harmonisasi tiga pilar pembangunan (human resources quality, industri mikro-makro, dan sektor...
Post on 28-Nov-2014
198 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
Harmonisasi Tiga Pilar Pembangunan (Human Resources Quality, Industri Mikro-
Makro, dan Sektor Perikanan) sebagai “Cetak Biru” dalam Mewujudkan
Sidoarjo Go International
A. PENDAHULUAN (GENERAL INTRODUCTION)
Ditandai dengan amandemen kedua UUD 1945 (di Tahun 2000), kedudukan
otonomi daerah menjadi semakin strategis. Apalagi sejak lahirnya UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan UU No. 22 Tahun 1999, ada
beberapa potential fringe benefit. Pertama, sesuai dengan konstitusi (pasal 18 ayat 2
UUD 1945), pemerintahan daerah termasuk Pemerintah Kabupaten/ Kota diberikan
otoritas untuk mengurus urusan pemerintahannya sendiri. Artinya, daerah tidak akan
lagi tergantung1 kepada pemerintah pusat. Daerah benar-benar memiliki kebebasan
untuk berekspresi dalam kerangka integritas negara kesatuan.2 Kedua, dikaji dari sisi
komunikasi, melalui otonomi daerah timbul kesempatan berharga bagi daerah guna
melepaskan negative image pemerintah pusat dulu. Sebagaimana diungkapkan oleh
Wasesa, sekalipun hal itu tidak mudah, tapi setidaknya kuatnya wewenang gubernur
atau bupati bisa menjadi titik awal untuk membangun daerah yang bersih.3
Sidoarjo, demikian juga kabupaten-kabupaten lain yang ada di Indonesia, tak
luput dari kebijakan “otonomi daerah”. Sidoarjo merupakan sebuah kabupaten yang
terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Dikenal sebagai penyangga utama Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo sebenarnya bisa berperan lebih. Menginggat, potensi-
potensi Kabupaten tersebut yang terbilang besar. Contohnya: Sumber Daya Manusia
yang relatif berkualitas, pesatnya pertumbuhan industri, dan sektor perikanan yang
“menjanjikan”. Dengan ditunjang oleh dukungan optimal dari Pemerintah Sidoarjo,
terbuka peluang lebar bagi Sidoarjo untuk dapat “Go International”. Modal potensi-
potensi cerah tadi sesungguhnya tidaklah kalah dari semisal: “Sulaman Agam” yang
telah mendunia, Banyuwangi yang banyak “dilirik” oleh investor asing, atau bahkan
Surabaya sendiri sebagai Ibu Kota Provinsi Jatim.
1 “Tergantung” di sini, maksudnya adalah tergantung secara penuh. Di luar hal tersebut, masih tetap ada kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat (bidang politik luar negeri, moneter-fiscal, pertahanan- keamanan, dan peradilan, serta agama) sesuai dengan prinsip open end arrangement atau biasa disebut general competence (Nurcholis, 2005: 156). 2 Lebih jauh, baca Darul Kutni Tuhepaly, Otonomi Khusus Bidang Kelautan: Suatu Pendekatan Multiaspek
Perencanaan di Maluku, Galangpress, 2006, hlm. 46. 3 Coba lihat Silihi Agung Wasesa, Strategi Public Relation, Gramedia Pusataka Utama, 2006, hlm. 174.
2
B. APA MASALAH YANG TERJADI?
Dalam rangka mewujudkan cita-cita Sidoarjo Go International, ada beberapa
persoalan yang terlebih dahulu harus diatasi. Pertama, meskipun secara “kuantitatif”
sarana dan prasarana pendidikan sudah cukup memadai, tapi secara “kualitatif” rasa-
nya masih perlu ditingkatkan.4 Begitu pula dengan sarana dan prasarana pada bidang
kesehatan. Hal tersebut merupakan suatu urgenitas demi memacu lahirnya generasi
unggul yang akan mengantarkan Sidoarjo ke percaturan dunia. Kedua, industri kecil
terkesan jalan di tempat, kurang mampu berkembang. Akibatnya, hantu bust up atau
bangkrut senantiasa mengancam, seperti ketika harga kedelai melonjak “tajam” atau
saat terbitnya PMK RI No. 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau
yang membuat industriawan rokok rumahan tak bisa tenang. Padahal jika sinergisasi
antara industri mikro-makro Sidoarjo terjaga, perekonomian tentu tumbuh signifikan
dan otomatis mengundang daya tarik investor-investor asing.5 Ketiga, implementasi
“Peraturan Daerah” Sidoarjo tentang Perlindungan dan Pengawasan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil dinilai terlalu rigid. Pemerintah Sidoarjo miskin inovasi dan
terobosan karena hanya terpaku dengan aturan yang ada. Hasilnya, sektor perikanan
mandek di “gigi R”.
C. KEY RECIPE: TIGA PILAR PEMBANGUNAN
Setiap makanan, selalu saja punya cita rasa yang berbeda-beda. Walau jenis
dan bahannya sama sekali-pun. Kata “resep” adalah clue utama di sini. Resep tidak
hanya bicara mengenai jenis atau bahan, akan tetapi juga “cara mengolah”. Mungkin
hal tersebut (cara mengolah) menjadi jawaban logis mengapa setiap makanan selalu
bercita rasa berbeda. Sidoarjo, secara garis besar mempunyai 3 bidang andalan yang
4 Lebih lanjut, coba baca Setya Retnani, Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Daerah Sidoarjo, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri, 2001, hlm. 13. 5 Sejak musibah banjir lumpur Lapindo, banyak di antara kejayaan-kejayaan industri yang kini beruabah
menjadi kenestapaan. Luapan lumpur panas, tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial masyarakat teapi juga telah melumpuhkan aktivitas ekonomi (Penerbit Buku Kompas, 2007: 9). Secara khusus, UKM (Usaha Kecil-Menengah) terkena dampak terberat. Asosiasi Perusahaan Rokok Sidoarjo (Apersid) contoh –nya, mencatat bahwa sekitar 500 pabrik rokok kecil di Sidoarjo langsung kelabakan karena musibah itu. Belum lagi, Asosiasi Pengusaha Tanggul Angin (APTA) juga memiliki data yang mengungkap penyusutan radikal perajin tas tradisional, yang awalnya 6000 menjadi hanya 1500-an (Pamuji dan Sujatmiko, 2008: 49). Oleh karenanya, guna menarik investor (terutama investor asing) masyarakat Sidoarjo perlu bangkit dan menghidupkan kembali “kejayaan” industri mereka. Dengan dibantu support pemerintah setempat dan tak melupakan keselarasan perekonomian mikro-makro yang hakikatnya saling komplementer, pasti “Sidoarjo Bisa!”; “Sidoarjo Mampu!”
3
siap diracik menuju panggung dunia (Human Resources, industri mikro-makro, dan
sektor perikanan). Dengan catatan, ketiganya tidak boleh salah olah.
Berdasarkan hasil dari pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Kabupaten Sidoarjo6 adalah 1.945.252 orang.
7 Capital nominal yang besar itu harus
ditunjang oleh kualitas yang memadai. Tujuannya sederhana, yakni agar masyarakat
Sidoarjo bisa kompetitif di tataran international. Perlu dicatat, semakin tinggi Index
Pembangunan Manusia, maka semakin tinggi pula produktivitas kerja yang akhirnya
melapangkan jalan mengarah ke pentas internasional. SDM memiliki peran sentralis
sebagai pelaku maupun sasaran pembangunan.8 Ada dua hal penting dalam “usaha
mulia” mengeskalasi kualitas SDM. Pertama, meningkatkan aksesabilitas dan juga
kualitas pelayanan pendidikan. Untuk peningkatan akses, contoh konkretnya dengan
pembagian “Kartu Pintar”. Sedangkan untuk peningkatan kualitas, dilakukan dengan
peningkatan kompetensi tenaga pendidik9, membangun “komunikasi komprehensif”
(lokal, nasional, dan internasional), serta menjebatani pertukaran pelajar multinegara
sehingga tercipta SDM yang siap bersaing di tingkat global. Kedua, merestorasi lagi
keterjangkauan dan standarisasi pelayanan kesehatan. Untuk keterjangkauan, misal-
nya diberikan “Kartu Sehat” dan Jamkesmas. Kemudian, untuk peningkatan standar
mutu dilaksanakan dengan cara melengkapi peralatan di institusi-institusi kesehatan
sesuai “SOP”10
, serta lewat optimalisasi skill tenaga pelayanan kesehatan. Semua itu
tidak lain karena pembangunan pendidikan dan kesehatan mempunyai peran penting
dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).11
Selanjutnya dilihat dari sudut pandang keindustrian, masa depan Kabupaten
Sidoarjo sebenarnya terhitung bagus. Industri di Sidoarjo terkonfigurasi ke dalam 3
(tiga) sektor dominan, yaitu sektor pengolahan, perdagangan, dan angkutan. Ketiga-
6 Masih berupa “angka sementara”. Sedangkan untuk laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,21 persen/
tahun (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo, 2010: 1). 7 Lihat analisis Hasil Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Sidoarjo Angka Sementara, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo, 2010, hlm. 1. 8 Lebih lanjut, coba lihat Prijono Tjiptoherijanto dan Laila Nagib, Pengembangan Sumber Daya Manusia: di Antara Peluang dan Tantangan, Yayasan Obor Indonesia, 2008, hlm. 4. 9 Bisa dilakukan dengan sertifikasi berkala, seleksi yang diperketat, dan pengawasan profesionalitas yang digencarkan. 10
Singkatan dari Standar Operasional Prosedur. Jika tidak mampu memenuhi SOP, setidaknya harus bisa setara dengan pelayanan minimal kesehatan. 11 Baca Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional, Grasindo, 2009, hlm. 7.
4
nya menyumbang cost yang tidak sedikit terhadap PDRB.12
Terhadap industri mikro
13 memang perlu perhatian lebih (prioritas). Namun, “prospek” industri kreatif
14 juga
tak boleh dianggap remeh. PR Pemerintah Sidoarjo ada dua. Pertama, menciptakan
kemandirian bagi setiap kategori industri, terutama industri mikro dan kreatif. How
to make it? Misalnya dengan mengelompokkan industri hulu hingga hilir15
, memberi
pinjaman usaha berbunga rendah, dan rutin mengadakan bimbingan. Khusus untuk
cara yang terakhir, Dirjen Industri Kecil sendiri telah melaksanakan BPIK16
. Hal itu
tentu akan lebih baik apabila juga diterapkan secara lokal di Sidoarjo. Kedua, policy
maker “wajib” menjaga kelanggengan relevansi antara unit usaha mikro dan makro.
Substansinya, jangan biarkan keduanya sampai “saling bunuh” untuk bertahan layak
-nya model pasar bebas (tanpa kontrol pemerintah).
Terakhir, perihal “sektor perikanan”. Sudah tidak perlu diragukan lagi bahwa
sektor ini merupakan sektor unggulan Kabupaten Sidoarjo. Pada tahun 2010, Perda
tentang Perlindungan dan Pengawasan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil terbit
dan upaya penerapannya sudah cukup baik.17
Tapi juga harus ada alternatif (thinking
outside the box), agar sektor tersebut semakin berkembang dan sexy untuk investor
asing. Misalnya saja: mengadakan festival industri perikanan dunia, membuat “pusat
industri ikan dan olahan ikan”18
, serta menyelenggarakan pameran produk perikanan
secara konsisten. Akhir kata, harmonisasi sektor perikanan dengan dua sektor primer
lainnya di atas adalah blue print ideal demi Sidoarjo Go Internasional. Mari!
12
Pada tahun 2011, isdustri pengolahan menyumbang sebesar 45,11 persen dari PDRB (Harga Konstan) Kabupaten Sidoarjo, disusul oleh industri perdagangan sebesar 29,58 persen dan terakhir yaitu industri angkutan dengan angka 12,97 persen (data diambil dari www.regionalinvestment.bkpm.go.id, 5 Januari 2013). 13
Contoh sentra “industri mikro” di Sidoarjo, seperti Kampung Jamur di Kecamatan Bundaran, Kampung Kerupuk di Kecamatan Jabon, dan Kampung Batik di Kecamatan Sidoarjo, serta Kampung Pot Bunga di Kecamatan Krian. Jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin wisatawan atau bahkan investor dari mancanegara tertarik untuk datang dan mengerjakannya (menembus pasar internasional). 14 Industri kreatif adalah industri yang berasal dari “daya” kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk mencipatakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut (Studi Industri Kreatif Indonesia, 2008: 4). Contoh industri kreatif di Sidoarjo meliputi industri sepatu, sandal, tas, dan koper. 15 Lihat Indra Setiawan, Pemkab Sidoarjo Dukung Pengelompokan Industri, www.antarajatim.com, 2012, diakses tanggal 5 Januari 2013. 16 Singakatan dari Bimbingan Pengembangan Industri Kecil (Mulyanto, 2006: 19). 17 Contoh pada pasal 24(1), 24(3), 25(a), dan 25(d) Pemerintah Sidoarjo telah menjalin relasi yang “erat” dengan sejumlah lembaga masyarakat perikanan (baca: Pokmaswas, Pokdadakan dan kelompok nelayan lain). 18 Saat ini, baru ada pusat olahan ikan (Pusat Olahan Ikan Kabupaten Sidoarjo, www.sidoarjokab.com, 20 12, diakses tanggal 6 Januari 2013).
5
DAFTAR PUSTAKA
Buku
_____ . 2007. Banjir Lumpur Banjir Janji (Gugatan Masyarakat dalam Kasus -----------
Lapindo). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
_____ . 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Sidoarjo Angka Sementara. -----
Sidoarjo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo.
Ali, Mohammad. 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Mulyanto, Dede. 2006. Usaha Kecil dan Persoalannya di Indonesia. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan (Pemerintahan dan Otonomi
Daerah. Jakarta: Grasindo.
Retnani, Setya. 2001. Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Daerah Sidoarjo. Jakarta: -
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri.
Studi Industri Kreatif Indonesia. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025
(Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015). Jakarta: -------
Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Nagib, Laila. 2008. Pengembangan Sumber Daya Manusia:
di Antara Peluang dan Tantangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tuhepaly, Darul Kutni. 2006. Otonomi Khusus Bidang Kelautan: Suatu Pendekatan -----
Multiaspek Perencanaan di Maluku. Yogyakarta: Galangpress.
Wasesa, Silihi Agung. 2006. Strategi Public Relation. Jakarta: Gramedia Pusataka -------
Utama.
Peraturan Hukum
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo 2010 tentang Perlindungan dan Pengawasan ------
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Internet
_____ . 2012. Pusat Olahan Ikan Kabupaten Sidoarjo. www.sidoarjokab.com. Diakses
tanggal 6 Januari 2013.
6
_____ . 2012. Display Ekonomi PDRB Kabupaten Sidoarjo (Pendapatan Domestik -----
Regional Bruto Daerah Harga Konstan), www.regionalinvestment.bkpm.go.id.
Diakses tanggal 5 Januari 2013.
Setiawan, Indra. 2012. Pemkab Sidoarjo Dukung Pengelompokan Industri. www.antara
jatim.com. Diakses tanggal 5 Januari 2013.
Majalah
Pamuji, Heru dan Sujatmiko, Arif. 2008. Mana Ganti Rugi Relokasi. Jakarta: Majalah ---
Gatra No. 49. Beredar hari Kamis, 16 Oktober 2008.
7
LAMPIRAN BIODATA
a. Nama Penulis : Arie Hendrawan
b. Tempat & Tanggal Lahir : Kudus & 28 Agustus 1992
c. Nama Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang
d. Nama Fakultas & Jurusan : Fakultas Ilmu Sosial & Politik dan Kewarganegaraan
e. Domisili : Ds. Jepang, RT05/RW10, Kec. Mejobo, Kab. Kudus
f. Alamat Email : arie_hendrawan@rocketmail.com
g. Telepon/Ponsel : 085740228837
top related