geologi struktur
Post on 01-Dec-2015
26 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu kendala penting dalam kegiatan pertambangan, baik dalam
tambang terbuka maupun tambang bawah tanah, adalah kemantapan atau
kestabilan daerah operasi penambangan. Karena itu sebelum penambangan
dimulai, harus dibuat suatu rencana tambang yang sudah memperhitungkan
kemantapan dan kestabilan daerah tersebut, jika operasi penambangan
dilaksanakan. Gangguan terhadap kestabilan lereng maupun bukaan lainnya, akan
mengganggu kelancaran pelaksanaan penambangan, keselamatan kerja, dan
akhirnya akan menaikkan biaya produksi, yang jelas tidak diinginkan oleh suatu
perusahaan tambang. Kenatapan lereng, secara sederhana dapat dinyatakan
sebagai perbandingan antara gaya-gaya penahan dengan gaya-gaya penggerak
yang ada pada lereng yang bersangkutan. Jika gaya penahan lebih besar dari gaya
penggerak maka lereng tersebut mantap, sedangkan kalau gaya penahan lebih
kecil dari gaya penggerak maka lereng tersebut tidak mantap dan akan terjadi
longsoran.
Gaya penahan maupun gaya penggerak pada lereng tanah/ batuan sangat
erat hubungannya dengan kondisi geologi dan airtanah di daerah yang
bersangkutan. Gaya penahan dicerminkan oleh kekuatan tanah/ batuan meliputi
parameter sifat mekanik tanah/ batuan yaitu kuat tekan (σc), kohesi (C), dan sudut
geser dalam (Ф). Sedangkan gaya penggerak adalah gaya-gaya yang ditimbulkan
oleh gravitasi yaitu bobot isi (γ) dari tanah/ batuan pembentuk lereng, tekanan
hidrostatik air, dan geometri lereng (sudut dan tinggi lereng). Karena itu, untuk
dapat membuat rencana lereng tambang yang baik dan aman, maka data para-
meter-parameter tersebut diatas merupakan data.
1
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui manfaat
geologi struktur dalam pengumpulan dan pengolahan data struktur untuk analisis
kemantapan lereng.
2
BAB II
GEOLOGI
Dalam pertambangan, material yang selalu ada dan terlibat di dalam kegiatan per-
tambangan (digali, diangkut, dan ditimbun kembali) adalah tanah dan batuan
dengan segala sifat fisik maupun mekaniknya. Parameter-parameter yang mempe-
ngaruhi kemantapan/ kestabilan lereng tambang adalah a.l. jenis material, bobot
isi, kohesi dan sudut geser dari setiap material pembentuk lereng, homogenitas
(kontinuitas) material, dan untuk batuan : kehadiran bidang-bidang lemah pada
naterial tersebut beserta karakteristiknya.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan mudah dimengerti, maka
dibawah ini akan diberikan uraian mengenai hal-hal tersebut:
a. Jenis Material (Litologi) Pembentuk Lereng
Jenis material/ litologi yang membentuk suatu lereng sangat
mempengaruhi kemantapan lereng yang bersangkutan. Lereng yang
terbentuk dari material yang mempunyai kekuatan kecil (tanah) akan
lebih mudah longsor dibandingkan dengan lereng yang terbentuk oleh
material yang kuat (batu). Daerah dimana pertambangan beroperasi,
umumnya terdiri dari gabungan antara tanah dan batuan, meskipun
dapat juga hanya terdiri dari satu jenis material yaitu tanah atau batuan.
Biasanya lapisan yang berada didekat permukaan berupa tanah hasil
pelapukan dan pada bagian yang lebih dalam berupa batuan.
b. Struktur Geologi
Telah disebutkan di atas, bahwa salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kemantapan atau kestabilan suatu lereng batuan adalah
kehadiran bidang lemah yang dapat mengurangi kekuatan batuan utuh.
3
Bidang lemah pada batuan umumnya berupa struktur geologi, yang
pembentukannya dipengaruhi oleh gaya dari dalam batuan itu sendiri
(yaitu kekuatan batuan) dan gaya dari luar yaitu berupa gaya tekan atau
tarik yang disebabkan oleh proses tektonik yang terjadi pada lapisan
litosfer. Karena itu pengetahuan dan pengenalan terhadap bermacam-
macam bidang lemah (struktur batuan) beserta sifat-sifatnya adalah
sangat penting dalam analisis kemantapan lereng pada suatu bukaan
tambang.
Struktur (geologi) yang dikenal pada batuan a.l. adalah :
a. Bidang sesar (fault)
b. Bidang perlapisan (bedding plane)
c. Bidang kekar (joints)
d. Foliasi (pada batuan metamorf)
e. Bidang batas litologi
f. Bidang kontak inrusi
Tektonik
Aktivitas tektonik yang bekerja di suatu daerah tertentu
mempunyai penga-ruh yang besar terhadap perubahan yang terjadi
pada konfigurasi sistem geologi yang ada. Gerakan-gerakan
lempeng yang mempunyai kekuatan yang besarnya melampaui
kekuatan batuan akan mengakibatkan batuan/ lapisan batuan
terlipat atau terpatahkan, yang menghasilkan struktur perlipatan
(pada batuan yang elastik) dan struktur sesar (pada batuan yang
getas) dalam skala regional.
Sesar regional (utama) tersebut diikuti oleh terbentuknya
sesar-sesar yang lebih kecil, maupun sistem kekar (geser) pada
batuan-batuan disekitarnya. Sedangkan perlipatan yang terjadi
dapat mengakibatkan terbentuknya sis- tem kekar tarik, terutama
4
pada bagian yang terlipat kuat. Pertumbuhan bidang-bidang lemah
pada batuan sangat intensif pada daerah-daerah yang mengalami
kegiatan tektonik yang kuat, terutama pada batuan yang berumur
tua yang terdapat pada daerah aktif.
Jenis Bidang Lemah (Struktur Geologi)
a. Sesar (fault)
Sesar atau patahan, adalah suatu bidang dengan ukuran
besar yang posisi masing-masing sisinya sudah bergeser.
Pergeseran tersebut bisa hanya beberapa meter sampai beberapa
ratus meter, bahkan mungkin lebih. Karena sifat pergeserannya
tersebut, sesar dapat dibedakan menjadi :
- Sesar normal
Sesar normal (normal fault) adalah sesar dengan
pergeseran vertikal, secara relatif foot walnya bergerak
keatas terhadap hanging wallnya (yang bergerak relatif
kebawah).
- Sesar naik
Sebaliknya sesar naik (thrust fault) adalah sesar
dengan pergeseran vertikal, dimana secara relatif hanging
wallnya bergerak ke atas terha-dap foot wallnya (yang
bergerak relatif kebawah).
- Sesar geser
Sesar geser adalah sesar yang bergerak secara
horisontal, baik yang kanan maju dan yang kiri mundur
(dextral) atau sebaliknya yang kiri maju dan yang kanan
mundur (sinistral).
5
- Sesar diagonal
Sesar diagonal adalah sesar normal yang juga
bergeser secara horisontal.
- Sesar miring (sesar rotasi)
Sesar miring (oblique fault) adalah sesar diagonal
yang tidak sama pergeseran vertikalnya (terpuntir).
b. Bidang perlapisan (bedding plane)
Pada batuan sedimen, bidang batas antara lapisan
batuan yang satu dengan yang lainnya (bidang perlapisan)
adalah merupakan bidang lemah yang penting dalam
kemantapan lereng, terutama kalau batuan sedimen tersebut
sudah terlipat dan bidang perlapisannya miring. Karena itu
keberadaan bidang perlapisan pada daerah yang akan digali
sangat perlu untuk dipertimbangkan.
Seringkali, pada lapisan satu jenis batuan tertentu,
misalnya batu basir atau batu lempung, terdapat juga
bidang-bidang perlapisan. Bidang-bidang tersebut,
meskipun dalam satu lapisan batuan yang sama, tetap harus
mendapatkan perhatian yang sama karena dapat bertindak
sebagai bidang lemah.
Pada batuan metamorf, bidang perlapisan seperti
diatas umumnya tidak ditemukan, tetapi pada batuan jenis
ini terdapat apa yang disebut sebagai foliasi yang kalau
pada batu filit tidak merupakan bidang lemah, tetapi jika
terdapat pada batu sabak, sekis mika, atau gneis, perlu
mendapat perhatian yang cukup. Foliasi tersebut, meskipun
tidak merupakan bidang lemah langsung, keberadaannya
6
dapat memperkecil kekuatan batuan (kohesi, sudut geser
dalam, dan kuat geser pada arah tertentu).
c. Kekar (joints)
- Kekar geser
Kekar geser terbentuk oleh adanya tekanan yang
besar, umumnya lu-rus, datar, kasar atau licin,
bergelombang atau bergerigi, ada slicken slide, umumnya
rapat atau bukaannya tipis.
- Kekar tarik
Sedangkan kekar tarik terbentuk oleh tarikan yang
kuat(umumnya pada perlipatan), tidak lurus, kasar,
umumnya bukaannya lebar.
Sistem kekar
Pada suatu massa batuan seringkali terdapat lebih dari satu
sistem kekar, dengan orientasi kekar yang berbeda, secara
bersama-sama. Perpotongan antara sistem kekar tersebut akan
membentuk blok-blok batuan yang terpisah satu dengan
lainnya, sehingga masing-masing blok tersebut akan menjadi
tidak stabil jika ada gangguan (misalnya adanya bukaan/
galian) dan blok-blok tersebut mudah jatuh atau longsor
d. Bidang lemah lainnya
Disamping bidang-bidang lemah yang telah disebutkan
diatas, terdapat pula bidang-bidang lain yang juga berpotensi
7
menjadi bidang lemah tergantung pada kondisi dan
karakteristiknya, yaitu bidang-bidang :
Unconformity
Disconformity
Nonconformity
8
BAB III
BIDANG LEMAH (STRUKTUR)
A. Kedudukan (orientasi) bidang lemah
Seperti yang telah diuraikan diatas, bidang lemah adalah merupakan salah
satu parameter penting dalam kemantapan lereng, karena keberadaannya akan
merubah batuan utuh menjadi massa batuan dan karena itu kontinuitas
kekuatannya menjadi terganggu. Tetapi dalam analisis kemantapan lereng pada
massa batuan, yang harus diperhatikan dan diperhitungkan bukanlah keberadaan
bidang lemah tersebut saja, tetapi dalam hal ini kedudukan atau orientasi dari
bidang-bidang lemah tersebut juga merupakan faktor yang sangat penting,
terutama untuk melakukan analisis terhadap jenis longsoran, arah longsoran, serta
besarnya gaya-gaya yang bekerja pada lereng tersebut.
Untuk menyatakan kedudukan bidang lemah didalam dimensi ruang (agar
dapat dianalisis dengan mudah), maka untuk menentukan arah dipakai besaran
sudut terhadap posisi utara (azimuth), sedangkan untuk menentukan kemiringan
dipakai besaran sudut terhadap bidang datar.
1. Jurus/ kemiringan (strike/dip)
a. Jurus (srike) adalah arah (azimuth) dari suatu garis lurus yang
merupakan perpotongan antara bidang obyek dengan bidang datar, ditulis
sebagai N xx o E (atau cara lainnya). Dalam hal ini bidang obyek berada di
sebelah kanan.
b. Kemiringan (dip) besarnya sudut antara garis lurus pada bidang obyek
yang tegak lurus terhadap jurus dengan bidang datar.
Jurus/ kemiringan (strike/ dip) ditulis sebagai : N xx o E/ yy o
9
2. Arah kemiringan (dip/ dip direction)
Orientasi dari suatu bidang obyek dapat juga dinyatakan sebagai arah
kemiringan (dip direction). Untuk itu maka sudut azimuth jurus harus ditambah
dengan 90 o , sehingga orientasi bidang diatas dapat ditulis sebagai : N (xx + 90)
o E/ yy o atau yang lebih populer ditulis : yy o/ N (xx + 90) o E.
B. Pengukuran Orientasi Bidang Lemah
Pengukuran dilakukan dengan sistematik dan diusahakan dapat mewakili
penyebaran bidang lemah yang ada di seluruh daerah penyelidikan, agar hasil
analisis yang dilakukan dapat mendekati keadaan sebenarnya.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah jangan sampai terjadi pengukuran
ulang atau terlewat, meskipun di lapangan hal ini mungkin sulit dilakukan
1. Peralatan pengukuran
Dalam melakukan pengukuran orientasi bidang lemah di lapangan,
peralatan yang dipergunakan adalah kompas geologi, meteran pita, dan
alat bantu lainnya (clipboard, palu geologi, dll.)
2. Metoda pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kedudukan bidang lemah atau
struktur ada 2 cara yang sering dipergunakan, yaitu metoda fotogrametri
dan metoda pengukuran dengan kompas geologi langsung di lapangan
pada garis pengukuran (metoda scan line). Dalam kuliah ini yang akan
dibicarakan hanya metoda yang kedua yaitu pengukuran dengan kompas
pada garis pengukuran
Untuk dapat melakukan pengukuran secara sistematik dan
mengurangi terjadinya pengukuran ulang adalah dengan menerapkan
metoda garis pengukuran (scan line). Dalam hal ini yang penting adalah
bahwa jarak antara garis pengukuran diusahakan sama dengan persistensi
bidang lemah (panjang garis perpotongan permukaan dengan bidang
10
lemah). Tinggi garis pengukuran dari lantai pengukuran paling tidak sama
dengan ketinggian mata pengamat, panjang bentangan garis pengukuran
tidak kurang dari 10 X jarak kekar rata-rata di daerah tersebut dan
diusahakan tidak kurang dari 30 meter. Pengukuran strike/ dip dilakukan
sepanjang garis pengukuran yang bersangkutan dan sebaiknya dilakukan 2
X (maju dan mundur).
3. Pembagian blok pengukuran
Untuk suatu bukaan tambang (dimana dinding lereng akan
membentuk su-atu pola tertutup) atau jalan raya yang berbelok-belok,
maka perlu dilaku-kan pembagian blok sesuai dengan orientasi lereng
yang akan dibuat atau sesuai dengan pola orientasi bidang lemah yang ada.
Hal ini akan mempermudah pengukuran di lapangan maupun dalam
melakukan analisis kestabilannya.
4. Pengecekan hasil pengukuran
Dalam suatu daerah/ blok/ permukaan tertentu, jumlah bidang
lemah yang diukur orientasinya bervariasi, tergantung pada kondisi dan
sifat penyebar-annya. Setelah pengukuran dilakukan pada beberapa scan
line pada suatu blok tertentu (± 100 hasil pengukuran), maka perlu
dilakukan plotting + pembuatan kontur kutub (pole) bidang lemah tersebut
pada stereo net (Schmidt net/ equal area net) di lapangan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran yang telah
dilakukan sudah mencukupi atau belum.
Jika hasil plotting belum menunjukkan suatu pola tertentu (≥ 20 %)
maka ditambah dengan 300 pengukuran berikutnya dan 400 hasil pengu-
kuran tersebut diplot/ kontur lagi sampai didapatkan pola orientasi yang
jelas. Tetapi, kalau sampai dengan 600 pengukuran atau lebih hasilnya
tetap tidak menunjukkan pola tertentu (tersebar merata pada stereo net),
maka pengukuran untuk blok tersebut dapat dianggap cukup. (Cara
pengecekan yang lebih detil diberikan oleh Staufer (1966) dalam Hoek dan
Bray, 1981).
11
C. Karakteristik Bidang Lemah dan Kekuatan Massa Batuan
Batuan umumnya mempunyai kekuatan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan kekuatan tanah, tetapi massa batuan kekuatannya
umumnya lebih rendah diban-dingkan terhadap kekuatan batuan utuhnya.
Berkurangnya kekuatan massa batuan tersebut adalah karena kehadiran
bidang-bidang lemah (struktur geologi) pada batuan yang tadinya merupakan
batuan utuh tersebut. Kekuatan massa batuan hampir sepenuhnya dipengaruhi
oleh karakteristik bidang-bidang lemahnya, terutama sistem kekarnya.
Beberapa kondisi bidang lemah (baik sendiri atau gabungan) sangat mem-
pengaruhi kekuatan massa batuannya, yaitu kohesi sisa (Cr) maupun sudut
geser dalam sisanya ( Фr). Kondisi-kondisi tersebut adalah :
1. Kekasaran (roughness), bidang struktur yang permukaannya kasar
apabila dikenai tegangan geser akan menghasilkan angka kohesi maupun
sudut geser dalam yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
permukaannya halus (licin)
2. Kegelombangan (waviness), permukaan bidang struktur yang
bergelombang atau bergerigi juga akan menghasilkan angka kohesi yang
lebih tinggi dibandingkan permukaan yang tidak berkelombang (lurus).
3. Lebar bukaan, bukaan bidang struktur yang lebar akan menghasilkan
kekuatan yang lebih rendah dibandingkan bukaan yang sempit.
4. Material pengisi dan sifat-sifatnya, kalau bukaan struktur terisi oleh
material yang kekuatannya rendah, lunak, lembab (misalnya mineral
lempung) maka kekuatan batuannyapun akan rendah karena material
pengisi tersebut berfungsi sebagai pelumas. Tetapi jika material
pengisinya mem-punyai kekuatan yang tinggi atau bertindak sebagai
perekat (misalnya ku-arsa, kalsit, dll) maka kekuatan massa batuannya
akan lebih tinggi.
12
5. Jarak kekar, adalah jarak tegak lurus antara dua kekar yang berurutan
pada garis pengukuran. Jarak dan perpotongan antar kekar (bidang lemah)
sangat mempengaruhi kekuatan massa batuan. Massa batuan dengan
sistem kekar rapat dan/ atau saling berpotongan jelas kekuatannya jauh
lebih kecil dibandingkan yang kekarnya jarang, apalagi terhadap batuan
utuh.
13
BAB IV
PENUTUP
Dalam mempelajari geologi struktur kita dapat mengetahui manfaat
geologi struktur dalam bidang pertambangan batubara, minyak dan gas, serta
mineral. Salah satu pemanfaatan geologi struktur yakni kita dapat mepelajari
litologi dari pembentuk lereng mulai dari sesar,bidang perlapisan,kekar,dan lain-
lain serta dapat memahami mengenai struktur geologi kemantapan atau kestabilan
suatu lereng, bidang lemah dan pemodelan geografinya sebelum menganalisa
sebuah kemantapan lereng tersebut.
14
15
top related