jurnal apresiasi dan kehadiran ruang dalam jkt48 theater
Post on 25-Jun-2015
854 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Menikmati (Ruang) Pertunjukan : Kajian mengenai Kehadiran
Pengalaman dan Apresiasi dalam Ruang Pertunjukan Seni
Kasus : JKT48 Theater di fX Sudirman, Jakarta Selatan
Yohanes Oktavianus Siagian, Sri Riswanti
1. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok
2. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok
Email : yohanes.oktavianus@ui.ac.id
Abstrak
Arsitektur seringkali hanya dilihat dari elemen fisiknya yang terlihat yaitu bangunan sehingga elemen ruang
sebagai salah satu pembentuknya seringkali terabaikan. Elemen ruang tidak terbatas hanya pada arsitektur juga
tetapi juga terdapat pada berbagai seni seperti seni pertunjukan. Skenografi adalah contoh bagaimana pengaturan
elemen ruang dapat menghasilkan pengalaman dalam sebuah pertunjukan.Dalam seni pertunjukan terdapat
penonton dan pelaku pertunjukan yang menikmati pertunjukan dan juga ruangan sebagai lingkungannya.
Skripsi ini menjabarkan dan menyimpulkan bagaimana pengalaman dapat muncul dalam sebuah pertunjukan dan
bagaimana penonton sebagai sebuah grup sosial mengapresiasinya dalam bentuk tindakan, tidak hanya
pertunjukan karya seni pertunjukan tapi juga elemen ruang didalamnya
Abstract
Experiencing performing art(‘s space) : study of the existence and appreciation of
performing art’s space
Architecture oftenly seen just by its physical element which is building so space as one of its element was
neglected. Actually, Space as element is not limited in architecture but also in art like performing art. Scenography
is a example how setting space element can produce experience in a performance. In performing art there are
audiences and performer who not only enjoy and experiencing the show buat also the stages and auditorium as the
enviroment.
This Thesis ini describes dan concludes how experience is created in a performance and how audience as the
consumer appreciate not only the show but also the spatial element within it, by their responses in action,
Keywords : Space, Spatial Element, Performing Art, Experience, Appreciation
Pendahuluan
Menurut buku Architecture, Space and Order terdapat dua elemen dalam arsitektur yaitu
bentuk (form) dan ruang (space). Bentuk (form) merupakan hal yang disusun oleh titik, garis ,
bidang dan volume. Biasanya ini adalah yang sering kita anggap sebagai arsitektur karena
mudah untuk dilihat keberadaannya dan lebih bersifat konkret padahal ruang (space) sebagai
elemen lain juga penting walaupun sulit untuk ditunjukkan karena bersifat lebih abstrak.
(Ching, 1975)
Dalam Arsitektur juga terdapat dua istilah penting yaitu Space and Place yang biasanya disebut
sama dalam bahasa Indonesia yaitu ruang tapi sebenarnya memiliki arti yang cukup berbeda.
Dalam bukunya Space and Place : The Perspective of Experience, (Tuan, 1977) menyebutkan
bahwa pengalaman (experience) ruang kita ditentukan oleh sensasi, persepsi dan konsepsi yang
kita rasakan ketika berada di ruang tersebut, bagaimana mengubah sebuah space menjadi
sesuatu yang lebih familiar yaitu place. Hal ini nantinya yang menentukan bagaimana kita
merasakan space maupun place dan membedakan keduanya.
Dalam kehidupan manusia, seni adalah satu media ekspresi, salah satu jenisnya adalah seni
pertunjukan. Seni pertunjukan berbeda dengan karya seni lain karena seni pertunjukan bukanlah
karya yang diam seperti halnya seni rupa dan sastra yang berbentuk objek statis. (Willson, 1991)
dalam The Theater Experience menyebutkan bahwa seni pertunjukan memberikan pengalaman
dan emosi bukan dalam sebuah objek melainkan melainkan dalam sebuah peristiwa yang
bergerak seiring jalannya waktu. Sebagai sebuah peristiwa tentunya ada berbagai elemen yang
meembentuknya, hal ini dijelaskan oleh (Riantiarno, 2011) dalam bukunya Kitab Teater :
Tanya jawab seputar seni pertunjukan yang menyebutkan bahwa ada tiga kekuatan utama yang
bersinergi dalam membentuk sebuah peristiwa teater yaitu pekerja teater, tempat dan komunitas
penikmat. Disini terlihat peranan ruang dan arsitektur dalam seni pertunjukan.
Tinjauan teoritis
Apa itu space dan bagaimana mengetahui kehadirannya? Menurut (Locke, 1999) dalam
bukunya An Essay on Human Understanding , space hadir dari posisi tubuh kita yang
terdefinisi dalam ungkapan “ this piece is this distance from that piece is this distance from that
piece dan is this long, this wide, etc.” (Locke, 1999, hal. 169) yang menunjukkan bahwa posisi
spasial terbentuk dari penglihatan dan perabaan (sight and touch).
Gambar 1 Ilustrasi pembentukan ruang menurut Locke
Sumber :Ilustrasi pribadi, 2013
Gambar 2 Ilustrasi pembentukan ruang menurut Levefbre
Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2013
Di sisi lain terdapat pemikiran yang berbeda dari (Lefebvre, 1991) tentang pembentukan space.
Henry Levebfre menyatakan bahwa space adalah sebuah produk sosial, yang berarti bahwa
space terbentuk (atau dibentuk) oleh seseorang yang melakukan intervensi, interaksi, maupun
melakukan hubungan dengan orang lain.
(Kurniawan, 2009) dalam papernya yang berjudul Kita Memproduksi Ruang, membahas
mengenai pemikiran Levebfre mengenai space ini. Henry Levefbre mengatakan bahwa “space
is socially produced” sementara “we are spatially produce”, disini telihat bagaimana manusia
sebagai objek yang menentukan space terbentuk sementara manusia itu sendiri terbentuk dan
teridentifikasi karena interaksinya dengan ruang.
Lebih lanjut Kemas Ridwan menjelaskan pemikiran Levefbre mengenai 3 proses yang terjadi
ketika kita berinteraksi dengan sebuah space, atau lebih tepatnya berbagai elemen yang ada
dalam sebuah space tersebut. Beliau menjelaskan bahwa tahap pertama adalah ketika kita
melakukan praktik meruang (spatial practice) terhadap sebuah ruang, bagaimana kita
memahami tentang aspek fisikal. Tahap selanjutnya adalah pengolahan secara mental tentang
persepsi yang kita terima sehingga ada representasi secara sadar dari ruang. Di tahap terakhir
mengacu pada pengalaman sub-conscious terhadap ruang dan bagaimana kita menentukan
hidup dan melakukan berbagai tindakan kita di dalam ruang tersebut. Tahap ini adalah tahap
tersulit karena berbicara tentang pemahaman dan penentuan respon terhadap ruang yang tentu
saja dipengaruhi oleh personal pelaku dan bersifat sangat subjektif.
Secara ringkas ketiga tahap itu dapat dituliskan dalam diagram berikut :
Physical – Perceived—Spatial Practice
Mental---Conceived—Representasions of Space
Social---Lived---Spaces of Representation.
Gambar 3 Ilustrasi hubungan Perceived Space,Conceived Space dan Lived Space
Sumber : Ilustrasi Pribadi, 2013
Menurut (Appleton, 2008) dalam Building for The Performing Arts dalam merancang sebuah
ruang1 pertunjukan haruslah terlebih dahulu memperhitungkan berbagai macam faktor yang
terkait seperti konsep pertunjukan, site, jenis pertunjukan, kapasitas dan lain sebagainya.
Mengenai jenis petunjukan yang berhubungan dengan desain bangunan, (Appleton, 2008)
menyatakan bahwa setidaknya dapat dibagi menjadi Musik klasik, Opera, Tari, Pertunjukan
Musikal, Jazz, Musik Pop/Rock, dan Drama. Jenis pertunjukan tentunya memerlukan
konfigurasi elemen arsitektur dan interior yang berbeda baik dari zoning, akustik, pencahayaan
dan lain sebagainya.
Dalam menciptakan lingkungan pertunjukan dan suasana yang diinginkan untuk mendukung
sebuah pertunjukan yang sukses diperlukan penataan berbagai hal pendukung lain tidak hanya
1 Atau gedung,bangunan
1
2
3
pentas saja tetapi mulai dari set panggung, properti, pencahayaan hingga ke para pelaku
pertunjukan dari busana, rias wajah dan rambut. Penataan berbagai hal tersebut disesuaikan
dengan konsep dan pertunjukan yang akan ditampilkan agar memberikan pengalaman yang
nyata dan lebih jelas dirasakan oleh penonton.
Dalam seni pertunjukan ada yang dikenal dengan skenografi. Berdasarkan etimologinya
Scenograph berasal dari bahasa Yunani ,skēnē, yang berarti panggung atau lingkungan; grapho,
yang berarti menjelaskan , jadi dapat diambil kesimpulan bahwa skenografi adalah sesuatu yang
menjelaskan lingkungan di pentas. Buku What is Scenography menunjukkan pendapat banyak
ahli yang memberi mengenai definisi skenografi misalnya :
a) Josef Svoboda (Czech Republic) : The interplay of space, time, movement and light on
stage
b) Tali Itzhaki (Israel) : Everything on stage that is experienced visually—in essence, a
human being in a human space.
c) Miodrag Tabacki (Yugoslavia) : The visual space of the performance conceived through
an idea, shaped into a physical and architectural whole.
(Howard, 2002, hal. 8)
Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian mengenai kehadiran ruang dan apresiasi ruang seni pertunjukan
maka penulis memilih untuk memilih JKT48 Theater yang berlokasi di fX Sudirman, Jakarta
Selatan. JKT48 Theater dipilih karena beberapa alasan antara lain karena intensitas pertunjukan
yang tinggi, konsep pertunjukan yang berbeda, tipikal penonton dan apresiasi penonton yang
berbeda dari pertunjukan pada umumnya sehingga menarik untuk diteliti.
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Penulis akan
mencoba berada di ruang pertunjukan untuk menonton pertunjukan yang ada dan menempatkan
diri sebagai penonton sehingga bisa merasakan pengalaman yang diberikan kemudian
memberikan laporan mengenai apa yang saya rasakan. Selain itu penulis juga akan
menyebarkan angket dan melakukan wawancara dengan penonton lain untuk mendapatkan
perbandingan dan menjaga objektifitas penulisan. Pengukuran ruangan, analisa serta
dokumentasi lain akan digunakan untuk mendukung landasan teori yang digunakan.
Hasil Penelitian
Lingkungan fisik dapat memberikan persepsi dalam berbagai bentuk baik itu visual, audio,
maupun lainnya. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Skenograf(i) untuk bisa membentuk
pengalaman dari berbagai dekorasi spasial.
JKT48 Theater menggunakan sistem thrust Stage yang merupakan “gabungan” antara
Proscenium dan Arena. Dengan bentuk stage seperti ini maka penonton dapat melihat seluruh
performer, dan begitu juga sebaliknya. Namun penonton akan mendapatkan pandangan yang
berbeda tergantung posisi dimana dia duduk. Bandingkan dengan stage bentuk arena dimana
performer bisa saja membelakangi penonton.
Lingkungan fisik dapat memberikan persepsi dalam berbagai bentuk baik itu visual, audio,
maupun lainnya. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Skenograf(i) untuk bisa membentuk
pengalaman dari berbagai dekorasi spasial.
JKT48 Theater menggunakan sistem thrust Stage yang merupakan “gabungan” antara
Proscenium dan Arena. Dengan bentuk stage seperti ini maka penonton dapat melihat seluruh
performer, dan begitu juga sebaliknya. Namun penonton akan mendapatkan pandangan yang
berbeda tergantung posisi dimana dia duduk. Bandingkan dengan stage bentuk arena dimana
performer bisa saja membelakangi penonton.
Gambar 3 & 4 Perbandingan orientasi penonton dan performer dalam Thrust Stage, dalam hal ini JKT48
Theater (kiri) dan Arena Stage (kanan)
Sumber : Ilustrasi pribadi (kiri); http://www.Theaterintheround.org/about-trp/unique-stage.html (kanan), 2013,
telah diolah kembali
Dalam sebuah pertunjukan elemen sosial yang terbentuk di dalamnya terbagi ke dalam 2 bagian
utama yaitu performer yang memberi pertunjukan dan penonton yang menikmatinya. Dalam
kesempatan kali ini penulis akan fokus terhadap penonton di dalam sebuah pertunjukan dan
bagaimana mereka berinteraksi.Dalam pertunjukan di JKT48 Theater, penonton tidak hanya
menjadi penikmat tetapi juga memberikan respon yang justu menjadi sebuah pertunjukan
tersendiri. Teriakan Chant, member call,dan gerakan-gerakan lain menjadi pertunjukan menarik
yang menambah pengalaman dalam setiap pertunjukan dalam JKT48 Theater. Lightstick yang
bergoyang seiring irama lagu menjadi pemandangan yang menarik untuk dilihat. Walaupun
berupa aspek fisik tetapi elemen yang diberikan oleh para penonton ini dapat dianggap sebagai
lingkungan sosial karena bersifat sangat relatif terhadap penonton yang hadir dan bukan bagian
dari elemen bangunan yang dipersiapkan.
Berdasarkan angket yang disebar oleh penulis terlihat bahwa 63 % penonton membawa atribut
ketika menonton pertunjukan dalam JKT48 Theater baik yang berupa lightstick, neckstrap, dan
lain sebagainya. Atribut-atribut ini tentunya memberi sebuah identitas tempat dan memberi
penegasan ruang pertunjukan ini sebagai markas JKT48. Disisi lain berbagai atribut yang
digunakan ini sebenarnya memberi sebuah tanda bahwa penonton sengaja menempatkan
dirinya di luar pertunjukan (utama) tapi tidak terpisah. Mungkin hampir sama seperti seorang
penari latar dalam sebuah lakon pertunjukan. Tentu berbeda dengan penonton dalam sebuah
opera yang menempatkan dirinya dalam posisi observer atau penonton dalam sebuah
pertunjukan drama yang menempatkan diri sebagai orang yang ikut dalam cerita.
Dalam menikmati sebuah ruang arsitektur dan pengalaman didalamnya, relevansinya dengan
penikmat dan kondisi budaya/masyarakat sekitar sangat berpengaruh seperti dikatakan oleh
Steen E. Rasmussen
“ That which may be quite right and natural in one cultural environment can easily be
wrong in another; whats is fitting and proper in one generation become ridiculous in the
next when people have acquiref new tastes and habit (Rasmussen, 1959, hal. 10)
Menurut (Willson, 1991) dalam Theater Experience, hal-hal yang mempengaruhi bagaimana
penonton menikmati sebuah pertunjukan bersifat sangat subjektif karena berhubungan dengan
ekpektasi dan latar belakang penonton masing-masing. Lebih lanjut hal ini dibagi menjadi ke
dalam lima poin yaitu adanya simpati terhadap karakter dalam perform, pengetahuan dan
pengalaman pribadi, kepekaan terhadap kondisi sosial, politik saat karya ditulis, pengetahuan
spesifik terhadap karya dan ekspektasi individual terhadap pertunjukan. Berdasarkan angket
yang disebar oleh penulis dalam rentang waktu April-Mei 2013 dan mendapatkan 275
responden terlihat bahwa 90% penonton dalam JKT48 Theater adalah pria dengan mayoritas
usia berkisar antara 16-20 tahun. Jika dibandingkan dengan performer yang merupakan wanita
dengan kisaran umur yang hampir sama, terlihat bahwa ada semacam simpati(atau empati) dari
penonton terhadap performer. Hal ini didukung pula dengan status hubungan para fans yang
sebagian besar single, dimana para performer juga diwajibkan untuk tidak memiliki hubungan
asmara.
Gambar 5 & 6 Data Jenis kelamin dan status hubungan fans JKT48
Sumber : Dokumentasi pribadi berdasarkan kuesioner yang disebar, 2013
Hal ini kemudian menjadi penting karena kemudian performernya menjadi lebih utama
dibanding performance yang dibawakan yang tentu saja akan mempengaruhi bagamana
penonton beraksi dan menikmati pertunjukan tersebut. Hal ini terlihat ketika selanjutnya
diberikan pertanyaan mengenai hal yang menarik dari JKT48 sebagai performer. 23% fans yang
disurvei menyatakan bahwa member adalah aspek yang paling disukai, mengalahkan
performance yang hanya memperoleh suara 18%.
90%
10%
Jenis Kelamin
Pria
Wanita87%
12%1%
Status Hubungan
Single
In Relationship
Married
Member sebagai elemen utama dalam pertunjukan JKT48 juga terlihat ketika ditanyakan
mengenai alasan para fans datang ke JKT48 Theater. 43% fans mengaku alasan utamanya
datang ke JKT48 Theater untuk mendukung member, sama besar dengan untuk mencari
hiburan yang juga 43 % dan 14% lainnya datang untuk berkumpul bersama fans. Penemuan ini
cukup menarik karena 43% merupakan jumlah yang cukup besar untuk menjadi alasan datang
ke sebuah pertunjukan untuk mendukung performer dibanding menikmati pertunjukannya.
Gambar 7 & 8 Pie Chart Apa yang disukai fans dari JKT48 (kiri) dan alasan menonton (kanan)
Sumber :Dokumentasi Pribadi
Pertunjukan yang diberikan dalam JKT48 Theater adalah pertunjukan yang sama setiap
kalinya, kalaupun ada yang berbeda paling hanya di line up performer atau topik MC yang
dibawakan. Lalu kenapa banyak penonton yang berkali-kali menonton pertunjukan ini bahkan
hingga sampai lebih dari 20 kali (18%) ? Tentunya ada ekspektasi lain yang diharapkan dari
penonton ketika menyaksikan pertunjukan. Melihat member yang berbeda membawakan
sebuah setlist atau sekadar melihat member favorit saja sepertinya menjadi alasan yang utama.
Interaksi antara penonton dan performer selama pertunjukan tidak hanya sebatas pelaku
pertunjukan dan penikmat saja tetapi juga ada interaksi dua arah yang diberikan. Member
biasanya memberikan berbagai interaksi berupa eyelock, senyuman, atau sekadar gestur tubuh
untuk merespon teriakan panggilan dari penonton. Bahkan interaksi ini kemudian yang menjadi
kekuatan utama dari pertunjukan yang dihadirkan, lebih dari pertunjukan musik dan tari itu
sendiri.
Jadi bagaimana sebenarnya penonton bereaksi terhadap petunjukan dan ruang pertunjukan
dalam JKT48 Theater? Bagaimana penonton menempatkan dirinya terhadap grup sosial yang
ada ketika menikmati pertunjukan tersebut ?
14%
43%
43%
Alasan menonton JKT48 Theater
Berkumpulfans
Hiburanaternatif
SupportMember
23%
10%
19%10%
20%
18%
Apa yang disukai dari JKT48?
Member
Fandom
Konsep
Kostum
Liriknya
FanService
Sebagai sebuah grup sosial, penonton dalam JKT48 Theater terbagi kedalam beberapa
kelompok kecil lain. Penulis membaginya ke dalam 3 jenis yaitu newbie fans yaitu fans yang
baru beberapa kali menonton dan ikut dalam fandom, Casual Fans yaitu fans yang sudah sering
menonton dan berkecimpung cukup lama dan Wota yaitu mereka yang sudah benar benar
terobsesi dengan idol dan segala pertunjukannya. Penggolongan ini penting karena ketika
membahas sebuah personal space dan grup sosial berarti juga berbicara tentang kesamaan dan
bagaimana kita menempatkan diri di dalam sebuah grup tersebut.
Berdasarkan angket yang disebar terlihat bahwa hanya 24% penonton yang diam menikmati
pertunjukan yang diberikan. Sisanya menonton pertunjukan sambil melakukan kegiatan lain
seperti chanting (38%), sing along (18%), live report via tweet (8%) dan lain sebagainya seperti
terlihat dalam chart dibawah ini.
Gambar 9 Pie chart tindakan yang dilakukan oleh penonton sambil menyaksikan pertunjukan di JKT48 Theater
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2013
Tindakan yang berbeda seperti ini tentunya membutuhkan ruang yang berbeda beda juga. Live
tweet hanya membutuhkan ruang gerak yang kecil, lain halnya dengan furicopy atau misalnya
menarik perhatian member dengan mengangkat benda atau aksesoris lainnya.
Dari angket yang disebar mengenai pentingnya row duduk didapatkan hasil bahwa 40%
responden menganggap sangat penting, 50% menganggap cukup penting dan 9% menganggap
tidak penting. 60% fans memberikan alasan pentingnya Row duduk karena lebih jelas, 30%
8%
38%
18%
5%2%5%
24%
Apa yang dilakukan saat menonton ?
Live Tweet
Chanting
Sing along
Looking for memberattentionTake Notes
Furicopy
Diam
memberi alasan lebih dekat dan 10% sisanya membahas masalah akustik. Jika melihat layout
dari JKT48 Theater hal ini sebenarnya cukup beralasan karena tidak adanya leveling dalam
pengaturan kursi di area auditorium. Dari alasan tersebut terlihat bahwa akses visual lebih
penting dibanding dengan jarak fisik terhadap performer.
Gambar 10 Tampilan potongan samping stage dan auditorium JKT48 Theater
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2013
Dalam setiap pertunjukan JKT48 dan grup 48 lainnya, pemilihan tempat duduk dilakukan
dengan cara undian atau biasa dikenal dengan istilah bingo. Tiap tiket memiliki nomor yang
kemudian akan diundi untuk menentukan urutan masuk ke dalam ruang pertunjukan dan
memilih tempat duduk. Disini terlihat bahwa pihak penyelenggara pertunjukan sendiri sudah
mengetahui pentingnya tempat duduk bagi penonton oleh karena itu menerapkan sistem ini agar
tidak terjadi keributan saat memilih tempat duduk.
17% responden mengaku lebih memilih berdiri dibandingkan duduk padahal berdiri lebih
melelahkan dan lebih jauh dari stage. Angka ini cukup besar karena biasanya manusia
menginginkan kenyamanan dan menghindari kesulitan. Dilihat dari alasan berdiri2, bebas
berekspresi dan bergerak sebesar 18%, bersama teman 16% dan lebih jelas terlihat 16% dapat
disimpulkan bahwa beberapa penonton mengorbankan kenyamanan duduk untuk hal yang
dianggap lebih penting. Hal ini didukung dengan kondisi tempat duduk yang sebenarnya tidak
terlalu nyaman.
Menurut situs resmi Chitose yang beralamat di http://www.chitose-indonesia.com , kursi
dengan nama produk Flora H ini memang diperuntukkan untuk Cafe, Food court dan teras. Hal
ini berarti memang penggunaan kursi ini bukan untuk jangka waktu lama, hanya sekitar 30
2 dengan mengabaikan alasan “terpaksa” yang berarti tidak memilih berdiri
menit hingga 1 jam sebelum badan menjadi sakit dan pegal karena sandaran punggung yang
hanya berupa sebuah batang tanpa landasan.
Alasan lain pemilihan standing area sebagai tempat menikmati pertunjukan adlaah rasa bosan.
Penonton yang datang berkali kali untuk menikmati pertunjukan yang sama akan mencoba
mencari pengalaman baru untuk menikmati,ketika dia tidak bisa mengubah pertunjukan yang
diberikan maka dia pun akan mengganti cara menikmatinya misalnya mencoba furicopy, chant
sekencang-kencangnya,dan lain sebagainya, 8% responden secara terang–terangan menyatakan
hal ini
.Menikmati pertunjukan di standing area bisa lebih bebas karena lebih luas dan jarak
perorangnya yang lebih besar jika dibandingkan dengan di area duduk. Gerakan wotagei,
furicopy dapat dilakukan dengan bebas tanpa harus takut mengenai kepala dan badan orang di
depan atau samping kita. Meneriakkan chant sekeras-kerasnya tanpa harus takut mengganggu
dan memekakkan telinga orang di sekitar juga dapat dilakukan di standing area.
Gambar 11 Ilustrasi perbandingan ketika menonton diam dan melakukan wotagei
Sumber : Ilustrasi Pribadi, 2013
Selain itu dengan berdiri di standing area maka melihat area stage akan lebih jelas
dibandingkan dengan duduk, apalagi jika duduk di bagian belakang. Dengan akses visual yang
jelas maka interaksi visual akan terjadi sehingga dapat merasakan koneksi yang lebih dengan
performer. Dengan berada di standing area juga penonton dapat bebas memperlihatkan
aksesoris atau tulisan lain kepada performer tanpa takut melanggar peraturan yang melarang
mengangkat papan atau apapun yang menghalangi penonton lain.
Gambar 12 Ilustrasi melihat di tempat duduk dan standing area
Sumber : Ilustrasi Pribadi, 2013
Apa atau mungkin lebih tepat siapa sebenarnya yang diharapkan oleh penonton untuk dilihat
dalam sebuah pertunjukan ? 37% penonton mendasarkan pilihannya untuk memilih tempat
duduk karena ingin melihat satu atau beberapa member secara khusus.
Gambar 13 & 14 Sudut pandang vertikal (Kiri), dan sudut pandang Horizontal saat menonton pertunjukan
(kanan)
Sumber : (Appleton, 2008, hal. 132)
Terkadang pemilihan tempat ini tidak berarti berada di tempat yang paling sentral karena tidak
jarang berarti tempat duduk paling pinggir. Ditambah dengan keinginan untuk berada lebih
dekat dan jelas melihat member tersebut yang berarti akan menyulitkan untuk melihat
pertunjukan semua member secara keseluruhan.
Gambar 15 Ilustrasi blocking member dan jarak pandang jika ingin melihat 1 atau beberapa member secara
khusus.
Sumber : Ilustrasi Pribadi, 2013
Perhatikan dalam ilustrasi diatas bahwa berada dibagian tengah (posisi 1) adalah posisi yang
paling ideal untuk melihat semua performer. Akan tetapi jika ingin melihat member B secara
khusus dan lebih nyaman maka posisi 2 akan lebih menjadi pilihan.
Auditorium dalam JKT48 Theater terdiri dari standing area yang tersusun dari susunan kursi
15x 5 x 4 sebagai berikut. Berdasarkan angket yang disebar terlihat bahwa mayoritas memilih
untuk duduk di row ke 3-5 . Mengapa penonton lebih memilih row tersebut? Jika perhatikan
dari gambar potongan samping dibawah ini terlihat jarak antara tempat duduk penonton dan
stage yang cukup dekat.
1
2
Gambar 16 Ilustrasi seberapa tinggi kepala harus mendongak untuk bisa melihat performer di tiap baris tempat
duduk
Sumber : Ilustrasi pribadi, 2013
Dengan mengasumsikan bahwa tinggi peformer dan penonton sebagai 160 cm dan tinggi saat
duduk menjadi 120 cm, dan jarak tiap kursi 50 cm, kita dapat mengukur berapa derajat kepala
harus mendongak untuk bisa melihat performer. Berada di posisi A (baris pertama) memaksa
penonton untuk mendongak sebesar 45°, di posisi B (baris kedua) 33°, posisi C (baris ketiga)
26,5°, posisi D (baris keempat) 21°, dan posisi E (baris kelima ) 18°. Sedangkan ketika berada
di standing area kita harus mendongak 13° untuk bisa melihat performer.
Peletakan speaker di dalam JKT48 Theater juga sangat berpengaruh terhadap bagaimana
pertunjukan bisa kita nikmati dan pengalaman tersebut bisa terbentuk. Jika kita perhatikan
potongan samping penyusunan speaker dibawah ini terlihat bahwa sudut 20° ke bawah ini
mengarah tepat ke row 3. Dengan penyusunan seperti itu maka arah penyebaran akan tidak
merata seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.24.
Gambar 17 Tampak samping sudut peletakan Speaker di JKT48 Theater
Sumber : Ilustrasi pribadi, 2013
160cm
160cm 100cm
A B C D E
F
50cm
Semakin jauh jarak dari sumber bunyi maka akan semakin kecil juga suara yang didengar
apalagi jika sumber suaranya terpusat seperti JKT48 Theater. Hal ini menjadi penting karena
dalam pertunjukan yang dihadirkan merupakan pertunjukan tari dan musik dimana aspek
akustik adalah elemen krusial.
Elemen lain yang menjadi perhatian oleh penonton ketika menikmati pertunjukan terlihat dalam
diagram dibawah ini.
Gambar 18 Elemen yang menganggu kenyamanan menonton
Sumber : dokumentasi pribadi
47% penonton mengeluh sempitnya kursi yang ada di JKT48 Theater dan tidak leluasanya
untuk bergerak. Dimensi kursi yang sangat pas-pasan bahkan sangat menjepit tentu saja
menganggu kenyamanan ketika menonton. Hal ini didukung pula dengan jarak antar kursi yang
sangat dekat sehingga sulit untuk melakukan kecha dan lain sebagainya.
Seni pertunjukan sebagai salah satu seni yang memiliki tiga elemen utama yaitu performer,
penonton dan lingkungan tempat pertunjukan diadakan memperlihatkan bagaimana peranan
sebuah arsitektur dapat membantu sebuah pertunjukan dalam menyampaikan pesan kepada
pada penontonnya. Tiap seni prtunjukan tentu memerlukan spesifikasi ruangan yang berbeda
beda sehingga memerlukan desain arsitektur dan interior yang berbeda juga sehingga hasilnya
bisa maksimal.
Dalam sebuah seni pertunjukan dan ruang pertunjukan sebagai sebuah bentuk arsitektur maka
elemen penikmat juga harus diperhatikan dengan seksama. Beragamnya penonton dan
penikmat pertunjukan dan ruang yang ada tersebut haruslah menjadi faktor yang diperhitungkan
31%
47%
17%5%
Elemen yang mengganggu kenyamanan menonton
Tiang
Kursi Sempit
jarak jauh
chant dan fans lain
dalam mendesain sebuah ruang pertunjukan. Tiap individu penikmat ruang dan pertunjukan
tidak bisa digeneralisir dan dipaksakan untuk menikmati keadaan yang ada.
Kesimpulan
Dari pembahasan saya mengenai JKT48 Theater banyak hal yang penulis peroleh dalam
kaitannya dengan bagaimana ruang, penonton dan performer bisa saling berkaitan dan
mempengaruhi bagaimana menikmati sebuah sebuah pertunjukan. Penulis mendapatkan bahwa
skenografi adalah hal penting dalam sebuah pertunjukan, bagaimana penataan panggung,
dekorasi dapat mempengaruhi mental image dalam sebuah pertunjukan.
Seperti yang dikatakan oleh Goldblatt (1990) bahwa “A special event recognises an unique
moment in time with ceremony and ritual to satisfy specific needs” (Berridge, 2007, hal. 6).
maka harus diteliti juga ekspektasi dan keinginan dari penonton ketika menikmati sebuah
pertunjukan. Ketika yang mereka inginkan adalah audio maka akustik yang harus diperhatikan,
jika visual yang mereka inginkan maka harus perhatian lebih di sisi ini misalnya dengan
mengadakan proyektor dan sebagainya.
Dalam menjual sebuah pertunjukan harus diperhatikan apa sebenarnya yang diinginkan oleh
(calon) penonton. Joanne Scheff Bernstein (2007) dalam Arts Marketing Insights: The
Dynamics o f Building and Retaining Performing Arts Audiences menjelaskan bahwa
pemahaman penonton dalam menyingkapi sebuah pertunjukan tidaklah sama, “People tend to
make a sharp distinction between art and entertainment and have a strong, even exclusive
preference for one or the other. “ (Bernstein, 2007, hal. 12)
Penonton di JKT48 Theater ternyata tidak semuanya bertujuan untuk mendapatkan hiburan dari
pertunjukan yang disajikan, sebagian justru malah betujuan untuk berkumpul dengan teman
teman atau malah untuk melihat dan mendukung si performer saja. Hal ini tentu saja berakibat
ke bagaimana penonton menempatkan dirinya ke dalam sebuah pertunjukan. Penonton tidak
hanya sebagai penikmat pertunjukan yang pasif tetapi juga melakukan respon terhadap
pertunjukan yang dinikmati dan tidak jarang justru menjadi sebuah pertunjukan tersendiri.
Ruang pertunjukan di JKT48 Theater cenderung kosong dan minim dengan dekorasi dengan
warna dominan hitam. Pertunjukan yang didominasi oleh warna warna cerah dari pakaian
performerlah yang memberi kehidupan terhadap ruangan tersebut selain pertunjukan cahaya
yang maksimal. Di sisi lain para penonton juga memberi andil untuk memberikan kesan dalam
pertunjukan dengan meneriakkan chant atau member call dan juga membawa lightstick yang
dilambai-lambaikan selama menonton pertunjukan.
Pengalaman ruang baik lingkungan secara fisik maupun sosial mempengaruhi bagaimana orang
– orang bereaksi dan hidup di dalamnya. Di JKT48 Theater terlihat bagaimana mereka yang
memang ingin untuk melakukan kegiatan yang berbeda akan memilih spot tertentu untuk
melakukannya sehingga dapat berkumpul dengan orang – orang dengan tujuan yang sama dan
tidak mengganggu yang berbeda, contohnya orang yang memang ingin untuk mengangkat
sebuah banner,poster dan semacamnya akan lebih memilih untuk berdiri di belakang di
standing area sehingga tidak mengahalangi pandangan orang. Terbentuknya grup-grup yang
memiliki perbedaan tujuan ini sangat berpegaruh ke bagaimana kita bisa menikmati
pertunjukan, dan bagaimana kita bisa bersifat toleran kepada orang lain dalam kaitannya dengan
personal space dan semacamnya. Dari kuesioner yang disebut terlihat bahwa banyak fans yang
terganggu dengan kelakuan fans lain ketika menonton pertunjukan yang sama. Oleh karena itu
zoning menjadi penting dalam sebuah ruangan, dalam hal ini ruang pertunjukan.
Saran
Tulisan ini dapat dijadikan sebagai sebuah sumbangan acuan dan contoh tentang bagaimana
desain sebuah pertunjukan haruslah disesuaikan dengan kebutuhan dari pertunjukan itu sendiri.
Penonton sebagai penikmat pertunjukan dan bagaimana mereka akan menikmatinya harus
menjadi pertimbangan ketika mendesain sebuah ruang pertunjukan. Konsep pertunjukan dan
bagaimana pertunjukan diadakan harus menjadi bahan riset oleh si arsitek. Penulis hanya
membahas sebuah ruang pertunjukan dengan satu konsep, pembahasan lebih luas dengan
membandingkannya dengan pertunjukan lain dengan konsep dan perilaku penikmat yang
berbeda sangat dianjurkan untuk dilakukan sehingga diperoleh pemahaman menyeluruh
terhadap pertunjukan dan ruang pertunjukan.
Daftar Referensi
Appleton, I. (2008). Building for the Performing Arts. Oxford: Architectural Press.
Bernstein, J. S. (2007). Art marketing Insights: The Dynamics of Building and Retaining
Performing Arts Audiences. San Fransisco: Jossey-Bass.
Berridge, G. (2007). Event Design and Experience. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Ching, F. D. (1975). Architecture: Form, Space, and Order. New York: John Wiley.
Howard, P. (2002). What is Schenography ? London: Routledge.
Kurniawan, K. R. (2009). Kita memproduksi Ruang. LILIN LESTARI 72 Tahun IR.Siti Utamini
Departemen Arsitektur FTUI.
Lefebvre, H. (1991). The production of space (Vol. 30). Oxford: Blackwell.
Locke, J. (1999). An Essay on Human Understanding Book II, (First published 1690).
Pennsylvania: Pennsylvania State University.
Rasmussen, S. E. (1959). Experiencing Architecture. Dalam S. E. Rasmussen, Experiencing
Architecture (hal. 9). Cambridge: The Massachutes Institute of Technology.
Riantiarno, N. (2011). Kitab Teater : Tanya jawab seputar seni pertunjukan . Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Tuan, Y. F. (1977). Space and Place: The Perpective of Experience (4th ed.). London:
University of Minnesota Press.
Willson, E. (1991). The Theatre Experience. New YorkThe City University of New York.
top related