impelementasi fungsi legislasi dprd dalam …
Post on 08-Nov-2021
25 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
IMPELEMENTASI FUNGSI LEGISLASI DPRD
DALAM PENANGANAN HUTAN DAN LAHAN
(ANALISIS TERHADAP FUNGSI DPRD PROVINSI JAMBI)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Syariah
Oleh:
MUHAMAD SADRAKH PUTRA
NIM: SPI 141847
Program Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
1441 H / 2019 M
2
3
4
iii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan Rahmat Allah SWT skripsi ini saya
persembahankan kepada orang-orang yang telah memberikan cinta, kasih,
perhatian, serta motivasi dalam menuntut ilmu
Kedua orang tua tercinta :
Ayahanda Musri Nauli dan ibu Erdewita Wati yang telah mendidikku dengan
penuh kegigihan dan kesabaran, yang tak henti-hentinya menyelipkan namuku
dalam setiap do’a nya, berkat do’a dan dorongan motivasi beliau berdualah saya
dapat menyelesaikan skripsi ini, terimakasih untuk semua yang ayah ibu berikan
selama ini, harapan besarku semoga skripsi ini menjadi hadiah indah bagi ayah
ibu.
Kakak dan adik-adikku serta teman-teman ialah orang-orang yang selalu ada
memberikan semangat dan mendo’akan keberhasilanku, serta keluarga besar
“Amin” yang selalu bersamaku, trimakasih banyak. Ucapan trimakasih dan
penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan juga kepada.
Bapak dosen bembimbing yang telah memberikan arahan, masukan serta motivasi
dalam menyelesaikan skripsi ini, serta dosen-dosen lainnya yang terlibat dalam
penyelesaian skripsi ini.
Sahabat seperjuangan jurusan hukum tata negara, fakultas syariah UIN STS Jambi
Almamater tercinta UIN STS Jambi, tempat penulis menimba ilmu.
iv
v
MOTTO
( قُلْ بِفَضْل57ِنِينَ )يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِ
58 وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ )اللَّهِ
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan
itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan"1
1 QS. Yunus Ayat 57-58
vi
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan membahas tentang Fungsi Legilasi
DPRD provinsi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 96 Ayat 1 Huruf a. Di jelaskan lebih
lanjut Fungsi Pembentukan Perda Provinsi dilaksanakan dengan cara membahas
bersama gubernur dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan perda provinsi
,mengajukan usul rancangan perda provinsi dan menyusun program pembentukan
perda bersama gubernur. Program pembentukan perda provinsi memuat daftar
urutan dan prioritas rancangan perda provinsi yang akan dibuat dalam 1 (satu)
tahun anggaran. Dalam menetapkan program pembentukan perda provinsi, dprd
provinsi melakukan koordinasi dengan gubernur. Implementasi Fungsi Legislasi
DPRD Provinsi Jambi Dalam Menangani Kebakaran Hutan Dan Lahan adalah
melalui menetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
tingkat kabupaten/kota, mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota, melakukan penegakkan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota. Terkait permasalahan hutan dan lahan DPRD menerbitkan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan dimana Perda tersebut hadir ketika itu kebakaran
asap cukup parah. Tuntutan doktor karena permasalahan kebakaran hutan dan
lahan. Selain itu DPRD melakukan pengwasan dan evaluasi terhadap
implementasi Perda.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Di samping itu, tidak lupa pula
iringan shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi
Muhammad saw.
Skripsi ini diberi judul “IMPLEMENTASI FUNGSI LEGISLASI DPRD
DALAM PENANGANAN HUTAN DAN LAHAN ( ANALISIS TERHADAP
FUNGSI LEGISLASI DPRD PROVINSI JAMBI )” merupakan suatu kajian
mengenai akuntabilitas dan Transparansi berdasarkan Perpres.
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui, tidak sedikit
hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data
maupun dalam penyusunannya. Dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak,
terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, hal yang pantas
penulis ucapkan adalah terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu
penyelesain skripsi ini, terutama sekali kepada Yang Terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA, Ph. D, selaku Rektor UIN STS Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc, M.HI., Ph. D, Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,
M.HI, dan Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI, Selaku Wakil Dekan I bidang Akademik
,Wakil Dekan II bidang Keuangan, dan Wakil Dekan III bidang
Kemahasiswaaan, di lingkungan Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
4. Bapak Abdul Razak, S.HI.,M.IS dan ibu Ulya Fuhaidah, S.Hum, MSI, selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
5. Bapak Sayuti Una, S.Ag., MH dan Yudi Armansyah, S.Th.I,M.Hum
selaku Pembimbing I dan II skripsi ini.
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii
PERSEMBAHAN ......................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................. 9
D. Kerangka Teori ........................................................................... 10
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 20
BAB II : METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 25
B. Pendekatan Penelitian ................................................................. 25
C. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 25
D. Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 26
E. Unit Analisis ................................................................................ 26
F. Tekhnik Analisis Data ................................................................. 28
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 29
x
BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Provinsi Jambi................................................... 3I
B. Geografis dan Iklim Provinsi Jambi ........................................... 32
C. Pemerintahan ............................................................................... 33
D. Kependudukan dan Ketenagakerjaan .......................................... 35
E. Sosial ........................................................................................... 36
F.Pertanian ....................................................................................... 39
G. Sindustri dan Energi .................................................................... 40
H. Perdagangan ............................................................................... 41
I.Hotel dan Pariwisata ...................................................................... 42
J. Transfortasi dan Komunikasi ....................................................... 42
K. Keuangan Daerah dan Harga ...................................................... 44
L. Gambaran Umum DPRD Provinsi Jambi .................................... 46
BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Jambi ............…………......... 51
B. Implementasi Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Jambi dalam
Menangani Kebakaran Hutan dan Lahan..... ............................... . 58
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 66
B. Saran ............................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman
transliterasi berdasarkan surat Keputusan Bersama Menteri Agama Rid An
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor:
u543 b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988. Adapun secara garis besar uraiannya
sebagai berikut:
ARAB LATIN
Konsonan Nama Konsonan Keterangan
Tidak dilambangkan (half madd) ا
B B Be ب
T Th Te ت
Ts Th Te dan Ha ث
J J Je ج
Ch ḥ Ha (dengan titik di bawah) ح
Kh Kh Ka dan Ha خ
D D De د
Dz Dh De dan Ha ذ
R R Er ر
Z Z Zet ز
S Sh Es س
Sy Sh Es dan Ha ش
Sh ṣ Es (dengan titik di bawah) ص
Dl ḍ De (dengan titik di bawah) ض
Th ṭ Te (dengan titik di bawah) ط
Dh ẓ Zet (dengan titik di bawah) ظ
Koma terbalik di atas ‘ ‘ ع
Gh Gh Ge dan Ha غ
F F Ef ف
Q Q Qi ق
K K Ka ك
L L El ل
M M Em م
N N En ن
W W We و
H H Ha ه
A ʼ Apostrof ء
Y Y Ye ي
xii
2. Vocal rangkap dua diftong bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dengan huruf, translitterasinya dalam tulisan Latin
dilambangkan dengan huruf sebagai berikut:
a. Vocal rangkap ( ْسَو ) dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya:
al-yawm.
b. Vocal rangkap ( ْسَي ) dilambangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya:
al-bayt.
3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat dan
huruf, transliterasinya dalam bahasa Latin dilambangkan dengan huruf dan
tanda macron (coretan horizontal) di atasnya, misalnya ( ْالْفَا تِحَة = al-fātiḥah ),
مالْعُلُوْ ) = al-‘ulūm), dan ( ٌقِيْمة = qīmah).
4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid,
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama
dengan huruf yang bertanda syaddah itu, misalnya ( = ḥaddun), ( = saddun),
( = ṭayyib).
5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam,
transliterasinya dalam bahasa Latin dilambangkan dengan huruf “al”, terpisah
dari kata yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( الْبَيْت = al-bayt),
= السمأء ) al-samā’).
6. Tā’marbūtah mati atau yang dibaca seperti ber-harakat sukūn, transliterasinya
dalam bahasa Latin dilambangkan dengan huruf “h”, sedangkan tā’ marbūtah
yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya ( هِلالرُؤْيَةُ الْ = ru’yat al-
hilāl ).
7. Tanda apostrof (‘) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk yang
terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya (ُرُؤْيَة = ru’yah ), ( فُقَهَاء =
fuqahā’)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebakaran tahun 2015 memasuki tahun kelam. Selama tiga bulan di tutupi
asap. Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra satelit, terdapat sebaran kebakaran
52.985 hektar di Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar.
Indeks mutu lingkungan hidup kemudian tinggal 27%2. Instrumen untuk
mengukur mutu lingkungan Hidup dilihat dari “daya dukung” dan “daya
tampung”, Instrumen Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, penggunaan
“scientific” dan pengetahuan local masyarakat memandang lingkungan hidup.
Kebakaran kemudian menyebabkan asap pekat. Menghasilkan emisi gas
rumah kaca (GRK) terutama CO2, N2O, dan CH4 yang berkontribusi terhadap
perubahan iklim. NASA memperkirakan 600 juta ton gas rumah kaca telah
dilepas akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun ini. Jumlah itu kurang lebih
setara dengan emisi tahunan gas yang dilepas Jerman. 25,6 juta orang terpapar
2 Untuk mengukur status lingkungan hidup dilakukan dengan berbagai instrument.
Instrumen pertama digunakan adalah merujuk kepada UU No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup). Didalam mekanisme
ini digunakan dengan istilah “daya dukung2 dan daya tampung2” lingkungan hidup. Instumen
Kedua adalah membicarakan hak. Dengan mengukur instrument mutu lingkungan hidup
berdasarkan HAM. Didalam pasal 28H ayat (1) UUD 1945 “Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Ketiga. Mengukur instrument mutu lingkungan hidup
berdasarkan pengetahuan (scientific). Instrument yang digunakan dengna mengggunakan indeks
udara, air dan tanah. Hasil pengukuran dari berbagai peristiwa memberikan penilaian dari
lingkungan hidup dan cara beradaptasi masyarakat (mitigasi) menghadapi perubahan lingkungna
hidup. Keempat. mengukur instrument mutu lingkungan hidup dengan kondisi faktual. Mekanisme
ini digunakan dengan menggali informasi kunci di tengah masyarakat. Baik terhadap penurunan
mutu lingkungan dari kehidupan sehari-hari, hilangnya biodiversity hingga tumbuhan endemik.
Konferensi Pers Hari Lingkungan Hidup, Jambi, 5 Juli 2015
2
asap dan mengakibatkan 324.152 jiwa yang menderita ISPA dan pernafasan lain
akibat asap3. Indeks standar pencemaran udara (ISPU) melampaui batas
berbahaya. Bahkan hingga enam kali lipat seperti yang terjadi di Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Barat. 12 orang anak-anak meninggal dunia akibat asap
dari kebakaran hutan dan lahan.Di Antaranya : 4 balita di Kalteng, 3 orang di
Jambi, 1 orang di Kalbar, 3 di Riau dan 1 orang di Sumsel.
Kualitas udara yang sangat berbahaya juga mengakibatkan anak-anak
terpaksa diliburkan dari sekolah. Di Riau, 1,6 juta anak-anak sekolah diliburkan.
Di Jambi sudah dua bulan diliburkan. Bahkan di Sumsel, pemerintah baru
meliburkan sekolah walaupun status ISPU sudah sangat berbahaya. Penerbangan
terganggu di Kalbar dan Sumsel. Bahkan lumpuh di Riau, Jambi dan Kalteng.
Kebakaran terbesar dan terluas terjadi pada tahun 1982-1983 yang
mencapai 3,2 juta hektare. Kemudian disusul pada 1997 seluas 1,3 juta hektare.
The Singapore Center for Remote Sensing menyebutkan 1,5 juta hektar4.
Kebakaran tahun 1997 diperparah dengan El Nino, gejala kekeringan yang
meliputi 17 Propinsi di Indonesia. Kelima daerah kemudian menyatakan “darurat
asap” sehingga diperlukan upaya Negara untuk memadamkan api selama tiga bula
lebih.
Kebakaran dapat mengakibatkan kerusakan fungsi lingkungan,
menimbulkan kerugian bagi masyarakat, bangsa, dan negara serta polusi asap
akan mengganggu hubungan regional dan internasional. Malaysia sudah
3 Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan warga terserang ISPA. Di Jambi ada 20.471
orang, Kalimantan Tengah 15.138, Sumatera Selatan 28.000, dan Kalimantan Barat 10.010 orang.
Data dari berbagai sumber. Diolah Walhi 4 Walhi, 2015
3
menyampaikan nota protes kepada Indonesia. Singapura melalui National
Enviroment Agency (NEA) melayangkan gugatan terhadap lima perusahaan
terbakar yang terdaftar di Singapura.
Hasil analisis menunjukkan mayoritas titik api di dalam konsesi
perusahaan. Di HTI 5.669 titik api, perkebunan sawit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis) 9.168 titik api. 5
Walhi, 2015
Berdasarkan data LAPAN periode Januari-September 2015 ada 16.334
titik api, 2014 ada 36.781. Adapun estimasi luas daerah terbakar di Indonesia
ialah Sumatera seluas 832.999 hektar, yang terdiri dari 267.974 hektar lahan
gambut dan 565.025 hektar non-gambut, kemudian Kalimantan dengan luas
806.817 hektar. Jumlah tersebut terdiri dari 319.386 hektar lahan gambut dan
487.431 hektar lahan non-gambut. Untuk Papua, lahan yang terbakar seluas
353.191 hektar. Luas tersebut terdiri dari 31.214 hektar lahan gambut dan 321.977
hektar lahan non-gambut, kemudian Sulawesi seluas 30.912 hektar yang
5 Dokumentasi Walhi Tahun 2015
4
merupakan lahan non-gambut. Bali dan Nusa Tenggara mencapai 30.162 hektar,
yang terdiri dari lahan non-gambut. Selanjutnya, untuk Pulau Jawa, lahan yang
terbakar seluas 18.768 hektar yang terdiri dari lahan non-gambut. Di Maluku,
lahan terbakar mencapai 17.063 hektar, yang juga terdiri dari lahan non-gambut.
Selain dari data yang diperoleh menggunakan satelit, hasil tersebut juga diperoleh
dengan membandingkan data dari peta lahan gambut Kementerian Pertanian6.
Bandingkan data NASA FIRM 2015 ada 24.086 titik api, dan 2014 ada 2.014
Peta 1. Titik Api tahun 2015 di Propinsi Jambi7
Sumber Walhi Jambi, 2015
Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan warga terserang ISPA. Di Jambi
ada 20.471 orang, Kalteng 15.138, Sumsel 28.000, dan Kalbar 10.010 orang.
6 Lapan: Tahun Ini, Dua Juta Hektar Hutan Hangus Terbakar, Kompas, 30 Oktober 2015 7 Data didapatkan dari NOAAA, LAPAN, situs KLHK kemudian diolah berdasarkan
konsesi perizinan yang berada di Jambi. Kemudian diolah Walhi Jambi tahun 2015.
5
Dalam laporan Indonesia Economic Quarterly (IEQ) yang dikeluarkan hari
Selasa, Bank Dunia menyatakan antara bulan Juni dan Oktober 2015
menyebutkan Kerugian akibat kebakaran 2015 mencapai US$ 16 milyar (Rp221
trilyun) dari 2 juta hektar. Atau setara dengan dengan 1,9% PDB Indonesia atau
dua kali lipat biaya rekonstruksi Aceh pasca tsunami.8
Angka kerugian Rp 221 trilyun masih terlalu kecil. Sekedar gambaran,
didalam putusan PT. Kalista Alam akibat kebakaran seluas 1000 ha, Pengadilan
Negeri Meulaboh kemudian menjatuhkan putusan dengan total biaya yang harus
dikeluarkan oleh PT. Kalista Alam senilai 320 Milyar rupiah9. Dengan demikian,
maka kebakaran di Jambi saja yang mencapai 133 ribu hektar akan menyebabkan
kerugian mencapai 10 bilyun lebih. Atau 5 kali APBN Indonesia.
Padahal negara, kampus dan industri semula berkeyakinan mengelola
gambut dengan berbagai program dan komodity seperti sawit dan akasia. Derita
akibat kebakaran dari gambut kemudian menyadarkan berbagai pihak. Gambut
yang dikategorikan sebagai ekosistem unik dan penting (UU No. 32 Tahun 2009)
harus mendapatkan tempat sebagai ekosistem yang diperlakukan “spesial”.
Kesalahan bahkan “keangkuhan” memperlakukan gambut mengakibatkan gambut
memberikan reaksi yang dahsyat. Kebakaran yang bermula dengan
8 Rp 221 Trilyun kerugian akibat kebakaran hutan, Kompas, 17 Desember 2015 9 Pengaturan tentang biaya kerugian dan biaya pemulihan telah diatur didalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2011 (Permen LH). Peraturan ini kemudian menjadi
dasar Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh didalam putusannya Nomor 12 Tahun 2012. Putusan ini
kemudian diperkuat hingga di tingkat kasasi sehingga layak menjadi bahan pertimbangan hakim
terhadap perkara berkaitan kebakaran (yurisprudensi). Permen LH No. 13 Tahun 2011 yang
kemudian diperbaharui dengan Permen LH No. 6 Tahun 2013. Didalam Permen LH disebutkan
kerugian ekologis, Biaya kerusakan ekonomi terdiri dari Hilangnya umur pakai Akibat kegiatan
pembakaran, Kerusakan tidak ternilai (Inmaterial) dan biaya pemulihan. Dengan menentukan
variabel biaya kerugian dan biaya pemulihan, maka kita bisa menentukan besaran angka untuk
menentukan besaran ganti rugi yang menjadi tanggungjawab kebakaran.
6
“mengeringkan gambut “ dengan cara “membuat kanal” menyebabkan gambut
menjadi kering dan mudah terbakar. Sehingga ketika api menyambar “daun-
daunan” yang kering (berongga seperti spoon) menyebabkan kebakaran sulit
dikendallikan, menghanguskan kubah gambut, merusak hidrologi gambut,
menghancurkan ekosistem gambut dan tidak dapat lagi gambut dikendalikan
ketika terbakar.
Dan “lagi-lagi” korban yang tidak berdosa yang harus menanggung
akibatnya. Sejarah pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian di Indonesia
terbilang cukup panjang. Pemanfaatan gambut untuk pertanian dimulai dari
keberhasilan penduduk asli bercocok tanam di lahan gambut untuk kebutuhan
pangan, buah- buahan dan komoditas lain.
Sejumlah praktik-praktik terbaik di masyarakat tentang bagaimana
mengembangkan budidaya di lahan gambut secara lestari sudah lama dikenal.
Sistem paludikulutur tradisional dimaksudakan agar lahan gambut tetap sesuai
karakter aslinya dengan menanam vegetasi khas rawa gambut/endemic, atau
vegetasi yang tetap produktif pada kondisi lahan basah. Produk-produk
paludikultur dapat menyediakan komoditas yang meliputi pangan, pakan, serat
dan bahan bakar, serta bahan baku industri. Namun demikian, pola budidaya
dengan menerapkan model paludikultur yang mengandalkan masyarakat lokal
(people farming) pada kenyataannya semakin tertinggal oleh model pertanian atau
perkebunan skala besar (corporate farming).
Di Sumsel dikenal sistem “sonor” sebuah metode pengetahuan pengaturan
budidaya padi pada saat gambut mengering dan musim kemarau panjang.
7
Ketaatan masyarakat menjaga gambut lebih arif dan terbukti handal dibandingkan
dengan arahan Departemen Pertanian yang menganjurkan pada gambut dangkal
(kurang 1 meter)10.
Akibat “salah urus” gambut mengakibatkan kebakaran yang tidak bisa
ditanggulangi. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lahan
konsesi di areal gambut yang rusak mencapai 1,4 juta hektar.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 16 Tahun 2017
menyebutkan “Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung mengalami kerusakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, apabila melampaui kriteria baku
kerusakan sebagai berikut: terdapat drainase buatan dan tereksposnya sedimen
berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut; dan/atau terjadi
pengurangan luas dan/atau volume tutupan lahan. Sedangkan kategori
budidaya gambut disebutkan “Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya
mengalami kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, apabila
memenuhi kriteria muka air tanah di lahan Gambut lebih dari 0,4 (nol koma
empat) meter di bawah permukaan Gambut pada titik penaatan dan/atau
tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut..
Berdasarkan sumber dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi per 5
September 2015, ada 46 perusahaan baik perkebunan kelapa sawit maupun Hutan
Tanaman Industri (HTI) yang mengalami kebakaran dilahan konsesinya dengan
10 lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut
dangkal (< 100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan
relatif lebih tinggi dan memiliki risiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut dalam. BB
Litbang SDLP, 2008).
8
jumlah titik api mencapai 1700 dan luasan kebakaran mencapai 135.000 hektar.
Data ini kemudian dirilis oleh pihak POLDA Jambi, dalam rangka memberikan
paparan presentasi yang dilakukan diposko Karhutla Provinsi Jambi.11
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang sekaligus dibentuk Peraturan
Gubernur Jambi Nomor 31 Tahun 2016, dipercaya menjadi regulasi yang
mustajab untuk menekan peristiwa Karhutla ditahun-tahun berikutnya.
Di tahun 2017, kebakaran hutan dan lahan kembali terulang. Data yang
dirilis terhadap luasan kebakaran hutan dan lahan 2017 di Provinsi Jambi oleh
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (Irmansyah), mencapai 566 ha.12
DPRD memiliki beberapa kewenangan yaitu melaksanakan standar
pelayanan, memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan dan penghargaan,
memberikan izin lingkungan pada tingkat kabupaten atau kota dan kewenangan
lainnya.13 Salah satu kewenangan dan tugas DPRD dalam pengelolaan lingkungan
hidup yaitu menetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota, mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota, melakukan penegakkan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota. Terkait permasalahan hutan dan lahan DPRD memiiki fungsi dan
kewenangan.
Dari sana penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang kebakaran
hutan dan lahan di Jambi. Yang di mana dampak dari kebakaran hutan dan lahan
11 Penyampaian Presentasi POLDA Jambi 7 Otober 2015 di Posko Satgas Karhutla,
Bandara Sultan Thaha Provinsi Jambi 12 https://www.imcnews.id/read/dishut-sebut-kebakaran-hutan-dan-lahan-di-jambi-
mencapai-566-hektare 13 UU Nomor 32 tahun 2009.
9
membuat kualitas udara sangat berbahaya hingga banyak yang menderita ISPA.
Bahwa dari itu ada tugas dan kewenangan DPRD dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang masalah maka di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah fungsi legilasi DPRD provinsi ?
2. Bagaimanakah implementasi fungsi legislasi DPRD provinsi jambi
dalam menangani kebakaran hutan dan lahan ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Peneitian
a. Ingin mengetahui fungsi legislasi DPRD provinsi.
b. Ingin mengetahui implementasi fungsi legislasi DPRD provinsi Jambi
dalam menangani kebakaran hutan dan lahan.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis :
a. Dapat memberikan smbangan pemikiran kepada masyarakat tentang
fungsi, kedudukan dan kewenangan DPRD dalam penanganan
kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi.
b. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian
2. Secara Praktis
10
a. Hasil penelitian dapat bermanfaat untuk penanganan kebakaran
hutan
b. Bagi masyarakat dapat mengetahui fungsi, kedudukan dan
kewenangan DPRD dalam penanganan kebarakan hutan di Provinsi
Jambi.
D. Kerangka Teori
a. Pemerintahan Daerah Provinsi
Pengertian Pemerintahan Daerah Secara harfiah istilah pemerintahan atau
dalam bahasa inggris adalah pedanan dari kata government. Jadi, Pemerintahan
adalah lembaga atau badan- badan publik yang mempunyai melakukan upaya
untuk mencapai tujuan negara.14Sedangkan Pemerintahan Daerah menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan
bahwa :
“ Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewanperwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “.
1. Asas Desenrtalisasi
Asas desenrtalisasi adalah asas yang menyatakan penyerahan sejumlah
urusan pemerintahan dari pemerintahan pusat atau dari pemerintahan daerah
14
11
tingkat yang lebih tinggi kepada daerah tingkat yang lebih rendah sehingga
menjadi urusan rumah tangga daerah itu.
2. Asas Dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari aparat pemerintahan
pusat atau pejabat di atasnya. Jadi, asas dekonsentrasi adalah asas yang
menyatakan pelimpahan wewenang dari pemeritahan pusat, kepala wilayah, atau
kepala instansi vertikal tingkat yang lebih tinggi kepaaa pejabat-pejabatnya di
daerah.
3. Asas Tugas Pembantuan
Asas tugas pembanuan adalah asas yang menyatakan tugas turut serta
dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang ditusaskan kepada pemerintahan
daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi
tugas.
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan
kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk penyelenggaraan otonomi daerah.
Oleh karena itu, pasal 18 undang-undang dasar 1945 antara lain antara lain
menyatakan bahwa pembagian daaerah indonesia atas daerah besar dan kecil
dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan oleh undang-undang.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembatuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
12
Daerah indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi
akan dibagi dalam daerah yang kecil. Didaerah-daerah yang bersifat otonom
(streek en locale rechtgemeen schappen) atau yang bersifat belaka, semuanya
menurut aturan yang akan ditetapkan oleh undang-undang.
Provinsi adalah suatu satuan dari teritorial yang dijadikan sebagai nama dari
sebuah wilayah administratif yang berada di bawah wilayah negara atau negara
bagian. Dalam pembagian administratif, Indonesia terdiri atas provinsi, yang
dikepalai oleh seorang Gubernur.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Daerah Provinsi merupakan
daerah yang mempunyai Pemerintahan Daerah yang di bentuk dengan Undang-
undang.15 Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan
Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi.
Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri
atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah.
b. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi
Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan
dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk
bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan
tanggung jawab kepada orang/badan lain.
15 Pasal 3 UU Nomor 23 Tahun 2014
13
Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari
hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-
aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-
wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum
publik.
Menurut Bagir Manan wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan
tidak berbuat.Wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban.
Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang
dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan
demikiankewenangan juga menyangkut kompetensi tindakan hukum yang
dapat dilakukan menurut kaedah-kaedah formal, jadi kewenangan merupakan
kekuasaan formal yang dimiliki oleh pejabat atau institusi.Kewenangan
memiliki kedudukan yang penting dalam kajian hukum tata negara dan hkum
administrasi negara. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga
F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam hukum
tata negara dan hokum administrasi negara.
Menurut Pasal 13 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah tingkat
provinsi adalah sebagai berikut :
1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas daerah Kabupaten/kota
2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas daerah Kabupaten/kota
3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas
14
daerah Kabupaten/kota
4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien
apabila dilakukan oleh daerah provinsi.16
c. Lingkungan Hidup
Secara umum yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala benda,
kondisi atau keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita
tempatidan mempengaruhi hal-hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar suatu organisme, meliputi
lingkungan mati (abiotik), yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri
atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya,
gravitasi, atmosfer, dan lainnya. Lingkungan hidup biotik (biotik), yaitu
lingkungan di luar organisme yang terdiri atas organisme hidup, seperti
tumbuhan, hewan, dan manusia.
Menjelaskan dan menguraikan tentang dari judul Kedudukan dan
Kewenangan DPRD dalam Lingkungan Hidup Di Jambi.
Pasal 63 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(PPLH), Tugas dan Wewenang
DPRD Pemerintah Kabupaten/Kota dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup adalah :
1. Menetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
tingkat kabupaten/kota.
16 Pasal 13 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah
15
2. Menetapkan dan melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategi(KLHS)
tingkat kabupaten/kota.
3. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten/kota.
4. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Analisis Dampak
Lingkungan (Amdal) dan UKL-UPL.
5. Menyelanggarakan investarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah
kaca pada tingkat kabupaten/kota.
6. Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan.
7. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
8. Memfasiliasi penyelesaian sengketa.
9. Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan.
10. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
11. Melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaban
masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat
yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada
tingkat kabupaten/kota.
12. Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota.
13. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota.
14. Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan.
16
15. Menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota.
16. Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota.
d. Kelestarian lingkungan Hidup
Pelestarian berasal dari kata “lestari” adalah perlindungan dari kemusnahan.
Pengelolahan sumber alam yang menjamin pemanfaatan secara bijaksana dan
membangun kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan
meningkatkan alam sekitar. Lingkungan diartikan sebagai semua benda, kondisi
dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi
semua hal yang hidup seperti hewan, tumbuhan, ikan, plankton, dan termasuk
kehidupan manusia.
Lingkungan dengan seluruh makhluk hidup erat hubungannya, artinya
lingkungan sangat tergantung atas sesama makhluk hidup lainnya. Bahkan secara
sentral manusia sebagai pemegang peranan dalam sistem ekologi pun sangat
tergantung kepada kebberadaan lingkungannya. Begitupula lingkungan itu akan
tetap memiliki mutu yang baik tidak lepas pula dari tangan manusia.17
Dengan adanya lingkungan yang lestari atau sesuai dengan kodratnya, maka
makna lingkungan akan semakin berasa bermanfaat dan bermakna bagi manusia
sebagai makhluk biotik atau bagian dari lingkungan. Karena bagaimana pun
17 Hipzon, “Pelestarian Lingkungan Dalam Pandangan Islam (Studi Di Desa Pardasuka
Kecamatan Ngaras Kabupaten Pesisir Barat)”, Skripsi Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, Tahun 2018, hlm. 23.
17
lingkungan bagi kehidupan merupakan kebutuhan dasar yang sangat esensial dan
berpotensi bagi kehidupan dan kebutuhan manusia.
Permasalahan lingkungan termasuk salah satu issu aktual dari lima issu
aktual kontemporer modern. Kelima issu aktual modrn itu adalah issu globalisasi,
demokratisasi, hak asasi manusia (HAM), kesetaraan gender dan lingkungan.
Manusia sebagai penduduk bumi adalah individu yang memiliki tanggung jawab
atas keberadaan lingkungan, baik itu lingkungan benda hidup atau lingkungan
benda mati dan makhluk hidup yang tergolong lingkungan sosial yang merupakan
hasil kreasi manusia (man-made environment/artificialenvironment).
e. Penanganan Hutan dan Lahan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh
pepohonan dan lainnya. Hutan sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia,
karena keanekaragaman sumber daya yang ada di dalamnya seperti tumbuh-
tumbuhan kayu dan non-kayu yang semuanya memiliki manfaatnya masing-
masing.
Kebakaran hutan dibedakan dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan
yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan
adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan dan keduanya bisa terjadi baik
disengaja maupun tanpa sengaja (Hatta, 2008).
Kebakaran hutan ialah terbakarnya sesuatu yang menimbulkan bahaya atau
mendatangkan bencana. Kebakaran dapat terjadi karena pembakaran yang tidak
dikendalikan, karena proses spontan alami, atau karena kesengajaan. Proses alami
sebagai contohnya kilat yang menyambar pohon atau bangunan, letusan gunung api
18
yang menebarkan bongkahan bara api, dan gesekan antara ranting tumbuhan kering
yang mengandung minyak karena goyangan angin yang menimbulkan panas atau
percikan api (Notohadinegoro, 2006). Kebakaran yang terjadinya akibat
kesengajaan manusia dikarenakan oleh beberapa kegiatan, seperti kegiatan ladang,
perkebunan (PIR), Hutan Tanaman Industri (HTI), penyiapan lahan untuk ternak
sapi, dan sebagainya (Hatta, 2008).
Menurut Darwiati dan Tuheteru (2010) di Indonesia, kebakaran hutan dan
lahan hampir 99% diakibatkan oleh kegiatan manusia baik disengaja maupun tidak
(unsur kelalaian). Diantara angka persentase tersebut, kegiatan konversi lahan
menyumbang 34%, peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan sosial 14%,
proyek transmigrasi 8%; sedangkan hanya 1% yang disebabkan oleh alam. Faktor
lain yang menjadi penyebab semakin hebatnya kebakaran hutan dan lahan sehingga
menjadi pemicu kebakaran adalah iklim yang ekstrim, sumber energi berupa kayu,
deposit batubara dan gambut.
Di Jambi, akibat penebangan liar, hutan-hutan produktif sebagian menjadi
rusak, krang lebih 80.000 Ha yang bila tidak segera dihijaukan kembali akan
menimbulkan bahaya banjir.18 Berdasarkan sumber dari Dinas Kehutanan
Provinsi Jambi per 5 September 2015, ada 46 perusahaan baik perkebunan kelapa
sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mengalami kebakaran dilahan
konsesinya dengan jumlah titik api mencapai 1700 dan luasan kebakaran
mencapai 135.000 hektar. Data ini kemudian dirilis oleh pihak POLDA Jambi,
18 Ibid., hlm. 40.
19
dalam rangka memberikan paparan presentasi yang dilakukan diposko Karhutla
Provinsi Jambi.19
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang sekaligus dibentuk Peraturan
Gubernur Jambi Nomor 31 Tahun 2016, dipercaya menjadi regulasi yang
mustajab untuk menekan peristiwa Karhutla ditahun-tahun berikutnya.
Di tahun 2017 ini, kebakaran hutan dan lahan kembali terulang. Data yang
dirilis terhadap luasan kebakaran hutan dan lahan 2017 di Provinsi Jambi oleh
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (Irmansyah), mencapai 566 ha.20
Dari begitu banyak kebakaran hutan di Jambi, tentunya diharapkan adanya
tindak lanjut atau penanganan oleh pemerintah sendiri. Kebijakan Mengenai
penanganan Kebakaran Hutan di Indonesia dilakukan melalui Berbagai program
kehutanan dalam satu dekade terakhir, seperti sertifikasi ekolabel dan kemudian
disusul dengan sertifikasi kayu legal atau dikenal dengan SVLK (sistem verifikasi
legalitas kayu), pemberantasan illegal logging melalui Inpres No 4/2005 dan UU
No 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, maupun
programprogram yang terkait dengan REDD+ dan Inpres moratorium izin baru,
belum dapat menjawab persoalan alih fungsi dan kerusakan hutan di Indonesia.
agar strategi tersebut dapat dilakukan optimal maka prasyarat kelembagaan dan
kepemimpinan (leadership) kehutanan menjadi sebuah keharusan.
19 Penyampaian Presentasi POLDA Jambi 7 Otober 2015 di Posko Satgas Karhutla,
Bandara Sultan Thaha Provinsi Jambi 20 https://www.imcnews.id/read/dishut-sebut-kebakaran-hutan-dan-lahan-di-jambi-
mencapai-566-hektare
20
Secara teoritis sedikitnya ada tiga, fungsi utama yang harusnya dijalankan
oleh pemrintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayannan
masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development
function), dan fungsi perlindungan (protection function). Kaitannya dengan
bencana kebakaran hutan pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan
perlindungan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat dari dampak paparan
kabut asap kebakaran hutan .
DPRD memiliki beberapa kewenangan yaitu melaksanakan standar
pelayanan, memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan dan penghargaan,
memberikan izin lingkungan pada tingkat kabupaten atau kota dan kewenangan
lainnya.21 Salah satu kewenangan dan tugas DPRD dalam pengelolaan lingkungan
hidup yaitu menetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota, mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota, melakukan penegakkan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota. Terkait permasalahan hutan dan lahan DPRD memiiki fungsi dan
kewenangan.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam pembuatan skripsi ini, Tinjauan Pustaka sangat dibutuhkan dalam
rangka menambah wawasan terhadap masalah yang akan dieliti. Oleh karena itu,
maka sebelum meneliti, peneliti melakukan Tinjauan Pustaka mengenai penelitian-
penelitian sebelumnya terkait dengan judul mengenai Fungsi, Kedudukan dan
Kewenangan DPRD dalam Pengelolaan Lingkungan Di Kota Jambi.
21 UU Nomor 32 tahun 2009.
21
Terdapat penelitian yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian yang
peneliti lakukan, yaitu;
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nuri Evirayanti, dengan Judul
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan Sebagai Alat Kelengkapan
DPRD Dalam Menjaga Martabat dan Kehormatan Anggota DPRD Berdasarkan
Kode Etik DPRD (Study pada DPRD Provinsi Jambi). Menyimpulkan bahwa 1.
Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan dalam Menjaga Martabat dan
Kehormatan Anggota DPRD. Badan Kehormatan adalah merupakan lembaga baru
di parlemen di Indonesia, awalnya diberi nama “Dewan Kehormatan” yang tidak
bersifat tetap dan hanya dibentuk bila terdapat kasus dan disepakati untuk
memutuskan suatu kasus yang menimpa anggota DPR dan DPRD. Tepat pada
periode 2004-2009, Badan Kehormatan di Indonesia didesain sebagai alat
kelengkapan yang bersifat tetap, artinya Badan Kehormatan merupakan suatu
keharusan untuk segera dibentuk di seluruh parlemen di Indonesia, Argumentasi ini
didapatkan bila kita menafsirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang
Sususan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah . DPRD sendiri adalah merupakan
Lembaga legislatif yang para anggotanya tepilih melalui mekanisme Pemilihan
Umum, Sebagai sebuah Institusi, keberadaan sangat penting dan strategis dalam
melaksanakan perannya guna mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih.22
Kendala dan upaya Badan Kehormatan DPRD dalam penyelesaian
pelanggaran Kode Etik pada DPRD Provinsi Jambi bahwa praktek dan kinerja
22
22
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Kehormatan tidak hany dengan
norma-normanya yang kurang memperhitungkan real politic. Kritik yang
dilancarkan terhadap kinerja Badan Kehormatan adalah sulitnya memisahkan
politik dan moral. Karena, pemahaman politik tentang politik masih belum didasari
atas refleksi pelaksanaan Kode Etik, sehingga seakan-akan etika politik terletak
pada kemampuannya untuk mengelola kekuatan itu dan mengatur kepentingan-
kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi politik yang lebih
adil.
Kedua, Penlitian yang dilakukan oleh Hariande L. Bintang dan Ahmad
Jamaan dengan Judul Pengawasan DPRD Terhadap Pelaksanaan PERDA
menyimplkan bahwa secara garis besar pengawasan DPRD Kota Pekanbaru
terhadap peraturan daerah dapat dilakukan oleh seluruh alat kelengkapan yang ada
di DPRD Kota Pekanbaru, baik pimpinan, panitia musyawarah, panitia anggaran,
komisi-komisi, dan fraksi. Namun dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Perda
Nomor 10 Tahun 2006 intens dilakukan oleh Komisi IV yang membidangi
pembangunan fisik dan lingkungan hidup sebagai alat kelengkapan teknis DPRD
Kota Pekanbar. Begitu pula setiap komisi akan melakukan pengawasan terhadap
peraturan daerah sesuai dengan ranah tugas masing-masing.23
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Praptomo dengan Judul
Implementasi Fungsi Pengawasab DPRD terhadap Pelaksanaan Peraturan Daerah
dan Peraturan Bupati di Kabupaten Kutai Kartanegara menyimpulkan bahwa 1.
Fungsi pengawasan DPRD sesungguhnya merupakan sistem pengawasan politik
23 Hariande L. Bintang dan Ahmad Jamaan dengan Judul Pengawasan DPRD Terhadap
Pelaksanaan PERDA menyimplkan bahwa secara garis besar pengawasan DPRD Kota Pekanbaru
terhadap peraturan daerah, Skripsi Universitas
23
yang lebih bersifat strategis dan bukan pengawasan teknis administrasi.
Pengawasan politis sangat terkait dengan kepentingan masyarakat yang ditujukan
untuk memastikan bahwa pemerintah daerah berpihak pada kepentingan
masyarakat Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD sampai saat ini dinilai masih
belum optimal dalam mengawasi jalannya pemerintahan di daerah. Fungsi
pengawasan yang dijalankan DPRD belum/tidak dirasakan efektif dan tidak sesuai
dengan harapan masyarakat.
2. Beberapa kendala fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati di Kabupaten Kutai Kartanegara yakni: a.
Banyaknya Anggta DPRD kabupaten Kutai Kartanegara yang belum memahami
fungsi pengewasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupat. b.
Banyaknya produk Peraturan Daerah yang dikeluarkan setiap tahun yang tidak
segera diikuti dengan Peraturan Bupati sebagai Peraturn pelaksanaan. c. Peraturan
Bupati dibuat hanya oleh eksekutif tanpa adanya persetujuan dari DPRD
Kabupaten Kutai Kartanegara mengenai isi dari Peraturan tersebut. d. Belum
maksimalnya kemampuan anggota DPRD khususnya Badan Perancangan
Peraturan Daerah dalam memahami Peraturan Daerah. e. Kurangnya sosialisasi
Peraturan Daerah terhadap masyarakat. 3. Berbagai cara dapat dilakukan oleh
DPRD dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan fungsu pengawasan dengan
mengefektifkan penjaringan informasi dari masyrakat, antara lain: mengoptimalkan
layanan pengaduan melalui penydiaan kotak pos, telepon/handphone, media
elektronik, media massa dan penjarinan informasi langsung ke sumbernya melalui
kunjungan secara berkala dan inspeksi mendadak ke masyarakat.
24
Hal-hal mendasar yang perlu dibenahi dalam upaya mengoptimalkan
fungsu pengawasan DPRD antara lain: a. Merumuskan batasan lingkup kerja dan
prioritas pengawasan. b. Merumuskan standar akuntabilitas yang baku dalam
pengawasan. c. Merumuskan standar atau ukuran yang jelas untuk menentukan
sebuah kebijakan publik dikatakan berhasi, gagal atau menyimpang dari RKPD
yang telah ditetapkan, dan d. Merumuskan rekomendasi serta tindak lanjut dari
hasil pengawasan.
25
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini tentang Fungsi, Kedudukan dan Kewenangan DPRD dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup di Jambi. Kegiatan penelitian ini di mulai sejak
disahkannya penelitian ini. Penelitian ini berlokasi di Kantor DPRD Jalan, Ahmad
Yani No.02 Telanaipura Jambi.
B. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis kualitatif yaitu untuk
mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti.24Penelitian
yang digunakan adalah Kepustakaan yaitu mengumpulkan data sehingga
memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka
mengetahui Fungsi, Kedudukan dan Kewenangan DPRD dalam lingkungan hidup
di jambi. Menurut Sugiyono menyatakan bahwa “Metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, ( sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci”.25
24 Umar,Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm.22. 25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm.9.
26
C. Jenis dan Sumber Data
Secara umum jenis data dapat di kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Data Primer
Data primer atau sumber primer adalah data yang di dapatkan dari studi
lapangan. Dalam penlitian ini, penulis memperoleh data melalui penelitian
langsung pada objek yang akan di teliti di lapangan, yang berkaitan dengan skripsi
penulis mengenai fungsi kedudukan dan kewenangan DPRD dalam lingkungan
hidup di Kota Jambi.
2. Data Sekunder
Data sekunder atau sumber sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data26, misalnya lewat orang lain
atau melalui dokumen.
Sumber data dalam penlitian ini adalah Sumber objek dari mana data itu di
peroleh. Sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah data yang di peroleh
dari anggota DPRD, anggota dari LSM seperti WALHI yang di mana terkait
mengenai Fungsi kedudukan dan kewenangan DPRD dalam lingkungan hidup di
Kota Jambi.
26 Ibid., hlm. 18.
27
D. Tekhnik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat
bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh
melalui observasi.27Metode observasi disebut juga dengan pengamatan kegiatan
pemuatan perhatian semua objek dengan menggunkan seluruh indera.28dalam
penelitian ini metode observasi digunakan untuk melihat situasi langsung
dilapangan tentang fungsi, kedudukan dan kewenangan DPRD dalam penangan
kebakaran hutan di Provinsi Jambi.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilaksanakan oleh pewawancara
untuk memperoleh informasi dari terwawancara.29 Dalam mengumpulkan
informasi peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, interview ini
dilakukan untuk memperoleh data yang maksimal. Dengan cara ini pun peneliti
akan berusaha untuk memperoleh data yang dapat dipercaya dan dipertanggung
jawabkan akan kebenarannya. Wawancara atau interview ini penulis gunakan
untuk mengumpulkan data fungsi, kedudukan, kewenangan DPRD dalam
penanganan kebakaran di Provinsi Jambi. Informan dalam penelitian ini teridiri
dari, Anggota DPRD dan Walhi Jambi berjumlah delapan (8) orang.
27Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D, (Bandung : ALfabeta, 2013), hlm. 226. 28 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), lm. 234. 29Ibid., hlm.236
28
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data sekunder yang diperoleh dari dokumen
pemerintah, dan dokumen lainnya.30 Sedangkan tujuan dari penggunaan dalam
ilmu sosial terutama ditentukan oleh sifatnya sebagai ilmu yang nomotesis yang
artinya yang melukiskan gambaran umum.31 Dokumentasi penulis gunakan untuk
memperoleh semua data-data berupa bahan-bahan atau arsip yang berhubungan
dengan penelitan. Dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian sebagai
bahan penunjang dalam penganalisisan data yang ada di lapangan. Dokumentasi
ini berasal dari sumber-sumber baik dari media massa maupun dari dokumen-
dokumen di kantor DPRD yang berhubungan dengan penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengen mengorganisasikan data, menjabarkannya
ke dalam unit-unit, melakukan sintesam menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan
kepada orang lain. Menurut Bogdan sebagaimana di kutip oleh Sugiyono analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang di peroleh
dari wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain.32 Sehingga mudah
dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Analisis data dilakukan dengan menguji kesesuaian antara data yang satu
dengan data yang lain. Fakta atau informasi tersebut kemudian di seleksi dan
30Sayuti Una (ed)), Pedoman Penulisan Skripsi, (Jambi: Fakultas Syari’ah IAIN STS
Jambi, 2012), hlm. 41 31Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. PT.Gramedia. 1985,
hlm. 47 32 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 90.
29
dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan yang penuh makna. Analisis data
merupakan langkah yang terpenting dalam suatu penelitian. Data yang telah
diperoleh akan dianalisis pada tahan ini sehingga dapat ditarik kesimpulan. Dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis model Miles and Huberman. Menurut
Miles and Huberman di dalam buku Sugiyono mengemukakan bahwa “aktivitas
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh,”33.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam
penulisan skripsi ini akan disistematisasi sebagai berikut:
Pembahanasan diawali dengan
BAB I, Pendahuluan. Bab ini pada hakikatnya menjadi pijakan bagi penulis skripsi,
baik mencakup background, pemikiran tentang tema yang dibahas. Bab ini
mencakup Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan
dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori, Kerangka Pemikiran, dan Tinjauan
Pustaka.
BAB II dipaparkan, Metode Penelitian yang mencakup pendekatan penelitian,
Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Alat Analisis Data, dan
Sistematika Penulisan dan Jadwal Penelitian.
BAB III dipaparkan tentang gambaran umum tempat penelitian.
33 Ibid., hlm.95.
30
BAB IV merupakan inti dari penulisan skripsi yaitu pemaparan tentang
pembahasan dan hasil penelitian.
BAB V merupakan akhir dari penulisan skipsi yaitu BAB V penutup yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran, kata oenutup serta dilengkapi dengan Daftar
Pustaka, Lampiran dan Currculum Vitae.
31
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Provinsi Jambi
Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno menandatangani di
Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi
Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli
1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera
Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (UU tahun 1957 No. 75) sebagai
Undang-undang. Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b,
bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup wilayah daerah
Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi serta
Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember
1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr.
Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend DD Gubernur (residen yang
ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4).
Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya
Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang gedung
BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di tetapkan dengan UU Darurat 1957 dan
kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul
pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan
BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi, sebagaimana
32
tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor. 1 Tahun 1970 tanggal
7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi.
6 Januari 1957 BKRD menyatakan Keresidenan Jambi menjadi Propinsi. 8
Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen oleh
Ketua Dewan Banteng. Pembentukan propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan
Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang Nomor 1 /1957 dan Undang-
Undang Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang tersebut dengan
Undang-Undang Nomor 61/1958.34
B. Geografi dan Iklim
Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 00 45’ sampai 20 45’
lintang selatan dan antara 1010 10’ sampai 1040 55’ bujur timur. Sebelah utara
berbatasan dengan Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, Sebelah Timur dengan
Laut Cina Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan
dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu. Luas
Wilayah Provinsi Jambi 53.435 Km2 dengan luas daratan 50.160,05 Km2 dan
luas perairan sebesar 3.274,95 Km2 terdiri
dari :
1. Kabupaten Kerinci 3.355,27 Km2 (6,69%)
2. Kabupaten Merangin 7.679 Km2 (15,31%)
3. Kabupaten Sarolangun 6.184 Km 2 (12,33%)
4. Kabupaten Batanghari 5.804 Km2 (11,57%)
5. Kabupaten Muaro Jambi 5.326 Km2 (10,62%)
34http://jambiprov.go.id/v2/profil-sejarah-jambi.html, diakses Pada 20 Maret 2019.
33
6. Kabupaten Tanjung Jabung Timur 5.445 Km2 (10,86%)
7. Kabupaten Tanjung Jabung Barat 4.649,85 Km2 (9,27%)
8. Kabupaten Tebo 6.461 Km2 (12,88%)
9. Kabupaten Bungo 4.659 Km2 (9,29%)
10. Kota Jambi 205,43 Km2 (0,41%)
11. Kota Sungai Penuh 391,5 Km2 (0,78%).35
Luas wilayah terbesar di Provinsi Jambi berada di Kabupaten Merangin
sebesar 7.679 Km2 atau sebesar 15,31 persen dari total luas wilayah Provinsi
Jambi, diikuti oleh Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarolangun masing-masing
sebesar 6.461 Km2 dan 6.184 Km2. Secara administratif, jumlah kecamatan dan
desa/kelurahan di Provinsi Jambi tahun 2016 sebanyak 141 kecamatan dan 1.562
desa/kelurahan, dimana jumlah kecamatan terbanyak berada di Kabupaten
Merangin yaitu 24 kecamatan, sedangkan jumlah desa/kelurahan terbanyak berada
di Kabupaten Kerinci yaitu 285 desa/kelurahan.36
C. Pemerintahan
1. Wilayah Administrasi Provinsi
Jambi terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota. Terdapat 141 kecamatan, 1.399
desa dan 163 kelurahan yang tersebar di kabupaten dan kota dengan rincian
sebagai berikut:
a. Kerinci terdiri dari 16 kecamatan, 285 desa dan 2 kelurahan
b. Merangin terdiri dari 24 kecamatan, 205 desa dan 10 kelurahan
c. Sarolangun terdiri dari 10 kecamatan, 149 desa dan 9 kelurahan
35 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017
36 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017.
34
d. Batang Hari terdiri dari 8 kecamatan,110 desa dan 14 kelurahan
e. Muaro Jambi terdiri dari 11 kecamatan, 150 desa dan 5 kelurahan
f. Tanjung Jabung Timur terdiri dari 11 kecamatan, 73 desa dan 20
kelurahan
g. Tanjung Jabung Barat terdiri dari 13 kecamatan, 114 desa dan 20
kelurahan
h. Tebo terdiri dari 12 kecamatan, 107 desa dan 5 kelurahan
i. Bungo terdiri dari 17 kecamatan, 141 desa dan 12 kelurahan
j. Kota Jambi terdiri dari 11 kecamatan dan 62 kelurahan
k. Kota Sungai Penuh terdiri dari 8 kecamatan, 65 desa dan 4 kelurahan.37
2. Pegawai Negeri
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah dalam wilayah Kantor Gubernur
Jambi meliputi sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, badan, kantor, rumah
sakit, sekretariat KPU dan Korpri. Secara keseluruhan berjumlah 12.446 orang
yang terdiri dari 6.294 orang laki-laki (50,57 persen) dan 6.152 orang perempuan
(49,43 persen). Ditinjau dari segi golongan kepangkatan terbagi menjadi;
golongan I sebanyak 82 orang (0,66 persen), golongan II sebanyak 1.549 orang
(12,45 persen), golongan III sebanyak 8.331 orang (66,94 persen), dan golongan
IV 2.484 (19,96 persen).
Secara umum, tingkat pendidikan Pegawai Negeri Sipil terbanyak adalah
Strata 1 (S1) 7.192 orang (57,79 persen), disusul Sekolah Menengah Atas (SMA)
2.410 orang (19,36 persen), Diploma I-IV 1.860 orang (14,94 persen), Pasca
37 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017
35
Sarjana (S2) 783 orang (6,29 persen), SMP 118 orang (0,95 persen), Sekolah
Dasar (SD) 77 orang (0,62 persen), dan Doktor (S3) 6 orang (0,05 persen).
3. Anggota Dewan
Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi
sebanyak 55 orang yang terdiri dari 47 orang lakilaki dan 8 perempuan. Partai
Demokrat memiliki wakil terbanyak yaitu 9 orang.
4. Administrasi
Pada tahun 2015 terjadi peningkatan kejadian kecelakaan dari tahun 2014.
Terjadi 843 kejadian pada tahun 2015 atau naik 14,07 % dari tahun sebelumnya.
Kecelakaan tersebut mengakibatkan 1.622 orang luka ringan, 417 luka berat,362
orang meninggal dunia dan kerugian material sekitar 4,93 milyar rupiah.
Tersedia juga data pelayanan pemerintahan seperti jumlah Surat Izin
Mengemudi (SIM), jumlah perkara pidana dan perkara keagamaan yang
masingmasing ditangani oleh Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi Agama, serta
jumlah narapidana yang terdapat di LAPAS.38
D. Kependudukan Dan Ketenagakerjaan
a. Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2016 sebanyak 3.458.926 jiwa,
pada tahun 2015 sebanyak 3.402.052. selama kurun waktu tersebut terjadi
pertumbuhan sebesar 1,67 persen. Kepadatan penduduk tahun 2016 menurut
Kabupaten/Kota:
38 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017 .
36
1. Kabupaten Kerinci 70 orang/km2
2. Kabupaten Merangin 48 orang/km2
3. Kabupaten Sarolangun 45 orang/km2
4. Kabupaten Batanghari 45 orang/km2
5. Kabupaten Muaro Jambi 77 orang/km2
6. Kabupaten Tanjab Timur 39 orang/ km2
7. Kabupaten Tanjab Barat 68 orang/km2
8. Kabupaten Tebo 52 orang/ km2
9. Kabupaten Bungo 75 orang/ km2
10. Kota Jambi 2.840 orang/ km2
11. Kota Sungai Penuh 224 orang/km2.39
b. Tenaga Kerja
Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jambi keadaan Agustus tahun 2016
mencapai 1.692.193 orang yang terdiri dari 1.624.522 orang bekerja dan 67.671
orang pencari kerja/pengangguran. Jumlah pencari kerja yang mendaftar di dinas
tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2016
E. Sosial
1. Pendidikan
Salah satu program pokok pembangunan Provinsi Jambi adalah
meningkatkan pembangun-an sektor pendidikan formal, mulai dari tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai perguruan tinggi dan pendidikan non
formal, berupa pendidikan dan latihan berbagai bidang pengetahuan ketrampilan
39 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017 .
37
yang diperlukan untuk pembangunan serta pembinaan generasi muda, serta dalam
bidang olah raga dalam mempersiapkan generasi yang sehat jasmani dan rohani.
Jumlah sekolah negeri dan swasta di Provinsi Jambi tahun 2016:
a. Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 1.246 buah.
b. Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2.370 buah.
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 575 buah.
d. Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 219 buah.
e. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 170 buah.
Jumlah murid:
a. TK sebanyak 40.264 siswa.
b. SD sebanyak 390.782 siswa
c. SMP sebanyak 126.589 siswa.
d. SMU sebanyak 73.734 siswa.
e. SMK sebanyak 45.826 siswa.40
Jumlah guru:
a. TK sebanyak 3.641 orang.
b. SD sebanyak 27.993 orang.
c. SMP sebanyak 11.702 orang.
d. SMU sebanyak 5.501 orang.
e. SMK sebanyak 3.906 orang.
2. Kesehatan
40 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017 .
38
Penyediaan berbagai sarana kesehatan di Provinsi Jambi disajikan pada
Tabel 4.2.1. Pada tahun 2016 jumlah rumah sakit 35 buah, puskesmas 189 buah
dan pustu 613 buah. Di samping penyediaan sarana kesehatan yang berguna untuk
melayani masyarakat dibidang kesehatan sampai ke pelosok desa, juga diperlukan
penyediaan tenaga medis/kesehatan lainnya. Di Provinsi Jambi pada tahun 2016
terdapat 1.085 tenaga medis, dan 10.778 orang tenaga bidan/perawat yang
tersebar disetiap kabupaten/kota. Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan yang tercatat pada tahun 2016 sebanyak 66.663, sedangkan jumlah
persalinan yang ditolong oleh dukun bayi adalah
sebanyak 2.819 persalinan.
3. Agama
Sub bab tentang keagamaan meliputi data jumlah penduduk menurut agama
(Islam, Protestan,Katolik, Hindu, Budha dan lainnya) serta tempat ibadah (masjid,
musholla, gereja, vihara, pura). Disamping itu juga menyajikan data jamaah haji
dan tanah wakaf.
4. Sosial Lainnya
Sub bab sosial lainnya meliputi perkembangan perpustakaan, gerakan Pramuka,
anggota Satpol PP, panti sosial, olahraga, perkara pidana/perdata, kecelakaan lalu
lintas, perkara perceraian, dan narapidana.41
41 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017
39
5. Perumahan dan Lingkungan
Luas kawasan hutan di Provinsi Jambi seluas 1.167.638 hektar, terdiri dari
kawasan hutan produksi seluas 973.920 hektar, kawasan hutan lindung seluas
182.302 hektar, dan hutan dikonversi seluas 11.416 hektar.
F. Pertanian
1. Tanaman Pangan
Luas lahan sawah di Provinsi Jambi pada tahun 2016 seluas 133 868
hektar. Lahan sawah terluas di Provinsi Jambi terdapat di Kabupaten Muaro
Jambi (23.194 hektar), diikuti oleh Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kerinci
masing-masing 22.637 hektar dan 18.915 hektar, sedangkan paling sedikit di Kota
Jambi 1.349 hektar.
2. Perkebunan
Perkebunan daerah Jambi pada umumnya adalah Perkebunan Rakyat.
Produksi perkebunan rakyat yang terbe-sar adalah karet memiliki luas tanaman
663.981 hektar dengan produksi 333.168 ton pada tahun 2016. Komoditas andalan
lainnya yaitu kelapa sawit dalam 1.032.171 ton.
3. Kehutanan
Hasil kehutanan Provinsi Jambi yang terbesar adalah kayu bulat kecil,
produksi tahun 2016 adalah 4.128.818 ton atau meningkat 27,4 persen
dibandingkan tahun sebelumnya. Komoditi kedua terbesar adalah pulp sebesar
997.778.23 m3 atau mengalami penurunan produksi sebesar 23,7 persen.42
42 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017
40
4. Peternakan
Tahun 2016, ternak sapi potong masih mendominasi jenis ternak besar
yaitu dengan jumlah populasi sebesar 28.172 ekor dengan jumlah populasi
terbanyak berada di Kabupaten Bungo. Sedangkan ternak kecil terbanyak adalah
hewan kambing sebesar 68.183 ekor dengan populasi terbesar di Kabupaten
Kerinci. Adapun ternak unggas terbesar tahun 2016 adalah ayam kampung
sebesar 15.367.569 ekor.
5.Kelautan dan Perikanan
Potensi kelautan hanya berada di dua kabupaten yaitu Tanjung Jabung
Timur dan Tanjung Jabung Barat dengan masing-masing produksi 23.430 ton dan
22.370 ton. Sedangkan perikanan darat tersebar di semua kabupaten/kota terbagi
menjadi perairan umum dan budidaya.Secara keseluruhan hasil produksi
perikanan darat sebesar 56.374,6 ton dengan konsentrasi terbanyak di Kabupaten
Muaro Jambi. Sedangkan produksi perikanan hasil budidaya sebanyak 48.688,5
ton dimana Kabupaten Muaro Jambi sebagai pemegang andil terbesar budidaya
ikan nila.43
G. Industri, Energi, Dan Air Minum
1. Perindustrian
Jumlah Perusahaan Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Perusahaan Penanam Modal Asing (PMA) setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Pada tahun 2016, jumlah PMDN sebanyak 183 perusahaan dengan
27.310 orang tenaga keja, sedangkan jumlah PMA sebanyak 131 perusahaan
43 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017.
41
dengan 12.241 orang tenaga keja. Jumlah perusahaan PMDN/PMA menurut
negara asal investor di Provinsi Jambi tahun 2016 terbesar adalah dari Gabungan
Negara sebanyak 40 perusahaan, RRC/China sebanyak 23 perusahaan, Malaysia
16 perusahaan, dan Singapura 14 perusahaan. Dilihat dari statistik perusahaan
yang telah memiliki AMDAL, dari tahun 2012 hingga 2016 terus mengalami
peningkatan, yakni 270 perusahaan di tahun 2016.
2. Pertambangan dan Energi
Pada bab ini disajikan data produksi pertambangan, lifting minyak mentah, dan
perkembangan izin usaha pertambangan.
3. Listrik, Gas dan Air Minum
Jumlah pelanggan dan air yang disalurkan menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Jambi tahun 2016 sebanyak 132.350 pelanggan, dengan jumlah air 26
607 454.6 m³.44
H.Perdagangan
1. Perdagangan Luar Negeri
Volume ekspor Provinsi Muat Jambi bulan Januari s/d Desember 2016
sebesar 2.709.234,36 ton sedangkan volume impornya adalah 269.132,33 ton.
Nilai ekspor Provinsi Jambi tahun 2016 sebesar 973.946.163,60 US $ dan impor
130.312.131 US $.
2. Perdagangan Dalam Negeri
Jumlah pedagang berdasarkan penerbitan SIUP tahun 2016 sebanyak
8.807 izin terdiri dari 7.354 Pedagang Kecil (PK), 799 izin Pedagang Menengah
44 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017 .
42
(PM) dan 366 izin Pedagang Besar (PB). Jumlah perusahaan dagang nasional
tahun 2016 di Provinsi Jambi adalah 81.452 perusahaan. Sementara perusahaan
asing sebanyak 72 perusahaa
I.Hotel Dan Pariwisata
1. Hotel
Perkembangan jumlah hotel di Provinsi Jambi pada tahun 2016 naik dari
184 hotel pada tahun 2015 menjadi 199 hotel pada tahun 2016 dengan jumlah
kamar naik 7,07 persen dan tempat tidur mengalami peningkatan 1,91 persen.
Rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu domestik berkisar dari 1 hari
hingga 2 hari. Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel dan akomodasi lainnya
pada hotel berbintang sebesar 51,13 dan hotel tidak berbintang 30,42. Jumlah
tamu wisatawan mancanegara yang menginap pada hotel berbintang selama tahun
2016 sejumlah 696 orang dan wisatawan domestik 238.701 orang.
2. Pariwisata
Salah satu sarana penunjang kepariwisataan adalah adanya restoran, rumah
makan dan tempatwisata masing-masing berjumlah 77, 553, dan 264 buah.45
J. Transportasi Dan Komunikasi
1. Panjang Jalan
Jalan merupakan prasarana untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
Peningkatan pembangunan diiringi dengan peningkatan pembangunan jalan untuk
memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar perdagangan antar daerah.
45 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017 .
43
Panjang jalan di Provinsi Jambi pada tahun 2016 adalah 2.447,83 km terdiri dari
jalan kondisi baik 1.390,73 km, jalan sedang 643,32 km, rusak 263,78 km dan
rusak berat 150,01 km. Proporsi jalan dapat dilihat pada tabel 9.1.2.
2. Perhubungan Darat
Jumlah kendaraan bermotor menurut jenisnya dari tahun 2010-2013
mengalami kenaikan. Jenis kendaraan terbanyak adalah sepeda motor 1.303.044
buah, mobil penumpang 23.912 buah, mobil barang 61.222 buah dan mobil bus
55.245 buah.
3. Perhubungan Air
Sarana transportasi air salah satu penggunaannya dipergunakan untuk
bongkar muat barang yang dilakukan melalui Pelabuhan Talang Duku Jambi.46
4. Perhubungan Udara
Pada tahun 2016 jumlah kedatangan pesawat ke Jambi sebanyak 7.382 kali
dan jumlah keberangkatan pesawat dari Jambi sebanyak 7.393 kali. Penumpang
yang datang 808.476 orang dan berangkat 827.994 orang. Frekwensi pesawat
yang datang dan berangkat pada tahun 2016 masing-masing mengalami
peningkatan 43,40 persen dan 42,94 persen bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Data secara rinci dapat dilihat pada tabel 9.4.1.
5. Pos & Telekomunikasi
Jumlah sambungan telepon tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 16,28
persen dibandingkan tahun 2015 sebagaimana tertera pada tabel 9.5.1. Sedangkan
46 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017 .
44
informasi komunikasi mengenai jumlah pemberitaan/penerangaan, persentase
siaran RRI maupun jenis siaran terdapat dalam tabel selanjutnya.
K. Keuangan Daerah Dan Harga
1. Keuangan Negara
Realisasi Penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi tahun anggaran
2016 mengalami peningkatan sebesar 3,82 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Peningkatan tersebut salah satunya disumbangkan oleh peningkatan
dari bagian lain pendapatan yang sah dari tahun lalu sebesar 31,69 persen.
Realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jambi tahun anggaran 2016
dibanding tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 3,82 persen dengan rincian
belanja pegawai naik sebesar 10,02 persen, belanja hibah meningkat sebesar 1,89
persen.
Realisasi penerimaan pajak/ retribusi daerah yang dipungut melalui Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Jambi tahun 2016 menunjukkan peningkatan
dibanding tahun 2015 yaitu sebesar 6,58 persen. Hasil pemungutan PBB menurut
sektornya secara umum mengalami kenaikan. Di samping itu dalam subbab
keuangan ini juga menyediakan data mengenai realisasi penerimaan PBBdan
BPHTB masing-masing kabupaten/kota pada tahun 2016.47
2. Perbankan
Seiring dengan berkembangnya perekonomian Jambi menuntut
perkembangan jasa keuangan khususnya perbankan untuk membuka cabang/unit
di daerah. Sampai dengan tahun 2015 tercatat 369 unit kantor bank, terdiri dari
47 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017.
45
kantor pusat sebanyak 1 unit, kantor cabang 60 unit, kantor cabang pembantu 243
unit, dan kantor kas sebanyak 65 unit. Jumlah ini turun sebesar 2,64 persen
dibanding tahun sebelumnya. Menurunnya jumlah perbankan diiringi berbanding
terbalik dengan meningkatnya posisi giro maupun posisi pinjaman, serta deposito
rupiah dan valas bank umum.
3. Inflasi dan Harga
Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian. Perhitungan inflasi
Provinsi Jambi hanya dilakukan di Kota Jambi. Laju inflasi harga konsumen
tahun 2016 sebesar 4,54 persen. Perkembangan dan rata-rata harga sembilan
bahan pokok meliputi beras, ikan asin, minyak goreng, gula pasir, garam, minyak
tanah, dan sabun cuci, sedangkan perkembangan harga perdagangan besar barang
industri, daging, barang galian, perkebunan dan kehutanan dan hasil pertanian.
4. Koperasi
Untuk mendukung perekonomian kecil dan menengah masih diperlukan
pemberdayaan perkoperasian. Jumlah koperasi di Provinsi Jambi tahun 2015
sebanyak 3.808 unit. Jumlah tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota, yaitu
Kerinci 221 unit, Merangin 285 unit, Bungo 312 unit, Batang Hari 229 unit,
Tanjung Jabung Barat 368 unit, Tanjung Jabung Timur 302 unit, Muaro Jambi
374 unit, Tebo 349 unit, Sarolangun 279 unit, Kota Jambi 809 unit, Kota Sungai
Penuh 142, dan Primer Provinsi sebanyak 146 unit.48
48 Bps Provinsi Jambi dalam angka 2017
46
5. Pengeluaran dan Konsumsi
Secara umum tingkat ketersediaan pangan nasional ditinjau dari kecukupan gizi
seperti yang disyaratkan Widyakarya Pangan dan Gizi ke VIII (2004) telah
mencukupi kebutuhan rata-rata penduduk. Angka kecukupan energi (kalori) rata-
rata yang harus dicapai pada tingkat konsumsi sebesar 2.100 kkal/orang/hari.
Sementara angka kecukupan protein rata-rata sebesar 52 gram /orang/hari pada
tingkat konsumsi dengan tingkat ketersediaan sebesar 57 gram/ orang/hari.
Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menurut golongan pengeluaran dan
kelompok barang Provinsi Jambi tahun 2016 yang diolah dari hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 menunjukkan sebesar Rp. 1.001.508,- terdiri
dari kelompok makanan Rp. 510.671,- dan kelompok bukan makanan Rp.
490.837,-.
L. Gambaran Umum DPRD Provinsi Jambi
PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN
1. Ketua DPRD Provinsi Jambi (Ir.H.Cornelis Buston)
2. Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi (Sufardi Nurzain, M.Si)
3. Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi (Chumaidi Zaidi, SE)
4. Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi (Drs. AR. Syahbandar)
5. Sekretaris DPRD Provinsi Jambi(bukan anggota)Dra. Hj. EMI NOPISAH,
MM).49
49 Dokumen DPRD Provinsi Jambi Tahun 2014-2019.
47
KETUA DAN ANGGOTA KOMISI I
1. Agus Rama, SH
2. H. Cek Man, SE, ME
3. Hj. Suliyanti, SH
4. H. Parlagutan L, BA
5. H. Djamaluddin H, ST
6. Hj. Nurhayati
7. Hj. Tartinah RH
8. Sri Herlita, A. Md
9. Sainuddin
10. Tadjuddin Hasan
11. Yanti Maria Susanti, SE
12. Melly Hairiya
13. Sri Fatmawati, A.Md.50
KETUA DAN KOMISI II
1. Zainul Arfan, S. TP
2. Drs. H. Hasani Hamid, MM
3. Fahrurrozi, A. Md
4. Hj. Karyani Ahmad, SH
5. H. M. Juber, S.Ag
6. H. Ismet Kahar, SE
7. H. Bustami Yahya, SH
50 Dokumen DPRD Provinsi Jambi Tahun 2014-2019.
48
8. M. Zaini, S. Pd.I
9. Luhut Silaban, SH
10. Salim Ismail, SE
11. Edmon, S. Pd
12. H. Rudi Wijaya, S. Si. Apt
KETUA DAN KOMISI III
1. Gusrizal, S.Ag
2. Sofyan Ali, SH
3. Elhewi
4. Effendi Hatta, SE
5. H. Zainal Abidin, SE
6. Suharjo, SH
7. H. Wiwid Iswhara, ST
8. Ir. H. Muhammad Isroni
9. Ir. Mesran, MM
10. M. Khairil, ST
11. Supriyanto, SP
12. Syopian
KETUA DAN KOMISI IV
1. H. Nasri Umar, SH, MH
49
2. H. Syamsul Anwar, SE.51
3. Poprianto, SE
4. Aswan Zahari, S. Pd
5. Epi Suryadi, S. Pd
6. H. Hasim Ayub SH, MH
7. Hj. Eka Marlina, SE, MH
8. H. Mauli, SH
9. Budiyako, S. Kom
10. Muntalia, SH
11. Arrakhmat Eka Putra, SH
12. Kusnindar
TENAGA AHLI KOMISI DPRD PROVINSI JAMBI
1. Dasril Radjab, SH, MH
2. Rio Yusri Maulana, SIP, M, Ipol
3. M. Junaidi, SE
4. Dr. Asmadi
5. Ir. H. Wirya Murad, MM
6. Dr. Ir. Rossyani, M. Si
7. Dr. Syaparuddin, SE, M.Si
8. Jumaidi Putra, S.Pd.I
51 Dokumen DPRD Provinsi Jambi Tahun 2014-2019.
50
TENAGA AHLI FRAKSI DPRD PROVINSI JAMBI
1. Citra Darminto, S.IP, MM
2. Imam Sabawaihi, S.HI
3. Darmawansyah Putra, SP
4. Hj. Fit Arzuna, S. Ag, MM
5. Drs. Syafaruddin, ME
6. Sayuti, BA, SH, MH
7. Dedi Sanjaya, SH
8. Amir Hamzah Sihombing, SH
9. Drs. Husin.52
TENAGA AHLI BAPEMPERDA DPRD PROVINSI JAMBI
1. Andi Mirdah, SE, MSA, Ak
2. Novita Sari, SE, MM
52 Dokumen DPRD Provinsi Jambi Tahun 2014-2019.
51
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN
A. Fungsi Legilasi DPRD Provinsi
1. Eksistensi DPRD Provinsi
Indonesia adalah negara Demokrasi, dilihat dari Undang-undang Dasar
1945 Pasal 1 Ayat 2 “kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
undang – undang dasar”. Sebagai bentuk realisasi dari demokrasi di Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan wakil rakyat di parlemen
yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum (pemilu) di
daerah. Keberadaan DPRD di daerah sering di sebut sebagai fungsi representatif
karena bertugas menyuarakan aspirasi masyarakat dan bertindak atas nama rakyat
(representatif government) di bidang legislatif. Hal tersebut juga merupakan
penerapan prinsip demokrasi dimana kedaulatan dan aspirasi masyarakat menjadi
hal utama sehingga perlu dibentuk wakil rakyat yang bertugas untuk
melakukannya.
Sejak terjadinya reformasi pada tahun 1998, tonggak sejarah baru dalam
perjalanan ketatanegaraan Indonesia seolah dimulai dari awal. Mulai dari tahun
1999 hingga tahun 2002, UUD 1945 telah mengalami perubahan (amandemen)
sebanyak empat kali. Dalam kerangka amandemen UUD 1945 itu, bangsa kita
telah mengadopsi prinsip-prinsip baru sistem ketatanegaraan, yakni mulai dari
prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan, prinsip checks and balances, hingga
prinsip supremasi hukum dalam penyelesaian ‘konflik politik’. Melalui
52
amandemen UUD 1945 itu, lahirlah sejumlah lembaga-lembaga negara, baik yang
kewenangannya diberikan oleh konstitusi (constitutionally entrusted power)
maupun yang yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang (legislatively
entrusted power).
UUD 1945 Hasil Amandemen memuat bab khusus tentang pemerintahan
daerah, yakni Bab VI (Pemerintahan Daerah) yang memiliki 3 (tiga) pasal, yaitu
Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Ketiga pasal ini merupakan hasil amandemen
kedua UUD 1945, yang disahkan pada tahun 2000. Ketiga Pasal tersebut
dijadikan landasan yuridis-konstitusional bagi perundang-undangan pemerintahan
daerah dan lembaga legislatif daerah.
Sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia, perihal lembaga perwakilan
daerah-yang sering disebut DPRD-merupakan salah satu aspek yang diatur di dalam
perundang-undangan yang mengatur pemerintahan daerah. Adapun
perundangundangan dimaksud meliputi:
1. UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
(selanjutnya disebut UU 18/1965),
2. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
(selanjutnya disebut UU 5/1974),
3. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut
UU 22/1999),
4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnyadisebut
UU 32/2004),
53
5. PERPPU No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UU No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut PERPPU 3/2005),
6. UU No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan sebagai UU atas PERPPU No. 3
Tahun 2005 tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 8/2005),
7. UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 12/2008).53
8. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, otonomi yang diberikan secara luas berada pada Daerah Kabupaten/Kota.
Hal tersebut dengan maksud asas desentralisasi yang diberikan secara penuh dapat
diterapkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan Daerah Propinsi
diterapkan secara terbatas (penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004). Berdasarkan Bab V Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan, bahwa: Penyelenggara
Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
Sebagai legislatif daerah, DPRD mempunyai fungsi sebagaimana tercantum
dalam Penjelasan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa : DPRD memiliki fungsi antara
lain : a. Fungsi legislasi, b. Fungsi pengawasan, dan c. Fungsi anggaran. Untuk
53Asnawi, “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dalam Perundangundangan
Pemerintahan Daerah dan Lembaga Legislatif Daerah.” Jurnal Jurnal Cita Hukum, Vol. II No. 1
Juni 2014, hlm. 3.
54
melaksanakan fungsi tersebut, maka DPRD menurut Pasal 42 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dilengkapi dengan tugas, wewenang, kewajiban dan hak.
2. Fungsi dan Wewenang DPRD Provinsi
Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia,
menurut UUD 1945 yang menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan baik di
pusat maupun di daerah dalam Perubahan Kedua UUD 1945 tentang
Pemerintahan Daerah dalam pasal 18, dinyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah Propinsi itu
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotannya dipilih melalui pemilihan
umum gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.54
Sistem yang menjadi perhatian dalam ketatanegaraan Indonesia pasca
dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik.
diantaranya adalah menyangkut tentang sistem perwakilan pada esensinya bicara
tentang struktur organisasi yang ada di Badan Perwakilan Rakyat.
54 Budiyono, “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRDTerhadap Pemerintah Daerah
dalam Rangka Mewujudkan Good Governance, “Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 1,
Januari-April 2013, hlm. 2.
55
Sistem perwakilan di Indonesia setelah perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki badan perwakilan yang terdiri
dari, yaitu Dewan Pewakilan Rakyat (merupakan representasi kepentingan politik)
dan Dewan Perwakilan Daerah (representasi kepentingan daerah), masing-masing
lembaga Negara tersebut dalam pengisian keanggotaanya dipilih oleh rakyat
melalui pemilihan umum, selain itu ada juga Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang mempunyai lingkungan jabatan dan wewenang sendiri, keanggotaannya
terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah. Jadi di Indonesia di dalam badan perwakilan rakyatnya terdiri dari
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah.55
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, otonomi yang diberikan secara luas berada pada Daerah Kabupaten/Kota.
Hal tersebut dengan maksud asas desentralisasi yang diberikan secara penuh dapat
diterapkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan Daerah Propinsi
diterapkan secara terbatas (penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004). Berdasarkan Bab V Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan, bahwa: Penyelenggara
Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
DPRD merupakan lembaga yang oleh undang-undang memiliki posisi
stategis dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintah kabupaten dan
55 Pratomo, “Implementasi Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Pelaksanaan Peraturan
Daerah dan Peraturan Kabupaten Kutai Kartanegara”, Jurnal, hlm. 3.
56
kota. Salah satu fungsi dewan yang sentral menjadi perhatian dan pembicaraan
semua kalangan adalah fungsi pengawasan. Dalam ilmu administrasi fungsi
pengawasan mengandung tindakan lembaga yang bersifat preventif dan preventif
yang mengandung makna mengevaluasi dan mengawasi program-program
pemerintah daerah.56
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
mengatur tentang DPRD Provinsi, baik susunan dan kedudukan, fungsi, tugas dan
wewenang, keanggotaan, Hak DPRD Provinsi, fraksi, alat kelengkapan DPRD,
Pelaksanaan Hak DPRD Provinsi, persidangan dan pengambilan keputusan, tata
tertib dan kode etik, larangan dan sanksi, Pemberhentian Antar waktu, serta
penggantian antar waktu, dan pemberhentian sementara.57
DPRD provinsi mempunyai tugas dan wewenang:
a. Membentuk Perda Provinsi bersama gubernur;
b. Membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Perda Provinsi
tentang APBD Provinsi yang diajukan oleh gubernur;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Provinsi dan
APBD provinsi;
d. Memilih gubernur;
e. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur kepada Presiden
melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan
pemberhentian;
56 Liky Faizal, “Fungsi Pengawasan DPRD di Era Otonomi Daerah, “ Jurnal TAPIs, Vol.
7 No.13, Juli-Desember 2013, hlm. 6.
57 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
57
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah
provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di Daerah provinsi;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi;
h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi;
i. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah
provinsi; dan
j. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.58
DPRD Provinsi mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Pembentukan Perda Provinsi (legislasi)
2. Anggaran; dan
3. Pengawasan.59
Fungsi pembentukan Perda Provinsi dilaksanakan dengan cara:
a. Membahas bersama gubernur dan menyetujui atau tidak menyetujui
rancangan Perda Provinsi;
b. Mengajukan usul rancangan Perda Provinsi; dan
c. Menyusun program pembentukan Perda bersama gubernur.
Program pembentukan Perda provinsi memuat daftar urutan dan prioritas
rancangan Perda Provinsi yang akan dibuat dalam 1 (satu) tahun anggaran. Dalam
58 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
58
menetapkan program pembentukan Perda Provinsi, DPRD provinsi melakukan
koordinasi dengan gubernur.
B. Implementasi Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Jambi Dalam Menangani
Kebakaran Hutan Dan Lahan
1. Kondisi Permasalahan Hutan di Provinsi Jambi
Kebakaran hutan ialah terbakarnya sesuatu yang menimbulkan bahaya atau
mendatangkan bencana. Kebakaran dapat terjadi karena pembakaran yang tidak
dikendalikan, karena proses spontan alami, atau karena kesengajaan. Proses alami
sebagai contohnya kilat yang menyambar pohon atau bangunan, letusan gunung api
yang menebarkan bongkahan bara api, dan gesekan antara ranting tumbuhan kering
yang mengandung minyak karena goyangan angin yang menimbulkan panas atau
percikan api (Notohadinegoro, 2006). Kebakaran yang terjadinya akibat
kesengajaan manusia dikarenakan oleh beberapa kegiatan, seperti kegiatan ladang,
perkebunan (PIR), Hutan Tanaman Industri (HTI), penyiapan lahan untuk ternak
sapi, dan sebagainya (Hatta, 2008).
Kebakaran kemudian menyebabkan asap pekat. Menghasilkan emisi gas
rumah kaca (GRK) terutama CO2, N2O, dan CH4 yang berkontribusi terhadap
perubahan iklim. NASA memperkirakan 600 juta ton gas rumah kaca telah
dilepas akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun ini. Jumlah itu kurang lebih
setara dengan emisi tahunan gas yang dilepas Jerman. 25,6 juta orang terpapar
asap dan mengakibatkan 324.152 jiwa yang menderita ISPA dan pernafasan lain
59
akibat asap60. Indeks standar pencemaran udara (ISPU) melampaui batas
berbahaya. Bahkan hingga enam kali lipat seperti yang terjadi di Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Barat. 12 orang anak-anak meninggal dunia akibat asap
dari kebakaran hutan dan lahan.Di Antaranya : 4 balita di Kalteng, 3 orang di
Jambi, 1 orang di Kalbar, 3 di Riau dan 1 orang di Sumsel.
Kualitas udara yang sangat berbahaya juga mengakibatkan anak-anak
terpaksa diliburkan dari sekolah. Di Riau, 1,6 juta anak-anak sekolah diliburkan.
Di Jambi sudah dua bulan diliburkan. Bahkan di Sumsel, pemerintah baru
meliburkan sekolah walaupun status ISPU sudah sangat berbahaya. Penerbangan
terganggu di Kalbar dan Sumsel. Bahkan lumpuh di Riau, Jambi dan Kalteng.
Kebakaran dapat mengakibatkan kerusakan fungsi lingkungan,
menimbulkan kerugian bagi masyarakat, bangsa, dan negara serta polusi asap
akan mengganggu hubungan regional dan internasional. Malaysia sudah
menyampaikan nota protes kepada Indonesia. Singapura melalui National
Enviroment Agency (NEA) melayangkan gugatan terhadap lima perusahaan
terbakar yang terdaftar di Singapura.
Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan warga terserang ISPA. Di Jambi
ada 20.471 orang, Kalteng 15.138, Sumsel 28.000, dan Kalbar 10.010 orang.
Berdasarkan sumber dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi per 5
September 2015, ada 46 perusahaan baik perkebunan kelapa sawit maupun Hutan
Tanaman Industri (HTI) yang mengalami kebakaran dilahan konsesinya dengan
jumlah titik api mencapai 1700 dan luasan kebakaran mencapai 135.000 hektar.
60 Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan warga terserang ISPA. Di Jambi ada 20.471
orang, Kalimantan Tengah 15.138, Sumatera Selatan 28.000, dan Kalimantan Barat 10.010 orang.
Data dari berbagai sumber. Diolah Walhi
60
Data ini kemudian dirilis oleh pihak POLDA Jambi, dalam rangka memberikan
paparan presentasi yang dilakukan diposko Karhutla Provinsi Jambi.61
Peta 1. Titik Api tahun 2015 di Propinsi Jambi62
Sumber Walhi Jambi, 2015
Di tahun 2017 ini, kebakaran hutan dan lahan kembali terulang. Data yang
dirilis terhadap luasan kebakaran hutan dan lahan 2017 di Provinsi Jambi oleh
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (Irmansyah), mencapai 566 ha.63
Di Jambi, akibat penebangan liar, hutan-hutan produktif sebagian menjadi
rusak, krang lebih 80.000 Ha yang bila tidak segera dihijaukan kembali akan
menimbulkan bahaya banjir.64 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang
61 Penyampaian Presentasi POLDA Jambi 7 Otober 2015 di Posko Satgas Karhutla,
Bandara Sultan Thaha Provinsi Jambi 62 Data didapatkan dari NOAAA, LAPAN, situs KLHK kemudian diolah berdasarkan
konsesi perizinan yang berada di Jambi. Kemudian diolah Walhi Jambi tahun 2015 63 https://www.imcnews.id/read/dishut-sebut-kebakaran-hutan-dan-lahan-di-jambi-
mencapai-566-hektare
64 Ibid., hlm. 40.
61
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang sekaligus
dibentuk Peraturan Gubernur Jambi Nomor 31 Tahun 2016, dipercaya menjadi
regulasi yang mustajab untuk menekan peristiwa Karhutla ditahun-tahun
berikutnya.
2. Pelaksanaan Fungsi DPRD Provinsi Jambi dalam menangani
Kebakaran Hutan dan Lahan
DPRD memiliki beberapa kewenangan yaitu melaksanakan standar
pelayanan, memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan dan penghargaan,
memberikan izin lingkungan pada tingkat kabupaten atau kota dan kewenangan
lainnya.65 Salah satu kewenangan dan tugas DPRD dalam pengelolaan lingkungan
hidup yaitu menetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota, mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota, melakukan penegakkan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota. Terkait permasalahan hutan dan lahan DPRD memiiki fungsi dan
kewenangan.
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang sekaligus dibentuk Peraturan
Gubernur Jambi Nomor 31 Tahun 2016, dipercaya menjadi regulasi yang
mustajab untuk menekan peristiwa Karhutla ditahun-tahun berikutnya.
65 UU Nomor 32 tahun 2009.
62
Berdasarkan hasil wawancara dengan Doni Hosmand selaku Kasi
Kebakaran Hutan
Dengan perda tersebut kita di beri apresiasi oleh nasional dan dinas
kehutanan satu-satu nya di provinsi yang melarang sama sekali kemudian
apresiasi oleh DPD RI karena DPD RI akan membuat RUU tentang
karhutla karena UU tersebut terinsipirasi dari perda selanjutnya DPRD
Kalimantan tengah mengajukan kadi banding terhadap perda kita dan
terakhir DPRD sumatera selatan. Kesimpulannya perda ini sangat baik dan
di beri apresiasi semua pihak.66
Berdasarkan hasil wawancara dengan Poprianto selaku Anggota DPRD
Provinsi Jambi
Ini perda no 2 2016 tentang pencegahan hutan dan lahan. Asal mula
pembentukan perda ini ketika itu kebakaran asap cukup parah. Tuntutan
doctor karena permasalahan kebakaran hutan dan lahan. Dan di bantu
oleh temen-teman dalam membuat perda ini. Yang membedakan perda
ini dengan perda-perda sebelumnya yaitu perda ini tidak ada toleransi
terhadap kebakaran hutan dan lahan kalah daerah lain masih ada
toleransi terhadap kebakaran hutan dan lahan. Walaupun menimbulkan
pro dan kontra untuk itu kami merasa effektif perda ini. Dari perda itu di
harapkan badan yang melakukan akreditasi untuk kecukupan sarana dan
pra sarana suatu perusahaan untuk proses pencegahan jadi dominan
perda ini pencegahan media pemilik perusahaan wajib memiliki sarana
dan pra sarana. Dan salah satu poin juga satgas pencegahan maupun
satgas penanganan. Kelemahan pemerintah provinsi ini sampai hari ini
badan pengawas itu yang mengatur, padahal amanat perda nya ada tapi
aplikasi nya belum ada. Tapi, kita memiliki satgas untuk penanggulangan
dan pencegahan. Satgas pencegahan ini di ketuai oleh BPBD kalau satgas
penanggulangan itu dominan nya dandrek itu arti nya siapapun dandrek
nya berjalan dan satgas pencegahan ini berjalan sampai hari ini di
buktikan dengan tim itu turun ke perusahaan-perusahaan sarana dan pra
sarana. Sarana dan pra sarana yang di maksud contoh dari perda di
amanatkan setiap pemilik izin berkewajiban memiliki per 500 hektare
satu tower air pemantau agar ketika ada api cepat penanggulangan dimana
perda ini tiap per 500hektare memiliki embung karena pada
sebelumnya jika ada kebakaran kita gak punya sumber air kalau sekarang
di amanatkan.Secara hukum, belum maksimal.67
66 Wawancara dengan Doni Hosmand selaku Kasi Kebakaran Hutan Pada 22 Januari
2019 67 wawancara dengan Poprianto selaku Anggota DPRD Provinsi Jambi Pada 15 Januari
2019
63
Berdasarkan hasil wawancara dengan Aswan Zahari selaku Anggota
DPRD Provinsi Jambi Komisi IV
Yang mendukung pembuatan perda ini, ini peran banyak pihan ada NGO,
polisi, WALHI, WWF, termasuk UMBP membantu ketika pos public kiri.
karena DPRD provinsi maupun pemerintah provinsi jambi tidak memiliki
kemampuan finansial untuk public kiri. Artinya forum banyak pihak
termasuk forum doctor UNJA. Maupun kawan-kawan SKPD maupun
kawan-kawan kabupaten kota di undang.68
Selain itu menjelaskan dari hasil wawancara Epi Suryadi selaku Anggota
DPRD Provinsi Jambi Komisi IV
Pendanaan, jadi peran DPRD di satgas dalam penyerdiaan dana. Mereka
mengajukan tambahan dana seperti mereka meminta motor trill. Arti nya
dalam pendanaan lumayan. Pendanaan kebarakan hutan provinsi jambi
dominan dana dari pusat. Karena kelemahan kita ini jika baru terjadi baru
cepat bergerak.69
Dalam proses pembuatan maupun implementasi Perda tadi terdapat
beberapa hambatan, berikut beberapa hasil wawancara mengenai hambatan-
hambatan yang di hadapi dalam proses pembuatan Perda maupun implementasi
Perda itu sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Budiyako selaku Anggota DPRD
Provinsi Jambi Komisi IV
Hambatan dalam pembuatan perda ini, kami kurang memiliki kemampuan
teknis dalam legal drafting. Tapi karena, latal belakang berbagai macam.
Jadi mereka minim dalam teknis legal drafting. Dalam proses legal
drafting kita di backup oleh kawan-kawan NGO di samping di bantu
kawan-kawan tenaga ahli DPRD.70
68 wawancara dengan Aswan Zahari selaku Anggota DPRD Provinsi Jambi Komisi IV
Pada 28 Januari 2019. 69 wawancara dengan Epi Suryadi selaku Anggota DPRD Provinsi Jambi Komisi IV Pada
28 Januari 2019. 70 wawancara dengan Budiyako selaku Anggota DPRD Provinsi Jambi Komisi IV Pada
28 Januari 2019.
64
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bachyuni Deliansyah selaku Kepala
Pelaksana BPBD Provinsi Jambi
Dukungan pemerintah provinsi jambi sangat signifikan terhadap
pelaksanaan perda tersebut. Kelemahannya tapi ketika aplikakasikan di
situ lah titik lemah nya contoh di sekitar kawasan bukit 30 titik api nya
cukup parah arti nya pengawasan kawan-kawan di daerah cukup lemah
termasuk pemegang izin. Pemerintah kurang mensupport dari pendanaan
contoh BPBD yang punya motor 2 unit trill bahkan BPBD juga belum
punya mesin air. Kita masih bergantung kepada pemerintah pusat. Contoh
pada saat sea games itu, pusat menyiapkan 4 helikopter begitu ada titik api
di siram.71
Berdasarkan hasil wawancara dengan Rudiansyah selaku Direkturt
Eksekutif WALHI Jambi
Dukungan dari public lumayan, walaupun ada yang kontra. Karena di
paksakan perda ini ketika kita memberi celah orang membakar mengawasi
orang di lapangan itu siapa yang bisa terus mengawasi. Tapi kami tetap
terbuka akan suara masyarakat. Pengawas dari pihak pemerintah nya
belum mampu mengawasi.
Implementasi perda ini, ada tembakan yang di anggap cukup
berhasil contoh dengan dilarang nya konsep membakar saya melihat hari
ini illegal loging jauh turun karena orang yang membakar khusus nya
masyarakat itu ada tembakan. Arti nya dia membakar hutan untuk
mengambil kayu tersisa semak belukar itu yang di bakar kayu nya di dapat
kemudian dia menanam sawit dari uang dia jual kayu ini yang illegal. Hari
ini konsep membakar itu illegal loging jauh turun berarti ada sisi positif
juga walaupun memang ada beberapa kelompok protes sampai hari ini,
termasuk orang-orang walhi pada hari tani mereka meminta di buka kran.
Karena ini sangat sensitive. Karena hukum, itu tidak bisa pilih kasih.72
Menurut analisis penulis bahwa Implementasi Fungsi Legislasi DPRD
Provinsi Jambi Dalam Menangani Kebakaran Hutan Dan Lahan adalah melalui
menetapkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota, mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota,
71wawancara dengan Bachyuni Deliansyah selaku Kepala Pelaksana BPBD Provinsi
Jambi pada 28 Januari 2019. 72 wawancara dengan Rudiansyah selaku Direkturt Eksekutif WALHI Jambi pada 28
Januari 2019.
65
melakukan penegakkan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota.
Terkait permasalahan hutan dan lahan DPRD menerbitkan Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan
dan Lahan dimana Perda tersebut hadir ketika itu kebakaran asap cukup parah.
Tuntutan doctor karena permasalahan kebakaran hutan dan lahan. Selain itu
DPRD melakukan pengwasan dan evaluasi terhadap implementasi Perda.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi Legilasi DPRD provinsi yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 96 Ayat 1
Huruf a. Di jelaskan lebih lanjut Fungsi Pembentukan Perda Provinsi
dilaksanakan dengan cara:
a. Membahas bersama gubernur dan menyetujui atau tidak menyetujui
rancangan perda provinsi;
b. Mengajukan usul rancangan perda provinsi; dan
c. Menyusun program pembentukan perda bersama gubernur.
Program pembentukan perda provinsi memuat daftar urutan dan prioritas
rancangan perda provinsi yang akan dibuat dalam 1 (satu) tahun anggaran. Dalam
menetapkan program pembentukan perda provinsi, dprd provinsi melakukan
koordinasi dengan gubernur.
Implementasi Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Jambi Dalam Menangani
Kebakaran Hutan Dan Lahan adalah melalui menetapkan kebijakan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota, mengelola informasi
lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota, melakukan penegakkan hukum
lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota. Terkait permasalahan hutan dan
lahan DPRD menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dimana Perda tersebut
67
hadir ketika itu kebakaran asap cukup parah. Tuntutan doktor karena
permasalahan kebakaran hutan dan lahan. Selain itu DPRD melakukan pengwasan
dan evaluasi terhadap implementasi Perda.
B. Saran
Perlu adanya metode penelitian lebih lanjut agar implementasi dari fungsi
legislasi ini lebih bisa di terima oleh orang-orang yang mempunyai lahan supaya
tidak ada yang merasa bahwa fungsi legislasi DPRD ini tidak memberatkan pihak
petani, karena dalam fungsi DPRD ini juga mencakup segala hal yang bisa
membuat hutan dan lahan itu terbakar.
68
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta, 2009.
Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
Eka Diah Kartiningrum, Panduan penyusun studi literatur, 2015, Dari Lembaga
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Kesehatan Majapahit
Mojokerto.
Jurnal
Kebakaran hutan dan lahan, Walhi, 2015
Dua Juta Hektar Hutan Hangus Terbakar, LAPAN, 2015
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber daya Air
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan
69
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Gambut
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung
Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1995 Tentang Pengembangan Lahan
Gambut untuk Pertanian tanaman Pangan
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1999 Tentang Pedoman Umum
Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pengembangan Lahan Gambut
Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 1991 Tentang Pengesahan Convention on
Wetland Of Internasional Importance Especially Waterfowl Habitat
Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Penundaan Pemberian Lahan
Izin baru dan Penyempurnaan tata hutan alam Primer dan Lahan Gambut
Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Percepatan Rehabilitasi dan
Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut
70
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Ganti
Kerugian Akibat Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Peraturan Menteri Lingkungan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun Tentang Pedoman Valuasi
Ekonomi Ekosistem Gambut
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/KB.330/5/2016 Tentang
Pedoman Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit
Peraturan Menteri Nomor 14/Permen/OT.140/PL.110/2/2009 Tentang Pedoman
Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit
KLIPING KORAN
Kompas, 30 Oktober 2015 Data didapatkan dari NOAAA,
Rp 221 Trilyun kerugian akibat kebakaran hutan, Kompas, 17 Desember 2015
Konferensi Pers Hari Lingkungan Hidup, Walhi Jambi, 5 Juli 2015
71
top related