Gambar 2. Skematika Alat Bukti.........................................................................45
Gambar 3. Skematika Nilai Kekuatan Pembuktian.............................................53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kekerasan di dalam masyarakat selalu saja terjadi dalam kehidupan,
meskipun sudah ada berbagai norma yang mengatur tata kehidupan masyarakat.
Ekses dari kekerasan beruntun semacam itu adalah trauma yang membekas dan
menorehkan luka di dalam mental serta kesadaran korban dan rakyat sebagai
keseluruhan. Menapaki fenomena horor dan kekerasan semacam itu, apa
sebenarnya yang terjadi di tengah bangsa ini, terutama ketika kita menyoroti
fenomena negatif itu di dalam tingkat individu dan masyarakat, perubahan
kesadaran individual ataupun kultural, sosial apa yang sedang terjadi, sehingga
nilai-nilai individual, kultural, sosial, moral, dan spiritual seakan terkikis habis
dalam arus kekerasan, brutal dan sadis dan bagaimana peristiwa kekerasan
tersebut dapat dimengerti sebagai suatu peristiwa psikologis, sosial, dan kultural.
Kejahatan sebagai salah satu bentuk tindak pidana merupakan bentuk
dariperilaku menyimpang, perilaku tersebut bukan merupakan sikap bawaan sejak
lahir atau karena warisan biologis seseorang, tetapi kejahatan dapat timbul dari
banyak sebab. Tindak pidana sendiri mempunyai pengertian yang semuanya telah
diatur dalam undang-undang begitu pula KUHP. Bentuk kejahatan yang banyak
terjadi dewasa ini salah satunya adalah kejahatan dengan kekerasan (violence)
atau penganiayaan. Kejahatan dengan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat
mengesankan bahwa tidak ada lagi aturan atau perbuatan kejahatan kekerasan
yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, dapat terjadi dalam beberapa contoh
kasus di mana kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat.
Kasus penganiayaan dengan “pembacokan” terhadap jaksa Sistoyo yang
terjadi setelah menjalani sidang eksepsi di ruang sidang 1 Pengadilan Tipikor
Bandung. Selain itu, kasus Julia Perez dan Dewi Persik yang terlibat pertengkaran
sengit sewaktu shooting film Hantu Goyang Kerawang dengan melakukan cakar-
cakaran. Akhirnya baik Julia Perez maupun Dewi Persik ditetapkan menjadi
tersangka. Penulis akan menyinggung mengenai kasus yang diteliti, berawal dari
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Daniel Eko Hendarto dan Agus yang menagih janji penyerahan sepeda motor
kredit yang telat membayar angsuran selama 5 bulan terhadap Haryadi, pada saat
penagihan Daniel Eko Hendarto memaki-maki istri Haryadi yang bernama
Sumarni karena pada saat penagihan Haryadi tidak ada di rumah. Sumarni
bercerita dengan Joko Nugroho sebagai teman Haryadi kejadian yang dialaminya,
setelah mendengar cerita Sumarni, Joko Nugroho tidak terima dan atas inisiatif
sendiri langsung meminta nomor telepon Daniel Eko Hendarto untuk mengajak
bertemu. Setelah bertemu, Joko Nugroho langsung menyerang Daniel Eko
Hendarto yang pada waktu bertemu mengajak istrinya dengan senjata tajam.
Selang beberapa waktu Joko Nugroho ditangkap aparat Kepolisian dan ditetapkan
menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap Daniel Eko Hendarto. Peristiwa
kekerasan seperti di atas masih sering terjadi di dalam masyarakat.
Penegakan hukum menjadi kunci agar terjaganya norma-norma yang ada
di masyarakat.Dengan penegakan hukum yang profesional dan proporsional akan
dapat menciptakan rasa kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukumnya
sendiri sehingga kepatuhan masyarakat terhadap hukum akan terwujud. Bila hal
ini dapat dilakukan oleh semua warga masyarakat maka tidak akan pernah terjadi
penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat diselesaikan dengan cara-cara
yang melanggar hukum.
Perjuangan dalam menegakan keadilan hukum dapat tercermin dari proses
penegakan hukum (Lilik Mulyadi, 2007:1). Dimulai tahap penyelidikan perkara
pidana, ketika penyelidik mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pada tahap ini
sudah terjadi pembuktian, dengan tindakan penyidik mencari barang bukti apa
saja yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan penganiayaan, seperti benda
keras, benda tumpul atau benda tajam. Maksudnya guna membuat terang suatu
tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya. Sehingga
konkritnya pembuktian berasal dari penyelidikan dan berakhir pada penjatuhan
vonis oleh hakim di depan persidangan.
Pemeriksaan perkara pidana di dalam suatu proses peradilan merupakan
salah satu diantara pilar-pilar yang mempertahankan tegaknya hukum dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
keadilan dalam suatu negara (Abdurrahman, 1980: 37). Pada hakikatnya bertujuan
untuk mencaridan mendapatkan atausetidak-tidaknya mendekati kebenaran
materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat (Moch.
Faisal Salam, 2001: 1). Hal ini dapat dilihat dari usaha yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk
mengungkap suatu perkara. Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak
hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan
untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri
seseorang. Adapun dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum
wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana
yang ditangani dengan selengkap mungkin.
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses
pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu
peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,
sehingga harus mempertanggungjawabkannya. Apabila hasil pembuktian dengan
alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa “dibebaskan” dari
hukuman. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat
bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa dinyatakan “bersalah”.
Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu hakim harus hati-hati,
cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti
sampai di mana batas minimum “kekuatan pembuktian” atau bewijs kracht dari
setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP (Yahya Harahap, 2009:
273).
Dari uraian penulis di atas, pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan
perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang
berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-
undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang
dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kesalahan yang didakwakan. Menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), alat-alat bukti ialah: Keterangan
saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa ( Hari Sasangka dan
Lily Rosita, 2003: 223).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam
tentang kebasahan alat bukti dan nilai kekuatan pembuktian untuk mengungkap
tindak pidana penganiayaan dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul :
KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN
DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENAGANIAYAAN
(STUDI KASUS DALAM NOMOR PERKARA: 276/ Pid B/ 2011/ PN SKA).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, Penulis
merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah apa
yang hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam mengumpulkan,
menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih rinci. Adapun
permasalahan yang akan dikaji penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keabsahan alat bukti yang diajukan dalam pengungkapan
tindak pidana penganiayaan (studi kasus perkara nomor 276/ Pid B/
2011/ PN Ska) ?
2. Bagaimana nilai kekuatan pembuktian alat bukti yang diajukan dalam
pengungkapan tindak pidana penganiayaan (studi kasus perkara nomor
276/ Pid B/ 2011/ PN Ska) ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai
dengan jelas. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam
melangkah dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui keabsahan alat bukti yang diajukan dalam
pengungkapan tindak pidana penganiayaan, utamanya pada kasus
nomor 276/ Pid B/ 2011/ PN Ska) ?
b. Untuk mengetahui nilai kekuatan pembuktian alat bukti yang
diajukan dalam pengungkapan tindak pidana penganiayaan,
utamanya pada kasus nomor 276/ Pid B/ 2011/ PN Ska) ?
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis
dibidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana
pada khususnya.
b. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal mengetahui
kebasahan dan nilai kekuatan pembuktian dalam pengungkapan
tindak pidana penganiayaan.
c. Untuk melatih kemampuan penulis dalam mempraktekan teori
ilmu hukum, mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran
serta pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan guna
mengkaji keabsahan dan kekuatan pembuktian dalam
pengungkapan tindak pidana penganiayaan.
d. Untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar akademik
sarjana dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Salah satu pemilihan masalah dalam penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini,
yaitu bagi penulis maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Karena nilai dari
sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari
adanya penelitian tersebut. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian
ini antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur kepustakaan tentang kebasahan dan kekuatan pembuktian
dalam pengungkapan tindak pidana penganiayaan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengembangkan
kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang
diperoleh selama dibangku kuliah.
b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
pemahaman, memberikan tambahan masukan dan pengetahuan
kepada pihak-pihak terkait dengan masalah yang diteliti, dan juga
kepada berbagai pihak yang berminat pada permasalahan yang
sama.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menentukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Penelitian hukum dilakukan
untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian
hukum merupakan suatu penelitian didalam kerangka know-how di dalam hukum.
Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:41). Penelitian hukum
dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai
perskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, atau data sekunder,
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan non hukum. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara
sistematis, dikaji, dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan
masalah yang diteliti yaitu dalam hal keabsahan dan kekuatan
pembuktian dalam pengungkapan tindak pidana penganiayaan.
Penelitian inimerupakan penelitian hukum yang berfokus pada usaha
untuk menentukan keabsahan dan kekuatan pembuktiannya untuk
mengungkap bahwa telah terjadi tindak pidana penganiayaan (Peter
Mahmud Marzuki, 2005:29).
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang
bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai
keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-
norma hukum, sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar
prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan
aktivitas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).
Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk
memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.
Argumentasi disini dilakukan untuk memberikan perpektif atau
penelitian mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta-
fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.
Dengan pendekatan tersebut, maka peneliti akan mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk
dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam
penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang (stante
approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach),
dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud
Marzuki, 2005:93).
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kasus (case approach).Pendekatan kasus (case
approach)dilakukan dengan mempelajari penerapan dan norma-norma
kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Misalnya
mengenai kasus-kasus yang telah diputus dan putusan tersebut telah
memiliki kekuatan hukum tetap sebagaimana yang dilihat dalam
yurispudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian.
Jelas kasus-kasus yang terjadi bermakna empiris, namun dalam suatu
penelitian normatif, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh
gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan
hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya
untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum (Johny Ibrahim,
2006: 321).
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Dalam buku penelitian Hukum karangan Peter Mahmud
Marzuki, mengatakan bahwa dasarnya penelitian hukum tidak
mengenal adanya data, sehingga digunakan adalah bahan hukum yang
bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan
hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:141)
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan
yang menunjan dalam penulisan ini. Bahan hukum primer
penulisan ini adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesiaam hal ini
bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer
merupakan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis
para ahli hukum, artikel, internet dan sumber lainnya yang
memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
c. Bahan Non Hukum
Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
yaitu kamus hukum.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk
memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Prosedur pengumpulan
bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara studi kepustakaan (Library Research), yaitu suatu bentuk
pengumpulan bahan hukum melalui membaca, mengkaji, dan
mempelajari buku literatur, hasil penelitian terdahulu, dan membaca
dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang erat kaitannya
dengan permaslahan yang dibahas kemudian dikategorisasi menurut
jenisnya.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan metode silogisme dan inteprestasi dengan menggunakan pola
berfikir deduktif. Pola berfikir deduktif yang berpangkal dari prinsip-
prinsip dasar, kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yang
hendak diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan
pendekatan deduktif menurut yang diajarkan Aristoteles yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis
minor, dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau
conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005:46).
Mengutip pendapat Von Savigny, inteprestasi merupakan suatu
konstruksi buah pikiran yang tidak terungkap di dalam undang-
undang. Untuk kajian akademis, seorang peneliti hukum juga dapat
melakukan interprestasi. Bukan tidak mungkin hasil penelitian ini akan
digunakan oleh praktisi hukum dalam praktek mungkin. Dalam hal
demikian, penelitian tersebut telah memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu dan praktek hukum. Interprestasi dibedakan
menjadi interprestasi berdasarkan kata undang-undang, interprestasi
berdasarkan kehendak pembentuk undang-undang, interprestasi
sistematis, interprestasi historis, interprestasi teleteologis, interprestasi
antisipatoris, dan interprestasi modern (Peter Mahmud Marzuki: 2005:
106-107).
Adapun metode interprestasi yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Interprestasi berdasarkan kata Undang-Undang
Interprestasi ini beranjak dari makna kata-kata yang tertuang
didalam Undang-Undang. Interprestasi ini akan dapat dilakukan
apabila kata-kata yang digunakan dalam Undang-Undang itu
singkat artinya tidak bertele-tele, tajam artinya akurat tidak
mengenai apa yang dimaksud dan tidak mengandung sesuatu yang
bersifat dubious atau makna ganda. Hal itu sesuai dengan karakter
Undang-Undang sebagai perintah atau aturan ataupun larangan.
b. Interprestasi Sistematis
Menurut Pendapat P.W.C Akkerman, interprestasi sistematis
adalah interprestasi dengan melihat hubungan diantara aturan-
aturan dalam suatu Undang-Undang yang saling bergantungan.
Disamping itu juga harus dilihat bahwa hubungan itu tidak bersifat
teknis, melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Landasan pemikiran interprestasi sistematis adalah Undang-
Undang merupakan suatu kesatuandan tidak satu pun ketentuan
didalam Undang-Undang merupakan aturan yang berdiri sendiri
(Peter Mahmud Marzuki: 2005: 111-112).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka
peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari
4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam sub-sub bagian yang
dimaksud untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum
ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka,
pembahasan, dan penutup. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab I penulis mengemukakan mengenai latar
belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II penulis memaparkan sejumlah
landasan teori dari para pakar dan doktrin hukum
berdasarkan literature-literatur yang berhubungan
permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan
pustaka dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Kerangka Teori, yang berisikan tinjauan
mengenai keabsahan dan kekuatan
pembuktian dalam pengungkapan tindak
pidana penganiayaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran
alur berfikir dari penulis berupa konsep yang
akan dijabarkan dalam penelitian ini.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab III penulis hendak menguraikan
pembahasan dan hasil perolehan dari penelitian
yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah
yang ada, maka ada dalam bab ini penulis akan
membahas 2 (dua) pokok permasalahan yaitu
membahas bagaimana keabsahan alat bukti yang
dihadirkan dan bagaimana nilai kekuatan
pembuktian dalam pengungkapan tindak pidana
penganiayaan..
BAB IV : PENUTUP
Pada bab IV penulis mengemukakan kesimpulan
dari hasil penelitian serta memberikan saran yang
relevan dengan penelitian terhadap pihak-pihak
yang terkait dengan penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Dalam ilmu hukum pidana dikenal istilah strafbaarfeit atau
yang dalam ilmu pengetahuan hukum disebut delik. Sedangkan
banyak diterjemahkan dalam berbagai istilah seperti peristiwa pidana,
perbuatan pidana atau tindak pidana. Strafbaarfeit sendiri berarti suatu
kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-
undangan, jadi di sini yang diancam pidana adlah manusia. Sehingga
banyak ahli hukum yang mengartikan strafbaarfeit sebagai tindak
pidana.
b. Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana
Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana
atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi unsur tindak
pidana, yaitu:
1) Subyek Tindak Pidana
Siapa yang menjadi subyek tindak pidana sebagaimana
tercantum dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku, hal ini
terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP, sebagaimana
dikemukakan oleh Muljatno dalam bukunya, yaitu:
“Yang dapat menjadi subyek tindak pidana tercantum dalam KUHP
yaitu seseorang manusia sebagai pelaku, hal ini terdapat di dalam
perumusan tindak pidana KUHP. Daya pikir merupakan syarat bagi
subyek tindak pidana, juga pada wujudnya hukum yang tercantum
dalam Pasal KUHP yaitu hukuman penjara dan hukman denda”.
KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “barang siapa”,
hal itu menunjukan yang menjadi subyek tindak pidana adalah
manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya, dalam pergaulan
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
hidup kemasyarakatan bukan hanya manusi saja yang terlibat, seperti
contohnya badan hukum, sehingga yang dapat memungkinkan
melakukan tindak pidana bukan hanya manusia akan tetapi badan
hukum juga bias melakukan perbuatan atau tindakan yang dilakukan
oleh manusia sehingga bias termasuk dalam perumusan tindak pidana.
Kemungkinan badan hukum dikenai hukuman pidana apabila
melanggar hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman
yang dikenakan dapat berupa denda yang harus dibayar oleh badan
hukum yang bersangkutan (Moeljatno, 1995:39).
2) Harus Ada Perbuatan
Dengan perkembangan di dalam masyarakat maka untuk
menguraikan perbuatan manusia dalam perkembangannya dapat dilihat
dari aktivitasnya. Biasanya perbuatan yang dilakukan bersifat positif
atau aktif tetapi ada pula perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat
dikatakan sebagai perbuatan pidana, yaitu:
a) Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak dilaporkan
walaupun ada kesempatan untuk melapor pada yang berwajib.
b) Tidak bersedia menjadi saksi dimuka pengadilan.
c) Bersifat melawan hukum
Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal yang
sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang bersifat
tidak melawan hukum seudah tidak lagi menjadi persoalan hukum
pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri ada dua yaitu
melawan hukum formil dan melawan hukum materiil, seperti yang
dikemukakan oleh Moeljatno, yaitu:
(1) Melawan hukum formil, yaitu:
Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan undang-
undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan hukumnya
perbuatan sudah nyata dan sifatnya melanggar ketentuan
undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah
ditentukan oleh undang-undang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
(2) Melawan hukum materiil, yaitu:
Ada yang berpendapat, bahwa belum tentu kalau semua
perbuatan yang sesuai dengan larangan undang-undang itu
berrsifat melawan hukum. Bagi mereka yang dinamakan
hukum bukanlah undang-undang saja tetapi disamping undang-
undang (hukum tertulis) ada juga hukum yang tidak tertulis,
yaitu norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku
didalam masyarakat (Moeljatno: 1995:130)
c. Macam-Macam Tindak Pidana
1) Materiil dan Formil
a) Materiil
Suatu tindak pidana yang dilarang oleh undang-undang ialah
akibatnya atau tindak pidana yang menitikberatkan pada terjadinya
akibat.
b) Formil
Perbuatan pidana yang dilarang adalah perbuatannya.
Perbuatannya disebut pidana apabila telah selesai.
2) Sederhana dan berkualifikasi
a) Sederhana
Tindak pidana tanpa pemberatan
b) Berkualifikasi
Tindak pidana disertai dengan pemberatan.
3) Umum dan Khusus
a) Umum
Kejahatan yang dilakukan setiap orang.
b) Khusus
Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dengan
jabatan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
4) Kejahatan dan Pelanggaran
Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran terdapat
dalam KUHP yaitu Buku II KUHP yang mengatur kejahatan dan Buku
III KUHP mengatur mengenai pelanggaran. Dalam KUHP tidak
dijelaskan secara rinci mengenai pembeda tersebut. Konsuekuensi dari
pembedaan tersebut adalah “kejahatan diancam pidana lebih berat”.
Dan dibedakan antara kesengajaan dengan kealpaan serta percobaan
dan penyertaan dalam kejahatan dapat dikenai pidana, tidak perbedaan
antara sengaja maupun alpa serta dalam pelanggaran percobaan dan
penyertaan tidak dapat dipidana (Kansil, 1986:289).
2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Penganiayaan
a. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan
Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak
pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti
penganiayaan tersebut. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia arti
penganiayaan adalah: “perlakuan yang sewenang-wenang”. Pengertian
yang dimuat dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah pengertian
dalam arti luas, yakni yang menyangkut termasuk “perasaan” atau
“bathiniah”. Sedangkan yang dimaksud penganiayaan dalam hukum
pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Menurut ilmu pengetahuan
(doktrin) pengertian penganiayaan adalah sebagai berikut : “Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit
atau luka pada orang lain”.
Berdasarkan uraian diatas bahwa setiap perbuatan dengan sengaja
menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh merupakan penganiayaan
yang terhadap pelakunya diancam pidana. Padahal dalam kehidupan
sehari-hari cukup banyak perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan
rasa sakit atau luka pada tubuh yang terhadap pelakunya tidak semestinya
diancam dengan pidana (Lahut.Net: Tindak Pidana Penganiayaan.html >(
22 Maret pukul 17.00 wib).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut penjelasan menteri kehakiman pada waktu pembentukan
Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain :
1) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
memberikan penderitaan badan kepada orang lain.
2) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
merugikan kesehatan pada orang lain.
b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan:
1) Unsur kesengajaan.
2) Unsur perbuatan.
3) Unsur akibat perbuatan (yang dituju) yaitu :
a) Rasa sakit, tidak enak pada tubuh;
b) Luka Tubuh
c) Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan si pelaku.
Tindak pidana penganiayaan mempunyai unsur kesengajaan harus
diartikan secara luas yaitu meliputi kesengajaan sebagai maksud,
kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai
kemungkinan.Dengan penafsiran bahwa unsur kesengajaan dalam tindak
pidana penganiayaan ditafsir sebagai kesengajaan sebagai maksud (opzet
alsa olmergk), maka seorang baru dikatakan melakukan tindak pidana
penganiayaan, apabila orang itu mempunyai maksud menimbulkan akibat
berupa rasa sakit atau luka pada tubuh. Jadi, dalam hal ini maksud orang
itu haruslah ditujukan pada perbuatan dan rasa sakit atau luka pada tubuh.
Secara prinsip kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan harus
ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud, namun dalam hal-hal
tertentu kesengajaan dalam penganiayaan juga dapat ditafsirkan sebagai
kesengajaan sebagai kemungkinan. Penganiayaan dapat ditafsirkan sebagai
kesengajaan dalam sadar akan kemungkinan, tetapi penafsiran tersebut
juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai kemungkinan terhadap
akibat. Artinya dimungkinkan penafsiran secara luas unsur kesengajaan itu
yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kemungkinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
bahkan kesengajaan sebagai kepastian, hanya dimungkinkan terhadap
akibatnya. Sementara terhadap perbuatan itu haruslah pada tujuan pelaku.
c. Macam-MacamTindak Pidana Penganiayaan:
1) Penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP
2) Penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352 KUHP
3) Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP
4) Penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 354 KUHP
5) Penganiayaan berat berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 355
KUHP
6) Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana
diatur dalam Pasal 356 KUHP
3. Tinjauan Tentang Pembuktian, Sistem Pembuktian, dan Alat Bukti
a. Pengertian Pembuktian
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), sebagai
pedoman beracara di muka Pengadilan secara Pidana tidak memberikan
pengertian tentang pembuktian, sehingga pengertian pembuktian
diserahakan para ahli. Menurut Yahya Harahap dalam bukunya
Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, pengertian
Pembuktian adalah ketentuan ketentuan yang berisi penggarisan dan
pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian
juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan
undang-undang dan yang boleh dipergunakan hakim membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa (M. Yahya Harahap, 2009:
273-274 ).
b. Sistem Pembuktian
1) Beberapa Teori Sistem Pembuktian
Sebelum meninjau system pembuktian yang dianut oleh KUHAP, ada
baiknya ditinjau dari beberapa ajaran yang berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
sistem pembuktian. Gunanya sebagai perbandingan dalam memahami
sistem pembuktian yang diatur dalam KUHAP.
a) Conviction-in Time
Pada conviction in Time pembuktiannya semata-mata
didasarkan pada keyakinan hakim saja. Meskipun di dalam
memeriksa perkara terdapat alat-alat pembuktian, namun jika
hakim tidak yakin, maka hakim harus membebaskan terdakwa.
Sebaliknya jika hakim yakin kesalahan terdakwa, maka terdakwa
harus dijatuhi hukuman (Jurnal Hukum Respublica, 2007: 9). Dari
mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak
menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan
disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam
sidang pengadilan. Bisa juga hasil dari pemeriksaan akat-alat bukti
itu diabaikan oleh hakim dan langsung menarik keyakinan dari
keterangan atau pengakuan terdakwa.
b) Conviction-Raisonee
Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga
mengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-
satunya untuk menghukum terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim
disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis,
diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak
perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan,
Meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang
tetapi hakim bisa menggunakan alat-alat bukti di luar ketentuan
undang-undang. Yang perlu mendapat penjelasan adalah bahwa
keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan dengan alasan
yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian conviction
in raisone harus dilandasi oleh "reasoning" atau alasan-alasan dan
alasan itu sendiri harus “reasonable" yakni berdasarkan alasan-
alasan yang dapat diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata
berdasarkan keyakinan (Munir Fuady, 2006: 56).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif
Teori ini adalah teori pembuktian berdasarkan alat bukti
menurut undang-undang secara pisitif. Pembuktian menurut teori
ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti yang
sebelumnya telah ditentukan oleh undang-undang. Untuk
menentukan ada atau tidaknya kesalahan seseorang, hakim harus
mendasarkan pada alat-alat bukti yang tersebut di dalam undang-
undang. Jika akat-alat bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah
cukup beralasan untuk menjatuhkan putusan tanpa harus timbul
keyakinan telebih dahulu atas kebenaran alat-alat bukti yang ada
(Rusli Muhammad, 2007:188).
Pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif ini
mempunyai keuntungan untuk mempercepat penyelesaiaan
perkara dan bagi perkara pidana yang ringan dapat memudahkan
hakim mengambil keputusan karena resiko kekeliruan
kemungkinan kecil sekali. Dalam peradilan pidana, terutama pada
waktu mengadili perkara yang tidak ringan sudah banyak
keberatannya untuk menggunakan teori pembuktian positif karena
ada kecenderungan dengan mutlak memperlakukan pemeriksaan
perkara secara inquisitoir dan apabila sudah terdapat pengakuan
terdakwa dan atau/ keterangan saksi-saksi, wajib diputus terbukti
dan dipidana oleh hakim sekalipun dapat dirasakan pengakuan
atau keterangan itu bohong sebagai perkara versi buatan.
d) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief
Watelijk Stelsel)
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negative
merupakan teori antara system pembuktian menurut undang-
undang positif dengan system pembuktian conviction-in time.
System pembuktian pembuktian menurut undang-undang secara
negative merupakan keseimbangan antara kedua system yang
saling bertolak belakang secara ekstrem. Rumusannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
berbunyi:salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-
alat bukti yang sah menurut undang-undang (M.Yahya Harahap:
2009:277-279).
Berdasarkan rumusan diatas, untuk menyatakan salah atau
tidaknya terdakwa, tidak cukup berdasarkan keyakinan hakim
semata-mata. Atau hanya semata-mata didasarkan atas
keterbuktian menurut ketentuan dan cara pembuktian dengan alat-
alat bukti yang ditentukan undang-undang. Seorang terdakwa baru
dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan
kepadanya dapt dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti
yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian
kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim. Bertitik tolak
dari uraian diatas, untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa
menurut system pembuktian menurut undang-undang secara
negative, terdapat dua komponen:
(1) Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-
alat bukti yang sah menurut undang-undang.
(2) Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara
dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
c. Sistem Pembuktian Yang Dianut KUHAP
Setelah dijelaskan beberapa sistem pembuktian sebagai bahan
perbandingan, tiba saatnya mengkaji system pembuktian mana diantara
salah satu system tersebut yang iatur dalam KUHAP? Mari kita lihat
Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Bila dibandingkan bunyi Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294
HIR, hampir bersamaan bunyi dan maksud yang terkandung didalamnya.
Mari baca bunyi Pasal 294 HIR: “Tidak akan dijatuhkan hukuman kepada
seorang pun jika hakim tidak yakin kesalahan terdakwa dengan upaya
bukti menurut undang-undang bahwa benar telah terjadi perbuatan pidana
dan bahwa tertuduhlah yang telah melakukan perbuatan itu”.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, baik yang termuat dalam
Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294 HIR, sama-sama menganut system
“pembuktian menurut undang-undang secara negative”. Perbedaan antara
keduanya, hanya terletak pada penekannya saja. Pada Pasal 183 KUHAP,
syarat “pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah”, lebih
ditekankan dalam perumusannya. Hal ini dapat dibaca dalam kalimat:
ketentuan pembuktian yang memadai untuk menjatuhkan pidana kepada
seorang terdakwa “sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah”. Dengan
demikian Pasal 183 KUHAP mengatur, untuk menentukan sah atau
tidaknya terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa,
harus:
1) Kesalahannya terbukti sekurang-kurangnya “dua alat bukti
yang sah”.
2) Dan atas keterbuktian sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana telah
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
Untuk menajajaki alasan pembuat undang-undang merumusakan
Pasal 183 KUHAP, barang kali ditujukan untuk mewujudkan suatu
ketentuan yang seminimal mungkin dapa menjamin “tegaknya kebenaran
sejati” serta “tegaknya keadilan dan kepastian hukum”. Pendapat ini
dapat diambil dari makna penjelasan Pasal 183 KUHAP. Dari penjelasan
tersebut pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem
pembuktian yang tepat dalam penegakan hukum Indonesia ialah sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negative, demi tegaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
keadilan, kepastian, dan kebenaran. Karena dalam sistem pembuktian ini,
terpadu kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan
sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (M.Yahya
Harahap: 2009:280-281).
d. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya
Yang dimaksud dengan Alat Bukti adalah segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana alat-alat tersebut, dapat
digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan
hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan
olehterdakwa. Di dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP menjelaskan tentang
apa sajakah menjadi bukti yang sah menurut Hukum Formil ini.
Ditegaskan bahwa Alat bukti yang sah ialah :
1) keterangan saksi;
2) keterangan ahli;
3) surat,
4) petunjuk;
5) keterangan terdakwa.
Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan satu persatu berdasarkan teori
hukum yang Penulis pelajari:
1) Keterangan saksi
Saksi adalah setiap orang yang mendengar sendiri, melihat
sendiri, dan mengalami sendiri tentang suatu tindak
pidana.David A. Lagnado and Nigel Harvey membuat suatu
pendapat mengenai saksi yaitupeople construct stories to make
senseof the evidence presented in court, and these
narrativesdetermine their predeliberation verdicts. Stories
typicallyinvolve networks of causal relations between events;
theyon the evidence presented in the case, as well as on prior
assumptions and common sense knowledge(David A. Lagnado
and Nigel Harvey, 2008: 1167). Agar suatu keterangan saksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
atau kesaksian dapat dianggap sah dan memilki kekuatan
pembuktian, maka harus dipenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) Merupakan keterangan atas suatu peristiwa pidana yang
telah saksi lihat, dengar atau alami sendiri, dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya tersebut
(pengertian “‘keterangan saksi” berdasarkan Pasal 1
butir 27 KUHAP).
b) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup tanpa
disertai oleh alat bukti yang sah lainnya.
c) Bukan merupakan pendapat atau rekaan yang diperoleh
sebagai hasil dari pemikiran.
d) Harus diberikan oleh saksi yang telah mengucapkan
sumpah.
e) Harus diberikan di muka sidang pengadilan
f) Keterangan saksi-saksi yang berdiri sendiri dapat
digunakan sebagai alat bukti bila keterangan tersebut
bersesuaian satu sama lain sehingga dapat
menggambarkan suatu kejadian tertentu.
Dalam menilai kebenaran atas keterangan beberapa saksi sebagai
alat bukti, maka hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan
dan mempertimbangkan hal-hal berikut (Pasal 185 ayat 6 KUHAP):
a) Kesesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya
b) Kesesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.
c) Alasan saksi dalam memberikan keterangan tertentu.
d) Cara hidup dan kesusilaan serta hal-hal lain yang pada
umumnya mempengaruhi dapat tidaknya keterangan tersebut
dipercaya.
Keterangan Saksi mempunyai nilai kekuatan pembuktian :
a) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas
Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan. Atau
dengan singkat dapat dikatakan alat bukti kesaksian sebagai
alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan tidak sempurna
dan tidak menentukan dan mengikat.
b) Nilai kekuatan pembuktian bergantung pada penilaian
hakimHakim bebas memberikan penilaian atas kesempurnaan
dan kebenaran keterangan saksi, tidak ada keharusan bagi
hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi,
karena hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang
melekat pada keterangan itu, untuk dapat diterima atau tidak.
2) Keterangan ahli
Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh
seseorang yang memilki keahlian khusus mengenai suatu hal yang
diperlukan guna membuat terang suatu perkara pidana demi
kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli harus dinyatakan dalam
sidang pengadilan dan diberikan dibawah sumpah (Pasal 186
KUHAP). Selain itu, keterangan ahli dapat juga diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum dan dituangkan
dalam suatu bentuk laporan (Pasal 133 jo penjelasan Pasal 186
KUHAP).
Visum et repertum merupakan alat bukti yang dikatakan
memiliki dualisme sebagai alat bukti dimana visum menyentuh dua
sisi alat bukti yang sah menurut undang-undang; yaitu keterangan ahli
dan surat. Visum sebagai alat bukti keterangan ahli merupakan bentuk
dari keterangan ahli yang diberikan pada waktu penyidikan dan
dituangkan dalam bentuk laporan (sebagaimana ditegaskan dalam
penjelasan pasal 186 KUHAP). Kekuatan pembuktian keterangan ahli
mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas, karena dalamnya tidak
melekat nilai pembuktian yang sempurna dan menentukan. Hakim
bebas menilai dan tidak ada ikatan untuk menerima keterangan ahli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
3) Surat
Surat sebagai alat bukti yang sah harus dibuat atas sumpah
jabatan dan dikuatkan dengan sumpah. Dalam Pasal 187 KUHAP
disebutkan secara luas bentuk-bentuk surat yang bernilai sebagai alat
bukti yaitu:
a) Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang mengenai suatu
kejadian yang didengar/dilihat/dialami sendiri disertai alasan
yang jelas mengenai keterangan tersebut.
b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan
atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk
dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya.
c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat keterangan
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal yang dimintakan
secara resmi kepadanya.
d) Surat lain yang berhubungan dengan alat bukti yang lain (Rusli
Muhammad, 2007: 196).
Alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan
memiliki kekuatan mengikat bagi hakim (volledig en beslissende
bewijskracht). Namun demikian, kesempurnaan dan kekuatan
mengikat tersebut hanyalah secara formal. Pada akhirnya, keyakinan
hakimlah yang menentukankekuatan pembuktiannya. Berdasarkan
keterangan tersebut, visum et repertum juga dapat digolongkan
sebagai alat bukti surat yaitu surat keterangan seorang ahli atas suatu
hal yang dibuat berdasarkan keahliannya, dan dimintakan secararesmi
kepadanya oleh penyidik.
Ditinjau dari segi teori serta menghubungkannya dengan
beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam KUHAP, dapat
ditemukan kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
a) Ditinjau dari segi formal
Ditinjau dari segi formal, alat bukti yang disebut pada Pasal
187 huruf a, b, dan c KUHAP adalah alat bukti yang
sempurna. Sebab bentuk surat-surat yang disebutkan
didalamnya dibuat secara resmi menurut formalitasnya yang
ditentukan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu
alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal
yang sempurna.
b) Ditinjau dari segi materiil
Dilihat dari sudut materiil, alat bukti surat yang disebutkan
dalam Pasal 187 KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai
kekuatan mengikat, nilai kekuatan pembuktian alat bukti
surat bersifat bebas, hakim bebas untuk menilai kekuatan
pembuktiannya.
4) Petunjuk
Petunjuk disebut oleh Pasal 184 KUHAP sebagai alat bukti yang
keempat. Di dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberi definisi
petunjuk yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Lebih-lebih kalau
diperhatikan bunyi Pasal 188 ayat (3) KUHAP yang mengatakan
bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nurani.
Di sini tercermin bahwa pada akhirnya persoalannya diserahkan
kepada hakim. Dengan demikian, menjadi sama dengan pengamatan
hakim sebagai alat bukti. Apa yang disebut pengamatan oleh hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(eigen warrneming van de rechter) harus dilakukan selama sidang,
apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak
dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau
peristiwa itu telah diketahui umum ( Andi Hamzah, 2011: 278).
5) Keterangan Terdakwa
Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar
sidang. Yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut
undang-undang adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang.
Keterangan yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti di sidang; selama didukung oleh suatu
alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan Terdakwa sebagai alat
bukti, tanpa disertai oleh alat bukti lainnya, tidak cukup untuk
membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan ketentuan
beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183
KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undangundang.
Nilai pembuktian keterangan terdakwa mempunyai kekuatan
pembuktian yang bebas, sehingga tidak mengikat hakim. Keterangan
terdakwa tidak dapat berdiri sendiri, ia harus diperkuat dengan alat
bukti yang sah lainnya, sehingga meskipun terdakwa mengakui
kesalahannya tetap diperlukan minimal satu alat bukti yang sah untuk
mencapai batas minimum pembuktian. Setelah adanya minimum dua
alat bukti yang sah, masih diperlukan lagi keyakinan hakim tentang
telah terbuktinya tindak pidana dan terbukti pula bahwa terdakwa
bersalah melakukan tindak pidana tersebut (M.Yahya Harahap: 2009:
333).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kerangka Pemikiran
Gambar1. Skematika Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Kerangka Pemikiran dalam bentuk skema di atas mencoba memberikan
gambaran yang disusun secara sistematis terkait alur berfikir dalam menjawab
permasalahan dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran merupakan jawaban atas
permasalahan yaitu dalam hal keabsahan dan kekuatan pembuktian dalam tindak
pidana penganiayaan (Studi Kasus Dalam Nomor Perkara:
276/Pid.B/2011/PN.Ska).
Pembuktian merupakan hal yang penting dalam proses peradilan. Untuk
menetukan benar atau salah tidaknya seorang terdakwa. Pembuktian juga
merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-
undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang
Kasus Tindak Pidana Penganiayaan Dalam Nomor
Perkara : 276/Pid.B/2011/Pn.Ska
Alat Bukti
Keabsahan Pembuktian Alat Bukti Kekuatan Pembuktian Alat Bukti
KUHAP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
didakwakan. Menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), alat-alat bukti itu antara laian ialah keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Dari alur diatas dapat Penulis jabarkan dari sebuah kasus tindak pidana
penganiayaan, kemudian hakim menilai alat bukti yang sah yang diajukan oleh
Jaksa Penuntut Umum, untuk menetukan apakah terdakwa terbukti telah
melakukan tindak pidana penganiayaan atau tidak. Menurut Pasal 183 KUHAP,
asas minimum pembuktian, minimal dua alat bukti yang sah disertai dengan
keyakinan hakim dan berakhir pada penjatuhan vonis di persidangan.Penulis
mengkaji apakah alat bukti yang diajukan untuk pengungkapan alat bukti dalam
tindak pidana penganiayaaan itu sah serta bagaimana kekuatan pembuktiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang Penulis lakukan tentang kebasahan alat bukti
dan kekuatan pembuktian dalam kasus nomor: 276/Pid.B/ 2011/ PN Ska, maka
Penulis sajikan hasil penelitiannya sebagai berikut:
1. Identitas Terdakwa
Nama Lengkap : Joko Nugroho
Tempat Lahir : Surakarta
Tanggal Lahir : 26 Juni 1979
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Kampung Nawut Kesongo, Sukoharjo
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
2. Kasus Posisi
Bahwa berawal dari Daniel Eko Hendarto yang menagih janji penyerahan
sepeda motor kredit yang telat membayar angsuran selama 5 bulan
terhadap Haryadi. Pada saat penagihan Daniel Eko Hendarto memaki-
maki istri Haryadi yang bernama Sumarni karena pada saat penagihan
Haryadi tidak ada di rumah. Kemudian Joko Nugroho yang merupakan
sahabat dari Sumarni datang, lalu Sumarni menceritakan kejadian yang
baru dialaminya kepada Joko Nugroho. Setelah mendengar cerita
Sumarni, Joko Nugroho tidak terima dan atas inisiatif sendiri langsung
meminta nomor telepon Daniel Eko Hendarto untuk mengajak bertemu.
Joko Nugroho menelpon Daniel Eko Hendarto dengan mengaku bernama
Haryadi untuk bertemu. Setelah bertemu, Joko Nugroho yang saat itu
bersama temannya Agus menanyakan mengenai Surat Kuasa Penarikan
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
saksi korban dan pada saat saksi korban akan mengambil Surat Kuasa
Penarikan dari dalam tas, tiba-tiba terdakwa diserang oleh terdakwa
bersama-sama dengan temannya yang bernama Agus dengan
menggunakan senjata tajam, dengan cara membacok menggunakan celurit
dan bendo sehingga mengenai bagian kepala bagian belakang sebelah kiri
(dekat dengan telinga) saksi korban dan mengalami luka sobek keluar
darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal jari telunjuk dan pangkal jari
tengah pada tangan kiri saksi mengalami luka sobek. Selang beberapa
waktu Joko Nugroho ditangkap aparat Kepolisian di sebelah timur makam
Sangkrah, Kampung Sangkrah, Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta dan
ditetapkan menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap Daniel Eko
Hendarto.
3. Dakwaan
Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum dengan surat
dakwaan No. Reg. Perk : PDM-195/SKRTA/Ep.2/09/2011 tertanggal 12
Oktober 2011 dengan dakwaan sebagai berikut:
KESATU:
Bahwa terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET Bin SUPARDI
bersama-sama dengan AGUS (belum tertangkap) pada hari sabtu tanggal
02 Juli 2011 sekitar pukul 18.30 WIB atau pada sekitar waktu itu, setidak-
tidaknya masih dalam tahun 2011, di sebelah timur makam Sangkrah,
Kampung Sangkrah, Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta atau setidak-
tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Surakarta “dengan terang-terangan dan dengan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, jika dengan
sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan
mengakibatkan luka-luka” perbuatan mana dilakukan terdakwa sebagai
berikut:
Bahwa pada hari sabtu tanggal 02 Juli 2011sekitar pukul 15.00 WIB,
saksi korban Daniel Eko Hendarto bersama dengan temannya yang
bernama Agus alias Pesek pergi ke rumah saksi Haryadi yang berada di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Kp. Nawut Kesongo, Mojolaban, Sukoharjo untuk menagih janji
penyerahan sepeda motor kredit merk Shogun 125 yang terlambat
membayar angsuran melalui PT. WOM Finance dan macet sampai 5
(lima) bulan tetapi ketika saksi korban Daniel Eko Hendarto tiba dirumah
saksi Haryadi ternyata saksi Haryadi tidak ada di rumah sehingga saksi
korban segera kembali ke rumah, saksi mendapat telpon dari seseorang
yang mengaku bernama Haryadi untuk datang dan minta bertemu tetapi
tidak di rumah kemudian sekira pukul 17.30 WIB, saksi korban
berboncengan dengan istrinya yang bernama Ny. Sunarni tetapi dalam
perjalanan saksi korban mendapat telepon lagi yang mengatakan untuk
bertemu di daerah Sangkrah tepatnya di sebelah timur makam Sangkrah.
Sekitar pukul 18.00 WIB, saksi korban tiba di Kp. Sangkrah dan bertemu
dengan 2 (dua) orang yang tidak dikenal yaitu terdakwa bersama dengan
temannya Agus yang menanyakan mengenai Surat Kuasa Penarikan saksi
korban dan pada saat saksi korban akan mengambil Surat Kuasa
Penarikan dari dalam tas, tiba-tiba saksi korban diserang oleh terdakwa
bersama-sama dengan temannya yang bernama Agus dengan
menggunakan senjata tajam. Terdakwa bersama dengan temannya
bernama Agus menyerang saksi korban dengan cara membacok
menggunakan celurit dan bendo sehingga mengenai bagian kepala bagian
belakang sebelah kiri (dekat dengan telinga) saksi korban dan mengalami
luka sobek keluar darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal jari telunjuk
dan pangkal jari tengah pada tangan kiri saksi mengalami luka sobek.
Bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut dikarenakan terdakwa
mendengar cerita ketika saksi korban melakukan penagihan angsuran
sepeda motor di rumah saksi Haryadi, saksi korban marah-marah,
mengeluarkan kata-kata kotor dan sempat menantang warga setempat.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET
Bin SUPARDI bersama-sama dengan AGUS, saksi korban DANIEL
EKO HENDARTO mengalami luka robek dibagian kepala bagian
samping kurang lebih 7 (tujuh) cm akibat benturan benda tajam seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
tertuang di Visum Et Repertum Nomor : 36/RSIK-RM-KM/VII/11
tertanggal 11 Juli 2011 yang ditandatangani oleh dr. Endang Sri Untari
dan saksi korban tidak dapat menjalani aktifitasnya selama beberapa hari.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana 170 ayat (2)
ke-1 KUHP.
ATAU
KEDUA:
Bahwa Terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET Bin SUPARDI
bersama-sama dengan AGUS alias PESEK 9belum tertangkap) pada
waktu dan tempat seperti tersebut dalam dakwaan kesatu “mereka yang
melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta nelakukan
penganiayaan” perbuatan mana dilakukan terdakwa sebagai berikut:
Bahwa pada hari sabtu tanggal 02 Juli 2011sekitar pukul 15.00 WIB,
saksi korban Daniel Eko Hendarto bersama dengan temannya yang
bernama Agus alias Pesek pergi ke rumah saksi Haryadi yang berada di
Kp. Nawut Kesongo, Mojolaban, Sukoharjo untuk menagih janji
penyerahan sepeda motor kredit merk Shogun 125 yang terlambat
membayar angsuran melalui PT. WOM Finance dan macet sampai 5
(lima) bulan tetapi ketika saksi korban Daniel Eko Hendarto tiba dirumah
saksi Haryadi ternyata saksi Haryadi tidak ada di rumah sehingga saksi
korban segera kembali ke rumah, saksi mendapat telpon dari seseorang
yang mengaku bernama Haryadi untuk datang dan minta bertemu tetapi
tidak di rumah kemudian sekira pukul 17.30 WIB, saksi korban
berboncengan dengan istrinya yang bernama Ny. Sunarni tetapi dalam
perjalanan saksi korban mendapat telepon lagi yang mengatakan untuk
bertemu di daerah Sangkrah tepatnya di sebelah timur makam Sangkrah.
Sekitar pukul 18.00 WIB, saksi korban tiba di Kp. Sangkrah dan bertemu
dengan 2 (dua) orang yang tidak dikenal yaitu terdakwa bersama dengan
temannya Agus yang menanyakan mengenai Surat Kuasa Penarikan saksi
korban dan pada saat saksi korban akan mengambil Surat Kuasa
Penarikan dari dalam tas, tiba-tiba saksi korban diserang oleh terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
bersama-sama dengan temannya yang bernama Agus dengan
menggunakan senjata tajam. Terdakwa bersama dengan temannya
bernama Agus menyerang saksi korban dengan cara membacok
menggunakan celurit dan bendo sehingga mengenai bagian kepala bagian
belakang sebelah kiri (dekat dengan telinga) saksi korban dan mengalami
luka sobek keluar darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal jari telunjuk
dan pangkal jari tengah pada tangan kiri saksi mengalami luka sobek.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET
Bin SUPARDI bersama-sama dengan AGUS, saksi korban DANIEL
EKO HENDARTO mengalami luka robek dibagian kepala bagian
samping kurang lebih 7 (tujuh) cm akibat benturan benda tajam seperti
tertuang di Visum EtRepertum Nomor : 36/RSIK-RM-KM/VII/11
tertanggal 11 Juli 2011 yang ditandatangani oleh dr. Endang Sri Untari
dan saksi korban tidak dapat menjalani aktifitasnya selama beberapa hari.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana 170 ayat (2)
ke-1 KUHP.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 351
Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Putusan
1) Menyatakan Terdakwa JOKO NUGROHO Alias KAMPRET, telah
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “PENGANIAYAAN”;
2) Menjatuhkan pidana terhadap TERDAKWA JOKO NUGROHO Alias
KAMPRET dengan pidana penjara 9 (sembilan) bulan;
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4) Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam penahanan;
5) Menetapkan barang bukti berupa:
a) 1 (satu) buah senjata tajam berupa bendo, dirampas untuk
dimusnahkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
b) 2 (dua) potong baju kaos warna biru dan kaos warna lurik.
c) 1 (satu) jaket warna hitam.
Dikembalikan kepada saksi korban yaitu DANIEL EKO
HENDARTO;
6) Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
1000,- (seribu rupiah).
B. Pembahasan
1. Analisis KeabsahanAlat BuktiYang DiajukanDalam Kasus Nomor 276/
Pid.B/ 2011/PN. Ska.
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses
pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa benar
suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah
melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya. Apabila hasil
pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak
cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa
“dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya apabila kesalahan terdakwa dapat
dibuktikan dengan alat-alat bukti, terdakwa dinyatakan “bersalah”.
Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu hakim harus hati-hati,
cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang
dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan
kesalahan yang didakwakan. Menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), alat-alat bukti ialah:
Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan
terdakwa.Guna membahas keabsahan alat bukti dalam kasus nomor 276/
Pid.B/ 2011/PN. Ska berikut Penulis jabarkan alur pembahasan sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Gambar 2. Skematika Alat Bukti
Berdasarkan skematika diatas, dapat dilihat bahwa suatu alat bukti dapat
dikatakan sebagai alat bukti yang sah harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Berikut ini syarat-syarat agar menjadi alat bukti yang sah menurut KUHAP:
a. Keabasahan Alat Bukti Saksi
Alat bukti tersebut merupakan alat bukti utama, hampir semua perkara
pidana bersandar pada pemeriksaan seorang saksi. Dengan diperiksanya
saksi dapat ditemukan kebenaran materiil siapa yang melakukan tindak
pidana dan bagaimana cara melakukannya. Keterangan saksi dapat
dianggap sah sebagai alat bukti, harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1) Harus mengucapkan sumpah atau janji
Menurut ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, sebelum saksi
memberikan keterangan “wajib mengucapkan” sumpah atau janji.
Ketentuan KUHAP Kasus Nomor
276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska
Tidak sah Sah
Keabsahan Alat Bukti
1. Saksi
2. Surat
3. Keterangan Terdakwa
1. Alat Bukti Saksi
a. Daniel Eko Hendarto
b. Ny. Sunarni
c. Eko Triyanto
d. Ny. Sumarni
2. Alat Bukti Surat
Visum Et Repertum
3. Alat Bukti Keterangan
Terdakwa
Joko Nugroho
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Adapun sumpah atau janji:
a) Dilakukan menurut agamanya masing-masing,
b) Lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan
keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain dari yang
sebenarnya.
Sumpah itu diucapakan pada prinsipnya sebelum memberikan
keterangan. Akan tetapai menurut Pasal 160 ayat (4) KUHAP
memberikan kemungkinan untuk mengucapakan sumpah atau janji
setelah saksi memberikan keterangan. Dengan demikian, saat
pengucapan sumpah atau janji:
a) Pada prinsipnya wajib diucapkan sebelum memberikan
keterangan,
b) Tanpa dalam hal yang dianggap perlu oleh pengadilan, sumpah
atau janji dapat diucapkan sesudah saksi memberikan
keterangan.
Mengenai saksi yang menolak untuk mengucapkan sumpah atau
janji tanpa alasan yang sah:
a) Dapat dikenakan sandera,
b) Penyanderaan dilakukan berdasar penetapan hakim ketua sidang,
c) Penyanderaan dalam hal seperti ini paling lama empat belas hari
(Pasal 161 KUHAP).
2) Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti
Tidak semua keterangan saksi dapat mempunyai nilai sebagai alat
bukti. Menurut Pasal 1 angka 27 KUHAP:
a) Yang saksi lihat sendiri
b) Yang saksi alami sendiri
c) Yang saksi dengar sendiri,
d) Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Bila Penulis hubungkan dengan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, dapat
ditarik kesimpulan:
a) Setiap keterangan saksi di luar apa yang didengarnya sendiri
dalam peristiwa pidana yang terjadi atau di luar yang dilihat dan
dialaminya dalam peristiwa pidana yang terjadi di luar yang
dilihat atau dialaminya dalam peristiwa pidana yang terjadi,
keterangan yang diberikan di luar pendengaran, penglihatan atau
pengalaman sendiri mengenai suatu peristiwa pidana yang
terjadi, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.
b) Testimonium de auditu atau keterangan saksi yang diperoleh
sebagai hasil dari pendengaran orang lain. Penulis berpendapat
keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan ulangan
dari apa yang didengarnya dari orang lain tidak dapat dianggap
sebagai alat bukti.
c) Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran,
bukan merupakan keterangan saksi. Penegasan ini diatur dalam
Pasal 185 ayat (5) KUHAP. Oleh karena itu, setiap keterangan
saksi yang bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi, harus
dikesampingkan dari pembuktian dalam membuktikan kesalahan
terdakwa. Keterangan yang bersifat dan berwarna pendapat dan
pemikiran pribadi saksi, tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.
3) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan.
Keterangan saksi agar dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah,
maka keterangan itu harus “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal
ini sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Dengan
begitu Penulis beranggapan keterangan saksi yang berisi penjelasan
tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri, atau
dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat
dinilai sebagai alat bukti, apabila keterangan saksi dinyatakan di
sidang pengadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Keterangan yang dinyatakan di luar persidangan (outside the court)
bukan alat bukti sah, tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan
kesalahan terdakwa. Meskipun hakim, penuntut umum, terdakwa
atau penasihat hukum mendengar keterangan seorang yang
berhubungan dengan perisiwa pidana yang sedang diperiksa, dan
keterangan mereka dengan diluar sidang pengadilan tidak dapat
dinilai sebagai alat bukti.
4) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup.
Penulis mengingatkan kembali tentang asas minimum
pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Supaya
keterangan saksi dapat dianggap untuk membuktikan kesalahan
Terdakwa harus dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya
dengan dua alat bukti. Dengan begitu keterangan seorang saksi saja,
baru bernilai satu alat bukti saja yang harus ditambah dengan alat
bukti lainnya. Bertitik tolak dari penjelasan Pasal 185 ayat (2)
KUHAP keterangan seorang saksi belum dapat dianggap sebagai
alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa atau
unus testis nullus testis. Ini berarti bila alat bukti yang diajukan
Penuntut Umum hanya terdiri dari seorang saksi saja tanpa ditambah
dengan alat bukti yang lain atau keterangan saksi yang lain maka
tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah untuk membuktikan
kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya. Memperhatikan uraian diatas, bahwa syarat
yang dikehendaki Pasal 185 ayat (2) KUHAP:
a) Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit
harus didukung dua orang saksi,
b) Atau kalau saksi hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian
tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat
bukti yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Penulis sedikit menjelaskan ketentuan seperti ini hanya berlaku
dalam proses pemeriksaan acara biasa. Apabila dalam pemeriksaan
acara cepat, keyakinan hakim cukup didukung oleh satu alat bukti
yang sah, seperti yang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 184
KUHAP. Maka dalam pemeriksaan acara cepat seorang saksi saja
cukup mempunyai nilai pembuktian.
5) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri.
Penulis banyak melihat pendapat orang yang beranggapan
dengan adanya keterangan saksi yang banyak telah dapat untuk
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Tetapi
pendapat itu salah, kesaksian yang dihadirkan dan didengar
keterangannya di persidangan secara kuantitatif telah melampui
batas minimum pembuktian, belum tentu keterangan mereka secara
kualitatif atau apa yang diberikan di persidangan itu memadai
sebagai alat bukti yang sah membuktikan kesalahan terdakwa. Tidak
ada gunanya mengahadirkan saksi yang banyak, jika secara kualitatif
keterangan mereka saling berdiri sendiri tanpa adanya saling
hubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat
mewujudkan kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan tertentu.
Banyaknya saksi yang dihadirkan tapi keterangannya berdiri
sendiri menurut Penulis hanya memboroskan waktu. Bukan hanya
mengumpulkan saksi yang banyak, tapi hanya menyajikan
keterangan yang berdiri sendiri. Hal seperti ini sudah ditegaskan
dalam Pasal 184 ayat (4) KUHAP:
a) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang
sah, dengan syarat,
b) Apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang
lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu
kejadian atau keadaan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Para saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:
a) Saksi Daniel Eko Hendarto (saksi korban)
(1) Bahwa terdakwa Joko Nugroho alias Kampret pada hari
sabtu 02 Juli 2011 bertempat di Sangkrah di sebelah timur
makam Sankrah Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta
telah membacok saksi dengan sebilah celurit yang dibawa
sebelumnya, ke bagian belakang sebelah kiri dekat telinga
sebanyak satu kali.
(2) Bahwa saat itu terdakwa bersama temannya Agus
mendatangi korban.
(3) Bahwa terdakwa melakukan hal itu karena tersinggung
perkataan saksi korban saat menagih angsuran di rumah saksi
Ny. Sumarni, yang masih saudara dengan terdakwa.
(4) Bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah senjata tajam
berupa bendo miliknya siapa, saksi tidak tahu, sedangkan 2
(dua) potong baju kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1
(satu) jaket warna hitam adalah milik saksi.
b) Saksi Ny. Sunarni:
(1) Bahwa terdakwa Joko Nugroho alias Kampret pada hari
sabtu 02 Juli 2011 bertempat di Sangkrah di sebelah timur
makam Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta
telah membacok saksi dengan sebilah celurit yang dibawa
sebelumnya, ke bagian belakang sebelah kiri dekat telinga
sebanyak satu kali.
(2) Bahwa benar terdakwa melakukan hal itu karena tersinggung
perkataan saksi korban saat menagih angsuran di rumah saksi
Ny. Sumarni, yang masih saudara dengan terdakwa.
(3) Bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah senjata tajam
berupa bendo miliknya siapa, saksi tidak tahu, sedangkan 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(dua) potong baju kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1
(satu) jaket warna hitam adalah milik suami saksi yaitu
Daniel Eko Hendarto.
c) Saksi Eko Triyanto:
(1) Bahwa saksi telah melakukan penangkapan terhadap
terdakwa bersama dengan Brigadir M. Alwan Zaenuri pada
hari kamis tanggal 28 Juli 2011 sekitar jam 16.30 WIB di
kampung Jogobayan, Banjarsari, Surakarta.
(2) Bahwa saksi mengatakan yang menjadi korban tindak pidana
penganiayaan atau pengeroyokan bernama: Sdr. Daniel Eko
Hendarto dengan alamat: Kp. Prawit Rt 003 Rw 003 Kel.
Nusukan, Kec. Nusukan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta.
(3) Bahwa Saksi mengatakan pelaku pengeroyokan atau
penganiayaan terhadap korban tersebut, saksi belum
mengetahui, namun hasil pemeriksaan korban menyebutkan
ciri-ciri pelaku pengeroyokan atau penganiayaan tersebut
dilakukan oleh 2 (dua) orang laki-laki masing-masing pelaku
dengan ciri-ciri salah satu berbadan gemuk dan yang satunya
berbadan kecil (kurus) yang tidak dikenal oleh korban.
(4) Bahwa saksi bersama M. Alwan Zaenuri telah melakukan
penangkapan terhadap Joko Nugroho alias Kampret pada saat
sedang nongkrong di pinggir jalan Kampung Jogobayan,
Banjarsari, Surakarta.
(5) Bahwa saksi mengatakan bahwa Joko Nugroho alias
Kampret pada saat dimintai keterangan telah mengaku
melakukan pengeroyokan atau penganiayaan terhadap korban
bersama dengan temannya Agus, sampai sekarang masih
dalam pencarian petugas Polsek Pasar Kliwon.
(6) Bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah senjata tajam
berupa bendo miliknya Agus, sedangkan 2 (dua) potong baju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1 (satu) jaket warna
hitam adalah milik terdakwa
d) Ny. Sumarni
(1) Bahwa saksi mengatakan pelaku pengeroyokan dan atau
penganiayaan adalah bernama Sdr. Joko Nugroho alias
Kampret dengan alamat: Kp. Semanggi Mojo Rt 02 Rw 04
Kel. Semanggi, Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
(2) Bahwa saksi telah mengatakan yang menjadi korban
pengeroyokan atau penganiayaan adalah Daniel Eko
Hendarto yang mengaku sebagai karyawan dari PT. WOM.
(3) Bahwa saksi mengenal dengan Daniel Eko Hendarto adalah
karyawan PT. WOM saat menagih uang angsuran sepeda
motor kredit yang terlambat di rumah saksi yang beralamat di
Kp. Nawut Rt 02 Rw 03 Kel. Tegalmade, Kec. Mojolaban,
Kab. Sukoharjo.
(4) Bahwa saksi mengatakan Daniel telah datang ke rumah saksi
3 (tiga) kali untuk menagih uang angsuran sepeda motor dan
saksi telat membayar angsuran sepeda motor tersebut
sebanyak 5 kali angsuran.
(5) Bahwa saksi menerangkan pada saat Daniel menagih uang
angsuran sepeda motor di rumah saksi tersebut sambil
marah-marah.
(6) Bahwa saksi mengatakan kejadian tersebut kepada Joko
Nugroho alias Kampret, kemudian setelah mendengar cerita
Joko Nugroho alias Kampret meminta nomor telephone
karyawan PT.WOM lalu bergegas pergi meninggalkan rumah
saksi.
(7) Bahwa saksi mengatakan tidak mengetahui sama sekali
kejadian pengeroyokan atau penganiayaan tersebut.
(8) Bahwa saksi sama sekali tidak menyuruh kepada Joko
Nugroho alias Kampret untuk mencari Sdr. Daniel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Berdasarkan uraian diatas Penulis mengkaji mengenai kasus
tindak pidana penganiayaan dalam nomor perkara 276/ Pid.
B/2011/PN.Ska dengan terdakwa Joko Nugroho alias Kampret,
apakah alat bukti saksi yang diajukan penuntut umum dapat menjadi
alat bukti yang sah atau tidak. Pembahasannya adalah sebagai
berikut:
Syarat pertama agar saksi menjadi alat bukti yang sah menurut
ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP yaitu sebelum saksi
memberikan keterangan “wajib mengucapkan” sumpah atau janji.
Dari kajian yang Penulis lakukan, semua saksi yang dihadirkan oleh
penuntut umum telah disumpah sebelum memberikan keterangan di
persidangan. Saksi yang diajukan oleh penuntut umum telah sesuai
dengan Pasal 160 ayat (3) KUHAP sehingga dapat dijadikan sebagai
alat bukti yang sah yang dapat menentukan salah atau tidaknya
terdakwa.
Syarat kedua agar saksi menjadi alat bukti yang sah enurut
Pasal 1 angka 27 KUHAP yang dihubungkan dengan Pasal 185 ayat
(1) KUHAP yaitu yang saksi lihat, alami, dengar sendiri serta
menyebut alasan mengapa saksi mengutarakan itu. Dari semua
kesaksian yang diberikan di persidangan yang sudah Penulis uraikan
di atas, saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum sudah sesuai
dengan Pasal 1 angka 27 KUHAP yang dihubungkan dengan Pasal
185 ayat (1) KUHAP yaitu yang saksi lihat, alami, dengar sendiri
serta menyebut alasan mengapa saksi mengutarakan itu. Sehingga
dapat menjadi alat bukti yang sah dan dapat menentukan salah atau
tidaknya terdakwa.
Syarat yang ketiga agar saksi menjadi alat bukti yang sah maka
keterangan itu harus “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal ini
sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Semua saksi
yang dihadirkan oleh penuntut umum sudah sesuai dengan Pasal 185
ayat (1) KUHAP sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
sah dan dapat digunakan oleh hakim untuk menentukan salah atau
tidaknya terdakwa.
Syarat keeempat agar saksi menjadi alat bukti yang sah harus
sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yaitu asas minimum pembuktian.
Apabila bertitik tolak dari penjelasan Pasal 185 ayat (2) KUHAP
maka keterangan seorang saksi belum dapat dianggap sebagai alat
bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa atau unus
testis nullus testis. Saksi-saksi dalam kasus Joko Nugroho telah
cukup untuk memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam
Pasal 183 KUHAP. Selain keterangan saksi ada pula Visum Et
Repertum dan juga keterangan terdakwa. Semisal seorang saksi
sudah cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa ditambah
dengan keterangan/pengakuan terdakwa maka sudah terpenuhi batas
minimum pembuktian. Dalam kasus yang Penulis bahas, apabilah
Penuntut Umum hanya menghadirkan saksi tunggal saja tidak apa-
apa dikarenakan terdakwa Joko Nugroho telah mengakui
perbuatannya melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap
Daniel Eko Hendarto, pengakuan tersebut sudah cukup untuk
memenuhi asas minimum pembuktian seperti yang sudah Penulis
jelaskan diatas. Memperhatikan uraian diatas, bahwa syarat yang
dikehendaki Pasal 185 ayat (2) KUHAP:
a) Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit
harus didukung dua orang saksi, dalam hal ini saksi yang
diajukan penuntut umum telah lebih dari dua orang saksi.
b) Atau kalau saksi hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian
tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat
bukti yang lain. Dalam hal ini saksi yang diajukan penuntut
umum tidak ada saksi yang hanya terdiri dari seorang saksi, saksi
yang diajukan dalam kasus ini terdiri dari empat orang saksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Syarat yang kelima agar saksi menjadi alat bukti yang sah ialah
keterangan saksi tidak boleh berdiri sendiri. Dalam KUHAP
keterangan saksi boleh berdiri sendiri tapi harus memenuhi asas
menurut Pasal 184 ayat (4) KUHAP yang sudah Penulis jelaskan di
atas. Saksi yang diajukan oleh penuntut umum hampir sudah saling
berkaitan antara satu dengan yang lain, tetapi ada keterangan yang
beridiri sendiri yaitu kesaksian yang diberikan oleh saudara Eko
Triyanto yang menyebut bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah
senjata tajam berupa bendo miliknya Agus, sedangkan 2 (dua)
potong baju kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1 (satu) jaket
warna hitam adalah milik terdakwa sedangkan saksi yang lain yang
sudah Penulis uraikan di atas bahwa 2 (dua) potong baju kaos warna
biru, kaos warna lurik dan 1 (satu) jaket warna hitam adalah milik
saksi korban. Tetapi semua saksi yang diajukan oleh penuntut umum
telah memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 184 ayat (4) KUHAP
yang intinya keterangan saksi yang diajukan penuntut umum itu ada
hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat
membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
b. Keabsahan Alat Bukti Visum Et Repertumsebagai Alat Bukti Surat.
Seperti alat bukti keterangan saksi dan keterangan ahli, alat bukti
surat pun, hanya diatur dalam satu pasal saja yakni Pasal 187 KUHAP.
Menurut ketentuan itu, surat yang dapat bernilai sebagai alat bukti yang
sah menurut undang-undang adalah
1) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan,
2) Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.
Surat yang penulis kaji yaitu visum et repertum atau laporan yang
memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu
keadaan yang dimnta daripadanya. Pada Pasal 187 KUHAP dijelaskan
mengenai bentuk-bentuk surat, antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejaduan atau keadaan yang didengar,
dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu.
2) Surat yang berbentuk menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya, dan
yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan.
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar
keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya.
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan
isi dari alat pembuktian lain.
Di sini Penulis lebih membahas secara khusus mengenai ketentuan
Pasal 187 angka 3 karena berhubungan dengan laporan atau visum et
repertum yang sedang Penulis kaji. Sisi lain dari alat bukti keterangan ahli
yang sudah Penulis jelaskan diatas yang berbentuk laporan juga
menyentuh alat bukti surat. Alasannya, karena dalam ketentuan Pasal 187
angka 3 KUHAP telah menentukan salah satu diantara alat bukti surat
yakni: "Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar
keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi daripadanya”. Memperhatikan ketentuan tersebut, salah satu bentuk
alat bukti surat yang dimaksud oleh Pasal 187 angka 3 KUHAP, termasuk
kedalam bentuk “surat keterangan ahli”. Selain itu visum et repertum yang
penulis bahas juga sudah juga berupa surat yang dibuat di atas sumpah
jabatan.
Dari uraian Penulis di atas, visum et repertum yang penulis bahas
juga sudah berupa surat yang dibuat di atas sumpah jabatan. Visum et
repertum dari Daniel Eko Hendarto sesuai Pasal 187 angka 3 KUHAP
yaitu termasuk kedalam bentuk “surat keterangan ahli”. Sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
menjadi alat bukti yang sah dan dapat digunakan untuk menetukan salah
atau tidaknya terdakwa.
c. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Sudah tentu tidak semua keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai
alat bukti yang sah. Untuk menentukan agar keterangan terdakwa
memenuhi syarat alat bukti yang sah, maka diperlukan beberapa asas
sebagai landasan pijak, anatara lain:
1) Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan
Supaya keterangan terdakwa dapat di nilai sebagai alat bukti yang sah,
keterangan itu harus dinyatakan di sidang pengadilan, baik pernyataan
berupa penjelasan yang diutarakan sendiri oleh terdakwa maupun
pernyataan yang berupa penjelasan atau jawaban terdakwa atas
pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh ketua sidang, penuntut
umum atau penasihat hukum.
2) Tentang perbuatan yang dilakukan terdakwa.
Dari ketentuan ini hakim jangan sampai keliru memasukan keterangan
terdakwa yang berupa pernyataan mengenai perbuatan yang dilakukan
oleh orang lain.
3) Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa.
Di sini undang-undang mebuat garis pembatasan antara yang diketahui
terdakwa sehubungan dengan peristiwa pidana dengan pengetahuan
yang bersifat pendapat sendiri bukan dari hasil pemikiran. Arti yang
terdakwa ketahui sendiri tiada lain daripada pengetahuan sehubungan
dengan peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya.
4) Apa yang dialami sendiri oleh terdakwa.
Pernyataan terdakwa tentang apa yang dialami, baru dianggap
mempunyai nilai sebagai alat bukti jika pernyataan pengalaman itu
mengenai “pengalamannya sendiri” berupa pengalaman yang langsung
berhubungan dengan peristiwa pidana yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
5) Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap dirinya
sendiri.
Menurut syarat ini yang diterangkan seseorang dalam persidangan
dalam kedudukannya sebagai terdakwa, hanya dapat digunakan
sebagai alat bukti terhadap dirinya sendiri.
Keterangan terdakwa pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
1) Bahwa terdakwa mengatakan telah ditangkap oleh anggota Polsek
Pasar Kliwon yang berpakaian preman tersebut pada hari Kamis
tanggal 28 Juli 2011 sekitar Jam 16.30 WIB di kampung Jogobayan,
Banjarsari, Kota Surakarta.
2) Bahwa terdakwa mengerti apa sebabnya ditangkap karena terdakwa
telah melakukan pengeroyokan atau penganiayaan terhadap seorang
laki-laki yang tidak dikenal yang mengaku dari PT. WOM.
3) Bahwa terdakwa mengatakan telah melakukan tindak pidana
penganiayaan tersebut pada hari Sabtu tanggal 2 juli 2011 sekitar Jam
18.30 WIB di sebelah timur makam sangkrah, Kampung Sangkrah,
Kel. Sangkrah, Kec. Pasar Kliwon, Surakarta.
4) Bahwa terdakwa melakukan tindak pidana pengeroyokan atau
penganiayaan terhadap diri korban tersebut bersama teman Terdakwa
yang bernama Sdr. Agus yang bertempat tinggal di Sangkrah, Kec.
Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
5) Bahwa terdakwa yang menjadi penyebab sehingga tersangka
melakukan tindak pidana penegeroyokan atau penganiayaan terhadap
diri korban disebabkan karena korban sebelumnya telah marah-marah
di tempatnya mas Dodo di Mojolaban, Sukoharjo sewaktu menagih
sepeda motor merek Shogun 125 yang dibeli secara kredit dan
terlambat membayar angsuran dan sewaktu korban telah marah-marah
tersebut mas Dodo tidak ada di rumah dan sepeda motor yang akan
ditarik tersebut juga tidak ada yang ada saat itu Cuma istri mas Dodo
yang bernama Ny. Sumarni, selanjutnya korban marah-marah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
menendang pagar rumah mas Dodo serta menantang orang yang
berada di daerah Mojolaban dan korban bilang kepada istri mas Dodo
kalau tidak terima ini nomor telephone milik korban, selanjutnya istri
mas Dodo bercerita kepada terdakwa mengenai seorang laki-laki tang
mengaku dari WOM yang telah marah-marah dirumahnya di
Mojolaban Sukoharjo.
6) Bahwa terdakwa mengatakan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
terhadap korban adalah kemauannya sendiri dan tidak ada yang
menyuruh.
7) Bahwa barang bukti 1 (satu) buah senjata tajam berupa bendo adalah
milik Sdr. Agus, sedangkan 2 (dua) potong baju kaos warna biri, kaos
warna lurik dan 1 (satu) jaket warna hitam adalah miliknya siapa,
terdakwa tidak tahu.
Dari uraian diatas Penulis akan mengkaji mengenai kasus tindak
pidana penganiayaan dalam nomor perkara 276/ Pid. B/2011/PN.Ska
dengan terdakwa Joko Nugroho alias Kampret, apakah alat bukti
keterangan terdakwa yang diajukan penuntut umum dapat menjadi alat
bukti yang sah atau tidak. Pembahasannya adalah sebagai berikut:
Syarat pertama agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti
yang sah adalah keterangan itu harus dinyatakan di sidang pengadilan.
Keterangan dari terdakwa Joko Nugroho dalam perkara
penganiayaannya dinyatakan dalam persidangan, sehingga memenuhi
asas yang pertama untuk memenuhi nilai sebagai alat bukti yang sah.
Syarat kedua agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti yang
sah adalah penjelasan tentang perbuatan yang dilakukan terdakwa
sendiri. Pernyataan yang diberikan terdakwa Joko Nugroho yang telah
Penulis uraikan di atas telah sesuai dengan penjelasan tentang
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sendiri, sehingga dapat dinilai
sebagai alat bukti yang sah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Syarat ketiga agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti yang
sah adalah ada pembatasan antara yang diketahui terdakwa
sehubungan dengan peristiwa pidana dengan pengetahuan yang
bersifat pendapat sendiri bukan dari hasil pemikiran. Dari keterangan
yang diberikan oleh terdakwa yang sudah Penulis uraikan di atas Joko
Nugroho alias Kampret telah memberikan keterangan yang terdakwa
ketahui sehubungan dengan peristiwa pidana yang dialaminya bersifat
pendapat sendiri. Tetapi yang dimaksud pendapat sendiri disini,
terdakwa Joko Nugroho alias Kampret memberikan pengetahuannya
sesuai dengan peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya sehingga
dapat menjadi alat bukti yang sah.
Syarat keempat agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti
yang sah adalah pernyataan terdakwa tentang apa yang dialami sendiri
berupa pengalaman yang langsung berhubungan dengan peristiwa
pidana yang bersangkutan. Dari keterangan yang diberikan oleh
terdakwa Joko Nugroho alias Kampret yang telah Penulis uraikan di
atas menurut Penulis telah sesuai dengan apa yang dialaminya dan
mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah. Pengalaman yang
dialami sendiri oleh terdakwa berupa pengalaman yang langsung
berhubungan dengan peristiwa pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
Syarat kelima agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti yang
sah adalah keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap
dirinya sendiri. Terdakwa Joko Nugroho alias Kampret pada saat
melakukan tindak pidana penganiayaan bersama temannya bernama
Agus. Maka keterangan dari Joko Nugroho tidak dapat digunakan
terhadap Agus saat di persidangan. Tapi saat ini Agus masih dalam
pencarian polisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
2. Analisis Kekuatan PembuktianAlat Bukti Dalam Kasus Nomor 276/
Pid.B/ 2011/PN. Ska
Sebagaimana diuraikan Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan
secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Di luar alat bukti
itu tidak dibenarkan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Di samping
bernilai sebagai alat bukti juga mempunyai “kekuatan pembuktian” hanya
pada alat bukti yang sah menurut KUHAP. Pembuktian dengan alat bukti di
luar jenis alat bukti yang disebutkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, tidak
mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian yang mengikat.Guna membahas
nilai kekuatan pembuktian alat bukti dalam kasus nomor 276/ Pid.B/
2011/PN. Ska berikut Penulis jabarkan alur pembahasan sebagai berikut:
Gambar3. Skematika Nilai Kekuatan Pembuktian
Berikut adalah analisis kekuatan pembuktian dari alat bukti yang diajukan oleh
penuntut umum dalam Kasus Nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska sebagai berikut:
a. Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi
Semua saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam perkara
penganiayaan Joko Nugroho diberikan di sidang pengadilan dengan
disumpah. Tetapi tidak hanya disumpah agar keterangan saksi dapat
mempunyai nilai kekuatan pembuktian, tetapi juga ada syarat lain yang
Alat Bukti
Dalam Kasus Nomor:
276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska Nilai Kekuatan Pembuktian
1. Saksi
2. Surat
3. Keterangan
Terdakwa
1. Bebas
2. Keyakinan Hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
sudah Penulis jelaskan di atas dimana saksi yang diajukan oleh Penuntut
Umum dalam perkara penganiayaan Joko Nugroho sudah memenuhi
semua persyaratan keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah. Penulis
akan mengulanginya secara singkat, antara lain:
1) Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji bahwa ia akan
menerangkan yang sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya.
2) Keterangan yang diberikan harus mengenai peristiwa pidana yang
saksi dengar, lihat sendiri atau alami sendiri dengan menyevut secara
jelas sumber pengetahuannya.
3) Keterangan saksi harus dinyatakan di dalam persidangan. Pernyataan
saksi di luar persidangan tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti
yang sah.
4) Keterangan seorang saksi bukan merupakan alat bukti yang sah.
Karena itu harus dipenuhi batas minimum pembuktian yang diatur
dalam Pasal 183 KUHAP.
Semua syarat yang Penulis uraikan, maka dapat dilihat bukan
hanya unsur sumpah atau janji saja yang menentukan sah atau tidaknya
keterangan saksi sebagai alat bukti. Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar saksi itu menjadi alat bukti yang sah. Dengan sendirinya
keterangan saksi tersebut melekat kekuatan pembuktian. Kekuatan
pembuktian saksi dapat Penulis jelaskan :
1) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas
Alat bukti kesaksian tidak melekat sifat pembuktian yang
sempurna (volledig bewijskracht) dan tidak melekat di dalamnya
kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan (beslissende
bewijskracht). Maka dari itu, alat bukti kesaksian sebagai alat bukti
yang sah mempunyai nilai kekuatan pembuktian “bebas”. Alat bukti
kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan
pembuktian yang menentukan. Kesimpulannya alat bukti kesaksian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan “tidak
sempurna” dan tidak “menentukan” atau tidak “mengikat”.
2) Nilai kekuatan pembuktian tergantung pada penilaiaan hakim.
Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang
tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan
tidak menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas
untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tidak ada
keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan
saksi. Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat
pada keterangan itu dan dapat menrima atau
menyingkirkannya.Jangan sampai terjadi satu hipotesis dari Kevin T.
McGuire and James A. Stimson yang menyatakan one highly
plausible hypothesis is that public opinion determines Supreme
Court policy indirectly(Kevin T. McGuire and James A. Stimson,
2004: 1020).
Lain halnya bila undang-undang sendiri telah menentukan
bahwa alat bukti kesaksian mempunyai sifat kekuatan pembuktian
yang sempurna dan meenetukan. Jika undang-undang menetukan
demikian maka hakim tidak boleh menilai kekuatan pembuktiannya,
hakim harus secar bulat terikat untuk mempergunakannya dalam
putusan, tidak lagi berwenang untuk menialainya secara bebas.
Hakim dalam mempergunakan kebebasan menilai kekuatan
pembuktian kesaksian harus benar-benar bertanggung jawab. Jangan
sampai kebebasan penilaian itu menjurus kepada kesewenang-
wenangan tanpa moralitas dan kejujuran yang tinggi. Kebebasan
yang tidak diertai rasa tanggung jawab, kebebasan itu akan berbalik
menjadi ironi dan bersifat tragis. Selain itu bisa menguntungkan
orang yang jahat. Orang yang tidak bersalah akan sengsara sebagai
akibat kesewenangan dan kecongkakan dalam mempergunakan
kebebasan tersebut.oleh karena itu pada umumnya kasus-kasus yang
lain dan pada khususnya kasus yang sedang Penulis kaji telah benar-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
benar cukup bukti berdasar keterangan saksi, kebebasan hakim
menilai kebenaran dan keterangan saksi-saksi, harus berpedoman
pada tujuan mewujudkan “kebenaran sejati”. Kesimpulan dari uraian
kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam kasus tindak pidana
penganiayaan dengan terdakwa Joko Nugroho, dapat ditarik
kesimpulan:
a) Saksi-saksi yang diajukan Penuntut Umum dalam perkara
penganiayaan dengan terdakwa Joko Nugroho tidak mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, hakim
mempunyai kebebasan untuk menilainya.
b) Alat bukti keterangan saksi yang diajukan Penuntut Umum
dalam perkara penganiayaan dengan terdakwa Joko Nugroho
sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian bebas,
dapat dilumpuhkan terdakwa dengan alat bukti lain berupa saksi
a decharge maupun dengan keterangan ahli atu alibi.
b. Nilai Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti
Surat.
Sebelum membahas kekuatan pembuktian alat bukti surat,
sekedar perbandingan mari kita menengok hukum acara perdata. Dalam
pembuktian yang diatur dalam hukum acara perdata, surat autentik atau
surat resmi seperti bentuk-bentuk surat resmi yang diatur dalam Pasal
187 angka 1 dan 2 KUHAP, dinilai sebagai alat bukti yang sempurna
dan mengikat bagi hakim, sepanjang hal itu tidak dilumpuhkan dengan
“bukti lawan” atau tegen bewijs. Oleh karena itu alat bukti surat resmi
atau autentik merupakan alat bukti yang sempurna dan mengikat
(volledig en beslissende bewijskracht), hakim tidak bebas lagi
menilainya dan terikat kepada pembuktian surat tersebut dalam
mengambil putusan perkara perdata yang bersangkutan.
Demikian secara ringkas gambaran kekuatan pembuktian surat
resmi atau autentik yang diatur dalam hukum acara perdata. Dalam hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, sama
sekali tidak mengatur ketentuan khusus tentang nilai kekuatan
pembuktian surat. Penulis akan menjelaskan lagi bentuk-bentuk surat
menurut Pasal 187 KUHAP,antara lain:
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejaduan atau keadaan yang
didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
2) Surat yang berbentuk menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya,
dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu
keadaan.
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasar keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan
yang diminta secara resmi daripadanya.
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian lain.
Apabila KUHAP tidak mengatur secara khusus, maka menilai
kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat, dapat ditinjau
dari segi teori serta menghubungkannya dengan beberapa prinsip
pembuktian yang diatur di dalam KUHAP.
1. Ditinjau dari segi formal
Ditinjau dari segi formal, alat bukti yang disebut pada Pasal 187
angka 1, 2 dan 3 KUHAP adalah alat bukti yang sempurna.
Sebab bentuk surat-surat yang disebut didalamnya dibuat secara
resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-
undangan. Dengan dipenuhi ketentuan formal dalam
pembuatannya serta dibuat dan berisi keterangan resmi dari
seorang pejabat yang berwenang dan pembuatan serta keterangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
yang terkandung dalam surat dibuat atas sumpah jabatan maka
ditinjau dari segi formal alat bukti surat seperti ini yang disebut
Pasal 187 angka 1, 2 dan 3KUHAP adalah alat bukti yang
bernilai sempurna. Begitulah nilai kesempurnaan alat bukti surat
yang disebut dalam Pasal 187 angka 1, 2 dan 3KUHAPditinjau
dari segi formal. Dan harap jangan lupa, meninjau dari segi
formal ini menitikberatkan dari sudut teoritis. Belum tentu
sesuatu yang dapat dibenarkan dari segi teori dapat dibenarkan
praktek, sebab kenyataan, apa yang dibenarkan dari sudut teori
dikesampingkan oleh beberapa asas dan ketentuan dalam
KUHAP.
2. Ditinjau dari segi materiil
Dari sudut materiil, semua bentuk alat bukti surat yang disebut
dalam Pasal 187 KUHAP, bukan alat bukti yang mempunyai
kekuatan mengikat. Pada diri alat bukti surat itu tidak melekat
kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan alat bukti
surat , sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian
keterangan saksi maupun keterangan ahli, sama-sama
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang “bersifat bebas”.
Tanpa mengurangi sifat kesempurnaan formal alat bukti surat
yang disebut pada Pasal 187 angka 1, 2 dan 3KUHAP sifat
kesempurnaan formal tersebut tidak dengan sendirinya
mengandung nilai kekuatan pembuktian yang mengikat. Hakim
bebas untuk menilai kekuatan pembuktiannya. Hakim dapat
mempergunakannya atau menyingkirkannya. Dasar alasan
ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan
pada beberapa asas, antara lain:
a) Asas proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari
kebenaran materiil atau kebenaran sejati (material waarheid),
bukan mencari kebenaran formal. Dengan asas ini, hakim
bebas menilai kebenaran yang terkandung pada alat bukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
surat. Walupun dari segi formal, alat bukti surat telah benar
dan sempurna, namun kesempurnaan dan kebenaram formal
itu dapat disingkirkan demi untuk mencapai dan mewujudkan
kebenaran materiil.kebenaran dan kesempurnaan formal
harus mengalah berhadapan dengan kebenaran sejati. Lain
halnya dalam proses pemeriksaan perdata. Kebenaran yang
hendak dicari dan diwujudkan, sedapat mungkin mencapai
kebenaran sejati, tetapi jika seandainya kebenaran sejati tidak
dapat diwujudkan oleh hakim, dapat diperkenankan
mewujudkan kebenaran formal. Jelas dilihat, baik ditinjau
dari segi teori apalagi jika dihubungkan dengan asas
kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal 183
KUHAP, yang memikulkan kewajiban hakim, untuk
menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian
hukum bagi seseorang maka kebenaran formal harus
dianggap tidak memadai mendukung terwujudnya kebenaran
sejati. Oleh karena itu, hakim bebas menilai kebenaran
formal dalam rangka menjunjung tinggi kebenaran sejati.
b) Asas keyakinan hakim
Asas keyakinan hakim terdapat dalam Pasal 183 KUHAP
berhubungan erat dengan sistem pembuktian yang dianut
KUHAP. Berdasar Pasal 183 KUHAP menganut ajaran sitem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif.
Berdasar sitem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif, hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada
seorang terdakwa apabila kesalahan terdakwa telah terbukti
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan atas
keterbuktian itu hakim “yakin”, terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Asas keyakinan hakim itu sendiri dapat
melumpuhkan semua kekuatan pembuktian yang diperoleh
disidang pengadilan. Walupun telah terkumpul bukti sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
gunung, hakim harus lagi menanya dan menguji kekuatan
pembuktiannya itu dengan hati nuraninya. Kalau hatinya
tidak yakin atas kesalahan terdakwa, hakim bebas dan
berwenang melumpuhkan kekuatan pembuktian tersebut
dengan “keyakinannya”. Akan tetapi seperti Penulis
peringatkan berulang-ulang, dalam mempergunakan
kebebasan dan asas keyakinan, hakim harus benar-benar
bertanggung jawab “demi mewujudkan kebenaran sejati”.
c) Asas batas minimum pembuktian
Seperti Penulis jelaskan sebelumnya, bahwa asas minimum
pembuktian telah ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
Prinsip dari asas batas minimum pembuktian: “sekurang-
kurangnya dengan dua alat bukti yang sah”. Bertitik tolak
dari prinsip atau asas minimum pembuktian, bagaimanapun
sempurnya alat bukti surat, kesempurnaanya itu tidak dapat
berdiri sendiri, harus dibantu lagi dengan palin sedikit satu
alat bukti yang lain guna memenuhi apa yang telah
ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
Dengan alasan dan penjelasan yang diuraikan, dapat
diambil kesimpulan. Bagaimanapun sempurnanya nilai
pembuktian alat bukti surat, kesempurnaan itu tidak merubah
sifatnya menjadi alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan
pembuktian yang mengikat. Nilai yang melekat pada
kesempurnaanya tetap bersifat kekuatan pembuktian “yang
bebas”. Hakim bebas untuk menilai kekuatannya dan
kebenarannya. Visum et repertum yang penulis bahas juga sudah
juga berupa surat yang dibuat di atas sumpah jabatan. Visum et
repertum dari Daniel Eko Hendarto sesuai Pasal 187 angka 3
KUHAP yaitu termasuk kedalam bentuk “surat keterangan ahli”.
Sehingga dapat menjadi alat bukti yang sah dan mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
kekuatan pembuktian dari segi materiil seperti Penulis jelaskan
di atas.
Kebenaran penilaian itu dapat ditinjau dari beberapa
alasan. Boleh dari segi asas kebenaran sejati, atas keyakinan
hakim, maupun dari sudut batas minimum pembuktian. Dan
memang pada prinsipnya, ajaran pembuktian yang dianut hukum
acara pidana pada dasarnya tidak mengenal alat bukti yang
sempurna dan mengikat, kecuali bagi negara yang menganut
sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.
c. Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Terdakwa.
Sebelum Penulis mengkaji mengenai kekuatan pembuktian
keterangan terdakwa, Penulis akan mengingatkan bahwa seribu kali pun
terdakwa memberikan pernyataan pengakuan sebagai pelaku dan yang
bersalah mealakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya,
pengakuan itu tidak boleh dianggap dan dinilai sebagai alat bukti yang
sempurna, menetukan dan mengikat. Seandainya pembuat undang-
undang menetapkan nilai pengakuan sebagai alat bukti yang sempurna,
menentukan dan mengikat, ketentuan yang seperti itu memaksa hakim
untuk tidak boleh beranjak dari alat bukti pengakuan tersebut. Hakim
secara mutlak harus memutuskan perkara atas alasan pembuktian
pengakuan.
Ketentuan seperti ini sangat berbahaya, karena akan banyak
orang jahat yang berkeliaran di belakang pengakuan orang yang diupah.
Akibatnya orang kaya yang mampu dan jahat akan semakin merajalela.
Mereka akan tetap bebas berkeliaran ditengah-tengah masyarakat
dengan jalan membeli orang miskin yang mau mengaku sebagai orang
yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang terjadi. Akibat buruk
yang paling jauh, penegakan hukum dapat diperjualbelikan oleh mereka
yang punya uang. Untunglah pembuat undang-undang tidak menetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
ketentuan seperti itu, sehingga kecil kemungkinan terdapat orang jahat
yang berlindung di balik pengakuan seorang terdakwa bayaran.
Sekedar perbandingan dengan hukum acara perdata, pengakuan
yang bulat dan murni adalah merupakan alat bukti yang sempurna dan
menetukan (volledig en belisende bewijs-krachts). Menurut hukum acara
perdata, pada suatu pengakuan yang bulat dan murni, melekat nilai
kekuatan pembuktian yang sempurna, mengikat, dan menentukan. Hal
ini sejalan dengan tujuan kebenaran yang hendak diwujudkan dalam
proses pemeriksaan perkara perdata. Hakim tidak dituntut untuk mencari
dan mewujudkan kebenaran sejati.
Tidak demikian haknya dengan perkara pidana khususnya perkara
pidana yang sedang Penulis bahas, di dalamnya tersangkut kepentingan
individu pada satu pihak dan kepentingan masyarakat pada lain pihak.
Individu dan masyarakat atau negara sama-sama mempunyai
kepentingan yang seimbang dalam menegakan dan terciptanya tertib
hukum. Oleh karena itu kebenaran yang ditegakan adalah kbenatran
yang “sejati”. Bertitik tolak dari tujuan mewujudkan kebenaran sejati,
undang-undang tidak dapat menilai keterangan atau pengakuan terdakwa
sebagai alat bukti yang memiliki nilai pembuktian yang sempurna,
mengikat dan menentukan. Mengkaji sedikit mengenai keterangan
terdakwa Joko Nugroho pada kasus tindak pidana penganiayaan telah
mengakui seluruh perbuatannya. Terdakwa mengaku telah melakukan
tindak pidana penganiayaan terhadap Daniel Eko Hendarto dengan jalan
membacok menggunakan celurit dan bendo hingga bagian kepala bagian
belakang sebelah kiri (dekat dengan telinga) saksi korban dan
mengalami luka sobek keluar darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal
jari telunjuk dan pangkal jari tengah pada tangan kiri saksi mengalami
luka sobek.Dengan demikian keterangan Joko Nugroho dapat menjadi
alat bukti yang sah, sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian
sebagai berikut:
1) Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti
keterangan terdakwa. Dia bebas untuk menilai kebenaran yang
terkandung di dalamnya. Hakim dapat menerima atau
menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan jalan mengemukakan
alsan-alasannya. Jangan hendaknya penolakan akan kebenaran
keterangan terdakwa tanpa alasan yang diidukung oleh argumentasi
yang tidak proposional dan akomodatif. Dengan demikian
sebaliknya, seandainya hakim hendak menjadikan alat bukti
keterangan terdakwa sebagai salah satu landasan pembuktian
kesalahan terdakwa, harus dilengkapi alasan yang argumentatif
dengan menghubungkan alat bukti yang lain.
2) Harus memenuhi batas minimum pembuktian.
Sebagaimana telah dijelaskan pada asas-asas penilaiaan keterangan
terdakwa, salah satu asas yang harus diperhatikan oleh hakim adalah
ketentuan yang dirumuskan pada Pasal 189 ayat (4) yang
menentukan: “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai alat bukti yang
lain”. Dari ketentuan tersebut jelas, keharusan mencukupkan alat
bukti keterangan terdakwa dengan sekurang-kurangnya satu lagi alat
bukti yang lain, baru mempunyai nilai pembuktian yang cukup.
Penegasan Pasal 189 ayat (4) sejalan dengan dan mempertegas asas
batas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183.
3) Harus memenuhi asas keyakinan hakim.
Sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai dengan asas
batas minimum pembuktian, masih harus di ikuti dengan “keyakinan
hakim”, bahwa memang terdakwa yang bersalah melakukan tidak
pidana yang didakwakan kepadanya. Artinya adalah disamping
memenuhi batas minimum pembuktian dengan alat bukti yang sah
maka dalam pembuktian yang cukup tersebut harus diikuti dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
keyakinan hakim bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang Penulis lakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Mengenai keabsahan suatu alat bukti, harus terdapat syarat tertentu. Pada
kasus nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska terdapat 3 (tiga) alat bukti yaitu
alat bukti saksi, alat bukti surat, dan alat bukti keterangan terdakwa.
Berdasarkan penjelasan Penulis di atas alat bukti tersebut dapat dikatakan
alat bukti yang sah.
2. Mengenai nilai pembuktian alat bukti harus berdasarkan dengan keyakinan
hakim. Pada kasus nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska terdapat 3 (tiga) alat
bukti yaitu alat bukti saksi, alat bukti surat, dan alat bukti keterangan
terdakwa. Semua alat bukti yang diajukan penuntut umum dalam kasus
tersebut dapat diterima menjadi alat bukti yang sah. Sehingga alat bukti
tersebut dalam pembuktian pidana mempunyai nilai kekuatan pembuktian
bebas dan tergantung pada penilaian hakim.
B. Saran
Berdasarkan penelitian di atas Penulis memberi saran sebagai berikut:
1. Hakim sebagai wakil Tuhan dalam memeriksa perkara khususnya dalam
hal pembuktian harus benar-benar lebih cermat dan teliti sehingga dalam
menjatuhkan putusan dapat dilakukan dengan seadil-adilnya.
2. Penuntut umum dalam menghadirkan alat bukti harus benar-benar kuat,
agar dapat menyakinkan hakim bahwa terdakwalah yang melakukan
tindak pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Abdurrahman. 1980. Pembaharuan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara
Pidana Baru di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Andi Hamzah. 2011. Hukum Acara PidanaIndonesia. Jakarta: Sinar Garfika. C.S.T Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta.
Balai Pustaka. Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Komentar Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP). Bandung: Mandar Maju. Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jawa
Timur: Banyu Media Publishing. Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Moch. Faisal Salam. 2001.Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek.
Bandung: CV Mandar Maju. Moeljatno.1979. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Terjemahan). Cetakan XI. Munir Fuady. 2006. Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata. Bandung:
Citra Aditya. M. Yahya Harahap. 2009. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP.
Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Cetakan pertama. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidan Kontemporer. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti. Soedarto. 1997. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Syaiful Bakhri. 2009. Hukum Pembuktian. Cetakan pertama. Yogyakarta : Total Media.
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jurnal Jurnal Hukum Respublica. 2007. Pemahaman Hukum Pembuktian dan Alat Bukti
Sebagai Upaya Meningkatkan Pembangunan Bangsa. Vol 6. David A. Lagnado and Nigel Harvey. 2008. The impact of discredited evidence.
Psychonomic Bulletin & Review. Vol 15 (6), 1166-1173.
Kevin T. McGuire and James A. Stimson. 2004. The Least Dangerous Branch Revisited: New Evidence on Supreme Court Responsiveness to Public Preferences. The Journal of Politics. Vol 66, No 4, 1018-1035.
Internet: Lahut.Net: Tindak Pidana Penganiayaan.html >[ 22 Maret pukul 17.00 wib]
top related