jurnal

20
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN REMAJA DALAM MENJAGA KESEHATAN DI SMA NEGERI 1 ANDONG Yuda Agus Giyantoro Program Studi Ilmu Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal yang diperoleh melalui proses individualisasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian remaja meliputi gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, sistem kehidupan di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang memberikan gambaran yang lebih spesifik pada aspek-aspek tertentu dan menjelaskan hubungan antara dua variabel. Populasi penelitian ini adalah seluruh murid di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali yang berjumlah 676 siswa. Sedangkan sampel yang diambil sebanyak 100 responden dengan teknik proportionate stratified random sampling serta alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ada hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali (nilai p-value 0,000). Saran yang dapat diberikan adalah pihak sekolah memberikan waktu khusus bagi orang tua untuk konsultasi tentang pola asuh yang tepat bagi anaknya terkait dengan kemandirian anak khususnya dalam menajaga kesehatan Kata Kunci : pola asuh, tingkat kemandirian, remaja ABSTRACT Self-reliance is an internal strength gained through the process of individuation. The factors that influence the development of adolescent autonomy includes the genes or the offspring of parents, parenting parents, the education system in the school, in the community life of the system. The purpose of this study was to determine the relationship of parenting parents to a level of independence in maintaining the health of adolescents in SMA N 1 Andong Boyolali. Type of

Upload: putri-saja

Post on 24-Oct-2015

435 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT

KEMANDIRIAN REMAJA DALAM MENJAGA KESEHATAN

DI SMA NEGERI 1 ANDONG

Yuda Agus Giyantoro

Program Studi Ilmu Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRAK

Kemandirian merupakan suatu kekuatan internal yang diperoleh melalui proses individualisasi.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian remaja meliputi gen atau

keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, sistem kehidupan di

masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua

terhadap tingkat kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang memberikan

gambaran yang lebih spesifik pada aspek-aspek tertentu dan menjelaskan hubungan antara dua

variabel. Populasi penelitian ini adalah seluruh murid di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang berjumlah 676 siswa. Sedangkan sampel yang diambil sebanyak 100 responden dengan

teknik proportionate stratified random sampling serta alat pengambilan data menggunakan

kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ada hubungan pola asuh orang tua dengan

tingkat kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

(nilai p-value 0,000). Saran yang dapat diberikan adalah pihak sekolah memberikan waktu

khusus bagi orang tua untuk konsultasi tentang pola asuh yang tepat bagi anaknya terkait dengan

kemandirian anak khususnya dalam menajaga kesehatan

Kata Kunci : pola asuh, tingkat kemandirian, remaja

ABSTRACT

Self-reliance is an internal strength gained through the process of individuation. The factors that

influence the development of adolescent autonomy includes the genes or the offspring of parents,

parenting parents, the education system in the school, in the community life of the system. The

purpose of this study was to determine the relationship of parenting parents to a level of

independence in maintaining the health of adolescents in SMA N 1 Andong Boyolali. Type of

Page 2: JURNAL

research is descriptive correlation study. The population of this study were all students at SMAN

1 Andong Boyolali totaling 676 students. While the sample of 100 respondents drawn with

proportionate stratified random sampling technique and data retrieval tool using a questionnaire.

The results showed that Ada parenting parents relationship with the level of independence in

maintaining the health of adolescents in SMA N 1 Andong Boyolali (p-value 0.000). Advice that

can be given is the school providing special time for parents to consult about the proper

upbringing for their children related to the child's independence particularly in health care

Keywords : parenting parents, teenagers in maintaining a level of independence

health.

PENDAHULUAN

Permasalahan remaja saat ini sudah

mengkhawatirkan. Kita sering mendengar

remaja yang terlibat tawuran, terlibat tindak

kejahatan, obat-obatan terlarang, serta masih

banyak lagi permasalahan remaja seperti

masalah pacaran, masalah dengan teman,

masalah sekolah, hingga yang cukup banyak

terjadi masalah dengan orang tua. Adapun

permasalahan lainnya pada remaja adalah

semakin mudah terjadi menarche yang diikuti

dengan perubahan fisik,dan perubahan prilaku

seksual mengakibatkan komplikasi dalam

bentuk kehamilan yang tidak dinginkan,serta

penyebaran penyakit hubungan seksual

(Manuaba, 2003).

Sejak perang dunia II kedua terjadi

perubahan yang dramatis dari penyebab

kematian remaja baik di negara maju dan

berkembang. Kematian, karena infeksi dalam

dekade kedua kehidupan telah banyak

berkurang dan digantikan oleh kematian

karena bunuh diri, pembunuhan, peperangan

sedangkan di Negara berkembang kematian

maternal masih merupakan salah satu

penyebab utama kematian masa remaja.

Adapun permasalahan kesehatan remaja di

dunia termasuk di Indonesia pada umumnya

mencakup penyakit infeksi umum (ISPA,

diare, TBC, dan malaria), penyakit kronis

(penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit

saluran nafas yang berhubungan dengan

merokok, masalah Kesehatan Reproduksi

(kehamilan remaja, perilaku seks di luar nikah,

aborsi yang tidak aman, Penyakit Menular

Seksual/HIV/AIDS), masalah gizi (anemia,

defisiensi protein dan vitamin, obesitas),

kesehatan psikologik (neorosis, psikosis,

kenakalan remaja, penggunaan dan

penyalahgunaan obat dan zat adiktif lainya)

Page 3: JURNAL

dan kecelakaan lalu lintas (Moersintowati,

et.,al, 2002). Masa remaja dalam siklus

kehidupan, merupakan masa keemasan, di

mana banyak perubahan dan masalah yang

jika tidak kita tangani akan berdampak serius

salah satu masalah remaja yang memerlukan

perhatian adalah masalah kesehatan yang

merupakan elemen penting manusia untuk

dapat hidup produktif.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007,

menunjukkan angka anemia pada anak usia

<14 tahun 9,8%, sementara pada anak usia

>15 tahun, pada perempuan 19,7% dan pada

laki-laki 13,1%. dan dari data SKRRI 2010,

umur pertama kali merokok 15-19 tahun

(43,3%) meningkat dibandingkan survei tahun

2007 (33,1%), demikian juga prevalensi

hubungan seks pranikah. Berdasarkan laporan

triwulan Ditjen P2PL, Kemenkes, sampai

dengan September 2011 persentase kumulatif

kasus AIDS terbesar adalah pada kelompok

umur 20-29 sebesar. (47,8%) (Depkes, 2011).

Hasil data di atas dapat perlu adanya perhatian

yang sangat besar tentang masalah kesehatan

pada masa remaja, dan butuhnya informasi

yang jelas tentang masalah kesehatan sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan

pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku

positif anak usia sekolah, serta perlunya

dukungan pola asuh orang tua dalam

memberikan informasi yang benar tentang

masalah kesehatan dan resiko-resikonya,

diharapkan anak usia sekolah dan remaja

dapat lebih bertanggung jawab terhadap diri

sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Timbulnya masalah pada remaja

disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat

kompleks, yang terjadi pada massa remaja.

Secara garis besar, faktor-faktor tersebut

karena, adanya perubahan-perubahan biologis

dan psikologis yang sangat pesat pada masa

remaja yang akan memberikan dorongan

tertentu yang sifatnya sangat kompleks serta

kurang siapnya orang tua dan pendidik untuk

memberikan informasi yang benar dan tepat

waktu, karena ketidaktahuannya, serta

pertumbuhan sosial dan pola kehidupan

masyarakat akan sangat mempengaruhi pola

tingkah laku dan jenis penyakit pada golongan

usia remaja (Moersintowati, et.,al, 2002).

Masa remaja merupakan masa yang penuh

resiko terhadap penyakit akibat kelainan

perilaku. Seperti halnya pada remaja terjadi

perubahan yang sangat dramatis yang meliputi

kematangan biopsikososial dan lingkungan.

Masalah perilaku remaja muncul akibat

interaksi antara faktor-faktor tersebut.

Kemandirian merupakan suatu kekuatan

internal yang diperoleh melalui proses

individualisasi. Proses individualisasi adalah

proses realisasi diri dan proses menuju

kesempurnaan (Ali dan Asrori, 2004).

Page 4: JURNAL

Kemandirian pada remaja berperan penting

dalam kesehatan, pada remaja penyakit dapat

dapat mempengaruhi perkembangan

kemandirian individu, tanggung jawab yang

lebih besar untuk perawatan dirinya sendiri,

semakin timbulnya keakraban dan

perencanaan untuk masa depan (Kliegman &

Nelson, 2000).

Kemandirian remaja memiliki empat

aspek, yakni aspek intelektual (kemauan untuk

berpikir dan menyelesaikan masalah sendiri),

aspek sosial (kemauan untuk membina relasi

secara aktif) aspek emosi (kemauan untuk

mengelola emosinya sendiri), dan aspek

ekonomi (kemauan untuk mengatur ekonomi

sendiri (Syafaruddin, 2012).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kemandirian remaja meliputi

gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang

tua, sistem pendidikan di sekolah, sistem

kehidupan di masyarakat (Ali dan Asrori,

2004). Serta ada pula beberapa faktor

eksternal yang mempengaruhi terbentuknya

kemandirian emosi remaja dimulai dari

lingkungan keluarga melalui pola pengasuhan

orang tua sehari-hari, kondisi pekerjaan orang

tua, tingkat pendidikan orang tua, dan

banyaknya anggota keluarga, di samping

faktor tersebut, faktor yang turut

mempengaruhi terbentuknya kemandirian

emosi remaja adalah peran orang tua tunggal

(single parent) ataupun peran kedua orang tua

yang keduanya berkarier dan mengharapkan

anak remajanya mandiri sepanjang hari.

Demikian pula dengan urutan anak dan jumlah

saudara dalam sebuah keluarga turut

mempengaruhi kemandirian emosi remaja,

misalnya; anak yang lebih tua (walau usianya

masih muda) sering diberikan tanggung jawab

dan kebebasan oleh orang tuanya yang lebih

besar. Orang tua, melalui gaya

pengasuhannya, dipandang sebagai faktor

penentu (determinant factor) yang

mempengaruhi perkembangan kemandirian

emosi remaja. Disadari atau tidak, gaya asuh

orang tua telah meletakkan dasar-dasar

perkembangan pola sikap dan tingkah laku

anaknya (Shochib, 2000).

Peran keluarga dalam memandirikan

remaja dalam menjaga kesehatannya amatlah

di butuhkan oleh remaja. Orang tua harus

mengubah hubungan mereka dengan remaja

secara progresif dari hubungan ketergantungan

yang di bentuk sebelumnya ke arah suatu

hubungan yang semakin mandiri. Orang tua

harus mempercayai anak agar mandiri, dengan

mengabaikan kebutuhan ketergantungannya

untuk hidup mandiri (Andarmoyo, 2012).

Karena keluarga adalah lingkungan pertama

dan utama dalam membentuk kepribadian

seorang anak. Seorang anak akan tumbuh

menjadi seorang remaja yang mandiri baik

Page 5: JURNAL

dalam hal emosi, berbuat, maupun berprinsip

yang hal tersebut sangat dipengaruhi oleh gaya

pengasuhan orang tua dalam lingkungan

keluarganya.

Pola asuh merupakan pola interaksi antara

orang tua dan anak, yaitu bagaimana cara

sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi

dengan anak,termasuk cara penerapan

aturan,mengajarkan nilai / norma,memberikan

perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan

sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan

panutan bagi anaknya (Setiabudhi, 2005).

Pola asuh orang tua pada umumnya

terbagi menjadi tiga, yakni otoriter, permisif

dan demokratis. Orang tua pada pola asuh

otoriter menentukan semuanya. Orang tua

menganggap semua yang mereka katakan

adalah yang paling benar dan baik. Orang tua

tak pernah mendorong anak untuk mandiri dan

mengambil keputusan-keputusan yang

berhubungan dengan tindakan si anak. Orang

tua hanya mengatakan apa yang harus/tidak

dilakukan dan tak menjelaskan mengapa hal

itu harus/tidak dilakukan. Pola asuh yang

permisif cenderung membiarkan anak

berkembang dengan sendirinya. Sedangkan,

pola asuh demokratis menggunakan

penjelasan mengapa sesuatu boleh/tidak

dilakukan. Orang tua terbuka untuk berdiskusi

dengan anak. Orang tua melihat anak sebagai

individu yang patut didengar, dihargai dan

diberi kesempatan (Prianggoro, 2008).

Seorang anak akan tumbuh menjadi

seorang remaja yang mandiri baik dalam hal

emosi, berbuat, maupun berprinsip yang hal

tersebut sangat dipengaruhi oleh gaya

pengasuhan orang tua dalam lingkungan

keluarganya. Sehubungan dengan gaya

pengasuhan orang tua dan hubungannya

dengan kemandirian para remaja, hal yang

terpenting diketahui oleh para orang tua

bahwa seorang remaja juga sangat

membutuhkan dukungan daripada sekedar

pengasuhan, seorang remaja juga

membutuhkan bimbingan daripada sekedar

perlindungan, seorang remaja juga

membutuhkan pengarahan daripada sekedar

sosialisasi, dan seorang remaja dalam

kehidupannya sangat membutuhkan perhatian

dan kasih sayang (kebutuhan psikis) daripada

sekedar pemenuhan kebutuhan fisik/materi

semata. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

tersebut sangat terkait pula dengan gaya

pengasuhan yang diperankan oleh para orang

tuanya, yang pada akhirnya juga sangat

berpengaruh pada tumbuhnya kemandirian

pada diri seorang anak ketika ia tumbuh

menjadi seorang yang dewasa kelak (Shochib,

2000).

Pola asuh orang tua yang mempengaruhi

kemandirian remaja yaitu bagaimana cara

Page 6: JURNAL

orang tua mengasuh atau mendidik anak akan

mempengaruhi perkembangan kemandirian

anak remajanya. Orang tua yang terlalu

banyak melarang atau mengeluarkan kata

“jangan” kepada anak tanpa disertai dengan

penjelasan yang rasional akan menghambat

perkembangan mandiri anak. Sebaliknya

orang tua yang menciptakan suasana aman

dalam interaksi keluarganya akan dapat

mendorong kelancaran perkembangan anak.

Demikian orang tua yang cenderung sering

membanding-bandingkan anak yang satu

dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang

baik terhadap perkembangan kemandirian

anak (Ali dan Asrori, 2004).

Menurut Maulana (2009), menjaga

kesehatan adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus atau objek yang

berhubungan dengan sakit dan penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman serta lingkungan. Hal ini berarti

kesehatan remaja tidak hanya diukur dari

aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial saja,

tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam

arti mempunyai pekerjaan atau penghasilan

secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki

usia kerja anak dan remaja. Berlaku produktif

secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yaitu

sekolah atau kuliah bagi anak dan remaja.

Kelima dimensi kesehatan tersebut saling

mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat

kesehatan pada seseorang, kelompok atau

masyarakat. Itulah sebabnya kesehatan itu

bersifat holistik atau menyeluruh.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di

SMA Negeri 1 Andong Kabupaten Boyolali

pada tanggal 11 Oktober 2012, dari 10 siswa

yang diwawancarai menunjukkan 4 murid

(40,0%) tidak mampu mencari informasi

mengenai masalah kesehatan yang dialami,

tidak mampu merespon secara positif jika

mengalami masalah kesehatan dan tidak

mampu memanfaatkan informasi kesehatan

yang di terima dalam mengatasi masalah

kesehatan yang dialami di mana 1 murid

(25,0%) mendapatkan pola asuh otoriter yaitu

orang tua selalu mengharuskan mematuhi

peraturan yang telah di buat tanpa

memberikan penjelasan terlebih dahulu serta

semena-mena dalam menerapkan aturan yang

ditetapkan, 1 murid (25,0%) mendapatkan

pola asuh permisif yaitu orang tua

membebaskan untuk melakukan kegiatan apa

saja di luar rumah, tanpa harus meminta ijin

dari orang tua dan diam saja tanpa

memberikan hukuman bila melakukan

kesalahan dan 2 murid (50,0%) mendapatkan

pola asuh demokratis yaitu orang tua

memberikan kebebasan dalam berpendapat

dan memberikan penjelasan tentang

pentingnya menjaga kesehatan. Diperoleh pula

1 murid (10,0%) mampu merespon secara

Page 7: JURNAL

positif jika mengalami masalah kesehatan di

mana 1 murid (100,0%) mendapatkan pola

asuh permisif yaitu orang tua membebaskan

untuk melakukan kegiatan apa saja di luar

rumah, tanpa harus meminta ijin dari orang

tua.

Hasil studi pendahuluan juga

menunjukkan 5 murid (50,0%) mampu

mencari informasi mengenai masalah

kesehatan yang dialami, mampu merespon

secara positif jika mengalami masalah

kesehatan dan mampu memanfaatkan

informasi kesehatan yang di terima dalam

mengatasi masalah kesehatan yang dialami di

mana 2 murid (40,0%) mendapatkan pola asuh

otoriter yaitu orang tua selalu mengharuskan

mematuhi peraturan yang telah di buat tanpa

memberikan penjelasan terlebih dahulu serta

semena-mena dalam menerapkan aturan yang

ditetapkan, 2 murid (40,0%) mendapatkan

pola asuh permisif yaitu orang tua

membebaskan untuk melakukan kegiatan apa

saja di luar rumah, tanpa harus meminta ijin

dari orang tua dan diam saja tanpa

memberikan hukuman bila melakukan

kesalahan dan 1 murid (20,0%) mendapatkan

pola asuh demokratis orang tua memberikan

kebebasan dalam berpendapat dan

memberikan penjelasan tentang pentingnya

menjaga kesehatan. Penelitiana ini bertujuan

untuk mengetahui Hubungan Antara Pola

Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian

Remaja dalam menjaga Kesehatan di SMA N

1 Andong Kabupaten Boyolali”.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif korelasi, yaitu penelitian kuantitatif

yang memberikan gambaran yang lebih

spesifik dengan memusatkan perhatian pada

aspek-aspek tertentu dan menjelaskan

hubungan antara dua variabel. Variabel bebas

(pola asuh orangtua) dan variabel terikat

(tingkat kemandirian remaja dalam menjaga

kesehatan) sehingga dapat diketahui seberapa

jauh kontribusi variabel bebas terhadap adanya

variabel terikat. Instrument penelitian

merupakan alat yang digunakan untuk

mengukur variabel dalam rangka

mengumpulkan data instrumen pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini

berupa kuesioner.

Pengumpulan data mengunakan

Kuesioner dalam bentuk likert scale,

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi

dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui

(Arikunto, 2010).

Kuesioner yang dibuat dalam

penelitian ini memuat beberapa pertanyaan

yang mengacu pada kerangka konsep.

Page 8: JURNAL

Kuesioner dibuat berupa angket yang

mempergunakan skala dengan jenis rating

scale (likert scale), yaitu semua pertanyaan

pada angket ini menurut jawaban responden

dalam bentuk skala bertingkat. Jawaban pada

rating scale merupakan skala interval tetapi

pada dasarnya langkah-langkah skala likert

adalah pada tingkat ordinal. Pertanyaan terdiri

dari 36 item pertanyaan dengan jawaban tidak

pernah skor 0, kadang-kadang skor 1, sering

skor 2 dan selalu sekor 3, sehingga untuk

masing-masing pola asuh diperoleh skor

maksimal 36. Untuk variabel tingkat

kemandirian remaja kuisoner juga dibuat

berupa angket yang mempergunakan skala

dengan jenis rating scale (likert scale), yaitu

semua pertanyaan pada angket ini menurut

jawaban responden dalam bentuk skala

bertingkat. Jawaban pada rating scale

merupakan skala interval tetapi pada dasarnya

langkah-langkah skala likert adalah pada

tingkat ordinal. Pertanyaan terdiri dari 15 item

pertanyaan dengan jawaban selalu skor 3,

sering skor 2, kadang-kadang skor 1, Tidak

pernah sekor 0 sehingga diperoleh yang

memiliki skor total 45.

HASIL

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N

1 Andong Kabupaten Boyolali. Penelitian ini

dilakukan bertujuan untuk mengetahui

hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat

kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan

di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

dengan jumlah responden 100 siswa.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pola

Asuh Orang Tua dalam Menjaga

Kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali Pola Asuh

Orang Tua

Frekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Demokratif 36 36,0

Permisif 33 33,0

Otoriter 31 31,0

Jumlah 100 100,0

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan

bahwa sebagian orang tua siswa SMA N 1

Andong Kabupaten Boyolali memberikan pola

asuh demokratis dalam menjaga kesehatan,

yaitu sejumlah 36 dari 100 responden (36,0%),

sedangkan orang tua siswa SMA N 1 Andong

Kabupaten Boyolali yang memberikan pola

asuh permisif dalam menjaga kesehatan

sejumlah 33 dari 100 responden (33,0%), serta

orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali yang memberikan pola asuh otoriter

dalam menjaga kesehatan sejumlah 31 dari

100 responden (31,0%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat

Kemandirian Remaja dalam Menjaga

Kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali Tingkat

Kemandirian

Remaja

Frekuensi

(orang)

Persentase

(%)

Page 9: JURNAL

Mandiri 26 26,0

Cukup mandiri 29 29,0

Kurang mandiri 21 21,0

Tidak mandiri 24 24,0

Jumlah 100 100,0

Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan

bahwa remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali yang mempunyai kemandirian dalam

menjaga kesehatan dalam kategori mandiri

sebanyak 26 dari 100 responden (26,0%),

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang mempunyai kemandirian dalam menjaga

kesehatan dalam kategori cukup mandiri

sebanyak 29 dari 100 responden (29,0%),

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang mempunyai kemandirian dalam menjaga

kesehatan dalam kategori kurang mandiri

sebanyak 21 dari 100 responden (21,0%) serta

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang mempunyai kemandirian dalam menjaga

kesehatan dalam kategori tidak

mandirisebanyak 24 dari 100 responden

(24,0%).

Berdasarkan hasil analisis Kendall Tau

disimpulkan ada hubungan pola asuh orang

tua terhadap tingkat kemandirian remaja

dalam menjaga kesehatan di SMA N 1

Andong Kabupaten Boyolali. Hal ini

ditunjukkan dari nilai korelasi sebesar 0,465

dengan nilai p-value 0,000 (α = 0,05). Nilai

koefisien korelasi (τ) sebesar 0,465

menunjukkan kekuatan hubungan antara dua

variabel pada katagori cukup kuat dan

memiliki arah korelasi positif. Artinya

semakin baik pola asuh orang tua maka tingkat

kemandirian remaja dalam menjaga kesehatan

di SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

semakin baik.

PEMBAHASAN

POLA ASUH ORANG TUA

Berdasarkan pengisian kuisoner yang

dilakukan oleh siswa SMA N 1 ANDONG

Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa

orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali yang memberikan pola asuh

demokratis dalam menjaga kesehatan

sebanyak 36 dari 100 responden (36,0%).

Menurut Dariyo (2004) dalam pola asuh

demokratis kedudukan antara orang tua dan

anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama

dengan mempertimbangkan kedua belah

pihak. Anak diberi kebebasan yang

bertanggung jawab, artinya apa yang

Page 10: JURNAL

dilakukan oleh anak tetap harus di bawah

pengawasan orang tua dan dapat

dipertanggung jawabkan secara moral. Orang

tua dan anak tidak dapat berbuat semena-

mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih

untuk mempertanggung jawabkan segala

tindakannya. Menurut Gunarsa (2008), dalam

mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua

ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di

antaranya pengalaman masa lalu. Pengalaman

masa lalu yang berhubungan erat dengan pola

asuh ataupun sikap orang tua mereka.

Biasanya dalam mendidik anaknya, orang tua

cenderung untuk mengulangi sikap atau pola

asuh orang tua mereka dahulu apabila hal

tersebut di rasakan manfaatnnya. Sebaliknya

atau poa asuh orang tua mereka bila tidak

dirasakan manfaatnya.

Orang tua remaja di SMA N 1 Andong

Kabupaten Boyolali dalam mendidik anaknya

cenderung untuk mengulangi sikap atau pola

asuh orang tua mereka dahulu apabila hal

tersebut dirasakan manfaatnnya. Jika orang tua

mereka memberikan pola asuh demokratis

dalam menjaga kesehatan misalnya memberi

penjelasan tentang bagaimana pentingnya

menjaga kesehatan, memberikan kebebasan

dalam berpendapat, tidak marah dan mau

mendengarkan penjelasan terlebih dahulu jika

terlambat pulang sekolah, selalu mengajak

berdiskusi ketika terjadi masalah dalam

keluarga serta memberian pujian saat anak

berhasil maka mereka akan melakukan hal

yang sama dalam mendidik remaja di SMA N

1 Andong Kabupaten Boyolali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali yang memberikan pola asuh permisif

dalam menjaga kesehatan sebanyak 33 dari

100 responden (33,0%). Sifat pola asuh

permisif yakni segala aturan dan ketetapan

keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan

oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua

menuruti segala kemauan anak. Anak

cenderung bertindak semena-mena, tanpa

pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan

apa saja yang diinginkan. Sisi negatifnya anak

kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial

yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan

kebebasan tersebut secara bertanggung jawab,

maka anak akan menjadi seorang yang

mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu

mewujudkan aktualisasinya (Dariyo, 2004).

Nilai-nilai yang di anut oleh orang tua

misalnya orang tua yang mengutamakan segi

intlektual dalam kehidupan mereka, atau segi

rohani dan lain-lain. Hal ini tentu akan

berpengaruh pula dalam usaha mendidik anak

anaknya (Gunarsa, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

orang tua siswa SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali yang memberikan pola asuh otoriter

Page 11: JURNAL

dalam menjaga kesehatan sebanyak 31 dari

100 responden (31,0%). Ciri-ciri dari pola

asuh ini, menekankan segala aturan orang tua

harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak

semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh

anak. Anak harus menurut dan tidak boleh

membantah terhadap apa yang diperintahkan

oleh orang tua. Hal ini membuat anak seolah-

olah mejadi “robot”, sehingga ia kurang

inisiatif, merasa takut tidak percaya diri,

pencemas, rendah diri, minder dalam

pergaulan tetapi disisi lain, anak bisa

memberontak, nakal, atau melarikan diri dari

kenyataan, misalnya dengan menggunakan

narkoba. Segi positifnya, anak yang dididik

dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi

disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi

bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan

kedisiplinan dihadapan orang tua, padahal

dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika

di belakang orang tua, anak bersikap dan

bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya

untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi anak

cenderung memiliki kedisiplinan dan

kepatuhan yang semu (Dariyo, 2004).

Menurut Gunarsa (2008), dalam

mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua

ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di

antaranya ialah tipe kepribadian dari orang

tua. Orang tua yang selalu cemas dapat

mengakibatkan sikap yang terlalu melindungi

terhadap anak. Orang tua mungkin

berpendapat bahwa anak memang harus

mengikuti aturan yang ditetapkannya. Apa pun

peraturan yang ditetapkan orang tua semata-

mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau

repot-repot berpikir bahwa peraturan yang

kaku seperti itu justru akan menimbulkan

serangkaian efek (Marfuah, 2010).

KEMANDIRIAN REMAJA

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang mempunyai kemandirian dalam menjaga

kesehatan dalam kategori mandiri sebanyak

26 dari 100 responden (26,0%). Menurut Ali

dan Asrori (2004), faktor yang berhubungan

dengan perkembangan kemandirian antara lain

pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh

atau mendidik anak akan mempengaruhi

perkembangan kemandirian anak remajanya.

Orang tua yang terlalu banyak melarang atau

mengeluarkan kata “jangan” kepada anak

tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional

akan menghambat perkembangan mandiri

anak. Sebaliknya orang tua yang menciptakan

suasana aman dalam interaksi keluarganya

akan dapat mendorong kelancaran

perkembangan anak. Demikian orang tua yang

cenderung sering membanding-bandingkan

anak yang satu dengan lainya juga akan

berpengaruh kurang baik terhadap

perkembangan kemandirian anak.

Page 12: JURNAL

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali mampu mencari informasi mengenai

mengalami masalah kesehatan baik dari

internet maupun buku, mampu merespon

secara positif jika mengalami masalah

kesehatan dan jika sakit akan berobat ke

dokter atau tenaga medis dari pada membeli

obat di warung meskipun mengetahui biaya

berobat lebih mahal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang mempunyai kemandirian dalam menjaga

kesehatan dalam kategori cukup mandiri

sebanyak 29 dari 100 responden (29,0%).

Orang tua yang memiliki sifat kemandirian

tinggi seringkali menurunkan anak yang

memiliki kemandirian juga. Namun faktor

keturunan ini masih menjadi perdebatan

karena ada yang berpendapat bahwa

sesunguhnya bukan sifat kemandirian orang

tuanya itu menurun kepada anaknya,

melainkan sifat orang tuanya muncul

berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya

(Ali dan Asrori, 2004).

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali mampu memanfaatkan informasi

kesehatan yang di terima dalam mengatasi

masalah kesehatan yang anda alami, setiap

pagi sarapan karena mengetahui sarapan baik

untuk kesehatan, berkonsultasi dengan dokter

atau tenaga medis jika mengalami masalah

kesehatan mampu berbagi informasi kesehatan

kepada orang di sekitar anda mampu bersikap

tenang jika ada masalah yg mengangu

kesehatan mampu mengontrol emosional diri

jika sedang mengalami sebuah masalah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang mempunyai kemandirian dalam menjaga

kesehatan dalam kategori kurang mandiri

sebanyak 21 dari 100 responden (21,0%).

Proses pendidikan di sekolah yang tidak

mengembangkan demokratisasi pendidikan

dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa

argumentasi akan menghambat perkembangan

kemandirian remaja. Demikian juga, proses

pendidikan yang banyak menekankan

pentinganya pemberian sanksi atau hukuman

(punishment) juga dapat menghambat

perkembangan kemandirian remaja.

Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih

reward, dan penciptaan kompetensi positif

akan mempelancar perkembanga kemandirian

remaja (Ali dan Asrori, 2004).

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali kurang mampu membantu

menyelesaikan masalah kesehatan yang

timbul di lingkungan, kurang mampu

mengalami masalah kesehatan anda berfikir

dapat mengatasinya sendiri, kurang mampu

mengontrol emosi ketika mengalami masalah

kesehatan, ketika sakit dan kedua orang tua

Page 13: JURNAL

tidak dirumah kadang-kadang akan berobat

sendiri dengan uang hasil tabungan serta

kadang-kadang akan membeli obat sendiri

tanpa meminta uang dari orang tua jika

mengalami masalah kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

yang mempunyai kemandirian dalam menjaga

kesehatan dalam kategori tidak mandiri

sebanyak 24 dari 100 responden (24,0%).

Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu

menekankan pentingnya hierarki struktur

sosial, merasa kurang aman atau mencekam

serta kurang menghargai manifestasi potensi

remaja dalam kegiatan produktif dapat

menghambat kelancaran perkembangan

kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan

masyarakat yang aman, menghargai ekspresi

potensi remaja dalam bentuk berbagi kegiatan,

dan tidak terlaku hierarkis akan merangsang

dan mendorong perkembangan kemandirian

remaja (Ali dan Asrori, 2004).

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali mengikuti kegiatan donor darah yang

di selengarakan sekolah, saat sakit dan kedua

orang tua anda tidak dirumah akan berobat

sendiri dengan uang hasil tabungan sendiri dan

jika mengalami sakit akan membeli obat

sendiri tanpa meminta uang dari orang tua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

sebagian besar mempunyai kemandirian

intelektual dalam menjaga kesehatan dalam

kategori mandiri sebanyak 46 dari 100

responden (46,0%). Pendidikan yang

dimaksud adalah lingkungan pendidikan

seseorang, baik di sekolah sebagai pendidikan

formal, maupun di keluarga sebagai

pendidikan non formal (Wahyuningsih, 2004).

Faktor pendidikan ini mengandung pengertian

bahwa penting sekali peran serta yang aktif

dari guru dan orang tua dalam

menumbuhkembangkan nilai-nilai pada

seseorang. Nilai-nilai, menurut Schaefer

(2006) akan membantu membentuk

kepribadian seseorang. Termasuk didalamnya

adalah sikap kreatif, peduli, menghargai dan

juga mandiri. Pelaksanaan pendidikan di

keluarga ini berkaitan erat dengan berbagai

kemungkinan yang dihadapi, misalnya

keberadaan keluarga dengan satu orang tua

dan keluarga dengan orang tua lengkap. Faktor

pendidikan ini yang kemudian digunakan

sebagai salah satu faktor yang ikut

mempengaruhi terbentuknya sikap mandiri

seseorang.

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali mampu mencari informasi mengenai

maslah anda baik dari internet maupun buku

ketika mengalami masalah kesehatan, mampu

merespon secara positif jika mengalami

masalah kesehatan, mampu memanfaatkan

Page 14: JURNAL

informasi kesehatan yang di terima dalam

mengatasi masalah kesehatan yang alami

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

sebagian besar mempunyai kemandirian sosial

dalam menjaga kesehatan dalam kategori

kurang mandiri sebanyak 57 dari 100

responden (57,0%). Lingkungan budaya

seseorang berpengaruh terhadap tingkat

kemandiriannya. Menurut Nuryoto (2002)

lingkungan budaya diartikan sebagai

lingkungan tempat hidup sehari-hari, dengan

tradisi, kebiasaan, gaya hidup tertentu dan

beragam untuk tiap daerah. Dicontohkan oleh

Nuryoto (2002) dengan gambaran yang

berbeda antara kehidupan remaja di kota yang

lebih kompleks, lebih dinamis dan

mobilitasnya lebih tinggi dibandingkan remaja

di desa yang bersifat agraris, tenang dan

mobilitas penduduk tidak terlalu tinggi.

Berdasarkan contoh tersebut terlihat bahwa

gaya hidup dan kebutuhan hidup remaja di

kota dengan di desa berbeda. Hal ini adalah

gambaran tentang perbedaan budaya yang

akan mempengaruhi tingkah laku anggota

masyarakatnya dan akan berpengaruh juga

pada tingkat kemandirian individu. Menurut

Monks (dalam Hurlock, 2008), lingkungan

budaya ini selanjutnya akan memberikan pola-

pola latihan kemandirian yang tertentu, yang

akhirnya ikut berperan membentuk generasi

berikutnya.

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali kadang-kadang membantu

menyelesaikan masalah kesehatan yang

timbul di lingkungan, berkonsultasi dengan

dokter atau tenaga medis jika mengalami

masalah kesehatan dan berbagi informasi

kesehatan yang diketahui kepada orang di

sekitar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

sebagian besar mempunyai kemandirian emosi

dalam menjaga kesehatan dalam kategori

kurang mandiri sebanyak 37 dari 100

responden (37,0%). Sutton (dalam Hurlock,

2008) menyebutkan bahwa dengan

bertambahnya umur serta lewat proses belajar

orang semakin tidak tergantung dan mampu

secara mandiri menentukan hidupnya. Hal ini

terjadi karena anak-anak yang muda lebih

tunduk pada pengawasan orang tua dan

pengawasan ini akan berangsur-angsur

berkurang sejalan dengan bertambahnya usia.

Menurut Jung (dalam Lina dan Rosyid, 2007)

locus of control internal dicirikan dengan

seseorang yang mempunyai keyakinan bahwa

individu sendirilah yang bertanggung jawab

atas kesuksesan atau kegagalan yang

dialaminya. Karakteristik ini sejalan dengan

indikasi orang yang mandiri, yaitu yakin akan

Page 15: JURNAL

kemampuan dirinya untuk menghadapi

berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali kadang-kadang berfikir dapat

mengatasinya sendiri mengalami masalah

kesehatan, bersikap tenang jika ada masalah

yg mengangu kesehatan dan mampu

mengontrol emosi jika mengalami masalah

kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

remaja SMA N 1 Andong Kabupaten Boyolali

sebagian besar mempunyai kemandirian

ekonomi dalam menjaga kesehatan dalam

kategori kurang mandiri yaitu sebanyak 38

dari 100 responden (38,0%). Masrun (2006)

menyatakan bahwa orang cenderung tidak

mandiri bila dihadapkan pada situasi keija

yang tidak sesuai dengan kebutuhan dirinya,

maka ia cenderung akan mencari pekeijaan

lain yang lebih ada kebebasan dan

kemandirian. Centers (dalam Masrun, 2006)

menyatakan bahwa yang membuat orang puas

dengan pekerjaannya antara lain adalah

kesesuaian dengan minatnya, prestis yang

melekat pada pekeijaan, kreativitas yang

dituntut dalam keijanya, serta kebebasan dan

kemandirian.

Remaja SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali kadang-kadang saat sakit dan kedua

orang tua tidak dirumah anda akan berobat

sendiri dengan uang hasil tabungan sendiri dan

akan membeli obat sendiri tanpa meminta

uang dari orang tua jika mengalami sakit.

Hubungan pola asuh orang tua dengan

tingkat kemandirian remaja dalam

menjaga kesehatan

Berdasarkan hasil analisis Kendall Tau

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pola

asuh orang tua terhadap tingkat kemandirian

remaja dalam menjaga kesehatan di SMA N 1

Andong Kabupaten Boyolali. Hal ini

ditunjukkan dari nilai korelasi sebesar 0,465

dengan nilai p-value 0,000 (α = 0,05). Peran

keluarga, terutama orang tua yang demokratik

akan memberi kesempatan kepada anak-

anaknya untuk bergabung dengan aktivitas

sebayanya, tanpa kehilangan rasa aman dan

terjamin di rumahnya. Hal ini akan

mendukung terbentuknya anak yang mandiri.

Pada masa remaja (adolescens), selain

pertumbuhan yang cepat (growth spurt), juga

timbul tanda-tanda seks sekunder, serta

diahkiri dengan berhentinya pertumbuhan.

Menurut Ali dan Asrori (2004) beberapa

masalah kesehatan yang dapat berpengaruh

terhadap kesehatan remaja adalah sebagai

Page 16: JURNAL

berikut, masalah gizi yang meliputi anemia

atau kurang gizi dan pertumbuhan yang

terhambat, masalah penyakit menular seksual,

munculnya pola atau gaya hidup remaja. Gaya

hidup ini baik yang terkait dengan kesehatan

reproduksi maupun dengan pola konsumsi

dapat berpengaruh tinggi terhadap kesehatan

remaja. Menurut Moersintowati, et.,al (2002),

permasalahan kesehatan remaja di dunia

termasuk di Indonesia pada umumnya

mencakup penyakit infeksi umum (ISPA,

diare, TBC, dan malaria), penyakit kronis

(penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit

saluran nafas yang berhubungan dengan

merokok, masalah kesehatan.

Pola asuh dapat diartikan sebagai

gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua

dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi

selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Orang tua dalam kegiatan memberikan

pengasuhan ini, harus memberikan perhatian,

peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta

tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap,

perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu

dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang

kemudian semua itu secara sadar atau tidak

sadar akan diresapi, kemudian menjadi

kebiasaan pula bagi anak-anaknya.

Menurut Baumrind (1967) dalam Dariyo,

(2004), terdapat 3 (tiga) macam pola asuh

orang tua antara lain demokratis, otoriter,

permisif. Menurut Ali dan Asrori (2004)

faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian

remaja diantaranya adalah gen atau keturunan,

pola asuh orang tua, sisitem pendidikan di

sekolah dan sisitem kehidupan di masyarakat.

Hubungan pola asuh orang tua dengan

kemandirian remaja dapat diartikan bagaimana

cara orang tua mengasuh atau mendidik anak

akan mempengaruhi perkembangan

kemandirian anak remajanya. Orang tua yang

terlalu banyak melarang atau mengeluarkan

kata “jangan” kepada anak tanpa disertai

dengan penjelasan yang rasional akan

menghambat perkembangan mandiri anak.

Sebaliknya orang tua yang menciptakan

Page 17: JURNAL

suasana aman dalam interaksi keluarganya

akan dapat mendorong kelancaran

perkembangan anak. Demikian orang tua yang

cenderung sering membanding-bandingkan

anak yang satu dengan lainya juga akan

berpengaruh kurang baik terhadap

perkembangan kemandirian anak (Ali dan

Asrori, 2004).

Remaja sangat membutuhkan peran

keluarga khususnya dalam memandirikan

remaja dalam menjaga kesehatanya. Orang tua

harus mengubah hubungan mereka dengan

remaja secara progresif dari hubungan

ketergantungan yang di bentuk sebelumnya

kearah suatu hubungan yang semakin mandiri.

Orang tua harus mempercayai anak agar

mandiri, dengan mengabaikan kebutuhan

ketergantungannya untuk hidup mandiri.

Karena keluarga adalah lingkungan pertama

dan utama dalam membentuk kepribadian

seorang anak. Seorang anak akan tumbuh

menjadi seorang remaja yang mandiri baik

dalam hal emosi, berbuat, maupun berprinsip

yang hal tersebut sangat dipengaruhi oleh gaya

pengasuhan orang tua dalam lingkungan

keluarganya (Andarmoyo, 2012).

Kemandirian merupakan suatu kekuatan

internal yang diperoleh melalui proses

individuasi. Proses individuasi adalah proses

realisasi diri dan proses menuju kesempurnaan

(Ali dan Asrori, 2004). Pada dasarnya

Kemandirian pada remaja sangat berperan

penting dalam kesehatan, pada remaja

penyakit dapat dapat mempengaruhi

perkembangan kemandirian individu,

tanggung jawab yang lebih besar untuk

perawatan dirinya sendiri, semakin timbulnya

keakraban dan perencanaan untuk masa depan

(Kliegman & Nelson, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pola asuh yang

mempunyai hubungan paling kuat dengan

tingkat kemandirian remaja dalam menjaga

kesehatan di SMA N 1 Andong Kabupaten

Boyolali adalah pola asuh demokratis sebesar

36,0%. Mengacu dari hasil tersebut maka

Page 18: JURNAL

memberi gambaran kepada para orang tua

remaja bahwa dengan mendidik anaknya

dengan pola asuh demokratis dapat

menumbuhkan kemandirian yang tinggi dalam

menjaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Gunarsa (2008) yang menyatakan

bahwa dengan pola asuh demokratis, orang tua

memperhatikan dan menghargai kepentingan

anak, kebebasan yang tidak mutlak dan

dengan bimbingan yang penuh pengertian

antara kedua belah pihak, anak dan orang tua.

Orang tua juga mengarahkan perilaku anak

sesuai dengan norma-norma kepada anak

diterangkan secara rasional dan obyektif,

kalau baik perlu dibiasakan dan kalau tidak

baik hendaknya tidak diperlihatkan lagi. Cara

demokratis ini pada anak tumbuh rasa

tanggung jawab yang besar. Dari rasa

tanggung jawab yang besar itu mendasari anak

memiliki kemauan untuk memiliki

kemandirian dalam belajar.

Pada kenyataannya orang tua tidak dapat

menggunakan salah satu pola asuh saja

misalnya hanya menerapkan pola asuh

demokratis, sebab untuk mendidik anak

berkaitan dengan hal-hal yang prinsip dan

tidak bisa ditawar-tawar lagi seperti

penanaman norma-norma/aturan-aturan yang

berlaku di masyarakat, penanaman ajaran-

ajaran keagamaan maupun yang lainnya. Hal

ini sesuai pernyataan Dariyo (2004), bahwa

tidak ada orang tua dalam mengasuh anaknya

hanya menggunakan satu pola asuh dalam

mendidik dan mengasuh anaknya. Dengan

demikian ada kecenderungan bahwa tidak ada

bentuk pola asuh yang murni dan diterapkan

oleh orang tua tetapi orang tua dapat

menggunakan ketiga bentuk pola asuh tersebut

disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang

terjadi saat itu.

SIMPULAN

Ada hubungan pola asuh orang tua

dengan tingkat kemandirian remaja dalam

menjaga kesehatan di SMA N 1 Andong

Kabupaten Boyolali (nilai p-value 0,000). Pola

asuh orang tua siswa sebagian besar adalah

Page 19: JURNAL

demokratis yaitu sejumlah 36 dari 100

responden (36,0%). Kemandirian dalam

menjaga kesehatan pada remaja sebagian besar

dalam kategori cukup mandiri yaitu sebanyak

29 dari 100 responden (29,0%).

SARAN

Orang tua diharapkan mulai mengubah

cara pola asuh otoriter ke pola asuh

demokratis atau kombinasi ketiganya secara

bertahap disesuaikan permasalahan yang

dihadapi dalam mendidik anak, dimana hal ini

dapat membantu meningkatkan kemandirian

anak yang lebih baik, Bagi pelayanan

kesehatan Hendaknya perawat dapat

memberikan asuhan keperawatan kepada klien

/ masyarakat terutama yang berhubungan

dengan pola asuh orang tua dan kemandirian

anak khususnya dalam menjaga kesehatan,

Bagi institusi pendidikan Pihak sekolah

memberikan waktu khusus bagi orang tua

untuk konsultasi tentang pola asuh yang tepat

bagi anaknya terkait dengan kemandirian anak

khususnya dalam menajaga kesehatan.

Daftar Pustaka

Adarmoyo. (2012). Keperawatan Keluarga

Konsep Teori, Proses dan Praktik

keperawatan. Edisi I. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Ali, M dan Asrori, M, (2004). Psikologi

Remaja. Jakarta : Bumi Aksara

Ali, M. (2010). Psikologi Remaja

Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu

pendekatan praktik. Jakarta: PT.

Rineka Cipta

Depkes. (2011). Pelayanan Kesehatan Peduli

Remaja (PKPR).

http://www.kesehatananak.depkes.

go.id/index.php?option=com_cont

en&view=article&id=68:pelayana

n-kesehatan-peduli-remaja

pkpr&catid=39:subdit4&Itemid=8

2. (Tanggal Akses: 01 November

2012)

Gunarsa. (2008). Psikologi Perkembangan

Anak, Remaja dan. Keluarga.

Jakarta : PT. Gunung Mulia

Kliegman, B dan Nelson, A (2000). Ilmu

Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.

Jakarta: EGC

Manuaba. (2003). Penuntun Kepaniteraan

Klinik Obsterti dan ginekologi,edisi 2. Jakarta

: EGC

Moersintowati. B. Narendra, Titi S. Sularyo,

Soetjiningsih, Hariyono Suyitno,

IG. N. Gde Ranuh. (2002).

Tumbuh Kembang Anak dan

Remaja.Edisi I. Jakarta: Sagung

Seto

Prianggoro, H. (2011). Anda Tipe Orangtua

yang

Manahttp://nasional.kompas.com/

read/2008/08/21/11495165/anda.ti

pe.orangtua.yang.mana. (tanggal

akses : 12 Oktober 2012)

Setiabudhi. (2005). Panduan Gerentologi

Tinjauan Dari Berbagai Aspek.

Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

Shochib. (2000). Pola Asuh Orang Tua dalam

Membantu Anak Mengembangkan Disiplin

Diri. Jakarta : Rineka Cipta

Syafaruddin, dkk. (2012). Pendidikan dan

Pemberdayaan Masyarakat.

Medan: Perdana Publishing

Page 20: JURNAL