jurnal
Post on 24-Oct-2015
435 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT
KEMANDIRIAN REMAJA DALAM MENJAGA KESEHATAN
DI SMA NEGERI 1 ANDONG
Yuda Agus Giyantoro
Program Studi Ilmu Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal yang diperoleh melalui proses individualisasi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian remaja meliputi gen atau
keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, sistem kehidupan di
masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua
terhadap tingkat kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang memberikan
gambaran yang lebih spesifik pada aspek-aspek tertentu dan menjelaskan hubungan antara dua
variabel. Populasi penelitian ini adalah seluruh murid di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang berjumlah 676 siswa. Sedangkan sampel yang diambil sebanyak 100 responden dengan
teknik proportionate stratified random sampling serta alat pengambilan data menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ada hubungan pola asuh orang tua dengan
tingkat kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
(nilai p-value 0,000). Saran yang dapat diberikan adalah pihak sekolah memberikan waktu
khusus bagi orang tua untuk konsultasi tentang pola asuh yang tepat bagi anaknya terkait dengan
kemandirian anak khususnya dalam menajaga kesehatan
Kata Kunci : pola asuh, tingkat kemandirian, remaja
ABSTRACT
Self-reliance is an internal strength gained through the process of individuation. The factors that
influence the development of adolescent autonomy includes the genes or the offspring of parents,
parenting parents, the education system in the school, in the community life of the system. The
purpose of this study was to determine the relationship of parenting parents to a level of
independence in maintaining the health of adolescents in SMA N 1 Andong Boyolali. Type of
research is descriptive correlation study. The population of this study were all students at SMAN
1 Andong Boyolali totaling 676 students. While the sample of 100 respondents drawn with
proportionate stratified random sampling technique and data retrieval tool using a questionnaire.
The results showed that Ada parenting parents relationship with the level of independence in
maintaining the health of adolescents in SMA N 1 Andong Boyolali (p-value 0.000). Advice that
can be given is the school providing special time for parents to consult about the proper
upbringing for their children related to the child's independence particularly in health care
Keywords : parenting parents, teenagers in maintaining a level of independence
health.
PENDAHULUAN
Permasalahan remaja saat ini sudah
mengkhawatirkan. Kita sering mendengar
remaja yang terlibat tawuran, terlibat tindak
kejahatan, obat-obatan terlarang, serta masih
banyak lagi permasalahan remaja seperti
masalah pacaran, masalah dengan teman,
masalah sekolah, hingga yang cukup banyak
terjadi masalah dengan orang tua. Adapun
permasalahan lainnya pada remaja adalah
semakin mudah terjadi menarche yang diikuti
dengan perubahan fisik,dan perubahan prilaku
seksual mengakibatkan komplikasi dalam
bentuk kehamilan yang tidak dinginkan,serta
penyebaran penyakit hubungan seksual
(Manuaba, 2003).
Sejak perang dunia II kedua terjadi
perubahan yang dramatis dari penyebab
kematian remaja baik di negara maju dan
berkembang. Kematian, karena infeksi dalam
dekade kedua kehidupan telah banyak
berkurang dan digantikan oleh kematian
karena bunuh diri, pembunuhan, peperangan
sedangkan di Negara berkembang kematian
maternal masih merupakan salah satu
penyebab utama kematian masa remaja.
Adapun permasalahan kesehatan remaja di
dunia termasuk di Indonesia pada umumnya
mencakup penyakit infeksi umum (ISPA,
diare, TBC, dan malaria), penyakit kronis
(penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit
saluran nafas yang berhubungan dengan
merokok, masalah Kesehatan Reproduksi
(kehamilan remaja, perilaku seks di luar nikah,
aborsi yang tidak aman, Penyakit Menular
Seksual/HIV/AIDS), masalah gizi (anemia,
defisiensi protein dan vitamin, obesitas),
kesehatan psikologik (neorosis, psikosis,
kenakalan remaja, penggunaan dan
penyalahgunaan obat dan zat adiktif lainya)
dan kecelakaan lalu lintas (Moersintowati,
et.,al, 2002). Masa remaja dalam siklus
kehidupan, merupakan masa keemasan, di
mana banyak perubahan dan masalah yang
jika tidak kita tangani akan berdampak serius
salah satu masalah remaja yang memerlukan
perhatian adalah masalah kesehatan yang
merupakan elemen penting manusia untuk
dapat hidup produktif.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007,
menunjukkan angka anemia pada anak usia
<14 tahun 9,8%, sementara pada anak usia
>15 tahun, pada perempuan 19,7% dan pada
laki-laki 13,1%. dan dari data SKRRI 2010,
umur pertama kali merokok 15-19 tahun
(43,3%) meningkat dibandingkan survei tahun
2007 (33,1%), demikian juga prevalensi
hubungan seks pranikah. Berdasarkan laporan
triwulan Ditjen P2PL, Kemenkes, sampai
dengan September 2011 persentase kumulatif
kasus AIDS terbesar adalah pada kelompok
umur 20-29 sebesar. (47,8%) (Depkes, 2011).
Hasil data di atas dapat perlu adanya perhatian
yang sangat besar tentang masalah kesehatan
pada masa remaja, dan butuhnya informasi
yang jelas tentang masalah kesehatan sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan
pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku
positif anak usia sekolah, serta perlunya
dukungan pola asuh orang tua dalam
memberikan informasi yang benar tentang
masalah kesehatan dan resiko-resikonya,
diharapkan anak usia sekolah dan remaja
dapat lebih bertanggung jawab terhadap diri
sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Timbulnya masalah pada remaja
disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat
kompleks, yang terjadi pada massa remaja.
Secara garis besar, faktor-faktor tersebut
karena, adanya perubahan-perubahan biologis
dan psikologis yang sangat pesat pada masa
remaja yang akan memberikan dorongan
tertentu yang sifatnya sangat kompleks serta
kurang siapnya orang tua dan pendidik untuk
memberikan informasi yang benar dan tepat
waktu, karena ketidaktahuannya, serta
pertumbuhan sosial dan pola kehidupan
masyarakat akan sangat mempengaruhi pola
tingkah laku dan jenis penyakit pada golongan
usia remaja (Moersintowati, et.,al, 2002).
Masa remaja merupakan masa yang penuh
resiko terhadap penyakit akibat kelainan
perilaku. Seperti halnya pada remaja terjadi
perubahan yang sangat dramatis yang meliputi
kematangan biopsikososial dan lingkungan.
Masalah perilaku remaja muncul akibat
interaksi antara faktor-faktor tersebut.
Kemandirian merupakan suatu kekuatan
internal yang diperoleh melalui proses
individualisasi. Proses individualisasi adalah
proses realisasi diri dan proses menuju
kesempurnaan (Ali dan Asrori, 2004).
Kemandirian pada remaja berperan penting
dalam kesehatan, pada remaja penyakit dapat
dapat mempengaruhi perkembangan
kemandirian individu, tanggung jawab yang
lebih besar untuk perawatan dirinya sendiri,
semakin timbulnya keakraban dan
perencanaan untuk masa depan (Kliegman &
Nelson, 2000).
Kemandirian remaja memiliki empat
aspek, yakni aspek intelektual (kemauan untuk
berpikir dan menyelesaikan masalah sendiri),
aspek sosial (kemauan untuk membina relasi
secara aktif) aspek emosi (kemauan untuk
mengelola emosinya sendiri), dan aspek
ekonomi (kemauan untuk mengatur ekonomi
sendiri (Syafaruddin, 2012).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kemandirian remaja meliputi
gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang
tua, sistem pendidikan di sekolah, sistem
kehidupan di masyarakat (Ali dan Asrori,
2004). Serta ada pula beberapa faktor
eksternal yang mempengaruhi terbentuknya
kemandirian emosi remaja dimulai dari
lingkungan keluarga melalui pola pengasuhan
orang tua sehari-hari, kondisi pekerjaan orang
tua, tingkat pendidikan orang tua, dan
banyaknya anggota keluarga, di samping
faktor tersebut, faktor yang turut
mempengaruhi terbentuknya kemandirian
emosi remaja adalah peran orang tua tunggal
(single parent) ataupun peran kedua orang tua
yang keduanya berkarier dan mengharapkan
anak remajanya mandiri sepanjang hari.
Demikian pula dengan urutan anak dan jumlah
saudara dalam sebuah keluarga turut
mempengaruhi kemandirian emosi remaja,
misalnya; anak yang lebih tua (walau usianya
masih muda) sering diberikan tanggung jawab
dan kebebasan oleh orang tuanya yang lebih
besar. Orang tua, melalui gaya
pengasuhannya, dipandang sebagai faktor
penentu (determinant factor) yang
mempengaruhi perkembangan kemandirian
emosi remaja. Disadari atau tidak, gaya asuh
orang tua telah meletakkan dasar-dasar
perkembangan pola sikap dan tingkah laku
anaknya (Shochib, 2000).
Peran keluarga dalam memandirikan
remaja dalam menjaga kesehatannya amatlah
di butuhkan oleh remaja. Orang tua harus
mengubah hubungan mereka dengan remaja
secara progresif dari hubungan ketergantungan
yang di bentuk sebelumnya ke arah suatu
hubungan yang semakin mandiri. Orang tua
harus mempercayai anak agar mandiri, dengan
mengabaikan kebutuhan ketergantungannya
untuk hidup mandiri (Andarmoyo, 2012).
Karena keluarga adalah lingkungan pertama
dan utama dalam membentuk kepribadian
seorang anak. Seorang anak akan tumbuh
menjadi seorang remaja yang mandiri baik
dalam hal emosi, berbuat, maupun berprinsip
yang hal tersebut sangat dipengaruhi oleh gaya
pengasuhan orang tua dalam lingkungan
keluarganya.
Pola asuh merupakan pola interaksi antara
orang tua dan anak, yaitu bagaimana cara
sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi
dengan anak,termasuk cara penerapan
aturan,mengajarkan nilai / norma,memberikan
perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan
sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan
panutan bagi anaknya (Setiabudhi, 2005).
Pola asuh orang tua pada umumnya
terbagi menjadi tiga, yakni otoriter, permisif
dan demokratis. Orang tua pada pola asuh
otoriter menentukan semuanya. Orang tua
menganggap semua yang mereka katakan
adalah yang paling benar dan baik. Orang tua
tak pernah mendorong anak untuk mandiri dan
mengambil keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan tindakan si anak. Orang
tua hanya mengatakan apa yang harus/tidak
dilakukan dan tak menjelaskan mengapa hal
itu harus/tidak dilakukan. Pola asuh yang
permisif cenderung membiarkan anak
berkembang dengan sendirinya. Sedangkan,
pola asuh demokratis menggunakan
penjelasan mengapa sesuatu boleh/tidak
dilakukan. Orang tua terbuka untuk berdiskusi
dengan anak. Orang tua melihat anak sebagai
individu yang patut didengar, dihargai dan
diberi kesempatan (Prianggoro, 2008).
Seorang anak akan tumbuh menjadi
seorang remaja yang mandiri baik dalam hal
emosi, berbuat, maupun berprinsip yang hal
tersebut sangat dipengaruhi oleh gaya
pengasuhan orang tua dalam lingkungan
keluarganya. Sehubungan dengan gaya
pengasuhan orang tua dan hubungannya
dengan kemandirian para remaja, hal yang
terpenting diketahui oleh para orang tua
bahwa seorang remaja juga sangat
membutuhkan dukungan daripada sekedar
pengasuhan, seorang remaja juga
membutuhkan bimbingan daripada sekedar
perlindungan, seorang remaja juga
membutuhkan pengarahan daripada sekedar
sosialisasi, dan seorang remaja dalam
kehidupannya sangat membutuhkan perhatian
dan kasih sayang (kebutuhan psikis) daripada
sekedar pemenuhan kebutuhan fisik/materi
semata. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
tersebut sangat terkait pula dengan gaya
pengasuhan yang diperankan oleh para orang
tuanya, yang pada akhirnya juga sangat
berpengaruh pada tumbuhnya kemandirian
pada diri seorang anak ketika ia tumbuh
menjadi seorang yang dewasa kelak (Shochib,
2000).
Pola asuh orang tua yang mempengaruhi
kemandirian remaja yaitu bagaimana cara
orang tua mengasuh atau mendidik anak akan
mempengaruhi perkembangan kemandirian
anak remajanya. Orang tua yang terlalu
banyak melarang atau mengeluarkan kata
“jangan” kepada anak tanpa disertai dengan
penjelasan yang rasional akan menghambat
perkembangan mandiri anak. Sebaliknya
orang tua yang menciptakan suasana aman
dalam interaksi keluarganya akan dapat
mendorong kelancaran perkembangan anak.
Demikian orang tua yang cenderung sering
membanding-bandingkan anak yang satu
dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang
baik terhadap perkembangan kemandirian
anak (Ali dan Asrori, 2004).
Menurut Maulana (2009), menjaga
kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang
berhubungan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman serta lingkungan. Hal ini berarti
kesehatan remaja tidak hanya diukur dari
aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial saja,
tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam
arti mempunyai pekerjaan atau penghasilan
secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki
usia kerja anak dan remaja. Berlaku produktif
secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yaitu
sekolah atau kuliah bagi anak dan remaja.
Kelima dimensi kesehatan tersebut saling
mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat
kesehatan pada seseorang, kelompok atau
masyarakat. Itulah sebabnya kesehatan itu
bersifat holistik atau menyeluruh.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
SMA Negeri 1 Andong Kabupaten Boyolali
pada tanggal 11 Oktober 2012, dari 10 siswa
yang diwawancarai menunjukkan 4 murid
(40,0%) tidak mampu mencari informasi
mengenai masalah kesehatan yang dialami,
tidak mampu merespon secara positif jika
mengalami masalah kesehatan dan tidak
mampu memanfaatkan informasi kesehatan
yang di terima dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dialami di mana 1 murid
(25,0%) mendapatkan pola asuh otoriter yaitu
orang tua selalu mengharuskan mematuhi
peraturan yang telah di buat tanpa
memberikan penjelasan terlebih dahulu serta
semena-mena dalam menerapkan aturan yang
ditetapkan, 1 murid (25,0%) mendapatkan
pola asuh permisif yaitu orang tua
membebaskan untuk melakukan kegiatan apa
saja di luar rumah, tanpa harus meminta ijin
dari orang tua dan diam saja tanpa
memberikan hukuman bila melakukan
kesalahan dan 2 murid (50,0%) mendapatkan
pola asuh demokratis yaitu orang tua
memberikan kebebasan dalam berpendapat
dan memberikan penjelasan tentang
pentingnya menjaga kesehatan. Diperoleh pula
1 murid (10,0%) mampu merespon secara
positif jika mengalami masalah kesehatan di
mana 1 murid (100,0%) mendapatkan pola
asuh permisif yaitu orang tua membebaskan
untuk melakukan kegiatan apa saja di luar
rumah, tanpa harus meminta ijin dari orang
tua.
Hasil studi pendahuluan juga
menunjukkan 5 murid (50,0%) mampu
mencari informasi mengenai masalah
kesehatan yang dialami, mampu merespon
secara positif jika mengalami masalah
kesehatan dan mampu memanfaatkan
informasi kesehatan yang di terima dalam
mengatasi masalah kesehatan yang dialami di
mana 2 murid (40,0%) mendapatkan pola asuh
otoriter yaitu orang tua selalu mengharuskan
mematuhi peraturan yang telah di buat tanpa
memberikan penjelasan terlebih dahulu serta
semena-mena dalam menerapkan aturan yang
ditetapkan, 2 murid (40,0%) mendapatkan
pola asuh permisif yaitu orang tua
membebaskan untuk melakukan kegiatan apa
saja di luar rumah, tanpa harus meminta ijin
dari orang tua dan diam saja tanpa
memberikan hukuman bila melakukan
kesalahan dan 1 murid (20,0%) mendapatkan
pola asuh demokratis orang tua memberikan
kebebasan dalam berpendapat dan
memberikan penjelasan tentang pentingnya
menjaga kesehatan. Penelitiana ini bertujuan
untuk mengetahui Hubungan Antara Pola
Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian
Remaja dalam menjaga Kesehatan di SMA N
1 Andong Kabupaten Boyolali”.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif korelasi, yaitu penelitian kuantitatif
yang memberikan gambaran yang lebih
spesifik dengan memusatkan perhatian pada
aspek-aspek tertentu dan menjelaskan
hubungan antara dua variabel. Variabel bebas
(pola asuh orangtua) dan variabel terikat
(tingkat kemandirian remaja dalam menjaga
kesehatan) sehingga dapat diketahui seberapa
jauh kontribusi variabel bebas terhadap adanya
variabel terikat. Instrument penelitian
merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur variabel dalam rangka
mengumpulkan data instrumen pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa kuesioner.
Pengumpulan data mengunakan
Kuesioner dalam bentuk likert scale,
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui
(Arikunto, 2010).
Kuesioner yang dibuat dalam
penelitian ini memuat beberapa pertanyaan
yang mengacu pada kerangka konsep.
Kuesioner dibuat berupa angket yang
mempergunakan skala dengan jenis rating
scale (likert scale), yaitu semua pertanyaan
pada angket ini menurut jawaban responden
dalam bentuk skala bertingkat. Jawaban pada
rating scale merupakan skala interval tetapi
pada dasarnya langkah-langkah skala likert
adalah pada tingkat ordinal. Pertanyaan terdiri
dari 36 item pertanyaan dengan jawaban tidak
pernah skor 0, kadang-kadang skor 1, sering
skor 2 dan selalu sekor 3, sehingga untuk
masing-masing pola asuh diperoleh skor
maksimal 36. Untuk variabel tingkat
kemandirian remaja kuisoner juga dibuat
berupa angket yang mempergunakan skala
dengan jenis rating scale (likert scale), yaitu
semua pertanyaan pada angket ini menurut
jawaban responden dalam bentuk skala
bertingkat. Jawaban pada rating scale
merupakan skala interval tetapi pada dasarnya
langkah-langkah skala likert adalah pada
tingkat ordinal. Pertanyaan terdiri dari 15 item
pertanyaan dengan jawaban selalu skor 3,
sering skor 2, kadang-kadang skor 1, Tidak
pernah sekor 0 sehingga diperoleh yang
memiliki skor total 45.
HASIL
Penelitian ini dilaksanakan di SMA N
1 Andong Kabupaten Boyolali. Penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui
hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat
kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan
di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
dengan jumlah responden 100 siswa.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pola
Asuh Orang Tua dalam Menjaga
Kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali Pola Asuh
Orang Tua
Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
Demokratif 36 36,0
Permisif 33 33,0
Otoriter 31 31,0
Jumlah 100 100,0
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan
bahwa sebagian orang tua siswa SMA N 1
Andong Kabupaten Boyolali memberikan pola
asuh demokratis dalam menjaga kesehatan,
yaitu sejumlah 36 dari 100 responden (36,0%),
sedangkan orang tua siswa SMA N 1 Andong
Kabupaten Boyolali yang memberikan pola
asuh permisif dalam menjaga kesehatan
sejumlah 33 dari 100 responden (33,0%), serta
orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali yang memberikan pola asuh otoriter
dalam menjaga kesehatan sejumlah 31 dari
100 responden (31,0%).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat
Kemandirian Remaja dalam Menjaga
Kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali Tingkat
Kemandirian
Remaja
Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
Mandiri 26 26,0
Cukup mandiri 29 29,0
Kurang mandiri 21 21,0
Tidak mandiri 24 24,0
Jumlah 100 100,0
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan
bahwa remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali yang mempunyai kemandirian dalam
menjaga kesehatan dalam kategori mandiri
sebanyak 26 dari 100 responden (26,0%),
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang mempunyai kemandirian dalam menjaga
kesehatan dalam kategori cukup mandiri
sebanyak 29 dari 100 responden (29,0%),
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang mempunyai kemandirian dalam menjaga
kesehatan dalam kategori kurang mandiri
sebanyak 21 dari 100 responden (21,0%) serta
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang mempunyai kemandirian dalam menjaga
kesehatan dalam kategori tidak
mandirisebanyak 24 dari 100 responden
(24,0%).
Berdasarkan hasil analisis Kendall Tau
disimpulkan ada hubungan pola asuh orang
tua terhadap tingkat kemandirian remaja
dalam menjaga kesehatan di SMA N 1
Andong Kabupaten Boyolali. Hal ini
ditunjukkan dari nilai korelasi sebesar 0,465
dengan nilai p-value 0,000 (α = 0,05). Nilai
koefisien korelasi (τ) sebesar 0,465
menunjukkan kekuatan hubungan antara dua
variabel pada katagori cukup kuat dan
memiliki arah korelasi positif. Artinya
semakin baik pola asuh orang tua maka tingkat
kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan
di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
semakin baik.
PEMBAHASAN
POLA ASUH ORANG TUA
Berdasarkan pengisian kuisoner yang
dilakukan oleh siswa SMA N 1 ANDONG
Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa
orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali yang memberikan pola asuh
demokratis dalam menjaga kesehatan
sebanyak 36 dari 100 responden (36,0%).
Menurut Dariyo (2004) dalam pola asuh
demokratis kedudukan antara orang tua dan
anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama
dengan mempertimbangkan kedua belah
pihak. Anak diberi kebebasan yang
bertanggung jawab, artinya apa yang
dilakukan oleh anak tetap harus di bawah
pengawasan orang tua dan dapat
dipertanggung jawabkan secara moral. Orang
tua dan anak tidak dapat berbuat semena-
mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih
untuk mempertanggung jawabkan segala
tindakannya. Menurut Gunarsa (2008), dalam
mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
antaranya pengalaman masa lalu. Pengalaman
masa lalu yang berhubungan erat dengan pola
asuh ataupun sikap orang tua mereka.
Biasanya dalam mendidik anaknya, orang tua
cenderung untuk mengulangi sikap atau pola
asuh orang tua mereka dahulu apabila hal
tersebut di rasakan manfaatnnya. Sebaliknya
atau poa asuh orang tua mereka bila tidak
dirasakan manfaatnya.
Orang tua remaja di SMA N 1 Andong
Kabupaten Boyolali dalam mendidik anaknya
cenderung untuk mengulangi sikap atau pola
asuh orang tua mereka dahulu apabila hal
tersebut dirasakan manfaatnnya. Jika orang tua
mereka memberikan pola asuh demokratis
dalam menjaga kesehatan misalnya memberi
penjelasan tentang bagaimana pentingnya
menjaga kesehatan, memberikan kebebasan
dalam berpendapat, tidak marah dan mau
mendengarkan penjelasan terlebih dahulu jika
terlambat pulang sekolah, selalu mengajak
berdiskusi ketika terjadi masalah dalam
keluarga serta memberian pujian saat anak
berhasil maka mereka akan melakukan hal
yang sama dalam mendidik remaja di SMA N
1 Andong Kabupaten Boyolali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali yang memberikan pola asuh permisif
dalam menjaga kesehatan sebanyak 33 dari
100 responden (33,0%). Sifat pola asuh
permisif yakni segala aturan dan ketetapan
keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan
oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua
menuruti segala kemauan anak. Anak
cenderung bertindak semena-mena, tanpa
pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan
apa saja yang diinginkan. Sisi negatifnya anak
kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial
yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan
kebebasan tersebut secara bertanggung jawab,
maka anak akan menjadi seorang yang
mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu
mewujudkan aktualisasinya (Dariyo, 2004).
Nilai-nilai yang di anut oleh orang tua
misalnya orang tua yang mengutamakan segi
intlektual dalam kehidupan mereka, atau segi
rohani dan lain-lain. Hal ini tentu akan
berpengaruh pula dalam usaha mendidik anak
anaknya (Gunarsa, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali yang memberikan pola asuh otoriter
dalam menjaga kesehatan sebanyak 31 dari
100 responden (31,0%). Ciri-ciri dari pola
asuh ini, menekankan segala aturan orang tua
harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak
semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh
anak. Anak harus menurut dan tidak boleh
membantah terhadap apa yang diperintahkan
oleh orang tua. Hal ini membuat anak seolah-
olah mejadi “robot”, sehingga ia kurang
inisiatif, merasa takut tidak percaya diri,
pencemas, rendah diri, minder dalam
pergaulan tetapi disisi lain, anak bisa
memberontak, nakal, atau melarikan diri dari
kenyataan, misalnya dengan menggunakan
narkoba. Segi positifnya, anak yang dididik
dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi
disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi
bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan
kedisiplinan dihadapan orang tua, padahal
dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika
di belakang orang tua, anak bersikap dan
bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya
untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi anak
cenderung memiliki kedisiplinan dan
kepatuhan yang semu (Dariyo, 2004).
Menurut Gunarsa (2008), dalam
mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
antaranya ialah tipe kepribadian dari orang
tua. Orang tua yang selalu cemas dapat
mengakibatkan sikap yang terlalu melindungi
terhadap anak. Orang tua mungkin
berpendapat bahwa anak memang harus
mengikuti aturan yang ditetapkannya. Apa pun
peraturan yang ditetapkan orang tua semata-
mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau
repot-repot berpikir bahwa peraturan yang
kaku seperti itu justru akan menimbulkan
serangkaian efek (Marfuah, 2010).
KEMANDIRIAN REMAJA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang mempunyai kemandirian dalam menjaga
kesehatan dalam kategori mandiri sebanyak
26 dari 100 responden (26,0%). Menurut Ali
dan Asrori (2004), faktor yang berhubungan
dengan perkembangan kemandirian antara lain
pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh
atau mendidik anak akan mempengaruhi
perkembangan kemandirian anak remajanya.
Orang tua yang terlalu banyak melarang atau
mengeluarkan kata “jangan” kepada anak
tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional
akan menghambat perkembangan mandiri
anak. Sebaliknya orang tua yang menciptakan
suasana aman dalam interaksi keluarganya
akan dapat mendorong kelancaran
perkembangan anak. Demikian orang tua yang
cenderung sering membanding-bandingkan
anak yang satu dengan lainya juga akan
berpengaruh kurang baik terhadap
perkembangan kemandirian anak.
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali mampu mencari informasi mengenai
mengalami masalah kesehatan baik dari
internet maupun buku, mampu merespon
secara positif jika mengalami masalah
kesehatan dan jika sakit akan berobat ke
dokter atau tenaga medis dari pada membeli
obat di warung meskipun mengetahui biaya
berobat lebih mahal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang mempunyai kemandirian dalam menjaga
kesehatan dalam kategori cukup mandiri
sebanyak 29 dari 100 responden (29,0%).
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian
tinggi seringkali menurunkan anak yang
memiliki kemandirian juga. Namun faktor
keturunan ini masih menjadi perdebatan
karena ada yang berpendapat bahwa
sesunguhnya bukan sifat kemandirian orang
tuanya itu menurun kepada anaknya,
melainkan sifat orang tuanya muncul
berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya
(Ali dan Asrori, 2004).
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali mampu memanfaatkan informasi
kesehatan yang di terima dalam mengatasi
masalah kesehatan yang anda alami, setiap
pagi sarapan karena mengetahui sarapan baik
untuk kesehatan, berkonsultasi dengan dokter
atau tenaga medis jika mengalami masalah
kesehatan mampu berbagi informasi kesehatan
kepada orang di sekitar anda mampu bersikap
tenang jika ada masalah yg mengangu
kesehatan mampu mengontrol emosional diri
jika sedang mengalami sebuah masalah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang mempunyai kemandirian dalam menjaga
kesehatan dalam kategori kurang mandiri
sebanyak 21 dari 100 responden (21,0%).
Proses pendidikan di sekolah yang tidak
mengembangkan demokratisasi pendidikan
dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa
argumentasi akan menghambat perkembangan
kemandirian remaja. Demikian juga, proses
pendidikan yang banyak menekankan
pentinganya pemberian sanksi atau hukuman
(punishment) juga dapat menghambat
perkembangan kemandirian remaja.
Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih
reward, dan penciptaan kompetensi positif
akan mempelancar perkembanga kemandirian
remaja (Ali dan Asrori, 2004).
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali kurang mampu membantu
menyelesaikan masalah kesehatan yang
timbul di lingkungan, kurang mampu
mengalami masalah kesehatan anda berfikir
dapat mengatasinya sendiri, kurang mampu
mengontrol emosi ketika mengalami masalah
kesehatan, ketika sakit dan kedua orang tua
tidak dirumah kadang-kadang akan berobat
sendiri dengan uang hasil tabungan serta
kadang-kadang akan membeli obat sendiri
tanpa meminta uang dari orang tua jika
mengalami masalah kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
yang mempunyai kemandirian dalam menjaga
kesehatan dalam kategori tidak mandiri
sebanyak 24 dari 100 responden (24,0%).
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu
menekankan pentingnya hierarki struktur
sosial, merasa kurang aman atau mencekam
serta kurang menghargai manifestasi potensi
remaja dalam kegiatan produktif dapat
menghambat kelancaran perkembangan
kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan
masyarakat yang aman, menghargai ekspresi
potensi remaja dalam bentuk berbagi kegiatan,
dan tidak terlaku hierarkis akan merangsang
dan mendorong perkembangan kemandirian
remaja (Ali dan Asrori, 2004).
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali mengikuti kegiatan donor darah yang
di selengarakan sekolah, saat sakit dan kedua
orang tua anda tidak dirumah akan berobat
sendiri dengan uang hasil tabungan sendiri dan
jika mengalami sakit akan membeli obat
sendiri tanpa meminta uang dari orang tua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
sebagian besar mempunyai kemandirian
intelektual dalam menjaga kesehatan dalam
kategori mandiri sebanyak 46 dari 100
responden (46,0%). Pendidikan yang
dimaksud adalah lingkungan pendidikan
seseorang, baik di sekolah sebagai pendidikan
formal, maupun di keluarga sebagai
pendidikan non formal (Wahyuningsih, 2004).
Faktor pendidikan ini mengandung pengertian
bahwa penting sekali peran serta yang aktif
dari guru dan orang tua dalam
menumbuhkembangkan nilai-nilai pada
seseorang. Nilai-nilai, menurut Schaefer
(2006) akan membantu membentuk
kepribadian seseorang. Termasuk didalamnya
adalah sikap kreatif, peduli, menghargai dan
juga mandiri. Pelaksanaan pendidikan di
keluarga ini berkaitan erat dengan berbagai
kemungkinan yang dihadapi, misalnya
keberadaan keluarga dengan satu orang tua
dan keluarga dengan orang tua lengkap. Faktor
pendidikan ini yang kemudian digunakan
sebagai salah satu faktor yang ikut
mempengaruhi terbentuknya sikap mandiri
seseorang.
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali mampu mencari informasi mengenai
maslah anda baik dari internet maupun buku
ketika mengalami masalah kesehatan, mampu
merespon secara positif jika mengalami
masalah kesehatan, mampu memanfaatkan
informasi kesehatan yang di terima dalam
mengatasi masalah kesehatan yang alami
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
sebagian besar mempunyai kemandirian sosial
dalam menjaga kesehatan dalam kategori
kurang mandiri sebanyak 57 dari 100
responden (57,0%). Lingkungan budaya
seseorang berpengaruh terhadap tingkat
kemandiriannya. Menurut Nuryoto (2002)
lingkungan budaya diartikan sebagai
lingkungan tempat hidup sehari-hari, dengan
tradisi, kebiasaan, gaya hidup tertentu dan
beragam untuk tiap daerah. Dicontohkan oleh
Nuryoto (2002) dengan gambaran yang
berbeda antara kehidupan remaja di kota yang
lebih kompleks, lebih dinamis dan
mobilitasnya lebih tinggi dibandingkan remaja
di desa yang bersifat agraris, tenang dan
mobilitas penduduk tidak terlalu tinggi.
Berdasarkan contoh tersebut terlihat bahwa
gaya hidup dan kebutuhan hidup remaja di
kota dengan di desa berbeda. Hal ini adalah
gambaran tentang perbedaan budaya yang
akan mempengaruhi tingkah laku anggota
masyarakatnya dan akan berpengaruh juga
pada tingkat kemandirian individu. Menurut
Monks (dalam Hurlock, 2008), lingkungan
budaya ini selanjutnya akan memberikan pola-
pola latihan kemandirian yang tertentu, yang
akhirnya ikut berperan membentuk generasi
berikutnya.
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali kadang-kadang membantu
menyelesaikan masalah kesehatan yang
timbul di lingkungan, berkonsultasi dengan
dokter atau tenaga medis jika mengalami
masalah kesehatan dan berbagi informasi
kesehatan yang diketahui kepada orang di
sekitar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
sebagian besar mempunyai kemandirian emosi
dalam menjaga kesehatan dalam kategori
kurang mandiri sebanyak 37 dari 100
responden (37,0%). Sutton (dalam Hurlock,
2008) menyebutkan bahwa dengan
bertambahnya umur serta lewat proses belajar
orang semakin tidak tergantung dan mampu
secara mandiri menentukan hidupnya. Hal ini
terjadi karena anak-anak yang muda lebih
tunduk pada pengawasan orang tua dan
pengawasan ini akan berangsur-angsur
berkurang sejalan dengan bertambahnya usia.
Menurut Jung (dalam Lina dan Rosyid, 2007)
locus of control internal dicirikan dengan
seseorang yang mempunyai keyakinan bahwa
individu sendirilah yang bertanggung jawab
atas kesuksesan atau kegagalan yang
dialaminya. Karakteristik ini sejalan dengan
indikasi orang yang mandiri, yaitu yakin akan
kemampuan dirinya untuk menghadapi
berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali kadang-kadang berfikir dapat
mengatasinya sendiri mengalami masalah
kesehatan, bersikap tenang jika ada masalah
yg mengangu kesehatan dan mampu
mengontrol emosi jika mengalami masalah
kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali
sebagian besar mempunyai kemandirian
ekonomi dalam menjaga kesehatan dalam
kategori kurang mandiri yaitu sebanyak 38
dari 100 responden (38,0%). Masrun (2006)
menyatakan bahwa orang cenderung tidak
mandiri bila dihadapkan pada situasi keija
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dirinya,
maka ia cenderung akan mencari pekeijaan
lain yang lebih ada kebebasan dan
kemandirian. Centers (dalam Masrun, 2006)
menyatakan bahwa yang membuat orang puas
dengan pekerjaannya antara lain adalah
kesesuaian dengan minatnya, prestis yang
melekat pada pekeijaan, kreativitas yang
dituntut dalam keijanya, serta kebebasan dan
kemandirian.
Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali kadang-kadang saat sakit dan kedua
orang tua tidak dirumah anda akan berobat
sendiri dengan uang hasil tabungan sendiri dan
akan membeli obat sendiri tanpa meminta
uang dari orang tua jika mengalami sakit.
Hubungan pola asuh orang tua dengan
tingkat kemandirian remaja dalam
menjaga kesehatan
Berdasarkan hasil analisis Kendall Tau
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pola
asuh orang tua terhadap tingkat kemandirian
remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1
Andong Kabupaten Boyolali. Hal ini
ditunjukkan dari nilai korelasi sebesar 0,465
dengan nilai p-value 0,000 (α = 0,05). Peran
keluarga, terutama orang tua yang demokratik
akan memberi kesempatan kepada anak-
anaknya untuk bergabung dengan aktivitas
sebayanya, tanpa kehilangan rasa aman dan
terjamin di rumahnya. Hal ini akan
mendukung terbentuknya anak yang mandiri.
Pada masa remaja (adolescens), selain
pertumbuhan yang cepat (growth spurt), juga
timbul tanda-tanda seks sekunder, serta
diahkiri dengan berhentinya pertumbuhan.
Menurut Ali dan Asrori (2004) beberapa
masalah kesehatan yang dapat berpengaruh
terhadap kesehatan remaja adalah sebagai
berikut, masalah gizi yang meliputi anemia
atau kurang gizi dan pertumbuhan yang
terhambat, masalah penyakit menular seksual,
munculnya pola atau gaya hidup remaja. Gaya
hidup ini baik yang terkait dengan kesehatan
reproduksi maupun dengan pola konsumsi
dapat berpengaruh tinggi terhadap kesehatan
remaja. Menurut Moersintowati, et.,al (2002),
permasalahan kesehatan remaja di dunia
termasuk di Indonesia pada umumnya
mencakup penyakit infeksi umum (ISPA,
diare, TBC, dan malaria), penyakit kronis
(penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit
saluran nafas yang berhubungan dengan
merokok, masalah kesehatan.
Pola asuh dapat diartikan sebagai
gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua
dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi
selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
Orang tua dalam kegiatan memberikan
pengasuhan ini, harus memberikan perhatian,
peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta
tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap,
perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu
dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang
kemudian semua itu secara sadar atau tidak
sadar akan diresapi, kemudian menjadi
kebiasaan pula bagi anak-anaknya.
Menurut Baumrind (1967) dalam Dariyo,
(2004), terdapat 3 (tiga) macam pola asuh
orang tua antara lain demokratis, otoriter,
permisif. Menurut Ali dan Asrori (2004)
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
remaja diantaranya adalah gen atau keturunan,
pola asuh orang tua, sisitem pendidikan di
sekolah dan sisitem kehidupan di masyarakat.
Hubungan pola asuh orang tua dengan
kemandirian remaja dapat diartikan bagaimana
cara orang tua mengasuh atau mendidik anak
akan mempengaruhi perkembangan
kemandirian anak remajanya. Orang tua yang
terlalu banyak melarang atau mengeluarkan
kata “jangan” kepada anak tanpa disertai
dengan penjelasan yang rasional akan
menghambat perkembangan mandiri anak.
Sebaliknya orang tua yang menciptakan
suasana aman dalam interaksi keluarganya
akan dapat mendorong kelancaran
perkembangan anak. Demikian orang tua yang
cenderung sering membanding-bandingkan
anak yang satu dengan lainya juga akan
berpengaruh kurang baik terhadap
perkembangan kemandirian anak (Ali dan
Asrori, 2004).
Remaja sangat membutuhkan peran
keluarga khususnya dalam memandirikan
remaja dalam menjaga kesehatanya. Orang tua
harus mengubah hubungan mereka dengan
remaja secara progresif dari hubungan
ketergantungan yang di bentuk sebelumnya
kearah suatu hubungan yang semakin mandiri.
Orang tua harus mempercayai anak agar
mandiri, dengan mengabaikan kebutuhan
ketergantungannya untuk hidup mandiri.
Karena keluarga adalah lingkungan pertama
dan utama dalam membentuk kepribadian
seorang anak. Seorang anak akan tumbuh
menjadi seorang remaja yang mandiri baik
dalam hal emosi, berbuat, maupun berprinsip
yang hal tersebut sangat dipengaruhi oleh gaya
pengasuhan orang tua dalam lingkungan
keluarganya (Andarmoyo, 2012).
Kemandirian merupakan suatu kekuatan
internal yang diperoleh melalui proses
individuasi. Proses individuasi adalah proses
realisasi diri dan proses menuju kesempurnaan
(Ali dan Asrori, 2004). Pada dasarnya
Kemandirian pada remaja sangat berperan
penting dalam kesehatan, pada remaja
penyakit dapat dapat mempengaruhi
perkembangan kemandirian individu,
tanggung jawab yang lebih besar untuk
perawatan dirinya sendiri, semakin timbulnya
keakraban dan perencanaan untuk masa depan
(Kliegman & Nelson, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pola asuh yang
mempunyai hubungan paling kuat dengan
tingkat kemandirian remaja dalam menjaga
kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten
Boyolali adalah pola asuh demokratis sebesar
36,0%. Mengacu dari hasil tersebut maka
memberi gambaran kepada para orang tua
remaja bahwa dengan mendidik anaknya
dengan pola asuh demokratis dapat
menumbuhkan kemandirian yang tinggi dalam
menjaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Gunarsa (2008) yang menyatakan
bahwa dengan pola asuh demokratis, orang tua
memperhatikan dan menghargai kepentingan
anak, kebebasan yang tidak mutlak dan
dengan bimbingan yang penuh pengertian
antara kedua belah pihak, anak dan orang tua.
Orang tua juga mengarahkan perilaku anak
sesuai dengan norma-norma kepada anak
diterangkan secara rasional dan obyektif,
kalau baik perlu dibiasakan dan kalau tidak
baik hendaknya tidak diperlihatkan lagi. Cara
demokratis ini pada anak tumbuh rasa
tanggung jawab yang besar. Dari rasa
tanggung jawab yang besar itu mendasari anak
memiliki kemauan untuk memiliki
kemandirian dalam belajar.
Pada kenyataannya orang tua tidak dapat
menggunakan salah satu pola asuh saja
misalnya hanya menerapkan pola asuh
demokratis, sebab untuk mendidik anak
berkaitan dengan hal-hal yang prinsip dan
tidak bisa ditawar-tawar lagi seperti
penanaman norma-norma/aturan-aturan yang
berlaku di masyarakat, penanaman ajaran-
ajaran keagamaan maupun yang lainnya. Hal
ini sesuai pernyataan Dariyo (2004), bahwa
tidak ada orang tua dalam mengasuh anaknya
hanya menggunakan satu pola asuh dalam
mendidik dan mengasuh anaknya. Dengan
demikian ada kecenderungan bahwa tidak ada
bentuk pola asuh yang murni dan diterapkan
oleh orang tua tetapi orang tua dapat
menggunakan ketiga bentuk pola asuh tersebut
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
terjadi saat itu.
SIMPULAN
Ada hubungan pola asuh orang tua
dengan tingkat kemandirian remaja dalam
menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong
Kabupaten Boyolali (nilai p-value 0,000). Pola
asuh orang tua siswa sebagian besar adalah
demokratis yaitu sejumlah 36 dari 100
responden (36,0%). Kemandirian dalam
menjaga kesehatan pada remaja sebagian besar
dalam kategori cukup mandiri yaitu sebanyak
29 dari 100 responden (29,0%).
SARAN
Orang tua diharapkan mulai mengubah
cara pola asuh otoriter ke pola asuh
demokratis atau kombinasi ketiganya secara
bertahap disesuaikan permasalahan yang
dihadapi dalam mendidik anak, dimana hal ini
dapat membantu meningkatkan kemandirian
anak yang lebih baik, Bagi pelayanan
kesehatan Hendaknya perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan kepada klien
/ masyarakat terutama yang berhubungan
dengan pola asuh orang tua dan kemandirian
anak khususnya dalam menjaga kesehatan,
Bagi institusi pendidikan Pihak sekolah
memberikan waktu khusus bagi orang tua
untuk konsultasi tentang pola asuh yang tepat
bagi anaknya terkait dengan kemandirian anak
khususnya dalam menajaga kesehatan.
Daftar Pustaka
Adarmoyo. (2012). Keperawatan Keluarga
Konsep Teori, Proses dan Praktik
keperawatan. Edisi I. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Ali, M dan Asrori, M, (2004). Psikologi
Remaja. Jakarta : Bumi Aksara
Ali, M. (2010). Psikologi Remaja
Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu
pendekatan praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Depkes. (2011). Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR).
http://www.kesehatananak.depkes.
go.id/index.php?option=com_cont
en&view=article&id=68:pelayana
n-kesehatan-peduli-remaja
pkpr&catid=39:subdit4&Itemid=8
2. (Tanggal Akses: 01 November
2012)
Gunarsa. (2008). Psikologi Perkembangan
Anak, Remaja dan. Keluarga.
Jakarta : PT. Gunung Mulia
Kliegman, B dan Nelson, A (2000). Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta: EGC
Manuaba. (2003). Penuntun Kepaniteraan
Klinik Obsterti dan ginekologi,edisi 2. Jakarta
: EGC
Moersintowati. B. Narendra, Titi S. Sularyo,
Soetjiningsih, Hariyono Suyitno,
IG. N. Gde Ranuh. (2002).
Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja.Edisi I. Jakarta: Sagung
Seto
Prianggoro, H. (2011). Anda Tipe Orangtua
yang
Manahttp://nasional.kompas.com/
read/2008/08/21/11495165/anda.ti
pe.orangtua.yang.mana. (tanggal
akses : 12 Oktober 2012)
Setiabudhi. (2005). Panduan Gerentologi
Tinjauan Dari Berbagai Aspek.
Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Shochib. (2000). Pola Asuh Orang Tua dalam
Membantu Anak Mengembangkan Disiplin
Diri. Jakarta : Rineka Cipta
Syafaruddin, dkk. (2012). Pendidikan dan
Pemberdayaan Masyarakat.
Medan: Perdana Publishing
top related