hubungan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut...
Post on 19-Aug-2020
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT DENGAN INDEX DMF-T PADA ANAK DOWN
SINDROM DI SLB MUHAMMADIYAH DAN SPLB-C
YPLB CIPAGANTI KOTA BANDUNG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
Pendidikan Program Diploma III Pada Jurusan Keperawatan Gigi
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
HIKMAT AZIS FIRDAUS
NIM. P17325114034
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
2017
HUBUNGAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
DENGAN INDEX DMF-T PADA ANAK DOWN SINDROM DI SLB
MUHAMMADIYAH DAN SPLB-C YPLB CIPAHNTI KOTA BANDUNG
Hikmat Azis Firdaus 1), Neneng Nurjanah
2)
Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Bandung
ABSTRAK
Down sindrom merupakan kelainan genetik yang menyebabkan
keterbelakangan fisik dan mental akibat gangguan gen pada kromosom 21 (Usri
Koterman,dkk,2012). Sampai saat ini karies gigi masih merupakan masalah di
indonesia dengan prepalensinya cukup tinggi, karena itu penanggulangan nya
harus memerlukan perhatian terutama yang berhubungan dengan anak down
sindrom, karna anak down sindrom tidak mampu menolong dirinya sendiri, salah
satunya tentang kebersihan gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana hubungan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan
index DMM-T pada anak down sindorm. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian analitik, dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan
sampel dengan teknik total sampling (14 responden) anak down sindrom yaitu 4
responden di SLB Muhammadiyah, dan 10 responden di SPLB-C YPLB Kota
Bandung.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut anak down sindrom di SLB Muhammadiyah dan SPLB-C YPLB Cipaganti
Kota Bandung, 10 responden (71,43%) baik. Index DMF-T anak down sindrom di
SLB Muhammadiyah dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung, 5 (35,71%)
rendah ( 1,2-2,6). Uji korelasi dilakukan dengan analisa data korelasi pearson
produck moment dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil uji statistik
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut dengan index DMF-T anak down sindrom di SLB Muhammadiyah
dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung (p=-0,559<0,05).
Kata kunci : Pemeliharan Kesehatan Gigi Dan Mulut, Index DMF-T, Anak
Down Sindrom
MAINTENANCE RELATIONSHIP OF DENTAL HEALTH AND MOUTH
WITH INDEX DMF-T ON CHILDREN DOWN SYNDROME IN SLB
MUHAMMADIYAH AND SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG
Hikmat Azis Firdaus 1), Neneng Nurjanah
2)
Dental Nursing Ministry of Health Polytechnic Bandung
ABSTRACT
Down syndrome is a genetic disorder that causes physical and mental
retardation due to gene disorder on chromosome 21 (Usri Koterman, et al, 2012).
Until now dental caries is still a problem in Indonesia with a high enough
prepalence, therefore its handling should require attention especially related to
child down syndrome, because child down syndrome unable to help himself, one
of them about dental hygiene and mouth. This study aims to find out how the
relationship of maintaining oral health with DMM-T index in children down
syndrome. The research method used is analytical research, with cross sectional
design. Sampling technique with total sampling technique (14 respondents)
children down syndrome that is 4 respondents in SLB Muhammadiyah, and 10
respondents in SPLB-C YPLB Bandung.
The results showed that the maintenance of dental and oral health of
children down syndrome in SLB Muhammadiyah and SPLB-C YPLB Cipaganti
Bandung, 10 respondents (71.43%) good. Index DMF-T child down syndrome in
SLB Muhammadiyah and SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung, 5 (35,71%) low
(1,2-2,6). The correlation test was done by analyzing the correlation data of
pearson produck moment with 95% confidence level (α = 0,05). The result of
statistical test shows that there is a significant correlation between dental and oral
health care with DMF-T index of child down syndrome in SLB Muhammadiyah
and SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung (p = -0,559 <0,05)
Keywords: The maintenance of the oral health, Down Syndrome, Index DMF-T
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena atas berkat
Hidayah dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis
Ilmiah yang erjudul “ Hubungan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut
dengan Index DMF-T Pada Anak Down Sindrom di SLB Muhammadiyah
Cipedes dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung “.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program Diploma III (tiga) Pada Politeknik Kesehatan
Bandung Jurusan Keperawatan Gigi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih
terdapat kesalahan dan kekurangan. Hal ini di sebabkan keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan karya tulis
ilmiah ini supaya lebih baik.
Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
2. DR. Ir .H .Osman Syarif, M.KM, selaku Direktur Poli Teknik kesehatn
Bandung
3. drg. Hj. Hetty Anggrawati K. M.Kes, AIFO, selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Gigi
4. drg.Dewi Sodja Laela,M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan bimbingan, dukungan dan semangat.
5. drg. Neneng Nurjanah,M.kes, selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, pengetahuan, pengarahan, saran dan masukan selama
peroses penyusunan Karya Tulis Ilmiah
6. seluruh dosen dan staf administrasi yang berperan dalam kelancaran proses
penyusunan Karya Tulis Ilmiah
7. Seluruh keluarga besar SLB Muhammadiyah Cipedes dan SPLB-C YPLB
Cipaganti Kota Bandung yang telah memfasilitasi dan memberiakan
kelancaran serta kemudahan selama pelaksanaan penelitian
8. Kedua orang tua, yang tidak pernah berhenti memberikan doa, dukungan dan
motivasi dalam menempuh pendidikan di Jurusan keperawatan gigi
9. Rekan-rekan se-angkatan, angkatan 20 yang telah banyak membantu dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
10. Rekan seperjuangan Rani Ida Sulastri, Anto Susanto F, dan Bayu Ibnu Sahal
yang selalu memberikan dukungan dan masukan dalam kelancaran pembuatan
karya tulis ilmiah ini.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, jika terdapat banyak kekurangan
dan kesalahan mohon maaf yang sebesar-besarnya penulis sampaikan.
Semoga apa yang penulis sampaikan di dalam Karya Tulis Ilmiah ini dapat
memberikan manfaat, baik untuk penulis sendiri ataupun untuk pembaca.
Bandung, Agustus 2017
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGUJI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR……………………….…….................................................i
DAFTAR ISI………...............................................................................................iii
DAFTAR TABEL……………………………….……...........................................v
DAFTAR LAMPIRAN……………………….……..............................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………....….…….............................1
B. Rumusan Masalah…………………….…................................4
C. Tujuan Penelitian………………………….……......................4
D. Manfaat Penelitian …………………………………………....5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut…………...…….........6
1. Menyikat gigi……………………………………………...6
2. Pola makan …………………………………………..........8
3. Kontrol ke klinik gigi……………………………………...9
B. Karies …………………………………………………….…...9
a. Definisi karies………………………………………………9
b. Index karies……………………………………………….10
C. Down sindrom…………………………………………….....11
1. Definisi down sindrom…………………………………....11
2. Gambaran karakteristik Down Sindrom……………….....12
3. Gejala klinis Down Sindrom………………………….......16
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS
A. Kerangka konsep……………………………………….........17
B. Definisi operasional ………………………………………....17
C. Hipotesis ………………………………………………….....19
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitin……………………………………………......20
B. Waktu dan tempat penelitian…………………………….......20
C. Populasi dan sampel………………………………………....20
D. Jenis dan cara pengumpulan data……………………………21
E. Alat dan bahan pengumpulan data………………………......22
F. Kronologi penelitian………………………………………....23
G. Analisa data……………………………………………….....23
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian……………………………………………....26
B. Pembahasan………………………………………………….30
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………….....36
B. Saran …………………………………………………….......36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat secara jasmani dan rohani merupakan bagian terpenting dalam
kehidupan manusia,tidak terkecuali anak-anak. Setiap orang tua menginginkan
anaknya bisa tumbuh dan berkembang secara optimal, hal ini dapat dicapai
jika tubuh mereka sehat. Kesehatan yang perlu diperhatikan selain kesehatan
tubuh secara umum, juga kesehatan gigi dan mulut, karena kesehatan gigi dan
mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara menyeluruh. Dengan kata
lain bahwa kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan
tubuh secara keseluruhan yang tidak dapat di pisahkan dari kesehatan tubuh
secara umum. (Endah kusumawardani,2011).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan
secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu di budidayakan di
seluruh masyarakat. Gigi yang sehat adalal gigi yang rapih, bersih, bercahaya
dan di dukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda. Dalam
kondisi normal, dari gigi dan mulut yang sehat tidak tercium bau yang tidak
sedap. Kondisi ini dapat tercapai dengan perawatan gigi yang tepat. Keadaan
oral hygiene yang buruk, seperti adanya kalkulus dan stein, banyak nya karies
gigi, keadaan tidak bergigi atau ompong, dapat menimbulkan masalah dalam
kehidupan sehari – hari (Prayitno, 2008 dalam Mastriarini, 2012).
Penyakit gigi dan mulut masih di derita oleh 90% penduduk
Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang yang banyak di derita masyarakat
indonesia adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan karies gigi. Kedua
penyakit gigi dan mulut tersebut dapat timbul akibat terabaikan nya
kebersihan gigi dan mulut (mastriarini,2012).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan bahwa indeks
DMF-T rata – rata masyarakat khususnya di Provinsi Jawa Barat adalah 4,1,
artinya, setiap orang rata – rata terdapat 4 gigi yang berlubang, gigi yang di
cabut karena karies, maupun gigi yang dilakukan perawatan tambal.
Komponen yang terbesar adalah gigi yang di cabut (M) dengan rata – rata
sebesar 2,5 per individu, gigi yang berlubang dengan rata – rata 1,6 per
individu dan paling sedikit adalah gigi yang telah di tambal yaitu rata – rata
0,08 per individu (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,2013).
Seperti yang telah di ketahui sebelumnya, bahwa penyakit gigi dan
mulut dapat timbul akibat terabaikan nya kebersihan gigi dan mulut seseorang.
Oleh sebab itu, masalah tersebut dapat teratasi dengan adanya perilaku
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang baik.
Down Sindrom merupakan kelainan genetik yang menyebabkan
keterbelakangan fisik dan mental akibat gangguan gen pada kromosom 21
sehingga di sebut juga trisomi 21. Anak Down Sindrom memiliki ciri: tinggi
badan relatip pendek, kepala mengecil, hidung datar, wajah menyerupai orang
mongol sehingga sering di sebut mongoloid.
Penelitian yang dilakukan oleh Standler dkk dan barnet dkk, bahwa
penyakit periodontal dan karies gigi pada anak Down sindrom sering di
temukan di bandingkan dengan anak normal. Penelitian Suwelo dkk terhadap
292 anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa dan Panti Asuhan wilayah
DKI jakarta memperlihatkan bahwa 52,74% kebersihan mulut yang kurang
dan frekuensi karies gigi sekitar 80%. Penelitian Rouland-Bosma dkk dan
Ulseth dkk pada penderita Down Sindrom, menyatakan bahwa frekuensi kries
gigi lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal, karna anak yang
mengalami keterbelakangan mental yang tanda – tandanya adalah anak yang
tidak mampu menolong dirinya sendiri salah satunya tentang hygiene pribadi
(menggosok gigi) yang menyebabkan karies tinggi.(Jurnal Kedokteran Gigi
Unifersitas Indonesia,Vol 7,2000).
Manifestasi di rongga mulut pada anak penderita Down sindrome
yaitu mulut terbuka akibat nasofaring dangkal, hipertrofi tonsil, palatum
sempit dan dalam. prosesus alveolaris datar, lidah berfisur dalam dan
makroglosia, bibir tebal dan kering, frognanti oklusi abnormal, gigi sering
mengalami keterlambatan erupsi, abnormalitas morfologi terutama insisif
lateral atas.(Usri Koterman,dkk,2012).
Down Sindrom juga memiliki keterbatasan kemampuan kognitif dan
mobilitas, gangguan perilaku dan otot, refleksi muntah dan gerakan tubuh
tidak terkontrol,keadaan tersebut yang membatasi anak berkebutuhan khusus
untuk dapat melakukan pembersihan gigi yang optimal.( Diajeng Sri
Ap,dkk,2016 )
Sekolah Luar Biasa (SLB) Muhammadiyah terletak di daerah
Cipedes,Kec,Sukajadi Kota Bandung, berada dibawah kementrian Pendidikan
Nasional Propinsi Jawa Barat, yang melaksanakan pendidikan pada anak
Berkebutuhan khusus, dan SPLB-C YPLB tereletak di jalan Hegar Asih No.
1-3 Cipaganti Kota bandung. Pada awal survei dilakukan pendekatan terlebih
dahulu kepada anak yang menderita Down Sindrom dan kepala sekolah di
SLB tersebut. Menurut keterangan dari kepala sekolah sendiri bahwa pernah
ada tim kesehatan yang pernah melakukan penelitian terhadap SLB tersebut
namun sampai sekarang belum pernah ada tim kesehatan yang sampai
melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut terhadap siswa/siswi SLB
tersebut. Bahkan menurut keterangan dari pihak kepala sekolah SPLB-C
YPLB bahwa dulu pernah di dirikan UKGS namun tidak berjalan cukup lama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas,dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut adakah hubungan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut dengan index DMF-T di SLB Muahammadiyah
Cipedes dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
dengan index DMF-T pada anak Down Sindrom di SLB Muhammadiyah
dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pemeliharan kesehatan gigi dan mulut anak Down sindrom
di SLB Muhammadiyah dan SPLB-C YPLB Cipaganti KotaBandung?
b. Mengetahui Index DMF-T pada anak Down Sindrom di SLB
muhammadiyah dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung
c. Mengetahui hubungan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan
indeks DMF-T pada anak Down Sindrom di SLB Muhammadiyah dan
SPLB-C YPLB Kota Bandung
D. Manfaat Penelitian
1. Memberi imformasi pada anak Down Sindrom mengenai hubungan
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan index DMF-T terhadap
orang tua/wali atau siswa – siswi, pihak sekolah, di SLB Muhammadiyah
dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung.
2. Hasil penelitian ini bisa di jadikan data sekunder yang bermanfaat untuk
peneliti selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan mulut
1. Menyikat Gigi
Menyikat gigi adalah salah satu cara uuntuk memelihara dan
menjaga kesehatan gigi dan mulut. Tujuan menyikat gigi adalah untuk
menghilangkan dan mengganggu pembentukan plak, membersihkan gigi
dari sisa makanan, debris dan pewarnaan gigi, menstimulasi jaringan
gingiva, mengaplikasikan pasta gigi yang berisi suatu bahan khusus yang
di tujukan terhadap karies, penyakit periodontal atau
sensitivitas.(Sriyono,2005 dalam Mastriarini,2012).
a. Frekuensi dan Waktu Menyikat Gigi
Frekuensi menyikat gigi sebaiknya 3 kali sehari, setiap kali
sesudah makan dan sebelum tidur. Namun, dalam praktiknya hal
tersebut tidak selalu dapat di lakukan, terutama pada siang hari ketika
seseorang berada di kantor, sekolah, atau di tempat lain. Manson
(1971) berpendapat bahwa penyikatan gigi sebaiknya dua kali sehari,
yaitu setiap kali setelah makan pagi dan malam sebelum tidur.
Meskipun demikian, Leo (1965) melalui suatu percobaan
menunjukan bahwa dengan frekuensi penyikatan gigi satu kali
seharipun, asalkan teliti sehingga semua plak hilang, gusi dapat
dipertahankan tetap sehat ( Herijulianti dkk,2010 ).
b. Metode
1) Pengertian
Motode menyikat gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi, serta
merupakan tindakan preventif dalam menuju keberhasilan dan
kesehatan rongga mulut yang optimal ( Herijulianti dkk,2010 ).
Walaupun kita selalu mengatakan telah menyikat gigi dua kali
sehari, namun sebagian besar orang tetap memiliki plak dalam
mulutnya. Hal ini menunjukan bahwa metode pembersihan yang di
lakukan belum tepat (Pratiwi,2009 dalam Septi Septianti
Aprianti,2014).
2) Metode Menyikat Gigi
Metode minyikat gigi yang biasanya lebih mudah serta dapat
mengefektifkan waktu adalah metode kombinasi
( Pratiwi,2009 ).
a) Gerakan Vertikal
Adalah gerakan menyikat gigi dengan satu arah ke atas atau
ke bawah. Gerakan ini di gunakan pada permukaan fasial atau
bukal dan palatal atau lingual.
b) Gerakan Horizontal
Adalah gerakan menyikat gigi dengan arah ke depan dan
belakang pada permukaan oklusal atau permukaan kunyah
gigi.
3. Gerakan Memutar
Adalah gerakan menyikat gigi dengan arah memutar pada
permukaan fasial belakang atas dan bawah, dengan posisi atas
dan bawah berkontak. Selain gigi, lakukan penyikatan pada
seluruh permukaan lidah terutama permukaan atas lidah (
Pratiwi,2009 ).
2. Pola Makan
Menurut Harper ( 1986 ), pola makan ( dietary pattern ) adalah cara
yang di tempuh seseorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan
mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis,
budaya dan sosial (Tampubolon,2011). Sedangkan, yang dimaksud pola
makan disini adalah cara yang dilakukan untuk mencegah atau setidak –
tidaknya mengontrol pembentukan plak, yaitu dengan membatasi makanan
yang banyak mengandung karbohidrat terutama sukrosa agar terhindar dari
penyakit gigi dan mulut.
pola makan yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut yaitu dengan
mengurangi makanan yang manis, lunak dan mudah menempel pada gigi
atau di sebut makanan yang kariogenik serta mengurangi makanan buruk
snacking. Namun, menggantinya dengan memperbanyak makan buah dan
sayur yang berserat dan berair atau dengan mengganti makanan kariogenik
salahsatunya dengan keju ( Pratiwi,2009 ).
Adapun yang disarankan dalm plaque control adalah makanan yang
banyak mengandung serat dan air. Jenis makanan ini memiliki efek self
cleansing yang baik serta vitamin yang terkandung didalamnya
memberikan daya tahan pada jaringan penyangga gigi.
3. Kontrol ke Klinik Gigi
Melakukan kunjungan atau kontrol ke klinik gigi secara rutin
setiap enam bulan sekali untuk pembersihan yang tidak dapat kita lakukan
di rumah dan pendeteksian awal gangguan – gangguan gigi dan mulut
yang mungkin belum kita sadari ( Pratiwi,2009 ).
Dengan tujuan supaya setiap gejala – gejala penykit gigi yang akan
muncul dapat di cegah se dini mungkin atau di atasi lebih cepat. Jika sudah
terkena penyakit gigi, maka akan diberikan perawatan supaya penyakit
gigi tidak menjadi lebih parah.
B. Karies
1. Definisi Karies
Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai
dari email gigi hingga menjalar kedentin (tulang gigi). (Kusumawardani
Endah,2011).
Karies adalah penyakit kronis yang perosesnya berlangsung cukup
lama, berupa hilangnya ion- ion mineral secara kronis dan terus menerus
dari permukaan email pada mahkota atau permukaan akar gigi yang di
sebabkan oleh bakteri dan produk – produk yang di hasilkannya.
Kerusakan ini pada awalnya hanya terlihat secara mikroskopis tetapi lama
kelamaan akan terlihat pada email berupa lesi bercak putih ( white spot
lesion ) atau melunaknya semen pada akar gigi.( Deynilisa,2013 )
Karies diawali dengan timbulnya bercak coklat atau putih yang
kemudian berkembang menjadi lubang coklat. Lubang ini terjadi karena
luluhnya mineral gigi akibat reaksi fermentasi karbohidrat termasuk
sukrosa, fruktosa dan glukosa oleh beberapa tipe bakteri penghasil
asam.(Yektimumpuni dan Erlitapratiwi,2013)
2. Index Karies
Index karies gigi adalah angka yang menunjukan klinis penyakit
karies gigi. ( Usri Koterman,dkk,2012 )
Studi epidemiologis tentang karies gigi menggunakan index angka DMF-
T untuk gigi permanen. Index DMF-T menunjukan indeks pengalaman
karies untuk gigi permanen seseorang yaitu:
D = Decayed ( gigi karies yang masih dapat di tambal )
M = Missing ( gigi yaries yang sudah hilang atau seharusnya dicabut)
F = Filling ( gigi karies yang sudah di tambal )
T = Tooth ( gigi permanen )
( WHO Oral Health Country,2006 )
Angka DMF-T atau, def-t merupakan jumlah elemen gigi karies.
Yang hilang yang karena karies,atau karies yang telah di tumpat pada
setiap individu. Perhitungan DMF-T berdasarkan pada 28 gigi permanen
karena pada umumnya gigi molar ke tiga pada fase geligi tetap tidak
dimasukan dalam pengukuran. Sedangkan perhitungan def-t berdasarkan
20 gigi sulung untuk fase gigi sulung kemudian di catat banyak nya gigi
yang dimasukan dalam klasifikasi
D, M, F atau d, e, f.
( WHO Oral Health Country,2006 dalam Mawardianti,2012 ).
Kriteria penilaian dalam DMF-T atau def-t di dasarkan pada rentan
nilai yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Tingkatan keparahan karies gigi secara klinis dalam Kaitannya dengan
Skor def-t dan DMF-T menurut WHO
Tabel 2.1 Kriteria DMF-T dan def-t menurut WHO
Skor Kriteria
0 – 1,1 Sangat rendah
1,2 – 2,6 Rendah
2,7 – 4,4 Sedang
4,5 – 6,5 Tinggi
> 6,5 Sangat tinggi
3. Down Sindrom
1. Definisi Down Sindrom
Down Sindrom merupakan kelainan genetik yang menyebabkan
keterbelakangan fisik dan mental akibat gangguan gen pada kromosom
21 sehingga di sebut juga trisomi 21. Anak Down Sindrom memiliki
ciri tinggi badan relatip pendek, kepala mengecil, hidung datar, wajah
menyerupai orang mongol sehingga sering di sebut mongoloid ( Usri
kosterman,dkk,2012 ).
Down Sindrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang
paling banyak terjadi pada manusia. Di perkirakan angka kejadian
terakhir adalah, 1,0 - 1,2 per 1000 kelahiran hidup, dimana 20 tahun
sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Di perkirakan 20% anak dengan
Down Sindrom di lahirkan oleh ibu yang berumur diatas 35 tahun.
Down Sindrom dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka
kejadian pada kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi
perbedaan ini tidak bermakna, sedangkan angka kejadiannya pada
golongan sosial ekonomi adalah sama.
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang
penyebab Down Sindrom yang dilaporkan. Tetapi semenjak di
temukan adanya kelainan kromosom pada Down Sindrom pada tahun
1959, maka sekarang perhatian lebih di pusatkan pada kejadian “ non
disjunctional “ sebagai penyebab nya yaitu: genetik, radiasi, infeksi,
autoimun, umur ibu, umur ayah.
2. Gambaran Karakteristik Down sindrom
Berat badan bayi Down Sindrom pada umumnya kurang dari
normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500
gram atau kurang. ( Soetjiningsih,1995 )
Karakteristik dan paling sering terdapat pada bayi dengan
Down Sindrom yaitu: sutura sagitalis yang terpisah, fisura palpeblaris
yang miring, jarak yang lebar antara jarikaki 1 dan II, fontanela palsu,
plantar crease jari kaki I dan II, Hyperfleksibilitas, peningkatan
jaringan sekitar leher, bentuk palatum yang abnormal, hidung
hipoplastik, kelemahan otot, hipotonia, mulut terbuka lidah terjulur,dll.
( pueschel,1983 dikutip dari buku Soetjiningsih,1995 ).
Walaupun tampilan klinis dapat dengan mudah di diagnosis
saat lahir, namun fungsi intelektual dan sosial tidak dapat di prediksi
kemungkinan nya. Fungsi intelektual secara signifikan di bawah rata-
rata di definisikan sebagai IQ yang berada sekitar 70 atau di
bawahnya. Fungsi adaptif menunjukkan bagai mana individu
mengatasi kebutuhan hidup sehari- hari dan seberapa baik individu
mencapai standard kemandirian pribadi dirinya yang diharapkan
tercapai pada individu seusianya. Prilaku adaftif dipengaruhi oleh
individu atau faktor lingkungan termasuk ada atau tidaknya gangguan
mental atau fisik. Derajat keparahan dari Down Sindrom dapat di
definisikan pada kelemahan intelektual yaitu:
a) Mild : IQ level 50- 55 sampai sekitar 70
b) Moderat : IQ level 35- 40 sampai 50- 55
c) Sever : IQ level 20- 25 sampai 35 – 40
d) Profound : IQ level dibawah 20 atau 25.
e) Mild IQ level 50- 55 sampai sekitar 70
Pada tingkatan ini dalam segi pendidikan termasuk masih bisa
di didik sekolah umum, meskipun hasilnya lebih rendah dari anak –
anak normal lainnya pada umumnya karena rentang perhatian mereka
lebih pendek, sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu yang
lama. Diluar pendidikan, mereka dapat melakukan beberapa
keterampilan seperti makan, mandi, berpakaian dan mampu menikah.
1) Moderat IQ level 35- 40 sampai 50 – 55
Pada tingkatan ini dapat dilatih untuk beberapa
keterampilan tertentu. Meskipun mempunyai respon yang lama
terhadap pendidikan dan pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk
mengurus dirinya sendiri dan dilatih untuk membaca dan menulis
sederhana.
2) Sever IQ level 20- 25 sampai 35- 40
Pada tingkatan ini memperlihatkan banyak masalah dan
kesulitan meskipun mereka telah di sekolahkan pada sekolah
khusus. Mereka juga mengalami gangguan bicara. Kondisi fisik
lemah sehingga hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama
kondisi fisik mereka memungkinkan.
3) Profound IQ level dibawah 20 atau 25
Pada tingkatan ini mereka memiliki masalah yang serius
menyangkut fisik dan perogram pendidikan yang tepat untuk
mereka. Mereka juga sangat kurang dalam hal penyesuaian diri
seperti pada saat mereka berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Meski demikian anak Down Sindrom memiliki IQ yang berkisaran
antara mild dan moderate (Goldman,2000 dalam Rina Rodiawati
2016 ).
Tabel 2.2 Karakteristik Down sindrom Berdasarkan Range Umur
Derajat
keparahan
Persentase
down sindrom
Awal masa
kanak-
kanak
Sekolah dasar dan
remaja
Dewasa
Profound: sangat
berat <20 – 25
1 – 2% Fungsi sangat
terganggu
Masih mungkin dalam
berbicara dan
perkembangan motorik
Penyendiri/te
rsembunyi
Severe: buerat 20
– 25 sampai 35 –
40
3 – 4% Sedikit atau
tidak bisa
berbicara
komunikatif
Dapat mempelajari untuk
berbicara, kemampuan
perawatan diri dasar
Dapat
mengerjakan
tugas
sederhana
sendiri/terse
mbunyi
Moderat sedang
35 – 40 sampai 50
– 55 ( dapat
dilatih )
10% Dapat
berkomunika
si atau
berbicara
Dapat belajar sampai
dengan kemampuan kelas
dua, dapat berjalan – jalan
mandiri di tempat yang di
kenali, dapat memberikan
hal yang positif jika di
latih.
Dapat
mengerjakan
tugas umum
di bawah
pengawasan
Mild ringan 50 –
55 sampai 70
(dapat di didik)
85% Sering tidak
dapat
dibedakan
dari normal,
penurunan
fungsi
motorik
minimal
Akhir masa remaja dapat
mencapai kelas enam
Dapat hidup
komunitas
dengan
support
3. Gejala Klinis Down Sindrom di Tinjau dari segi Ilmu Kedokteran Gigi
Ciri khas Down Sindrom adalah pertumbuhan yang lambat.
Anak -anak dengan Sindrom Down sering memiliki infeksi saluran
pernafasan atas kronis. Ini menyebabkan sering terjadi pernafasan
melalui mulut dan berefek xerostomia ( mulut kering ). Beberapa
penelitian telah melaporkan adanya gangguan pertumbuhan
dentokraniofasial, umumnya di jumpai mikrodonsi, anomali struktur
fasial, keterlambatan erufsi gigi, oligodonsia gigi berjejal, gigitan
terbuka dan gigitan silang anterior. Keadaan umum rongga mulut
Down Sindrom adalah lidah maupun bibir berbentuk celah dan fisure.
Pembentukan fisure pada lidah dapat menjadi berat dan merupakan
faktor kontribusi pada terjadinya halitosis ( Pilcher, 1998 dalam Rina
Rodiawati,2016 )
BAB 3
KERANGKA KONSEP,DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
B. Definisi Operasional
1. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak Down Sindrom
Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak Down Sindrom
dikatakan baik apabila anak menyikat gigi 2 kali sehari yaitu pagi setelah
sarapan dan malam sebelum tidur, tidak memiliki kebiasaan snacking dan
melakukan kontrol ke klinik gigi secara rutin 6 bulan sekali.
Alat Ukur : Kuesioner
Skla Ukur : Ordinal
Cara Ukur : Menggunakan Daftar Pertanyaan
Hasil Ukur :
a. 21 – 30 : Baik
b. 11 – 20 : Cukup Baik
c. 0 – 10 : Buruk
Pemeliharaan Kesehatan Gigi
Dan Mulut Anak Down Sindrom:
1. Menyikat Gigi
2. Pola Makan
3. Kontrol Ke Klinik Gigi
Index DMF-T Anak Down
Sindrom
( Selvy Septianty Apriant,2014)
2. Index DMF-T
Untuk mengukur derajat keparahan penyakit gigi dan mulut
masyarakat di perlukan indikator dan standar penilaian. Menurut WHO,
index DMF-T adalah untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam
hal karies gigi permanen, sedang untuk gigi sulung menggunakan index
dmf-t ( Notohartojo dan magdarina,2013 ).
Alat Ukur : Kaca Mulut, Sonde, Excavator, Pinset
Sekala Ukur : Ordinal
Cara Ukur : Pemeriksaan Secara Langsung
Hasil Ukur :
D = Decay : Gigi berlubang
M = Mising : Gigi di cabut karena berlubang
F = Filing : Gigi di tambal karena berlubang
T = Teeth : Gigi tetap
Hasil Ukur :
a. 0 – 1,1 : Sangat Rendah
b. 1,2 – 2,6 : Rendah
c. 2,7 – 4,4 : Sedang
d. 4,5 – 6,5 : Tinggi
e. >6,5 : Sangat Tinggi ( WHO )
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
dengan index DMF-T pada anak Down Sindrom di SLB Muhammadiyah dan
SPLB-C YPLB Cipaganti Kota.Bandung.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di peroleh dan di sajikan,
maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak Down Sindrom di SLB
Muhammadiyah dan SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung
mempunyai kriteria baik (71,43%)
2. Index DMF-T anak Down Sindrom di SLB Muhammadiyah dan SPLB-
C YPLB Cipaganti Kota Bandung, memiliki kriteria index DMF-T
rendah (35,71%)
3. Ada hubungan yang signifikan antra pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut dengan indeks DMF-T anak Down Sindrom di SLB
Muhamaddiyah dan SLB-C YPLB Cipaganti kota bandung (p= -
0,559<0,05).
B. Saran
1. Untuk pihak sekolah
a. Lebih ditingkat kan kembali mengenai pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut, dengan cara memberikan penyuluhan tentang
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, meliputi cara menyikat gigi
yang baik dan benar, mengatur pola makan dan menegaskan tentang
pentingnya melakukan pemeriksaan gigi secara rutin. Penyuluhan
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan oleh dokter gigi
maupun perawat gigi.
b. Di adakan UKGS di SLB Muhammadiyah untuk meningkatkan
derajat kesehatan gigi dan mulut siswa-siswi di SLB tersebut serta
diaktifkan kembali UKGS di SPLB-C YPLB Cipaganti Kota
Bandung untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut.
2. Untuk orang tua siswa
a. Dapat ikut serta dalam setiap kegiatan penyuluhan tentang
pemeliharaan kesehtan gigi dan mulut, meliputi cara menyikat gigi
yang baik dan benar, mengatur pola makan dan menegaskan tentang
pentingnya melakukan pemeriksaan gigi secara rutin, supaya
pengetahuan-pengetahuan tentang kesehatan gigi dapat di terapkan
dalam kehidupan sehari-hari di rumah.
b. Mendampingi siswa melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan
mulut secara rutin 6 bulan sekali di UKGS yang di selenggarakan
oleh sekolah, puskesmas atau klinik gigi untuk mencegah gejala
penyakit gigi yang akan timbul sedini mungkin.
top related