geologi batubara
Post on 15-Oct-2015
74 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
5/26/2018 Geologi Batubara
1/21
Geologi Batubara
Istilah batubara merupakan istilah yang luas untuk keseluruhan bahan yangbersifat karbon yang terjadi secara alamiah. Batubara dapat puladidefinisikan sebagai batuan yang bersifat karbon berbentuk padat, rapuh,
berwarna coklat tua sampai hitam, dapat terbakar, yang terjadi akibatperubahan atau pelapukan tumbuhan secara kimia dan fisika (dalam Kamus
Pertambangan, Teknologi dan Pemanfaatan Batuabara, Silalahi, 2002).Sedangkan dalam pengertian geologi batubara oleh Schoft (1956) dan
Bustin, dkk (1983) (dikutip dari Rahmad, B., 2001) lebih spesifikmendefinisikan batubara sebagai bahan atau batuan yang mudah terbakar,
mengandung lebih dari 50% hingga 70% volume kandungan karbon yangberasal dari sisa-sisa material tumbuhan yang terakumulasi dalam cekungan
sedimentasi dan mengalami proses perubahan kimia dan fisika, sebagaireaksi terhadap pengaruh pembusukan bakteri, temperatur, tekanan dan
waktu geologi.
II.1.1 Tempat Pembentukan Batubara
Dalam geologi batubara dikenal dua macam teori untuk menjelaskan tempatterbentuknya batubara (Sukandarrumidi, 1995), yaitu :
1. TeoriInsituTeori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Pada
saat tumbuhan tersebut mati sebelum mengalami proses transportasi segera
tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses pembatubaraan(coalification).Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyaipenyebaran luas dan merata, kualitasnya relatif baik karena kadar abunyarelatif kecil.
2. Teori DriftTeori ini menyebutkan bahwa bahan bahan pembentuk lapisan batubara
terjadinya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidupdan berkembang, dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh
media air dan berakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh batuan sedimendan mengalami proses pembatubaraan. Batubara ini mempunyai
penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurangbaik.
II.1.2 Tahap Pembentukkan Batubara
-
5/26/2018 Geologi Batubara
2/21
Pada dasarnya proses pembentukan batubara dapat dibagi menjadi dua
tahap (Diessel, 1986), yaitu :
1. Tahap Biokimia (Biochemical Stage)Merupakan tahap pertama dalam proses pembentukan batubara. Pada tahapini terjadi proses pembusukan sisa-sisa material tumbuhan dan
penggambutan (peatification), yang disebabkan oleh bakteri ataupun
organisme tingkat rendah lainnya. Oleh karena proses tersebut maka terjadipelepasan kandungan hidrokarbon, zat terbang dan oksigen disertai
penyusunan kembali molekul-molekul bahan tersisa, dan sebagai akibatnyaterjadi penambahan kandungan karbon pada maseral batubara .
2. Tahap Fisika-Kimia (Physico-Chemical Stage)Setelah tahap biokimia, kemudian dilanjutkan dengan tahap fisika-kimia.Pada tahap ini terjadi proses pembatubaraan yang mana gambut yangsudah terbentuk berubah menjadi berbagai macam peringkat batubara olehakibat pengaruh temperatur, tekanan dan waktu geologi. Peningkatan
peringkat batubara pada proses ini ditandai dengan bertambah gelapnyawarna, kekerasan dan perubahan pada bidang belah batubara, seturut
peningkatan temperatur, tekanan dan lama waktu geologi.
II.1.3 Faktor-faktor Pembentukan Batubara
Dari berbagai teori yang menerangkan tentang terbentuknya batubara,
terdapat kesepakatan mengenai faktor-faktor yang saling berhubungan dansaling mempengaruhi, yang mempunyai peranan penting didalampembentukkan batubara dalam suatu cekungan (Gambar 2.1). Faktor-faktor
tersebut yaitu:
1. Akumulasi Sisa Tumbuhan-Tumbuhan (Bahan Organik)Akumulasi sisa tumbuh-tumbuhan dapat secara insitumaupun hasil
hanyutan (allochotonous), namun akumulasi ini harus terdapat dalamjumlah yang cukup besar dan terletak pada daerah yang digenangi oleh air,
yang mana nantinya dapat dijadikan daerah pengendapan bagi batuan
sedimen klastik. Keadaan ini dapat dicapai dari produksi tumbuhan yangtinggi, penimbunan secara perlahan dan menerus yang diikuti dengan
penurunan dasar cekungan secara perlahan. Produksi tumbuhan yang tinggiterdapat pada iklim tropis dan sub tropis, sedangkan penimbunan secara
perlahan dan menerus hanya terjadi dalam lingkungan paralik dan limnik,yang memiliki kondisi tektonik relatif stabil.
-
5/26/2018 Geologi Batubara
3/21
2. Bakteri dan Organisme Tingkat Rendah LainMerupakan faktor yang menyebabkan perubahan sisa tumbuhan-tumbuhanmenjadi bahan pembentuk gambut (peat). Kegiatan bakteri dan organismetingkat rendah lain akan merusak akumulasi sisa tumbuh-tunbuhan yang
telah ada dan merubahnya menjadi bahan pembentuk gambut berupamassa berbentuk agar-agar (gel), yang kemudian terakumulasi menjadi
gambut.
3. TemperaturTemperatur panas terbentuk oleh timbunan sedimen diatas lapisan batubara
dan gradien panas bumi. Efek panas dari faktor ini menimbulkan proseskimia dinamis (geokimia) yang mampu manghasilkan perubahan fisik dan
kimia, dalam hal ini merubah gambut menjadi berbagai jenis dan peringkatbatubara. Proses ini merupakan tahap kedua pada proses pembatubaraan
(coalification). Selain panas yang dihasilkan karena timbunan sedimen diataslapisan batubara dan gradien panas bumi, juga dapat dihasilkan oleh adanya
intrusi batuan beku, sirkulasi larutan hidrotermal dan struktrur geologi.
4. TekananTekanan sangat penting sebagai penghasil panas, namun juga dapat
membantu melepaskan unsur-unsur zat terbang dari lapisan batubara, yangdikenal sebagai proses devolatilisasi. Proses ini akan lebih efektif apabila
lapisan batuan diatasnya bersifat permeabel dan porous, sehingga batubara
yang berada pada lapisan batupasir akan mengalami proses devolatilisasiyang lebih efektif dibandingkan lapisan batulempung.
5. Waktu GeologiPengaruh pembentukkan batubara tidak terlepas dari lamanya waktupemanasan dalam cekungan. Pemanasan dalam waktu yang lama, pada
temperatur yang sama akan menghasilkan batubara yang lebih tinggiperingkatnya. Jadi harus ada keseimbangan yang baik antara panas,
tekanan dan waktu geologi.II.1.4 Tipe Batubara Berdasarkan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan batubara akan mempengaruhi tipe batubara yang
dihasilkan. Berdasarkan lingkungan pengendapan, maka dapatdikelompokkan menjadi tiga jenis tipe batubara, yaitu tipe batubara humik
(humic coal), sapropelik (sapropelic coal) dan humospropelik (humosapropeccoal).
-
5/26/2018 Geologi Batubara
4/21
1. Tipe Batubara Humik (Humic Coal)
Batubara humik biasanya diendapkan di lingkungan darat (limnic), denganproses pengendapan secara insitu, yang mana material organik pembentuk
batubara berasal dari tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada(autochthonous). Batubara tipe ini memiliki kualitas batubara yang baik
dengan peringkat batubara bituminus hingga antrasit. Komposisi maseral90% lebih terdiri dari vitrinit (vitrite), memiliki kandungan hidrogen dan zat
terbang yang sangat rendah.
2. Tipe Batubara Sapropelik (Sapropelic Coal)
Batubara sapropelik biasanya diendapkan di lingkungan laut (paralic) sepertipada daerah delta, laguna, lestuarin, marsh, rawa-rawa air payau. Proses
pengendapannya secara drift, yang mana material organik pembentukbatubara berasal dari tempat lain (allochthonous). Batubara tipe ini memiliki
kualitas batubara kurang baik dibandingkan batubara humik, sedangkan
peringkat batubaranya adalah sub bituminus hingga lignit dengankandungan hidrogen dan zat terbang yang tinggi sedangakan kandungan
karbon rendah. Batubara sapropelik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitubatubara cannel dan boghead.
Batubara jenis cannel dan bogheaddapat dibedakan dari komposisimaseralnya, terutama kelompok liptinit. Batubara cannelmemiliki maseral
sporinitelebih banyak dibandingkan maseral alginite (sporinite > alginite).
Sedangkan batubara bogheadlebih dibanyak disusun oleh maseral alginitedibandingkan sporinite (sporinite < alginite).
3. Tipe Batubara Humosapropelik (Humosapropec Coal)
Batubara humosapropelik merupakan batubara yang dihasilkan darirangkaian humik dan spropelik, tetapi rangkaian humik lebih dominan. Asal
material organik pembentuk batubara berasal dari tempat dimana materialorganik diendapkan dan dari tempat lain.
II.2 Endapan Batubara Indonesia
Endapan batubara Indonesia pada umumnya berkaitan erat dengan
pembentukan cekungan sedimentasi Tersier (Paleogen-Neogen), yang
diakibatkan proses tumbukan lempeng Eurasia, Hindia-Australia dan Pasifikpada zaman kapur. Berdasarkan perkembangan tektonik Tersier oleh
-
5/26/2018 Geologi Batubara
5/21
Sudarmono (1997) (dalam Koesoemadinata, 2000) endapan batubara
Indonesia diklasifikasikan menjadi:
1. Endapan batubara Paleogen (Eosen Oligosen), dan2. Endapan batubara Neogen (Oligosen Akhir Miosen);
Sedangkan dalam tatanan tektono-stratigrafi pengendapan batubara oleh
Koesoemadinata (2000) diklasifikasikan menjadi tiga kategori.
1. Endapan Batubara Paleogene Syn-Rift
Batubara syn-rift berasosiasi dengan sedimen fluvial dan lakustrin, biasanyabatubara yang diendapkan pada tipe ini menghasilkan batubara dengan nilai
kalori yang tinggi (~7000 Kcal/kg), rendah kandungan air lembab dan
sulfur. Sebagai contoh untuk tipe ini adalah Formasi Sawahlunto diCekungan Ombilin, Sumetera Tengah.
2. Endapan Batubara Paleogene PostRift Transgression
Batubarapostrift transgressiondiendapkan pada lingkungan paparan yang
stabil selama kala Eosen Akhir hingga Awal Miosen. Sebagai contoh tipe iniadalah batubara dari Cekungan Sumatera Tengah (Awal Miosen), dan lebih
tepat diwakili dengan batubara Senakin di Formasi Tanjung bagian bawahdalam Cekungan Barito dan Pasir-Asem-asem. Batubara pada lingkungan ini
diendapkan secara lateral dan menerus, dengan nilai kalori dan kandungansulfur tinggi.
3. Endapan Batubara Neogene Syn-Orogenic Regressive
Batubara syn-orogenic regressiveterjadi pada Miosen Tengah hingga Plio-
Pleistosen dan merupakan hasil dari pengangkatan cekungan. Endapanbatubara biasanya terdapat cekungan belakang busur (back-arcbasin) dan
cekungan depan busur (fore-arc basin) pada busur kepulauan. Endapanbatubara padasyn-orogenic regressivebiasanya tidak terlalu tebal, tetapi
akan terdiri dari beberapa lapisan. Nilai kalori rata-rata adalah rendah(~5000 kcal/kg), kandungan air lembab tinggi dan kandungan sulfur juga
rendah
Dalam kerangka tatanan tektono-stratigrafi pengendapan batubara ini dapatmemberikan pendekatan mengenai gambaran umum kualitas, kuantitas
maupun karakteristik lapisan batubara dalam suatu cekungan. Selain itu
-
5/26/2018 Geologi Batubara
6/21
juga dapat memberikan pendekatan tentang kondisi geologi lokal yang
mengontrol kualitas, kuantitas maupun karakteristik lapisan batubaratersebut. Dari hal tersebut juga dapat diperoleh pengertian bahwa kualitas,
kuantitas maupun karakteristik lapisan batubara pada tiap-tiap cekungansedimentasi batubara akan berbeda-beda karena kontrol geologi dari tiap-
tiap cekungan juga berbeda-beda pula.
II.3 Endapan Batubara Telitian
Penelitian ini mengambil beberapa contoh endapan batubara (raw coal) daricekungan-cekungan Sumatera Selatan, Tarakan (Sub-Cekungan Tarakan
dan Berau), Kutai dan Barito (Sub-Cekungan Pasir), pada lapisan batubara
berumur Miosen yang merupakan endapan batubara Neogen (Gambar 2.3).
II.3.1 Endapan Batubara Cekungan Sumatera Selatan
Menurut De Coster, 1974 (dikutip dari Bachtiar. T., 2001) CekunganSumatera Selatan telah mengalami tiga kali orogenesa, yaitu pada
Mesozoikum Tengah, Kapur Akhir Tersier Awal dan Plio-Pliestosen. Setelahorogenesa terakhir (Plio-Pliestosen) telah menghasilkan kondisi dan struktur
geologi seperti yang terlihat saat ini. Endapan batubara yang ada sekarangjuga merupakan hasil dari kendali geologi saat itu, diendapakan di cekungan
belakang busur saat pada Tersier Akhir.Startigrafi regional Cekungan Sumatera Selatan menurut beberapa peneliti
terdahulu dibagi menjadi beberapa formasi dan satuan batuan dari tuasampai muda adalah sebagai berikut :
Batuan Dasar Pra Tersier, terdiri dari andesit, breksi andesit, filit,kuarsit, batu gamping, granit dan granodiorit.
Formasi Lahat; terdiri dari tufa, aglomerat, breksi tufaan, andesit,serpih, batu lanau dan batubara. Formasi ini diendapkan secara tidak
selaras di atas batuan dasar Pra-Tersier pada kala Paleosen OligosenAwal di lingkungan darat.
Formasi Talang Akar ; terdiri dari batupasir berukuran butir kasar sangat kasar, batu lanau dan batubara. Formasi ini diendapkan tidak
selaras diatas Formasi Lahat pada kala Oligosen Akhir Miosen Awal
di lingkungan fluviatil sampai laut dangkal. Formasi Baturaja; terdiri dari batugamping terumbu, serpih
gampingan dan napal. Formasi ini terletak diatas Formasi Talang
Akar, diendapkan pada kala Miosen Awal dilingkungan litoral sampaineritik.
Formasi Gumai; terdiri dari serpih gampingan dan serpih lempungan,diendapkan dilingkungan laut dalam pada kala Miosen Awal MiosenTengah.
-
5/26/2018 Geologi Batubara
7/21
Formasi Air Benakat; dicirikan oleh batupasir yang terbentuk selarasdi atas Formasi Gumai, diendapkan di lingkungan neritik sampai lautdangkal pada kala Miosen Tengah Miosen Akhir.
Formasi Muara Enim; terdiri dari batupasir, batulanau, batulempungdan batubara. Formasi ini berumur kala Mio-Pliosen, diendapkan
selaras diatas Formasi Air Benakat di lingkungan delta. Formasi Kasai; terdiri dari batupasir tufaan dan tufa, terletak selaras
diatas Formasi Muara Enim, diendapkan di lingkungan darat pada kalaPliosen Akhir Pleistosen Awal.
Endapan Kuarter; terdiri dari hasil rombakan batuan yang lebih tua,berupa material berukuran kerakal hingga lempung, menumpang tidak
selaras di atas Formasi Kasai.
Secara khusus mengenai pengendapan batubara di Cekungan Sumatera
Selatan oleh Koesoemadinata, 2000 menyebutkan bahwa pengendapan di
Formasi Talang Akar bagian atas (Oligosen Akhir Miosen Awal)berhubungan pengendapan batubarapaleogene postrift transgressionyangmenghasilkan batubara dengan nilai kalori tinggi (>6000 kal/gr), kadar abu
rendah (1%). Sedangkan padapengendapan di Formasi Muara Enim (Miosen Pliosen) dan neogene syn-
orogenic regressiveyang menghasilkan lapisan batubara dengan ketebalan20 meter Batubara Suban (dalam Koesoemadinata, 2000). Lebih dari 20
lapisan batubara hadir di sekitar lapangan Tanjung Enim (PTBA) yang manabatubara tersebut ditambang. Batubara yang dihasilkan memiliki rata-rata
nilai kalori 5504 5347 kkal/kg (as received), air lembab keseluruhan23,6% (as received), kandungan sulfur 0,5%, kadar abu 4%, zat terbang
32,1% dan karbon padat 40,3%.Pada beberapa batubara di Tanjung Enimterdapat batubara peringkat antrasit dengan nilai kalori 8000 kkal/kg, hal inidiakibatkan oleh intrusi andesit di daerah tersebut.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa endapan batubara Miosen diCekungan Sumatera Selatan memiliki penyebaran lapisan batubara yang
luas, namun memiliki peringkat batubara yang tidak terlalu tinggi, kecualidisekitar intrusi andesit. Contoh endapan batubara yang dipakai dalam
penelitian termasuk pada Formasi Muara Enim, yang selanjutnya disebutBatubara Banko.
II.3.2 Endapan Batubara Cekungan Kalimantan Bagian Timur
Endapan batubara Indonesia yang cukup potensial juga tersebar luas di
cekungan-cekungan belakang busur yang terdapat di sepanjang pantaiTimur Kalimantan dan tergolong dalam cekungan-cekungan yang berumur
Tersier. Endapan-endapan batubara di cekungan Kalimantan bagian timur
umumnya berumur Paleogen (Eosen) dan Neogen (Mio-Pliosen hingga Plio-Pleistoen) dan proses pengendapannya berhubungan dengan regresi air laut.
-
5/26/2018 Geologi Batubara
8/21
Peringkat batubara umumnya berupa lignitehingga high volatile bituminous
dengan nilai kalori rendah, kandungan air lembab tinggi, kadar abu dansulfur relatif rendah.
Secara regional, endapan batubara tersebut berhubungan dengan empataktifitas tektonik utama selama zaman Tersier yang mempengaruhi
pembentukan cekungan-cekungan tersebut, yaitu :
1. aktifitas tektonik awal Tersier, mengakibatkan pengangkatan tinggianmangkaliat dan Suikerbrood ridgeyang membagi Cekungan
Kaliamantan bagian timur menjadi Cekungan Tarakan dan CekunganKutai;
2. aktifitas tektonik pada kala Oligosen Bawah, merupakan geraktektonik fleksur sepanjang Paternoster Cross Highatau Barito KutaiCross Highyang memisahkan Cekungan Kutai dengan Cekungan
Barito;
3.aktifitas tektonik pada kala Miosen Tengah, mengakibatkanpengangkatan Pegunungan Meratus yang berarah Timurlaut Baratdaya, pungungan ini memisahkan Cekungan Barito dan Sub-
Cekungan Pasir dan Asem-asem;4. aktifitas tektonik kala Plio-Pleistosen, mengakibatkan seluruh
cekungan di Kalimantan terangkat, membentuk konfigurasi sepertisekarang ini.
Secara umum dikenal adanya tiga cekungan sedimentasi utama dari utarahingga selatan, yaitu :
1. Cekungan Tarakan, yang terdiri dari Sub-Cekungan Tidung, Tarakan,Berau dan Muara;
2. Cekungan Kutai, dan3. Cekungan Barito, termasuk juga Sub-Cekungan Pasir dan Asem-asem.
II.3.2.1 Endapan Batubara Cekungan Tarakan
Cekungan Tarakan terdiri dari Sub-Cekungan Tidung, Tarakan, Berau danMuara. Contoh endapan batubara yang diambil termasuk pada Sub-
Cekungan Tarakan dan Berau. Sub-Cekungan Tarakan berada danberkembang di lepas pantai timur bagian utara yang meliputi Pulau Tarakan
dan Bunyu. Endapan batubara di sub-cekungan ini terjadi selama kala Plio-Pleistosen, di sungai Sesayap purba menghasilkan sedimen fluvio-marinyang sangat tebal terutama terdiri dari perlapisan betupasir delta, serpihdan batubara, yang kemudian dikenal dengan Formasi Sajau atau Formasi
Tarakan-Bunyu. Sedangkan Sub-Cekungan Berau berada di sebelah selatanSub Cekungan Tarakan, yang sebagian besar terletak di daratan.
-
5/26/2018 Geologi Batubara
9/21
Menurut beberapa peneliti terdahulu urut-urutan lithostratigrafi regional di
Cekungan Tarakan dibagi menjadi beberapa formasi dan satuan batuan daritua sampai muda adalah sebagai berikut :
Formasi Sebakung; terdiri dari batuan meta sedimen yang terlipatkuat, diendapkan di lingkungan fluviatil hingga delta pada kala Eosen.
Formasi Sailor; terdiri dari batugamping berfosil gangang dan koral,terletak tidak selaras di atas Formasi Sembakung dan diendapkan dilingkungan neritik hingga laut terbuka pada Oligosen Awal.
Formasi Tempilan; terdiri dari perselingan batupasir, napal dan serpih,terletak selaras di atas Foramasi Sailor dan diendapkan di lingkungan
laut dangkal pada Oligosen Awal.
Formasi Mesaloi; terdiri dari batulampung lanauan yang berselingandengan batupasir, batulanau dan napal, terletak selaras diatas Formasi
Tempilan dan diendapkan di lingkungan neritik hingga laut terbuka
pada Oligosen Akhir. Formasi Naintupo; terdiri dari batupasir, batulempung, napal dan
batugamping, terletak selaras diatas Formasi Mesaloi dan diendapkan
di lingkungan neritik pada Miosen Awal.
Formasi Meliat; terdiri dari batupasir lanauan, batupasirkonglomeratan, batulempung dan batubara, terletak selaras di atasFormasi Naintupo dan diendapkan di lingkungan paralik pada Miosen
Tengah. Formasi Tabul; terdiri dari batulempung, batupasir lanauan, batupasir
dan batubara, terletak selaras diatas Formasi Meliat dan diendapkan dilingkungan prodelta pada kala Miosen.
Formasi Tarakan; terdiri dari perselingan batubara, batulempung danbatulanau, terletak selaras di atas Formasi Tabul dan diendapkan dilingkungan lagunal pada kala Pliosen.
Formasi Bunyu; terdiri dari batubara yang berselingan denganbatupasir dan batulempung karbonan, terletak tidak selaras di atas
Formasi Tarakan dan diendapkan di lingkungan delta pada Pleistosenhingga Holosen.
Untuk mewakili contoh batubara di cekungan ini, dipakai contoh batubara
Formasi Bunyu pada Sub-Cekungan Tarakan, selanjutnya disebut Batubara
Bunyu; sedangkan pada Sub-Cekungan Berau diwakili dengan contohbatubara Formasi Tabul, selanjutnya disebut Batubara Berau.
II.3.2.2 Endapan Batubara Cekungan Kutai
Endapan batubara dan sedimen Tersier lainnya yang terdapat di
Cekungan Kutai, proses pengendapannya diperkirakan berhubungan dengangerak pemisahan Pulau Kalimantan dan Sulawesi yang kemungkinan terjadi
-
5/26/2018 Geologi Batubara
10/21
pada akhir Kapur hingga awal Paleogen. Sehingga secara keseluruhan
batuan-batuan sedimen yang diendapkan pada cekungan tersebutmencerminkan adanya pengaruh siklus transgresi dan regresi air laut.
Urutan transgresi yang ada di Cekungan Kutai menghasilkan sedimen-sedimen klastik kasar dan serpih yang diendapkan pada lingkungan paralik
hingga laut dangkal. Pengendapan ini berlangsung hingga kala Oligosenyang memperlihatkan periode genag laut maksimum dan pada umumnya
terdiri dari endapan serpih laut dalam dan batugamping serara lokal.Sedangkan pada urutan regresi menghasilkan lapisan-lapisan sedimenklastik dan lapisan-lapisan batubara yang diendapkan pada lingkungan deltahingga paralik. Sistem Delta yang berumur Miosen Tengah berkembang baik
ke arah timur dan tenggara daerah cekungan.
Berdasarkan urut-urutan litostratigrafi Cekungan Kutai dari tua ke mudadibagi menjadi beberapa Formasi batuan yaitu sebagai berikut :
Formasi Pamaluan; berumur Miosen Bawah, terletak selaras di atasFormasi Gunung Sekerat, terutama terdiri dari batulempung dengansisipan-sisipan tipis batupasir, batubara, dan batugamping,
diendapkan pada lingkungan delta marine.
Formasi Bebuluh; berumur Miosen Awal bagian atas, terletak bedafasies dengan Formasi Pamaluan, terutama terdiri atas batugamping,sisipan batugamping pasiran dan serpih, diendapkan pada lingkungan
marine. Formasi Pulau Balang; berumur Miosen Tengah, terletak selaras di
atas Formasi Pemaluan terutama terdiri dari batulempung, batupasirlempungan dan batupasir, yang merupakan endapan deltafront.
Formasi Balikpapan.; berumur Miosen Tengah, terletak selaras di atasFormasi Pulau Balang, terdiri dari batupasir, batupasir lempungan,batulempung dan batubara. Lapisan batupasir dan batupasir
lempungan terutama dijumpai pada bagian bawah. Lingkunganpengendapannya adalah delta (delta front sampai delta plain).
Formasi Kampungbaru; berumur Miosen Atas sampai Pliosen.diendapkan selaras di atas Formasi Balikpapan, bagian bawahnya
terdiri dari batulempung, batupasir, batupasir gampingan yangdiendapkan pada lingkungan litoral, sedangkan pada bagian atasnya
terdiri dari batulempung, batubara dan konkresi-konkresi lempung
bagian (clay stone), diendapkan pada lingkungan transisi paralik. Endapan Kuarter; tersusun oleh lempung, pasir, kerikil dan sisa
tumbuh-tumbuhan, bersifat lepas. Endapan ini disebabkan oleh
adanya limpahan banjir Sungai Bontang, Sungai Guntur, SungaiNyerakat dan Sungai Santan yang membentuk rawa-rawa.
Untuk mewakili cekungan ini dipakai contoh endapan batubara dari FormasiKampungbaru, selanjutnya disebut Batubara Kutai.
-
5/26/2018 Geologi Batubara
11/21
II.3.2.3 Endapan Batubara Cekungan Barito (Sub-Cekungan Pasir)
Sub-Cekungan Pasir berada di bagian timur Cekungan Barito yang dibatasaiPegunungan Meratus. Sub Cekungan Pasir memiliki tatanan stratigrafi yang
rumit sehingga oleh beberapa peneliti Sub-Cekungan Pasir dimasukkan kedalam bagian Cekungan Barito, selain itu juga karena litologi yang terdapat
dalam cekungan ini memiliki posisi menjari dan kesamaan dengan CekunganBarito.Adapun urutan litostratigrafi Cekungan Barito (Sub-Cekunan Pasir) dari tuahingga muda sebagai berikut :
Formasi Tanjung; diendapkan pada kala Eosen, terletak tidak selarasdi atas batuan dasar yang yang merupakan batuan beku dan
metamorf berumur Pra-Tersier. Pada bagian bawah formasi ini terdiri
dari konglomerat, batupasir, batulempung dan sisipan batubara,sedangkan bagian bawah terdiri dari batulempung dan napal dengansisipan batupasir dan batugamping.
Formasi Berai; diendapkan selaras diatas Formasi Tanjung pada kalaOligosen hingga Miosen Bawah, terdiri dari Anggota Berai Bawah yang
disusun oleh napal, batulanau, batugamping dan sisipan batubara;Anggota Berai Tengah dicirikan oleh batugamping masif dengan
interklas napal; dan Anggota Berai Atas tersusun oleh serpih dengansisipan batugamping berselingan dengan napal, batulempung napalan
dan sedikit batubara. Formasi Warukin; diendapkan selaras diatas Formasi Berai pada kala
Miosen Tengah hingga Miosen Atas, terdiri dari Anggota WarukinBawah yang disusun oleh napal, batulempung dan sisipan batupasir;Anggota Warukin Tengah relatif sama dengan Warukin Bawah, hanya
pada batupasirnya menjadi tebal dan banyak dijumpai lapisan tipisbatubara; dan Anggota Warukin Atas dicirikan lapisan batubara yang
tebal hingga 20 meter dan juga batupasir dan batulempung karbonan.Formasi ini dfiendapakan pada lingkungan paralik hingga delta pada
fase regresi.
Formasi Dahor; diendapkan tidak selaras diatas Formasi Warukin padaMio-Pliosen, terdiri dari batupasir, batulempung, batubara dan lensa-
lensa konglomerat. Formasi ini diendapkan di lingkungan paralik-lagunal.
Endapan Kuarter; terdiri dari hasil rombakan batuan yang lebih tua,berupa material berukuran kerakal hingga lempung, menumpang tidakselaras di atas Formasi Dahor.
Secara keseluruhan, sistem sedimentasi yang berlangsung di cekungan inimelalui siklus transgresi dan regresi serta beberapa sub siklus yang bersifat
-
5/26/2018 Geologi Batubara
12/21
lokal. Turunnya bagian tengah cekungan dan erosi yang aktif di bagian
Tinggian Meratus menyebabkan pengendapan sedimen yang banyak,membentuk urutan endapan paralik hingga delta. Hal tersebut juga
tercermin endapan batubara yang relatif tebal pada Formasi Warukin.Kualitas endapan batubara di cekungan ini termasuk pada batubara
peringkat rendah (lignit) dengan nilai kalori rendah (
-
5/26/2018 Geologi Batubara
13/21
II.4.3 Proses UBC
Proses UBCdilakukan dengan cara mencampurkan antara batubara asal dan
minyak residu kemudian dipanaskan pada suhu 150C dengan tekananhanya 350 kPa (35 atm) seperti pada Gambar 2.6. Penambahan minyak
residu adalah untuk menjaga kestabilan kadar air. Keunggulan proses iniselain suhu dan tekanan yang cukup rendah, juga batubara yang dihasilkan
cukup bersih karena minyak residu yang ditambahkan pada saat prosesdipisahkan dan dapat digunakan kembali. Batubara produk proses UBCdapat berupa serbuk ataupun bongkah (aglomerat) yang kemudian dibuatbriket atau dalam bentuk slurry. Polusi pada air buangan akan sangat
minimum karena proses yang berlangsung adalah secara fisika, sehingga
tidak terjadi reaksi kimia atau pirolisaII.4.4 Pilot Plant UBCPalimanan
Pilot plant UBCdengan kapasitas 5 ton perhari ini sedang dibangun diPalimanan Cirebon, Jawa Barat. Di tempat ini pula direncanakan akandibangun Pusat Teknologi Pemanfaatan Batubara Bersih (Coal Center) yang
akan mencakup semua kegiatan penelitian teknologi pemanfaatan batubaraseperti pencairan, gasifikasi, karbonisasi, coal water mixturedan lain-lain.
Pilot plant UBC di Palimanan ini merupakanpilot plantpertama di dunia,sehingga keberadaannya menjadi sangat penting dan strategis.
Pilot plant ini terdiri dari 5 (lima) unit utama, yaitu penyiapanbatubara (coal preparation), penghilangan air (slurry dewatering),
pemisahan batubara- minyak (coal oil separation), penangkapan ulangminyak (oil recovery) dan pembuatan briket (briquetting) .
II.4.5 Hasil UBC
Dengan berhasilnya penelitianpilot plantini, diharapkan batubara peringkatrendah yang merupakan cadangan terbesar dimiliki Indonesia ( 70% dari
total cadangan 39 milyar ton) dapat ditingkatkan kualitasnya sehingga
mempunyai sifat menyerupai batubara peringkat tinggi (bituminous), yaitujenis batubara yang ideal untuk diekspor. Dengan kata lain proses UBCdapat menyiapkan batubara yang sesuai dengan spesifikasi pasar, sehinggaindustri pertambangan batubara di Indonesia dapat terus tumbuh
memberikan kontribusinya sebagai pemasok energi dalam negeri dan untuk
meningkatkan ekspor di masa mendatang.
II.5. Petrografi Batubara
Petrografi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen-komponen
organik (maceral) dan anorganik (mineral matter) secara mikroskopik.Seperti pada petrografi mineral, petrografi batubara memerikan komponen-
-
5/26/2018 Geologi Batubara
14/21
komponen penyusun batubara secara kualitatif dan kuantitatif untuk
mengetahui asal mula dan genesa pembentukkan batubara .II.5.1 Gambaran Sejarah
Lahirnya ilmu petrografi batubara sering dihubungkan dengan dua
nama tokoh penting yaitu M. Stope (1919) dan Thiessen (1920) (dikutip dariNining, N.S., 2001). Keduanya adalah ahli paleobotani. Selain mereka juga
ada dua ahli dari Jerman yaitu H. Potonie (1920) dan yang banyakmemberikan pemikiran penting dalam ilmu ini.Stope dan Thiessen mengembangkan ide-ide dalam hal terminalogi danklasifikasi batubara dengan menggunakan mikroskop cahaya tembus, tetapi
kemudian Stope lebih lanjut memperdalam pengamatannya menggunakan
cahaya pantul. Pemikiran Thiessen menganai klasifikasi batubaraberdasarkan sistem U.S. Bureau of Mines. Salah satu hasil penelitian merekayang sangat penting adalah informasi mengenai tanaman asal pembentuk
batubara.Awal tahun 1930, Thiessen, Stopes dan beberapa peneliti dari Perancis danJerman, yang tergabung dalam ahli-ahli mineral dan tanaman, menyelidiki
komponen-komponen batubara dengan metoda petrografi. Untukmemadukan pemikiran-pemikiran yang berbeda latar belakang keahlian
maka diadakan konferensi di Heerlen Netherland pada tahun 1935. Salahsatu keputusan penting konferensi tersebut adalah terbentuknya susatu
sistem penamaan sistem Stope-Heerlen.Pada tahun 1932 diperkenalkan teknik baru mengenai pengukuran reflektan
yang digunakan sebagai petunjuk peringkat batubara. Tokoh yang pertamakali memperkenalkan metoda ini adalah Hoofmann dan Jenker dari Jerman.
Di tahun 1930-an, para peneliti memulai penelitian mengenai hubunganantara komposisi petrografi dengan karakteristik batubara dalam suatu
proses pengolahan. Salah satu hasil penelitian menyatakan bahwa dalambatuabara yang kaya vitrinit dan eksinit mempunyai perbedaan karakteristik
dalam proses pencairan, gasifikasi dan ekstrasi, dibandingkan dengan
batubara yang kaya inertinit.Selanjutnya, pada tahun 1950 dibentuk komite yang bertujuanmenstandarkan metoda dan terminalogi petrologi batubara (coal petrology)yaitu International Commite for Coal Petrology (ICCP). Kemudian di tahun
1965, petrologi batubara mulai digunakan untuk memprediksi kualitas
kokas. Pada periode tahun 1960 hingga 1969 ditemukan komponen-komponen yang reaktif dan inert dalam batubara, penemuan ini diperolehdari pengamatan terhadap sifat-sifat batubara selama proses karbonisasi.
Sejak penemuan tersebut, jumlah peneliti yang turut berpartisipasi dalampetrologi batubara semakin meningkat, sehingga cakupan penelitian juga
semakin melebar, diantaranya mempelajari sifat-sifat kimia dan fisikamaseral, hubungan langsung dengan teknologi pemanfaatan batuabara.
Dua teknik terbaru yang dipakai dalam petrografi batubara ditemukan pada
-
5/26/2018 Geologi Batubara
15/21
tahun 1970-an, yaitu teknik penggunaan mikroskop otomatis dan
pemakaian sinar fluorence untuk mengidentifikasi meseral tertentu,terutama kelompok maseral liptinit/eksinit.
II.5.2 Konsep Maseral
Secara mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara disebutmaseral (maceral), analog dengan mineral dalam batuan. Istilah ini pada
awalnya diperkenalkan oleh M. Stopes(1935) (dalam buku Stach dkk, 1982)untuk menunjukkan material terkecil penyusun batubara yang hanya dapatdiamati dibawah mikroskop sinar pantul.Dalam petrografi batubara, maseral dikelompokan menjadi 3 (tiga)
kelompok (group) yang didasarkan pada bentuk morfologi, ukuran, relief,
struktur dalam, komposisi kimia warna pantul, intensitas refleksi dan tingkatpembatubaraannya (dalam Coal Petrologyoleh Stach dkk,1982), yaitu :
1. 1. Kelompok VitrinitVitrinit berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat kayu (woody
tissue) seperti batang, akar, dahan dan serat daun, umumnya merupakanbahan pembentuk utama batubara (>50%), melalui pengamatan mikroskop
refleksi, kelompok ini berwarna coklat kemerahan hingga gelap, tergantungdari tingkat ubahan maseralnya .
1. 2. Kelompok Liptinit / ExinitLiptinit berasal dari organ-organ tumbuhan (algae, spora, kotak spora, kulit
luar (cuticula), getah tumbuhan (resine) dan serbuk sari (pollen). Dibawahmikroskop menunjukkan pantulan berwarna abu-abu hingga gelap,mempunyai refleksivitas rendah dan flourensis tinggi (Gambar 2.10).
Berdasarkan morfologi dan sumber asalnya dibedakan menjadi beberapa
sub-maseral .
1. 3. Kelompok InertinitInertinite berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar (charcoal) dansebagian lagi diperkirakan berasal dari maseral lain yang telah mengalami
proses oksidasi atau proses dekarbok silasi yang disebabkan oleh jamur atau
bakteri (proses biokimia). Kelompok ini berwarna kuning muda, putihsampai kekuningan bila diamati dengan mikroskop sinar pantul, karakteristik
lainnya adalah reflektansi dan reliefnya tinggi dibanding maseral yang lain(Gambar 2.11). Berdasarkan struktur dalam, tingkat dan intensitas
pembakaran, kelompok ini dibagi menjadi beberapa sub-maseral .II.5.3 KlasifikasiBanyak klasifikasi kelompok maseral, sub-maseral dan jenis maseral dalam
-
5/26/2018 Geologi Batubara
16/21
petrografi batubara, tetapi yang sering dipakai oleh peneliti di Indonesia
adalahAustralian Standart (AS 2856-1986) (Tabel 2.1). Kelebihan sistem iniyaitu pembagiannya berlaku untuk semua peringkat batubara, baik untuk
hard coalmaupun brown coal, selain itu juga cukup sederhana dibandingkansistem yang lain : International Organisation for Standardisation (ISO);
American Society for Testing Materials (ASTM); dan British StandardsInstitution (BSI) classifications.
Table 2.1 Klasifikasi maseral ke dalam subkelompok dan kelompok,berdasarkan padaAustralian Standard System (AS2856-1986) [* pada
brown coal macerals]
KELOMPOK
MASERALSUB KELOMPOK
MASERALMASERAL
VITRINITE(HUMINITE)
Telovitrinite
(Humotelinite)
Textinite* Texto-ulminite*
E-ulminite*
Telocollinite
Detrovitrinite
(Humodetrinite)
Attrinite* Densinite*
Desmocollinite
Gelovitrinite
(Humocolinite)
Corpogelinite
Porigelinite*Eugelinite
LIPTINITE(EXINITE)
Sporinite Cutinite
Resinite
Liptodetrinite
AlginiteSuberinite
FluoriniteExsudatiniteBituminite
INERTINITE
Telo-inertiniteFusinite SemifusiniteSclerotinite
Detro-inertiniteInertodetriniteMicrinite
Gelo-inertinite Macrinite
II.5.4 Sifat Fisik dan Kimia Kelompok Maseral
1. 1. Sifat FisikSifat fisik utama kelompok maseral adalah berat jenis. Kelompok vitrinitmempunyai berat jenis yang bervariasi tergantung peringkat batubara.Dalam batubara bituminus yang mempunyai zat terbang sedang, vitrinitmemiliki berat jenis 1,27 g/ml; sedangkan dalam batubara bituminus yang
mempunyai berzat terbang tinggi memiliki berat jenis 1,3 g/ml; dan yang
-
5/26/2018 Geologi Batubara
17/21
terbesar adalah 1,8 g/ml untuk antrasit.
Liptinit mempunyai berat jenis mulai dari 1,18 g/ml dalam batubaraperingkat rendah hingga mencapai 1,25 g/ml dalam batubara bituminus.
Berat jenis inertinit kenaikannnya sedikit mulai dari 1,35 sampai dengan 1,7g/ml sesuai dengan kenaikan peringkat batubara.
1. 2. Sifat KimiaPada batubara yang berperingkat sama, vitrinit mempunyai lebih sedikitkandungan oksigen dan lebih banyak kandungan karbon bila dibandingkan
dengan kelompok inertinit, sedangkan liptinit banyak mengandung karbondan hidrogen tetapi sedikit mengandung oksigen. Bila jumlah kandungan
hidrogen dan karbon dihubungan dengan zat terbang, liptinit memproduksizat terbang tertinggi, yang diikuti oleh vitrinit. Inertinit relatif kecil memiliki
kandungan zat terbang. Hal tersebut akan berubah dengan kenaikanperingkat batubara.Vitrinit dalam batubara peringkat rendah tersusun dari bermacam-macamhumus yang terdiri dari cincin aromatik dikelilingi oleh gugusan alipatik.
Makin naik peringkat batubara, kelompok peripheral luar seperti OH, COOH,CH3akan hilang dan cincin aromatik menjadi lebih besar. Akibatnya
kearomatikan dan kandungan karbon meningkat sedangkan kandungnanoksigen menurun.
Perubahan kandungan karbon, zat terbang dan peringkat batubara
berhubungan dengan jumlah cahaya reflektansi vitrinit. Pengaruhnya,semakin tinggi kadar karbon, semakin tinggi pula reflektansi vitrinit. Oleh
karena itu peringkat batubara dapat secara langsung ditetapkan dengan
pengukuran reflektan vitrinit. Dalam batubara yang mempunyai kandungvitrinit >80%, peringkat batubara dapat ditetapkan berdasarkan kandunganzat terbang dan zat karbon.
Liptinit dalam batubara peringkat rendah mempunyai lebih sedikit senyawaaromatik dibandingkan dengan vitrinit. Pada umumnya eksinit/liptinit
mempunyai suatu kerangka alifatik-aromatik dengan rantai luar alifatik danmempunyai kelompok periperal yang tinggi, serta menghasilkan lebih
banyak zat terbang apabila dipanaskan dibandingkan dengan kelompoklainnya. Selain itu liptinit menghasilkan bitumen dan ter yang tinggi
terutama dalam batubara sub-bituminus dan bituminus.
Pada batubara peringkat rendah, inertinit memiliki lebih banyak senyawaaromatik dibandingkan dengan vitrinit atau liptinit. Kelompok ini sangatsedikit berubah sifat fisika dan kimianya karena kenaikan peringkat. Padaumumnya inertinit mempunyai oksigen tinggi dan hidrogen randah, tetapi
kandungan oksigen akan turun cepat dengan naiknya peringkat batubara.
II.5.5 Mineral PengotorMineral pengotor dalam batubara terdapat baik sebagai butiran halus yang
-
5/26/2018 Geologi Batubara
18/21
menyebar maupun sebagai butiran kasar yang mempunyai ciri-ciri sendiri
dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. mineral pengotor yang terdapat dalam sel tanaman asal,2. mineral pengotor utama yang terbentuk selama atau segera setelah
pengendapan batubara dan,3. mineral pengotor yang terbentuk setelah pengendapan batubara,
mineral pengotor kelompok pertama pada umumnya tidak dapat diketahuisecara petrografi kecuali dengan SEM (Scanning Electron Microscope)karena
sangat kecil. Mineral pengotor kelompok kedua dan ketiga dengan mudahdapat diidentifikasi dengan mikroskop. Mineral utama berbentuk bersamaan
dengan pembentukna batubara, sedangkan mineral pengotor lainnyacenderung kasar dan bergabung dalam lubang, celah dan rongga.
Mineral-mineral pengotor yang banyak terdapat dalam batubara adalahlempung, karbonat, besi sulfida dan kuarsa. Mineral lain yang terdapat padabatubara dalam jumlah kecil adalah oksida-oksida, hidroksida-hidroksida,sulfida-sulfida yang lainnya, fosfat dan sulfat.
Mineral lempung adalah mineral yang paling banyak terdapat dan tersebarluas di dalam batubara serta berukuran butir sangat kecil antara 1-2 m.
Sekitar 60 80% dari mineral pengotor dalam batubara adalah lempungberupa kaonit, illit dan smektit. Komposisi kimia pada saat pengendapan
berpengaruh terhadap tipe lempung yang mengendapan dalam batubara.
Pada umumnya mineral lempung illit terdapat dalam batubara yangdiendapkan dengan adanya pengaruh air laut, sedangkan kaolinit tidak
dipengaruhi oleh air laut. Dibawah sinar refleksi, lempung mempunyai
lempung bermacam-macam warna mulai dari yang hampir putih sampaisampai orange kecoklat-coklatan. Dibawah sinar fluorescent minerallempung tidak berwarna sampai oranye.
Karbonat dalam batubara terdapat sebagai masa dasar atau pengisi lubang-lubang kecil/celahan, diantaranya adalah siderit, kalsit, ankerit dan
dolomit. Dibawah sinar refleksi, karbonat tersebut berwarna abu-abukecoklatan dan sangat anisotop. Di bawah sinar fluorescent karbonat
menunjukkan warna hijau sampai oranye kehijauan.Sulfida besi didominasi oleh pirit termasuk markasit dan melnikovit.
Mineral-mineral tersebut terjadi sebagi butiran kristal yang halus dan
butiran-butiran halus, dan kadang-kadang mengisi lubang yang terbuka,terutama terdapat dalam lapisan batubara yang dipengaruhi oleh air laut.Dalam sinar refleksi, pirit terlihat sangat terang kekuning-kuningan.Mineral kuarsa dalam batubara terdapat dalam jumlah kecil, berukuran
butir antara 5-20 m. Dibawah sinar refleksi, kuarsa terlihat hitam terang.Batubara yang mempunyai mineral dalam ukuran butir besar dapat dengan
mudah dipisahkan dengan penggerusan atau dengan proses pengolahan.Mineral tersebut dinamakan adventitious. Sedangkan mineral-mineral
-
5/26/2018 Geologi Batubara
19/21
yang tidak terlepas dari batubara baik dengan penggerusan maupun dengan
proses pengolahan yang disebut inherant.
II.5.6.1 Peringkat Batubara (Coal Rank)Pada tahap pembentukan batubara dari gambut menjadi batubara yang
lebih tinggi derajatnya yaitu dari lignit sampai sub bituminus, bituminushingga antrasit, yang berlangsung adalah tekanan, temperatur dan waktu
tertentu (Cook, 1982). Tahap pembatubaraan merupakan perubahan darirombakan sisa-sisa tumbuhan pada kondisi reduksi, yang mana persentasekarbon semakin besar, sedangkan persentase oksigen dan hidrogen semakinberkurang. Cook (1982) menjelaskan bahwa tahap pembatubaraan terdiri
dari pematangan bahan organik pada fase metamorfosa tingkat rendah
seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.12. Material organik lebih pekaterhadap metamorfosa tingkat rendah daripada mineral anorganik.Dalam menentuan peringkat batubara dapat dilakukan dengan berbagai
metoda dan parameter, antara lain : kadar air lembab (moisture), zatterbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), nilai kalori (caloritificvalue), reflektansi vitrinit serta karbon dan oksigen (Gambar 2.13). Pada
metoda petrogarfi batubara penentuan peringkat batubara mengacu padahasil pengukuran reflektansi vitrinit. Selain dalam prakteknya lebih cepat
dan mudah, metoda ini juga lebih tepat dalam menentukan peringkatbatubara dibandingkan dengan metoda yang lain. Hal ini dikarenakan
reflektansi vitrinit lebih berkaitan langsung dengan pengamatan kondisimaupun struktur maseral batubara, yang mana struktur maseral batubara
tersebut lebih mencerminkan seri pembatubaraan yang dipengaruhi olehtekanan dan temperatur.
II.5.6.2 Tipe Batubara (Coal Type)
Parks dan Donnel (dalam Cook, 1982) menjelaskan bahwa batasan tipebatubara dipergunakan untuk mengklasifikasi berbagai jenis tumbuhan
pembentuk batubara, sedangkan menurut Shierly (dalam Cook, 1982) tipe
batubara merupakan dasar klasifikasi petrografi batubara yang terdiri dariberbagai unsur tumbuhan penyusun batubara dengan kejadian yangberbeda-beda.Petrografi batubara memberikan dasar pemahaman genesa, sifat dan unsur
organik batubara. Material organik berasal dari berbagai macam tumbuhan
dan sebagian bercampur dengan sedimen anorganik selama penggambutan,sehingga tipe batubara ditentukan pada tahap biokimia untuk mengetahuilingkungan pengendapan batubara, terutama berdasarkan material
organiknya. Penentuan jenis batubara secara makroskopis didasarkan padalitotipe, sedangkan secara mikroskopis menggunakan konsep maseral dan
mikrolitotipe (Tabel 2.2).Tabel 2.2 Klasifikasi mikrolitotipe pada batubara (dari Stach dkk, 1982)
MIKROLITOTIPE KOMPOSISI MASERAL KELOMPOK
-
5/26/2018 Geologi Batubara
20/21
VitriteLiptiteInertite
>95% Vitrinite>95% Liptinite>95% Inertinite
Monomaceralic
ClariteDurite
Vitrinertite
>95% Vitrinite + Liptinite>95% Inertinite + Liptinite
>95% Vitrinite + Inertinite
Bimaceralic
DuroclariteVitrinertoliptite
Clarodurite
(Vitrinite+Liptinite+Inertinite each >5%)
Vitrinite > Liptinite, Inertinite
Liptinite > Vitrinite, InertiniteInertinite > Vitrinite, Liptinite
Trimaceralic
II.5.7 Metoda Penentuan dan Model Lingkungan Pengendapan
Penafsiran lingkungan pengendapan batubara dalam petrografi batubara
menggunakan model lingkungan pengendapan dari Diessel (1986), Calder(1991) dan Mukhopadhyay (1989). Penafsiran lingkungan pengendapan
pada model-model tersebut didasarkan pada konsep maseral, yang manakehadiran beberapa maseral tertentu dalam batubara akan memberikan
pendekatan mengenai awal terbentuknya batubara.
1. 1. Model lingkungan pengendapan menurut Diesel (1986)Diesel (1986) telah menerapkan modelnya pada batubara yang berumur
Perm di lembah Hunter dan Gunnedah yang termasuk dalam cekunganSydney, Australia. Model ini juga telah banyak diaplikasikan dibeberapa
lapangan batubara di dunia. Penentuan lingkungan pengendapan padamodel ini digunakan perbandingan antara harga Gelification Index(GI)
dengan Tissue Preservation Index(TPI) yang kemudian diplotkan dalamdiagram.
1. 2. Model lingkungan pengendapan menurut Calder,dkk(1991)
Calder, dkk (1991) mengusulkan perbandingan antara Vegetation Index(VI)dan Ground Water Index(GWI) dipakai sebagai parameter untukmenentukan lingkungan pengendapan. Model ini secara lebih rinci
mengklasifikasikan lingkungan pengendapan batubara ditinjau dari asalmaterial organik pembentuk batubara dan kedalaman muka air (hydrologicregime).
1. 3. Model lingkungan pengendapan modifikasiMukhopadhyay (1989)
Mukhopadhyay (1989) mendasarkan asosiasi maseral untuk menentukanfasies batubara di cekungan Mosehopotanus, Greece, Athena, Yunani pada
-
5/26/2018 Geologi Batubara
21/21
endapan batubara Tersier. Asosiasi maseral yang dipakai merupakan
meseral-maseral yang dapat memberikan gambaran mengenai komunitastumbuhan, tipe pengendapan, potensi reduksi-oksidasi, dan susunan
batubara pada sistem lingkungan pengendapan batubara (Gambar 2.16).Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Teichmuller, 1982 (dalam Stach dkk,
1982), yang menyatakan bahwa faktor yang menentukan fasies batubarayaitu komunitas tumbuhan, tipe pengendapan, potensi reduksi-oksidasi, dan
susunan batubara.
http://iptekduniapertambangan.blogspot.com/2011/12/geologi-batubara.html
http://iptekduniapertambangan.blogspot.com/2011/12/geologi-batubara.htmlhttp://iptekduniapertambangan.blogspot.com/2011/12/geologi-batubara.htmlhttp://iptekduniapertambangan.blogspot.com/2011/12/geologi-batubara.html
top related