kajian ekonomi dan keuangan regional - bi.go.id · utara, data realisasi apbn dari dirjen...
Post on 24-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
Agustus 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
VISI DAN MISI
i
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia:
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil”
Misi Bank Indonesia:
1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis:
Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas
sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran
untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang
inklusif dan berkesinambungan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
VISI DAN MISI
ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KATA PENGANTAR
iii
KATA PENGANTAR
Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan II 2016 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, inflasi, stabilitas keuangan, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan, serta rekomendasi kepada instansi terkait. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara.
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, yaitu dari 5,0% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,7% (yoy). Akselerasi ini terjadi seiring dengan perbaikan perekonomian yang terjadi pada level nasional yang mencapai 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian pada triwulan II didorong oleh melonjaknya realisasi permintaan domestik yang diiringi dengan keseimbangan eksternal yang membaik. Memasuki triwulan III 2016, kinerja perekonomian diperkirakan masih disumbang oleh masih kuatnya aktivitas konsumsi, realisasi proyek infrastruktur strategis pemerintah yang tepat waktu serta net ekspor yang terus membaik. Mencermati perkembangan beberapa indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara triwulan III 2016 diperkirakan masih cukup baik dengan rentang 5,1% (yoy) – 5,5% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian kedepan. Belum meratanya perbaikan harga komoditas perkebunan pada awal triwulan III diperkirakan menjadi penyebab kurang optimalnya kinerja perekonomian pada periode mendatang.
Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan IV 2016 masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal dapat dikatakan masih relatif terbatas. Perbaikan perekonomian ini mampu diimbangi dengan realisasi inflasi yang terjaga. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4,5 ± 0,5% (yoy).
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Agustus 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
Difi A. Johansyah Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KATA PENGANTAR
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR ISI
v
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ........................................................................................................................................... I
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. III
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... V
DAFTAR GRAFIK ..................................................................................................................................... VII
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................................... XI
TABEL INDIKATOR ................................................................................................................................. XII
RINGKASAN UMUM ............................................................................................................................. XIII
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ......................................................................... 1
1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ................................................................. 2
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ....................................................................................... 3
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA ............................................................................... 11
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH ....................................................................................................... 27
2.1 GAMBARAN UMUM .......................................................................................................................... 28
2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA ...................................................... 28
2.3 REALISASI APBN DI SUMATERA UTARA TRIWULAN II 2016 ..................................................................... 30
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ......................................................................................... 33
3.1 KONDISI UMUM ............................................................................................................................... 34
3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL...................................................................................... 35
3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL ............................................................................................. 37
3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA ................................................................................. 39
3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN ............................................................................................................ 39
3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ......................................................... 40
3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR .......................................................... 40
3.4.4 KELOMPOK SANDANG .................................................................................................................... 40
3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN .................................................................................................................. 41
3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA .......................................................................... 41
3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ............................................................... 42
3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI .......................................................................................................... 42
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM .......... 45
4.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI ........................................................................................................ 46
4.1.1 SUMBER-SUMBER KERENTANAN SEKTOR KORPORASI .............................................................................. 46
4.1.2 KINERJA KORPORASI DAN PENILAIAN RISIKO .......................................................................................... 47
4.1.3 EKSPOSUR PERBANKAN PADA SEKTOR KORPORASI ................................................................................. 49
4.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA ................................................................................................ 50
4.2.1 SUMBER KERENTANAN DAN KONDISI SEKTOR RUMAH TANGGA ................................................................ 50
4.2.2 DANA PIHAK KETIGA PERSEORANGAN DI PERBANKAN ............................................................................. 51
4.2.3 PERKEMBANGAN KREDIT RUMAH TANGGA SUMATERA UTARA ................................................................. 51
4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ................................................................................. 52
4.4 PROGRAM PENGEMBANGAN UMKM SUMUT ....................................................................................... 53
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ................. 57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR ISI
vi
5.1 PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN LAYANAN SISTEM PEMBAYARAN ..................................................... 58
5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI ................................................................ 58
5.2 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH .................................................................................... 59
5.2.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI PENYETORAN DAN PENARIKAN UANG KARTAL ............................................... 59
5.2.2. PELAKSANAAN CLEAN MONEY POLICY ................................................................................................. 60
5.2.3 UPAYA MENEKAN PEREDARAN UANG PALSU ........................................................................................ 60
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................................ 63
6.1 KETENAGAKERJAAN ........................................................................................................................... 64
6.2 KESEJAHTERAAN ............................................................................................................................... 64
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ....................................................................................... 69
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI .................................................................................................... 70
7.1 PROSPEK INFLASI .............................................................................................................................. 73
7.2 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ...................................................................................... 75
LAMPIRAN ............................................................................................................................................. 76
DAFTAR ISTILAH .................................................................................................................................... 78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR GRAFIK
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ............................................................................................. 3
Grafik 1.2 Konsumsi Listrik ..................................................................................................................................... 4
Grafik 1.3 Survei Konsumen ................................................................................................................................... 4
Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Tukar ..................................................................................................................... 4
Grafik 1.5 Indeks Penjualan Eceran ........................................................................................................................ 4
Grafik 1.6 Impor Barang Konsumsi ......................................................................................................................... 5
Grafik 1.7 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ..................................................................... 5
Grafik 1.8 Perkembangan KPR ................................................................................................................................ 5
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................................................................ 5
Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan II di Sumatera Utara ................................................................... 6
Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja Langsung APBD Triwulan II di Sumatera Utara ...................................... 6
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ......................................................................................................... 6
Grafik 1.13 Penjualan Semen.................................................................................................................................. 7
Grafik 1.14 Penjualan Barang Konstruksi................................................................................................................ 7
Grafik 1.15 Impor Barang Modal ............................................................................................................................ 7
Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama ............................................................................................................ 7
Grafik 1.17 Kredit Investasi ..................................................................................................................................... 8
Grafik 1.18 Perkembangan Harga CPO dan Karet .................................................................................................. 8
Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ........................................................................... 9
Grafik 1.20 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .................................................................................................. 9
Grafik 1.21 Ekspor CPO ........................................................................................................................................... 9
Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama ...................................................................................................... 10
Grafik 1.23 Ekspor Karet ....................................................................................................................................... 10
Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut .................................................................................. 10
Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut ....................................................................................... 11
Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ............................................................................................................. 12
Grafik 1.27 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara ................................................................................ 12
Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Perkebunan .......................................................................................................... 13
Grafik 1.29 Realisasi NTP Sumatera Utara ............................................................................................................ 14
Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Pertanian .............................................................................................................. 14
Grafik 1.31 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara .............................................................................. 14
Grafik 1.32 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate .................................................. 15
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori PBE ......................................................................................................... 15
Grafik 1.34 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ....................................................................... 15
Grafik 1.35 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ..................................................................................... 16
Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan .............................................................. 16
Grafik 1.37 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi .............................................................................................. 16
Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................................................... 17
Grafik 1.39 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................................................... 17
Grafik 1.40 Perkembangan Penyaluran Air ........................................................................................................... 17
Grafik 1.41 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................................................... 20
Grafik 1.42 Perkembangan Kegiatan Usaha ......................................................................................................... 22
Grafik 1.43 Jumlah Karyawan ............................................................................................................................... 22
Grafik 1.44 Perkembangan Harga Jual .................................................................................................................. 22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR GRAFIK
viii
Grafik 1.45 Kapasitas Terpakai ............................................................................................................................. 22
Grafik 1.46 Perkiraan Kegiatan Usaha dan Harga Jual .......................................................................................... 23
Grafik 1.47 Perkiraan Jumlah Karyawan ............................................................................................................... 23
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................................................... 34
Grafik 3.2 Inflasi Triwulan II 2016 di seluruh Provinsi se-Sumatera ..................................................................... 34
Grafik 3.3 Inflasi Kumulatif Juli 2016 di seluruh Provinsi se-Sumatera................................................................. 35
Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Sumut ..................................................................................................................... 35
Grafik 3.5 Dinamika Inflasi Volatile Foods Sumut ................................................................................................. 36
Grafik 3.6 Stok Beras BULOG ................................................................................................................................ 37
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi .................................................................................................................................. 37
Grafik 3.8 Survei Harga Properti Residensial ........................................................................................................ 38
Grafik 3.9 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika ........................................................................................ 38
Grafik 3.10 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara ........ 39
Grafik 4.1 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .................................................................................................. 46
Grafik 4.2 Perkembangan harga CPO dan Karet ................................................................................................... 47
Grafik 4.3 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektoral ...................................................................................................... 47
Grafik 4.4 Perkembangan Pembiayaan 3 (tiga) Sektor Utama Kredit Korporasi Sumut. ..................................... 47
Grafik 4.5 Perkembangan Kemampuan Membayar Korporasi Keuangan Sumatera Utara ................................. 47
Grafik 4.6 Indeks Harga Properti Residensial Sumatera Utara ............................................................................ 48
Grafik 4.7 Likert Scale Permintaan Domestik dan Ekspor .................................................................................... 49
Grafik 4.8 Likert Scale Kapasitas Utilisasi dan Investasi ....................................................................................... 49
Grafik 4.9 Likert Scale Biaya ................................................................................................................................. 49
Grafik 4.10 Proporsi Kredit Korporasi per Jenis Penggunaan .............................................................................. 49
Grafik 4.11 Proporsi Kredit Sektoral Korporasi .................................................................................................... 49
Grafik 4.12 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Sumatera Utara ........................................................ 50
Grafik 4.13 Pertumbuhan NPL Kredit Korporasi Sektor Utama Sumatera Utara ................................................. 50
Grafik 4.14 Persepsi Penghasilan dan Ketersediaan Lapangan Kerja .................................................................. 50
Grafik 4.15 Persepsi Penghasilan dan Ketersediaan Lapangan Kerja .................................................................. 51
Grafik 4.16 Perkembangan Dana Pihak Ketiga .................................................................................................... 51
Grafik 4.17 Preferensi rata-rata penggunaan penghasilan rumah tangga .......................................................... 51
Grafik 4.18 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga .................................................................................................. 51
Grafik 4.19 Pertumbuhan KPR per Tipe ................................................................................................................ 52
Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit UMKM .............................................................................................................. 52
Grafik 4.21 Perkembangan NPL Kredit UMKM ..................................................................................................... 53
Grafik 4.22 Aktifitas dan Pasar Keuangan Syariah ................................................................................................ 54
Grafik 4.23 Porsi Bank Konven Pada PUAS ........................................................................................................... 54
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS ............................................................................................................ 58
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring .......................................................................................................... 58
Grafik 5.3 Penarikan dan Penyetoran di Sumut ................................................................................................... 60
Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar di Sumatera Utara ........................................................ 60
Grafik 5.5 Temuan Uang Rupiah Palsu di Sumut ................................................................................................ 60
Grafik 6.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja ................................................................................................... 64
Grafik 6.2 Indikator Jumlah Karyawan Total ......................................................................................................... 64
Grafik 6.3 Indeks Kondisi & Ekspektasi Penghasilan ............................................................................................. 65
Grafik 6.4 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen serta Kondisi Ekonomi...................................................... 65
Grafik 6.5 Penduduk Miskin di Sumatera Utara ................................................................................................... 66
Grafik 6.6 Persentase Penduduk Miskin di Sumatera .......................................................................................... 66
Grafik 6.7 Penduduk Miskin Berdasarkan Lokasi ................................................................................................. 66
Grafik 6.8 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di Sumatera Utara .................................................... 67
Grafik 7.1 Survei Konsumen ................................................................................................................................. 70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR GRAFIK
ix
Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen ............................................................................................. 70
Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan .................................................................................................................. 70
Grafik 7.4 Purchasing Manager Index .................................................................................................................. 71
Grafik 7.5 Stock Beras BULOG.............................................................................................................................. 73
Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ..................................................... 74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR GRAFIK
x
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan ................................................................................... 3
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ............................................................................................. 8
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama ........................................................................................................... 9
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................................................... 11
Tabel 1.5 Dramaga di Kawasan Danau Toba......................................................................................................... 19
Tabel 2.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara Triwulan II 2016 ............ 28
Tabel 2.2 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara .............................................................................................. 31
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan II 2016 di Sumatera Utara ........ 35
Tabel 3.2 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa ......................................................................................... 39
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ........................................................................................................ 39
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ..................................................... 40
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar ......................................................... 40
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang .................................................................................................................... 40
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan ................................................................................................................. 41
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga ............................................................................. 41
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan .......................................................... 41
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Sumatera Utara Triwulan I 2016 ......................................................................... 46
Tabel 4.2 Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Sektoral Sumatera Utara .......................................................... 48
Tabel 4.3 Perbandingan DSR dan ICR Per Sektor .................................................................................................. 48
Tabel 5.1 Transaksi RTGS ...................................................................................................................................... 58
Tabel 5.2 Perputaran Kliring ................................................................................................................................. 58
Tabel 5.3 Daftar Sosialisasi CIKUR ........................................................................................................................ 61
Tabel 6.1 Nilai Tukar Petani .................................................................................................................................. 65
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan .................................................................................................. 71
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
TABEL INDIKATOR
xii
TABEL INDIKATOR
IV Total I II III IV Total I II IIIP IVP Totalp
PDRB (%,yoy) 4.7 5.2 4.8 5.1 5.1 5.3 5.1 5.0 5.7 5.1 - 5.5 5.2 - 5.6 5.1 - 5.5
Konsumsi 5.0 5.0 4.8 4.1 4.4 4.1 4.3 4.6 5.1 4.9 - 5.3 4.8 - 5.2 4.7 - 5.1
Konsumsi Swasta 5.3 5.3 4.8 4.5 4.6 4.5 4.6 4.7 5.2 5 - 5.4 4.8 - 5.2 4.8 - 5.2
Konsumsi Pemerintah 3.3 2.9 4.3 1.5 3.0 1.4 2.4 4.3 4.5 4.3 - 4.7 4.7 - 5.1 4.5 - 4.9
Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3.0 3.1 3.3 3.1 4.9 4.5 4.0 5.0 5.0 4.8 - 5.2 5.2 - 5.6 5 - 5.4
Ekspor 1.5 7.9 -4.3 -1.8 -2.5 2.4 -1.6 3.2 6.9 6.7 - 7.1 4.7 - 5.1 4.4 - 4.8
Impor 1.4 8.3 -5.5 -6.6 -5.7 1.4 -4.1 1.4 7.4 7.2 - 7.6 2.1 - 2.5 3.1 - 3.5
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.2 4.4 6.1 5.6 3.8 7.0 5.6 5.5 7.2 5.9 - 6.3 5.6 - 6 5.8 - 6.2
Pertambangan dan Penggalian 4.1 5.1 12.4 6.1 3.7 3.8 6.4 1.4 7.6 4.7 - 5.1 1.4 - 1.8 3.5 - 3.9
Industri Pengolahan 0.3 3.0 0.3 3.1 5.0 5.5 3.5 6.6 2.2 2.8 - 3.2 3.2 - 3.6 3.4 - 3.8
Pengadaan Listrik, Gas 2.9 3.2 -8.5 -5.6 4.7 4.5 -1.3 4.3 11.9 7.8 - 8.2 6.1 - 6.5 7.3 - 7.7
Pengadaan Air 6.8 6.0 9.7 8.6 4.3 3.4 6.4 4.6 6.1 4.8 - 5.2 5.4 - 5.8 5 - 5.4
Konstruksi 8.5 6.8 8.3 6.6 5.6 2.0 5.5 4.3 5.5 5.9 - 6.3 6.7 - 7.1 5.4 - 5.8
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor5.5 6.9 4.5 5.4 4.2 3.3 4.4 2.4 5.2 4.9 - 5.3 5.3 - 5.7 4.3 - 4.7
Transportasi dan Pergudangan 6.3 5.7 5.1 5.1 6.0 5.7 5.5 5.6 8.3 6.2 - 6.6 5.7 - 6.1 6.2 - 6.6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.5 6.5 9.2 6.9 6.2 5.7 7.0 4.3 5.7 5.2 - 5.6 5.2 - 5.6 4.9 - 5.3
Informasi dan Komunikasi 4.7 7.2 5.8 7.1 8.1 7.4 7.1 5.8 6.9 5.6 - 6 5.7 - 6.1 5.8 - 6.2
Jasa Keuangan 4.8 2.6 4.2 4.7 8.5 11.1 7.2 7.6 6.2 6.8 - 7.2 6.7 - 7.1 6.6 - 7
Real Estate 7.9 6.6 4.9 5.6 6.1 6.3 5.8 4.6 5.2 4.9 - 5.3 4.7 - 5.1 4.7 - 5.1
Jasa Perusahaan 7.5 6.8 7.2 6.8 5.0 4.5 5.9 5.5 5.5 6 - 6.4 6.2 - 6.6 5.6 - 6
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib5.2 6.9 5.3 6.3 7.0 4.7 5.8 5.5 12.0 6.1 - 6.5 6.4 - 6.8 7.3 - 7.7
Jasa Pendidikan 0.0 6.4 2.5 -0.2 8.1 9.8 5.0 7.4 7.0 7.1 - 7.5 6.7 - 7.1 6.8 - 7.2
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.6 7.0 6.4 7.9 8.8 4.7 6.9 7.9 5.2 7 - 7.4 7.3 - 7.7 6.6 - 7
Jasa lainnya 6.1 7.0 6.2 6.9 5.6 8.1 6.7 7.0 6.3 5.9 - 6.3 6.2 - 6.6 6.1 - 6.5
Inflasi IHK (%,yoy) 8.2 8.2 6.1 7.8 6.6 3.2 3.2 7.2 4.3
Inti 4.0 4.0 4.3 4.8 4.7 4.4 4.4 4.4 5.7
Volatile Foods 7.5 7.5 3.8 8.1 4.6 4.5 4.5 4.5 5.6
Administered Prices 14.0 14.0 9.4 10.5 9.4 1.0 1.0 1.0 1.3
Ekspor Luar Negeri (Juta USD) 2,223 9,162 1,804 1,953 1,965 1,926 7,647 1,690 1,853
Ekspor CPO 840 3,341 570 694 717 696 2,677 499 614
Ekspor Karet 193 1,002 189 198 191 160 738 139 162
Ekspor Kopi 96 369 98 114 85 83 381 89 93
Impor Luar Negeri (Juta USD) 877 3,654 802 1,019 854 871 3,546 804 789
Berbagai sumber, diolah
p : angka proyeksi
#N/A #N/A #N/A
4.5±0.5 4.5±0.5 4.5±0.5
Sisi Permintaan
Sisi Produksi
Indikator Makro20152014 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
RINGKASAN UMUM
xiii
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Diluar perkiraan, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 melonjak tajam dibanding triwulan sebelumnya, yaitu dari 5,0% (yoy) menjadi 5,7% (yoy). Akselerasi seiring dengan perbaikan perekonomian yang terjadi pada level nasional yang mencapai 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian pada triwulan II 2016 didorong oleh melonjaknya realisasi permintaan domestik yang diiringi dengan keseimbangan eksternal yang membaik. Adanya pergeseran bulan Ramadhan, pencairan THR, gaji ke 13 dan 14, perbaikan harga komoditas serta iklim investasi yang kondusif mampu mendorong tajamnya akselerasi perekonomian domestik. Sementara itu, perbaikan harga komoditas yang disertai dengan perayaan festival di Tiongkok mendorong kinerja perdagangan Sumatera Utara. Pada triwulan III 2016, kinerja perekonomian diperkirakan masih disumbang oleh masih kuatnya aktivitas konsumsi, realisasi proyek infrastruktur strategis pemerintah yang tepat waktu serta net ekspor yang terus membaik. Mencermati perkembangan beberapa indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara triwulan III 2016 diperkirakan masih cukup baik dengan rentang 5,1% (yoy) – 5,5% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian kedepan. Belum meratanya perbaikan harga komoditas perkebunan pada awal triwulan III 2016 diperkirakan menjadi penyebab kurang optimalnya kinerja perekonomian pada periode mendatang.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara yang lebih baik memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Perbaikan realisasi anggaran terlihat baik pada APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota maupun APBN pada triwulan II 2016 yang membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi belanja Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) Provinsi Sumatera Utara hingga triwulan II 2016 mencapai 30,7% dari total anggaran. Demikian halnya dengan serapan APBN terealisasi 35,3% dari pagunya. Realisasi ini masih sesuai dengan polanya, dimana akselerasi penyerapan anggaran diperkirakan baru akan terjadi pada triwulan III 2016, sejalan dengan terlaksananya pengadaan barang dan jasa (belanja modal).
ASESMEN INFLASI
Perbaikan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 juga didukung oleh capaian inflasi yang terkendali menuju sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan II 2016 tercatat 4,3% (yoy), lebih rendah dari realisasi triwulan lalu yang mencapai 7,2% (yoy). Realisasi inflasi ini di atas inflasi nasional pada triwulan II 2016 yang mencapai 3,5% (yoy), maupun inflasi kawasan Sumatera yang mencapai 3,71% (yoy). Memasuki triwulan III 2016, tekanan inflasi Sumatera Utara kembali mereda. Inflasi Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2016 tercatat 0,2% (mtm) atau 2,2% (ytd). Rendahnya capaian inflasi tahun kalender per Juli 2016 kian menguatkan optimisme akan terjangkarnya tekanan inflasi pada triwulan III 2016 sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. Masih kuatnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa ditengah daya beli yang relatif terjaga diperkirakan akan menjadi pendorong utama tekanan inflasi pada triwulan III 2016. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sejalan pemulihan ekonomi Sumatera Utara, ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih terjaga. Kondisi tersebut sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2016. Sektor utama ekonomi Sumatera Utara yang mengalami perlambatan adalah Industri Pengolahan. Namun, konsumsi masyarakat yang membaik diperkirakan dapat menopang kinerja korporasi sektor Industri Pengolahan. Indikator kinerja korporasi dari sisi profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan debt equity ratio (DER) cenderung mengalami perbaikan hampir di semua sektor. Pertumbuhan kredit ke sektor korporasi meningkat dengan risiko yang masih terjaga. Di sektor rumah tangga, optimisme yang terjaga sejalan dengan perbaikan harga komoditas mengindikasikan ketahanan di sektor ini. Hal ini terkonfirmasi dari
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
RINGKASAN UMUM
xiv
indeks keyakinan konsumen (IKK) yang menunjukkan tendensi positif optimisme masyarakat terhadap perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Berbeda dengan korporasi yang tumbuh positif, kredit rumah tangga masih tertahan dan melambat terutama untuk kredit kendaraan bermotor.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sumatera Utara yang pada umumnya mengalami net inflow, mencatatkan net outflow pada triwulan II 2016. Kondisi ini didorong oleh peningkatan kebutuhan uang baru menghadapi perayaan hari besar lebaran. Sejalan dengan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia juga melakukan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang meningkat mencapai 57% dari triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu juga mengalami penurunan yang signifikan mencapai -97,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi non tunai Sumatera Utara melalui RTGS mengalami peningkatan mencapai 13,6% (qtq) setelah sebelumnya mengalami penurunan. Berbeda dengan transaksi RTGS, transaksi kliring menunjukkan tren penurunan. Penurunan ini disebabkan oleh penerapan kebijakan bulk payment dalam pembayaran menggunakan mekanisme kliring.
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Di tengah membaiknya perekonomian, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara pada triwulan II 2016 menunjukkan penurunan, meskipun persepsi terhadap triwulan mendatang kembali meningkat. Konsumen masih memandang pesimis terhadap ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2016, tercermin dari Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini yang kembali menunjukkan tren penurunan. Hal ini diperkirakan sejalan dengan kinerja kategori industri pengolahan yang kembali tumbuh melambat. Sementara itu, kesejahteraan penduduk Sumatera Utara pada triwulan II 2016 terindikasi membaik, yang tercermin dari Nilai Tukar Petani yang meningkat dan profil kemiskinan yang membaik.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan IV 2016 masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal dapat dikatakan masih relatif terbatas. Perbaikan perekonomian ini mampu diimbangi dengan realisasi inflasi yang terjaga. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4,5 ± 0,5% (yoy). Perkiraan kembali menurunnya tekanan inflasi terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi kelompok Volatile Foods dan Administered Prices sementara tekanan inflasi inti relatif menurun. Meskipun inflasi tahun kalender Sumatera Utara hingga bulan Juli 2016 masih relatif rendah, yaitu 2,2% (yoy), namun inflasi Sumatera Utara masih dihadapkan pada beberapa risiko. Meskipun demikian, tingginya komitmen Tim Pengendalian Inflasi Daerah se-Sumatera Utara dalam mencapai realisasi inflasi yang rendah dan stabil mampu mendorong kembali terjangkarnya inflasi pada sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
1
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI
MAKRO DAERAH
Diluar perkiraan, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 melonjak tajam dibanding
triwulan sebelumnya, yaitu dari 5,0% (yoy) menjadi 5,7% (yoy). Akselerasi ini terjadi seiring dengan
perbaikan perekonomian yang terjadi pada level nasional yang mencapai 5,2% (yoy). Perbaikan
perekonomian pada triwulan II didorong oleh melonjaknya realisasi permintaan domestik yang
diiringi dengan keseimbangan eksternal yang membaik. Adanya pergeseran bulan Ramadhan,
pencairan THR, gaji ke 13 dan 14, perbaikan harga komoditas serta iklim investasi yang kondusif
mampu mendorong tajamnya akselerasi perekonomian domestik. Sementara itu, perbaikan harga
komoditas yang disertai dengan perayaan festival di tiongkok mendorong kinerja perdagangan
Sumatera Utara. Pada triwulan III 2016, kinerja perekonomian diperkirakan masih disumbang oleh
masih kuatnya aktivitas konsumsi, realisasi proyek infrastruktur strategis pemerintah yang tepat
waktu serta net ekspor yang terus membaik. Mencermati perkembangan beberapa indikator
terkini, perekonomian Sumatera Utara triwulan III 2016 diperkirakan masih cukup baik dengan
rentang 5,1% (yoy) – 5,5% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang
mewarnai perekonomian kedepan. Belum meratanya perbaikan harga komoditas perkebunan
pada awal triwulan III diperkirakan menjadi penyebab kurang optimalnya kinerja perekonomian
pada periode mendatang.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
2
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Diluar perkiraan, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 melonjak
tajam dibanding triwulan sebelumnya, yaitu dari 5,0% (yoy) pada triwulan I
2016 menjadi 5,7% (yoy). Akselerasi ini terjadi seiring dengan perbaikan
perekonomian yang terjadi pada level nasional yang mencapai 5,2% (yoy).
Perbaikan perekonomian pada triwulan II didorong oleh melonjaknya realisasi
permintaan domestik yang diiringi dengan keseimbangan eksternal yang membaik. Adanya pergeseran bulan
Ramadhan, pencairan THR, gaji ke 13 dan 14, perbaikan harga komoditas serta iklim investasi yang kondusif
mampu mendorong akselerasi perekonomian domestik. Sementara itu, perbaikan harga komoditas yang disertai
dengan pergeseran bulan Ramadhan dari sisi domestik serta perayaan festival kue bulan di Tiongkok dari sisi
eksternal mendorong kinerja perdagangan Sumatera Utara.
Dari sisi penawaran, melejitnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 ditopang oleh kategori
Pertanian, kategori Konstruksi, serta kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Pergeseran periode panen
beberapa komoditas tanaman pangan akibat anomali cuaca pada awal tahun serta perkembangan harga
komoditas perkebunan yang relatif membaik mendorong optimalnya kinerja kategori Pertanian. Sementara itu,
berlanjutnya proyek infrastruktur strategis nasional di Sumatera Utara mendorong akselerasi kinerja kategori
Konstruksi. Kuatnya permintaan domestik dalam menyemarakkan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri juga turut
mendorong kinerja kategori PBE. Meskipun demikian, momentum penguatan perekonomian domestik belum
berimplikasi secara baik pada kategori Industri Pengolahan. Perbaikan harga komoditas yang disertai dengan
kuatnya perekonomian domestik tidak serta merta berdampak pada kinerja Industri Pengolahan. Perilaku
efisiensi di hulu yang terlanjur dilakukan pada tahun 2015 melalui pola pemupukan dan alih tanaman
perkebunan, menyebabkan produktivitas tanaman perkebunan terutama kelapa sawit dan karet menurun.
Penurunan produktivitas ini berdampak pada terganggunya pasokan bahan baku industri pengolahan, , sehingga
industri pengolahan belum dapat tumbuh secara optimal. Meskipun demikian, secara kumulatif, perekonomian
Sumatera Utara semester I 2016 tumbuh 5,3% (ctc)1, lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang
tumbuh sebesar 5,0% (ctc).
Pada triwulan III 2016, kinerja perekonomian diperkirakan masih disumbang oleh masih kuatnya aktivitas
konsumsi, realisasi proyek infrastruktur strategis pemerintah yang tepat waktu serta net ekspor yang terus
membaik. Mencermati perkembangan beberapa indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan
III 2016 diperkirakan masih cukup baik dan berada pada rentang 5,1% (yoy) – 5,5% (yoy). Meskipun demikian,
masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian kedepan. Belum meratanya perbaikan
harga komoditas perkebunan pada awal triwulan III 2016 diperkirakan menjadi penyebab kurang optimalnya
kinerja perekonomian pada periode mendatang.
Tw-I 2016 Tw-II 2016
5,0 5,7
Sum
ut
Tw-I 2016 Tw-II 2016
4,9 5,2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
3
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi
Penggunaan
Akselerasi perekonomian Sumatera Utara pada
triwulan II 2016 ditopang oleh penguatan
perekonomian domestik dan membaiknya
keseimbangan eksternal. Perbaikan perekonomian
pada triwulan II 2016 mengkonfirmasi tren perbaikan
perekonomian sejak awal tahun 2015 lalu. Kuatnya
konsumsi rumah tangga serta perbaikan kinerja
ekspor menjadi penyumbang utama pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2016.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
Konsumsi rumah tangga meningkat tajam dari 4,7%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,2% (yoy) pada
triwulan II 2016. Bergesernya Ramadhan ke triwulan II
ditengarai menjadi penyebab utama lonjakan kinerja
konsumsi rumah tangga. Adanya pergeseran
Ramadhan menyebabkan pergeseran pencairan gaji
ke 13, 14 dan THR sehingga daya beli masyarakat
relatif meningkat. Daya beli masyarakat yang
meningkat juga didukung oleh realisasi inflasi yang
terkendali.
Meningkatnya permintaan juga didorong oleh
antusiasme masyarakat yang cukup tinggi dalam
menyambut hari raya Idul Fitri melalui peningkatan
konsumsi, terutama konsumsi makanan dan sandang.
Persiapan lebaran yang bertepatan dengan end
season sale menciptakan optimalnya aktivitas
konsumsi masyarakat. Hasil liaison Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara kepada
pelaku usaha di bidang ritel menyatakan permintaan
akan sandang meningkat tajam. Selain itu, adanya
aktivitas mudik sebagai budaya rutin tahunan umat
muslim turut menyebabkan tingginya kebutuhan akan
moda transportasi udara, laut maupun darat.
Daya beli masyarakat yang membaik juga didukung
oleh pemulihan harga komoditas perkebunan baik di
pasar domestik maupun pasar internasional yang
berdampak kepada peningkatan pendapatan
masyarakat. Komoditas unggulan dengan perbaikan
harga yang cukup signifikan pada triwulan II adalah
kelapa sawit dan karet. Harga CPO di pasar domestik
pada periode laporan sudah mencapai Rp8.605,-/kg,
lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi harga pada
triwulan lalu yang hanya sebesar Rp7.475,-/kg. Di
pasar internasional, harga CPO naik menjadi
US$650/metric ton, jauh lebih baik dari periode
sebelumnya yang tercatat US$576/metric ton.
Komoditas karet juga turut menunjukkan
perkembangan harga yang menggembirakan. Harga
karet di pasar domestik membaik dari Rp14.959/kg
menjadi Rp17.624/kg. Begitu juga dengan
perkembangan harga di pasar internasional yang
IV Total I II III IV Total I II Arah
PDRB (%,yoy) 4.7 5.2 4.8 5.1 5.1 5.3 5.1 5.0 5.7
Konsumsi 5.0 5.0 4.8 4.1 4.4 4.1 4.3 4.6 5.1
Konsumsi Swasta 5.3 5.3 4.8 4.5 4.6 4.5 4.6 4.7 5.2
Konsumsi Pemerintah 3.3 2.9 4.3 1.5 3.0 1.4 2.4 4.3 4.5
Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3.0 3.1 3.3 3.1 4.9 4.5 4.0 5.0 5.0
Ekspor 1.5 7.9 -4.3 -1.8 -2.5 2.4 -1.6 3.2 6.9
Impor 1.4 8.3 -5.5 -6.6 -5.7 1.4 -4.1 1.4 7.4
Sisi Permintaan
Pertumbuhan Ekonomi20152014 2016
Konsumsi Rumah Tangga;
2.9%Konsumsi Pemerintah
; 0.4%
PMTB; 1.6%
Net Ekspor; 0.5%
Tw-I 2016 Tw-II 2016
4,7 5,2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
4
membaik dari USD cents 139/kg pada triwulan I 2016
menjadi USD cents 183/kg. Perbaikan harga
komoditas perkebunan ini tak lepas dari perbaikan
harga minyak dunia yang mulai menunjukkan
perbaikan pada triwulan II 2016.
Perbaikan aktivitas konsumsi masyarakat turut
terefleksikan dari perkembangan konsumsi listrik yang
menunjukkan perbaikan. Membaiknya konsumsi
listrik pada triwulan II 2016 didukung oleh mulai
memadainya pasokan listrik memasuki tahun 2016.
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.2 Konsumsi Listrik
Daya beli masyarakat yang relatif membaik tercermin
pada terjaganya keyakinan konsumen. Hal ini
menunjukkan optimisme masyarakat dalam
merealisasikan aktivitas konsumsinya yang didukung
oleh perbaikan harga. Hal tersebut tercermin dari
Indeks Keyakinan Konsumen yang masih pada level
optimis dan relatif stabil. Kondisi tersebut didukung
oleh tingkat pendapatan masyarakat yang relatif
meningkat. Pemulihan harga komoditas mendorong
persepsi masyarakat yang positif atas penghasilan dan
lapangan kerja yang ada saat ini.
Grafik 1.3 Survei Konsumen
Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank
Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis
masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya.
Nilai tukar Rupiah ini secara konsisten mengalami
penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut
memasuki triwulan III 2016.
Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Tukar
Perbaikan konsumsi rumah tangga juga terlihat dari
perkembangan indeks penjualan eceran yang secara
konsisten membaik sejak tahun 2015 lalu. Perbaikan
indeks penjualan eceran ini terutama terjadi pada
kelompok suku cadang dan asesoris. Persiapan arus
mudik Lebaran mendorong tersedianya kondisi moda
angkutan dalam kondisi prima sehingga permintaan
akan maintenance dan suku cadang kendaraan
mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Dengan demikian, konsumsi untuk komoditas
transportasi dan komunikasi meningkat dari 4,0%
(yoy) menjadi 4,2% (yoy).
Grafik 1.5 Indeks Penjualan Eceran
Peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan II
2016 diperkirakan dipenuhi dari produksi domestik.
Hal tersebut dikarenakan impor luar negeri untuk
klasifikasi barang konsumsi justru tercatat melambat
dari 88,6% (yoy) menjadi 11,9% (yoy). Merosotnya
impor barang konsumsi ini terutama terjadi untuk
klasifikasi barang makanan maupun makanan jadi.
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoymilyar kWhBisnis IndustriRumah Tangga G RumahG Bisnis G Industri
75
85
95
105
115
125
135
145
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
IEK IKK IKE Batas
OP
TIM
ISP
ESIM
IS
8,90
4
8,59
0
8,61
0
9,00
0
9,10
0
9,30
6
9,50
8
9,62
4
9,69
4
9,78
9
10,6
64
11,6
89
11,8
47
11,6
18
11,7
62
12,2
47
12,7
99
13,1
34
13,6
39
13,5
78
13,5
33
13,3
32
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyUSD/Rp
RptoUS Growth
94
.2
96
.7
13
0.2
14
2.9
15
0.8
14
9.9
17
1.5
17
6.8
18
4.1
18
0.3
20
0.0
20
2.9
19
1.8
19
7.4
19
6.1
18
5.3
17
6.0
17
5.7
17
8.7
17
6.1
17
9.4
18
6.3
1.9%
6.0%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indeks SPE Growth (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
5
Grafik 1.6 Impor Barang Konsumsi
Grafik 1.7 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan
Lapangan Kerja
Namun, sumber pembiayaan konsumsi masyarakat
masih berasal dari tabungan. Hal ini terindikasi oleh
pertumbuhan kredit konsumsi yang masih rendah.
Demikian juga dengan kebijakan pelonggaran kembali
ketentuan Loan to Value (LTV) untuk kepemilikan
properti yang diindikasikan belum memberikan
dampak yang signifikan dalam penyaluran kredit
konsumsi. Hal tersebut tercermin dari penyaluran KPR
yang masih relatif stagnan.
Grafik 1.8 Perkembangan KPR
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi
Memasuki triwulan III 2016, berdasarkan
perkembangan indikator terkini, konsumsi rumah
tangga diperkirakan melambat. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh bergesernya pola konsumsi
masyarakat terkait Ramadhan dan Lebaran. Selain itu,
perbaikan harga komoditas pada bulan Juli 2016 yang
belum merata diperkirakan akan berdampak kepada
pendapatan dan daya beli masyarakat. Namun,
konsumsi masyarakat pada triwulan III 2016 masih
akan didorong oleh kegiatan terkait libur sekolah,
perayaan 17 Agustus, dan hari raya Idul Adha.
Stabilisasi iklim politik serta upaya monitoring realisasi
anggaran oleh pemerintah mendorong normalisasi
realisasi konsumsi pemerintah. Selain itu, adanya
pencairan gaji ke-13 dan 14 yang lebih cepat seiring
dengan pergeseran hari raya Idul Fitri turut
mendorong perbaikan pola konsumsi pemerintah.
Dengan demikian, konsumsi pemerintah meningkat
dari 4,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy).
Perbaikan kinerja konsumsi pemerintah juga
tercermin dari realisasi anggaran belanja APBN hingga
triwulan II yang terus membaik. Hingga triwulan II
2016 realisasi belanja APBN telah mencapai 35,3% dari
pagunya. Realisasi ini jauh lebih tinggi dari realisasi
dalam 7 tahun terakhir yang terutama terdorong oleh
tingginya realisasi belanja pegawai yang telah
mencapai 51,8% dari pagunya.
11
4.0
73
.9
83
.1
85
.6
62
.8
11
0.4
72
.6
65
.3
74
.9
86
.7
73
.3
11
9.9
62
.2
70
.0
48
.6
12
0.7
11
7.3
78
.4
-33.6%
0.7%
88.6%
11.9%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
jutaVolume (ton) Growth (yoy)
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Persepsi Penghasilan Persepsi Lapangan Kerja
6,3
83
6,8
63
8,0
10
8,6
44
9,0
63
10
,19
0
9,6
40
10
,33
8
10
,77
8
11
,86
7
12
,67
4
13
,06
7
13
,09
3
14
,14
2
13
,70
3
13
,84
4
13
,87
7
14
,00
1
14
,07
4
14
,04
8
13
,99
5
14
,08
4
0.80.6
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, YoyRp MiliarNilai Growth YoY
24
,78
1
26
,29
9
27
,80
3
29
,37
1
30
,21
9
31
,23
9
32
,88
0
34
,54
8
35
,07
2
35
,42
1
36
,94
3
37
,68
1
37
,82
1
38
,61
5
39
,75
2
40
,96
8
40
,96
5
41
,76
2
42
,41
4
42
,79
44
2,9
07
43
,60
7
43
,56
0.0
04.7% 4.4%
3.9%0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 7
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp MiliarNominal Growth (yoy)
Tw-I 2016 Tw-II 2016
4,3 4,5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
6
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,
diolah
Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan II di
Sumatera Utara
Realisasi belanja pemerintah Provinsi Sumatera Utara
hingga triwulan II telah mencapai 39,8% dari pagunya.
Realisasi ini jauh lebih tinggi dari historisnya pada
triwulan yang sama pada 4 tahun terakhir. Sementara
itu, realisasi belanja pemerintah daerah se-Provinsi
Sumatera Utara2 telah mencapai 30,7% dari pagunya.
Derasnya belanja pemerintah ini juga tercermin dari
rekening pemda di perbankan yang menurun dari
14,7% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,5% (yoy).
Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja Langsung APBD
Pemprov Sumatera Utara Triwulan II
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda
Pada triwulan III 2016, kinerja konsumsi pemerintah
diperkirakan terakselerasi sesuai dengan polanya,
yang didukung oleh stabilitas politik yang kondusif.
Berdasarkan pola historisnya, konsumsi pemerintah
akan menanjak memasuki semester II 2016. Namun
adanya pengurangan belanja operasional pemerintah
pada semester II 2016 diperkirakan menjadi faktor
risiko tidak optimalnya realisasi konsumsi
pemerintah3.
Kinerja investasi di Sumatera Utara pada triwulan II
2016 stabil di kisaran 5,0% (yoy). Kegiatan investasi
terutama terjadi pada investasi bangunan. Hal ini
sejalan dengan realisasi proyek infrastruktur strategis
nasional di Sumatera Utara yang secara umum
berjalan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
Sementara itu, belanja modal Pemerintah Daerah
masih terbatas sehingga menahan kinerja investasi.
Investasi bangunan terkonfirmasi dari berlanjutnya
perbaikan konsumsi semen yang mencapai 40,3%
(yoy), jauh lebih baik dari realisasi pada triwulan
sebelumnya yang telah mencapai 20,9% (yoy).
Perbaikan konsumsi semen ini mengkonfirmasi tren
perbaikan kinerja investasi bangunan yang terjadi
sejak triwulan III 2014 lalu.
31.5 32.0 24.2 27.5 24.9 29.7 21.2 35.30.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
%
28.0% 24.1% 26.0% 32.6% 39.8%0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
45.0%
2012 2013 2014 2015 2016
8.8%
16.0%20.8%
-1.4%
27.1%
22.0%
19.5%
-19.6%
-0.3%
0.6%
9.1%
11.7%
2.4%
24.8%
18.7%
41.8% 42.8%
27.3%
29.1%32.9%
14.7%
5.5%
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kredit (Rp Miliar) G (yoy)
Tw-I 2016 Tw-II 2016
5,0 5,0
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
7
Grafik 1.13 Penjualan Semen
Sejalan dengan konsumsi semen, indeks penjualan
barang konstruksi juga turut terakselerasi pada
triwulan II 2016. Selain semen, melonjaknya
pertumbuhan indeks penjualan barang konstruksi
pada triwulan II 2016 hingga 53,6% (yoy) juga
disebabkan oleh perbaikan penjualan perlengkapan
konstruksi.
Grafik 1.14 Penjualan Barang Konstruksi
Grafik 1.15 Impor Barang Modal
Dalam meningkatkan kapabilitas perekonomian untuk
merespon penguatan ekonomi domestik, investasi
non bangunan pada triwulan II 2016 juga turut
membaik yang terindikasi dari peningkatan impor
barang modal dari -17,8% (yoy) menjadi 19,0% (yoy).
Peningkatan impor barang modal ini terkonfirmasi
dari hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara kepada pelaku usaha yang
masih menunjukkan optimismenya terhadap iklim
usaha terutama untuk pasar domestik. Adanya
peningkatan indeks barang tahan lama semakin
mengukuhkan tingginya potensi pasar domestik.
Terus berlanjutnya stabilitas politik serta kondusivitas
iklim investasi yang semakin digencarkan yang disertai
dengan perkembangan indikator makro yang terus
menggembirakan mendorong mulai pulihnya tingkat
kepercayaan investor untuk terus berinvestasi di
wilayah Sumatera Utara. Selain itu, upaya pemerintah
untuk terus meningkatkan investasi melalui paket
kebijakan juga turut berkontribusi pada menariknya
iklim investasi di Sumatera Utara. Dengan demikian,
pada triwulan II 2016, baik PMA maupun PMDN
menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan setelah
turun cukup signifikan pada triwulan lalu.
Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama
Realisasi PMA pada triwulan II 2016 mencapai
USD320,0 juta, jauh lebih tinggi dari realisasi pada
triwulan lalu yang hanya mencapai USD18,1 juta.
Peningkatan investasi terutama terjadi pada sektor
Listrik, Gas dan Air, Perdagangan dan Reparasi,
Pertambangan serta Tanaman Pangan dan
Perkebunan. Tingginya realisasi investasi pada sektor
Listrik, Gas dan Air terjadi terkait dengan proyek
pembangkitan 35.000 Mega Watt yang banyak
ditempuh dengan mekanisme Independent Power
Producer (IPP). Adanya kebijakan pemerintah untuk
menghapus atau meningkatkan porsi Daftar Negatif
Investasi (DNI) untuk beberapa sektor diindikasikan
belum terlihat pada perkembangan PMA. Hal ini
mencerminkan perlu upaya untuk terus membangun
persepsi positif investor akan iklim investasi di
Sumatera Utara.
Sama halnya dengan investasi PMA, realisasi PMDN di
Sumatera Utara pada triwulan II 2016 juga meningkat
tajam. Nilai investasi PMDN pada triwulan II 2016
mencapai Rp888,2 miliar, jauh lebih tinggi dari
realisasi pada triwulan lalu yang hanya mencapai
Rp161,3 miliar. Peningkatan PMDN terutama terjadi
pada kategori Listrik, Gas dan Air, Industri Mineral Non
75
8
84
4
67
0
74
0
68
9
78
1
70
6
75
1
78
2
79
3
63
4
77
1
75
3
67
6
59
2
72
4
72
5
68
0
61
2
86
8
82
3
66
7
20.9%
40.3%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Ribu Ton Volume Growth
2,97
8
3,14
6
3,66
8
3,99
9
3,99
7
3,73
8
3,96
3
3,98
9
4,15
2
4,27
8
4,19
9
4,17
7
4,89
0
4,86
3
4,77
3
4,77
6
4,96
7
4,98
3.4
14.3%
1.6%
53.6%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Rp Juta Indeks Penjualan Barang Konstruksi Growth
36
.7
37
.3
31
.0
13
5.8
55
.1
42
.5
45
.1
33
.6
28
.2
96
.6
30
.3
32
.8
30
.3
28
.8
24
.8
31
.0
24
.9
34
.2
-5.4%
-17.8%
19.0%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
jutaVolume (ton) Growth (yoy)
90.0
95.0
100.0
105.0
110.0
115.0
120.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
8
Logam serta Industri Makanan. Masih disebabkan oleh
gencarnya proyek infrastruktur listrik 35.000 MW,
realisasi PMDN pada sektor ini meningkat tajam
hingga Rp208,2miliar.
Meskipun demikian, potensi investasi masih dapat
dikatakan cukup besar. Realisasi belanja modal
pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Utara hingga
triwulan II 2016 baru mencapai 15,9% dari pagunya.
Realisasi belanja modal ini terkendala proses
pengadaan yang diperkirakan baru dapat terlaksana
dengan baik pada semester II 2016.
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
Periode PMA PMDN
Proyek I (juta USD)
Proyek I (Rp miliar)
2014 I 65 122,4 15 559,5
II 117 156,3 49 2.985,8
III 74 200,3 20 428,5
IV 180 71,8 73 250,1
Total 436 550,8 157 4.223,9
2015 I 123 308,1 53 905,1
II 107 323,6 59 2.110,1
III 101 308,2 24 82,8
IV 107 306,1 33 1.189,5
2016 I 39 18,1 13 161,3
II 320,0 888,2
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi
Sumber: BKPM, diolah
Dari sisi investasi non bangunan, realisasi pada
kategori ini juga dapat dikatakan belum optimal.
Mayoritas kapasitas terpasang perusahaan di
Sumatera Utara dapat dikatakan belum maksimal,
baru mencapai 74%. Selain itu, adanya kesepakatan
pembatasan volume ekspor karet sebagai langkah
perbaikan harga juga turut mendorong lebih
rendahnya utilisasi alat yang digunakan. Dengan
demikian, pelaku usaha relatif menahan rencana
investasinya kedepan.
Sikap ini juga terefleksikan dalam penyaluran kredit
investasi yang justru terkontraksi dari 7,8% (yoy)
menjadi -1,3% (yoy). Adanya pelonggaran kebijakan
moneter yang diikuti penurunan tingkat suku bunga
belum mendorong peningkatan permintaan kredit.
Grafik 1.17 Kredit Investasi
Pada triwulan III 2016, seiring dengan mulai
digelontorkannya belanja infrastruktur pemerintah
daerah serta realisasi infrastruktur strategis nasional
yang masih berjalan tepat waktu, kinerja investasi di
Sumatera Utara diperkirakan meningkat. Pelonggaran
kebijakan moneter, adanya tax amnesty serta
efektifnya pemberlakuan paket kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah diperkirakan cukup
akomodatif dalam mem-boost kinerja investasi
kedepan.
Di sisi eksternal, perbaikan kinerja ekspor terus
berlanjut. Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik
untuk perdagangan luar negeri maupun perdagangan
antar daerah. Selain dipengaruhi oleh perkembangan
harga yang cukup baik, adanya mandatori bahan bakar
nabati (BBN) yang meningkatkan konsumsi biodiesel
dari sisi domestik turut memberikan dampak positif
bagi kinerja ekspor antar daerah. Dengan demikian,
perdagangan antar daerah turut mengalami perbaikan
dari 6,0% (yoy) menjadi 12,5% (yoy).
Sumber: Bloomberg dan Bappebti, diolah
Grafik 1.18 Perkembangan Harga CPO dan Karet
16,6
51
17,4
94
18,1
17
22,3
43
24,6
26
25,3
57
25,8
73
29,5
24
30,1
94
35,9
73
37,2
57
40,1
90
39,9
10
39,9
95
39,0
54
38,6
60
39,5
47
39,7
27
40,1
50
42,6
0242
,649
39,2
29
7.8%
-1.3%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp MiliarNominal
Tw-I 2016 Tw-II 2016
3,2 6,9
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
CPO Lokal CPO Intl Karet Lokal Karet Intl
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
9
Selaras dengan ekspor dalam negeri, ekspor luar
negeri tercatat membaik dari -10,9% (yoy) menjadi
0,6% (yoy). Perbaikan ekspor luar negeri ini terutama
didorong oleh membaiknya ekspor luar negeri untuk
kategori barang, sementara kinerja ekspor luar negeri
untuk jasa justru menurun. Kenaikan ekspor barang ini
terutama didorong oleh mulai membaiknya harga
komoditas di pasar internasional.
Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara4
Ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi
oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar
33,1% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas
karet dengan pangsa 8,7% dan kopi 5,0%. Tingginya
dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor
menyebabkan tingginya pengaruh pasar komoditas
terhadap kinerja ekspor Sumatera Utara.
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Pangsa
Kelapa Sawit 33,1% Karet 8,7% Kopi 5,0% Lainnya 53,2%
Kinerja ekspor Sumatera Utara juga cukup bergantung
pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang
utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan
Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai
sekitar 39,9%, meningkat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 39,3% terhadap total ekspor
Sumatera Utara.
Data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia
Grafik 1.20 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Perbaikan kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara
terjadi pada komoditas unggulan CPO dan karet
seiring dengan harga di pasar internasional yang mulai
membaik. Peningkatan harga terutama disebabkan
oleh berkurangnya pasokan sebagai dampak El Nino
pada tahun 2015 di sejumlah kawasan serta
penyerapan CPO domestik untuk program mandatori
biodiesel. Terkait dengan El Nino, dampak terhadap
Sumatera Utara relatif minim sehingga produksi
kelapa sawit dan karet tetap optimal di tengah
kenaikan harga. Pada triwulan II 2016 ekspor luar
negeri CPO Sumatera Utara membaik dari -12,5%
(yoy) menjadi -11,6% (yoy).
Grafik 1.21 Ekspor CPO
Pemberlakuan efektif pelarangan trans fat dalam
produk makanan oleh Food and Drug Administration
(FDA) Amerika Serikat menjadikan CPO sebagai salah
satu kandidat bahan substitusi yang relatif murah
sehingga permintaan CPO dari Amerika Serikat
meningkat. Selain itu, adanya perayaan festival di
Tiongkok serta persiapan perayaan Diwali di India
mendorong permintaan akan minyak nabati yang
tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri
sebagai imbas penurunan produksi El Nino pada 2015
2.6
2.4
2.6
2.5
2.4
2.3
2.3
2.4
2.3
2.3
2.3
2.2
1.8
2.0
2.0
1.9
1.7
1.9
2.0
1.7
2.3
2.4
2.2
2.2
2.2
2.3
2.1
2.0
2.3
2.3
1.9
2.2
2.4
2.5
2.0
2.0
-6.3%
-5.1%
4.8%-9.6%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
Tiongkok10%
USA12%
Europa9%
India8%
Lainnya61%
0.9
0.7
1.0
0.9
0.8
0.8
0.8
0.9
0.8
0.8
0.9
0.8
0.6
0.7
0.7
0.7
0.5
0.6
0.9
0.6
1.1
1.1
1.1
1.1
1.0
1.1
1.0
0.9
1.2
1.2
0.9
1.1
1.2
1.3
0.9
0.9
-12.5% -11.6%
2.3%
-15.7%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
10
lalu, juga menguntungkan kinerja perdagangan CPO
Sumatera Utara. Dibatalkannya pajak progresif kelapa
sawit oleh pemerintah Perancis diharapkan kembali
menumbuhkan optimisme pelaku usaha di bidang
kelapa sawit sehingga bisa mendorong kinerja ekspor
kedepannya.
Meskipun tren perbaikan sudah mulai terlihat, namun
permintaan masih lemah. Perbaikan aktivitas
manufaktur negara mitra dagang utama dapat
dikatakan tidak merata. Perbaikan aktivitas
manufaktur hanya terlihat di Tiongkok, sementara
Amerika Serikat, India dan Jepang masih terus
menunjukkan tren perlambatannya.
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah
Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Perbaikan kinerja ekspor juga mulai terlihat pada
komoditas karet. Ekspor luar negeri karet tercatat
membaik dari -26,6% (yoy) menjadi -18,5% (yoy).
Adanya perbaikan harga komoditas mampu
mendorong kinerja ekspor luar negeri karet. Namun
perbaikan masih terbatas terkait adanya pembatasan
volume impor sebagai bentuk kesepakatan antar
anggota International Tripartite Rubber Council
(ITRC).
Grafik 1.23 Ekspor Karet
Pada triwulan III 2016, kinerja ekspor Sumatera Utara
diperkirakan cukup baik. Meski perkembangan
indikator harga terkini menunjukkan adanya
penurunan harga komoditas perkebunan. Namun
adanya sistem kontrak yang ditetapkan dalam
penjualan komoditas diharapkan masih berjalan
dengan baik. Hal ini juga diperkuat dengan kapabilitas
pasar domestik yang semakin mumpuni, terutama
pasca program BBN yang semakin digalakkan.
Seiring dengan penguatan perekonomian domestik,
kebutuhan akan impor barang semakin meningkat.
Kinerja impor meningkat dari 1,4% (yoy) menjadi 7,4%
(yoy). Perbaikan kinerja impor terjadi baik untuk
impor luar negeri maupun impor antar daerah.
Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Impor antar daerah mengalami lonjakan tajam dari
6,0% (yoy) menjadi 10,8% (yoy). Lonjakan ini terjadi
sebagai respons dari meningkatnya kebutuhan
konsumsi terutama untuk komoditas bahan makanan
dalam bulan Ramadhan dan persiapan Idul Fitri.
Beberapa kebutuhan pokok masih harus diimpor dari
daerah lain karena belum optimalnya produksi
tanaman bahan makanan seiring dengan adanya
anomali cuaca pada awal triwulan menyebabkan
kebutuhan akan impor dari daerah lain meningkat.
Impor luar negeri di Sumatera Utara meningkat dari -
8,6% (yoy) menjadi 0,5% (yoy). Peningkatan impor
luar negeri didorong oleh peningkatan kebutuhan
impor barang modal serta trend penguatan nilai tukar
rupiah. Perekonomian domestik yang kuat
mendorong adanya peningkatan kebutuhan akan
barang modal dari luar negeri sehingga impor barang
modal meningkat dari -10,9% (yoy) menjadi 0,6%
(yoy). Sementara itu, impor jasa justru melambat dari
3,5% menjadi 0,2% (yoy).
45
47
49
51
53
55
57
59
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
US China India Jepang Batas
EKSP
AN
SIK
ON
TRA
KSI
0.5
0.5
0.4
0.4
0.5
0.4
0.4
0.4
0.3
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.1
0.2
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.1
0.2
0.2
0.2
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
-26.6%
-18.5%
-5.7%
-12.3%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
-
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
Tw-I 2016 Tw-II 2016
1,4 7,4
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
11
Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
Berdasarkan kategorinya, kelompok barang modal
dan bahan baku mengalami peningkatan sementara
impor barang konsumsi justru menurun. Impor barang
modal meningkat signifikan dari -17,8% (yoy) menjadi
19,0% (yoy). Sementara itu, impor bahan baku
tercatat membaik dari -11,1% (yoy) menjadi -0,4%
(yoy). Selain dipengaruhi oleh permintaan domestik
yang kuat, adanya kebutuhan untuk meningkatkan
persediaan dalam menghadapi hari raya Idul Fitri juga
turut menyebabkan tingginya perbaikan kinerja impor
barang modal dan bahan baku. Lain halnya dengan
impor barang konsumsi yang justru menurun dari
88,6% (yoy) menjadi 11,9% (yoy).
Laju impor di triwulan III 2016 diperkirakan turun
terbatas. Seiring dengan aktivitas konsumsi yang
diperkirakan menurun akibat pergeseran pola
konsumsi, impor diperkirakan turut menurun.
Meskipun demikian, penurunan diperkirakan tidak
akan terlalu dalam mengingat adanya kebutuhan
untuk meningkatkan persediaan barang modal untuk
mengolah CPO yang akan melimpah ruah pada akhir
tahun.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi
Lapangan Usaha
Dari sisi penawaran, perbaikan yang signifikan pada
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016
ditopang oleh perbaikan kinerja kategori Pertanian,
kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE),
kategori Konstruksi serta kategori Transportasi dan
Pergudangan. Sementara itu, kinerja kategori Industri
Pengolahan yang merupakan sektor utama
perekonomian Sumatera Utara justru mengalami
perlambatan yang cukup dalam. Kelima kategori
tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera
Utara.
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total
IV Total I II III IV Total I II Arah
PDRB (%,yoy) 4.7 5.2 4.8 5.1 5.1 5.3 5.1 5.0 5.7
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.2 4.4 6.1 5.6 3.8 7.0 5.6 5.5 7.2
Pertambangan dan Penggalian 4.1 5.1 12.4 6.1 3.7 3.8 6.4 1.4 7.6
Industri Pengolahan 0.3 3.0 0.3 3.1 5.0 5.5 3.5 6.6 2.2
Pengadaan Listrik, Gas 2.9 3.2 -8.5 -5.6 4.7 4.5 -1.3 4.3 11.9
Pengadaan Air 6.8 6.0 9.7 8.6 4.3 3.4 6.4 4.6 6.1
Konstruksi 8.5 6.8 8.3 6.6 5.6 2.0 5.5 4.3 5.5
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor5.5 6.9 4.5 5.4 4.2 3.3 4.4 2.4 5.2
Transportasi dan Pergudangan 6.3 5.7 5.1 5.1 6.0 5.7 5.5 5.6 8.3
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.5 6.5 9.2 6.9 6.2 5.7 7.0 4.3 5.7
Informasi dan Komunikasi 4.7 7.2 5.8 7.1 8.1 7.4 7.1 5.8 6.9
Jasa Keuangan 4.8 2.6 4.2 4.7 8.5 11.1 7.2 7.6 6.2
Real Estate 7.9 6.6 4.9 5.6 6.1 6.3 5.8 4.6 5.2
Jasa Perusahaan 7.5 6.8 7.2 6.8 5.0 4.5 5.9 5.5 5.5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib5.2 6.9 5.3 6.3 7.0 4.7 5.8 5.5 12.0
Jasa Pendidikan 0.0 6.4 2.5 -0.2 8.1 9.8 5.0 7.4 7.0
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.6 7.0 6.4 7.9 8.8 4.7 6.9 7.9 5.2
Jasa lainnya 6.1 7.0 6.2 6.9 5.6 8.1 6.7 7.0 6.3
Sisi Produksi
Pertumbuhan Ekonomi20152014 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
12
Perbaikan harga komoditas di pasar domestik dan
internasional terutama untuk komoditas CPO dan
karet mendorong kinerja kategori Pertanian lebih
baik dari pola historisnya. Kategori Pertanian
membaik dari 5,5% (yoy) menjadi 7,2% (yoy).
Perbaikan kinerja kategori Pertanian didorong oleh
perbaikan kinerja subsektor perkebunan. Sementara
itu, menurut data Dinas Pertanian Provinsi Sumatera
Utara, subsektor tanaman bahan pangan masih
menunjukkan penurunan produksi. Produksi padi
pada triwulan II 2016 turun sebesar -29% (yoy), serta
cabai merah dan bawang merah masing-masing turun
-26%(yoy) dan -16% (yoy).
Penurunan produksi tanaman pangan direspon oleh
pemerintah melalui penyaluran pupuk bersubsidi
yang lebih intensif. Penyaluran pupuk bersubsidi pada
triwulan II 2016 telah mencapai 44,2% dari pagu,
relatif baik dari rata-rata penyaluran pupuk bersubsidi
dalam 5 tahun terakhir untuk triwulan II 2016 yang
biasanya mencapai 41,8% dari pagu. Begitu juga
dengan volume impor pupuk yang masih terkontraksi.
Permasalahan kualitas bibit yang digunakan oleh
petani terlihat berdampak pada kinerja Pertanian
pada periode laporan.
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Grafik 1.27 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera
Utara
Penurunan produksi tanaman bahan pangan juga
dipengaruhi anomali cuaca dalam beberapa periode
terakhir yang kurang kondusif. Cuaca di Sumatera
Utara dilaporkan cenderung kering sehingga
menyebabkan kurang kondusifnya aktivitas pertanian
pada triwulan II 2016. Lebih lanjut, keadaan cuaca
tersebut menggeser periode tanam beberapa
komoditas pertanian. Hingga bulan September 2016
diperkirakan realisasi luas tanam di Sumatera Utara
baru mencapai 49,6% dari rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut juga diperparah
dengan masih belum memadainya kapasitas irigasi
dalam memenuhi kebutuhan pengairan ditengah
anomali cuaca yang terjadi memasuki triwulan II 2016
semakin menekan produktivitas tanaman pangan
pada periode mendatang.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.1 Realisasi Sifat Curah Hujan April 2016
Tw-I 2016 Tw-II 2016
5,5 7,2
Padi
-29 Cabai Besar
-26 Bawang Merah
-16
Produksi Triwulan II 2016 (%, yoy)
16
.7%
38
.4%
57
.8%
83
.2%
21
.5%
48
.4%
71
.9%
10
0.8
%
18
.9%
43
.9%
66
.0%
90
.4%
22
.9%
48
.2%
67
.4%
94
.4%
20
.9%
44
.2%
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Realisasi Sisa Kebutuhan Growth Realisasi
18
1.6
31
3.9
20
3.9
14
1.8
92
.3
18
1.9
20
2.4
19
3.4
16
6.6
31
0.8
21
4.8
16
6.8
26
1.9
18
8.2
17
4.9
20
6.3
16
5.2
18
5.6
-18.6%
23.7%
-36.9%
-1.4%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
jutaVolume (ton) Growth (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
13
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.2 Realisasi Sifat Curah Hujan Mei 2016
Berbeda dengan sektor tanaman pangan, kategori
tanaman perkebunan justru diperkirakan membaik
seiring dengan membaiknya harga komoditas di pasar
internasional dan domestik. Adanya kenaikan harga
minyak dunia mendorong kenaikan harga CPO dan
karet di pasar internasional maupun domestik.
Penguatan harga CPO di pasar domestik juga
ditunjang dengan adanya komitmen kontrak
pengadaan biodiesel yang akan disalurkan pada bulan
Mei-Oktober 20165. Menurunnya produksi beberapa
negara yang terimbas oleh El Nino pada tahun 2015
lalu menyebabkan pasokan menurun juga turut
mendukung perbaikan harga. Kondisi ini cukup
menguntungkan bagi Sumatera Utara mengingat
minimalnya dampak El Nino pada tahun 2015 lalu
sehingga produksi kelapa sawit tidak terganggu secara
signifikan dibandingkan dengan pesaing utama
lainnya seperti Malaysia. Dengan kondisi tersebut,
optimisme perbankan dalam menyalurkan kredit ke
kategori ini terus berlanjut, yang tercermin dari
akselerasi kredit yang mencapai 28,2% (yoy), lebih
tinggi dari capaian triwulan lalu yang mencapai 23,9%
(yoy).
Untuk komoditas karet, adanya kesepakatan
pembatasan ekspor oleh ITRC serta pergerakan
minyak dunia yang merangkak naik sepanjang
triwulan II 2016 mendorong perbaikan harga baik di
pasar lokal maupun internasional. Perbaikan harga ini
memberikan angin segar bagi petani karet yang sudah
beberapa tahun terakhir terhimpit faktor harga yang
terlalu rendah. Meskipun demikian, tanpa adanya
pembatasan ekspor pun pada dasarnya pasokan karet
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
258/K/12/DJE/2016 mengenai penetapan Badan Usaha
Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Alokasi Besaran Volume
sudah mulai menurun akibat hilangnya minat petani
karet rakyat untuk ‘menderes’ getah karet akibat
terlalu rendahnya harga. Hal tersebut juga turut
meredupkan gairah perbankan dalam menyalurkan
kreditnya pada sektor ini. Kredit ke perkebunan karet
melambat dari -17,5% (yoy) menjadi -19,1% (yoy).
Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Perkebunan
Sementara itu, kinerja perkebunan kopi pada triwulan
II 2016 masih cukup baik yang disebabkan oleh masih
kondusifnya aktivitas perdagangan domestik.
Berdasarkan hasil liaison, penjualan kopi domestik
terutama didorong oleh meningkatnya permintaan
untuk produk kopi premium arabika seiring dengan
daya beli masyarakat domestik yang membaik serta
tren coffee shop yang semakin merebak di beberapa
kota besar di Indonesia. Harga kopi arabika di pasar
domestik membaik dari -5,7% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 6,0% (yoy) pada triwulan II 2016. Namun,
kinerja perdagangan kopi di pasar internasional relatif
menurun sejalan dengan belum pulihnya ekonomi
global. Hal tersebut tercermin dari harga kopi di pasar
internasional yang justru melambat dari 6,4% (yoy)
menjadi 5,8% (yoy). Lebih lanjut, penurunan kinerja
perkebunan kopi di pasar global juga tercermin dari
penurunan ekspor kopi dari -8,9% (yoy) menjadi -
19,0% (yoy).
Untuk Pengadaan BBN Jenis Biodiesel di PT Pertamina dan
PT AKR Corporindo Periode Mei-Oktober 2016
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
-
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp Triliun Kebun Karet Kebun SawitG. P Karet G P Sawit
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
14
Perbaikan kinerja kategori Pertanian mendorong
tingkat kesejahteraan petani pada triwulan II 2016,
bahkan mulai melewati level indikatifnya sebesar 100.
NTP Provinsi Sumatera Utara6 pada triwulan II 2016
membaik dari 99,3 pada triwulan lalu menjadi 100,6
pada periode laporan. Perbaikan NTP pada periode
laporan terutama disebabkan oleh membaiknya NTP
perkebunan secara signifikan yang didorong oleh
membaiknya harga.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.29 Realisasi NTP Sumatera Utara
Mulai membaiknya harga diharapkan menjadi daya
tarik bagi petani maupun buruh perkebunan untuk
tetap bekerja di sektor Pertanian. Alih profesi petani
perkebunan menjadi buruh pabrik, keengganan untuk
melakukan aktivitas produksi atau bahkan menjadi
petani tanaman pangan yang marak dilakukan akibat
kemerosotan harga yang cukup signifikan pada tahun
lalu menyebabkan menurunnya ketersediaan bahan
baku bagi industri pengolahan.
Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Pertanian
Perbaikan kategori Pertanian diperkirakan masih
berlangsung pada beberapa periode kedepan. Indikasi
perbaikan ini tercermin dari masih tingginya
penyaluran kredit pada kategori pertanian yang
Menggunakan nilai rata-rata bulanan April, Mei dan Juni
2016
tumbuh dari 21,8% (yoy) menjadi 25,7% (yoy). Selain
itu, adanya panen raya kedua tanaman pangan
diperkirakan juga turut berkontribusi pada baiknya
kinerja kategori ini pada periode mendatang, meski
tidak optimal akibat adanya pergeseran periode
tanam.
Perbaikan permintaan domestik yang signifikan
mendorong tingginya akselerasi kategori
Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Adanya
persiapan perayaan Idul Fitri, penyaluran THR, gaji ke
13 dan 14 ditengah tekanan inflasi yang terkendali
menyebabkan terjaganya daya beli masyakarakat.
Dengan kondisi tersebut, kategori Perdagangan
tercatat tumbuh dari 2,4% (yoy) menjadi 5,2% (yoy).
Peningkatan aktivitas perdagangan didorong oleh
melejitnya penjualan suku cadang yang mencapai
24,0% (yoy), jauh lebih tinggi dari capaian triwulan lalu
yang hanya mencapai 2,5% (yoy). Perbaikan kinerja
penjualan suku cadang ini terkait dengan tingginya
aktivitas mudik yang dibarengi dengan penguatan nilai
tukar yang terus berlanjut sehingga harga sparepart,
suku cadang dan aksesoris kendaraan relatif menurun.
Grafik 1.31 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera
Utara
Meskipun membaik, kinerja kategori ini diperkirakan
belum optimal terkait dengan kinerja pariwisata yang
masih terbatas. Hal tersebut tercermin dari tingkat
occupancy rate hotel/penginapan yang menurun serta
kunjungan wisatawan yang masih terkontraksi meski
banyak event musiman. Masih berlanjutnya erupsi
100.
8
100.
4
97.8
98.7
100.
4
101.
1
99.3
99.1
98.5
98.6
97.7
98.1
99.3
100.
6
100
98
93
97
100
101
96
95
95 96
93
93
95
98
104
105
102
100
96
98
98
101
99
98
93
96.5
97.4
98
100
100
98 99
100 101
100
98
96
96
96 97
98
98
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Indeks ntp NTPR NTPH NTPP
9,7
03
9,6
71
11
,55
0
13
,95
3
13
,98
0
14
,93
6
15
,50
1
18
,35
8
18
,39
6
18
,83
4
19
,18
3
22
,03
6
22
,29
1
23
,62
9
23
,56
5
25
,00
7
24
,19
6
25
,09
5
26
,28
6
28
,62
3
29
,47
3
31
,54
5
21.8%
25.7%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp MiliarNominal Growth (yoy)
Tw-I 2016 Tw-II 2016
2,4 5,2
532.
8
548.
4
586.
7
580.
5
640.
8
555.
4
469.
0
376.
6
371.
9
426.
6
487.
3
472.
8
450.
1
418.
0
459.
1
484.
6
558.
1
631.
5
2.5%
24.0%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
Rp Juta Penjualan Suku Cadang Growth
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
15
Sinabung diperkirakan turut menahan laju kedatangan
wisatawan ke daerah Sumatera Utara. Meskipun
demikian, adanya program pemerintah dalam
pengembangan Danau Toba sebagai objek wisata
nasional kedepannya diperkirakan dapat mendorong
kinerja pariwisata.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.32 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
dan Occupancy Rate
Pada triwulan III 2016, kinerja kategori PBE
diperkirakan relatif stabil. Adanya perayaan hari raya
Idul Fitri, libur sekolah, Festival Danau Toba, hari raya
Idul Adha, serta tahun ajaran baru akan menjaga
kuatnya permintaan domestik pada periode
mendatang. Optimisme ini juga tercermin dari
membaiknya penyaluran kredit pada triwulan II 2016,
dari -3,0% (yoy) menjadi 3,0% (yoy) yang diharapkan
menjadi stimulus perbaikan kinerja kategori ini
kedepannya. Sementara itu, beberapa faktor yang
diperkirakan menahan kinerja kategori ini pada
triwulan III 2016 diantaranya adalah bergesernya pola
konsumsi masyarakat seiring dengan beralihnya
Ramadhan ke triwulan II 2016. Selain itu adanya
pemotongan anggaran operasional pemerintah pusat
dan daerah diperkirakan menahan kinerja kategori ini.
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Semaraknya budaya mudik serta perbaikan harga
komoditas mendorong terdongkraknya kinerja
Transportasi dan Pergudangan hingga tumbuh 8,3%
(yoy). Adanya perbaikan harga komoditas juga
mendorong tingginya arus transportasi barang
sehingga membutuhkan kapasitas pergudangan yang
memadai. Dengan demikian, kinerja subkategori
perdagangan juga diperkirakan turut membaik seiring
dengan perbaikan harga komoditas tersebut. Hal
tersebut tercermin dari tingginya realisasi arus
bongkar muat yang meningkat secara signifikan.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.34 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan
Belawan
Hari raya Idul Fitri diiringi dengan arus mudik yang
cukup tinggi mendorong peningkatan kebutuhan akan
moda transportasi baik untuk darat, laut dan udara.
Adanya kebutuhan yang tinggi ini direspon dengan
adanya penambahan kapasitas angkut baik melalui
moda transportasi yang lebih banyak maupun
frekuensi angkut yang lebih tinggi. Namun, arus mudik
diperkirakan tidak hanya terkonsentrasi di akhir
triwulan II 2016 menjelang Idul Fitri. Arus mudik
terlihat masih cukup ramai mendekati Idul Fitri yang
berlangsung pada awal triwulan III 2016. Hal tersebut
tercermin dari pertumbuhan arus penumpang udara
maupun laut yang pada triwulan II 2016 justru
terkontraksi dalam.
38
4
1
46
4
0
42
4
4
40
4
4
44
4
4
38
4
5
42
4
5
44
4
6
40
4
5
42
4
3
50
5
4
52
5
2
50
48
-11.4%
-12.3%
-40.0%
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
-
10
20
30
40
50
60Occupancy Rate Wisman
18
,43
1
19
,19
3
20
,64
3
21
,70
9
22
,78
4
24
,89
7
24
,52
5
26
,53
1
27
,06
6
32
,02
8
32
,14
4
33
,87
3
34
,49
6
36
,20
0
36
,73
5
38
,96
8
42
,19
5
42
,95
2
44
,01
1
44
,59
8
40
,94
1
44
,22
9 -3.0%
3.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
Tw-IV 2015 Tw-I 2016
5,6 8,3
-18.1%
0.8%8.8%
-70.9%
-32.9%
42.1%
-80.0%
-60.0%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
-
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
juta Ton
Bongkar Muat G Bongkar G Muat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
16
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.35 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Selain didorong oleh perayaan Idul Fitri, libur sekolah
dan tahun ajaran baru, ekspektasi akan membaiknya
kategori Transportasi dan Pergudangan di periode
mendatang tercermin dari masih terus berlanjutnya
perbaikan penyaluran kredit ke kategori ini.
Penyaluran kredit kategori transportasi dan
pergudangan kembali membaik dari -11,7% (yoy)
menjadi -3,2% (yoy). Terus digenjotnya akselerasi
beberapa program peningkatan kapasitas
infrastruktur perhubungan yang telah dimulai pada
akhir tahun 2015 lalu diharapkan dapat mendukung
kinerja kategori ini di masa mendatang.
Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan
Pergudangan
Proyek infrastruktur strategis nasional di Sumatera
Utara yang terus digencarkan menopang kokohnya
realisasi kinerja kategori konstruksi dari 4,3% (yoy)
menjadi 5,5% (yoy). Hal ini selaras dengan akselerasi
konsumsi semen dan indeks penjualan barang
konstruksi. Beberapa proyek infrastruktur strategis
yang merupakan lanjutan dari proyek multiyears yang
dimulai tahun lalu diantaranya adalah pembangunan
Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose
Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans Sumatera.
Dorongan pemerintah pusat untuk melakukan
percepatan pembangunan infrastruktur strategis
turut berkontribusi dalam tingginya realisasi proyek-
proyek tersebut.
Sementara itu, kinerja kategori Konstruksi pada
triwulan laporan belum mendapat dorongan yang
lebih besar dari realisasi investasi swasta maupun
program pemerintah daerah, khususnya investasi
bangunan. Pelaku usaha masih cenderung wait and
see terhadap perkembangan perekonomian, terutama
terkait dengan belum kokohnya perbaikan
permintaan. Sementara itu, terlambatnya proses
pengadaan masih menjadi momok sulitnya
optimalisasi realisasi pembangunan dari sisi
pemerintah daerah.
Grafik 1.37 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Pada triwulan III 2016, akselerasi kinerja kategori
konstruksi diperkirakan berlanjut seiring dengan
realisasi infrastruktur strategis yang tepat waktu.
Selain itu, perkiraan dari selesainya proses pengadaan
infrastruktur perhubungan dari sisi APBD juga
diperkirakan mendorong kinerja kategori ini lebih
baik. Penyaluran kredit pada triwulan II yang
terakselerasi dari -2,1% (yoy) menjadi 7,3% (yoy) juga
diharapkan dapat menjadi stimulus dari perbaikan
perekonomian ke depan.
Ditengah perbaikan harga komoditas yang terus
berlanjut, kinerja kategori Industri Pengolahan pada
triwulan II 2016 melambat cukup signifikan. Industri
pengolahan tercatat melambat tajam dari 6,6% (yoy)
menjadi 2,2% (yoy). Adanya perilaku pelaku usaha
untuk meningkatkan stok sebelum pucak permintaan
berlangsung sementara aktivitas produksi relatif
33.0%
6.8%
-49.1%
-2.2%
9.9%
-60.0%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
-
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
juta orang Penumpang Udara Penumpang Laut
G Penumpang Udara G Penumpang Laut
1,5
68
1,9
43
2,2
33
2,4
85
2,5
98
2,8
75
2,9
95
3,3
10
3,3
97
3,5
88
3,7
04
3,6
83
3,5
70
5,1
61
4,6
55
3,9
25
3,8
07
3,5
98
3,6
05
3,4
78
3,3
60
3,4
82
-11.7%-3.2%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
Tw-I 2016 Tw-II 2016
4,3 5,5
2,7
02
2,6
87
3,1
90
3,1
56
2,9
35
3,2
97
3,8
35
3,9
53
3,7
76
4,4
07
5,2
79
5,1
14
4,9
04
4,9
07
5,3
57
5,3
94
5,0
27
5,1
81
5,2
97
5,2
70
4,9
22
5,5
92
-2.1%
7.9%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
Tw-I 2016 Tw-II 2016
6,6 2,2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
17
menurun seiring dengan adanya libur lebaran
mendorong perlambatan kategori ini. Melambatnya
kinerja kategori ini juga tercermin dari melambatnya
penyaluran kredit industri pengolahan.
Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Industri
Pengolahan
Masih belum kuatnya permintaan global juga turut
menahan perbaikan kinerja kategori Industri
Pengolahan. Hal ini tertangkap dari masih
terkontraksinya kinerja ekspor manufaktur Sumatera
Utara. Selain terkendala dari sisi permintaan,
perkembangan industri pengolahan di Sumatera
Utara, terutama karet juga berasal dari pasokan.
Permasalahan minimnya bahan baku juga masih
menjadi dilema bagi industri pengolahan karet,
dimana kekurangan bahan baku untuk industri
domestik saja mencapai 40%.
Grafik 1.39 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Selain itu, kinerja kategori ini tidak lepas dari
meningkatnya ketersediaan fasilitas pendukung,
seperti listrik dan gas. Pada awal tahun 2016,
Sumatera Utara secara keseluruhan telah melewati
episode defisit listrik yang telah lama dikeluhkan oleh
pelaku usaha dan masyarakat. Memadainya pasokan
listrik untuk kepentingan industri yang diiringi dengan
terus disesuaikannya harga listrik oleh pemerintah
mendorong mulai kondusifnya aktivitas industri
pengolahan. Meskipun demikian, pelaku usaha masih
merasakan pasokan listrik yang telah memadai
tersebut belum diiringi dengan keandalan layanan
yang prima, dengan demikian pelaku usaha masih
perlu menggunakan daya pengganti, baik itu dalam
bentuk genset atau energi alternatif.
Di tahun 2016, Pemerintah terus menggodok
kebijakan maupun langkah-langkah akomodatif dalam
menciptakan iklim usaha maupun investasi yang
kondusif. Memasuki awal tahun 2016, pemerintah
daerah Sumatera Utara berhasil mengupayakan
penurunan tarif gas industri yang harganya jauh
melebihi rata-rata harga gas industri di ASEAN. Harga
gas industri di Sumatera Utara memasuki awal tahun
2016 turun dari US$12,22/MMBTU menjadi
US$11,22/MMBTU. Meski sudah turun, namun harga
gas industri di Sumatera Utara masih relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan harga gas industri di
daerah lain yang hanya mencapai US$6-8/MMBTU.
Pemerintah daerah Sumatera Utara terus melakukan
koordinasi dan konsolidasi untuk mengatasi
permasalahan tingginya harga gas ini.
Sumber: PDAM Tirtanadi
Grafik 1.40 Perkembangan Penyaluran Air
Meskipun kinerja Industri Pengolahan menurun,
penyaluran air sebagai komponen pendukung industri
yang sangat penting masih relatif prima. Penyaluran
air bersih tumbuh dari 2,8% (yoy) menjadi 5,4% (yoy).
Begitu juga dengan listrik industri yang tumbuh dari -
0,4% (yoy) menjadi 2,9% (yoy).
Pada triwulan III 2016, diperkirakan kinerja industri
pengolahan membaik seiring dengan masih kuatnya
permintaan domestik serta meningkatnya hasil
produksi kelapa sawit sebagai bahan baku industri.
Selain itu, adanya kontrak pembelian CPO untuk
biodiesel seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
juga diperkirakan turut mendorong kinerja industri
pengolahan. Dari sisi eksternal, seiring dengan adanya
pelaksanaan festival kue bulan di Tiongkok juga turut
mendorong permintaan.
17
,67
0
18
,22
6
18
,45
5
21
,66
6
20
,74
1
23
,12
0
23
,68
9
26
,14
0
25
,94
2
26
,89
9
29
,86
7
31
,88
3
31
,21
1
33
,20
7
33
,38
0
33
,03
0
35
,07
3
37
,80
3
38
,84
6
36
,36
9
35
,42
5
36
,73
1
1.0%
-2.8%
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
45.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
1.9
1.7
2.1
2.0
1.8
1.8
1.8
1.9
1.8
1.8
1.9
1.8
1.4
1.5
1.6
1.6
1.4
1.5
1.8
1.5
2.1
2.2
2.0
2.0
1.9
2.1
1.9
1.8
2.1
2.1
1.7
1.9
2.2
2.3
1.8
1.7
-3.6%-2.5%
6.2%-9.3%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
MilyarNilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
-4.0%
-2.0%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
11
11
12
12
13
13
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
juta m3Volume Growth (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
18
Meskipun demikian, kinerja kategori ini masih
dihadang oleh kembali menurunnya harga komoditas
perkebunan di pasar internasional memasuki awal
triwulan III 2016. Dengan adanya sistem kontrak
pembelian yang telah dilakukan sebelumnya,
diharapkan dampak dari penurunan harga komoditas
ini minimal sehingga industri pengolahan masih dapat
mencatatkan pertumbuhan yang baik kedepannya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
19
Strategi Pengembangan Kawasan Danau Toba
Sebagai Pusat Perekonomian
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan tingkat occupancy rate di Sumatera Utara pada triwulan II 2016
kembali menurun. Tingkat occupancy rate pada triwulan II 2016 hanya mencapai 48%, terus menurun sejak awal
tahun 2015 lalu. Hal ini patut disayangkan mengingat potensi pariwisata yang dimiliki oleh Sumatera Utara
sangat besar. Dengan demikian, pemerintah daerah maupun pusat mulai serius melakukan penggarapan Danau
Toba, salah satu icon pariwisata Sumatera Utara yang tersohor hingga ke mancanegara. Danau Toba merupakan
danau alami dengan luas sebesar 1.130km2 yang berada di 7 kabupaten yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi,
Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun dan
Kabupaten Humbang Hasundutan. Ketujuh kabupaten tersebut menyumbang 13,2% perekonomian Sumatera
Utara. Pertumbuhan daerah di sekitar Danau Toba pada tahun 2014 mencapai 5,1% (yoy)7.
Pengembangan Danau Toba kedepannya tertuang di dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional (RIPPARNAS), yang akan dikembangkan dalam bentuk kawasan strategis pariwisata nasional dan
destinasi pariwisata nasional. Adapun pengembangan wisata Danau Toba direncanakan sesuai dengan Perpres
81 tahun 2014 pasar 8 ayat 4 dan pasar 40 diantaranya adalah budaya tradisional, panorama, cagar budaya etnik
Batak, kampung adat, serta wisata tirta. Lebih lanjut, dalam mengembangkan Danau Toba, telah dibentuk Badan
Otorita Danau Toba yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2016 tentang
Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba. Adapun arah kebijakan pengembangan pariwisata di
Sumatera Utara, khusunya Danau Toba diantaranya adalah:
1. Pemasaran Pariwisata Nasional: mendatangkan sebanyak mungkin wisatawan mancanegara dan
mendorong peningkatan wisatawan nusantara.
2. Pembangunan Destinasi Pariwisata: meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing
di dalam negeri dan di luar negeri.
3. Pembangunan Industri Pariwisata: meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional
serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk/jasa pariwisata nasional di setiap destinasi
pariwisata yang menjadi fokus pemasaran.
4. Pembangunan Kelembagaan Pariwisata: membangun sumber daya manusia pariwisata serta organisasi
kepariwisataan nasional.
Pengembangan pariwisata di Sumatera Utara, khususnya Danau
Toba masih menemui beberapa kendala, terutama permasalahan
dari fasilitas pendukung, seperti infrastruktur, konektivitas, promosi
dan sumber daya manusia. Aksesibilitas Danau Toba dinilai belum
optimal. Jarak tempuh dari Bandara Internasional Kuala Namu ke
Danau Toba (Parapat) sekitar 3-5 jam. Permasalahan ini telah
diselesaikan dengan kembali beroperasinya Bandar Udara Silangit
di Kabupaten Tapanuli Utara sebagai gerbang pintu masuk
wisatawan dari sisi barat. Sementara itu, dari sisi timur saat ini
tengah dilakukan pendalaman akses Bandar Udara Sibisa yang
berlokasi di Kabupaten Toba Samosir. Meskipun demikian,
kapasitas bandara yang ada saat ini masih belum optimal. Panjang
landasan pacu saat ini untuk Bandara Sibisa adalah 750x23 meter,
sementara untuk Bandara Silangit baru berukuran 2.250 x 30 meter.
Agregasi dari PDRB ketujuh kabupaten/kota sekitar Danau Toba
Boks 1
Tabel 1.5 Dramaga di Kawasan Danau Toba
Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
20
Selain penguatan infrastruktur udara, konektivitas darat juga tidak luput dari perhatian Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat. Terdapat beberapa jalan yang rencananya akan dibangun pada periode mendatang,
diantaranya adalah Jalan Tol Tebing-Tinggi – Parapat, Jalan Rawasaring (Tanjung Morawa-Saribu Dolok-
Tongging), Jalan Lingkar Luar Danau Toba, Jalan Lingkar Pulau Samosir dan Jembatan Tano Ponggol. Selain itu,
Danau Toba juga telah dilengkapi dengan pelabuhan penyeberangan baik untuk penumpang maupun barang.
Pada saat ini terdapat 16 dermaga dengan luas daerah sebesar 13.519 m2. Dengan cukup baiknya konektivitas
darat ke depannya, diharapkan mobilitas wisatawan dapat lebih tinggi sehingga dapat memberikan manfaat
kepada masyarakat dan terbentuk perspektif positif di mancanegara terhadap Dana Toba.
Permasalahan SDM di wilayah Danau Toba juga masih menjadi permasalahan tersendiri. Meski kualitas SDM
Sumatera Utara yang tercermin dari IPM lebih baik dari nasional, namun persebaran kualitas SDM dapat
dikatakan belum merata. IPM Kabupaten Dairi, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli
Tengah tercatat lebih rendah dari IPM Sumatera Utara. Selain dari sisi kualitas SDM, permasalahan budaya
melayani dan keramahan masyarakat juga masih dikeluhkan oleh wisatawan. Dengan demikian, Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara mencoba merumuskan kebijakan revolusi mental, diantaranya adalah membentuk
masyarakat yang ramah dan lingkungan yang nyaman bagi pelancong, petugas yang ramah dan melayani serta
penegakan hukum dan disiplin.
Grafik 1.41 Perkembangan IPM
67.06 71.32 73.40 71.24 69.00 72.69 66.03
69.51
62.00
64.00
66.00
68.00
70.00
72.00
74.00
Tapteng Taput Tobasa Simalungun Dairi Karo Humbahas
2015 Sumut
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
21
Peluang Industri Non-Komoditas untuk
Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas
Dalam dekade terakhir, pergerakan dan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara secara umum tidak dapat
disangkal selalu diwarnai dengan pergerakan komoditas perkebunan, di antaranya yang paling besar adalah
kelapa sawit dan karet. Besarnya pengaruh komoditas tersebut terhadap perekonomian Sumatera Utara
disebabkan oleh faktor geografis dan kesuburan tanah yang sangat cocok untuk kedua komoditas di atas. Hal
tersebut berdampak positif ketika harga komoditas sedang boom seperti yang terjadi pada tahun 2011, akan
tetapi berdampak buruk secara signifikan ketika harga jatuh seperti yang dialami dalam 2 tahun terakhir. Dalam
update terakhir, meskipun komoditas karet sedang cukup terpuruk namun industri berbasis kelapa sawit masih
positif perkembangannya, dengan banyak investasi yang masuk. Pertanyaannya adalah, bagaimana bila
komoditas kelapa sawit juga mengalami bust?
Pada liaison periode ini, kami melakukan liaison ke 4 kontak perusahaan industri berbasis non komoditas
perkebunan di mana tiga diantaranya merupakan perusahaan yang sudah cukup established dan berskala
nasional maupun internasional. Meskipun demikian, berbeda dengan perusahaan berbasis komoditas kelapa
sawit dan karet, perusahaan yang menjadi kontak tersebut merupakan pemain tunggal di Sumatera Utara atau
minim kompetisi dari perusahaan serupa, sebagian besar pesaing berasal dari Jawa atau luar Indonesia.
Dari hasil liaison yang kami lakukan kepada beberapa perusahaan industri berbasis non komoditas perkebunan,
kinerja industri-industri ini relatif menggembirakan, berbeda dengan kondisi pelemahan industri komoditas
perkebunan. Perbaikan yang terjadi pada industri ini diharapkan dapat berfungsi sebagai buffer terhadap
pelemahan ekonomi akibat jatuhnya harga komoditas perkebunan.
Salah satu contoh yang menarik adalah perusahaan pengecoran mesin berbasis baja untuk pertambangan.
Industri tersebut merupakan salah satu industri bernilai tambah tinggi yang jarang dijumpai di Indonesia, dan
sebagian besar pesaingnya berasal dari Amerika Serikat, Tiongkok atau Australia. Berhasil tumbuhnya
perusahaan tersebut sangat positif bagi perekonomian Sumatera Utara, selain karena dari sisi penyerapan
tenaga kerja, namun memberikan spesialisasi industri yang memberikan nilai tambah dan teknologi yang tinggi
di Sumatera Utara.
Perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dan regulator bagaimana mengembangkan atau menambah
pemain di industri serupa untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang lebih berkualitas.
Berdasarkan hasil in-depth interview dengan pelaku usaha untuk mengembangkan industri non komoditas di
perusahaan tersebut, diakui bahwa untuk non komoditas, keberadaan supporting industries yang diperlukan
untuk sinergi pengembangan masih sangat minim. Oleh karena itu sebagian besar kebutuhan bahan baku masih
harus diimpor dari luar negeri atau dari pulau Jawa.
Beberapa kebijakan yang bisa dan penting untuk dilakukan Pemerintah Daerah saat ini ada 3 hal yaitu mengurai
proses perizinan yang birokratis dan penuh ‘biaya siluman’, pembangunan infrastruktur logistik dan energi
(listrik dan gas), serta dukungan pembiayaan yang lebih terjangkau. Ketiga hal tersebut serupa dengan hasil
analisis riset Growth Diagnostic kami dimana faktor perizinan dan korupsi paling banyak dikeluhkan oleh pelaku
usaha dan akan membuat investor asing enggan untuk masuk ke Sumatera Utara.
Boks 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
22
Dunia Usaha Menunjukkan Optimisme
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Triwulan II 2016
Sejalan dengan siklus perkembangan perekonomian, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha pada triwulan II 2016
meningkat tajam dari -0,8% (yoy) menjadi 11,2% (yoy). Peningkatan kinerja dunia usaha ini terutama terjadi
pada sektor perdagangan dan industri pengolahan. Saldo bersih tertimbang sektor perdagangan tercatat
membaik dari -0,5% menjadi 3,2%. Begitu juga dengan sektor industri pengolahan yang meningkat dari 3,9%
menjadi 6,1%.
Adanya peningkatan kinerja dunia usaha belum diiringi dengan perbaikan penyerapan tenaga kerja. Masih
tingginya ketidakpastian pasar komoditas internasional menyebabkan sikap pelaku usaha untuk wait and see
dalam meningkatkan kapasitas produksinya. Dengan demikian, pertumbuhan jumlah karyawan pada triwulan II
2016 relatif stabil dari 3,6% menjadi 3,5%.
Grafik 1.42 Perkembangan Kegiatan Usaha Grafik 1.43 Jumlah Karyawan
Belum kuatnya perbaikan pasar komoditas juga tercermin dari perkembangan saldo bersih tertimbang harga
jual yang justru menurun, dari 18,0% menjadi 2,1%. Realisasi ini jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
yang menunjukkan tingginya ekspektasi perbaikan harga. Sementara itu, kapasitas terpakai juga relatif menurun
dari 82% menjadi 78%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perbaikan kondisi dunia usaha pada triwulan II
2016 diperkirakan lebih banyak didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat yang bersifat musiman.
Grafik 1.44 Perkembangan Harga Jual Grafik 1.45 Kapasitas Terpakai
Ke depan, hasil SKDU pada Juli 2016 mengkonfirmasi optimisme pelaku usaha terhadap kondisi dunia usaha
khususnya pada triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari indeks perkiraan kegiatan usaha yang justru
meningkat pada triwulan III 2016. Tingginya permintaan masyarakat seiring dengan perayaan hari raya Idul Fitri,
libur sekolah dan tahun ajaran baru mendorong optimisme pelaku usaha akan kegiatan dunia usaha dari 10,9%
pada triwulan II 2016 menjadi 13,6% pada triwulan III 2016. Hal tersebut juga yang mendorong pelaku usaha
11.3%11.1%
15.6%
20.5%
3.8%
19.4%
-7.7%
7.1%
-12.2%
9.1%
-0.3%0.0%2.4%
12.8%
8.4%
0.0%
17.6%
-3.2%
-10.49%
2.41%
-0.81%
11.19%
-15.0%
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
4.2
%
-6.8
%
-10
.1%
-3.0
%
0.0
%
-5.5
%
-7.3
%
-15
.4%
-2.3
%
-1.4
%
-7.5
%
-9.2
%
-4.9
%
2.8
%
-0.5
%
-1.5
%
4.4
%
-11
.0%
-3.3
%
-3.2
%
3.6
%
3.5
%
-20.0%
-15.0%
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
YoY
13
.7%
3.2
% 6.0
%
5.2
%
16
.0%
7.9
%
3.9
%
2.8
%
14
.0%
6.8
%
18
.8%
15
.7%
11
.8%
12
.0%
9.3
%
27
.2%
25
.2%
10
.5%
5.2
%
-2.9
%
18
.0%
2.1
%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
72
%
69
%
69
%
66
%
66
%
73
%
66
%
68
%
70
%
66
%
67
%
71
%
76
%
90
%
81
%
87
%
77
%
92
%
83
%
83
%
82
%
78
%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kapasitas Terpakai
Boks 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
23
untuk melakukan perluasan penyerapan tenaga kerja, yang meningkat dari 11,8% menjadi 12,0%. Meskipun
demikian, optimisme pelaku usaha relatif tertahan terkait keyakinan terhadap perbaikan pasar domestik
maupun internasional yang belum persisten. Sementara itu, harga jual pada triwulan III 2016 diperkirakan
kembali menurun.
Grafik 1.46 Perkiraan Kegiatan Usaha dan Harga Jual Grafik 1.47 Perkiraan Jumlah Karyawan
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Perkiraan Kegiatan Usaha Perkiraan Harga Jual
6.2
% 7.4
%
11
.3%
7.1
%
11
.6%
5.8
%
4.4
%
-3.4
%
0.0
%
-3.4
%
3.4
%
-4.7
%
-5.5
%
4.8
%
7.3
%
1.6
%
0.3
%
10
.2%
0.0
%
3.7
%
0.2
%
11
.8%
12
.0%
-8.0%
-6.0%
-4.0%
-2.0%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
24
Potensi Maritim Sumatera Utara
Dalam Menopang Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Sumatera Utara sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan Samudera Hindia memiliki
potensi yang sangat besar dalam industri maritim, baik dari sumber daya perikanan, transportasi laut, maupun
industri pariwisata. Sumatera Utara memiliki panjang pantai sebesar 1.300 km serta luas laut sebesar 110.000
km2. Dengan luas laut di wilayah Sumatera Utara yang mencakup 60,5% dari luas wilayahnya serta
pengembangan infrastruktur pelabuhan yang salah satunya akan menjadi hub perdagangan internasional
menunjukkan besarnya potensi tersebut.
Potensi perikanan tangkap di wilayah Sumatera Utara sangat tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan
Perikanan, potensi sumber daya ikan di Selat Malaka yang belum dimanfaatkan mencapai 276 ribu ton/tahun,
sementara di Samudera Hindia mencapai 565,2 ribu ton/tahun. Sementara pada tahun 2015, produksi
penangkapan ikan sebesar 611,9 ribu ton. Dengan demikian, produksi perikanan tangkap laut dapat ditingkatkan
lebih tinggi lagi untuk memenuhi kebutuhan ikan tidak hanya di Sumatera Utara tetapi juga secara nasional.
Pada tahun 2016, target penangkapan ikan dinaikkan menjadi 630.304 ton (untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi ikan sebesar 42 kg/kapita/tahun). Untuk mendukung pemenuhan konsumsi tersebut, saat ini di
Sumatera Utara telah dibangun 2.451 Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala kecil dan 54 UPI skala menengah dan
besar serta 2 unit pengolahan dan penanganan produk non konsumsi. Akan tetapi jumlah UPI yang telah
memiliki sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) ada 55 SKP dengan hanya 1 UPI kecil yang memiliki SKP. Volume
produk olahan dari keseluruhan UPI mencapai 31.109 ton dengan nilai produksi olahan sebesar Rp 697 milyar.
Belum optimalnya tangkapan perikanan laut didorong oleh beberapa faktor8. Masih tradisionalnya metode
penangkapan yang digunakan oleh nelayan menyebabkan hasil tangkapan nelayan tidak optimal. Sistem
penangkapan masih menggunakan sistem one day fishing. Alat yang digunakan oleh nelayan juga masih terbatas,
bahkan tidak jarang masih menggunakan alat yang dilarang seperti pukat hela dan pukat tarik. Kapal modern
(kapal motor) yang berada di Sumatera Utara hanya tercatat sebanyak 45%. Kondisi tersebut diantaranya terkait
dengan tingkat pendidikan mayoritas nelayan yang relatif rendah.
Dalam kaitan tersebut, pemerintah melalui kementerian kelautan berupaya memberikan bantuan biaya
pembuatan 3500 kapal penangkap ikan ramah lingkungan yang akan didistribusikan secara nasional. Syarat yang
harus dipenuhi adalah nelayan dimaksud tergabung dalam gabungan kelompok nelayan dan memiliki badan
hukum koperasi. Namun, banyak nelayan yang belum bergabung dalam koperasi.
Dari sisi regulasi, masih terdapat beberapa faktor yang menyebabkan belum optimalnya pencapaian kinerja
perikanan. Adanya pembatasan kapal angkut ikan yang hanya diperbolehkan dibawah 150 GT menyebabkan
ikan yang ditangkap tidak dapat diangkut secara maksimal. Hal ini berakibat pada penurunan harga ikan di
tingkat pemasok dan kenaikan di tingkat konsumen karena biaya angkut bertambah. Adanya ketentuan untuk
memiliki surat izin angkut ikan juga dinilai menyulitkan proses pengangkutan ikan olahan dengan menggunakan
kapal kargo.
Potensi ekonomi maritim juga terkait dengan optimalisasi transportasi laut. Dari sisi industri logistik, lokasi
Sumatera Utara dapat dikatakan sangat strategis. Total potensi lalu lintas peti kemas di Selat Malaka mencapai
51,5 juta TEUs/tahun. Namun, aktivitas peti kemas ini masih terpusat di Singapura sebagai wilayah transhipment
untuk daerah ASEAN. Potensi peti kemas yang mampu diserap oleh Singapura adalah 31,3 juta TEUs/tahun,
disusul oleh Port Klang dengan potensi sebesar 10,0 juta TEUs/tahun. Pelabuhan Belawan yang berlokasi di Selat
Malaka baru menyerap arus peti kemas sebanyak 1,0 juta TEUs/tahun. Untuk mendorong kinerja sektor logistik
Hasil FGD dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara
Boks 4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
25
dan ekspor impor, kapasitas pelabuhan terus diupayakan untuk ditingkatkan. Pelabuhan Belawan sebagai
pelabuhan terbesar di Sumatera Utara saat ini masih direvitalisasi. Sementara itu, akses menuju Pelabuhan
Belawan juga terus dikembangkan, diantaranya adalah revitalisasi jalan dan pembangunan jalur kereta api BICT
Belawan.
Selain Pelabuhan Belawan, pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung diharapkan dapat menyokong aktivitas
logistik industri dan produk perkebunan yang lebih besar. Pelabuhan Kuala Tanjung sangat penting untuk dapat
bersaing dengan Port Klang di Malaysia dan pelabuhan di Singapura karena keterbatasan Pelabuhan Belawan
untuk dilalui mother vessel. Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan pelabuhan di pantai timur Sumatera Utara
yang direncanakan memiliki kapasitas ± 25 juta TEUs. Pelabuhan dengan kapasitas yang sangat besar ini
direncanakan akan dibangun dalam beberapa tahap dalam kurun waktu 2015-2021, hingga mencapai cita-cita
akhirnya untuk membentuk suatu kawasan integrated urban area Kuala Tanjung. Pembangunan awal dari
kawasan ini adalah pembangunan terminal multipurpose hingga akhir 2016. Progress pembangunan terminal ini
masih on track dan saat ini telah mencapai 51% dari rencana pembangunannya. Pelabuhan dengan karakteristik
kedalaman alami ini diperkirakan akan menjadi pemain unggul dalam kancah pelabuhan di Selat Malaka ke
depannya. Sama seperti halnya rencana pengembangan Pelabuhan Belawan, pelabuhan ini kedepannya akan
turut ditunjang dengan fasilitas perkeretaapian. Pengembangan industri kemaritiman di Sumatera Utara juga
dikukuhkan dengan pengembangan Pelabuhan Palimbungan Ketek di pantai barat dan pengembangan kawasan
kepulauan Nias.
Dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, pelaku usaha melihat yang paling penting untuk diperbaiki
adalah terkait dwelling time, kondisi infrastruktur menuju pelabuhan yang buruk dan bottleneck di pintu masuk,
serta biaya bongkar muat yang relatif mahal. Rata-rata dwelling time di Belawan adalah antara 3-7 hari, salah
satu penyebab utama pengecekan kepabeanan yang dianggap masih terlalu lama. Sementara di pelabuhan
Singapura atau Port Klang menggunakan metode online sehingga dwelling time hanya 1 hari. Selain itu, pelaku
usaha masih mengeluhkan mengenai biaya tidak resmi.
Pembangunan infrastruktur maritim juga diperlukan untuk mendukung sektor kepariwisataan khususnya wisata
bahari ke depan. Hal ini diperlukan mengingat jumlah wisatawan yang masuk ke Sumatera Utara di tahun 2015
turun sebesar 15,36% dibandingkan tahun 2014 dan merupakan penurunan terdalam dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan pintu masuk, sebagian besar wisatawan masuk melalui Bandar Udara Kuala Namu 87%, Pelabuhan
Belawan 9% dan Pelabuhan Tanjung Balai 4%. Tujuan wisata di Sumatera Utara yang terkait dengan wisata
bahari diantaranya Nias dan Danau Toba. Pembangunan infrastruktur maritim juga dapat mendukung
pengembangan Danau Toba sebagai Monaco of Asia.
Di kepulauan Nias, penurunan wisatawan terutama peselancar dimana olahraga selancar menjadi salah satu
fokus pengembangan pariwisata di Sumatera Utara sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
berdasarkan PP No.50 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2010-2025.
Nias memiliki potensi yang besar untuk wisata selancar dan keindahan pantainya.
Kendala utama wisata bahari adalah akomodasi dan ketersediaan tenaga kerja pariwisata bersertifikat dan
kesadaran pariwisata di masyarakat relatif rendah. Di Nias, jumlah akomodasi yang tersedia masih
terkonsentrasi pada Gunung Sitoli dan Nias Selatan dengan kualitas akomodasi kelas melati. Tingkat penghunian
juga masih berkisar antara 14% - 16%.
Selain itu, secara umum penurunan jumlah wisatawan disebabkan beberapa faktor, antara lain:
a. Jarak tempuh yang cukup lama dari kota Medan menuju tempat wisata dan variasi tempat wisata yang
tidak bertambah.
b. Naiknya karang laut akibat dari tsunami di Samudra Hindia menyebabkan tinggi ombak yang tidak sebaik
dulu untuk peselancar.
c. Infrastruktur jalan yang masih tersentralisasi di Teluk Dalam Nias Selatan menjadi hambatan bagi
wisatawan untuk meng-explore lebih lanjut keindahan wisata Kepulauan Nias.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KEUANGAN PEMERINTAH
27
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara yang lebih baik memberikan sumbangan yang
cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Perbaikan realisasi
anggaran terlihat baik pada APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota maupun APBN pada
triwulan II 2016 yang membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi belanja
Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) Provinsi Sumatera Utara hingga triwulan
II 2016 mencapai 30,7% dari total anggaran. Demikian halnya dengan serapan APBN
terealisasi 35,3% dari pagunya. Realisasi ini masih sesuai dengan polanya, dimana akselerasi
penyerapan anggaran diperkirakan baru akan terjadi pada triwulan III 2016, sejalan dengan
terlaksananya pengadaan barang dan jasa (belanja modal).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
28
Tabel 2.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara Triwulan II 2016
Dalam Rupiah
Sumber: Biro Keuangan dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
2.1 Gambaran Umum
Pada triwulan II 2016, serapan anggaran APBD
pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara dan
APBN di Sumatera Utara meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya. Selain pengeluaran rutin kantor
dan belanja pegawai, realisasi anggaran juga sudah
meliputi belanja modal. Setelah sempat terkendala
karena proses revisi Rencana Anggaran Biaya
sehubungan dengan penyesuaian harga BBM, proses
pelelangan proyek-proyek strategis sudah mulai
dilaksanakan sejak bulan Mei 2016. Perikatan kontrak
juga telah dilakukan mulai bulan Juli 2016.
Diperkirakan serapan anggaran akan terus meningkat
pada triwulan III mendatang.
Terdiri dari APBD pemerintah Provinsi dan pemerintah
daerah 28 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (data
sementara). Yang tidak termasuk adalah Kabupaten Nias,
Kabupaten Simalungun, Kabupaten Labuhan Batu,
2.2 Realisasi APBD Pemerintah
Daerah Provinsi Sumatera
Utara
Hingga triwulan II 2016, realisasi pendapatan
pemerintah daerah Sumatera Utara9 mencapai
Rp19.230 miliar atau 48,4% dari target pendapatan
tahun 2016 sebesar Rp39.754 miliar. Realisasi ini
secara nominal lebih tinggi dibandingkan triwulan II
2015 yang hanya mencapai Rp16.694 miliar namun
secara persentase terhadap pagunya lebih rendah dari
capaian tahun lalu (49,3%). Peningkatan signifikan
terjadi pada komponen Lain-lain Pendapatan yang Sah
yang meningkat dari Rp500 miliar atau 32% dari target
Kabupaten Samosir dan Kota Medan karena keterbatasan
data.
PAGU PAGU
1. PENDAPATAN 33.879.148.889.526 16.694.500.784.627 49,3% 39.754.840.742.629 19.230.032.643.780 48,4%
1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 6.728.971.917.252 3.121.696.003.429 46,4% 6.962.844.230.206 2.886.446.877.295 41,5%
1.1.1 Pajak daerah 5.075.052.052.334 2.159.939.110.712 42,6% 5.136.096.231.653 2.080.709.008.624 40,5%
1.1.2 Retribusi daerah 572.203.639.816 224.785.708.899 39,3% 517.550.682.716 136.829.178.998 26,4%
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 422.201.731.413 460.363.667.812 109,0% 425.196.280.799 329.369.976.126 77,5%
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 659.514.493.689 276.607.516.006 41,9% 884.001.035.038 339.538.713.547 38,4%
1.2 TRANSFER 25.585.521.741.303 13.072.006.744.114 51,1% 32.307.075.586.509 15.091.918.638.969 46,7%
1.2.1 DAPER 20.531.344.045.575 10.676.522.721.314 52,0% 26.368.778.270.399 12.483.673.368.574 47,3%
1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 1.582.866.698.575 589.355.916.814 37,2% 2.648.261.235.099 1.699.688.524.203 64,2%
1.2.2 Dana Alokasi Umum 16.954.617.297.000 9.329.705.606.000 55,0% 18.759.801.906.000 9.248.451.439.751 49,3%
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 1.993.860.050.000 757.461.198.500 38,0% 4.960.715.129.300 1.535.533.404.620 31,0%
1.2.2 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 5.054.177.695.728 2.395.484.022.800 47,4% 5.938.297.316.110 2.608.245.270.395 43,9%
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 1.564.655.230.971 500.798.037.083 32,0% 484.920.925.914 1.251.667.127.516 258,1%
1.3.1 Transfer antar Pemda/Pusat 1.467.221.785.855 284.858.844.921 19,4% 230.433.330.375 1.130.139.035.563 490,4%
1.3.2 Dana Darurat - - - -
1.3.3 Hibah 97.433.445.116 215.939.192.162 221,6% 254.487.595.539 121.528.091.953 47,8%
2. BELANJA 34.842.859.695.223 9.942.009.103.405 28,5% 42.317.313.271.051 13.011.107.033.580 30,7%
2.1 Belanja Pegawai 15.688.941.935.982 5.533.050.559.337 35,3% 17.256.997.586.619 6.418.278.937.637 37,2%
2.2 Belanja Barang & Jasa 6.085.011.249.484 1.369.550.264.616 22,5% 7.391.762.561.202 1.655.431.460.065 22,4%
2.3 Belanja Modal 6.599.423.431.944 840.440.053.945 12,7% 7.823.243.764.454 1.241.495.295.557 15,9%
2.4 Belanja Bansos dan Hibah 3.880.669.374.973 1.474.448.504.205 38,0% 9.053.254.096.851 1.963.715.718.932 21,7%
2.5 Transfer 2.524.212.261.465 708.716.431.476 28,1% 731.779.692.015 189.071.621.413 25,8%
2.6 Belanja Lainnya 64.601.441.376 15.803.289.827 60.275.569.911 1.543.113.999.976
Surplus/Defisit (963.710.805.697) 6.752.491.681.221 -701% (2.562.472.528.422) 6.218.925.610.200 -242,7%
APBD PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA
UTARA
2015 2016
REALISASI TW II REALISASI TW II
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
29
menjadi Rp1.251 miliar atau 258,1% dari target.
Komponen pendapatan transfer meningkat dari
Rp13.072 miliar (51,1%) menjadi Rp15.091 miliar
(46,7%), sementara PAD10 terealisasi lebih rendah
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan strukturnya, realisasi APBD pemerintah
daerah Sumatera Utara pada triwulan II 2016 masih
didominasi oleh Dana Perimbangan/Transfer yang
mencapai 78%, diikuti oleh PAD sebesar 15% dan Lain-
lain Pendapatan yang Sah sebesar 1%. Hal ini
menunjukkan rasio derajat otonomi fiskal Provinsi
Sumatera Utara masih rendah, dibandingkan daerah
di Pulau Jawa yang pangsa PAD-nya umumnya di atas
50%.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai
41,5% dari pagu, atau Rp2.886 miliar dari target
Rp6.962 miliar. Realisasi ini menurun jika
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang sebesar Rp3.121 miliar (46,5%). Pajak daerah
masih menjadi andalan sumber pendapatan yang
terealisasi Rp2.080 miliar (40,5% dari pagu), menurun
dibandingkan penerimaan triwulan II 2015 yang
mencapai Rp2.159 miliar (42,6%). Retribusi daerah
juga menurun dari 39,3% menjadi 26,4% dengan nilai
nominal sebesar Rp136 miliar. Satu-satunya
komponen PAD yang meningkat adalah komponen
Lain-lain PAD yang sah yang meningkat tajam dari
38,6% menjadi 65,9% dari pagu dengan nominal
sebesar Rp110,9 miliar. Belum optimalnya capaian
PAD diperkirakan merupakan dampak dari masih
terbatasnya perbaikan daya beli masyarakat seiring
dengan koreksi harga komoditas yang masih terbatas
di tengah melambatnya industri pengolahan.
Realisasi pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat
meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan II 2016, pendapatan
transfer tercatat terealisasi sebesar Rp15.091 miliar
(46,7% dari pagu). Peningkatan realisasi bersumber
dari kenaikan dana bagi hasil (DBH) yang terealisasi
senilai Rp1.699 miliar atau 64,2% dari pagu,
meningkat dari triwulan II 2015 yang sebesar Rp589
miliar (37,2% dari pagu). Dana alokasi umum (DAU)
sedikit menurun, yaitu Rp9.248 miliar (49,3%)
Pajak provinsi umumnya adalah pajak yang berkaitan
dengan kegiatan konsumsi rumah tangga, seperti Pajak
dibandingkan triwulan II 2015 yang mencapai Rp9.329
miliar (55%). Sementara itu, Dana alokasi khusus
(DAK) dan Dana penyesuaian dan otonomi khusus
secara nominal meningkat tajam, masing-masing
mencapai Rp1.535 miliar dan Rp2.608 miliar.
Peningkatan yang cukup signifikan secara nominal
tersebut diperkirakan merupakan realisasi dana
operasional sekolah untuk pelaksanaan Ujian Nasional
tingkat SD, SMP, dan SMU yang berlangsung pada
bulan April dan Mei 2016 dan realisasi dana desa.
Dari sisi belanja, hingga triwulan II 2016 Pemerintah
Daerah Sumatera Utara telah merealisasikan
anggaran belanja sebesar Rp13.011 miliar atau 30,7%
dari total anggaran. Realisasi ini lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2015 yang tercatat hanya
sebesar 28,5% dari total anggaran. Belanja Pemda
Sumut masih didominasi oleh belanja pegawai sebesar
Rp6.418 miliar (37,2% dari pagu) diikuti belanja
bansos dan hibah sebesar Rp1.963 miliar (21,7% dari
pagu), belanja barang dan jasa sebesar Rp1.655 miliar
(22,4% dari pagu), dan belanja modal sebesar Rp1.241
miliar (15,9% dari pagu).
Perbaikan realisasi belanja Pemda Sumatera Utara
didorong oleh realisasi belanja modal yang pada
triwulan I 2016 masih terealisasi sangat rendah.
Setelah terkendala oleh revisi Rencana Anggaran
Biaya (RAB) pengadaan karena adanya penurunan
harga BBM, pengadaan proses pelelangan proyek-
proyek pembangunan maupun peningkatan jalan
dan jembatan telah dimulai pada bulan Mei 2016.
Penandatanganan kontrak sebagian telah terlaksana
pada bulan Juli 2016. Dari 741 rencana paket
pengadaan aktivitas strategis yang menggunakan
APBD Pemprov Sumut dengan total nilai sebesar
Rp1,53 triliun pada tahun 2016, hingga triwulan II
2016 telah diproses pengadaannya sebanyak 59,51%
(441 paket). Dari jumlah tersebut, 21,86% (162 paket)
Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
30
telah memasuki tahap pelaksanaan dan 2,56% (19
paket) telah selesai.
Secara spasial, Kabupaten Batubara merupakan
wilayah dengan realisasi belanja terbesar mencapai
45,9% dari pagu (Rp535 miliar), diikuti oleh Kabupaten
Langkat 43,5% (Rp794 miliar), Kota Binjai 42,5%
(Rp434 miliar), Kota Gunung Sitoli 41,3% (Rp317
miliar) dan Pemprov Sumatera Utara 39,8% (Rp3.959
miliar).
Sementara itu, Kabupaten Deli Serdang membukukan
realisasi anggaran belanja terendah, hanya mencapai
10,4% dari total anggaran. Rendahnya pencapaian
tersebut juga karena masih rendahnya realisasi untuk
belanja modal yang baru mencapai 11% dari pagunya.
Proses pengadaan lelang aktivitas strategis juga baru
dilakukan sebanyak 27,2% dari rencana. Pada tahun
2016 pemerintah Kabupaten Deli Serdang telah
merencanakan 1.281 paket aktivitas strategis
pengadaan konstruksi maupun konsultansi senilai
Rp726,29 miliar, sehingga ke depan diharapkan dapat
mendorong pencapaian belanja modal yang optimal.
Dengan perkembangan tersebut, realisasi anggaran
belanja diperkirakan baru terakselerasi di triwulan III
2016 dan mencapai puncaknya di akhir tahun.
Secara strukturnya, realisasi belanja Pemda Sumatera
Utara masih didominasi oleh belanja pegawai, namun
porsinya menurun dari 55,7% menjadi 49,3%
dibandingkan triwulan II 2015. Realisasi belanja modal
menunjukkan peningkatan dari 8,5% menjadi 9,5%,
seiring dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah
dan investasi yang lebih tinggi pada PDRB Sumatera
Utara.
Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara terus
berupaya untuk mempercepat proses pengadaan
belanja modal serta barang dan jasa yang akuntabel
dan transparan, antara lain dengan menerapkan e-
procurement melalui satu pintu. Ke depan, realisasi
belanja modal perlu senantiasa dicermati agar lebih
optimal, karena belanja modal yang efektif dapat
memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara yang lebih tinggi.
2.3 Realisasi APBN di Sumatera
Utara triwulan II 2016
Seiring dengan terus diupayakannya pembangunan
proyek-proyek infrastruktur strategis di Sumatera
Utara, realisasi belanja APBN di Sumatera Utara pada
triwulan II 2016 juga lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2015 (Tabel 2.3). Belanja APBN terealisasi
sebesar 35,3%11, sedangkan realisasi pada triwulan II
2015 hanya sebesar 22,2%. Berdasarkan jenisnya,
belanja pegawai yang merupakan belanja rutin
mencatat realisasi terbesar yaitu 51,8%12.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
peningkatan terbesar terjadi pada belanja modal yang
pada triwulan ini terealisasi 21,1%, lebih tinggi dari
triwulan II 2015 yang terealisasi 6,5%. Meningkatnya
realisasi belanja modal sejalan dengan peningkatan
pembangunan infrastruktur seperti jalan nasional,
jalan tol, fly over / underpass / terowongan, jalan
akses menuju pelabuhan Belawan dan Kuala Tanjung,
dan sistem kelistrikan bandara. Meningkatnya kinerja
realisasi belanja modal tercermin dari tingginya
pertumbuhan investasi (PMTB) pada struktur PDRB
Sumatera Utara. Investasi Sumatera Utara pada
triwulan II 2016 tumbuh 5,0% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,1%, yoy).
Jika dilihat dari fungsinya, realisasi belanja APBN
terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan keamanan
(54,1% dari pagunya) dan fungsi pertahanan (46,7%
dari pagunya), yang merupakan pengeluaran rutin
untuk menjaga keamanan dan ketertiban di
masyarakat. Namun secara nominal realisasi terbesar
terjadi pada sektor ekonomi senilai Rp1.629 miliar
(23,8% dari pagunya). Bentuk penyaluran belanja
fungsi ekonomi antara lain berupa pembangunan
jalan, irigasi, dan jaringan untuk mendukung program
peningkatan kualitas pengkarantinaan pertanian dan
pengawasan keamanan hayati, diversifikasi, dan
ketahanan pangan masyarakat.
Analisis yang digunakan adalah persentase realisasi
anggaran terhadap total anggaran belanja APBN
Analisis per jenis belanja maupun fungsi menggunakan
persentase realisasi dari anggaran masing-masing per jenis
belanja maupun fungsi, bukan dari total belanja APBN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
31
Tabel 2.2 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara
Nominal % Pagu Nominal % Pagu
BERDASARKAN JENIS BELANJA
1 Belanja Pegawai 7.113 2.873 40,4% 7.088 3.675 51,8%
2 Belanja Barang 5.894 1.117 19,0% 6.216 1.866 30,0%
3 Belanja Modal 7.173 464 6,5% 5.786 1.218 21,1%
4 Belanja Bantuan Sosial 774 197 25,5% 65 9 13,5%
BERDASARKAN FUNGSI
1. Agama 260 61 23,5% 348 144 41,3%
2. Ekonomi 7.760 813 10,5% 6.858 1.629 23,8%
3. Kesehatan 850 229 27,0% 1.242 380 30,6%
4. Ketertiban dan Keamanan 1.469 538 36,6% 2.708 1.465 54,1%
5. Lingkungan Hidup 373 42 11,1% 364 96 26,4%
6. Pariwisata dan Budaya 50 4 8,8% 4 1 31,8%
7. Pelayanan Umum 3.650 1.152 31,6% 1.080 482 44,6%
8. Pendidikan 3.944 937 23,8% 3.691 1.424 38,6%
9. Perlindungan Sosial 73 8 10,6% 50 9 18,3%
10. Pertahanan 2.029 814 40,1% 2.191 1.024 46,7%
11. Perumahan dan Fasilitas Umum 496 53 10,7% 618 114 18,5%
TOTAL 20.953 4.651 22,2% 19.155 6.768 35,3%
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara
Realisasi Tw II
Miliar Rp
No Uraian
2015 2016
AnggaranRealisasi Tw II
Anggaran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
33
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI
DAERAH
Perbaikan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 juga didukung oleh capaian inflasi
yang terkendali menuju sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan II 2016
tercatat 4,3% (yoy), lebih rendah dari realisasi triwulan lalu yang mencapai 7,2% (yoy). Realisasi
inflasi ini di atas inflasi nasional pada triwulan II 2016 yang mencapai 3,5% (yoy), maupun inflasi
kawasan Sumatera yang mencapai 3,7% (yoy). Lebih tingginya inflasi di Sumatera Utara disebabkan
oleh adanya shock pasokan tanaman pangan terkait produktivitas tanaman pangan yang menurun
serta permintaan masyarakat yang meningkat menyambut Ramadhan dan Idul Fitri. Memasuki
triwulan III 2016, tekanan inflasi Sumatera Utara kembali mereda. Inflasi Provinsi Sumatera Utara
pada bulan Juli 2016 tercatat 0,2% (mtm) atau 2,2% (ytd). Rendahnya capaian inflasi tahun kalender
per Juli 2016 kian menguatkan optimisme akan terjangkarnya tekanan inflasi pada triwulan III 2016
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. Masih kuatnya permintaan masyarakat
akan barang dan jasa ditengah daya beli yang relatif terjaga diperkirakan akan menjadi pendorong
utama tekanan inflasi pada triwulan III 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
3.1 Kondisi Umum
Perbaikan perekonomian
Sumatera Utara pada triwulan II
2016 juga didukung oleh capaian
inflasi yang terkendali menuju
sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi Sumatera Utara
pada triwulan II 2016 tercatat 4,3% (yoy), lebih rendah
dari realisasi triwulan lalu yang mencapai 7,2% (yoy).
Realisasi inflasi ini di atas inflasi nasional pada triwulan
II 2016 yang mencapai 3,5% (yoy), maupun inflasi
kawasan Sumatera yang mencapai 3,71% (yoy).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2016
terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi
pada kelompok Volatile Foods dan Administered
Prices. Sementara tekanan kelompok inflasi inti relatif
meningkat sejalan dengan indikasi membaiknya
permintaan. Komitmen TPID se-Provinsi Sumatera
Utara dalam mendukung capaian inflasi yang rendah
dan stabil diejawantahkan dalam masifnya realisasi
program-program pengendalian inflasi sesuai dengan
roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun.
Secara umum, seluruh kota SBH di Provinsi Sumatera
Utara mengalami penurunan tekanan inflasi yang
cukup dalam pada triwulan II 2016. Kota dengan
penurunan tekanan inflasi terdalam adalah kota
Sibolga, dari 7,9% (yoy) menjadi 2,8% (yoy). Seluruh
kota mencatatkan inflasi pada kisaran sasaran yang
telah ditetapkan, yaitu 4±1%.
Namun demikian, disparitas inflasi antara satu kota
dan kota lain di Sumatera Utara yang disurvei oleh BPS
yang masih tinggi tetap perlu mendapatkan perhatian.
Kota SBH di Sumatera Utara dengan realisasi inflasi
tertinggi adalah Kota Medan yang mencapai 4,5%
(yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi
inflasi kota Padang Sidimpuan yang hanya mencapai
2,7% (yoy). Dari 4 kota SBH, hanya Kota Medan dan
Pematangsiantar yang mencatatkan
angka realisasi yang lebih tinggi dari
capaian nasional.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Inflasi Triwulan II 2016 di seluruh Provinsi se-Sumatera
Dalam kurun waktu 3 bulan, Sumatera Utara turun
dari posisi inflasi tahunan tertinggi kedua se-
kawasan Sumatera. Pada triwulan II 2016, Sumatera
Utara tercatat sebagai provinsi dengan inflasi tahunan
tertinggi ke-4 sekawasan Sumatera. Realisasi inflasi ini
lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Bangka
Belitung, Provinsi Bengkulu, dan Provinsi Sumatera
Selatan. Penurunan tekanan inflasi ini ditopang oleh
adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan
harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seiring
dengan perkembangan harga minyak dunia yang
masih relatif rendah. Selain itu, program-program
yang dirumuskan oleh TPID se-Provinsi Sumatera
Utara terutama dalam menghadapi puncak
permintaan menyambut hari besar keagamaan
nasional (HBKN) terbukti efektif dalam menekan
lonjakan inflasi.
INFLASI BULANAN (% mtm) APRIL 2016 MEI 2016 JUNI 2016
-1,2% 0,4% 0,8%
Secara bulanan, perkembangan inflasi Sumatera Utara
triwulan II 2016 diwarnai dengan volatilitas yang
cukup tinggi. Pada bulan April 2016 inflasi Sumatera
Utara tercatat -1,2% (mtm). Deflasi yang cukup dalam
pada periode ini disebabkan oleh membaiknya kondisi
pasokan setelah terjadinya kelangkaan pada triwulan
lalu. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah untuk
melakukan penyesuaian harga komoditas yang diatur
pemerintah juga mendorong adanya deflasi pada
periode ini. Lebih lanjut, realisasi ini jauh lebih rendah
dari pola historisnya dalam 5 tahun terakhir.
4.0
4.5
4.3
4.3
5.9
5.9
8.4
8.4
7.3
6.7
4.5
8.4
6.4
7.3
6.8
3.4
4.5
3.5
3.2
3.9
5.5
2.93.9
5.86.6
9.410.2
7.7
6.2
4.4
8.2
6.1
7.86.6
3.2
7.2
4.33.7
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Juli
2012 2013 2014 2015 2016
(% yoy)
NasionalSumut
6.2 5.5 4.4 4.3 3.8 3.4 3.2 3.2 2.3 1.90.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
Bab
el
Ben
gku
lu
Sum
sel
Sum
ut
Kep
ri
Jam
bi
Sum
bar
Lam
pu
ng
Ace
h
Ria
u
%, yoyInflasi Juni (yoy) Nasional
Tw-I 2016 Tw-II 2016
7,2 4,3
Sumut
Tw-I 2016 Tw-II 2016
4,5 3,5
Nasional
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
35
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
sepanjang Triwulan II 2016 di Sumatera Utara
Sumber: BPS, diolah
Menjelang bulan puasa, tekanan inflasi Mei 2016
meningkat hingga 0,4% (mtm). Peningkatan tekanan
inflasi terutama terjadi pada kelompok Volatile Foods
dan inflasi inti. Kenaikan harga di tingkat agen untuk
komoditas daging ayam ras yang umumnya terjadi
menjelang bulan Ramadhan mendorong tingginya
realisasi inflasi pada bulan ini. Kembali erupsinya
Gunung Sinabung juga turut menghambat produksi
dan produktivitas tanaman hortikultura sehingga
pasokannya di pasaran relatif terganggu. Adanya
dampak lanjutan penyesuaian harga BBM pada
periode April lalu menahan peningkatan tekanan
inflasi pada bulan Mei 2016.
Seiring dengan meningkatnya permintaan pada bulan
Ramadhan, tekanan inflasi Sumatera Utara bulan Juni
2016 mencapai 0,8% (mtm). Peningkatan permintaan
menjelang HBKN yang diiringi dengan kenaikan daya
beli berkontribusi pada kenaikan tekanan inflasi di
periode laporan. Peningkatan tekanan inflasi
terutama didorong oleh kenaikan tekanan inflasi gula
pasir. Naiknya gula pasir secara signifikan ditengah
kondusifnya aktivitas panen tebu maupun
penggilingan di sentra produksi tebu mencerminkan
tingginya permintaan masyarakat akan gula pasir pada
bulan Ramadhan.
Namun demikian, tekanan inflasi terkait pola musiman
puasa tersebut relatif lebih rendah disbanding pola
historisnya. Kondisi ini juga tercermin pada inflasi Juli
2016.
Memasuki triwulan III 2016, tekanan inflasi Sumatera
Utara kembali mereda. Inflasi Provinsi Sumatera Utara
pada bulan Juli 2016 tercatat 0,2% (mtm).
Berakhirnya periode puncak permintaan pada bulan
Juni lalu yang disertai dengan intensifnya program
kerja TPID dalam menangkal kenaikan harga,
menahan peningkatan tekanan inflasi pada bulan Juli.
Lebih jauh, inflasi pada Juli 2016 merupakan realisasi
inflasi bulan Juli terendah dalam 14 tahun terakhir.
Dengan demikian, inflasi tahun kalender hingga bulan
Juli 2016 baru mencapai 2,2% (ytd). Merosotnya
tekanan inflasi pada bulan Juli 2016 ini menggiring
Sumatera Utara untuk turun dari posisi realisasi inflasi
tahun kalender tertinggi di kawasan Sumatera.
Rendahnya capaian inflasi tahun kalender per Juli
2016 kian menguatkan optimisme akan terjangkarnya
tekanan inflasi pada triwulan III 2016 sesuai dengan
sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. Masih
kuatnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa
ditengah daya beli yang relatif terjaga diperkirakan
akan menjadi pendorong utama tekanan inflasi pada
triwulan III 2016.
Sumber: BPS, diolah Grafik 3.3 Inflasi Kumulatif Juli 2016 di seluruh Provinsi se-
Sumatera
3.2 Perkembangan Inflasi Non
Fundamental
Penurunan tekanan inflasi Sumatera Utara pada
triwulan II 2016 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
yang bersifat non fundamental. Tekanan inflasi
berasal dari faktor non fundamental yang bersifat
sementara menunjukkan penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya, baik inflasi Volatile Food
maupun Administered Prices.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Sumut
No. Komoditas (%, yoy)Kontribusi
(%, yoy)No. Komoditas (%, yoy)
Kontribusi
(%, yoy)
1 Bawang Merah 33.09 0.28 1 Cabai Merah 125.44 1.00
2 Angkutan Udara 12.82 0.10 2 Bensin -12.20 -0.57
3 Jeruk 9.42 0.04 3 Daging Ayam Ras 1.58 0.02
No. Komoditas (%, yoy)Kontribusi
(%, yoy)No. Komoditas (%, yoy)
Kontribusi
(%, yoy)
1 Daging Ayam Ras 4.35 0.05 1 Tomat Buah 2.25 0.02
2 Gula Pasir 17.26 0.15 2 Bensin -13.03 -0.60
3 Cabai Merah 22.38 0.32 3 Kembung/Gembung/Banyar/Gembolo/Aso-Aso-5.93 -0.04
No. Komoditas (%, yoy)Kontribusi
(%, yoy)No. Komoditas (%, yoy)
Kontribusi
(%, yoy)
1 Gula Pasir 24.09 0.21 1 Bawang Merah 7.86 0.09
2 Daging Ayam Ras 7.84 0.09 2 Tomat Buah -27.65 0.11
3 Wortel 35.28 0.04 3 Sawi Hijau 24.17 -0.01
Jun-16
Mei-16
Apr-16
4.0 3.6 2.4 2.2 2.2 1.7 1.5 1.0 0.9
1.8
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
Bab
el
Ben
gku
lu
Sum
sel
Kep
ri
Sum
ut
Sum
bar
Ace
h
Ria
u
Lam
pu
ng
Inflasi Juli (ytd) Nasional (ytd)
-5
0
5
10
15
20
123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456
2011 2012 2013 2014 2015 2016
% (yoy)Inflasi IHK
Core
Volatile Foods
Administered Prices
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
36
Inflasi Administered Prices pada triwulan II 2016
tercatat 1,3% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
dengan realisasi triwulan lalu yang mencapai 4,3%
(yoy). Hal ini terutama didorong oleh normalisasi
harga minyak dunia yang masih rendah. Terkait
dengan hal tersebut, pada bulan April 2016 lalu,
pemerintah memutuskan untuk kembali melakukan
penyesuaian/penurunan harga BBM dan tarif listrik.
Harga BBM bersubsidi baik untuk premium maupun
solar diturunkan masing-masing sebesar Rp500,-/liter.
Begitu juga dengan BBM non subsidi seperti pertamax
plus, pertamina DEX dan pertalite yang turun sebesar
Rp200,-/liter. Penurunan harga BBM non subsidi
masih terus berlanjut untuk beberapa periode
setelahnya seiring dengan masih rendahnya harga
minyak dunia. Adanya penurunan BBM ini mendorong
adanya penurunan tarif angkutan dalam dan antar
kota dengan penurunan masing-masing sebesar 1%
dan 4,7%. Dengan demikian, tekanan inflasi kelompok
Administered Prices semakin rendah.
Masih rendahnya harga minyak dunia juga turut
menyebabkan adanya penurunan tarif listrik baik
untuk golongan rumah tangga maupun industri.
Penurunan tarif listrik tercatat terjadi pada bulan April
dan Mei 2016. Hal tersebut turut berkontribusi pada
rendahnya realisasi inflasi kelompok Administered
Prices pada triwulan II 2016.
Memasuki triwulan III (bulan Juli) 2016, kelompok
Administered Prices mengalami peningkatan tekanan
inflasi dari 1,3% (yoy) menjadi 1,5% yoy). Budaya
mudik untuk memeriahkan hari raya Idul Fitri
mendorong meningkatnya permintaan masyarakat
akan angkutan udara. Tarif angkutan udara meningkat
sebesar 27,6% (yoy). Kenaikan tarif listrik pada
beberapa golongan rumah tangga dan industri juga
turut menambah tekanan inflasi pada kelompok ini.
Dengan mencermati realisasi inflasi Juli 2016 dan
risiko yang masih relatif moderat, tekanan inflasi
kelompok Administered Prices pada triwulan III 2016
diperkirakan relatif minimal. Keyakinan tersebut
semakin diperkuat dengan kembali menurunnya
harga minyak dunia serta adanya kebijakan
penurunan tarif listrik untuk beberapa tarif rumah
tangga dan industri per 1 Agustus 2016. Kembali
normalnya tarif angkutan udara pasca Lebaran
diperkirakan turut menjadi faktor penahan inflasi
administered prices.
Tekanan inflasi kelompok Volatile Foods justru turun
tajam ditengah menurunnya produksi tanaman
pangan serta pola konsumsi masyarakat yang
memasuki periode puncaknya. Inflasi kelompok
Volatile Foods pada triwulan II 2016 tercatat sebesar
5,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
realisasi triwulan I 2016 yang tercatat 13,7% (yoy).
Terdapat beberapa komoditas yang mengalami
penurunan yang sangat signifikan sehingga
mengakomodasi penurunan tekanan inflasi pada
kelompok Volatile Foods. Harga cabai merah yang
kembali normal setelah melonjak tajam pada triwulan
lalu mendorong rendahnya tekanan inflasi Volatile
Foods pada triwulan ini. Pasokan cabai merah yang
sempat menipis pada triwulan lalu terkait gangguan
produksi sudah mulai memadai seiring dengan
masifnya program operasi pasar pemerintah serta
pelaksanaan panen susulan di beberapa sentra
produksi.
Selain itu, terkendalinya harga di kelompok ikan-
ikanan juga mengakomodasi penurunan tekanan
inflasi kelompok Volatile Foods. Pasokan ikan segar
yang menjadi preferensi konsumsi masyarakat
Sumatera Utara relatif memadai pasca kembali
melautnya nelayan pada periode ini.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.5 Dinamika Inflasi Volatile Foods Sumut
INFLASI
year on year (%, YoY)
-
-
INFLASI
year on year (%, YoY)
-
-
3.9
11.4
3.4
14.8
13.6
3.8
10.3
0.91.4
7.8
-0.8
1.7
9.810.1
12.813.4
5.04.05.1
7.5
3.8
8.1
4.64.5
13.7
5.6
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
Penurunan tekanan inflasi kelompok Volatile Foods
yang terjadi pada triwulan II 2016 ini diluar pola
historisnya. Triwulan I 2016 yang biasanya merupakan
puncak panen raya tanaman pangan relatif memiliki
realisasi inflasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan II. Terlebih lagi, produksi tanaman
pangan triwulan II 2016 yang pada dasarnya
terkontraksi antara -16% (yoy) hingga -29% (yoy) (baca
Bab 1 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha/Kategori Pertanian) ditambah dengan
berlangsungnya bulan Ramadhan seyogyanya
mendorong meroketnya tekanan inflasi pada triwulan
ini. Kembali terjadinya erupsi Gunung Sinabung
sebagai daerah produsen tanaman hortikultura juga
mengancam perkembangan inflasi Volatile Foods.
Namun, hal tersebut dapat diantisipasi dengan baik
oleh TPID se-Provinsi Sumatera Utara melalui
program-program yang dirumuskan khusus untuk
menyambut Ramadhan dan Idul Fitri, terutama
dengan adanya pasar murah.
Intensifnya program TPID Sumatera Utara mendorong
terjaganya pasokan pangan untuk menghadapi
lonjakan permintaan selama bulan Ramadhan.
Siapnya TPID Provinsi Sumatera Utara dalam
menangkal puncak permintaan yang biasanya terjadi
setiap bulan Ramadhan tercermin dari tingginya
tingkat persediaan beras BULOG pada triwulan II 2016
yang melonjak tajam dari 0,6% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 49,4% (yoy).
Data triwulan III 2016 ada data stok pada bulan Juli 2016
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.6 Stok Beras BULOG
Berdasarkan perkembangan inflasi bulan Juli 2016,
tekanan inflasi kelompok Volatile Foods kembali
mereda dari 5,6% (yoy) menjadi 2,7% (yoy). Program
taktis TPID se-Provinsi Sumatera Utara dalam
menangkis lonjakan tekanan inflasi yang biasanya
terjadi pada periode Ramadhan-Lebaran kembali
menunjukkan efektivitasnya dalam mengendalikan
inflasi. Masifnya operasi pasar sebagai program kerja
TPID dapat disimpulkan sukses menahan meroketnya
harga kebutuhan pokok masyarakat selama bulan Juli
2016. Adanya kerja sama dengan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Tengah dalam memenuhi pasokan
bawang merah selama periode Ramadhan-Idul Fitri
juga sukses menurunkan harga bawang merah.
Meskipun realisasi inflasi pada bulan Juli sangat
rendah, pengelolaan risiko tekanan inflasi Volatile
Foods pada periode mendatang diperkirakan masih
menjadi tantangan. Pasokan pangan yang menipis
ditengah belum optimalnya produksi dan
produktivitas tanaman pangan sepanjang triwulan III
2016 dapat meningkatkan risiko kenaikan inflasi pada
kelompok ini.
3.3 Perkembangan Inflasi
Fundamental
Perbaikan daya beli masyarakat mendorong
kenaikan inflasi inti dari 5,2% (yoy) menjadi 5,7%
(yoy). Daya beli masyarakat yang meningkat tidak
terlepas dari perbaikan harga komoditas perkebunan
yang terjadi pada triwulan II 2016. Ekspektasi inflasi
yang melambung juga turut mendorong tekanan
inflasi inti. Ekspektasi inflasi tercatat sedikit meningkat
baik pada level pedagang maupun level konsumen.
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi
Komoditas yang berkontribusi pada naiknya tekanan
inflasi inti diantaranya adalah gula pasir, sewa rumah
dan emas perhiasan. Naiknya harga gula pasir secara
signifikan ditengah kondusifnya aktivitas panen tebu
48
1
04
6
6
42
3
4
18
1
7
13
3
5
26
2
2
31
5
0
24
2
2
30
2
8
16
3
1
17
2
9
24
2
3
0.6%
49.4%
-26.9%
-100.0%
-50.0%
0.0%
50.0%
100.0%
150.0%
200.0%
-
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyjuta ton
Volume Growth
INFLASI
year on year (%, YoY)
-
-
90.0
110.0
130.0
150.0
170.0
190.0
210.0
III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
SK (Perub Hrg 3 bln yad) SK (Perub Hrg 6 bln yad)
SPE (Perub Hrg 3 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
maupun penggilingan di sentra produksi tebu
mencerminkan tingginya permintaan masyarakat
akan gula pasir pada bulan Ramadhan. Gula pasir pada
bulan Juni 2016 naik hingga 24,1% (yoy).
Harga properti yang terus meningkat ditengah
kebutuhan akan hunian yang masih tinggi mendorong
adanya kenaikan tekanan inflasi dari komoditas sewa
rumah pada triwulan II 2016 sebesar 5,5% (yoy).
Kenaikan harga properti ini didorong oleh kenaikan
upah buruh bangunan terkait kenaikan UMP, serta
kenaikan harga lahan terkait semakin terbatasnya
lahan pemukiman di area perkotaan. Berdasarkan
hasil Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia,
harga properti pada triwulan II 2016 meningkat dari
7,2% (yoy) menjadi 7,4% (yoy). Peningkatan harga
properti terutama terjadi untuk properti kelas kecil
dan menengah, sementara properti klasifikasi besar
justru tercatat melambat.
Grafik 3.8 Survei Harga Properti Residensial
Masih disebabkan oleh adanya persiapan masyarakat
dalam menyambut hari raya Idul Fitri yang identik
dengan penampilan baru, permintaan akan emas
perhiasan meningkat 8,4% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mencapai 3,1% (yoy). Selain itu, adanya lonjakan
harga emas internasional pasca Brexit juga turut
berpengaruh terhadap kenaikan harga emas
domestik.
Penguatan nilai tukar yang terus terjadi pada triwulan
II 2016 mampu menahan peningkatan tekanan inflasi
inti. Nilai tukar pada triwulan II 2016 tercatat
Rp13.332/USD, menguat dibandingkan dengan nilai
tukar pada periode lalu yang tercatat Rp13.533/USD.
Grafik 3.9 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Memasuki triwulan III 2016, tekanan inflasi inti
kembali meningkat hingga 5,8% (yoy). Meningkatnya
tekanan inflasi inti terutama didorong oleh komoditas
gula pasir dan emas perhiasan. Kultur masyarakat
pada bulan Ramadhan hingga Idul Fitri untuk
mengkonsumsi minuman dan makanan sarat gula
dalam jumlah yang banyak meningkatkan permintaan
sehingga harga tetap meningkat meski periode panen
dan giling tebu tengah berlangsung di beberapa sentra
produksi. Sementara itu kenaikan harga emas
internasional berkontribusi besar dalam kenaikan
harga emas perhiasan. Meskipun harga masih relatif
tinggi, semaraknya perayaan hari raya Idul Fitri turut
mendorong permintaan masyarakat terhadap emas
perhiasan.
Dengan mencermati realisasi inflasi pada bulan Juli
tersebut, tekanan inflasi inti pada triwulan III 2016
diperkirakan kembali terkendali. Beberapa indikator
pendukung juga mengindikasikan risiko tekanan inflasi
yang minimal. Kembali melemahnya nilai tukar, harga
komoditas perkebunan yang kembali merosot serta
kenaikan ekspektasi inflasi di tingkat konsumen yang
tidak disertai dengan kenaikan ekspektasi inflasi di
level pedagang semakin memantapkan keyakinan
akan kembali terkendalinya realisasi inflasi inti pada
triwulan III 2016.
195.
0
199.
9
204.
1
205.
3
205.
9
206.
5
211.
4
212.
2
213.
9
216.
0
217.
2
224.
2
229.
3
232.
11
13.3%
16.3%16.0%
11.4%
5.6%
3.3% 3.6% 3.4%3.9%
4.6%
2.8%
5.7%
7.2% 7.4%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
18.0%
170.0
180.0
190.0
200.0
210.0
220.0
230.0
240.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
SHPR Growth
8,9
04
8,5
90
8,6
10
9,0
00
9,1
00
9,3
06
9,5
08
9,6
24
9,6
94
9,7
89
10
,66
4
11
,68
9
11
,84
7
11
,61
8
11
,76
2
12
,24
7
12
,79
9
13
,13
4
13
,63
9
13
,57
8
13
,53
3
13
,33
2 -3.9%
-5.8%
-4.3%
0.9%
2.2%
8.3%
10.4%
6.9%
6.5%
5.2%
12.2%
21.5%
22.2%
18.7%
10.3%
4.8%
8.0%
13.0%
16.0%
10.9%
3.0%
-2.3%
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyUSD/Rp
RptoUS Growth
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
3.4 Inflasi Menurut Kelompok
Barang dan Jasa
Grafik 3.10 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara
Dinamika inflasi Sumatera Utara dipengaruhi oleh
kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar, serta kelompok transpor, komunikasi
dan jasa keuangan. Keempat kelompok tersebut
memiliki bobot 83% terhadap pembentukan inflasi di
Sumatera Utara.
Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2016
terjadi di seluruh kelompok komoditas, kecuali
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau serta kelompok pendidikan, rekreasi dan
olah raga. Kelompok komoditas dengan andil inflasi
tertinggi pada triwulan II 2016 adalah kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan
andil sebesar 1,8% (yoy), disusul oleh kelompok bahan
makanan dengan andil sebesar 1,3% (yoy) dan
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga dengan
andil sebesar 0,5% (yoy).
Tabel 3.2 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
3.4.1 Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan merupakan kelompok
dengan penurunan tekanan inflasi terdalam pada
triwulan II 2016, yaitu dari 14,8% (yoy) menjadi 5,4%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi yang sangat tajam ini
terutama terjadi pada pada kelompok bumbu-
bumbuan yang merosot secara signifikan dari 101,2%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 8,8% (yoy). Lebih
spesifik, penurunan tekanan inflasi terutama terjadi
untuk komoditas cabai merah dan bawang merah.
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: BPS, diolah
Pasokan cabai merah pada triwulan II 2016 ditengarai
membaik meski periode puncak panen raya telah
terlalui dan permintaan masyarakat yang meningkat
dalam menyemarakkan bulan Ramadhan. Adanya
perbaikan pasokan ini terutama terjadi dikarenakan
intensifnya program operasi pasar TPID pasca
langkanya pasokan cabai merah di pasaran akibat
perdagangan antar wilayah serta penurunan
produktivitas pada triwulan lalu.
Adanya kerja sama dengan Pemerintah Daerah Jawa
Tengah dalam meningkatkan pasokan bawang merah
mampu menekan perkembangan harga bawang
merah. Harga bawang merah tercatat turun signifikan
dari 56,7% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,9% (yoy)
pada triwulan II 2016.
Kembali berlangsungnya erupsi Gunung Sinabung
memasuki akhir triwulan II 2016 juga menimbulkan
fluktuasi yang cukup tajam untuk komoditas sayuran.
Selain itu, produksi tanaman hortikultura juga relatif
belum optimal mengingat Gunung Sinabung
merupakan salah satu sentra produksi tanaman
hortikultura. Lebih jauh, data Dinas Pertanian
menunjukkan adanya penurunan produksi cabai
merah sebesar -26% (yoy) pada triwulan II 2016.
24.17
16.23
24.34
6.84
4.04
6.12
18.26
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok&Tembakau
Perumahan, Air, listrik, Gas & BB
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
IV I II Arah Andil (yoy)
Bahan Makanan 4.4 14.8 5.4 1.3
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 6.2 10.8 11.9 1.8
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 4.0 3.0 1.6 0.4
Sandang 4.0 4.8 6.3 0.4
Kesehatan 6.0 4.9 4.7 0.2
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 5.9 6.0 6.5 0.5
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -2.8 1.8 -1.1 -0.2
Umum 3.3 7.2 4.3 4.3
Sumber : BPS, diolah
2016Kelompok
2015
2015
IV I II
BAHAN MAKANAN 4.2 14.8 5.4 1.3
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10.3 7.7 6.3 0.3
Daging dan Hasil-hasilnya 10.7 12.4 9.8 0.2
Ikan Segar 1.5 0.3 -0.9 0.0
Ikan Diawetkan 4.3 2.5 0.6 0.0
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 7.5 7.9 4.6 0.1
Sayur-sayuran 1.5 10.6 15.0 0.3
Kacang-kacangan 3.6 8.3 11.2 0.0
Buah-buahan 7.6 4.9 1.8 0.0
Bumbu-bumbuan -5.3 101.2 8.8 0.3
Lemak dan Minyak -2.3 -2.3 -1.5 0.0
Bahan Makanan Lainnya 4.3 6.5 9.5 0.0
Arah Andil
(yoy)Kelompok
2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Memasuki triwulan III 2016, tekanan inflasi kelompok
bahan makanan pada bulan Juli 2016 kembali merosot
hingga hanya tercatat 2,4% (yoy). Realisasi ini
merupakan realisasi inflasi terendah untuk kelompok
bahan makanan sepanjang tahun 2016. Intensifnya
program TPID dalam menjamin ketersediaan pasokan
dan kelancaran distribusi masih memiliki andil yang
cukup besar dalam rendahnya capaian inflasi
kelompok bahan makanan. Dengan demikian,
diharapkan tekanan inflasi bahan makanan pada
triwulan III 2016 dapat kembali terkendali.
3.4.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau
Tingginya permintaan masyarakat dalam
menyambut Ramadhan mendorong peningkatan
tekanan inflasi kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau. Inflasi kelompok ini meningkat
dari 10,7% (yoy) menjadi 11,9% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi ini terutama didorong oleh
peningkatan inflasi pada komoditas gula pasir. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, bulan Ramadhan
biasanya diwarnai pola konsumsi masyarakat akan
makanan dan minuman sarat gula sehingga
permintaan akan gula pasir tetap meroket meski
aktivitas panen dan giling gula pasir relatif kondusif
(lebih lanjut baca Perkembangan Inflasi
Fundamental).
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Sumber: BPS, diolah
3.4.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar
Tekanan inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas dan Bahan Bakar juga turut mereda, dari 3,0%
(yoy) menjadi 1,6% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
pada kelompok ini terutama didorong oleh komoditas
bahan bakar rumah tangga dan tarif listrik.
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sumber: BPS, diolah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, adanya
kebijakan pemerintah untuk kembali melakukan
penyesuaian tarif listrik baik untuk golongan rumah
tangga maupun Industri pada triwulan II 2016
mendorong rendahnya realisasi inflasi subkelompok
bahan bakar, penerangan dan air. Sementara itu,
penyesuaian harga LPG 12 kg yang dilakukan per 5
Januari 2016 lalu juga turut berkontribusi dalam
capaian inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan
dan air yang rendah. Pada Januari 2016 lalu terdapat
penurunan harga LPG 12 kg dengan kisaran Rp5.800-
Rp5.900/tabung. Dengan demikian, deflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan dan air kian
mendalam dari -0,6% menjadi -3,7% (yoy).
3.4.4 Kelompok Sandang
Antusiasme masyarakat dalam menyambut lebaran
yang identik dengan pakaian baru dan segala upaya
untuk mempercantik diri mendorong peningkatan
tekanan inflasi sandang dari 4,8% (yoy) menjadi 6,3%
(yoy). Inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh
peningkatan inflasi subkelompok sandang wanita,
sandang anak dan subkelompok barang pribadi dan
sandang lain.
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: BPS, diolah
Komoditas penyumbang inflasi utama dalam
kelompok ini diantaranya emas perhiasan, sepatu,
gaun/terusan, dan baju/kaos berkerah. Tingginya
kebutuhan masyarakat untuk berhias selama Lebaran
yang disertai dengan masih tingginya animo
masyarakat untuk menjadikan emas perhiasan
sebagai instrumen investasi dan lonjakan harga emas
internasional mendorong kenaikan tekanan inflasi
emas perhiasan (lebih lanjut baca Perkembangan
Inflasi Fundamental).
2015
IV I II
MAKANAN JADI 6.4 10.7 11.9 1.8
Makanan Jadi 3.2 7.1 7.9 0.7
Minuman yang Tidak Beralkohol 8.9 8.8 12.8 0.3
Tembakau dan Minuman Beralkohol 10.8 18.7 18.6 0.8
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2016
2015
IV I II
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 4.1 3.0 1.6 0.4
Biaya Tempat Tinggal 3.8 4.3 3.5 0.4
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 5.2 -0.6 -3.7 -0.2
Perlengkapan Rumah Tangga 3.5 6.3 8.4 0.1
Penyelenggaraan Rumah Tangga 3.7 3.9 2.3 0.1
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2016
2015
IV I II
SANDANG 4.0 4.8 6.3 0.4
Sandang Laki-Laki 3.9 2.7 2.4 0.0
Sandang Wanita 6.8 10.1 11.0 0.2
Sandang Anak-Anak 3.3 3.5 5.1 0.1
Barang Pribadi dan Sandang Lain 2.1 3.4 7.3 0.1
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
Keinginan masyarakat untuk mempercantik diri
selama lebaran juga mendorong lonjakan permintaan
atas gaun/terusan, baju/kaos berkerah dan sepatu.
Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil liaison kepada
perusahaan ritel yang menyatakan puncak dari
permintaan masyarakat pada umumnya terjadi pada
periode Ramadhan dan Lebaran. Sementara itu,
periode lebaran yang beririsan dengan tahun ajaran
baru juga semakin meningkatkan permintaan
masyarakat akan sepatu.
3.4.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan pada triwulan II 2016
relatif stabil, dari 4,9% (yoy) menjadi 4,7% (yoy).
Stabilnya tekanan inflasi pada kelompok ini
disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi
subkelompok jasa kesehatan, obat-obatan dan jasa
perawatan jasmani sementara subkelompok
perawatan jasmani dan kosmetika justru relatif
menurun.
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: BPS, diolah
Komoditas dengan peningkatan tekanan inflasi
terbesar pada kelompok ini diantaranya adalah tarif
rumah sakit, tarif gunting rambut wanita dan tarif
gunting rambut pria. Kenaikan tarif gunting rambut
rambut wanita dan pria terjadi masih dikarenakan
kebutuhan untuk bersolek dalam menyambut
lebaran. Sementara itu, kenaikan tarif rumah sakit
terjadi seiring dengan kenaikan biaya operasional
terutama bahan habis pakai yang memang mengalami
kenaikan setiap tahunnya.
3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Senada dengan kelompok kesehatan, inflasi
kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga juga
relatif stabil. Inflasi tahunan kelompok ini mencapai
6,5% (yoy). Terjaganya tekanan inflasi kelompok ini
terutama didorong oleh stabilnya seluruh
subkelompok, kecuali subkelompok pendidikan yang
justru mengalami peningkatan.
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
Sumber: BPS, diolah
Komoditas yang mengalami peningkatan tekanan
inflasi terbesar pada kelompok ini diantaranya adalah
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Dimulainya tahun ajaran baru mendorong
peningkatan inflasi pada komoditas ini.
2.3.2 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Kembali disesuaikannya harga BBM menyebabkan
menurunnya tekanan inflasi kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan. Pada triwulan II 2016
inflasi kelompok ini tercatat deflasi -1,1% (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu yang
sebesar 1,8% (yoy).
Masih relatif rendahnya perkembangan harga minyak
dunia mendorong adanya penyesuaian harga BBM.
Pada bulan April 2016, pemerintah melakukan
penyesuaian harga BBM bersubsidi baik harga
premium maupun solar yang mengalami penurunan
harga sebesar Rp500,-/liter. Begitu juga dengan harga
BBM non subsidi seperti pertamax plus, pertamina
DEX dan pertalite yang turun sebesar Rp200,-/liter.
Adanya penurunan harga BBM bersubsidi ini
mendorong adanya penurunan tarif angkutan dalam
kota sebesar 1% serta tarif angkutan antar kota
sebesar 4,7%. Dengan demikian, bensin merupakan
komoditas dengan penurunan tekanan inflasi tertinggi
pada kelompok ini.
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS, diolah
2015
IV I II
KESEHATAN 6.1 4.9 4.7 0.2
Jasa Kesehatan 1.7 0.9 3.1 0.0
Obat-obatan 1.4 2.1 2.8 0.0
Jasa Perawatan Jasmani 8.8 2.4 6.0 0.0
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 10.4 9.4 6.1 0.1
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2016
2015
IV I II
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6.2 6.0 6.5 0.5
Pendidikan 9.3 9.2 10.1 0.4
Kursus-Kursus / Pelatihan 0.6 0.6 0.7 0.0
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 3.9 4.3 4.2 0.0
Rekreasi 2.3 1.6 2.1 0.0
Olahraga 3.3 0.7 0.8 0.0
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2016
2015
IV I II
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN -2.8 1.8 -1.1 -0.2
Transpor -4.5 2.0 -2.0 -0.3
Komunikasi dan Pengiriman 0.1 0.1 0.1 0.0
Sarana dan Penunjang Transpor 7.9 3.5 3.8 0.1
Jasa Keuangan 0.0 1.5 1.6 0.0
Kelompok Arah Andil
(yoy)
2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
42
3.5 Perbandingan Inflasi Antar
Provinsi/Kota di Sumatera
Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera
pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,7% (yoy), di
atas laju inflasi nasional sebesar 3,5% (yoy). Inflasi
Sumatera pada triwulan II menurun tajam bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (5,7%;
yoy).
Seluruh kota di kawasan Sumatera relatif menurun
tekanan inflasinya pada triwulan II 2016, kecuali
Provinsi Bangka Belitung. Tekanan inflasi Provinsi
Bangka Belitung justru relatif meningkat dari 5,5%
(yoy) menjadi 6,2% (yoy). Realisasi ini jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan inflasi nasional. Lebih lanjut,
pada bulan Juli 2016 Provinsi Bangka Belitung
merupakan provinsi dengan inflasi kumulatif tertinggi
se-Indonesia.
Sumber: BPS, diolah
Gambar 3.1 Sebaran Inflasi Sumatera
3.6 Upaya Pengendalian Inflasi
Meski risiko tekanan inflasi dapat dikatakan moderat,
TPID Provinsi Sumatera Utara tetap siaga untuk
mewujudkan tercapainya inflasi sesuai dengan
sasaran yang telah ditetapkan. Beberapa program
yang telah disiapkan diantaranya adalah:
a. Mengintensifkan aktivitas perdagangan antar
wilayah, diantaranya melalui kerja sama dengan
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur serta melakukan pembelian langsung ke
beberapa sentra produksi lain untuk menjamin
ketersediaan pasokan bahan pangan.
b. Pembenahan tata niaga yang terus disempurnakan
untuk mengantisipasi praktik penimbunan serta
pengembangan pasar lelang komoditas pertanian.
Gudang-gudang penyimpanan barang pokok terus
dimonitor secara intensif serta dilakukan
pencatatan harga pada level distributor untuk
memonitor sumber kenaikan harga.
c. Melakukan operasi pasar dan pasar murah untuk
menjamin akses masyarakat dalam memperoleh
bahan pangan yang berkualitas dan terjangkau.
d. Meningkatkan arus informasi terkait cuaca seperti
prakiraan curah dan sifat hujan, hari tanpa hujan,
daerah rawan banjir dan peta ketersediaan air
tanah untuk mendukung pertanian dan perikanan
Sumatera Utara. Terkait dengan hal tersebut, TPID
juga menyiapkan program antisipasi bencana
terkait dengan situasi cuaca yang kurang menentu.
e. Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) padi dari
1,5 menjadi 1,8 di tahun 2016 melalui pertanaman
padi jajar legowo dengan metode hazton yang
lebih tahan hama. Diharapkan produktivitas
tanaman padi dapat meningkat dari 5,1 ton/ha
menjadi 5,5 ton/ha.
f. Membangun Toko Tani Indonesia di beberapa
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara sesuai dengan
pedoman umum dari Kementerian terkait.
g. Memasang variable message di ruas
Pematangsiantar – Parapat yang berfungsi
memberikan informasi kepada pengguna jalan
terkait kepadatan jalan dan alternatif jalan yang
lebih nyaman. Saat ini variable message tersebut
sudah terpasang di Tebing Tinggi – Medan dan
Medan – Brastagi.
SUMATERA 5,7 3,7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
43
Inflasi Lebaran Yang Terkendali
Permintaan masyarakat yang memang biasanya melonjak pada perayaan hari raya Idul Fitri yang bersamaan
dengan tahun ajaran baru 2016/2017 mampu ditangani dengan baik. Pasokan barang khususnya bahan pangan
dapat dikelola dengan baik sehingga inflasi Juli 2016 terkendali. Realisasi inflasi Sumatera Utara bulan Juli 2016
tercatat 0,18% (mtm) jauh lebih rendah dari nasional 0,69% (mtm). Realisasi ini bahkan merupakan capaian
inflasi bulan Juli terendah dalam 10 tahun terakhir yang secara rata-rata sebesar 0,92% (mtm). Rendahnya inflasi
Sumatera Utara terutama didorong oleh sektor bahan makanan yang justru mengalami deflasi mencapai -0,48%.
Intensifnya program kerja TPID Provinsi Sumatera Utara berkontribusi besar pada penurunan harga bahan
pangan selama Ramadhan dan Lebaran. Menghadapi bulan Ramadhan, TPID Provinsi Sumatera Utara telah
melaksanakan beberapa program unggulan untuk menekan laju inflasi. Beberapa program dimaksud
diantaranya adalah:
a. Mengintensifkan perdagangan antar wilayah, diantaranya melalui kerjasama dengan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur serta melakukan pembelian langsung ke beberapa sentra produksi lain
untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan pangan selama Ramadhan.
b. Pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat yang lebih baik melalui strategi komunikasi yang gencar dan
terpusat dalam mengedukasi masyarakat terkait perilaku konsumsi dan ketersediaan pasokan yang relatif
terjaga, diantaranya melalui talkshow televisi dan radio.
c. Pembenahan tata niaga yang terus disempurnakan untuk mengantisipasi praktik penimbunan serta
pengembangan pasar lelang komoditas pertanian.
d. Melakukan operasi pasar dan pasar murah untuk menjamin akses masyarakat dalam memperoleh bahan
pangan yang berkualitas dan terjangkau.
e. Program antisipasi bencana terkait dengan situasi cuaca yang kurang menentu.
Ke depan, TPID se-Provinsi Sumatera tetap berkomitmen dalam mencapai realisasi inflasi yang rendah dan stabil
melalui beberapa program pengendalian inflasi strategis jangka menengah dan panjang. Tujuan dari perumusan
program ini adalah untuk semakin memantapkan stabilitas harga. Program-program ini dituangkan dalam
bentuk Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Sumatera utara 2016-2018 yang telah diformulasikan dan
disetujui bersama seluruh anggota TPID se-Sumatera Utara. Adapun kemajuan pelaksanaan program strategis
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan ketersediaan pasokan, telah dilaksanakan:
1) Pemberian saprodi secara bertahap serta bantuan alat tangkap
2) Program pendampingan kepada petani dan nelayan
3) Operasi pasar melalui BULOG
4) Penyusunan kalender tanam
b. Pembenahan tataniaga dan kelembagaan, telah dilakukan:
1) Pengawasan terhadap ketersediaan pakan ternak
2) Pembentukan tim monitoring LPG dan pelabelan gas bersubsidi
c. Distribusi dan infrastruktur, kemajuan yang telah dicapai:
1) Perluasan areal lahan dilakukan di Batubara melalui pengelolaan peralihan tanam dari cabai merah
menjadi bawang merah;
2) Pengaktifan pasar induk telah berjalan sejak akhir Februari 2016 untuk menghadapi permasalahan
penyaluran komoditas keluar daerah; dan.
3) Penyaluran raskin madani telah dilakukan sejalan dengan telah diterbitkannya pagu dan petunjuk
teknis beras masyarakat sejahtera.
Boks 6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
45
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
Sejalan pemulihan ekonomi Sumatera Utara, ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih
terjaga. Kondisi tersebut sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada
triwulan II 2016. Sektor utama ekonomi Sumatera Utara yang mengalami perlambatan adalah Industri
Pengolahan. Namun, konsumsi masyarakat yang membaik diperkirakan dapat menopang kinerja
korporasi sektor Industri Pengolahan. Indikator kinerja korporasi dari sisi profitabilitas, solvabilitas,
likuiditas, dan debt equity ratio (DER) cenderung mengalami perbaikan hampir di semua sektor.
Pertumbuhan kredit ke sektor korporasi meningkat dengan risiko yang masih terjaga. Di sektor rumah
tangga, optimisme yang terjaga sejalan dengan perbaikan harga komoditas mengindikasikan
ketahanan di sektor ini. Hal ini terkonfirmasi dari indeks keyakinan konsumen (IKK) yang menunjukkan
tendensi positif optimisme masyarakat terhadap perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Berbeda
dengan korporasi yang tumbuh positif, kredit rumah tangga masih tertahan dan melambat terutama
untuk kredit kendaraan bermotor.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
46
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Sumatera Utara Triwulan I 2016
4.1 Ketahanan Sektor Korporasi
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi
Sumatera Utara masih terjaga ditengah kondisi
ekonomi yang belum pulih. Kinerja perbankan masih
relatif baik yang tercermin dari permodalan dan
likuiditas yang memadai.
Hal ini juga berdampak pada kinerja korporasi yang
cenderung membaik ditandainya dengan Indikator
Kinerja Koorporasi dan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya dari Debt Service Ratio yang
turun 4,1% dan Interest Coverage Ratio yang naik
16,9%.
Non Performing Loan (NPL) Sumatera Utara naik 0,2%
dari triwulan sebelumnya namun masih terjaga pada
kisaran dibawah 5%. Kenaikan ini merupakan dampak
dari ekspansi kredit yang dilakukan perbankan.
4.1.1 Sumber-sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Kinerja korporasi masih dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi global yang menyebabkan harga komoditas
internasional masih berada pada level yang rendah.
Hal ini dikarenakan ekonomi Sumatera Utara masih
sangat bergantung pada komoditas utamanya CPO
selain karet dan kopi. Perbaikan harga komoditas
secara terbatas baru terlihat pada komoditas CPO.
Namun, perbaikan harga tersebut diperkirakan belum
sustainable dikarenakan belum adanya perbaikan dari
sisi permintaan. Sementara itu, di sisi domestik
perbaikan permintaan juga masih terbatas.
Kondisi tersebut terutama mempengaruhi kinerja
korporasi khususnya sektor Industri Pengolahan yang
melambat di triwulan II 2016. Sementara itu, sektor
Pertanian justru masih tumbuh meningkat sehingga
secara keseluruhan ekonomi Sumatera Utara
meningkat dibanding triwulan sebelumnya.
Di tengah peningkatan permintaan domestik dan
terjaganya keseimbangan eksternal yang mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
pada triwulan II 2016, sektor Industri Pengolahan
melambat. Masih belum kuatnya permintaan global,
minimnya bahan baku (terutama karet), dan belum
memadainya fasilitas pendukung seperti listrik, air dan
gas, diduga memberikan tekanan pada kinerja
korporasi Sumatera Utara khususnya sektor industri
pengolahan. Selain itukinerja perekonomian beberapa
mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok,
India dan Euro Area masih relatif belum pulih. Ekspor
ke empat negara tersebut mencapai sekitar 39%
terhadap total ekspor Sumatera Utara. Pelemahan
permintaan dari negara mitra dagang utama tersebut
menekan kinerja sektor korporasi khususnya yang
berorientasi ekspor.
Grafik 4.1 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Namun demikian, tekanan kinerja korporasi di sektor
Industri Pengolahan masih terjaga sejalan dengan
masih kuatnya konsumsi swasta. Pada triwulan II 2016
konsumsi swasta meningkat cukup signifikan. Kondisi
tersebut juga sejalan dengan Indeks Keyakinan
Konsumen yang masih berada pada level optimis.
Indeks penjualan eceran juga menunjukkan perbaikan.
Total Aset Triliun Rp 216,0 222,7 229,5 233,1 234,2 241,0 255,5 246,3 243,6 256,9
Pertumbuhan Aset (%yoy) 17,5 16,9 12,9 8,4 8,4 8,3 11,3 5,7 4,0 9,2
Kredit Triliun Rp 156,0 159,7 159,3 166,9 167,1 172,1 180,5 179,3 173,0 180,1
Pertumbuhan Kredit (%yoy) 16,5 13,8 8,7 7,0 7,1 7,7 13,3 7,4 3,5 7,8
DPK Triliun Rp 158,2 167,3 174,7 179,4 178,5 183,4 191,6 185,6 187,2 191,7
Pertumbuhan DPK (%yoy) 14,7 19,7 17,5 15,1 12,8 9,6 9,7 3,4 4,9 (2,4)
LDR % 98,6 95,5 91,2 93,0 93,6 93,8 94,2 96,6 92,4 92,4
NPL-Gross % 2,4 2,6 2,8 2,5 2,7 3,0 3,2 3,0 3,0 3,2
Tiongkok10%
USA12%
Europa9%
India8%
Lainnya61%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
47
Grafik 4.2 Perkembangan harga CPO dan Karet
Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan
iklim. Hal ini berpengaruh pada korporasi yang
berkaitan dengan tanaman bahan makanan dan
perkebunan antara lain dengan bergesernya musim
tanam dan terganggunya produktivitas/hasil panen.
4.1.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
pada triwulan II 2016 terkonfirmasi dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang
mengindikasikan perbaikan kegiatan dunia usaha
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan
kegiatan usaha tersebut tercermin dari saldo bersih
tertimbang (SBT) kegiatan usaha sebesar 11,2%, jauh
lebih tinggi dibandingkan posisi akhir triwulan I 2016
sebesar -0,8%.
Peningkatan kegiatan usaha di triwulan II 2016
terutama disebabkan oleh meningkatnya Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran (Grafik 4.2). Kinerja
korporasi subsektor Perdagangan diindikasikan masih
baik yang tercermin pada indeks penjualan eceran
yang meningkat dari 179,4 pad triwulan lalu menjadi
186,2 pad triwulan II 2016. Kinerja korporasi di
subsektor hotel dan restoran diperkirakan juga masih
cukup baik yang tercermin pada occupancy rate relatif
tinggi. Hal ini juga tercermin dari meningkatnya
pembiayaan perbankan ke sektor ini yang meningkat
dari -3%% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3% (yoy).
Grafik 4.3 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektoral
Penyaluran kredit ke sektor pertanian juga mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit sektor ini mencapai 25,7% (yoy),
meningkat tajam jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh 4,2% (yoy).
Sementara itu penyaluran kredit ke sektor industri
pengolahan terkontraksi lebih dalam -2,8% (yoy)
setelah triwulan sebelumnya tercatat tumbuh hanya
1% (yoy).
Grafik 4.4 Perkembangan Pembiayaan 3 (tiga) Sektor
Utama Kredit Korporasi Sumut.
Grafik 4.5 Perkembangan Kemampuan Membayar
Korporasi Keuangan Sumatera Utara
Perbaikan perekonomian Sumatera Utara juga
berdampak pada perbaikan kinerja keuangan
korporasi secara keseluruhan. Indikator kinerja
keuangan korporasi yang tercermin dari profitabilitas,
solvabilitas, likuiditas, dan debt equity ratio (DER)
cenderung mengalami perbaikan hampir di semua
sektor. Asset turnover korporasi relatif stabil 0,2%
dibarengi dengan peningkatan inventory turn over dari
7,1% menjadi 13,7%.
Jika ditinjau lebih jauh, ketahanan korporasi Sumatera
Utara dalam jangka panjang (solvabilitas) maupun
jangka pendek menunjukkan perbaikan. Hal ini
tercermin dari meningkatnya rasio TA/TL (total
asset/total liabilities), DER (deb equity ratio) dan rasio
CR (current ratio). Seluruh sektor menunjukkan
kemampuan membayar jangka panjang yang stabil
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
CPO Lokal CPO Intl Karet Lokal Karet Intl
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
48
atau meningkat. Hal ini tercermin dari stabilnya rasio
TA/TL (Total Asset/Total Liabilities) dengan
kecenderungan meningkat dan menurunnya DER.
Demikian pula halnya dengan kemampuan membayar
jangka pendek/likuiditas seluruh sektor juga
menunjukkan peningkatan, kecuali sektor industri
barang konsumsi dan sektor properti yang
menunjukkan penurunan. Di sektor barang konsumsi
diperkirakan terkait dengan permintaan masyarakat
yang belum pulih sepenuhnya. Sementara di sektor
properti diperkirakan terkait dengan masih lesunya
pasar properti sementara tekanan kenaikan harga
tetap ada terkait kenaikan biaya input seperti bahan
baku dan tenaga kerja (Grafik 4.6).
Grafik 4.6 Indeks Harga Properti Residensial
Sumatera Utara
Tabel 4.2 Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Sektoral Sumatera Utara
Sumber: Bloomberg Tw III 2016, (diolah dari 81 Korporasi).
Kemampuan korporasi dalam membayar utang
membaik jika dibandingkan dengan triwulan yang
sama tahun 2015. Kondisi ini tercermin dari
meningkatnya Interest Coverage Ratio (ICR) dari 24,4
manjadi 41,3. Selain itu, Debt Service Ratio (DSR)
Sumatera Utara juga mengalami penurunan yang
cukup signifikan dari 8,3 % menjadi 4,2%. Penurunan
ini merupakan dampak dari perilaku pelaku usaha yang
pada triwulan sebelumnya sudah meningkatkan
persediaan. Berdasarkan sebaran sektor ekonomi yang
memiliki DSR paling rendah terdapat pada sektor
Infrastruktur Utilitas dan Transportasi serta sektor
Industri Barang Konsumsi. Hal ini diperkirakan terkait
dengan membaiknya kinerja korporasi sejalan dengan
meningkatnya permintaan terkait musiman
puasa/Lebaran. Lebih lanjut, sektor aneka industri
memiliki kemampuan membayar bunga paling baik,
sedangkan sektor industri dasar dan kimia memiliki
kemampuan membayar bunga terendah.
Tabel 4.3 Perbandingan DSR dan ICR Per Sektor
Hasil liaison Sumatera Utara triwulan II 2016 juga
menunjukkan kinerja korporasi yang meningkat.
Penjualan domestik meningkat sejalan dengan
konsumsi swasta, sementara penjualan ekspor
meningkat seiring dengan peningkatan harga
komoditas internasional dan perbaikan permintaan
dari negara mitra dagang. Kapasitas utilisasi meningkat
menghadapi permintaan domestik terkait Ramadhan
dan Lebaran. Investasi tumbuh sedikit melambat
dipengaruhi sikap hati-hati pengusaha untuk
melakukan investasi ekspansif lebih lanjut terkait
kenaikan permintaan yang masih terbatas. Beban
biaya khususnya bahan baku dan tenaga kerja
meningkat yang diteruskan kepada kebijakan
peningkatan harga jual untuk menjaga margin
perusahaan. Menghadapi kondisi dunia usaha yang
meningkat, kebutuhan akan pembiayaan pada
triwulan II 2016 juga menunjukkan peningkatan.
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016
1 Pertanian -0,26% 0,76% -0,53% 1,54% 1,1 1,0 1,9 2,0 1,0 1,2 2,1 2,2 0,2 0,2
2 Industri Dasar dan Kimia 1,14% 3,12% 2,67% 6,56% 1,3 1,1 1,7 1,9 1,8 1,9 1,2 1,2 0,3 0,3
3 Industri Barang Konsumsi 2,34% 2,14% 4,61% 3,93% 1,0 0,8 2,0 2,2 2,0 1,9 2,0 2,1 0,3 0,3
4 Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 2,32% 5,01% 4,17% 8,97% 0,8 0,8 2,3 2,3 1,2 1,4 39,7 86,0 0,2 0,3
5 Aneka Industri -2,90% 0,32% -20,17% 0,52% 5,9 0,6 1,2 2,6 0,4 2,0 2,5 2,0 0,1 0,1
6 Properti dan Real Estate 0,94% 0,54% 2,51% 1,42% 1,7 1,7 1,6 1,6 1,8 1,7 0,5 0,4 0,1 0,1
7 Perdagangan Jasa dan Investasi 0,87% 1,41% 1,72% 2,77% 1,0 1,0 2,0 2,0 1,4 1,4 1,7 2,1 0,3 0,3
0,64% 1,90% -0,72% 3,67% 1,8 1,0 1,8 2,1 1,4 1,6 7,1 13,7 0,2 0,2
CR Inventory TO Asset TO
Agregat
No SektorROA ROE DER TA/TL
2015 2016 2015 2016
1 Pertanian 9,0 8,5 10,9 8,8
2 Industri Dasar dan Kimia 3,6 3,0 8,6 8,5
3 Industri Barang Konsumsi 1,7 2,3 32,2 38,4
4 Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 0,7 0,5 35,1 40,5
5 Aneka Industri 36,5 5,7 5,4 99,3
6 Properti dan Real Estate 3,6 5,6 50,0 56,4
7 Perdagangan Jasa dan Investasi 3,0 4,0 28,6 37,3
8,3 4,2 24,4 41,3
No SektorDSR ICR
Agregat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
49
Grafik 4.7 Likert Scale Permintaan Domestik dan Ekspor
Grafik 4.8 Likert Scale Kapasitas Utilisasi dan Investasi
Grafik 4.9 Likert Scale Biaya
4.1.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi
Kredit yang disalurkan ke sektor korporasi Sumatera
Utara pada triwulan II 2016 tercatat sebesar
Rp133.840,- milyar atau 75,4% dari total kredit yang
disalurkan perbankan. Berdasarkan jenis penggunaan,
pertumbuhan paling tinggi terjadi pada kredit investasi
yang mencapai 32,6% (yoy) meskipun secara share
yang paling besar masih terdapat pada kredit modal
kerja yang tumbuh 2,2% (yoy). Kredit konsumsi
mengalami penurunan 4,3% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,7% (yoy). Namun
demikian, berdasarkan hasil liaison, sebagian besar
korporasi masih menggunakan dana internal sebagai
sumber pembiayaan.
Grafik 4.10 Proporsi Kredit Korporasi per Jenis
Penggunaan
Grafik 4.11 Proporsi Kredit Sektoral Korporasi
Penyaluran kredit korporasi Sumatera Utara tumbuh
meningkat 5,7% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh 2,8% (yoy). Hal ini
terutama didorong oleh peningkatan kredit sektor
Pertanian yang memiliki pangsa kedua terbesar
(23,6%) dari total penyaluran kredit korporasi, yaitu
dari 21,8% (yoy) menjadi 25,7% (yoy). Peningkatan
penyaluran kredit sektor pertanian ditopang oleh
peningkatan pembiayaan perkebunan kelapa sawit
yang meningkat menjadi 28,2% (yoy) dari triwulan
sebelumnya 23,9% (yoy). Kredit sektor Perdagangan
Besar dan Eceran (pangsa 33%) sedikit meningkat dari
-3% (yoy) menjadi 3% (yoy).
Dari 3 sektor utama Sumatera Utara, penyaluran kredit
ke sektor Industri Pengolahan mengalami penurunan
terdalam. Kredit ke sektor Industri Pengolahan
terkontraksi -2,8% dari yang hanya tumbuh 1% pada
triwulan sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan Industri Pengolahan dalam
PDRB Sumatera Utara sebagaimana dijelaskan
sebelumnya.
9.0
9.5
10.0
10.5
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5
14.0
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp Triliun Modal Kerja Investasi Konsumsi
SB Modal Kerja SB Investasi SB Konsumsi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
50
Grafik 4.12 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama
Sumatera Utara
Secara keseluruhan NPL (Non Performing Loan) kredit
korporasi masih terjaga seperti triwulan sebelumnya
yaitu 3,4%. NPL sektor Perdagangan Besar dan Eceran
dan sektor Pertanian mengalami penurunan,
sementara NPL pada sektor Industri Pengolahan
meningkat. Sektor Industri Pengolahan menunjukkan
peningkatan risiko kredit secara terbatas menjadi 2,5%
dari sebelumnya 2,2%. Selain tiga sektor utama
tersebut, rasio NPL sektor Konstruksi masih cukup
tinggi mencapai 9,1% walaupun sudah menunjukkan
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 10,2% (yoy). Dengan demikian, meskipun
rasio NPL di beberapa sektor meningkat, rasio NPL
sektor korporasi secara keseluruhan masih terjaga di
bawah batas indikatif 5%. Oleh karena itu, stabilitas
keuangan yang bersumber dari korporasi di Sumatera
Utara pada triwulan II 2016 masih dikategorikan
terjaga.
Grafik 4.13 Pertumbuhan NPL Kredit Korporasi Sektor
Utama Sumatera Utara
4.2 Ketahanan Sektor Rumah
Tangga
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah
Tangga
Seiring dengan meningkatnya perekonomian
Sumatera Utara pada triwulan II 2016, kinerja
konsumsi rumah tangga (RT) juga tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan
tersebut bahkan lebih tinggi dari pola historisnya.
Pertumbuhan konsumsi masyarakat tercermin dari
hasil Survei konsumen Bank Indonesia yang
menunjukkan optimisme yang diindikasikan dari
indeks keyakinan konsumen (IKK) terhadap kondisi
ekonomi yang mencapai 105,8, khususnya indeks
ekspektasi konsumen (IEK) sebesar 110,5. Angka ini
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Dengan
terkendalinya inflasi, konsumsi rumah tangga triwulan
depan diindikasikan juga masih optimis (Grafik 4.14).
Grafik 4.14 Persepsi Penghasilan dan Ketersediaan
Lapangan Kerja
Melambatnya kinerja industri pengolahan sebagai
salah satu sektor utama Provinsi Sumatera Utara
menjadi salah satu faktor yang diperkirakan
berdampak pada menurunnya optimisme terhadap
ketersediaan lapangan kerja. Hal ini tercermin dari
menurunnya indeks ketersediaan lapangan kerja saat
ini hasil survei konsumen yang dilakukan Bank
Indonesia. Namun demikian ketersediaan lapangan
kerja pada periode 6 bulan mendatang dipersepsikan
meningkat.
(5.0)
-
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
-
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%, yoyRp Miliar Kredit Pertanian Kredit Ind. Pengolahan
Kredit PBE g Kredit Pertanian
g Kredit Ind. Pengolahan g Kredit PBE
- 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
20
14
20
15
20
16
NPL PBE NPL Ind. Pengolahan NPL Pertanian
80
85
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II
2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen
Optimis
Pesimis
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
51
Grafik 4.15 Persepsi Penghasilan dan Ketersediaan
Lapangan Kerja
Sumber kerentanan rumah tangga lainnya adalah
anomali cuaca dan iklim. Hal ini diperkirakan akan
berdampak pada pendapatan masyarakat yang
didominasi bekerja di sektor pertanian (hingga 42,5%
pada tahun 2014). Namun demikian, perbaikan
kesejahteraan petani yang tercermin dari NTP yang
mulai di atas 100 menunjukkan ketahanan sektor
rumah tangga relatif membaik.
4.2.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat terkontraksi dari
4,9% menjadi -2,4% (yoy) pada triwulan II 2016.
Perlambatan ini dipengaruhi oleh semakin
menurunnya tabungan meskipun Giro dan Deposito
menunjukkan tren meningkat sejak awal tahun 2016.
Penurunan tabungan dipengaruhi oleh meningkatnya
kebutuhan masyarakat pada triwulan II 2016 untuk
keperluan perayaan hari besar keagamaan dan liburan
sekolah. Pertumbuhan giro mengikuti peningkatan
kebutuhan pembayaran proyek pembangunan pada
tengah tahun.
Grafik 4.16 Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Meskipun terkontraksi, berdasarkan Survei
Konsumen Bank Indonesia, persentase rata-rata
penggunaan penghasilan rumah tangga untuk
konsumsi di Sumatera Utara pada triwulan II 2016
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Persentase pengeluaran masyarakat untuk aktivitas
konsumsi meningkat dari 69% menjadi 70,5% dari
pengeluarannya. Hal ini diperkirakan terkait dengan
meningkatnya kebutuhan dalam rangka ramadhan dan
Lebaran. (Grafik 4.17).
Grafik 4.17 Preferensi rata-rata penggunaan penghasilan
rumah tangga
4.2.3 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Sumatera
Utara
Grafik 4.18 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Kredit perbankan kepada sektor rumah tangga di
Sumatera Utara pada triwulan II 2016 tercatat sebesar
Rp43.607 miliar. Kredit rumah tangga didominasi oleh
kredit multiguna, kredit pemilikan rumah (KPR), dan
kredit kendaraan bermotor (KKB). Kredit sektor RT
tumbuh 4,45% (yoy), menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya 4,74% (yoy). Perlambatan didorong oleh
penurunan ekspansi kredit kendaraan bermotor (KKB)
yang terkontraksi -6,62% (yoy), lebih dalam dari
triwulan sebelumnya yang sebesar -3,64%.
Perlambatan juga terjadi pada kredit perumahan yang
hanya tumbuh 0,59% (yoy), relatif stagnan
dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh 0,85% (yoy).
Akselerasi terjadi pada kredit multiguna dan kredit
pemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70. Kredit
multiguna tumbuh 7,09% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 6,83% (yoy). Penurunan
suku bunga kredit rumah tinggal tipe 22 s.d 70 dari
17,3% (triwulan I 2016) menjadi 10,7% (triwulan II
29 35 36 28 30 34 65 65 68 73 70 73 83 82 85 83 83 85 (5.0)
-
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I II III IV I II
2015 2016
%, yoyRp TriliunNominal Giro Nominal TabunganNominal Deposito g Girog Tabungan g Deposito
67.1
66.2
63.6
71.6
68.3
72.0
25.7
23.9
25.4
21.2
23.3
20.2
10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0
I
II
III
IV
I
II
20
15
20
16
Konsumsi Tabungan
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%, yoyRp MiliarKredit KPR Kredit KKBKredit Multiguna g Kredit KPRg Kredit KKB g Kredit Multiguna
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
52
2016) turut berdampak pada akselerasi pertumbuhan
kredit ini menjadi 13,6% (yoy). Kondisi tersebut juga
diindikasikan terkait dengan pelonggaran ketentuan
Rasio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV).
Kredit untuk kepemilikan perumahan mengalami
peningkatan terutama untuk tipe 22 s.d. 70 meski
masih lambat. Sementara kredit untuk tipe lainnya
cenderung masih stabil bahkan menurun pada tipe
kecil. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan
KPR ke depan diperkirakan semakin membaik dengan
rencana relaksasi lebih lanjut ketentuan LTV tersebut.
Selain itu, Bank Indonesia juga akan memperlonggar
kredit/pembiayaan inden dengan pengaturan
pencairan kredit bertahap sesuai progress
pembangunan rumah.
Grafik 4.19 Pertumbuhan KPR per Tipe
Secara agregat, kredit rumah tinggal mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perlambatan KPR terutama didorong penurunan KPR
tipe 21 dari sebelumnya tumbuh 0,9% (yoy) menjadi -
5,1% (yoy), serta KPR tipe di atas 70 dari -4,9% (yoy)
menjadi -5,3% (yoy). Penurunan KPR tipe di atas 70
selain dipengaruhi peningkatan suku bunga kredit dari
11,46% menjadi 11,47%, diduga dipengaruhi juga oleh
kenaikan harga rumah. Peningkatan harga rumah ini
tercermin dari peningkatan Indeks Harga Properti
Residensial (IHPR) dari 229 (triwulan I 2016) menjadi
232,1 (triwulan II 2016). Sementara kenaikan suku
bunga kredit Rumah Tinggal s.d Tipe 21 dari meningkat
dari 11,3% (Triwulan I 2016) menjadi 11,33% pada
triwulan berjalan.
Penurunan suku bunga Kredit Kendaraan Bermotor
(KKB) dari 11,66% menjadi 11,62% belum diikuti oleh
pertumbuhan kredit KKB yang justru mengalami
perlambatan. Perlambatan kredit kendaraan
bermotor diikuti oleh kenaikan risiko kredit yang
tercermin dari NPL KKB menjadi 2,2%, meningkat dari
triwulan sebelumnya sebesar 1,9%. Namun demikian,
hasil Survei Penjualan Eceran pada triwulan II 2016
menunjukkan peningkatan pada pembelian bahan
makanan dan suku cadang dan aksesoris. Hal ini
mengindikasikan kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan tersiernya.
Sementara itu, kredit pemilikan apartemen-KPA
masih menunjukkan peningkatan kinerja dari
sebelumnya untuk semua tipe apartemen, terutama
untuk apartemen s.d Tipe 21 yang tumbuh 7,2% (yoy).
Kondisi ini sekaligus mengkonfirmasi masih tingginya
permintaan apartemen pada periode laporan.
4.3 Pengembangan Akses
Keuangan dan UMKM
Total kredit yang disalurkan ke pelaku usaha UMKM di
Sumatera Utara pada triwulan II 2016 tercatat sebesar
Rp49.824 miliar, atau 27,7% dari total kredit
perbankan di Sumatera Utara. Kredit ke sektor UMKM
tersebut tumbuh 5,1% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,6% (yoy).
Perlambatan terjadi untuk kredit usaha mikro dan
usaha kecil, sementara kredit usaha menengah mulai
membaik meski pertumbuhannya masih terkontraksi.
Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit UMKM
Perlambatan terdalam terjadi pada sektor industri
pengolahan, sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan sektor industri pengolahan pada PDRB
Sumatera Utara sebagaimana dijelaskan pada bab
sebelumnya.
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%, yoyRp Miliar
g RT Tipe 21 g RT Tipe 22 s/d 70
g RT Tipe >70 Kredit RT Tipe 21
Kredit RT Tipe 22 s/d 70 Kredit RT Tipe > 70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
53
Grafik 4.21 Perkembangan NPL Kredit UMKM
Perlambatan kredit kepada UMKM diikuti dengan
meningkatnya risiko kredit. Hal ini tercermin dari
meningkatnya NPL dari 6,51% menjadi 6,57%. NPL
tertinggi terdapat pada kredit usaha kecil (7,54%)
dengan kecenderungan menurun dan kredit usaha
menengah (7,31%) dengan kecenderungan meningkat.
Secara sektoral, NPL tertinggi terdapat pada UMKM
sektor konstruksi (15,67%) dengan kecenderungan
meningkat, diikuti oleh sektor jasa sosial masyarakat
(8,02%) dan sektor pertambangan (7,28%).
4.4 Program Pengembangan
UMKM Sumut
Bank Indonesia melalui Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Sibolga dan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Pematang Siantar
berpartisipasi aktif dalam pengembangan UMKM di
Sumatera Utara. Pengembangan UMKM dilakukan
dalam berbagai bentuk, antara lain:
1) Mengembangkan klaster baik yang eksisting
maupun baru. Terdapat 5 (lima) klaster yang
menjadi fokus binaan yang terdiri dari 4 (empat)
klaster ketahanan pangan (klaster padi, klaster
bawang merah, klaster kopi, klaster pertanian
terintegrasi) dan 1 (satu) klaster industri kreatif
(tenun ulos).
2) Bank Indoneisa juga mengembangkan klaster
pertanian terintegrasi pertanian dengan
peternakan. Fokus pengembangan ada pada
pengembangan sapi dengan memanfaatkan
limbah tanaman pertanian menjadi pakan sapi.
Selanjutnya limbah ternak diolah menjadi bio gas,
bio urine, pupuk organik dan bio pestisida.
Klaster dikembangkan di Kecamatan Hinai,
Kabupaten Langkat.
3) Bank Indonesia juga mengembangkan Kawasan
Ekonomi Daerah Pesisir dengan tujuan
meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir
melalui pengembangan kegiatan ekonomi,
penguatan kelembagaan sosial ekonomi dengan
mendayagunakan sumber daya lahan dan pesisir
laut secara berkesinambungan. Program
diimplementasikan pada kawasan pesisir Serdang
Bedagai.
4) Melaksanakan Program Pengembangan Wira
Usaha Bank Indonesia (WUBI), antara lain melalui
program pelatihan, pembentukan klinik UMKM
oleh WUBI, dan pembentukan UMKM Ekspo.
Dalam pelaksanaan berbagai program pengembangan
UMKM, Bank Indonesia bekerjasama dengan institusi
terkait baik dari pemerintah, gapoktan, maupun
pelaku usaha UMKM.
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
NPL UMKM Mikro Kecil Menengah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
54
Hedging Syariah (Tahawuth Islami)
Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia perlu didukung oleh pengembangan pasar keuangan. Hal ini
diperlukan agar pembiayaan syariah dapat ditingkatkan supaya lembaga keuangan dapat berkembang lebih baik
diantaranya dalam menghadapi gejolak nilai tukar. Disamping itu, transaksi di Pasar Keuangan Antarbank Syariah
(PUAS) juga semakin meningkat (Grafik 4.22) yang memerlukan pengaturan agar dapat berkembang dalam
koridor yang aman. Tidak hanya bank syariah, PUAS juga dimanfaatkan oleh bank konvensional sebagai pilihan
alternatif dalam dalam mengelola portofolio keuangannya. (Grafik 1.2).
Grafik 4.22 Aktifitas dan Pasar Keuangan Syariah Grafik 4.23 Porsi Bank Konven Pada PUAS
Pelaku pasar keuangan termasuk yang berbasis syariah juga perlu melakukan mitigasi risiko kerugian karena
ketidakpastian pergerakan nilai tukar (currency mismatch). Sentimen ekonomi domestik, regional dan global
serta kondisi mikrostruktur pasar valas domestik yang rentan terhadap market shock meningkatkan risiko
tekanan nilai tukar. Kondisi ini berimplikasi pada ketidakstabilan pasar keuangan. Bagi pelaku usaha, hal ini turut
meningkatkan risiko keuangan dan potensi kerugian serta ketidakpastian perhitungan bisnis terutama badan
usaha yang business cycle-nya masih terdapat kebutuhan valas. Hedging atau lindung nilai menjadi salah satu
solusi untuk memitigasi risiko nilai tukar.
Untuk menjawab kebutuhan akan mekanisme lindung nilai untuk pelaku ekonomi yang berbasis syariah, maka
diberlakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/2/PBI/2016 terkait Transaksi Lindung Nilai Rupiah. Terbitnya
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.96/DSN-MUI/III/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-
Tahawwuth Al Islami/Islamic Hedging) atas Nilai Tukar menjadi dasar pemberlakuan ketentuan hedging ini. Jenis
transaksi ini pada prinsipnya boleh dilakukan dengan ketentuan :
a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan) dengan mekanisme saling berjanji (mu a’adah) yang
nontradeable.
b. Adanya kebutuhan yang nyata untuk mengurangi risiko nilai tukar yang tidak terhindarkan
c. Apabila dilakukan dengan mata uang sejenis, nilainya harus sama dan tunai (at-taqabudh) dan bila
berlainan jenis nilainya harus sama dengan nilai kurs yang berlaku.
Adapun Transaksi Lindung Nilai Syariah terdiri dari Transaksi Lindung Nilai Syariah Sederhana dan Transaksi
Lindung Nilai Kompleks yang dapat dilihat dari diagram berikut:
Boks 5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
55
a. Transaksi Lindung Nilai Syariah Sederhana adalah transaksi dengan skema forward agreement yang
diikuti transaksi spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaian berupa serah terima mata uang.
b. Transaksi Lindung Nilai Syariah Kompleks adalah transaksi dengan skema berupa rangkaian spot dan
forward agreement yang diikuti dengan transaksi spot pada saat jatuh tempo disertai dengan
penyelesaian berupa serah terima mata uang.
Lindung nilai syariah juga mensyaratkan pemberi wajib untuk memastikan pemohon menyampaikan dokumen
underlying transaksi yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang dilakukan saat forward agreement
dilakukan. Pelaku transaksi lindung nilai juga diatur dalam ketentuan ini. Pelaku yang boleh menjadi pemohon
lindung nilai syariah adalah Nasabah, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sedangkan Bank Umum
Konvensional diperkenankan menjadi pemberi hedging akan tetapi tidak diperkenankan menjadi pemohon
hedging.
PBI ini juga mengatur sanksi bagi pelaku yang melakukan pelanggaran. Sanksi administratif (teguran tertulis),
sanksi pelaporan dan kewajiban membayar dikenakan pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang
melanggar ketentuan underlying. Sedangkan counterparty Bank Umum Konvensional hanya dikenakan sanksi
administratif teguran dan sanksi pelaporan jika tidak melaksanakan ketentuan dan syarat yang diatur dalam
hedging syariah.
Lindung Nilai Syariah Sederhana Lindung Nilai Syariah Kompleks
Today Forward Date
Bank Bank
Nasabah Nasabah
Underlying Transaksi
Curr A
Curr B
Deal
Today Forward Date
Bank Bank Bank
Nasabah Nasabah Nasabah
h
Underlying Transaksi
Curr A Curr A
Curr B Curr B
Deal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
57
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM
PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
Sumatera Utara yang pada umumnya mengalami net inflow, mencatatkan net outflow pada triwulan
II 2016. Kondisi ini didorong oleh peningkatan kebutuhan uang baru menghadapi perayaan hari
besar lebaran. Sejalan dengan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia juga melakukan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang meningkat mencapai 57% dari triwula laporan.
Temuan uang palsu juga mengalami penurunan yang signifikan mencapai 97,7% dibandingkan
triwulan sebelumnya. Transaksi non tunai Sumatera Utara melalui RTGS mengalami peningkatan
mencapai 13,5% setelah sebelumnya mengalami penurunan. Berbeda dengan transaksi RTGS,
transaksi kliring menunjukka tren penurunan. Penurunan ini disebabkan oleh penerapan kebijakan
bulk payment dalam pembayaran menggunakan mekanisme kliring.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
58
Tabel 5.1 Transaksi RTGS
Tabel 5.2 Perputaran Kliring
5.1 Perkembangan
Penyelenggaraan Layanan
Sistem Pembayaran
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Non
Tunai
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Transaksi Non Tunai yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia terdiri dari transaksi RTGS dan SKNBI. Pada
triwulan II 2016, transaksi yang dilakukan melalui
Sistem BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement) mencapai 104,1 ribu transaksi dengan
nilai sebesar Rp137,6 triliun. Volume transaksi
mengalami peningkatan sebesar 39,4% dibandingkan
periode sebelumnya yang tercatat sebanyak 74,7 ribu
transaksi. Sementara itu nilai transaksi mengalami
peningkatan sebesar 13,6% dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp121,2 triliun. Rata-rata transaksi harian BI-
RTGS tercatat mencapai 1.700 transaksi dengan nilai
Rp2,3 triliun per hari.
Peningkatan nilai transaksi BI RTGS dipengaruhi oleh
peningkatan transaksi antar nasabah terkait dengan
puasa dan lebaran.
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring
SKNBI merupakan sarana transfer dana non tunai
secara ritel selain RTGS dengan nominal transaksi
yang lebih kecil. Di Sumatera Utara, penyelenggaraan
kegiatan kliring dilaksanakan di 3 (tiga) tempat Kantor
Perwakilan Bank Indonesia yaitu di Medan, Pematang
Siantar dan Sibolga. Untuk meningkatkan pelayanan
I II III IV I II III IV I II
Jumlah Transaksi RTGS :
Nominal (Triliun Rp) 201,7 233,9 212,1 239,7 176,3 223,8 196,1 179,7 121,2 137,6
Volume (ribu lembar warkat) 219,6 239,9 204,1 199,6 127,0 128,7 120,5 98,7 74,7 104,1
Rata-rata Transaksi RTGS per hari :
Rata2 harian (Triliun Rp) 3,4 3,9 3,2 3,7 2,8 3,7 3,1 3,0 2,0 2,3
Rata2 harian (ribu lembar warkat) 3,7 4,0 3,1 3,1 2,0 2,1 1,9 1,6 1,2 1,7
Pertumbuhan RTGS
Pertumbuhan nominal (qtq, %) (12,0) 16,0 (9,3) 13,0 (26,4) 26,9 (12,4) (8,4) (32,6) 13,6
Pertumbuhan volume (qtq, %) (7,8) 9,3 (14,9) (2,2) (36,4) 1,4 (6,4) (18,1) (24,3) 39,4
Pertumbuhan nominal (yoy, %) 2,8 10,6 4,3 4,6 (12,6) (4,3) (7,5) (25,0) (31,3) (38,5)
Pertumbuhan volume (yoy, %) (8,8) (3,4) (10,5) (16,2) (42,2) (46,3) (41,0) (50,5) (41,2) (19,1)
20162014 2015
64
173.
0609
3
200.
5262
4
257.
769
210.
5607
9
196.
0954
3
211.
4817
4
203.
3128
3
229.
1569
1
201.
6717
9
233.
9234
212.
0610
7
239.
6794
3
176.
3450
8
223.
7954
7
196.
1271
052
179.
684
121.
1584
137.
603
224.
345
252.
829
202.
75
263.
768
240.
666
248.
4281
6
228.
0661
8
238.
181
219.
573
239.
926
204.
127
199.
584
126.
976
128.
745
120.
506
104.
114
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
100
120
140
160
180
200
220
240
260
280
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
YoY (%)Nominal (Triliun Rp)Volume (ribu lembar warkat)
35
.40
36
.37
40
.08
40
.98
40
.12
27
.95
40
.91
32
.48
40
.45
33
.11
6.2
2
9.6
5
10
.81
17
.51
10
.94
7.5
9
10
.81
8.4
8
7.3
6
5.2
8
-70
-20
30
80
130
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
yoy (%)Nominal (Triliun Rp)
Volume (ratus ribu lembar warkat)
Nominal (yoy)
Volume (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
59
transaksi kliring kepada masyarakat, Bank Indonesia
juga membuka kesempatan bagi institusi yang ingin
menjadi Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Saat ini di
Sumatera Utara terdapat 2 PKL yaitu di Kota Tebing
Tinggi dan Kabanjahe (Kabupaten Karo).
Pada triwulan II 2016, transaksi kliring melalui SKNBI13
volumenya tercatat sebanyak 527.863 warkat dengan
nilai nominal transaksi sebesar Rp33.107 miliar.
Volume tersebut menunjukkan penurunan sebesar
28,29% dibandingkan volume transaksi SKNBI pada
triwulan I 2016 yang tercatat sebanyak 736.059
warkat. Penurunan volume transaksi juga diikuti oleh
penurunan nilai transaksi sebesar 18,16% dari
sebelumnya sebesar Rp40.454 miliar menjadi
Rp33.107 miliar. Rata-rata harian transaksi SKNBI di
Sumatera Utara pada triwulan II 2016 tercatat 8.248
warkat dengan nilai sebesar Rp517 miliar per hari.
Penurunan transaksi melalui SKNBI terutama
disebabkan penerapan bulk payment sejak Mei 2016,
dimana settlement dilakukan secara bulk per kantor
cabang bank (sebelumnya dibukukan per masing-
masing transaksi). Hal ini menyebabkan perbedaan
signifikan dalam pencatatan transaksi kliring.
5.2 Perkembangan Pengelolaan
Uang Rupiah
Sesuai dengan polanya, pada triwulan laporan
penarikan uang kartal meningkat secara signifikan
disertai penurunan penyetoran seiring dengan
peningkatan kebutuhan uang tunai menjelang
Lebaran dan memasuki tahun ajaran baru.
Peningkatan kebutuhan uang tunai ini sejalan dengan
meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat,
sebagaimana tercermin pada peningkatan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga / swasta pada
PDRB Sumatera Utara triwulan II 2016 (dari 4,7%
menjadi 5,2%). Peningkatan net cash outflow pada
triwulan laporan juga lebih tinggi dibandingkan
13 SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda
dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk
transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta). Data periode
ini berbeda dengan triwu
Net cash outflow mencerminkan jumlah penarikan (outflow) dari Bank Indonesia lebih tinggi dibanding jumlah penyetoran (inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan
triwulan II 2015 seiring dengan bergesernya bulan
puasa.
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga
yang berwenang untuk mengeluarkan dan
mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik
dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait
dengan peran Bank Indonesia dalam mengeluarkan
dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa
berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang
kartal di masyarakat dalam nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan layak edar
(clean money policy).
Untuk mewujudkan clean money policy, pengelolaan
pengedaran uang yang dilaksanakan oleh Bank
Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang,
pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang
sampai dengan pemusnahan uang.
5.2.1 Perkembangan Transaksi Penyetoran dan
Penarikan Uang Kartal
Secara keseluruhan, aliran uang kartal di Provinsi
Sumatera Utara mencatat net cash outflow14 sebesar
Rp5.114 miliar, berbeda dengan kondisi triwulan
sebelumnya yang tercatat net cash inflow sebesar
Rp5.123 miliar. Secara spasial, net cash outflow terjadi
di Pematang Siantar dan Sibolga masing-masing
sebesar Rp3.441 miliar dan Rp1.846 miliar, sedangkan
Medan masih mencatat net cash inflow sebagaimana
polanya sebesar Rp173,6 miliar.
Penyetoran uang kartal dari perbankan di Provinsi
Sumatera Utara ke Bank Indonesia15 pada triwulan II
2016 tercatat sebesar Rp7.047 miliar, atau tumbuh
melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
15,7% (yoy) menjadi 10,5% (yoy). Sedangkan
penarikan uang kartal oleh perbankan dari Bank
Indonesia mencapai Rp12.161 miliar, atau meningkat
signifikan dari 20,6% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
72,6% (yoy).
inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar.
Terdapat 3 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Sumatera
Utara yaitu di Medan, Pematang Siantar dan Sibolga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
60
Grafik 5.3 Penarikan dan Penyetoran di Sumut
5.2.2. Pelaksanaan Clean Money Policy
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi
Sumatera Utara secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut untuk
menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar
kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat.
Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak
Edar di Sumatera Utara
Ditengah penyetoran uang kartal yang menurun,
jumlah uang rupiah tidak layak edar (UTLE) yang
dimusnahkan pada triwulan laporan meningkat 57%
dari Rp2.930 miliar pada triwulan lalu menjadi
Rp4.602 miliar pada triwulan II 2016. Uang tidak layak
edar yang dimusnahkan tersebut tercatat sebesar
65% dari penyetoran uang kartal ke Bank Indonesia di
Sumatera Utara pada triwulan laporan, meningkat
tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat hanya sebesar 30%. Meningkatnya UTLE
mengindikasikan tingkat perputaran uang di
masyarakat. Hal tersebut juga sejalan dengan
preferensi masyarakat untuk melakukan penukaran
uang lusuh untuk diganti dengan uang baru dan uang
pecahan kecil terkait Lebaran.
Selain itu, pada triwulan II 2016 Bank Indonesia juga
mengeluarkan uang hasil cetak sempurna senilai
Rp2.279 miliar yang diedarkan ke masyarakat di
Sumatera Utara. Uang hasil cetak sempurna yang
dikeluarkan tersebut mencapai 32,3% dari penarikan
uang kartal oleh perbankan. Jumlah ini meningkat
tajam dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp508
miliar (11% dari penarikan). Peningkatan ini untuk
mengimbangi meningkatnya UTLE yang dimusnahkan
sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang
baru dan uang pecahan kecil untuk keperluan
Lebaran, Bank Indonesia selama bulan puasa
melakukan penukaran secara langsung ke masyarakat
maupun melalui perbankan secara intensif. Di Kota
Medan misalnya, Bank Indonesia melakukan
penukaran langsung ke masyarakat antara lain di
Lapangan Benteng, Pasar Petisah dan kantor-kantor
pemerintah.
5.2.3 Upaya Menekan Peredaran Uang Palsu
Grafik 5.5 Temuan Uang Rupiah Palsu di Sumut
Temuan uang rupiah palsu menurun signifikan 97,7%
dari 1.446 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi
33 lembar pada triwulan laporan. Temuan tersebut
antara lain berasal dari hasil setoran bank, setoran
masyarakat melalui loket penukaran, serta dari
temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank
Indonesia. Temuan uang palsu tersebut masing-
masing sebanyak 29 lembar (87,8%) di Pematang
Siantar dan 4 lembar (12,2%) di Sibolga.
Bank Indonesia terus berupaya mengantisipasi
penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu. Upaya
yang dilakukan berupa perencanaan desain dan
bahan pengaman uang, koordinasi yang intensif
dengan berbagai pihak (termasuk Kepolisian), dan
sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CiKUR) ke
berbagai lapisan masyarakat baik melalui media
maupun secara langsung.
6,2
29
,85
2
3,1
03
,41
5
4,2
79
,60
6
7,3
33
,68
9
7,5
67
,27
5
4,5
45
,61
8
5,5
87
,74
4
8,5
78
,22
9
7,1
65
,95
4
3,7
26
,49
4
7,0
48
,06
8
8,0
90
,06
1
9,0
12
,48
9
4,4
92
,86
0
12
,16
1,9
24
4,9
35
,78
1
7,3
79
,39
2
5,8
57
,04
7
8,3
58
,46
6
5,0
79
,70
7
8,4
10
,88
2
6,7
91
,52
6
9,7
80
,61
2
4,1
78
,41
3
8,3
13
,76
5
6,3
78
,68
9
9,5
92
,42
0
5,9
68
,70
5
9,6
16
,26
3
7,0
47
,91
6
(5,123,403)
5,114,008
(6,000,000)
(4,000,000)
(2,000,000)
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000Q
IV -
20
12
Q I
- 2
01
3
Q II
- 2
01
3
Q II
I - 2
01
3
Q IV
- 2
01
3
Q I
- 2
01
4
Q II
- 2
01
4
Q II
I - 2
01
4
Q IV
- 2
01
4
Q I
- 2
01
5
Q II
- 2
01
5
Q II
I - 2
01
5
Q IV
- 2
01
5
Q I
- 2
01
6
Q II
- 2
01
6
Rp Juta
Penarikan Penyetoran Net Penarikan/ Penyetoran
38
0,6
11
72
9,8
97
1,3
39
,42
0
2,0
37
,23
8
2,4
64
,08
5
2,7
55
,04
2
1,6
73
,23
7
2,1
67
,46
5
2,9
19
,18
6
3,2
44
,56
9
2,6
28
,84
6
3,8
40
,16
2
3,2
13
,97
5
2,9
30
,71
8
4,6
02
,21
6
30%
65%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
4,500,000
5,000,000
Q IV
- 2
01
2
Q I
- 2
01
3
Q II
- 2
01
3
Q II
I - 2
01
3
Q IV
- 2
01
3
Q I
- 2
01
4
Q II
- 2
01
4
Q II
I - 2
01
4
Q IV
- 2
01
4
Q I
- 2
01
5
Q II
- 2
01
5
Q II
I - 2
01
5
Q IV
- 2
01
5
Q I
- 2
01
6
Q II
- 2
01
6
Rp Juta
Pemusnahan % Pemusnahan thd Inflow
- 1
2,094
722 817
461
1,373
615
298
1,227
944 1,066
1,446 1,496
33 -
500
1,000
1,500
2,000
2,500
Q IV
- 2
01
2
Q I
- 2
01
3
Q II
- 2
01
3
Q II
I - 2
01
3
Q IV
- 2
01
3
Q I
- 2
01
4
Q II
- 2
01
4
Q II
I - 2
01
4
Q IV
- 2
01
4
Q I
- 2
01
5
Q II
- 2
01
5
Q II
I - 2
01
5
Q IV
- 2
01
5
Q I
- 2
01
6
Q II
- 2
01
6
Lembar
Uang Palsu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
61
Tabel 5.3 Daftar Sosialisasi CIKUR
Politeknik Mandiri Bina Prestasi Medan
Mahasiswa UINSU
STAI Jamaiyah Mahmudiah, Langkat
STAI Syeh Abdul Halim Hasan Al Islamiyah Binjai
Universitas Samudera Langsa Aceh
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Universitas Negeri Medan
Mahasiswa Politeknik Negeri Medan
Pesantren Al Barokah Simalungun
Murid dan Guru Sekolah Minggu GKPI
SMA/SMK PELITA Pematangsiantar
SMP dan SMA Methodis
Teacher Competency Development Program
Masyarakat Kecamatan Pangkalan Brandan
Masyarakat Kecamatan Pangkalan Susu
Masyarakat Kecamatan Geang
Anggota HIMPAUDI (Perhimpunan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Anak Usia Dini)
Teller dan Customer Service Bank Panin
Teller dan Customer Service Bank Central Asia
Mahasiswa
Pelajar
Masyarakat
Perbankan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
63
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Di tengah membaiknya perekonomian, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara pada
triwulan II 2016 menunjukkan penurunan, meskipun persepsi terhadap triwulan
mendatang kembali meningkat.
Kesejahteraan penduduk Sumatera Utara pada triwulan II 2016 terindikasi membaik,
yang tercermin dari Nilai Tukar Petani dan profil kemiskinan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
64
6.1 Ketenagakerjaan
Di tengah kondisi perekonomian yang membaik,
optimisme konsumen terhadap kondisi
ketenagakerjaan di Sumatera Utara belum
membaik, bahkan cenderung kembali menurun.
Konsumen masih memandang pesimis terhadap
ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2016,
tercermin dari Indeks Ketersediaan lapangan Kerja
Saat Ini yang kembali menunjukkan tren
penurunan dari 82,8 menjadi 81,1 (Grafik 5.1). Hal
ini diperkirakan sejalan dengan kinerja kategori
industri pengolahan yang kembali tumbuh
melambat.
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Provinsi Sumut
Grafik 6.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Penurunan ketersediaan lapangan kerja ini juga
terkonfimasi dari indikator jumlah karyawan total
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang
menunjukkan penurunan Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) dari 3,6 menjadi 3,5 (Grafik 5.2). Sektor
dengan penurunan tenaga kerja terdalam adalah
sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan diikuti oleh sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran. Hal ini
berlawanan dengan kinerja kedua kategori ini yang
menunjukkan peningkatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan lalu. Hal ini terkonfirmasi
dari hasil liaison kepada pelaku usaha sektor
perkebunan yang melakukan efisiensi
ketenagakerjaan dalam bentuk pengurangan
ataupun tidak mengganti pegawai yang pensiun.
Meskipun demikian, kondisi ketenagakerjaan yang
akan datang masih dipandang optimis bahkan lebih
baik dari saat ini. Hal ini terlihat dari indeks
ekspektasi ketersediaan lapangan kerja 6 bulan
yang akan datang yang meningkat dari 85,5
menjadi 94,4. (Grafik 5.1).
Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong
optimisme akan perbaikan kondisi
ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan mendatang diantaranya adalah: (1) masih
berlanjutnya pemulihan harga komoditas, (2)
meningkatnya penyerapan CPO domestik terkait
mandatori biodiesel, (3) percepatan pembangunan
infrastruktur strategis, serta (4) pembukaan
lowongan kerja Pegawai Negeri Sipil.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, BI Sumut
Grafik 6.2 Indikator Jumlah Karyawan Total
6.2 Kesejahteraan
Seiring dengan membaiknya kondisi
perekonomian, kesejahteraan penduduk
Sumatera Utara terindikasi membaik, meski
belum optimal. Kondisi spasial juga perlu
mendapat perhatian mengingat masih terdapat
ketimpangan yang cukup tinggi antar perkotaan
dan pedesaan.
Di tengah penerimaan gaji ke 13, 14 dan THR pada
periode laporan, hasil survei menunjukkan
konsumen Sumatera Utara masih optimis dalam
memandang penghasilan saat ini, meski tidak
sebaik periode sebelumnya. Berdasar Survei
Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia di
Sumatera Utara, indeks penghasilan saat ini
kembali menurun menjadi 114,2 dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 121,6 (Grafik
5.4). Hal ini diperkirakan sejalan dengan efisiensi
tenaga kerja di sektor industri pengolahan
sebagaimana disebutkan sebelumnya, dan
berkurangnya jam operasional pedagang
khususnya restoran selama bulan puasa.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
65
Grafik 6.3 Indeks Kondisi & Ekspektasi Penghasilan
Optimisme masyarakat akan penghasilan saat ini
juga sejalan dengan beberapa indikator seperti
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), meski Indeks Kondisi
Ekonomi (IKE) cenderung menurun dan di bawah
level optimis (Grafik 5.5).
Grafik 6.4 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen
serta Kondisi Ekonomi
Persepsi masyarakat terhadap penghasilannya
pada triwulan mendatang justru meningkat. Hal
tersebut tercermin dari meningkatnya Indeks
Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan yang akan datang.
Optimisme ini diperkirakan terkait dengan
membaiknya harga komoditas serta meningkatnya
ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja.
Tabel 6.1 Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS
Kesejahteraan petani pada periode laporan
menunjukkan perbaikan dan sudah berada di level
optimis. Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan
indikator kesejahteraan petani pada triwulan
laporan tercatat 100,5, lebih baik dibandingkan
dengan capaian triwulan lalu yang tercatat 99,3
(Tabel 6.1).
Capaian ini juga telah berada di level indikatif
kesejahteraan (NTP=100) yang diduga sejalan
dengan meningkatnya pertumbuhan kategori
pertanian pada triwulan laporan. Kenaikan NTP
pada triwulan laporan didorong kenaikan NTP
petani perkebunan, hortikultura, peternakan dan
perikanan. Sedangkan NTP petani tanaman pangan
mengalami penurunan.
NTP petani perkebunan rakyat meningkat menjadi
98,3 dibandingkan triwulan sebelumnya 95,0.
Kenaikan NTP ini disebabkan oleh kenaikan harga
jual TBS sawit dan karet sebagaimana disebutkan
sebelumnya (lihat bab Perkembangan Ekonomi
Makro Daerah).
NTP perikanan mengalami kenaikan menjadi 98,9
dibandingkan triwulan sebelumnya 98,4. Kenaikan
NTP perikanan pada triwulan laporan sejalan
dengan inflasi pada beberapa komoditas ikan
diantaranya dencis akibat kelangkaan pasokan dan
banjir rob di Medan. Selain itu terjadi penurunan
biaya produksi seiring dengan turunnya harga
bahan bakar solar pada triwulan II 2016.
NTP petani tanaman pangan berupa padi dan
palawija menurun menjadi 98,3 dibandingkan
triwulan sebelumnya 99,3. Penurunan diduga
didorong oleh menurunnya tingkat produktivitas
10
0.8
10
0.4
97
.8
98
.7
10
0.4
10
1.1
99
.3
99
.1
98
.5
98
.6
97
.7
98
.1
99
.3
10
0.6
10
0
98
93
97
10
0
10
1
96
95
95
96
93
93
95
98
10
4
10
5
10
2
10
0
96
98
98
10
1
99
98
93
96
.5
97
.4
98
10
0
10
0
98
99
10
0
10
1
10
0
98
96
96
96
97
98
98
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Indeks ntp NTPR NTPH NTPP
Tw-I 2016 Tw-II 2016
99,3 100,5
SUMATERA UTARA NILAI TUKAR PETANI
ilai ukar etani erkebunan akyat
ilai ukar etani or kultura
ilai ukar etani elayan dan
embudidaya kan
ilai ukar elayan
ilai ukar embudidaya kan
ilai ukar etani eternakan
ilai ukar etani anaman
angan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
66
tanaman pangan akibat anomali cuaca yang kurang
kondusif terhadap aktivitas tanam dan panen.
NTP petani hortikultura meningkat menjadi 98,1
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 96,9.
Peningkatan NTP petani hortikultura seiring
dengan inflasi komoditas sayur-mayur. Hal ini
diperkirakan akibat penurunan produktivitas
tanaman sayuran dan hortikultura, terutama untuk
komoditas wortel dan kentang, sebagai dampak
dari masih berlangsungnya erupsi Gunung
Sinabung.
Dari seluruh subsektor, hanya subsektor
peternakan yang memiliki nilai indeks lebih dari
100 dengan kecenderungan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. NTP
peternakan meningkat menjadi 110,4 dari
sebelumnya 109,4. Kenaikan NTP peternakan
sejalan dengan inflasi pada komoditas daging dan
hasil-hasilnya karena meningkatnya permintaan
terkait bergesernya puasa dan lebaran ke triwulan
II 2016.
Sejalan dengan membaiknya kondisi
perekonomian dan kembali optimisnya Nilai Tukar
Petani, profil kemiskinan Sumatera Utara juga
menunjukkan perbaikan. Selama periode
September 2015 hingga Maret 2016, jumlah
penduduk miskin Sumatera Utara menurun
sebesar 0,44% atau 52.150 jiwa dari 1.508.100 jiwa
menjadi 1.455.950 jiwa. Secara persentase,
penduduk miskin di Sumatera Utara sebesar
10,35%, sedikit menurun dibandingkan
sebelumnya sebesar 10,79%, namun lebih rendah
dibandingkan nasional yang sebesar 10,86%.
Penurunan jumlah dan persentase penduduk
miskin selama periode September 2015 – Maret
2016 ditengarai didorong oleh meningkatnya nilai
tukar petani, terkendalinya inflasi, dan
menurunnya tingkat pengangguran terbuka.
Sumber: BPS Sumut
Grafik 6.5 Penduduk Miskin di Sumatera Utara
Dibandingkan provinsi lainnya di Sumatera,
persentase angka kemiskinan Sumatera Utara
berada di posisi kelima setelah Bengkulu (17,32%),
Aceh (16,73%), Lampung (14,29%), dan Sumatera
Selatan (13,54%).
Sumber: BPS Sumut
Grafik 6.6 Persentase Penduduk Miskin di Sumatera
Grafik 6.7 Penduduk Miskin Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan domisilinya, pada Maret 2016
sebanyak 53% jumlah penduduk miskin Sumatera
Utara berdomisili di desa, sisanya 47% berada di
perkotaan. Proporsi penduduk miskin di perkotaan
cenderung menurun sejak tahun 2014, sedangkan
yang di pedesaan cenderung meningkat.
Kemiskinan Maret 2016
% Pend.Miskin
Kedalaman
10,8 10,4
1,9 1,8 Keparahan 0,5 0,5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
67
Sumber: BPS Sumut (diolah)
Grafik 6.8 Indeks Kedalaman dan Keparahan
Kemiskinan di Sumatera Utara
Garis kemiskinan merupakan cerminan dari jumlah
rupiah minimum yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok minimum, baik untuk
makanan maupun non makanan. Pada periode
Maret 2016, garis kemiskinan wilayah pedesaan
mencapai Rp377.748,-per kapita per bulan,
sementara di perkotaan sebesar Rp398.408,- per
kapita per bulan. Dengan demikian, biaya hidup
minimum di perkotaan Sumatera Utara lebih tinggi
daripada di wilayah pedesaan.
Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, hal
yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan
adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari
kemiskinan. Berbagai kebijakan yang diambil harus
bisa sekaligus mengurangi tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan.
Pada periode September 2015 hingga Maret 2016,
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) di Sumatera Utara
menunjukkan kecenderungan menurun. P1 turun
dari 1,89 pada September 2015 menjadi 1,77 pada
Maret 2016. Sementara P2 turun dari 0,52 pada
September 2015 menjadi 0,50 pada Maret 2016.
Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin
mendekati garis kemiskinan dan tingkat
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin
semakin berkurang.
Pada tahun 2016,selain penyaluran rastra (beras
sejahtera) dan dana desa yang merupakan
program dari pemerintah pusat, pemerintah
Provinsi Sumatera Utara telah mencanangkan
beberapa program kerja untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan
kemiskinan, diantaranya Pemberdayaan Sosial
Keluarga Miskin di Daerah Pesisir/Nelayan/
Pedesaan/Perkotaan, Pembinaan dan Pelatihan
Keterampilan Kerja Bagi Wanita Rawan Sosial
Ekonomi, Pembinaan dan Bantuan Rehabilitasi
Rumah Tidak Layak Huni, dan Pembinaan LKM dan
KUBE Fakir Miskin. Dengan pelaksanaan program
tersebut, diharapkan dapat menurunkan
kemiskinan dan meminimalkan disparitas antar
wilayah pedesaan dan perkotaan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
69
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan IV 2016 masih cukup kuat. Perekonomian
Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Sumber
utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari
kuatnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal dapat dikatakan masih
relatif terbatas. Perbaikan perekonomian ini mampu diimbangi dengan realisasi inflasi yang
terjaga. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4,5 ± 0,5%
(yoy). Perkiraan kembali menurunnya tekanan inflasi terutama didorong oleh peningkatan
tekanan inflasi kelompok Volatile Foods dan Administered Prices sementara tekanan inflasi inti
relatif menurun. Meskipun inflasi tahun kalender Sumatera Utara hingga bulan Juli 2016 masih
relatif rendah, yaitu 2,2% (yoy), namun inflasi Sumatera Utara masih dihadapkan pada beberapa
risiko. Meskipun demikian, tingginya komitmen Tim Pengendalian Inflasi Daerah se-Sumatera
Utara dalam mencapai realisasi inflasi yang rendah dan stabil mampu mendorong kembali
terjangkarnya inflasi pada sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
70
7.1 Prospek Pertumbuhan
Ekonomi
Optimisme akan perbaikan perekonomian
pada triwulan IV 2016 masih cukup kuat.
Perekonomian Sumatera Utara pada
triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada
kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Sumber utama
pertumbuhan perekonomian pada
triwulan mendatang diperkirakan masih
bersumber dari kokohnya permintaan
domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal
masih relatif terbatas.
Grafik 7.1 Survei Konsumen
Perekonomian domestik pada triwulan IV 2016
diperkirakan masih cukup solid. Puncak periode panen
kelapa sawit yang biasanya terjadi pada triwulan IV
yang disertai dengan perkiraan adanya panen seiring
dengan pergeseran periode panen akibat anomali
cuaca diperkirakan mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Masih optimisnya ekspektasi masyarakat terhdap
perekonomian pada triwulan IV 2016 mendukung
masih kuatnya aktivitas konsumsi masyarakat.
Meskipun demikian, optimisme masyarakat ini justru
diiringi dengan penurunan persepsi akan penjualan
pada periode mendatang.
Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen
Sejalan dengan polanya,
realisasi konsumsi
pemerintah juga
diperkirakan membaik.
Monitoring realisasi
anggaran yang terus
dilaksanakan secara
intensif diperkirakan
dapat mendorong realisasi
konsumsi pemerintah.
Realisasi investasi pada triwulan mendatang
diperkirakan terus menguat, sejalan dengan
komitmen pemerintah untuk terus menyempurnakan
kualitas infrastruktur yang ada. Terus digenjotnya
realisasi infrastruktur strategis menjadi stimulus
utama akselerasi investasi pada periode mendatang.
Beberapa infrastruktur strategis yang masih berlanjut
pada triwulan mendatang adalah infrastruktur
perhubungan darat, laut serta listrik. Meskipun
demikian, proses pengadaan yang relatif terhambat
masih membayangi optimalnya realisasi belanja
infrastruktur.
Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan
Ekspektasi peningkatan investasi dari sisi swasta juga
masih cukup kuat, tercermin dari beberapa kontak
liaison yang menyatakan rencananya untuk
merealisasikan investasi berupa barang modal pada
periode mendatang, antara lain replanting, upaya
peningkatan luas lahan beserta produktivitasnya serta
pengadaan mesin.
Stabilitas politik yang mulai terjaga diiringi dengan
dampak paket kebijakan ekonomi pemerintah
diharapkan menciptakan daya tarik investasi swasta.
Sosialisasi mengenai peraturan pengampunan pajak
yang digarap oleh pemerintah diharapkan mampu
menepis keragu-raguan swasta dalam merealisasikan
rencana investasinya ke depan. Selain itu,
pelonggaran kebijakan moneter serta relaksasi loan to
value (LTV) yang dilakukan Bank Indonesia pada
75
85
95
105
115
125
135
145
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
IEK IKK IKE Batas
OP
TIM
ISP
ES
IMIS
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Penghasilan 6 bulan yad Lapangan kerja 6 bulan yad
Ekonomi 6 bulan yad Batas
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Penjualan 3 bulan kedepan Penjualan 6 bulan kedepan
Tw-II
2016
Tw-I
2016
Tw-II I
2016
5,0 5,7 5,1
5,5 esimis
p mis
PROYEKSI PDRB SUMUT Tw IV 2016
Tw-IV
2016
5,2
5,6 esimis
p mis
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
71
beberapa periode lalu diperkirakan dapat
menstimulus investasi rumah tangga.
Di sisi eksternal, indikasi perbaikan kinerja ekspor
masih cukup kuat meski dihadapkan pada beberapa
tantangan. Harga komoditas perkebunan terutama
CPO sebagai produk unggulan Sumut diperkirakan
kembali menurun, sementara harga karet dan kopi
diperkirakan terus membaik. Meskipun demikian,
sistem kontrak yang diterapkan dalam pembelian
komoditas perkebunan dipekirakan mampu menahan
menurunnya kinerja ekspor.
Tingginya permintaan seiring dengan festival di
beberapa negara mitra dagang juga diperkirakan
mampu mendorong kinerja ekspor. Adanya perayaan
Diwali di India pada Oktober mendatang ditengah
masih belum pulihnya kapabilitas produksi dalam
negeri diperkirakan masih mendorong kinerja ekspor.
Sementara itu, pelaksanaan Festival Kue Bulan di
Tiongkok pada bulan September juga mendorong
kinerja ekspor. Kembali tingginya harga kedelai
sementara permintaan melonjak meningkatkan
preferensi akan kelapa sawit meski industri
peternakan di Tiongkok sedang digencarkan.
Masih baiknya kinerja ekspor juga didorong oleh
meningkatnya permintaan domestik. Konsumsi
biodiesel yang terus meningkat yang tercermin dari
komitmen kontrak pengadaan biodiesel yang akan
disalurkan pada bulan Mei-Oktober 201616,
diperkirakan akan menopang kinerja ekspor.
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan
Komoditas Harga Tw III 2016
(%, yoy)
Harga Tw IV 2016 (%, yoy)
Kelapa Sawit 10 8
Karet 12 18
Kopi 24 51
Sumber: IMF Edisi Juli 2016, diolah
Ekspektasi akan membaiknya harga karet di pasar
internasional didorong oleh adanya kesepakatan
antara International Tripartite Rubber Council (ITRC)
untuk membatasi volume ekspor untuk periode
Maret-Agustus 2016. Selain itu pembentukan
Regional Rubber Market (RRM) yang di-launching
pada April lalu diharapkan mampu mendorong kinerja
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
258/K/12/DJE/2016 mengenai penetapan Badan Usaha
Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Alokasi Besaran Volume
perkebunan karet. Selain itu, adanya wacana
penyerapan karet dalam produk infrastruktur hingga
15-20% untuk aspal pada tahun 2017 mendatang akan
mendorong kinerja karet. Lebih lanjut, adanya
kegiatan promosi dagang ke negara-negara Timur
Tengah terutama Turki dapat mendorong penetrasi
pasar baru untuk komoditas ekspor Sumatera Utara.
Adanya kebijakan pemerintah Tiongkok untuk
memotong bea masuk dan bea keluar beberapa
komoditas untuk menstimulasi konsumsi domestiknya
diperkirakan dapat memberikan dampak positif
terhadap perekonomian Sumatera Utara.
Pengurangan pajak ekspor oleh Tiongkok akan
menyebabkan harga barang impor dari Tiongkok lebih
murah, sehingga diperkirakan dapat meningkatkan
konsumsi. Sementara itu, pengurangan pajak impor
diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk
ekspor Indonesia dari produk lokal.
Grafik 7.4 Purchasing Manager Index
Mulai membaiknya persepsi terhadap kelapa sawit di
pasar internasional juga diperkirakan mampu
meningkatkan permintaan kelapa sawit kedepannya.
Dibatalkannya rencana penerapan pajak progresif
pemerintah Prancis diharapkan mampu memulihkan
dampak Black Campign kelapa sawit yang menyeruak
dalam beberapa tahun kebelakang.
Sementara itu, prospek akan perbaikan permintaan
global masih ada. Mulai beranjaknya geliat industri
manufaktur Tiongkok dari episode kontraksi
diharapkan berlanjut pada periode mendatang.
Untuk Pengadaan BBN Jenis Biodiesel di PT Pertamina dan
PT AKR Corporindo Periode Mei-Oktober 2016
45
47
49
51
53
55
57
59
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
US China India Jepang Batas
EKSP
AN
SIK
ON
TRA
KSI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
72
Dari sisi penawaran, perbaikan perekonomian pada
triwulan mendatang diperkirakan didukung oleh
masih baiknya kinerja seluruh kategori unggulan, baik
itu kategori Pertanian, kategori Konstruksi, kategori
Industri Pengolahan maupun kategori Perdagangan
Besar dan Eceran (PBE).
Masuknya periode puncak produksi kelapa sawit pada
triwulan IV 2016 mendorong kinerja kategori
Pertanian. Seiring dengan kembali melimpahnya
pasokan kelapa sawit, harga diperkirakan kembali
menurun sehingga kinerja subkategori perkebunan
dapat dikatakan belum optimal. Adanya pergeseran
periode panen tanaman pangan juga turut
mendorong kinerja kategori Pertanian yang lebih baik.
Berlanjutnya proyek infrastruktur strategis menjadi
pemicu utama membaiknya kinerja kategori
Konstruksi pada periode mendatang. Realisasi
pembangunan yang terus digenjot mendorong
tingginya realisasi konstruksi. Beberapa proyek
infrastruktur strategis yang masih berlanjut adalah
revitalisasi Pelabuhan Belawan, pembangunan
Terminal Multipurpose Pelabuhan Kuala Tanjung, Tol
Trans Sumatera serta beberapa proyek pendukung
lainnya. Secara umum, proyek-proyek infrastruktur
tersebut berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan (on
schedule).
Terlambatnya proses pengadaan proyek infrastruktur
pemerintah daerah yang diperkirakan baru rampung
memasuki pertengahan semester II 2016 diperkirakan
semakin menggenjot kinerja konstruksi pada triwulan
IV 2016 seiring dengan keharusan penyelesaian
pekerjaan sebelum tahun anggaran berakhir. Dengan
demikian, kinerja konstruksi pada triwulan IV 2016
diperkirakan semakin terakselerasi.
Adanya perayaan HBKN dan persiapan liburan sekolah
maupun tahun baru mendorong kinerja perdagangan
Besar dan Eceran. Tingginya konsumsi masyarakat
serta kebutuhan akan moda transportasi
meningkatkan permintaan akan suku cadang.
Meskipun demikian, optimisme para pelaku ritel
terhadap penjualan masih terbatas sejalan dengan
perbaikan permintaan masyarakat yang masih lambat.
Penguatan nilai tukar yang terus berlanjut diharapkan
mampu mendorong kinerja kategori ini.
Tingginya permintaan domestik terkait dengan
kontrak biodiesel serta konsumsi masyarakat yang
diiringi dengan perbaikan permintaan luar negeri
seiring dengan perayaan festival di beberapa negara
mitra dagang mendorong kinerja Industri Pengolahan.
Adanya pemenuhan kontrak biodiesel serta sistem
kontrak penjualan juga turut menjaga kinerja kategori
Industri Pengolahan. Pasokan listrik yang mulai
memadai diharapkan mampu mendukung kinerja
industri pengolahan. Sementara itu, rencana
penurunan tarif listrik yang akan efektif per bulan
September 2016 juga diharapkan menjadi insentif bagi
industri pengolahan dalam efisiensi biaya produksi ke
depan.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera
Utara pada tahun 2016 masih diperkirakan membaik
dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada
kisaran 5,1%-5,5%, yang disebabkan oleh perbaikan
permintaan domestik yang semakin semakin solid
serta kinerja net ekspor yang semakin membaik
khususnya memasuki semester II 2016. Konsumsi
rumah tangga yang kuat masih menjadi penyumbang
utama akselerasi perekonomian pada tahun 2016.
Upaya Pemerintah untuk memperbaiki kualitas
infrastruktur yang memadai juga memberikan
dukungan terhadap potensi tetap kuatnya permintaan
domestik dari sisi investasi. Realisasi proyek
infrastruktur yang tepat waktu menciptakan persepsi
positif akan iklim investasi di Sumatera Utara.
Beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah sepanjang tahun 2015-2016 juga semakin
mendorong persepsi positif terhadap investor. Hal
tersebut juga diakomodasi oleh reformasi birokrasi
yang terus diupayakan oleh pemerintah. Pembiayaan
yang memadai juga menunjang realisasi investasi
pada periode mendatang.
Optimisme akan adanya perbaikan kinerja net ekspor
tidak lepas dari perkiraan akan mulai membaiknya
harga komoditas internasional terutama memasuki
semester kedua tahun 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
73
7.1 Prospek Inflasi
Inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016
diperkirakan berada pada kisaran 4,5 ± 0,5% (yoy).
Perkiraan kembali terjaganya tekanan inflasi terutama
didorong oleh peningkatan tekanan inflasi kelompok
Volatile Foods dan Administered Prices sementara
tekanan inflasi inti relatif menurun. Meskipun inflasi
tahun kalender Sumatera Utara hingga bulan Juli 2016
masih relatif rendah, yaitu 2,2% (yoy), namun inflasi
Sumatera Utara masih dihadapkan pada beberapa
risiko. Meskipun demikian, koordinasi pengendalian
inflasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah
melalui forum TPI/TPID yang telah berjalan dengan
baik dan terus ditingkatkan diperkirakan akan dapat
menjaga stabilitas inflasi.
Tekanan inflasi kelompok Volatile Foods pada triwulan
IV 2016 diperkirakan menurun. Pergeseran periode
tanam pada triwulan III mendorong kembali primanya
pasokan tanaman pangan pada triwulan IV 2016.
Selain itu, permasalahan rendahnya kualitas benih
yang digunakan petani diharapkan tidak lagi terjadi
pada periode mendatang. Disalurkannya bantuan
benih padi, jagung dan kedelai (pajale) terutama di
beberapa sentra produksi padi, jagung dan kedelai di
Sumatera Utara. Tingginya komitmen Pemerintah
untuk mewujudkan swasembada pangan juga
mencadi pemacu suksesnya kegiatan panen pada
periode mendatang. Komitmen tersebut dilakukan
dalam bentuk pendampingan maupun penyaluran
pupuk bersubsidi yang lebih deras. Hal tersebut
tercermin dari realisasi penyaluran pupuk bersubsidi
pada triwulan II 2016 yang tercatat jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan historisnya.
TPID Provinsi Sumatera Utara melalui BULOG juga
berupaya untuk mengendalikan peningkatan tekanan
inflasi pada akhir tahun. Hal tersebut tercermin dari
masih primanya stok beras di Sumatera Utara.
Data triwulan III 2016 ada data stok pada bulan Juli 2016
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 7.5 Stock Beras BULOG
Perkiraan kembali normalnya cuaca memasuki
triwulan III 2016 diperkirakan mampu menjaga
kondusifitas kategori Pertanian. Cuaca diperkirakan
berkisar antara normal hingga sedikit di atas normal
sehingga aktivitas tanam maupun distribusi cukup
kondusif. Tingginya intensi pemerintah untuk terus
mengupayakan penyempurnaan konektivitas
perhubungan diperkirakan mampu menjaga tekanan
inflasi dari sisi distribusi.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 7.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan Juli 2016
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 7.2 Perkiraan Sifat Curah Hujan Agustus 2016
( ,yoy)
dm ri es ( , yoy)
4,5 ± 0,5% Tw-IV 2016
PROYEKSI INFLASI
48
1
04
6
6
42
3
4
18
1
7
13
3
5
26
2
2
31
5
0
24
2
2
30
2
8
16
3
1
17
2
9
24
2
3
0.6%
49.4%
-26.9%
-100.0%
-50.0%
0.0%
50.0%
100.0%
150.0%
200.0%
-
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyjuta ton
Volume Growth
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
74
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 7.3 Perkiraan Sifat Curah Hujan September 2016
Meksipun demikian, terdapat beberapa faktor risiko
yang berpengaruh pada perkembangan inflasi
kelompok Volatile Foods. Kembali erupsinya Gunung
Sinabung pada bulan Mei 2016 lalu juga turut
menyebabkan belum optimalnya aktivitas tanam dan
panen tanaman sayuran dan hortikultura hingga
beberapa bulan ke depan. Peningkatan harga Days Old
Chicken sejak akhir Juli 2016 juga turut mewarnai
risiko tekanan inflasi pada akhir tahun 2016. Adanya
peningkatan harga ini didorong oleh adanya kebijakan
pembatasan kuota bibit ayam pada beberapa periode
lalu. Meski menimbulkan inflasi dalam jangka pendek,
adanya pembatasan ini diharapkan mampu
mendorong stabilisasi harga terkait dengan terjaganya
keberlangsungan pasokan disamping dapat
meningkatkan kesejahteraan peternak.
Risiko kenaikan tekanan inflasi juga berasal dari
kendala kelancaran distribusi perdagangan antar
wilayah. Produktivitas tanaman padi di Sulawesi
Selatan dan Jawa selaku daerah utama pemasok
komoditas pangan Sumatera Utara pada periode
tertentu terancam menurun seiring dengan terjadinya
La Nina sebagai dampak lanjutan dari El Nino hebat
pada tahun 2015 lalu. Curah hujan yang relatif tinggi
dengan adanya La Nina ini juga diperkirakan turut
berpengaruh pada produktivitas tanaman bawang
merah di Provinsi Jawa tengah.
Penurunan tekanan inflasi juga diperkirakan terjadi
pada kelompok Administered Prices. Pergerakan harga
minyak dunia yang masih relatif rendah menurunkan
risiko kenaikan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016.
Pergerakan harga minyak dunia yang rendah
mendorong kembali disesuaikannya harga BBM non
subsidi serta tarif listrik per Agustus 2016. Selain itu,
hal ini juga mengurangi risiko penyesuaian harga BBM
bersubsidi pada periode mendatang. Rendahnya risiko
kenaikan tekanan inflasi dari kelompok Administered
Prices juga didorong oleh mundurnya rencana
pemerintah untuk melakukan migrasi pelanggan listrik
ke tahun 2017.
Meskipun demikian, komitmen Pemerintah untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan
masyarakat melalui rokok dituangkan dalam rencana
kenaikan cukai rokok. Dengan demikian, hal ini juga
turut diperkirakan meningkatkan tekanan inflasi dari
kelompok Administered Prices.
Seiring dengan perkiraan membaiknya daya beli
masyarakat, tekanan inflasi inti diperkirakan
meningkat. Periode puncak produksi kelapa sawit
yang pada umumnya terjadi pada triwulan IV yang
disertai dengan perkirakan harga komoditas yang
terus membaik mendorong daya beli masyarakat.
Selain itu, tingginya permintaan semen yang biasanya
terjadi pada akhir tahun yang diiringi dengan tingginya
permintaan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur
juga meningkatkan tekanan inflasi Administered
Prices.
Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap
Perubahan Harga
Meskipun meningkat, tekanan inflasi pada periode
mendatang diperkirakan masih dalam level yang
terkendali. Masih berlanjutnya penguatan nilai tukar
diperkirakan dapat menahan peningkatan tekanan
inflasi inti pada periode mendatang. Begitu juga
dengan ekspektasi masyarakat yang semakin terkelola
dengan baik. Perkembangan ekspektasi terkini
menunjukkan kenaikan ekspektasi inflasi di level
konsumen yang justru diiringi dengan penurunan
ekspektasi inflasi pada level produsen.
Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi Sumatera
Utara tahun 2016 diperkirakan 4,5 ± 0,5% (yoy),
meningkat dibandingkan dengan tahun 2015.
Peningkatan tekanan inflasi ini terjadi seiring dengan
perkiraan akan membaiknya perekonomian pada
90.0
110.0
130.0
150.0
170.0
190.0
210.0
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
SK (Perub Hrg 3 bln yad) SK (Perub Hrg 6 bln yad)
SPE (Perub Hrg 3 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
75
tahun 2016 ini yang mendorong daya beli masyarakat.
Tekanan inflasi dari seluruh kelompok disagreasi
diperkirakan meningkat. Meskipun demikian,
peningkatan tekanan inflasi ini diperkirakan masih
dalam level yang terkendali sehingga masih terjangkar
pada sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
7.2 Rekomendasi kepada
Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Indikasi perbaikan perekonomian yang terus berlanjut
masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama
dari sisi eksternal yang belum menunjukkan perbaikan
secara fundamental. Dengan demikian, diperlukan
penguatan perekonomian dari sisi domestik yang
dapat didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa
langkah dan rekomendasi di antaranya adalah:
a. Mengintensifkan monitoring realisasi APBD dan
APBN se-Provinsi Sumatera Utara.
b. Melakukan percepatan finalisasi RTRW Provinsi
Sumatera Utara. Koordinasi secara terbuka dan
efektif dengan stakeholder dan pemerintah pusat
dalam menanggulangi dampak terhambatnya
pengesahan RTRW juga perlu ditingkatkan.
c. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam rangka
penguatan permintaan domestik melalui aktivitas
konsumsi seperti event pariwisata melalui media
pemasaran yang massive dan terpusat serta
penciptaan budaya masyarakat pariwisata.
d. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim
investasi di Sumatera Utara kepada investor dan
masyarakat luas melalui publikasi perkembangan
kemajuan pembangunan infrastruktur melalui
media komunikasi yang lebih luas dan terpusat
dengan kredibilitas informasi yang lebih tinggi
(Regional Investor Relation Unit/RIRU).
e. Penguatan ekonomi kerakyatan melalui UMKM
yang mengoptimalkan potensi lokal.
f. Menyempurnakan program pengembangan SDM
yang didasarkan pada potensi perekonomian
daerah.
g. Peningkatan efisiensi transaksi keuangan melalui
elektronifikasi.
Pengendalian Inflasi
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk
pengendalian inflasi tetap terkendali, diantaranya:
a. Meningkatkan koordinasi TPID dalam
mengendalikan fluktuasi harga komoditas pangan
yang bergejolak serta pengendalian ekspektasi
inflasi yang umumnya meningkat seiring dengan
persiapan pelaksanaan HBKN.
b. Meningkatkan program pendampingan dan
pembinaan kelompok petani terkait optimalisasi
produktivitas tanaman serta mendorong petani
“melek” risiko saat periode tanam/panen tertentu.
c. Melanjutkan program peningkatan produksi
pangan maupun diversifikasi konsumsi masyarakat
melalui komunikasi yang lebih intensif.
d. Melakukan percepatan pembangunan
infrastruktur perhubungan untuk mendukung
kelancaran distribusi barang. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui kemudahan perizinan,
pengadaan lahan maupun penguatan komunikasi
dengan masyarakat. Hal ini juga penting untuk
meningkatkan perdagangan antar wilayah.
e. Mendukung peningkatan kapabilitas UMKM yang
bergerak dalam industri pangan untuk meredam
fluktuasi harga akibat panen.
f. Sosialisasi yang lebih intensif mengenai program
sertifikasi lahan pertanian dan skema pembiayaan
petani untuk meningkatkan akses pembiayaan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
LAMPIRAN
76
LAMPIRAN
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
LAMPIRAN
77
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR ISTILAH
78
DAFTAR ISTILAH
Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR ISTILAH
79
Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis. Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR ISTILAH
80
NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian. Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2016
DAFTAR ISTILAH
81
Editor
Departemen Regional 1
Divisi Asesmen dan Advisory: Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory: Demina R. Sitepu
Nur Fikriyah Dzakiyah
Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA: Elian Ciptono
Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760
top related