isi laporan kerja praktek
Post on 28-Nov-2015
113 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di bumi ini terdapat banyak sekali kandungan sumber daya alamnya,
diantaranya yaitu batuan, mineral dan bahan tambang. Batuan, mineral dan
bahan tambang mempunyai manfaat yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Batuan dan mineral merupakan sumber daya alam yang banyak
dibutuhkan dan digunakan untuk kehidupan manusia, dan bahan dasar industri.
Batuan terbentuk dari kumpulan magma yang membeku di permukaan bumi dan
berakhir menjadi berbagai jenis batuan. Sedangkan mineral terbentuk secara
anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan memiliki
atom-atom yang tersusun secara teratur, mineral merupakan komponen batuan
yang membentuk lapisan kerak bumi.
PT. Thailindo Bara Pratama adalah salah satu kontraktor yang
dipercayakan oleh PT. Multi Tambangjaya Utama untuk melakukan
penambangan di areal yang di miliki dengan sistem tambang terbuka (Surface
Mining).
Dalam kegiatan pengeboran Job Site PT. Thailindo Bara Pratama
mempercayakan kepada PT. Nariki Minex Sejati selain pengeboran yang
mereka lakukan. Terdapat 2 jenis alat bor yang digunakan di Job Site PT.
Thailindo Bara Pratama yaitu alat bor yang menggunakan sistem tumbuk-putar
(170 Horse Power) dan sistem putar (600 Horse Power).
1
2
I.2 Rumusan Masalah
Dari kedua alat bor yang ada di Job Site PT. Thailindo Bara Pratama (D25KS
& ECM 580), ada beberapa rumusan masalah yang di teliti, yaitu :
Alat bor manakah yang volume setaranya lebih besar?
Alat bor manakah yang cycle time nya lebih cepat?
Alat bor manakah yang lebih cepat melakukan pengeboran?
Alat bor manakah yang efisiensi kerjanya lebih besar?
Alat bor manakah yang tingkat produksinya lebih besar?
Alat bor manakah yang mampu menghasilkan diameter lubang ledak lebih besar?
Alat bor manakah yang mempunyai life time lebih lama?
Apa sistem kerja kedua alat bor tersebut?
Alat bor manakah yang bisa menggerakan batang bor lebih leluasa?
I.3 Maksud dan Tujuan
I.3.a Maksud
Maksud dari Kerja Praktik ini adalah sebagai salah satu syarat pada kurikulum
pembelajaran pada program S1 Teknik Pertambangan, Universitas Palangka Raya
(UNPAR), Provinsi Kalimantan Tengah.
I.3.b Tujuan
Sedangkan tujuan kerja praktik ini sesuai dengan judul yang diambil yaitu
Pengamatan Perbandingan Alat Pengeboran Lubang Ledak di Pit B1 & Pit B2 Pada
Tambang Batubara Job Site PT. Thailindo Bara Pratama, Kecamatan Gunung Bintang
Awai, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah antara lain :
a. Untuk mengetahui dan mengenal kegiatan pengeboran peledakan baik dari
tahap penentuan lubang bor, prosedur pengeboran, peralatan yang digunakan,
dan kegiatan pengeboran.
b. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahannya alat bor peledakan.
3
c. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kegiatan pengeboran peledakan
di Job Site PT. Thailindo Bara Pratama.
d. Dapat mengetahui arti penting kegiatan pengeboran peledakan bagi kegiatan
penambangan.
e. Dapat meningkatkan efesiensi proses pendidikan dan pelatihan kerja yang
berkualitas serta memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman
praktek kerja lapangan sebagai proses pendidikan.
I.4 Batasan Masalah
Dalam laporan kerja praktik ini penulis memberikan batasan masalah yaitu
tidak meninjau jumlah bahan peledak, tidak meninjau kekerasan batuan, mengamati
kelemahan dan keunggulan alat pengeboran lubang ledak Pit B1 & Pit B2 di Lokasi
Job Site PT. Thailindo Bara Pratama, Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten
Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah
I.5 Metode Penelitian
Di dalam melaksanakan permasalahan ini, penulis menggabungkan antara
beberapa metode, yaitu :
a. Metode Observasi (pengamatan)
Metode ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung
dilapangan.
b. Metode Interview (wawancara)
Metode ini dilakukan dengan cara mencari data melalui penjelasan secara
langsung dilapangan dari pembimbing lapangan, chekcer, blaster, foreman
dari pihak perusahaan Job Site PT. Thailindo Bara Pratama maupun foreman
dan Supervisor dari pihak jasa kontraktor pengeboran.
4
c. Metode Pustaka
Dilakukan dengan cara mencari literatur mengenai kegiatan pengeboran
ekspolorasi, baik berupa data yang diberikan pihak perusahaan, maupun hasil
praktik kerja lapangan yang terdahulu.
I.6 Waktu Penelitian
Kegiatan kerja praktik ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu, mulai tanggal
16 Juli 2011 sampai 16 Agustus 2011 yang dilakukan pada daerah Kuasa
Pertambangan PT. Multi TambangjayaUtama, Kecamatan Gunung Bintang Awai,
Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah.
Tabel 1.1 Waktu Penelitian
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
II.1 Sejarah Perusahaan
PT Thailindo Bara Pratama didirikan pada tanggal 15 Maret 2001 berdasarkan
surat keputusan dari Menteri Kehakiman dengan No. C-80-HT.03.07-Th 2001. Pada
saat ini PT Thailindo Bara Pratama mengerjakan lahan yang dimiliki oleh PT Multi
Tambangjaya Utama, mulai tanggal 2 mei 2007 melakukan perjanjian kontrak kerja
dengan PT. Multi Tambangjaya Utama dengan isi perjanjian :
Kegiatan Bulan
Juni Juli Agustus September
Observasi lapangan
Pengumpulan data - -
Pengolahan data - -
Pembuatan laporan --
5
1. Untuk stripping overburden dengan metode open cut.
2. Periode kontrak yaitu 11 tahun dihitung sejak 2 bulan setelah tanggal
penandatanganan kontrak.
3. Penambangan Batubara dan pengangkutan batubara.
4. Konstruksi jalan angkut.
II.2 Lokasi Daerah Kuasa Pertambangan
Lokasi Kuasa Pertambangan PT. Multi Tambangjaya Utama terletak secara
administratif pada Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan,
Provinsi Kalimantan Tengah.
Untuk mencapai lokasi Kuasa Pertambangan (KP) PT. Multi
TambangjayaUtama dapat di tempuh dengan cara, yaitu :
a. Dari Palangka Raya menuju Bukit Rawi dengan jarak tempuh ± 35 Km
melalui jalan darat dalam waktu ± 30 menit menggunakan kendaraan roda
dua dengan kondisi jalan beraspal.
b. Kemudian dari Bukit Rawi perjalanan dilanjutkan ke Timpah dengan jarak
tempuh ± 90 Km melalui jalan darat dalam waktu ± 2,5 jam menggunakan
kendaraan roda dua dengan kondisi jalan beraspal dan belum beraspal (masih
tanah).
c. Dari Timpah dilanjutkan ke Buntok dengan jarak tempuh ± 60 km dalam
waktu ± 2 jam Menggunakan kendaraan roda dua dengan keadaan jalan
belum beraspal (tanah bercampur kerikil) dan banyak jalan berlubang.
d. Dilanjutkan dari Buntok menuju Ampah dengan jarak tempuh ± 30 km dalam
waktu 1 jam.
e. Dari Ampah menuju Lokasi kuasa pertambangan Job Site PT. Thailindo Bara
Pratama dengan jarak tempuh ± 30 Km melalui jalan darat dalam waktu ± 1
jam menggunakan kendaraan roda dua dengan kondisi jalan beraspal dan
tanah.
5
6
II.3 Keadaaan Geologi Daerah Penelitian
Uraian stratigrafi yang disusun oleh pertamina didasarkan atas eksplorasi
intensif, seismic, dan drilling yang dilakukan secara berkesinambungan, sehingga
hasil penelitian pertamina lebih dipercaya sebagai acuan.
Formasi Tanjung (Tet)
Sedimen tersier tertua diwilayah perjanjian adalah Formasi Tanjung yang
berumur Eocene. Formasi ini melingkupi baik baik Blok 2 Swalang-Mea
memanjang sampai Kananai antiklin di Blok 1. Batuannya terdiri dari serpih,
batupasir dengan berbagai variasi ketebalan dan kadang-kadang ditemukan
konglomerat kuarsa dibagian bawah, dan ukuran butirnya menghalus kearah atas.
Grup konglomerat kuarsa ini dipisahkan oleh batulempung dengan lapisan
batubara, dolerit dan batulanau.
Formasi Berai (Tomb)
Di daerah sebelah barat Kananai di Blok 1, Formasi Berai yang sangat mudah
dibedakan dengan Formasi Tanjung. Formasi Berai yang berumur Oligocene
didominasi dan dicirikan dengan munculnya batugamping. Penyebarannya di
bagian utara dari Blok 1 yaitu di sekitar daerah Bintang Ara.
Formasi Warukin (Tmw)
Formasi Warukin yang berumur Miocene Tengah menyebar sepanjang daerah
sempit sejajar dengan batas barat dari Blok 1 antara Sungai Paken dan Kaput.
Formasi ini terdiri dari batubasir berselang seling batulanau dan serpih dan
sebagian konglomerat. Seluruh areal yang ada penyebaran Formasi Warukin
akhirnya diciutkan sebelum akhir tahapan eksplorasi.
Pembahasan stratigrafi Wilayah Perjanjian secara detail didasarkan atas aturan
penamaan satuan litostatigraf tidak resmi dari Komisa Sandi Stratigrafi Indonesia
(1973), yaitu mengelompokkan lapisan-lapisan batuan secara bersistem menjadi
satuan bernama yang bersendikan pada ciri litologi yang dapat diamati di
7
lapangan termasuk jenis batuan, kombinasi serta keseragaman litologi dan gejala
geologi lainnya di lapangan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka stratigrafi
lokal Wilayah Perjanjian dapat dikelompokkan menjadi enam satuan batuan,
dengan urutan-urutan dari yang paling tua hingga yang paling muda adalah
sebagai berikut :
Satuan batu basal
Satuan batu granit
Satuan batu pasir konglomeratan
Satuan batu lempung
Satuan batu gamping
Satuan batu pasir
Satuan batu basal
Singkapan batuan atau penyebarannya satuan batu basal menempati bagian
selatan daerah Tawo. Satuan ini membentuk punggungan kecil dan biasanya
dilintasi oleh jalan perusahaan kayu yang pernah beroperasi sebelumnya.
Umumnya batuannya sudah lapuk dan warna pelapukannya sangat khas yaitu
berwarna merah tua.
Satuan batu granit
Satuan batu granit ini mempunyai penyebaran lateral di daerah sebelah timur
Malintut dan membentuk morfologi yang cukup curam. Di lapangan bongkahan
batugranit ini tersebar sudah lepas-lepas dari batuan induknya. Tingkat
pelapukannya sangat intensif dengan warna pelapukan berwarna merah. Satuan
batugranit ini juga muncul disebelah timur Sungai Monyo di sebelah selatan
Kananai. Satuan batugranit ini berumur Pra-Tersier
Satuan batu pasir konglomeratan
8
Satuan ini didominasi oleh batu pasir yang mengandung konglomerat kuarsa.
Dilihat dari lithologinya yang didominasi oleh batu pasir dengan selingan batu
lempung dan batubara yang berselang-seling dan ditinjau dari tekstur batuannya
yang sangat kasar maka dapat diinterpretasikan satuan batu pasir konglmeratan
ini merupakan hasil pengendapan fliviatil. Satuan ini menyebar secara luas di
Blok 2 Swalang-Mea bagian timur dengan arah penyebaran utara-selatan. Satuan
ini dapat dikorelasikan dengan Formasi Tanjung yang berumur Eocene.
Satuan batulempung
Satuan ini mendominasi penyebarannya baik di Blok 1 maupun di Blok 2 dan
merupakan pembawa utama lapisan batubara yang berumur Eocene dari Formasi
Tanjung. Satuan ini menyebar dari barat di daerah Kananai sampai daerah timur
di Swalang-Mea.
Satuan batu gamping
Umumnya penyebaran batu gamping ini tidak merata atau setempat-setempat.
Satuan batu gamping ini membentuk pola penyebaran menjari dengan satuan
batu pasir. Penyebaran batu gamping ini dapat dijumpai di daerah Bintang Ara,
Desa Lima dan secara setempat-setempat disekitar aliran Sungai Rui. Satuan batu
gamping ini dapat dikorelasikan dengan Formasi Berai yang berumur Oligocene.
Satuan batu pasir
Dinamakan satuan batu pasir karena ditinjau dari penyebarannya didominasi oleh
lapisan batu pasir. Penyebarannya ditemukan dibagian barat Malintut dan pada
umumnya tidak mengandung lapisan batubara. Penyebarannya membentuk pola
9
menjari dengan satuan batugamping dan dapat dikorelasikan dengan Formasi
Berai yang berumur Oligocene.
Lipatan
Lipatan utama di bagian tengah dari Blok 1 terdiri dari antiklin Kananai dan
sinklin Kananai. Sumbu lipatannya berarah timur laut – barat daya. Sumberdaya
batubara Kananai berada di bagian barat dari antiklin Kananai. Sedangkan
batubara Swalang-Mea berada pada sayap barat dari antiklin Swalang-Mea.
Sesar
Sesar normal, sesar naik dan sesar geser menyebar di wilayah perjanjian. Sesar-
sesar ini umumnya sejajar dengan sumbu lipatan. Sesar utama mengarah timur
laut – barat laut sejajar dengan antiklin Kananai.
10
Gambar 2.3. Peta Geologi Block Kananai.
II.4 Morfologi Lokal
Morfologi daerah penelitian dapat dibedakan menjadi dua satuan morfologi;
satuan morfologi perbukitan dan satuan morfologi dataran. Satuan morfologi
perbukitan terdapat di bagian timur meliputi daerah – daerah Kananai, Lumuh,
Malopot dan Swalang-Mea. Satuan morfologi dataran umumnya berada di sebelah
barat daerah penelitian kearah bantaran Sungai Barito.
Tumbuh–tumbuhan di daerah penelitian dapat digolongkan dalam dua jenis;
tumbuhan alam dan tumbuhan yang ditanam. Tumbuhan alam terdiri dari tumbuhan
yang membentuk hutan belukar baik primer maupun sekunder, terutama menempati
daerah perbukitan. Tumbuhan ulin, meranti, balau, kayu kapur dan bangkirai masih
11
banyak dijumpai di daerah-daerah perbukitan. Tumbuhan yang ditanam dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu tanaman musiman dan tanaman tahunan. Tanaman musiman
umumnya berupa padi gunung, jagung dan ketela pohon yang ditanam dengan sistem
berpindah dengan membuka lahan baru dengan jalan membakar hutan. Tanaman
tahunan umumnya berupa tanaman karet baik yang ditanam secara tradisional
maupun yang telah menerapkan teknik berkebun secara besar – besaran yang
umumnya diusahakan oleh PT. Perkebunan milik negara. Binatang liar umumnya
terdiri dari babi hutan, ular, tringgiling dan berbagai kera serta berjenis – jenis
burung. Binatang peliharaan terdiri dari sapi, babi dan unggas yang terdapat disekitar
pemukiman.
II.5. Cadangan dan Kualitas Batubara
II.5.a Cadangan Batubara Blok Kananai
Batasan-batasan perhitungan sumberdaya untuk daerah Kananai adalah
sebagai berikut :
Hanya 5 (lima) seam utama yaitu MK-12, MK-13, MK-14, MK-15 dan MK-16
dan seam-seam minor pengikutnya yang menyisip diantara seam-seam utama
dengan ketebalan lebih besar dari 50 cm yang dihitung.
Penetapan kedalaman maksimal perhitungan cadangan untuk striping ratio 1 : 10
dari cropline kearah downdip. Subcrop line kemudian dibuat mengikuti arah
penyebaran cropline untuk membatasi kedalaman maksimal perhitungan pada
masing-masing seam batubara.
Density batubara ditentukan berdasarkan hasil analisa di laboratorium batubara.
Luas masing-masing permukaan batubara yang dibatasi oleh cropline dan
subcrop line dihitung terlebih dahulu.
Dari hasil perhitungan luas permukaan batubara dikalikan dengan ketebalan
batubara rata-rata maka dapat dihitung volume batubara masing-masing seam.
Tonase batubara didapat dengan mengalikan volume batubara dengan density.
Tidak memperhitungkan kualitas batubara.
12
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas hasil perhitungan total cadangan di daerah
Kananai untuk seam : MK-12, MK-13, MK-14 MK-15 dan MK-16 adalah 6.754.600
ton (tabel 2.1)
Tabel 2.1. Hasil Perhitungan Cadangan Batubara SR 1 : 10 Kananai Blok 1
AREA SEAM BATUBARA
CADANGAN IN-SITU
(IN-SITU RESERVES)
STRIPING RATIO 1:10
TON
Kananai Utara MK-12
MK-13
MK-14
MK-15
MK-16
199,374
504,585
535,392
698,880
274,950
2,213,181
13
Kananai Tengah
Kananai Selatan
MK-13
MK-13a
MK-14
MK-15
MK-12
MK-13
MK-13a
MK-14
351,650
37,758
905,797
653,438
1,948,643
551,664
863,772
418,138
759,200
2,592,774
TOTAL 6,754,600
Sumber data : Mine Planning Section PT Multi Tambangjaya Utama
Tabel 2.2. Reserve Coal ( Tertambang) PT. MTU
Swalang-Mea Kananai
Seam Tonase BB Seam Tonase BB
TS 12
224.133,1
3 MK 12
620.898
,41
TS 14
4.387.895,7
1 MK 13
1.038.19
4,92
TS 15
2.427.409,8
6 MK 13a
54.419
,94
TS 16
48.021,9
4 MK 14
2.296.10
4,26
14
MK 15
1.553.07
0,10
MK 16
129.456
,71
7.087.460,6
4
5.692.14
4,34
SR 10,54 SR 9,92
Sumber data : Mine Planning Section PT Multi Tambangjaya Utama
II.5.b Kualitas Batubara Blok Kananai
Seam MK-12 dengan kelembaban antara 6,1% - 8,85% dengan kelembaban
rata-rata 7,79%. Kandungan sulphur berkisar antara 0,58% - 2,72% dengan
kandungan rata-rata 1,75% dan nilai kalori antara 6840 kcal/kg – 7342 kcal/kg atau
rata-rata 7140 kcal/kg.
Seam MK-13 mempunyai kelembaban antara 3,14% - 8,24% dengan nilai
rata-rata 7,52% kandungan abu rata-rata 5,05%, sulphur antara 0,9% - 3,08% atau
rata-rata 2,91% dan nilai kalori rata-rata 7117 kcal/kg.
Seam MK-14 mempunyai kandungan air rata-rata 7,17%, debu rata-rata
4,07%, sulphur rata-rata 1,93% dan nilai kalori rata-rata 7211 kcal/kg.
Batubara Kananai dengan nilai kalori tinggi rata-rata 7156 kcalkg, sulphur
rata-rata 2,1% dan kelembaban rata-rata 7,5%, berdasarkan klasifikasi ASTM dapat
diklasifikasikan kedalam high volatile bituminous B – high volatile bituminous A.
Selanjutnya untuk mengantisipasi keperluan pasar maka diakukan analisa
lebih lanjut antara lain analisa : Ultimate, Ash analysis dan Ash Fusion Temperature
untuk seam : MK-13, MK-14 dan MK-15.
II.6 Kegiatan Penambangan Secara Umum
15
Sistem penambangan yang digunakan adalah sistem tambang terbuka
berjenjang atau Benching System.
Urutan kegiatan penambangannya meliputi ;
1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Pembersihan lahan dilakukan sebelum pengupasan lapisan tanah pucuk yaitu
dengan membersihkan lahan dari pepohonan yang mungkin akan mengganggu
pelaksanaan operasi penambangan.
2. Pembongkaran (Loosening)
Pembongkaran dilakukan terhadap tanah pucuk, tanah penutup (Overburden)
dan batubara dengan cara pengerukan dan peledakan. Kegiatan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan alat-alat berat seperti Excavator back hoe
Volvo EC 460 BLc, dan Bulldozer Caterpillar D8R.
3. Pemuatan (Loading)
Pemuatan merupakan salah satu kegiatan dalam proses penambangan, dimana
material overburden dan batubara yang sudah di bongkar dimuat ke dalam
alat angkut dalam hal ini Dump Truck.
4. Pengangkutan (Hauling)
Kegiatan ini dilakukan untuk mengangkut material dari front loading point ke
stockpile atau ke disposal area untuk overburden, atau bahkan langsung ke
crusher untuk batubara.
16
BAB III. SISTEM/IMPLEMENTASI
III.1 Sistem Pengeboran
Pengeboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam suatu
operasi peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang
ledak yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan.
Sistem pengeboran dapat dibedakan menjadi :
1. Sistem Pengeboran Mekanik
Komponen utama dari sistem pengeboran mekanik adalah : sumber energi
mekanik, batang bor penerus (transmitter) energi tersebut, mata bor sebagai
aplikator energi terhadap batuan, dan peniupan udara (flushing) sebagai
pembersih dari serbuk pengeboran (cuttings) dan memindahkannya keluar
17
lubang bor. Berdasarkan sumber energi mekaniknya, sistem pengeboran
mekanik terbagi menjadi 3 ( tiga ), yaitu : rotari, perkusif, dan rotari-perkusif.
a. Bor Tumbuk ( Percussion Drill )
Pada pengeboran tumbuk (percusif), energi dari mesin bor diteruskan oleh
batang bor dan mata bor untuk meremukkan batuan. Komponen utama
dari mesin bor ini adalah piston yang mendorong dan menarik tungkai
(shank) batang bor. Pada metode perkusif yang terjadi adalah proses
peremukan (crushing) permukaan batuan oleh mata bor. Contoh alat bor
dengan sistem ini adalah hammer drill, churn drill.
b. Bor Putar-Tumbuk ( Rotary-Percussion Drill )
Pada pengeboran rotary-perkusif, aksi penumbukan oleh mata bor
dikombinasikan dengan aksi putaran, sehingga terjadi proses peremukan
dan penggerusan permukaan batuan. Metode ini dapat digunakan pada
bermacam-macam jenis batuan. Metode putar-tumbuk terbagi menjadi
dua, yaitu :
Top Hammer
Metode pengeboran Top hammer adalah metode pengeboran yang
terdiri dari 2 kegiatan dasar yaitu putaran dan tumbukan. Kegiatan ini
diperoleh dari gerakan gigi dan piston, yang kemudian
ditransformasikan melalui shank adaptor dan batang bor menuju mata
bor. Berdasarkan jenis penggerak putaran dan tumbukannya, metode
ini dibagi menjadi dua jenis yaitu : Hydrolic Top Hammer dan
Pneumatic Top Hammer.
Down the Hole Hammer (DTH Hammer)
Metode pengeboran ini adalah metode pengeboran tumbuk-putar yang
sumber dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer
dipasang dibelakang mata bor, di dalam lubang sehingga hanya sedikit
energi tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan
23
18
sambungan-sambungannya. Contoh dari alat bor dengan menggunakan
temper tumbuk putar adalah jack hammer.
c. Bor Putar ( Rotary Drill )
Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotari terbagi menjadi 2 sistem
tricone dan drag bit. Disebut tricone jika penetrasinya berupa gerusan
(crushing) dan drag bit jika hasil penetrasinya berupa potongan. Sistem
tricone digunakan untuk batuan sedang hingga lunak, untuk system drag
bit digunakan untuk batuan lunak. Contoh alat bor dengan sistem ini
adalah rotary drill.
2. Sistem Pengeboran Manual
Prinsip kerja dari manual driven sangat sederhana karena hanya menggunakan
tenaga manusia sebagai tenaga penggerak. Contoh : Auger Drill, Bangka Bor, Churn
Drill, Bor Mesin Semprot ( BMS ).
Dalam kegiatan penambangan terbuka untuk pengeboran, alat yang digunakan adalah
Down The Hole Drill, Rotary Driven, dan Top Hammer. Untuk kegiatan
penambangan bawah tanah alat yang digunakan diantaranya : Mechanic Jumbo dan
Hand Held Rock Drill (terdiri atas : stopper, shinker, difter).
III.2 Tahapan Kegiatan Pengeboran Untuk Peledakan
Tahapan-tahapan atau persiapan secara umum yang dilakukan sebelum
kegiatan pengeboran peledakan adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui jenis batuan yang akan dibor
Jenis batuan menentukan pemilihan dari alat bor, kekerasan dan komposisi
mineral dari batuan adalah faktor yang menyebabkan cepat atau lambatnya
keausan mata bor (bit) dan batang bor (drill steel) alat bor. Misalnya harus
mengetahui kekerasan batuannya, apakah sesuai dengan alat bor yang
digunakan.
b. Mengetahui tinggi jenjang
19
Tinggi jenjang adalah parameter yang dihubungkan dengan ukuran-ukuran
lainnya. Pada tambang terbuka tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu.
Tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan bor yang tersedia,
misalnya panjang batang bor (drill road) dan ukuran alat bor (rock drill).
c. Diameter lubang ledak
Dalam menentukan ukuran diameter lubang ledak adalah besarnya produksi
Pengeboran. Faktor-faktor lain yang menentukan diameter lubang ledak
adalah:
1. Fragmentasi batuan yang dikehendaki
2. Batasan gerakan yang dikehendaki
d. Kondisi tanah di lapangan.
Kondisi di lapangan harus stabil agar tanah kuat menopang alat bor yang akan
digunakan. Apabila tanah labil, perlu dilakukan pemadatan.
III.2.a Peralatan Yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pengeboran ini antara lain:
a. Mesin bor
b. Pipa pengeboran
c. Mata bor
d. Meteran
e. Karung penanda
III.2.b Prosedur Pengeboran
Adapun prosedur kegiatan pengeboran, antara lain :
a. Menentukan lokasi daerah yang akan di bor.
20
Gambar 3.1. Penentuan lokasi daerah yang akan dibor
b. Mempersiapkan mesin bor, pipa-pipa bor, pemberian pelumas, dan peralatan lain
yang dianggap perlu.
Gambar 3.2. Persiapan sebelum melakukan pengeboran
21
c. Menentukan titik lubang bor sesuai pola peledakan yang diinginkan.
Gambar 3.3. Pola pengeboran Job Site PT. Thailindo Bara Pratama
d. Mengukur jarak spasi dan burden antar titik lubang ledak yang akan di lakukan
pengeboran dengan alat bantu meteran. Spasi dan Burden pada alat bor Rotary
Driil PT. Nariki Minex Sejati pada B1 seam 12 yaitu Spasi = 5,5 m dan
Burden = 4,5 m.
22
Gambar 3.4. Pengukuran Spasi
Gambar 3.5. Pengukuran burden
e. Menandai titik-titik lubang ledak yang telah di ukur agar memudahkan operator
dalam melakukan pengeboran, bisa menggunakan karung ataupun alat
penanda lainnya.
23
Gambar 3.6. Menandai titik-titik lubang ledak yang telah di ukur
f. Alat bor bekerja membuat lubang ledak sesuai dengan titik yang telah di ukur.
Gambar 3.7. Pengeboran sesuai dengan spasi dan burden yang telah ditentukan
g. Kemudian selanjutnya yaitu pengambilan data aktivitas alat bor saat alat bor
bekerja.
24
Gambar 3.8. Data aktivitas alat bor
h. Melakukan pemeriksaan kedalaman titik lubang ledak yang telah di bor dengan
meteran.
25
Gambar 3.9. Pemeriksaan kedalaman titik lubang ledak
i. Menutup sementara lubang ledak yang telah dibuat dengan karung agar saat hujan
lubang ledak tidak terisi air.
Gambar 3.10. Penutupan sementara lubang ledak
III.3 Pola Pengeboran
26
Terdapat perbedaan dalam rancangan pola pengeboran untuk tambang bawah
tanah dan terbuka. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
luas area, volume hasil peledakan, suplai udara segar, dan keselamatan kerja. Tabel
3.3. memperlihatkan beberapa alasan atau penyebab yang membedakan pola
pengeboran di tambang terbuka dan bawah tanah.
Tabel 3.3 Perbandingan pola pengeboran di tambang terbuka dan bawah tanah
Faktor Tambang terbuka Tambang bawah tanah
Luas area
Lebih luas karena terdapat dipermukaan bumi dan dapat memilih area yang cocok.
Terbatas, sesuai dimensi bukaan yang luasnya dipengaruhi oleh kestabilan bukaan tersebut.
Volume hasil peledakan
Lebih besar, bisa mencapai ratusan ribu meterkubik per peledakan, sehingga dapat direncanakan target yang besar.
Terbatas, karena dibatasi oleh luas permukaan bukaan, diameter mata bor dan kedalaman pengeboran, sehingga produksi kecil.
Suplai udara segarTidak masalah karena dilakukan pada udara terbuka.
Tergantung pada jaminan sistem ventilasi yang baik.
Keselamatan kerjaRelatif lebih aman karena seluruh pekerjaan dilakukan pada area terbuka.
Kritis, diakibatkan oleh ruang terbatas, guguran batu dari atap, tempat untuk penyelamatan diri terbatas.
III.3.a Pola Pengeboran pada Tambang Terbuka
Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang
bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan dengan
hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting, akan menghasilkan kawah dengan
lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol.
27
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu
dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu (1) dinding bidang bebas, (2) puncak jenjang
(top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin dibuat secara
teratur, yaitu (lihat Gambar 3.1)
1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama.
2) Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibanding burden.
3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang
berasal dari pola bujursangkar maupun persegi panjang.
Gambar 3.11. Sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka.
5,5 m
Pola Bujursangkar Pola Persegi Panjang
Pola zigzag Bujursangkar Pola zigzag persegi panjang
Bidang bebas
4,5 m
Bidang bebas
5,5 m
4,5 m
Bidang bebas
4,5 m
5,5 m
Bidang bebas
4,5 m
5,5m
28
III.3.b Pola Pengeboran pada Tambang Bawah Tanah
Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan pengeboran dan hanya
terdapat satu bidang bebas, maka harus dibuat suatu pola pengeboran yang
disesuaikan dengan kondisi tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa
minimal terdapat dua bidang bebas agar proses pelepasan energi berlangsung
sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan.
Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas, yaitu permuka
kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang dinamakan cut.
Secara umum terdapat 4 tipe cut yang kemudian dapat dikembangkan lagi sesuai
dengan kondisi batuan setempat, yaitu :
1. Center Cut disebut juga pyramid atau diamond cut. Empat atau enam lubang
dengan diameter yang sama dibor kea rah satu titik, sehingga berbentuk pyramid.
Puncak piramid di bagian dalam dilebihkan sekitar 15 cm dari kedalaman seluruh
lubang bor yang ada. Pada bagian puncak piramid terkonsentrasi bahan peledak
kuat. Dengan meledakkan center cut ini secara serentak akan terbentuk bidang
bebas baru bagi lubang-lubang ledak sekitarnya. Center cut sangat efektif untuk
batuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak dan mempunyai efek getaran
tinggi yang disertai oleh lemparan batu-batu kecil.
2. Wedge Cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji. Setiap pasang
dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik,
tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji. Cara mengebor
tipe ini lebih mudah dibanding pyramid cut, tetapi kurang efektif untuk
meledakkan batuan yang keras.
3. Drag cut atau pola kipas. Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu berbentuk
baji. Peredarannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengah bukaan,
tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara membuatnya adalah
29
lubang bor miring untuk membentuk rongga dilantai atau dinding. Pengeboran
untuk membuat rongga dari bagian dinding disebut juga dengan fan cut atau cut
kipas. Beberapa pertimbangan pada penerapan pola drag cut :
Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate atau batuan
sedimen lainnya.
Tidak efektif diterapkan pada batuan yang keras.
Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat instalasi
yang penting diruang bawah tanah atau pada bukaan dengan penyangga kayu.
4. Burn cut disebut juga dengan cylinder cut. Pola ini sangat cocok untuk batu yang
keras dan regas seperti batupasir (sandstone) atau batuan beku. Pola ini tidak
cocok untuk batuan berlapis, namun demikian, dapat disesuaikan dengan
berbagai variasi.
Ciri-ciri pola burn cut antara lain :
Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat mengebor lebih dalam dibanding
jenis cut yang lainnya.
Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas mini, sehingga
pelepasan tegangan gelombang kompresi menjadi tarik dapat berlangsung
efektif. Disamping itu lubang kosong berperan sebagai ruang terbuka tempat
fragmentasi batuan terlempar dari lubang yang bermuatan bahan peledak.
30
BAB IV. PEMBAHASAN
Pada saat kerja praktik dilaksanakan pengeboran pada Pit B seam 12 dan pit
B2 seam 15 daerah kuasa pertambangan PT. Multi TambangjayaUtama dengan target
mengenai lapisan batubara dengan ketebalan lebih dari 3 meter. Pengamatan kegiatan
pengeboran dilakukan di 2 titik lokasi pengeboran yaitu di seam 12 dan seam 15
dengan 2 alat bor yang berbeda. Kegiatan pengeboran untuk 2 lokasi titik bor ini
berlangsung dari tanggal 19 Juli sampai 2 Agustus 2011.
IV.1 Alat bor yang digunakan di Job Site PT. Thailindo Bara Pratama
Pengeboran merupakan suatu kegiatan dalam membuat lubang ledak terhadap
batuan yang akan dibongkar dengan menggunakan alat bor yang sesuai dengan jenis
gaya yang dipakai dalam memecahkan batuan pada waktu Pengeboran. Teknik
Pengeboran yaitu bagaimana kita dapat membor dengan menguntungkan (kecepatan
Pengeboran tinggi, waktunya pendek, biayanya murah dan kedalamanya
besar/tinggi).
Berdasarkan tujuannya, Pengeboran dapat dibagi atas 3 bagian besar yakni
pengeboran eksplorasi, pengeboran eksploitasi (pengeboran produksi), pengeboran
untuk keperluan teknik sipil. Jika dihubungkan dengan peledakan, penggunaan
terbesar adalah sebagai pengeboran produksi. Di Job Site PT. Thailindo Bara Pratama
alat bor yang digunakan yaitu :
a. Rotary Drill (D25KS)
D25KS merupakan alat bor yang termasuk ke dalam sistem pengeboran
mekanik yaitu sumber energinya adalah energi mekanik, batang bor sebagai
penerus (transmitter) energi, mata bor sebagai aplikator energi terhadap
batuan, dan peniupan udara (flushing) sebagai pembersih dari serbuk
pengeboran (cuttings) dan memindahkannya keluar lubang bor.
40
31
Rotary Drill (D25KS) yang digunakan di Job Site PT. Thailindo Bara Pratama
adalah alat pengeboran yang dimiliki oleh sub kontraktor yaitu PT. Nariky
Minex Sejati .
Gambar 3.12. Rotary Drill (D25KS) melakukan operasi pengeboran
Gambar 3.13. Rotary Drill (D25KS) pada posisi stand-by
32
Alat bor D25KS menggunakan metode rotary. Berdasarkan sistem
penetrasinya, metode rotary terbagi menjadi 2 sistem tricone dan drag bit.
Disebut tricone jika penetrasinya berupa gerusan (crushing) dan drag bit jika
hasil penetrasinya berupa potongan. Sistem tricone digunakan untuk batuan
sedang hingga lunak, untuk sistem drag bit digunakan untuk batuan lunak.
Secara umum Rotary Drill (D25KS) mempunyai diameter lubang 5 inch – 6 ¾
inch (127 mm – 171 mm). Pada penelitian penulis di Job Site PT. Thailindo
Bara Pratama, diameter lubang ledaknya yaitu 6 ¼ inch (159 mm).
Gambar 3.14. Lubang ledak Rotary Drill
Gambar 3.15. Pengisian pelumas untuk kompresor
33
Gambar 3.16. Tricone Bit pada Rotary Drill
b. Hydraulic rock drill (ECM 580)
Alat bor ECM 580 merupakan alat bor yang juga termasuk ke dalam
pengeboran mekanik dengan sistem putar-tumbuk. Pada alat ini, aksi
penumbukan oleh mata bor dikombinasikan dengan aksi putaran, sehingga
terjadi proses peremukan dan penggerusan permukaan batuan.
Gambar 3.17. Hydraulic rock drill melakukan operasi pengeboran
34
Gambar 3.18. Hydraulic rock drill pada posisi stand-by
Secara umum Hydraulic rock drill mempunyai diameter lubang ledak 2½ inch
– 4 inch (64 mm - 102 mm). Pada penelitian penulis di Job Site PT. Thailindo
Bara Pratama, diameter lubang ledaknya yaitu 3 inch (76,2 mm).
Gambar 3.19. Lubang ledak
35
Gambar 3.20. Mata bor
IV.2 Perbandingan Alat Bor Peledakan
Dari hasil penelitian penulis, ada beberapa perbedaan antara alat bor
D25KS (rotary drill) dan alat bor ECM 580 (hydraulic rock drill). Ada yang
menguntungkan bagi perusahaan, namun ada pula yang merugikan bagi perusahaan.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat di bagi menjadi berbagai macam aspek berikut
ini :
Volume setara (m3/m)
Volume setara (equivalent volume) menyatakan volume batuan diharapkan
terbongkar untuk setiap meter kedalaman lubang ledak yang dinyatakan dalam
m3/m. Volume equivalen dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
Dimana :
B = Burden (m)
S = Spasi (m)
L = Tinggi Jenjang (m)
H = Kedalaman lubang bor (m)
Veq = B x S x L/H (m3/meter)
36
Volume setara untuk Rotary Drill
Diketahui:
B = 4,5 m
S = 5,5 m
H = 6 m
L = H-J J = 0,3B
= 6-1,35 = 4,65 m = 0,3 x 4,5 = 1,35 m
Penyelesaian :
= 4,5 x 5,5 x 4,65/6
= 19,2 m3/m
Volume setara untuk Hidraulic Rock Drill
Diketahui:
B = 3 m
S = 3,5 m
H = 3 m
L = H-J J = 0,3B
= 3-0,9 = 2,1 m = 0,3 x 3 = 0,9 m
Penyelesaian :
= 3 x 3,5 x 2,1/3
= 7,35 m3/m
Jadi, Volume setara Rotary rock drill lebih besar dibandingkan dengan
Hidraulic rock drill. Karena Rotary Drill mempunyai geometri yang lebih
besar.
Veq = B x S x L/H (m3/meter)
Veq = B x S x L/H (m3/meter)
37
Cycle Time (Waktu Edar Pengeboran)
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat lubang ledak dengan
kedalaman tertentu, termasuk adanya hambatan-hambatan yang terjadi selama
kegiatan pengeboran berlangsung.
Dimana :
Ct = Cycle Time (menit)
Pt = Waktu untuk mengambil posisi (menit)
Bt = Waktu untuk melakukan pengeboran (menit)
St = Waktu untuk memasang dan mengganti batang bor (menit)
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan dan mengangkat batang bor (menit)
Cycle Time untuk Rotary Drill
Diketahui :
Pt = 0,9 menit
Bt rata-rata = 3 menit
St rata-rata = 0 menit
Dt rata-rata = 0,6 menit
Penyelesaian :
Ct = Pt + Bt + St + Dt
= 0,9 + 3 + 0 + 0,6
= 4,5 menit
Cycle Time untuk Hydraulic Rotary Drill
Diketahui :
Pt = 0,8 menit
Bt rata-rata = 1,5 menit
Ct = Pt + Bt + St + Dt
38
St rata-rata = 0 menit
Dt rata-rata = 0,3 menit
Penyelesaian :
Ct = Pt + Bt + St + Dt
= 0,8 + 1,5 + 0 + 0,3
= 2,6 menit
Jadi, Cycle time Hidraulic Rock Drill lebih kecil.
Kecepatan pengeboran rata-rata (meter/menit)
Dari pengamatan akan diperoleh kecepatan pengeboran rata-rata yaitu kecepatan
pengeboran yang dicapai per satuan waktu dengan telah memperhitungkan
seluruh elemen waktu yang diperlukan untuk operasi pengeboran.
Vt = Kecepatan pengeboran rata-rata (meter/menit)
H = Kedalaman lubang bor rata-rata (meter)
Ct = Waktu siklus pengeboran rata-rata (menit)
Kecepatan pengeboran rata-rata (meter/menit) untuk Rotary Drill
Diketahui :
H = 6 meter
Ct = 4,5 menit
Vt = H/Ct
39
Penyelesaian :
= 6/4,5
= 1,33 meter/menit
Kecepatan pengeboran rata-rata (meter/menit) untuk Hidraulic Rock Drill
Diketahui :
H = 3 meter
Ct = 2,6 menit
Penyelesaian :
= 3/2,6
= 1,15 meter/menit
Jadi, Kecepatan pengeboran rata-rata untuk Rotary Drill lebih besar karena
dalam waktu 1 menit kedalaman yang dihasilkan yaitu 1,33 meter.
Vt = H/Ct
Vt = H/Ct
40
Efisiensi Kerja Pengeboran
Efisiensi kerja pengeboran dinyatakan dalam persen waktu produktif terhadap
waktu kerja terjadwal. Waktu produktif adalah waktu yang digunakan untuk
kerja pengeboran.
Persamaan efisiensi kerja adalah:
Dimana :
Ek = Efisiensi waktu pengeboran (%)
WP = Waktu yang digunakan untuk kerja pengeboran (menit)
WT = Jumlah waktu kerja terjadwal (menit)
Efisiensi kerja untuk Rotary Drill
Diketahui :
WP = 662 menit
WT = 827 menit
Penyelesaian :
= x 100%
= 80,05 %
Efisiensi kerja untuk Hidraulic Rock Drill
Diketahui :
Ek = x 100%
Ek = x 100%
41
WP = 616,9 menit
WT = 780,185 menit
Penyelesaian :
= x 100%
= 79,07 %
Jadi, efisiensi kerja untuk Rotary Drill lebih besar. Hal itu dipengaruhi oleh
nilai selisih antara waktu yang digunakan untuk kerja pengeboran dengan jumlah
waktu kerja terjadwal lebih kecil.
Produksi Mesin Bor
Produksi mesin bor tergantung pada kecepatan pengeboran mesin bor, volume
setara dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi mesin bor dinyatakan dalam
satuan m3/jam. Berikut adalah persamaannya :
Dimana:
P = Produksi mesin bor (ton)
Veq = Volume setara (m3/meter)
Vt = Kecepatan pengeboran rata-rata (m/menit)
Ek = Efisiensi kerja
Ek = x 100%
P = Veq x Vt x Ek x 60 menit
42
Produksi mesin bor Rotary Drill
Diketahui :
Veq = 19,2 m3/m
Vt = 1,05 menit
Ek = 80,05 %
= 0,8
Penyelesaian :
= 19,2 x 1,33 x 0,8 x 60
= 1225,728 m3/jam
Produksi mesin bor Hidraulic Rock Drill
Diketahui :
Veq = 7,35 m3/m
Vt = 1,15 menit
Ek = 79,07 %
= 0,79
Penyelesaian :
= 7,35 x 1,15 x 0,79 x 60
P = Veq x Vt x Ek x 60 menit
P = Veq x Vt x Ek x 60 menit
43
= 400,65 m3/jam
Jadi, produksi Rotary Drill lebih besar. Hal itu dipengaruhi oleh volume
setara dan efisiensi kerjanya lebih besar.
Kemiringan medan kerja
Kemiringan medan kerja maksimal untuk alat Rotary Drill adalah 12⁰. Jika
melebihi kemiringan tersebut, dikhawatirkan akan berdampak pada keselamatan
kerja operator dan pekerja lainnya.
Sedangkan kemiringan medan kerja untuk hydraulic rock drill lebih besar dari
rotary drill yaitu hingga kemiringan 20⁰.
Life time batang bor
Untuk keterampilan operator yang sama, life time batang bor rotary drill lebih
lama dari pada batang bor hydraulic rock drill. Life time batang bor hydraulic
rock drill adalah sekitar 3 bulan, Sedangkan pipa bor rotary drill mempunyai life
time sekitar 6 bulan tergantung pemakaian dan keterampilan operator.
Diameter lubang
Diameter lubang rotary drill lebih besar yaitu 6 ¼ inch (159 mm), sedangkan
hydraulic rock drill diameter lubang ledaknya yaitu 3 inch (76,2 mm).
Keuntungan yang diperoleh dari lubang ledak yang lebih besar adalah volume
produksi lebih besar.
Sistem kerja bor
rotary drill menggunakan sistem rotary ,dinamakan demikian karena gerak putar
dari sumber penggerak/mesin ditransmisikan pada batang bor sehingga hanya
dapat melakukan pengeboran vertikal ke bawah. Alat ini digunakan untuk batuan
44
sedang hingga lunak sehingga sesuai dengan medan kerja yang ada di Job Site
PT. Thailindo Bara Pratama. Sedangkan hydraulic rock drill menggunakan
sistem tumbuk-putar. Alat ini digunakan untuk batuan sedang hingga keras,
sehingga sebenarnya tidak terlalu sesuai dengan lapisan overburden di Job Site
PT. Thailindo Bara Pratama.
Gerakan pipa bor
Gerakan pipa bor pada rotary drill tidak leluasa karena pipa bor ada di tower
yang mengikuti gerakan alat. Sedangkan pada hydraulic rock drill gerakan pipa
bor lebih leluasa karena alat ini memiliki boom yang mampu menggerakan pipa
bor walaupun posisi alat dalam keadaan diam.
Kenyamanan operator
Pada aspek ini yang diteliti adalah kenyamanan operator di dalam kabin saat
menjalankan alat bor. Pada kabin rotary drill, ruang untuk operator bergerak
cukup luas sehingga memudahkan operator dalam melihat titik lubang ledak
yang akan di bor.
Tingkat polusi
Tingkat polusi Rotary Drill lebih berbahaya karena debu hasil pengeboran lebih
besar dan banyak. Sedangkan hydraulic rock drill lebih aman dibandingkan
rotary drill karena debu yang dihasilkan lebih sedikit serta debu hasil pengeboran
dihisap kemudian dikeluarkan. Oleh sebab itu, tingkat polusinya lebih rendah.
Penghisap debu tersebut dinamakan Dust Collector.
45
IV.3 Hasil Pengeboran di Job Site PT. Thailindo Bara Pratama
IV.3.a Hasil kegiatan pengeboran Rotary Drill
Hasil dari kegiatan pengeboran yang dilaksanakan oleh alat bor rotary drill
pada pit B1 adalah sebagai berikut :
Diameter = 6 ¼ inch (159 mm)
Tinggi jenjang = 4,65 m
Kedalaman lubang bor rata-rata = 6 m
Spasi = 5,5 m
Burden = 4,5 m
Berikut adalah geometrinya :
46
Pola pengeboran Job Site PT. Thailindo Bara Pratama adalah pola pengeboran
persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar
dibanding burden.
Bidang bebas
5,5 m
4,5 m
Gambar 4.1 Geometri Pengeboran Rotary Drill
47
IV.3.b Hasil kegiatan pengeboran Hydraulic Rock Drill
Dari kegiatan pemboran yang dilaksanakan pengeboran pada pit B2 oleh
hydraulic rock drill adalah sebagai berikut :
Diameter = 3 inch (76,2 mm)
Spasi = 3,5 m
Burden = 3,5 m
Tinggi jenjang = 2,1 m
Kedalaman lubang bor rata-rata = 3 m
Berikut ini adalah geometrinya :
Gambar 4.2 Pola Pengeboran Rotary Drill
48
Bidang bebas
3,5 m
3 m
Gambar 4.3 Geometri Pengeboran Hidraulic Rock Drill
Gambar 4.4 Pola Pengeboran Hidraulic Rock Drill
49
Pola pengeboran Hidraulic Rock Drill Job Site PT. Thailindo Bara Pratama
adalah pola pengeboran persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi
dalam satu baris lebih besar dibanding burden.
Dalam pengamatan kegiatan pengeboran ada beberapa kendala yang dapat
menyebabkan terhentinya aktifitas pengeboran, antara lain :
a. Faktor cuaca misalnya terjadi hujan yang cukup lebat, maka kegiatan
pengeboran biasanya dihentikan untuk sementara menunggu hujan reda.
b. Bahan peledak habis.
c. Macetnya batang bor di lubang ledak.
BAB V. KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, pada kegiatan pengeboran untuk peledakan
pada pit B seam 12 dan pit B2 seam 15 daerah kuasa pertambangan PT. Multi
TambangJaya Utama pada alat bor D25KS (rotary drill) dan alat bor ECM 580
(hydraulic rock drill) dengan parameter yang telah dijelaskan di bab IV, dapat
diambil beberapa kesimpulan yang berupa tabel berikut ini :
50
Tabel 5.1. Perbandingan alat bor D25KS dan alat bor ECM 580
Aspek D25KS ECM 580 KeteranganVolume setara 19,2 m³/m 7,35 m³/m Lebih besar D25KS
Cycle time 5,7 menit 2,6 menit Lebih cepat ECM 580
Kecepatan Pengeboran 1,33 m/menit 1,15 m/menit Lebih cepat D25KS
Efisiensi Kerja 80,05 % 79,07 % Lebih besar D25KS
Produksi mesin bor 1225,728 m³/jam 400,65 m³/jam Lebih besar D25KS
Diameter lubang 6 ¼ inch 3 inch Lebih Besar D25KS
Life time batang bor 6 bulan 3 bulan Lebih lama D25KS
Tingkat polusi tinggi rendah Lebih rendah ECM 580
Sistem kerja bor Putar Putar tumbuk -
Gerakan batang bor tidak leluasa lebih leluasa -
Kenyamanan operator nyaman kurang nyaman -
V.2 Saran
Pada kegiatan pengamatan perbandingan alat pengeboran lubang ledak pada
pit B seam 12 dan pit B2 seam 15 untuk alat bor D25KS (rotary drill) dan alat bor
ECM 580 (hydraulic rock drill) dari lokasi pengeboran yang diamati disarankan
tersedianya cadangan spare part alat bor agar kerusakan alat bor dapat segera
diperbaiki dan tidak banyak membuang waktu, sehingga kegiatan pengeboran dapat
lebih efisien dan efektif agar produksi tidak terhambat.
59
top related