fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas … · 2013-07-22 · perpustakaan.uns.ac.id...
Post on 04-Feb-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN
( STUDI TENTANG KEBIJAKAN MANGKUNEGORO VII , 1916 – 1944 )
SKRIPSI
Oleh:
Nova Yunanto Putro
NIM: K 4407032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN
( STUDI TENTANG KEBIJAKAN MANGKUNEGORO VII , 1916 – 1944 )
Oleh :
Nova Yunanto Putro
NIM: K 4407032
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Nova Yunanto Putro. K4407032. URBAN DEVELOPMENT OF
MANGKUNEGARAN (VII Mangkunegara Policy Studies, 1916 - 1944).
Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Eleven
March Surakarta University, April 2011.
The purpose of this research was to describe: (1) Development of the city
of Mangkunegaran 1916-1944, (2) Layout of the city of Mangkunegaran 1916-
1944.
The purpose of the research, was historical method with the heuristic step,
critical, interpretation, and historiography. The data of the study were primary
sources and secondary sources. Collecting data technique was by literature
studies. The technical analysis data was historical analysis, by conducting internal
and external criticism.
Based on this research, it can be concluded that: (1) Financial condition
Praja Mangkunegaran which gradually improved and the surplus is pushed
Mangkunegoro VII to perform the allocation of funds for development, especially
in Praja Mangkunegaran. Development carried out in the field of education,
irrigation, agriculture, urban infrastructure construction. Since the early twentieth
century in Praja Mangkunegaran has done a series of reforms in the areas of
government policy. Although all Mangkunagoro policy and its implementation in
the field is not free from the supervision of the Dutch colonial government.
Renewal in various fields, especially the urban development of facilities for
Mangkunagoro VII is seen as a requirement that can not be put off again, for the
development of the world requires people to follow the times. In the reign of
Mangkunegoro VII for 28 years (1916-1944) occurred toward the development of
modernization in education, transportation, urban infrastructure, and irrigation, (2)
Cultural and philosophical outlook on life and the concept of Java is evident in
every policy taken Mangkunegoro VII in development in Praja Mangkunegaran.
Surakarta has the dualism in his hometown of spatial concepts. First as a center of
power of Mataram apply the concept of Javanese cosmology, while the city since
its foundation has received intervention by foreign powers, the city is also
applying the concept of the colonial city. The concept of "civic center" has been
applied in urban areas Mangkunegaran. In this concept of constitutional
government headquarters of the municipal complex located in one region.
Construction of facilities, infrastructure and office buildings were also constructed
in Praja Mangkunegaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Nova Yunanto Putro. K4407032. PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI
PRAJA MANGKUNEGARAN ( Studi Tentang Kebijakan Mangkunegara
VII , 1916 – 1944 ). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Pembangunan
kota di Praja Mangkunegaran tahun 1916-1944; (2) Tata ruang di Praja
Mangkunegaran tahun 1916-1944.
Sejalan dengan metode dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan metode historis dengan langkah-langkah
heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa sumber primer dan sumber sekunder. Teknik
pengumpulan data dengan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis historis, dengan melakukan kritik ekstern dan intern.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Kondisi keuangan
Praja Mangkunegaran yang berangsur-angsur membaik dan mengalami surplus ini
mendorong Mangkunegoro VII untuk melakukan alokasi dana bagi pembangunan
khususnya di Praja Mangkunegaran. Pembangunan dilakukan di bidang
pendidikan, irigasi, pertanian, pembangunan sarana perkotaan. Sejak awal abad
XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan pembaharuan
dalam bidang pemerintahan. Walaupun segala kebijaksanaan Mangkunagoro dan
pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas dari pengawasan Pemerintah
Kolonial Belanda. Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan
sarana perkotaan bagi Mangkunagoro VII dipandang sebagai kebutuhan yang
tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat
untuk mengikuti perkembangan zaman. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro
VII selama 28 tahun (1916-1944) terjadi perkembangan ke arah modernisasi di
bidang pendidikan, transportasi, infrastruktur perkotaan , dan irigasi ; (2) Budaya
dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam setiap
kebijaksanaan yang diambil Mangkunegoro VII dalam pembangunan di Praja
Mangkunegaran. Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang
kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep
kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan
intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial.
Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran. Pada
konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada
di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-
gedung perkantoran juga dibangun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Lila lamun kelangan ora getun
Trimo yen ketaman sokserik sameng dumadi
Legowo nelangsa srahing Batara
( Wedatama )
Tuwuh saking katresnan dhumateng para leluhur
Mangesthi kukuh adeging Nusa lan Bangsa
( KGPAA Mangkunegoro VII )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta
2. Dek agung, dan dek kikis tersayang
3. Sahabat-sahabatku
4. Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat
diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana
pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, atas segala bentuk
bantuannya, disampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi;
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Surakarta yang telah menyetujui permohonan ijin
penyusunan skripsi;
3. Ketua Program Studi Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ijin demi kelancaran penyusunan skripsi;
4. Dr. Hermanu Joebagyo, M.Pd., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan nasehat, waktu, serta kritikan yang membangun selama
memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
5. Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah
memberikan waktu, dan motivasi selama memberikan bimbingan dalam
penyusunan skripsi;
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis selama ini, mohon
maaf atas segala tindakan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Disadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, tetapi
diharapkan penulisan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan mahasiswa Program Pendidikan Sejarah pada khususnya.
Surakarta, April 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i
HALAMAN PENGAJUAN…………………………………………….. ii
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… iv
HALAMAN ABSTRAK………………………………………………… v
HALAMAN MOTTO…………………………………………………… vii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………. viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. xiii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………….. 1
B. Perumusan Masalah………………………………….. 7
C. Tujuan Penelitian…………………………………….. 7
D. Manfaat Penelitian……………………………………. 8
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………….. 9
A. Tinjauan Pustaka……………………………………… 9
B. Kerangka Berpikir……………………………………. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………….. 26
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………… 26
B. Metode Penelitian…………………………………….. 26
C. Sumber Data………………………………………….. 28
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………. 29
E. Teknik Analisis Data………………………………….. 30
F. Prosedur Penelitian……………………………………. 31
BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………….. 34
A. Pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran
Tahun 1916-1944 .......…….......................................... 34
B. Tata Ruang Kota di Praja Mangukunegaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Tahun 1916-1944........................................................... 57
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN………………… 65
A. Kesimpulan………………………………………….. 65
B. Impikasi……………………………………………… 68
C. Saran………………………………………………… 69
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 71
LAMPIRAN…………………………………………………………….. 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Autorisatie begrooting van kosten. 1941. Arsip
Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka .............. 75
Lampiran 2 : Autorisatie begrooting van kosten. 1940. Arsip
Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka .............. 76
Lampiran 3 : Supletie begrooting. 1941. Arsip Mangkunegaran.
Surakarta : Rekso Pustaka. .............. 77
Lampiran 4 : Overzichkaart Tirtonadi. Tanpa tahun. Arsip
Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka .............. 78
Lampiran 5 : Gambar R.M.A Soeryo Soeparto .............. 79
Lampiran 5 : Gambar Pasukan Kavaleri Legiun Mangkunegaran .............. 79
Lampiran 6 : Gambar Suasana Kota Surakarta Awal Abad XX .............. 80
Lampiran 6 : Gambar Benteng Vastenberg .............. 80
Lampiran 7 : Gambar Waduk Tirtomarto dan Waduk Tengklik .............. 81
Lampiran 8 : Gambar Gedung SSS dan komplek puro
MangkunegaranKawasan Partinituin di Manahan .............. 82
Lampiran 9 : Gambar Kios-kios toko dikawasan Pasar Pon dan
Partinituin di Manahan .............. 83
Lampiran 10 : Gambar Kawasan Koesoemowardani plein dan
Gambar Gedung Sekolah Siswo ( H.I.S ) .............. 84
Lampiran 11 : Gambar KGPAA Mangkunegoro VII ( 1916 –
1944 ) .............. 85
Lampiran 12 : Peta Pulau Jawa, disertai batas-batas Praja M.N .............. 86
Lampiran 13 : Peta Praja M.N dengan skala 1 : 750.000 .............. 87
Lampiran 14 : Laporan Kontrolir Wonogiri A. Muhlenfeld,
tertanggal 1 Maret 1914 .............. 88
Lampiran 15 : De Plechtigheid in het Mangkoenegoroschie
Vorstenhuis .............. 89
Lampiran 16 : PUSTAKA PRAJA ( RIJSBLAD) tahun 1920
No.17 .............. 91
Lampiran 17 : Z.H.K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII G.K. Ratoe
Timoer. Dharmo Kondho. 19 Mei 1941. .............. 92
Lampiran 18 : Gambar Silsilah Keluarga MN VII .............. 97
Lampiran 19 : Surat permohonan ijin menyusun skripsi .............. 98
Lampiran 20 : Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin
penyusunan skripsi .............. 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Halaman 75 : Autorisatie begrooting van kosten. 1941. Arsip
Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka
Halaman 76 : Autorisatie begrooting van kosten. 1940. Arsip
Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka
Halaman 77 : Supletie begrooting. 1941. Arsip Mangkunegaran. Surakarta :
Rekso Pustaka.
Halaman 78
Halaman 79
Halaman 79
Halaman 80
Halaman 80
Halaman 81
:
:
:
:
:
:
Overzichkaart Tirtonadi. Tanpa tahun. Arsip
Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka
Gambar R.M.A Soeryo Soeparto
Gambar Pasukan Kavaleri Legiun Mangkunegaran
Gambar Suasana Kota Surakarta Awal Abad XX
Gambar Benteng Vastenberg
Gambar Waduk Tirtomarto dan Waduk Tengklik
Halaman 81
Halaman 82
Halaman 82
Halaman 83
:
:
:
:
Gambar Kawasan Partinituin di Manahan
Gambar Kawasan Koesoemowardani plein
Gambar Gedung Sekolah Siswo ( H.I.S )
Gambar KGPAA Mangkunegoro VII ( 1916 – 1944 )
Halaman 84 : Peta Pulau Jawa, disertai batas-batas Praja M.N
Halaman 85 : Peta Praja M.N dengan skala 1 : 750.000
Halaman 86 : Laporan Kontrolir Wonogiri A. Muhlenfeld, tertanggal 1
Maret 1914
Halaman 87 : De Plechtigheid in het Mangkoenegoroschie Vorstenhuis
Halaman 90 : PUSTAKA PRAJA ( RIJSBLAD) tahun 1920 No.17
Halaman 93 : Z.H.K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII G.K. Ratoe Timoer.
Dharmo Kondho. 19 Mei 1941.
Halaman 97 : Gambar Silsilah Keluarga MN VII
Halaman 98
Halaman 99
:
:
Surat permohonan ijin menyusun skripsi
Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdirinya Pura Mangkunegara merupakan hasil dari sebuah peristiwa
besar, pecahnya kerajaan Mataram di Jawa menjadi Kasunanan Surakarta dan
Praja Mangkunegaran. Praja Mangkunegara berdiri sejak 1757 pada saat RM.
Said sebagai penguasa pertama di Praja Mangkunegara. Selanjutnya tahun demi
tahun pemerintahan di Mangkunegaran dipegang oleh para Mangkunegara yang
bergelar K.G.P.A.A. Mangkunegara (Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati
Mangkunegara). Dalam kebijakan pemerintahan yang dijalankan pada setiap masa
pemerintahan inilah, muncul berbagai bangunan fasilitas publik yang berfungsi
sebagai penunjang kehidupan masyarakat, stabilisator kerajaan dan kepentingan
politik yang dijalankan bersama-sama dengan pemerintah Kolonial Belanda di
Surakarta ( Budihardjo, Eko, 1989 : 26 ).
Garis politik Pemerintah Kolonial Belanda yang bertujuan mengusahakan
kemakmuran serta perkembangan sosial dari penduduk Indonesia melalui Politik
Etis telah memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya
dan Praja Mangkunegaran pada khususnya( Marwati Djoened, 1984 : 34 ).Tahun-
tahun permulaan abad XX awal dilaksanakannya Politik Etis ditandai dengan
perkembangan ekonomi yang pesat dan perluasan-perluasan jabatan Pemerintah
Kolonial di Indonesia. Politik baru pemerintah Kolonial Belanda ini dikenal
dengan “ Politik Etis” yang bertujuan untuk menunjukkan adanya Een Eereschuld
( hutang kehormatan ) negara Belanda terhadap jajahannya sehingga mempunyai
kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan
otonomi penduduk Hindia Belanda ( Robert van Niel, 1984 : 51 ).Selama periode
1900-1925 telah banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintah kolonial, yaitu
dengan dijalankannya perubahan dan pembangunan yang cukup besar.
Pembangunan ini merupakan keharusan, antara lain desentralisasi, perbaikan
pertanian, pembangunan irigasi dan perbaikan kesehatan ( Sartono K, 1976 : 35 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Politik Etis lahir atas desakan golongan konservatif yang bersatu dengan golongan
agama, mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan kesejahteraan penduduk pribumi,
2. Berangsur-angsur menumbuhkan otonomi serta disentralisasi politik di
Hindia Timur – Belanda ( Akira N,1989 : 11 ).
Dengan adanya perubahan ini pemerintah Belanda mulai memperhatikan
kemakmuran dan kemajuan penduduk pribumi, dan menganggap dirinya sebagai
pelindung yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada
penduduk daerah kolonial dalam usaha ke arah kemajuan dan kesejahteraan
mereka.
Perkembangan politik kolonial sangat mempengaruhi keadaan di
Vorstenlanden. Efisiensi, kemakmuran, dan ekspansi adalah slogan dari politik
baru kolonial yang memerlukan campurtangan yang lebih langsung dan lebih
tegas dari pemerintah Belanda dalam kehidupan masyarakat. Di Vorstenlanden
para residen berpandangan bahwa mereka mempunyai tugas utama untuk
menyadarkan pemerintah Vorstenlanden untuk selalu memperhatikan kepentingan
dan kemakmuran rakyat, dan jika perlu meminta campur tangan pemerintah
kolonial Belanda ( Larson,G.D, 1990 : 28 ).
Mangkunegaran yang merupakan salah satu daerah swapraja tentu saja
mempunyai progam kerja untuk memajukan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyatnya. Mangkunegaran berusaha memperkuat ekonominya dengan jalan
mengelola perkebunan maupun perusahaan milik Praja sendiri. Sedangkan
sumber-sumber keuangan lainnya adalah hasil penarikan pajak, retribusi, bunga
dan pelunasan modal, dan surat-surat berharga ( Th.M.Metz,1986 : 96 ). Dengan
adanya sumber-sumber keuangan inilah perekonomian Mangkunegaran menjadi
kuat dan mendukung pembangunan di Praja Mangkunegaran. Mangkunegoro VI
pada tahun 1912 telah berhasil mengembalikan Mangkunegaran menjadi Praja
yang cukup kaya. Beberapa tahun setelah keberhasilannya ini Mangkunegoro VI
berniat untuk turun tahta, dan ia menyatakan keinginannya kepada residen
Belanda di Surakarta, karena terjadinya pergantian tahta di daerah Swapraja saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
itu harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda. Keinginannya tersebut baru
dikabulkan satu tahun kemudian, dan sebagai penggantinya ditunjuklah Raden
Mas Soeryo Soeparto, anak angkatnya, yang sebenarnya putra Mangkunegoro V
dari selir, seperti diuraikan oleh Parto Hudoyo :“ Ingkang kakarsakaken
anggentosi keprabon jumeneng ngasto pusaraning praja Mangkunegaran kaleres
putro kapenakan, putro dalem swargi KGPAA Mangkunegoro V saking garwa R
Purnamaningrum “( Parto Hudoyo,tt : 74 ).
Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut
: “ Yang ditunjuk untuk menduduki tahta kerajaan Mangkunegaran adalah
keponakan Mangkunegoro VI yang merupakan putra KGPAA Mangkunegoro V
yang lahir dari selir R.Purnamaningrum”. Jadi sebenarnya Soeryo Soeparto
adalah keponakan Mangkunegoro VI, yang kemudian diangkat sebagai anak.
Dengan mempertimbangkan berbagai pengalaman serta kecakapan yang dimiliki
oleh Soeryo Soeparto , maka dari itu para pembesar kadipaten Mangkunegaran
dengan persetujaun pemerintah Belanda mengangkatnya sebagai kepala
pemerintahan di Praja Mangkunegaran, menggantikan Mangkunegoro VI. Ia
dinobatkan sebagai pemegang tahta Mangkunegaran pada 3 Maret 1916, dengan
gelar Pangeran Adipati Prang Wadono , suatu gelar yang dipakai oleh pemegang
tahta Praja Mangkunegaran yang pada saat dinobatkan belum mencapai usia 40
tahun ( Citrosentono, 1921 : 15 ). Pada masa Mangkunegoro VII ( 1916-1944 ),
pada tahun pertama pemerintahan dikeluarkan dana yang cukup besar untuk
membangun jembatan, jalan, bangunan irigasi, pendirian sekolah-sekolah, dan
pembangunan sarana kepentingan umum lainnya. Setiap tahun pada hari
peringatan penobatannya, Mangkunegoro VII mengumpulkan keluarganya,
pegawai, para perwira dan tamu dari kalangan rakyat dengan memberi wejangan
kepada mereka dan menguraikan rencana kerja untuk mengadakan perbaikan pada
tahun berikutnya ( Larson,G.D, 1990 : 105 ).
Sejak awal abad XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian
kebijakan pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Berbeda dengan
pembaharuan-pembaharuan dalam bidang lainnya seperti: birokrasi, pengaturan
keuangan, pembangunan, maka bidang pendidikan secara politis tidak banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mendapatkan pencekalan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Walaupun segala
kebijakan Mangkunagara dan pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas dari
pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda. Beberapa bangunan fasilitas publik
dibangun oleh Pura Mangkunegaran dan Pemerintahan Kolonial Belanda, untuk
menunjang stabilitas pemerintahan dan harkat hidup masyarakat.
Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana
perkotaan bagi Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk
mengikuti perkembangan zaman. Pembangunan sarana dalam bidang pendidikan
dilakukan Mangkunegara VII dengan melanjutkan pengelolaan Sekolah Siswo
dan Studiefonds, serta memprakarsai berdirinya Sekolah Siswarini dan Sekolah
Van Deventer, juga memperkenalkan pendidikan non formal berupa les-les bahasa
asing, khususnya bahasa Belanda dan kursus keterampilan (menjahit, melukis,
membuat patung, mengukir).
Pembangunan sarana dalam bidang irigasi ditandai dengan adanya
perbaikan sistem irigasi di pabrik gula milik Mangkunegaran. Untuk
meningkatkan produksi pangan dibangun sarana irigasi karena daerah Praja
Mangkunegaran bagian selatan (Wonogiri) terdiri dari daerah yang berbukit-bukit
dan hutannya telah mengalami kerusakan. Sebagai akibatnya ketika hujan, airnya
tidak sempat tersimpan oleh tanah. Pada musim kemarau keadaan tanah menjadi
kering kerontang, akibatnya tanah itu tidak dapat ditanami. Selama lima tahun
Dinas Irigasi Praja (Rijk Waterstaat) yang dipimpin oleh seorang arsitek Belanda,
bernama F.E Wolf telah mendirikan sejumlah sarana perairan di wilayah Praja
Mangkunegaran. Adapun bangunan ini ialah: Temon, Wiroko, Kebon Agung,
Kedung Uling, dan Plumbon.
Pada awalnya Kota Surakarta secara tidak disadari berkembang mengikuti
pola pemukiman Belanda di daerah seberang, yang berkembang dari sebuah loji
kecil kecil, menjadi kota faktori, dan kota dagang besar. Kota-kota di Jawa, pada
perkembangan sejarahnya memiliki berbagai karakter dan sifatnya yang khas.
Surakarta dan Yogyakarta yang dulunya adalah sebuah kerajaaan besar , yaitu
Kerajaan Mataram Islam ( Sri Margana, 2010 : 28 ). Konsep kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
sebagai “Solo Berseri” sebenarnya telah muncul sejak masa pemerintahan
Mangkunegara VII. Hal in ditandai dengan pembangunan sarana umum antara
lain: Taman Tirtonadi, Minapadi, Partimah Park, Societeit Sasono Suko (SSS).
Taman Tirtonadi dibangun dengan memanfaatkan air Kali Pepe yang terjun
melalui pintu air Kali Anyar. Nama Partimah Park berasal dari nama puteri
bungsu Mangkunegara VII. Taman ini berada di sebelah timur Taman Tirtonadi.
Dan setiap sore menjadi area bermain bagi anak-anak dengan beraneka ragam
permainan seperti ombak banyu, timbangan (jungkat-jungkit), bandulan (ayunan).
Societeit Sasono Suko (SSS) mulai dibangun pada tahun 1918 oleh seorang
arsitek pribumi yang bernama Atmodirono. Masyarakat awam menamakan
gedung ini dengan “Kamar Bola” karena bangunan klasik yang bagian depannya
dilengkapi dengan ornamen candi ini setiap malam selalu dipakai oleh orang-
orang Belanda untuk bermain bola sodok atau billiard.
Pembagian wilayah kota atas kampung-kampung yang memiliki
spesifikasi tertentu membentuk toponimi yang dapat dibagi dalam beberapa
kelompok menurut nama atau gelar figur penting, nama kelompok abdi dalem,
aktivitas setempat, maupun bentukan baru (Hari Mulyadi, dan Soedarmono dkk,
1999: 178-180). Secara historis kota kolonial, termasuk Surakarta, memisahkan
pemukiman penduduk berdasarkan garis warna. Namun pada perkembangan
berikutnya kota tidak lagi membagi berdasarkan ras (etnis). Dengan adanya
pembangunan perumahan, perbaikan ekonomi, mobilitas sosial masyarakat
pribumi, telah menjurus pada pemisahan pemukiman berdasarkan kelas sosial.
Wilayah kelas teratas tidak lagi dihuni orang Eropa saja, tetapi juga oleh
usahawan-usahawan lokal, jenderal-jenderal pribumi, dan pejabat-pejabat tinggi
pemerintah. Dengan kata lain pemukiman kelas atas terdiri dari berbagai macam
etnis (Evers, 1986: 57).
Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya.
Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa,
sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh
kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Kedua konsep ini
tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan filosofi masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan adanya percampuran cara
hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya yang berseberangan yaitu
antara budaya Timur dan budaya Barat (Kusumastuti, 2004: 28). Pada pola
pemukiman di Praja Mangkunegaran, konsep pembuatan jaringan jalan dibangun
menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep arah jalan
tradisional. Daerah kota Mangkunegaran menunjukkan model pembangunan jalan
bergaya Eropa dengan pembuatan taman-taman di antara pertigaan dan
perempatan jalan (Het Begrooting van Mangkoenagoroshe Rijk over het jaar
1920).
Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga
dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung
pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung
pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun
Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan
beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat.
Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan
Umum Mangkunegaran.
Dengan berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengambil
Judul : “ Perkembangan Perkotaan Di Praja Mangkunegaran ( Studi tentang
kebijakan Mangkunegara VII , 1916 – 1944 ) “
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,
maka penulis merumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-
1944.
2. Bagaimana tata ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-
1944.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pambangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun
1916-1944.
2. Mengetahui tata ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-
1944.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Menambah khasanah pengetahuan, yaitu dapat memberikan
pengetahuan tentang pembangunan Kota di Praja Mangkunegaran
tahun 1916 – 1944.
2. Menambah wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca tentang pembangunan Kota dan tata ruang Kota di Praja
Mangkunegaran tahun 1916 – 1944.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Manfaat Praktis
1. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana
Kependidikan Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Untuk menambah koleksi perpustakaan Progam Studi Pendidikan
Sejarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kota
Menurut Bintarto ( 1984: 36 ), kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan
kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang
materialistis; atau dapat diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang
cukup besar dengan corak kehidupan yang heterogen dan materialistis
dibandingkan bengan baerah belakangnya.
Mater melihat kota sebagai tempat pemukiman penduduknya; baginya yang
penting dengan sendirinya bukanlah rumah tinggal, jalan raya, rumah ibadat,
kantor, taman, kanal dan sebagainya, melainkan penghuni yang menciptakan
segalanya itu. Mumfort lebih melihat kota sebagai suatu tempat pertemuan yang
berkiblat keluar. Max Weber memandang suatu tempat itu kota, jika penghuninya
sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat.
Christaller menunjukan fungsi kota sebagai penyelenggaran dan penyediaan jasa-
jasa bagi sekitarnya; kota itu pusat pelayanan ( Short, 1982 : 3-6). Sjoberg melihat
lahirnya kota lebih dari timbulnya suatu golongan spesialis non-agraris, di mana
yang berpendidikan merupakan bagian penduduk yang terpenting. Mereka itu
adalah para literati yakni golongan pujangga, sastrawan dan ahli keagamaan.
Sedangkan Harris dan Ullman melihat kota sebagai pusat untuk permukiman dan
pemanfaatan bumi oleh manusia; buktinya pertumbuhan kota pesat dan mekarnya
terus-menerus. Tetapi sambil mekar terjadi masalah pemiskinan bagi manusianya,
sehingga muncul berbagai masalah sosial ( Bintarto,1984 : 8 ). Sehingga dapat
dikatakan kota adalah suatu kawasan yang biasanya memiliki ciri-ciri: jumlah
penduduk yang relatif padat dibanding dengan kawasan sekitarnya, hubungan
kekerabatan masyarakatnya longgar, penduduknya memiliki berbagai ragam
profesi yang bersifat nonagraris, terdapat berbagai macam fasilitas umum relatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
lebih beragam dan modern dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Penduduknya
dalam bekerja menggunakan manajemen yang lebih profesional dan
masyarakatnya lebih memiliki kompleksitas kebutuhan dan kepentingan.
Pemahaman kota untuk kurun waktu tertentu dengan kurun waktu yang lain juga
berbeda.
Di Jawa istilah kota dapat di identikan dengan sistem pemerintahan yang
berpolitik, yaitu keraton. Orang Jawa zaman dahulu jika menyebut kota atau
keraton dan penduduk sekitarnya menggunakan istilah negari ( bahasa Jawa
).Pada awalnya kota dapat di identikkan dengan keraton. Istilah nagari mirip
dengan bunyi negara yang berarti , suatu lembaga yang memiliki sistem
pemerintahan yang berpolitik dan memiliki warga. Istilah ini memiliki
keterkaitan asal usul kata sehingga akan semakin jelas bahwa kota terbentuk
karena menonjol sistem pemerintahannya. Menurut J. Gonta ( 1973 : 480 ) dalam
bahasa Sansekerta, kota dapat diartikan sebagai benteng atau pertahanan. Dalam
bahasa Melayu, kota diartikan sebagai desa yang dipertahankan, atau sebagai satu
kesatuan politik. Dengan demikian, cirri khas kota yang menonjol adalah peran
politiknya. Seiring perkembangan zaman khususnya di Jawa tidak hanya memiliki
sistem politik saja, tetapi juga sebagai pusat industri, perdagangan dan sebagainya.
Di Jawa ciri kota antara lain meliputi : 1) keraton ( pusat pemerintahan ); 2) alun-
alun yang terletak di depan keraton; 3) masjid disebelah kiri alun-alun ; dan 4)
pasar tradisional di depan alun-alun keraton. Secara sosial, di Jawa, cirri - ciri
lokasi pusat-pusat kegiatan diatas cenderung memiliki lokasi yang berdekatan,
karena kebiasaan masyarakat Jawa hidup secara komunal ( Hariyono , 2007 : 59 ).
Awal terjadinya permukiman disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah perpindahan penduduk hingga menetap pada suatu wilayah.
Kota tumbuh dengan sendirinya selanjutnya manusia mengembangkan untuk
kebutuhannya, selain itu ada juga kota yang tumbuh karena direncanakan. Dengan
demikian kota dapat diartikan sebagai berikut. Dalam arti sempit, kota merupakan
perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
ekonomi, politik dan budaya di suatu wilayah.Dalam arti luas, kota merupakan
perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
ekonomi, politik, dan budaya di suatu wilayah dalam hubungannya dan pengaruh
timbal balik dengan wilayah lain.Kota, adalah tempat tinggal dari beberapa ribu
penduduk atau lebih. Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban
yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan
penduduk, kepentingan, atau status hukum.
Kota ditinjau dari segi fisik morfologis adalah suatu daerah tertentu dengan
karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan dimana
sebagian besar tertutup oleh bangunan, kepadatan bangunan khususnya
perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan
pemukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan pemukiman kedesaan
di sekitarnya. Sementara itu daerah yang bersangkutan sudah/mulai terjamah
fasilitas kota. Sedangkan secara fisik kota adalah area-area terbangun di perkotaan
yang terletak saling berdekatan, yang meluas dari pusatnya hingga keluar daerah
pinggiran kota. Ditinjau dari segi yuridis administrative kota dapat didefinisikan
sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah Negara dimana keberadaannya diatur
oleh Undang-Undang (peraturan tertentu), daerah mana dibatasi oleh batas-batas
administrative yang jelas yang keberadaannya diatur oleh Undang-
Undang/peraturan tertentu dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan
berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur
wilayah kewenangannya.
Menurut Sujarto (1970 : 18 ), kota merupakan kesatuan masyarakat yang
heterogin dan masyarakat kota mempunyai tingkat tuntutan kebutuhan yang lebih
banyak apabila dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Sedangkan menurut
Bintarto (1977 : 35 ) kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup
besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogin dan materialistis dibandingkan
dengan daerah belakangnya.
Bagi masyarakat di Praja Mangkunegaran, praja atau kota praja bukan
hanya suatu pusat politik dan budaya, tetapi merupakan pusat keramat. Keraton
adalah tempat bersemayam raja dan raja merupakan sumber-sumber kekuatan
kosmis yang mengalir di daerah-daerah yan membawa ketentraman, keadilan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kesuburan. Paham ini terungkap dengan sangat jelas dalam gelar para penguasa
keempat wilayah Jawa Tengah hasil perpecahan kerajaan Mataram. Kedua
penguasa di Yogyakarta menyebut diri Hamengku Buwana (yang memangku
jagad raya), dan Paku Alam. Para penguasa Surakarta menyebut dirinya Paku
Buwana dan Mangkunagoro (yang memangku negara). Pandangan tentang
keraton sebagai pusat kekuasaan kosmis menentukan paham negara, kekuatan
yang ada di pusat semakin menjauh akan semakin redup, dan bahkan hilang.
Begitu juga menurut filsafat politik Jawa, negara itu paling padat di pusat, didekat
raja. Dari ibukota kekuatan raja memancar sampai kedesa-desa. Kekuatan itu ada
karena seluruh kekuatan itu menjaga keraton dan memberikan perlindungan serta
memberi keselamatan pada para penghuninya.
Fungsi kota di Praja Mangkunegaran sebagai pusat pemerintahan yang
menerapkan konsep ”civic center”. Berbagai kantor pusat pemerintahan
ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana
dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Pembagian
wilayah kota atas kampung-kampung yang memiliki spesifikasi tertentu
membentuk toponimi yang dapat dibagi dalam beberapa kelompok menurut nama
atau gelar figur penting, nama kelompok abdi dalem, aktivitas setempat, maupun
bentukan baru. Di wilayah Praja Mangkunegaran, beberapa kampung juga
berfungsi sebagai tempat pemukiman kompleks pejabat praja seperti kampung
Tumenggungan. Kampung Tumenggungan merupakan tempat tinggal para pejabat
yang memegang peranan dalam sistem birokrasi pemerintahan Praja
Mangkunegaran, mengingat para pejabat yang tinggal di kampung ini bergelar
Tumenggung. Sementara kampung Punggawan merupakan tempat pemukiman
para pejabat tingkat rendah dan abdi dalem.
Tempat pemikiman lain yang terdapat di Mangkunegaran menunjukkan
nama-nama para bangsawan lama yang sebelum era P.A.A Mangkunagoro IV
memperoleh lahan sebagai tempat tinggalnya. Kampung Mangkubumen dahulu
merupakan tempat tinggal Mangkubumi. Kampung Timuran yang berarti tempat
tinggal putra dari selir Mangkunagoro ketika masih kecil (alit : masih timur)
Wilayah pemukiman lain adalah kampung Stabelan yang merupakan tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pemukiman pasukan artileri Mangkunegaran (constable). Kampung Jageran
sebagai tempat pemukiman pasukan penggempur Mangkunegaran dan kampung
Kestalan sebagai tempat kandang kuda (staal) milik pasukan kavaleri legiun
Mangkunegaran.
Pada wilayah kota Mangkunegaran terdapat daerah elite orang Eropa yang
dikenal dengan Villapark. Lingkungan Villapark dinyatakan sebagai lingkungan
elit dengan peraturan tersendiri yang dapat dilihat dari Undang-Undang tentang
penggunaan tanah negara di Surakarta, khususnya daerah Mangkunegaran.
Peraturan tentang penggunaan tanah negara di Mangkunegaran tidak meliputi
daerah Villapark, karena daerah ini sudah mempunyai peraturan tersendiri yang
ditetapkan tanggal 1 November 1913 (Rijksblad Mangkunegaran, 15 Januari
1918. No 1. Tahun 1918, artikel no.2 Pasal 3). Lingkungan Villapark dihuni oleh
sebagian besar orang Eropa yang bekerja di sektor perkebunan.
2. Tata Ruang Kota
Tata ruang kota dikatakan sebagai ilmu interdisiplin. Maksudnya,
pengetahuan dan ilmu tata ruang tidak semata meliputi satu disiplin ilmu
pengetahuan. Disiplin pengetahuan adalah suatu kecanggihan yang
dikembangkan untuk memikirkan dan mendalami permasalahan yang sudah
lama menarik perhatian dan menjadi kepedulian pemerhati yang gemar
berpikir. Tata ruang kota adalah bentuk penggunaan lahan yang ada dikota untuk
keperluan tertentu ( jalan , perkantoran, taman, pemukiman dsb ). Daerah
perkotaan umumnya mempunyai tata ruang yang terencana dengan baik, terutama
peningkatan praarana perkotaan yang meliputi tujuh bidang (penyediaan air
bersih, drainase yang baik, pengolahan sampah, sanitasi lingkungan, perbaikan
kampung, pemeliharaan jalan kota, perbaikan sarana dan fungsi pasar).
Tata ruang merupakan kegiataan untuk menjadikan suatu ruang itu
menjadi seperti yang direncanakan. Tata atau penataan dapat diartikan sebuah
perencanaan yang disusun secara berurutan dan terarah. Sedangkan pengertian
ruang terdapat dua pengertian, yaitu ruang tak terbatas dan ruang terbatas. Para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pemikir Barat cenderung memahami ruang yang bersifat tak terbatas, sedangkan
para pemikir Timur, khususnya Jawa cenderung memehami ruang secara terbatas.
Kecenderungan ini disebabkan paham rasianalisme yang bersifat progresif telah
lama berkembang di Barat, sedangkan di Timur paham rasionalisme baru
berkembang akhir-akhir ini ( Hariyono , 2007 : 5 ). Ruang merupakan alih kata
space untuk Bahasa Indonesia. Dalam Oxford English Dictionary disebutkan
,space berasal dari kata Latin spatium yang berarti terbuka luas, memungkinkan
orang melakukan kegiatan dan bergerak leluasa didalamnya, dan dapat
berkembang tak terhingga. Ruang dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah rong
yang bererti suatu keadaan kosong yang terdapat pada batasan dua kerangka
utama yang menunjang atap. Rong juga berarti lubang tempat serangga bersarang
dan gua. Gagasan tersebut mengacu pada sesuatu yang terbatas, bervolume dan
nyata. Rong menurunkan kata rongga yang berarti ruang kosong yang terdapat
pada suatu benda. Dengan demikian, ruang dalam budaya Jawa memiliki batasan
yang sifatnya terbatas dan konkret. Secara mitos, ruang dalam pemahaman Jawa
adalah tempat yang bersifat konkret yang dihuni oleh makhluk hidup maupun
makhluk halus ( Tjahyono, 1990 : 29 ).
Tata ruang kota-kota di Jawa khususnya sebagian besar masih menganut
konsep kosmologi Jawa yang merupakan bagian dari konsep kosmogoni. Seorang
raja sering dianggap sebagai representasi dewa sekaligus penguasa kota.
Kepercayaan ini membawa pengaruh konsep kosmogoni untuk merancang
kotanya. Konsep kosmogoni adalah suatu pemahaman tentang kesejajaran antara
alam makrokosmos dan mikrokosmos dalam suatu pertautan dimuka bumi. Alam
semesta atau jagad raya diimitasikan dengan dunia manusia di alam jagad kecil.
Dalam konsep kosmogoni disebutkan bahwa kemakmuran dan ketentraman dunia
dapat dicapai dengan menyusun dunia manusia sebagai replica alam semesta.
Sebagai konsekuensinya kota kerajaan harus dirancang sesuai dengan gambaran
bagian – bagian alam semesta yang dihayati. Ibukota atau istana raja tidak hanya
sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan, melainkan juga sebagai pusat
kekuatan magis dari seluruh wilayah kerajaan. Dalam konsep kosmologi Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
yang digunakan untuk tata ruang terdapat kesatuan antara masyarakat, alam, dan
alam adikodrati serta kedudukan raja sebagai pemusatan kekuatan kosmis.
Dalam lingkaran pertama pandangan dunia Jawa, dunia luar dihayati
sebagai lingkungan kehidupan individu yang homogen, yang di dalamnya
manusia menjamin keselamatannya dengan menempatkan dunia ini sebagai
penghayatan terhadap masyarakat, alam dan alam adikodrati sebagai satu kesatuan
yang tak terpecah-belah. Dari tingkah laku yang tepat terhadap kesatuan itu
tergantung keselamatan manusia. Masyarakat dan alam merupakan lingkup
kehidupan masyarakat Jawa sejak lahir. Melalui masyarakat, manusia
berhubungan dengan alam.
Konsep kehidupan masyarakat bagi orang Jawa merupakan sumber rasa
aman, begitu pula alam dihayati sebagai kekuasaan yang menentukan keselamatan
sekaligus kehancurannya. Dasar kepercayaan Jawa atau Jawanisme adalah
keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pada hakekatnya adalah
satu, atau merupakan suatu kesatuan hidup. Jawanisme memandang kehidupan
manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian hidup
manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman
yang religius (Mulder, 1973 : 36 ). Apa yang dialami manusia sejak dilahirkan
sampai pada kematian atau kejadian yang dialami manusia selama manusia hidup
selalu terkait dengan kekuatan dari alam lain (adikodrati/gaib). Alam pikiran Jawa
merumuskan bahwa kehidupan manusia berada dalam dua kosmos yaitu
makrokosmos (jagad gede) dan mikrokosmos (jagad cilik) yang saling
berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Makrokosmos merupakan lukisan atau
gambaran dari mikrokosmos, sebaliknya mikrokosmos pun adalah lukisan dari
makrokosmos. Hal ini didasarkan bahwa hakekat segala yang ada di dunia ini
adalah satu. Di satu pihak, makrokosmos adalah sikap dan pandangan hidup
terhadap alam semesta yang dianggap sebagai alam yang mengandung kekuatan
supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat wadi (misterius). Di lain
pihak, mikrokosmos adalah sikap dan pandangan hidup terhadap jagad cilik
(manusia). Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan
keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
mikrokosmos, dalam mewujudkan ”keselamatan” dan ”kedamaian” seperti yang
sesuai dengan sifat-sifat ilahi.
Alam inderawi bagi orang Jawa merupakan ungkapan alam gaib. Alam
adalah ungkapan kekuasaan yang akhirnya menentukan kehidupan manusia.
Dalam alam ini manusia mengalami betapa sangat tergantung dari kekuasaan-
kekuasaan adidunia yang tidak diperhitungkan, yang disebut dengan alam gaib.
Kosmos, termasuk kehidupan benda-benda, peristiwa-peristiwa di dunia
merupakan suatu kesatuan eksistensi dimana setiap materiil dan spiritual
mempunyai arti yang jauh melebihi apa yang nampak (Mulder, 1984 : 18.) Bagi
orang Jawa alam empiris berhubungan erat dengan alam dengan alam metampiris
(alam gaib), mereka saling meresapi. Kepekaan terhadap dimensi gaib dunia
empiris menemukan ungkapannya dalam berbagai cara, misalnya upacara-upacara
religius. Kesatuan antara masyarakat, alam, dan alam adikodrati dilaksanakan
orang Jawa dalam sikap hormat terhadap nenek moyang (leluhur), roh-roh, dan
kekuatan halus. Bagi orang Jawa, kehidupan di dunia ini merupakan tempat
dimana kesejahteraannya tergantung dari apakah manusia berhasil menyesuaikan
diri dengan kekuatan-kekuatan gaib itu. Supaya roh-roh itu berkenan kepadanya
maka pada waktu-waktu tertentu dipersembahkan sesajen.
Masyarakat Jawa percaya bahwa tidak mungkin memisahkan sesuatu yang
sakral dari yang profan, yang bersifat kodrati dari yang bersifat adikodrati.
Kehidupan dalam kosmos alam raya dipandang sebagai sesuatu yang telah teratur
dan telah tersusun secara bertingkat (hierarkis). Kewajiban moril daripada segala
sesuatu yang ada ialah menjaga keselarasan hidup dengan segala tata tertib yang
dilambangkan dalam susunan alam semesta. Kekuasaan ilahi tersebut dinyatakan
dalam paham ketuhanan yang antara lain disebut sebagai kekuatan Brahma, Gusti,
Hyang Maha Kuasa, Hyang Murbeng Jagad, Hyang Tunggal, dan banyak lagi
sebutan lain yang merupakan perwujudan dari rasa Ketuhanan dalam alam pikir
Jawa.
Adapun sikap dan pandangan terhadap dunia manusia (mikrokosmos)
adalah tercermin pada kehidupan manusia dan lingkungannya, susunan manusia
dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
nampak mata (kasat mata). Tanpa adanya tata kehidupan yang nyata dan teratur
dalam dunia manusia (mikrokosmos), kehidupan manusia senantiasa berusaha
memahami arti dan kehidupan serta berusaha menemukan nilai-nilai baru untuk
diterapkan dalam bentuk kehidupan yang lebih sempurna. Keberhasilan manusia
dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar di dunia ini tergantung pada
kekuatan batin jiwanya.
Bagi orang Jawa, masyarakat, alam, dan alam adikodrati dirasakan sebagai
kesatuan terungkap dalam kepercayaan bahwa semua peristiwa alam empiris
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di alam metampiris (Franz Magnis Suseno,
1985:90). Apa yang terjadi di sisi realitas yang satu mempunyai kecocokan
dengan sisi satunya. Oleh karena itu manusia tidak boleh bertindak gegabah
seakan-akan masalahnya terbatas pada dimensi sosial dan alamiah saja. Dalam
segala tindak-tanduk manusia harus bersikap sedemikian rupa sehingga tidak
bertabrakan dengan berbagai roh dan kekuatan halus. Kepercayaan akan
keterkaitan antara peristiwa-peristiwa di dunia dan di alam gaib barangkali
merupakan salah satu latar belakang kepopuleran berbagai upacara.
Alam pikiran, sikap serta pandangan hidup tentang alam semesta
(makrokosmos) merupakan peninggalan konsep dari paham Hindu Jawa. Pada
dasarnya apabila setiap manusia melaksanakan tugas dan kewajiban hidupnya
(Dharma), dan berpegang pada aturan ilahi atau kekuatan Brahma yang berkuasa
atas kehidupan alam semesta, maka dia akan menuju pada keselamatan dunia serta
menciptakan kehidupan yang ”tata tenterem, kerta raharja” yaitu kehidupan yang
bahagia, aman, dan sejahtera. Di situlah letak hubungan khusus serta penyatuan
antara makrokosmos dan mikrokosmos dalam kehidupan orang Jawa.
3. Pembangunan Di Praja Mangkunegaran
Pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan
pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu
Negara bangsa menuju modernitas. Dari pengertian tersebut, maka muncul enam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
ide pokok. Pertama : pembangunan merupakan suatu proses. Berarti
pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara
berkelanjutan dan terdiri dari tahap – tahap yang di satu pihak bersifat independen
akan tetapi di pihak lain merupakan „ bagian‟ dari sesuatu yang bersifat tanpa
akhir . Kedua : pembangunan merupakan upaya secara sadar yang ditetapkan
sebagai suatu untuk dilaksanakan. Ketiga : pembangunan dilakukan secara
terencana. Keempat : rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan
dan perubahan. Kelima : pembangunan mengarah pada modernitas. Modernitas
disini diartikan antara lain sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik dari
sebelumnya, cara berfikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi
fleksibel.Keenam : modernitas yang ingin dicapai melalui bergai kegiatan
pembangunan bersifat multidimensional ( Siagan.P, 2000 : 5 ).
Kadipaten Mangkunegaran didirikan dan ditegakkan di atas hasil
perjuangan, bukan hadiah, sekalipun Mangkunegaran adalah vassal kompeni dan
di bawah Kasunanan Surakarta, bahwa dalam perjalan sejarahnya pengaruh
kompeni sangat besar terhadap Kadipaten Mangkunegaran. Namun semua ini
pada dasarnya karena kompeni ketakutan terhadap timbulnya kekuatan baru yang
menentangnya. Oleh karena perjuangan itu dijalankan bersama antara yang
dipimpin dan yang memimpin, tegasnya antara R. M. Said dan para pengikutnya,
maka hasil- hasil perjuangan tidak dimiliki oleh seseorag atau sekelompok orang,
melainkan dimiliki oleh bersama. Atas dasar inilah maka Praja Mangkunegaran
tidak menjadi milik pribadi pihak yang memimpin perjuangan, dan kemudian naik
tahta memimpin Mangkunegaran, tetapi juga milik para pengikutnya yang ikut
dalam perjuangan. Dengan pemahaman inilah, maka kontinuitas atau
kelanggengan menjadi target atau tujuan yang terus- menerus diperjuangakan
demi kelangsungan Praja Mangkunegaran sendiri. Ia diangkat menjadi raja
bergelar Pangeran Adipati Mangkunegoro, dan menguasai suatu daerah yang pada
tanggal 17 Maret 1757 luasnya 4000 cacah.Wilayah Kasunanan dan Kasultanan
dikemudian hari dikurangi oleh Deandels, yang harus mempertahankan Pulau
Jawa dari Inggris. Kemudian jaman Inggris, Sir Thomas Stamford Rafles
mendirikan kerajaan Paku-Alaman tahun 1813 dengan tanah diambil dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Kasultanan, dengan menunjuk Yogyakarta sebagai istananya. Setelah
pembentukan Paku Alaman, kemudian pada 21 Oktober 1813, daerah
Mangkunegaran diperluas, serta Pangeran Mangkunegoro memperoleh kebebasan
lebih banyak. Yang menjadi alasan untuk itu adalah suatu persekutuan antara
Sunan dan Sultan untuk melawan pemerintah Inggris. Alasan ini pula yang
digunakan untuk mendirikan Paku Alaman. Setelah perang Jawa ( 1825 – 1830 ),
maka pada 22 Pebruari 1830 wilayah Mangkunegaran diperluas lagi, yaitu dengan
tanah Ngawen. Yang memperluas ini adalah pihak Belanda , dengan mengambil
wilayah Sultan. Dan pada 22 September 1830 telah ditatapkan batas – batas
wilayah Mangkunegaran hingga tahun 1934. Namun setelah tahun 1900, batas –
batas wilayah Mangkunegaran diubah lagi dengan menukarkan beberapa tanah
dengan tanah Kasunanan, hal ini untuk menghindari adanya en clave ( tamah yang
terkurung oleh wilayah negara lain ).
Landasan juang RM.Said atau K.G.P.A.A Mangkunagoro I serta para
kawulanya tertumpu pada 3 langkah :
1. Mulat Sarira Hangrasa Wani (kenalilah dirimu sendiri)
2. Rumangsa melu Handarbeni (merasa ikut memiliki)
3. Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban untuk siap membela
kepentingan Praja)
Mulat sarira, hangrasa wani, sesungguhnya merupakan candrasengkala tahun
pendirian Mangkunegaran yakni tahun 1757 Masehi. Mulat sarira berarti
mengetahui diri sendiri dengan melakukan introspeksi yang perlu dihayati agar
dapat mengatasi rintangan yang menghalang-halangi perbaikan pribadi kita.
Introspeksi juga menimbulkan kesadaran kita akan keakraban kita dengan sesama,
alam, dan Tuhan.
Prinsip kedua Tri Darma ialah : Rumangsa Melu Handarbeni. Ucapan ini
disampaikan oleh RM. Said setelah dinobatkan sebagai Mangkunagoro I. Ucapan
ini ditujukan kepada para pengikut setianya untuk diteruskan kepada
keturunannya, serta rakyat. Rakyat harus menganggap daerah Praja
Mangkunegaran sebagai miliknya sendiri, tempat mereka akan memperoleh
sumber kehidupan dari tanah itu. Antara raja dan rakyat diadakan persekutuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
sehingga terjadi persatuan antara mereka, yang mencakup dalam manunggaling
kawula gusti Prinsip ini memuat bahwa Mangkunagoro dan rakyat bersama-sama
memiliki daerah Praja Mangkunegaran. Mangkunagoro yang memimpin Praja
Mangkunegaran akan berusaha menyejahterakan rakyat. Negara bukan milik
perorangan, tetapi merupakan tempat berlindung seluruh rakyat, sehingga setiap
orang dapat melakukan pekerjaannya. Negara dipandang sebagai milik kolektif,
maka setiap warganya perlu turut berusaha mengembangkannya,
mempertahankannya serta menjaga dari berbagai bentuk ancaman.
Prinsip ketiga Tri Dharma, ialah : Wajib Melu Hangrungkebi. Prinsip
ketiga ini erat hubungannya dengan prinsip pertama dan kedua. Kedua pihak
bertanggung jawab penuh atas kelestarian negara, maka rakyat diharapkan
menjalankan tugas bagi negara dengan semangat berkorban, penuh dedikasi dan
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Ketiga gatra tersebut merupakan pedoman langkah dimana satu sama lain
saling bergandengan, mengisi dan melengkapi. Falsafah tersebut dikenal dengan
sebutan Tri Dharma yang berarti juga mawas diri dan merasa berani. Pada
dasarnya Tri Dharma bermakna sebagai berikut :
1. Tri Dharma pada hakekatnya adalah dasar utama berdirinya Praja
Mangkunegaran.
2. Tri Dharma adalah sikap hidup dan pola tingkah laku serta tingkah karya
bagi pimpinan negara, narapraja, punggawa, dan kerabat Mangkunegaran.
3. Tri Dharma merupakan dasar bertindak dalam pembinaan dan
pengembangan Praja Mangkunegaran.
4. Tri Dharma adalah pengarah bagi kehidupan kerabat dan orang-orang
Mangkunegaran dalam menghadapi pasang surutnya keadaan serta dalam
menyesuaikan diri dengan zaman dan situasi ( NN, 1969 : 9 ).
Mangkunegaran memperoleh perluasan wilayah oleh Belanda yang tidak
diperoleh oleh kerajaan lain. Tetapi tetap ada pengurangan kekuasaan seperti di
kerajaan lain. Para Raja di Mangkunegaran diangkat menurut “ Acte van Verband
“ yang harus mereka tanda tangani dihadapan wakil Pemerintah Hindia- Belanda
sebelum mereka dinobatkan. Mereka yang menjadi Raja di Mangkunegaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
haruslah keturunan dari Raja pertama dari negaranya. Meskipun hak – haknya
dibatasi oleh Belanda, namun Raja- raja di Mangkunegaran berhasil mendirikan
negara yang kuat karena kemampuannya. Sampai tahun 1934 Mangkunegaran
mempunyai tujuh orang Raja yang dalam setiap pemerintahannya terdapat tahapan
pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan wilayah Mangkunegaran
dilakukan secara bertahap di segala bidang pada masing-masing Raja, ketujuh
Raja tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mangkunegoro I ( 1757 – 1795 ), sebelum dinobatkan sebagai raja, ia
bernama dan bergelar Raden Mas Said dan Pangeran Suryokusumo.Ia
adalah cucu dari Sunan Mangkurat IV dari Mataram.
2. Mangkunegoro II ( 1796 – 1835 ), adalah cucu dari pendahulunya, dan
naik tahta dengan gelar Pangeran Ario Prabu Prangwadono.
3. Mangkunegoro III ( 1835 – 1853 ), adalah seorang putra dari seorang putri
Mangkunegoro II. Ia naik tahta dengan gelar Pangeran Adipati Ario Prabu
Prangwadono, dan pada tahun 1842 bergelar Mangkunegoro.
4. Mangkunegoro IV ( 1853 – 1881 ), adalah putra dari putri Mangkunegoro
II yang lebih muda. Gelarnya sama dengan pendahulunya, baru pada tahun
1857 bergelar Mangkunegoro.
5. Mangkunegoro V ( 1881 – 1896 ) , adalah putera Mangkunegoro IV.
6. Mangkunegoro VI ( 1896 – 1916 ), adalah saudara Mangkunegoro V.
Sejak ini Mangkunegaran berdiri lepas dari Keraton dan Susuhunan
Surakarta. Pada masa ini terjadi perbaikan ekonomi di Praja
Mangkunegaran , sehingga keuangan Mangkunegaran berangsur pulih
kembali. Pembangunan di berbagai bidang mulai dilakukan, tidak hanya
bidang keuangan, tetapi juga bidang pendidikan, kesehatan, pangan dan
pembangunan fisik terus dilakukan di Praja Mangkunegaran sampai masa
kekuasaaan Mangkunegoro VI berakhir dan diteruskan oleh penggantinya
nanti.
7. Mangkunegoro VII ( 1916 – 1944 ), adalah putra ke tiga dari
Mangkunegoro V. Ia adalah seorang aktivis organisasi bersifat kebudayaan
sebelum dinobatkan sebagai Raja di Mangkunegaran. Ia menjadi anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
redaksi harian Jawa “ Darmo Kondo “, anggota Dewan Pengawas
perkumpulan “ Budi Utomo “. Dan menjadi ketua Dewan Hindia (
volksraad ). Setelah dinobatkan menjadi Raja, ia pun berhenti dari
kegiatan tersebut. Pada masa pemerintahannya, banyak kebijakan yang
dikeluarkan. Yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan di Praja
Mangkunegaran dan wilayahnya. Pembangunan kota dengan peningkatan
sarana perkotaan, pembuatan taman – taman kota dan pembaharuan irigasi
dengan membuat bendungan dan waduk, merupakan progam – progam
dalam kebijakannya.
Daerah Mangkunegaran terletak di tanah Swapraja ( Vorstenlanden ) di
bagian Timur dari Jawa Tengah. Dan ditanah Swapraja itu juga di bagian
Timurnya. Daerah itu meliputi lereng Barat dan Selatan dari Gunung Lawu yang
meluas sampai daerah hulu dari Bengawan Solo menuju Gunung Kidul. Sebanyak
35.183 orang tinggal di Kota Mangkunegaran. Sedangkan luas daerah dari
Mangkunegaran adalah 2.815,14 Km2.
Seperti tercantum dalam perjanjian yang sudah disetujui, wilayah
kekuasaan Praja Mangkunegaran adalah daerah Keduwang, Laroh, Matesih dan
Gunung Kidul. Baru pada masa pemerintahan Mangkunagoro II (1796-1835)
daerah Praja Mangkunegaran bertambah 240 jung dan kemudian bertambah lagi
500 cacah (1 cacah = 4 bau. 1 bau = 0,7096 ha. 1jung = 4 karya = 16 bau).
Mangkunagoro II telah berjasa kepada Rafflesh, membantu mengadakan
perlawanan terhadap Sultan Hamengku Buwono II. Sebagai hadiah atas jasa-
jasanya, maka Rafflesh memperluas daerah Mangkunegaran yang meliputi :
1. Keduwang 72 jung
2. Sembuyan 12 jung
3. Mataram 2,5 jung
4. Sukowati Timur 95,5 jung
5. Sukowati Barat 28,5 jung
6. Sebelah Timur Merapi 29,5 jung
Jumlah 240 jung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Setelah terjadi perang Diponegoro (1825-1830), daerah Mangkunegaran
diperluas dengan 500 cacah, semuanya milik Yogyakarta yang ada di Sukowati.
Selama berlangsungnya perang Diponegoro, Mangkunagoro II membantu Belanda
kemudian setelah perang usai daerah yang telah dikuasai oleh Belanda diserahkan
sebagai hadiah atas jasa-jasanya. Dengan tambahan itu daerah Mangkunegaran
luasnya menjadi 5.500 karya, yang meliputi :
1. Keduwang 141 jung
2. Laroh 115,25 jung
3. Matesih 218 jung
4. Wiraka 60,5 jung
5. Hariboyo 82,5 jung
6. Hanggabayan 25 jung
7. Gunung Kidul 71,5 jung
8. Sembuyan 113 jung
Jumlah 846,75 jung
Sedang mengenai letak geografis wilayah Praja Mangkunagaran dibatasi
dengan sebelah utara dengan pegunungan kapur Kendeng, sebelah selatan dengan
Samudra Hindia dan tanah datar wilayah Yogyakarta,sebelah timur dengan
Gunung Lawu,sebelah barat dengan Gunung Merapi dan Merbabu. ( Moh,
Dalyono, 1939 : 105 ).
Untuk menghindari adanya enclave (tanah yang terkurung oleh wilayah
negara lain), pada tanggal 27 September 1830 dibuatlah kontrak yang
mengakibatkan swapraja di Surakarta dan Yogyakarta memiliki wilayah yang
terpisah dengan daerah yang lain oleh garis batas. Adapun caranya yaitu dengan
menukarkan beberapa tanah wilayah Praja Mangkunegaran dengan Kasunanan.
Sejak tahun 1917 berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran tahun 1917 No. 331,
Mangkunegaran terdiri dari tiga kabupaten yaitu Wonogiri, Karanganyar, dan
Kabupaten Kota Mangkunegaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
B. Kerangka Berpikir
Keterangan :
Berbagai pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara VII, tidak lepas
dari pendahulunya yang bernama GRM Soejitno yang bergelar Mangkunegara VI
, hal ini dilakukan juga karena ada intervensi oleh kekuatan asing dalam hal ini
adalah Belanda. (Sarwanto Wiryosuputra, 1981: 1). Perekonomian Praja
Mangkunegaran yang mengalami kebangkrutan, telah pulih kembali keadaannya.
Beliau juga telah dapat kembali menempatkan pemerintahannya pada martabat
ekonomi yang terhormat. Kerja keras Mangkunegara VI yang bertujuan untuk
Perbaikan Pembangunan
Ekonomi MN VI
MN VII 1916-1944
Pembangunan di Praja
Mangkunegaran
Transportasi
Kesehatan
Pendidikan
Prasarana
Perkotaan
Tata Ruang Kota di Praja
Mangkunegaran
Konsep Kosmologi
Jawa
Konsep Kota
Kolonial
Macapat
Civic Center
Intervensi oleh Kolonial
Belanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
memajukan praja Mangkunegaran ini dijadikan suri dan teladan bagi
Mangkunegara VII.
K.G.P.A.A. Mangkunegara VII naik tahta pada tahun 1916, menggantikan
kedudukan K.G.P.A.A. Mangkunegara VI yang pensiun dan pindah ke Surabaya.
Tugas Mangkunegara VII adalah melanjutkan masa pemerintahan gemilang
Mangkunegara VI. Sebagai seorang pribadi terpelajar yang juga pernah
mengenyam pendidikan di negeri Belanda, beliau sadar bahwa untuk memajukan
kehidupan rakyatnya harus segera dilakukan pembaharuan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pembangunan perkotaan di wilayah Praja Mangkunegaran
yaitu : faktor politik, faktor ekonomi, dan faktor sosial.
Sejalan dengan kemajuan di sektor pendidikan, transportasi, kehutanan,
dan irigasi, Mangkunegara VII juga sangat memperhatikan tata kota di wilayah
Mangkunegaran. Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota
Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan
ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana
dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic
center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para
pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung pertemuan untuk para
bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun Mangkunegaran, tiga gedung
kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para
pejabat dari bupati, wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan
prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran.
Di kawasan Banjarsari dibangun perumahan elit yang disebut Villapark.
Seiring dengan pembangunan jalan-jalan, beliau juga membangun beberapa taman
yaitu : Taman Tirtonadi, Partimah Park, Partinituin, dan Partinah Bosch.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian historis yang berjudul “ Perkembangan Perkotaan Di
Praja Mangkunegaran ( Studi Tentang Kebijakan Mangkunegara VII , 1916 –
1944 ) “, penulis melakukan teknik pengumpulan data , baik data primer maupun
sekunder melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan dalam
mencari data – data tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
d. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
e. Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang direncanakan untuk penelitian ini adalah sejak bulan
Oktober 2010 sampai dengan sekitar bulan April 2011.
B. Metode penelitian
Dalam suatu penelitian, peranan metode ilmiah sangat penting karena
keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode yang
tepat. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos yang berarti cara atau
jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara
kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan (Koentjaraningrat, 1977 : 16).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Sedangkan menurut Helius Sjamsudin (1996 : 6), yang dimaksud dengan
metode adalah suatu prosedur teknik atau cara melakukan penyelidikan yang
sistematis yang dipakai oleh suatu ilmu (sains), seni atau disiplin ilmu yang lain.
Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan,
mendiskripsikan dan memaparkan krisis ekonomi Mangkunegaran. Mengingat
peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka
metode yang digunakan adalah metode historis atau sejarah. Dengan melihat
peristiwa di masa lampau sehingga dapat menghasilkan historiografi sejarah yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Menurut Louis Gottschalk yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 44)
menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian
sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha
sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.
Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode
sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan-
peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-
data yang ada sehingga menjadi penyajian dan ceritera sejarah yang dapat
dipercaya.Sedangkan menurut Nugroho Notosusanto (1971: 23) mengatakan
bahwa “metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji,
menganalisis secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian masa
lampau menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya, metode ini merupakan proses
merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga menjadi kisah yang
nyata”.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan
sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji.
Sehingga dapat memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan
menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam
bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut, agar dapat dijadikan suatu cerita
sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
sejarah. Sumber data sejarah sering disebut juga data sejarah. Menurut
Kuntowijoyo (1995 : 94) kata ”data” merupakan bentuk jamak dari kata tunggal
datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan.
Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996 : 61) sumber sejarah ialah
bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang
peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Helius Syamsuddin ( 1994: 73) mengemukakan tentang pengertian sumber
sejarah, yaitu:
Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada
kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past
actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw
materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang
telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas
mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata
yang diucapkan (lisan).
Dalam usaha untuk mengunpulkan data, penulis menggunakan sumber
tertulis. Sumber tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu sumber tertulis primer dan
sumber tertulis sekunder. Louis Gottshalck (1986: 35) mengemukakan bahwa
sumber tertulis primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala
sendiri. Sumber tertulis primer juga dapat diartikan sebagai data yang didapatkan
dari masa yang sejaman dan berasal dari orang yang sejaman. Sedangkan sumber
tertulis sekunder merupakan kesaksian dari pada siapapun yang bukan merupakan
saksi mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir dari peristiwa yang
dikisahkannya. Sumber tertulis sekunder juga dapat diartikan sebagai data yang
ditulis oleh orang yang tidak sejaman dengan peristiwa yang dikisahkannya.
Dalam skripsi ini sumber-sumber yang digunakan adalah surat kabar dan
beberapa literatur lain baik arsip, buku maupun artikel mengenai Praja
Mangkunegaran masa Mangkunegaran VII, antara lain arsip : Overzichtkaart
Tirtonadi Complex, Verkorte stamboom van Zijne Hoogheid PAA
Mangkoenagoro de Zevende, Rijksblad Tahun 1920 No.17.Arsip Mangkunegaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Surakarta : Rekso Pustaka. Buku : A.K. Pringgodigdo. 1983. Lahir Serta
Tumbuhnya Praja Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka., Hadisoebroto.
1960. KGPAA Mangkunegara VI. Surakarta : Rekso Pustaka., Mohammad
Dalyono. 1939. Ketataprajaan Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka.,
Notodhiningrat. 1939. “Pengairan Di Mangkunegaran Selama Tiga Windu”.
Supllement Triwindoe Gedenkboek Mangkunagara VII. Sala : Rekso Pustaka,
Sarwanto Wiryoseputro. 1981. KGPAA Mangkunegara VII. Surakarta : Rekso
Pustaka, Roeshadi Sambojo. Tanpa tahun. Serat Warsitatama. Surakarta : Rekso
Pustaka. Kesemua sumber data tersebut dikaji, kemudian dianalisis maka
diperoleh data yang digunakan untuk menyusun cerita sejarah yang obyektif.
D. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
dalam melakukan teknik pengumpulan data digunakan teknik kepustakaan atau
studi pustaka. Studi pustaka berperan penting sebagai proses bahan penelitian,
tujuannya sebagai pemahaman secara menyeluruh tentang topik permasalahan
yang sedang dikaji. Studi pustaka adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau fakta sejarah, dengan cara
membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau
brosur yang tersimpan di dalam perpustakaan (Koentjaraningrat, 1983: 3).
Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan studi pustaka menurut
Koentjaraningrat (1986: 18) ada 4 yaitu:
(1) Memperdalam kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan teori
pemikiran
(2) Memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti
(3) Mempertajam konsep yang digunakan, sehingga mempermudah dalam
perumusannya
(4) Menghindari terjadinya pengulangan suatu penelitian
Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
(1) Pencarian dan pengumpulan sumber-sumber data yang dibutuhkan baik itu
sumber primer maupun sumber sekunder
(2) Membaca dan mencatat sumber primer maupun sekunder
(3) Penggalian terhadap bahan-bahan pustaka lainnya seperti buku, majalah,
artikel, yang dilakukan di perpustakaan yang dianggap penting dan relevan
dengan masalah yang diteliti.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik
analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman
(1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan juga
analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis
berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang
sebagai metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut Helius Syamsuddin
(1996: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang
menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang
digunakan dalam penulisan sejarah.
Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64),
analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh
dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta
itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Menurut Sartono Kartodirdjo
(1992: 2) mengatakan bahwa analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka
pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang
akan dipakai dalam membuat analisis itu. Data yang telah diperoleh
diinterpretasikan, dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka
teori yang dipakai sehingga menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan
penelitian.
Di dalam penelitian ini setelah dilakukan pengumpulan data, peneliti
melakukan analisis data dan membandingkan data satu dengan yang lain sesuai
data yang diinginkan sehingga didapatkan fakta-fakta sejarah yang benar-benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Histoiografi
relevan fakta-fakta itu kemudian di seleksi, diklarifikasi dan ditafsirkan, baru
kemudian merangkaikan fakta-fakta tersebut untuk dijadikan bahan penulisan
penelitian yang utuh dalam sebuah karya ilmiah.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu
persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Karena
penelitian ini menggunakan metode historis, maka ada empat tahap yang harus
dipenuhi. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Heuristik Kritik Interpretasi
Fakta Sejarah Cerita Sejarah
Keterangan :
a. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani yang artinya memperoleh. Dalam
pengertiannya yang lain adalah suatu teknik yang membantu kita untuk mencari
jejak-jejak sejarah. Menurut G. J Rener (1997:37), heuristik adalah suatu teknik,
suatu seni dan bukan suatu ilmu. Heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan
umum, dan sedikit mengetahui tentang bagian-bagian yang pendek. Sidi Gazalba
(1981 :15) mengemukakan bahwa heuristik adalah kegiatan mencari bahan atau
menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan hasil penelitian.Dengan demikian
heuristik adalah kegiatan pengumpulan jejak-jejak sejarah atau dengan kata lain
kegiatan mencari sumber sejarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan menemukan sumber-
sumber tertulis berupa buku-buku serta bentuk kepustakaan lain yang relevan
dengan penelitian. Sumber tertulis primer, berupa arsip Mangkunegaran maupun
sumber sekunder berupa buku-buku dan literatur yang diperoleh dari beberapa
perpustakaan diantaranya: Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret,
Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Perpustakaan Program
Studi Sejarah FKIP UNS, Perpustakaan Rekso Pustaka Mangkunegaran.
b. Kritik
Setelah mengumpulkan data atau bahan, tahap berikutnya adalah
langkah verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Menurut
Helius Sjamsudin (1884 :103) keabsahan sumber dicari melalui pengujian
mengenai kebenaran atau ketetapan sumber. Kritik terhadap sumber data
dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern.
Kritik ekstern pada sumber tertulis dilihat dari pengarangnya. Kritik
ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otensitas) yang berkenaan dengan
segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan, seperti: bahan (kertas atau tinta) yang
digunakan, jenis tulisan, gaya bahasa, hurufnya, dan segi penampilan yang lain.
Kritik intern adalah kritik yang berhubungan dengan kredibilitas dari
sumber sejarah apakah isi, fakta dan ceritanya dapat dipercaya dan dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan.
c. Interpretasi
Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan
atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga
dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang
menjadi obyek penelitian. Kemudian sumber tersebut ditafsirkan, diberi makna
dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut
sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji.
Dengan demikian dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan
fakta sejarah atau sintesis sejarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
d. Historiografi
Langkah terakhir prosedur penelitian dalam metode sejarah adalah
historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Dudung Abdurrahman, 1999: 67).
Dalam tahap ini seorang penulis harus dapat mengungkapkan hasil penelitiannya
dengan bahasa yang baik dan benar, menyajikan data-data yang akurat dan
membuat garis-garis umum yang akan diikuti secara jelas oleh pemikiran
pembaca. Selain itu penulis harus mengungkapkan hasil penelitiannya secara
kronologis dan sistematis. Dalam proses historiografi ini diperlukan imajinasi
dari penulis agar fakta-fakta yang diperoleh dapat dirangkaikan menjadi sebuah
kisah yang menarik untuk dibaca dan dapat dipercaya kebenarannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944
1. Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda terhadap Perbaikan
Ekonomi Praja Mangkunegaran masa Mangkunegoro VI
Politik baru pemerintah Kolonial Belanda ini dikenal dengan “ Politik Etis”
yang bertujuan untuk menunjukkan adanya Een Eereschuld ( hutang kehormatan )
negara Belanda terhadap jajahannya sehingga mempunyai kewajiban untuk
mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi penduduk
Hindia Belanda ( Robert Niel van, 1984 : 51 ).Selama periode 1900-1925 telah
banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintah kolonial, yaitu dengan
dijalankannya perubahan dan pembangunan yang cukup besar. Pembangunan ini
merupakan keharusan, antara lain desentralisasi, perbaikan pertanian,
pembangunan irigasi dan perbaikan kesehatan ( Sartono K, 1976 : 35 ).
Tokoh-tokoh yang melancarkan politik progresif ini antara lain, Van Kol,
Van Deventer, dan Brooschorft. Mereka ingin mengubah pandangan yang
beranggapan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi suatu daerah yang
menguntungkan Belanda, tetapi menjadi suatu wilayah yang harus dikembangkan
dan ditingkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pandangan tersebut terkandung dalam
slogan dari Politik Etis yaitu : “Irigasi, Edukasi, dan Emigrasi.” ( Sartono
Kartodirdjo, 1972 : 21 ). Slogan tersebut bukan hanya sekadar tulisan di atas
kertas saja, ternyata Pemerintah Hindia Belanda ingin mewujudkannya. Secara
bertahap Pemerintah Hindia Belanda mewujudkan slogan politik etis tersebut.
Misalnya di bidang pendidikan (edukasi), pemerintah Hindia Belanda memperluas
kesempatan bagi rakyat Indonesia khususnya golongan atas (priyayi), untuk
mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah yang berbahasa Belanda. Sekolah-
sekolah berbahasa Belanda hanya menerima siswa dari rakyat Indonesia pada
tingkat dasar dan menengah saja. Sejak saat itu perluasan dan perkembangan
pendidikan bagi rakyat Indonesia semakin pesat, hal ini ternyata membawa akibat
timbulnya beragam elit di Indonesia ( Robert Niel van, 1984 : 74-75 ) Salah
satunya adalah sekolah “Dokter Jawa” yang mengadakan reorganisasi pada tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
1900-1902, yang kemudian muncul sebagai sekolah untuk mendidik dokter
pribumi, School Tot Opleiding Vor Inlandsche Artsen (STOVIA).
Perkembangan politik kolonial sangat mempengaruhi keadaan di
Vorstenlanden. Efisiensi, kemakmuran, dan ekspansi adalah slogan dari politik
baru kolonial yang memerlukan campurtangan yang lebih langsung dan lebih
tegas dari pemerintah Belanda dalam kehidupan masyarakat. Di Vorstenlanden
para residen berpandangan bahwa mereka mempunyai tugas utama untuk
menyadarkan pemerintah Vorstenlanden untuk selalu memperhatikan kepentingan
dan kemakmuran rakyat, dan jika perlu meminta campur tangan pemerintah
kolonial Belanda ( Larson,G.D, 1990 : 28 ).
Mangkunegaran yang merupakan salah satu daerah swapraja tentu saja
mempunyai progam kerja untuk memajukan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyatnya. Mangkunegaran berusaha memperkuat ekonominya dengan jalan
mengelola perkebunan maupun perusahaan milik Praja sendiri. Sedangkan
sumber-sumber keuangan lainnya adalah hasil penarikan pajak, retribusi, bunga
dan pelunasan modal, dan surat-surat berharga ( Th.M.Metz, 1984 : 96 ).Garis
politik Pemerintah Kolonial Belanda yang bertujuan mengusahakan kemakmuran
serta perkembangan sosial dari penduduk Indonesia melalui Politik Etis telah
memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan Praja
Mangkunegaran pada khususnya( Marwati Djoened, 1984 : 34 ).Tahun-tahun
permulaan abad XX awal dilaksanakannya Politik Etis ditandai dengan
perkembangan ekonomi yang pesat dan perluasan-perluasan jabatan Pemerintah
Kolonial di Indonesia. Berbagai peraturan dan lembaga dibuat, seperti lumbung
desa, bank kredit serta bank koperasi yang didirikan pada tahun 1901. Kemudian
pada tahun 1903 didirikan dinas pegadaian. Selanjutnya penghapusan kerja rodi
secara beranngsur-angsur, yang berakhir pada tahun 1918( Marwati Djoened,
1984 : 59 ).
Kondisi politik kolonial yang baru, yaitu Politik Etis sangat berpengaruh
di lingkungan Praja Mangkunegaran. Pemegang pemerintahan saat itu ialah
K.G.P.A.A. Mangkunagoro VI melakukan salah satu terobosan besar yaitu
pembangunan sarana di bidang pendidikan (edukasi). Salah satu usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Mangkunagoro VI adalah mendirikan sekolah bagi kaum kerabat dan hamba di
lingkungan Praja Mangkunegaran. Sekolah ini dinamakan sekolah “Siswo” dan
pada perkembangannya tidak hanya terbatas bagi kaum kerabat dan hamba tetapi
juga terbuka bagi masyarakat umum, asal mampu memenuhi persyaratan yang
ada. Selain mendirikan sekolah, Mangkunagoro VI juga memikirkan nasib para
sentono, abdi dalem dan hambanya yang tidak mampu melanjutkan sekolah
karena kekurangan biaya. Sebagai tindak lanjut dari pemikirannya tersebut,
didirikanlah suatu badan yang memberikan pinjaman uang untuk melanjutkan
sekolah bagi anak-anak putera, sentono, abdi dalem, dan hamba Mangkunegaran
yang tidak mampu tetapi berprestasi. Ide Mangkunagoro VI tersebut juga
mendapat dukungan dari Residen Surakarta pada waktu itu, G.F. Van Wijk.
Badan ini secara resmi berdiri pada tahun 1912. Dasar aturan bagi pemberian
bantuan dana belajar tersebut diundangkan dalam Pranatan Pustaka Praja
(Rijksblad) No. 26 Tahun 1917. Untuk pelaksanaannya. Mangkunagoro VI
membentuk suatu Panitia Penasehat (Commissie Van Advies). Usaha
Mangkunagoro VI benar-benar merupakan suatu terobosan maju bagi dunia
pendidikan di Praja Mangkunegaran yang sangat menguntungkan bagi mereka
yang berprestasi tetapi tidak mampu secara finansial.
Di Praja Mangkunegaran, kondisi perekonomian yang sulit berhasil dilalui
Mangkunagoro VI. Beban berat yang harus dipikul Mangkunagoro VI adalah
membangun kembali keuangan Praja Mangkunegaran yang mengalami
kemerosotan. Keadaan ini terjadi karena perkebunan-perkebunan yang menjadi
andalan Praja Mangkunegaran terserang wabah hama yang hebat dan
menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu Pemerintah Kolonial Belanda
mempermainkan harga barang yang dijual kepihak Belanda, yaitu memberi harga
serendah mungkin. Sehingga menimbulkan kekosongan kas di Praja
Mangkunegaran. Praja Mangkunegaran dililit banyak hutang sehingga tidak
mampu memberikan gaji kepada pegawainya( Roeshadi Sambojo,tt : 23 ). Untuk
menghadapi keadaan perekonomian yang bangkrut itu, tindakan pertama yang
dilakukan oleh Mangkunagoro VI adalah penghematan yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Perubahan yang dijalankan Mangkunagoro VI antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
1. Gaji/pepancer yang biasanya para pendahulu Mangkunagoro VI menerima
10.000 Gulden, maka atas permintaannya sendiri hanya menerima 2.000
Gulden saja.
2. Memberi batasan yang tegas antara keperluan pribadi dengan praja pribadi
dengan praja dan mendirikan Reksobusono, yaitu kantor yang mengurusi
keperluan pribadi (Hadisoebroto,1960 : 59 ).
Untuk kepentingan-kepentingan keluarga, bukan lagi menjadi tanggungan
Praja Mangkunegaran, tetapi memakai uang pribadi. Adapun maksud dari
tindakan perubahan yang dilakukannya itu bukan untuk kepentingan pribadinya,
melainkan kembali untuk kesejahteraan rakyat, serta memperkuat kondisi
keuangan perusahaan-perusahaan dan keuangan praja. Pemikiran Mangkunagoro
VI tersebut sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Beliau telah dapat
mengembalikan kemakmuran bagi Pemerintahan Praja Mangkunegaran. Hutang-
hutang yang menumpuk telah dapat dilunasi, bahkan kondisi keuangan kas Praja
Mangkunegaran mengalami surplus.
Sumber pendapatan Praja Mangkunegaran terbagi menjadi dua, yaitu
sumber pendapatan praja yang berasal dari keuntungan perusahaan-perusahaan
melalui Dana Milik dan sumber pendapatan lainnya. Sumber pendapatan lain
diperoleh dari penarikan pajak, sewa, dan sumber retribusi, serta penjualan
barang-barang milik Praja Mangkunegaran.
Sumbangan dana milik atau perusahaan-perusahaan milik Praja
Mangkunegaran terhadap pemerintahan praja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sumbangan secara langsung dan secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan
sumbangan secara langsung dalam hal ini adalah sejumlah dana yang diberikan
kepada Praja melalui anggaran pada tiap-tiap tahunnya. Adapun yang dimaksud
dengan sumbangan secara tidak langsung adalah manfaat dari kehadiran
perusahaan-perusahaan itu terhadap wilayah dan rakyat di Praja Mangkunegaran.
Mangkunegoro VI pada tahun 1912 telah berhasil mengembalikan
Mangkunegaran menjadi Praja yang cukup kaya. Beberapa tahun setelah
keberhasilannya ini Mangkunegoro VI berniat untuk turun tahta, dan ia
menyatakan keinginannya kepada residen Belanda di Surakarta, karena terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pergantian tahta di daerah Swapraja saat itu harus mendapat persetujuan
pemerintah Belanda. Keinginannya tersebut baru dikabulkan satu tahun kemudian,
dan sebagai penggantinya ditunjuklah Raden Mas Soeryo Soeparto, anak
angkatnya, yang sebenarnya putra Mangkunegoro V dari selir.
2. Mangkunegoro VII Memegang Kekuasaan di Praja Mangkunegaran
Setelah Mangkunegoro VI mengundurkan diri dari tahta, karena puteranya
berdasarkan alasan dinasti tidak dapat menggantikannya, maka Pemerintah Hindia
Belanda Memilih Raden Mas Soeryo Soeparto sebagai penggantinya. Raden Mas
Soeryo Soeparto merupakan putera kedelapan dari Mangkunegoro V yang lahir
pada hari Kamis Wage, 4 Sapar tahun Dal Windu Kuntara atau 15 Agustus 1885
dari Garwa Pangrembe Bendara Raden Purnamaningrum. Sebelum bergelar Rden
Mas Soeryo Soeparto ia bernama Bendara Raden Mas Soeparto. Pada usia 6 tahun
ia bersekolah di Belanda, yaitu di Legere School dan belajar disana selama 10
tahun ( H.G. Cannegieter, 1986 : 10 ).
Karena dilarang pamannya yaitu Mangkunegoro VI untuk melanjutkan
sekolah di sekolah menengah ( Hogere Burger School atau HBS ) maka Raden
Mas Soeparto memutuskan untuk keluar kraton dan mengembara bersama seorang
abdi dalem yang setia mengikutinya. Dalam pengembaraan inilah ia mengenal
dari dekat bangsanya, dari rakyat jelata sampai kaum priyayi. Ia menyadari bahwa
kehidupan dari sebagian besar bangsanya tidaklah aman dan tentram, apalagi bila
dibandingkan kehidupan di istana. Ia melihat kesengsaraan, keburukan, kelaparan,
kemiskinan, penyakit dan kematian yang terjadi pada bangsanya ( Reksopustoko,
1985 : 9 ).
Pada tahun 1901 Raden Mas Soeparto mengikuti ujian pada Klein
Ambtenaars-examen dan berhasil lulus. Kemudian ia magang di Kabupaten
Demak sebagai seorang juru tulis dan pada tahun 1906 naik pangkat menjadi
mantri. Tetapi pada tahun itu juga ia berhenti bekerja dan kembali ke Surakarta
untuk belajar kesusastraan Jawa dan bahasa asing. Berkat kepandaiannya
menggunakan bahasa asing, Raden Mas Soeparto diterima menjadi juru bahasa
dikantor Karisidenan Surakarta. Pada saat inilah ia mulai mengenal pemuda-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
pemuda yang bercita-cita mengadakan pembaharuan di kalangan rakyat yang
tergabung dalam Budi Utomu, diantaranya Pangeran Notodirojo dari Pakualaman.
Raden Mas Soeparto giat dalam Budi Utomo dan menolak paham chauvinisme
yaitu cinta tanah air yang berlebihan, tetapi ia menganjurkan agar para pemuda
lebih mendewasakan diri. Ia mengajak para pemuda untuk menjunjung tinggi
kebudayaan yang merupakan tujuan dari semua usaha kearah perbaikan bangsa (
H.G.Cannegieter,1986 : 11 ). Raden Mas Soeparto menuangkan pemikiran dan
pendapatnya untuk mendukung serta mempropagandakan Budi Utomo di
lingkungan masyarakat Jawa Tengah, khususnya Mangkunegaran, dalam harian
Darmo Kondo ( Bernardinah, 1985 : 10 ).
Pada tahun 1913 Raden Mas Soeparto pergi ke Belanda walaupun dengan
biaya sendiri. Kemudian ia kuliah di Universitas Leiden mengambil jurusan Sastra
Jawa. Sewaktu pecah Perang Dunia I ia mendaftarkan diri sebagai tentara
cadangan kerajaan Belanda dan ditempatkan sebagai Grenadier, yaitu tentara
pelempar granat. Disinilah ia menunjukkan kedisiplinan dan kecakapannya
sebagai seorang tentara sehingga pangkatnya dinaikkan menjadi kopral, kemudian
sersan dan akhirnya letnan dua ( H.G.Cannegieter,1986 : 14 ). Pada bulan Mei
1915 Raden Mas Soeparto kembali ke Surakarta dan bekerja sebagai Adjunct
Controleur Agrarische Zaken ( Pembantu Kontrolir Jawatan Agraria ). Dari
pengalaman yang ia peroleh sewaktu mengembara, belajar, maupun bekerja telah
menjadikannya seseorang pemimpin yang baik dan mengerti akan kondisi
rakyatnya. Pengalaman seperti ini akan sangat berguna di kelak kemudian pada
saat ia naik tahta, memegang kekuasaan di Praja Mangkunegaran.
Dalam kongres Budi Utomo di Bandung 1915, Raden Mas Soeparto
terpilih menjadi ketua Budi Utomo menggantikan Dr.Rajiman Widiodiningrat.
Pengalamannya sebagai tentara sangat mempengaruhi pemilihannya sebagai ketua
Budi Utomo. Pada saat itu Budi Utomo sedang mengajukam mosi kepada
pemerintah Belanda bahwa milisi ( wajib militer ) perlu pula diadakan bagi
bangsa Indonesia agar dapat membantu tentara Belanda dalam Perang Dunia
maupun untuk mempertahankan diri ( Bernardinah, 1985 : 13 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Raden Mas Soeparto telah terjun langsung dalam perjuangan bangsa.
Seperti tujuan Budi Utomo , maka pada bulan Oktober 1915 ia meminta kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk menungkatkan pengetahuan para guru desa.
Dengan meningkatkan mutu guru-guru desa ini diharapkan akan membentuk
landasan hidup yang kuat bagi anak-anak di pedesaan. Selain itu jumlah guru
harus diperbanyak sehingga dapat memperluas pendidikan dikalangan rakyat
jelata. Budi Utomo telah dapat mengobarkan dan memantapkan progan
pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia terbukti dengan meningkatnya jumlah
sekolah maupun kursus-kursus guru desa ( Bernardinah, 1985 : 12 ).
Pada tanggal 3 Maret 1916 Bendara Raden Mas Soeryo Soeparto
dinobatkan sebagai seorang penguasa dan berhak naik tahta di Praja
Mangkunegaran. Ia bergelar Pangeran Adipati Aryo Prabu Prangwadono dan baru
pada tanggal 4 September 1924 bergelar Adipati Aryo Mangkunegoro VII.
Sebagai panglima Legiun Mangkunegaran berpangkat Kolonel ( Kolonel-
Commandant ) dan selain di kraton Kasunanan ia berhak menggunakan gelar
Kanjeng Gusti ( Th.M.Metz, 1986 : 8 ).
Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII inilah Praja Mangkunegaran
kembali mengalami masa kejayaan seperti pada masa pemerintahan
Mangkunegoro IV. Mangkunegoro VII melaksanakan pembangunan diberbagai
bidang seperti ekonomi,pendidikan, sosial, budaya dan kesehatan ( Bernardinah,
1985 : 30 ).Di bidang perekonomian ditandai dengan adanya peningkatan areal
penanaman tebu danpengaturan air yang lebih baik dengan dibangunkannya
waduk-waduk dan saluran air. Mangkunegoro VII merupakan pendukung
emansipasi wanita sehingga ia mengeluarkan peraturan bahwa anak perempuan
hendaknya diberikan hak yang sama untuk dapat menikmati pendidikan di
sekolah. Sekolah Sisworini yang telah didirikan tahun 1912, pada tahun 1923
ditingkatkan menjadi Huishoudkursus Sisworini ( Kursus Kerumahtanggaan ).
Kursus ini dimaksudkan untuk mempersiapkan anak wanita menjadi ibu dan
pengatur rumahtangga yang baik. Kursus ini kemudian ditingkatkan lagi menjadi
Huishoudschool ( Sekolah Kepandaian Putri ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Kemajuan dan peningkatan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan
rakyat. Bila pada tahun 1918 hanya terdapat 3 buah sekolah desa, maka pada
tahun 1939 telah terdapat 103 buah Volkschool ( Sekolah Rakyat ) dengan 13.000
orang murid. Seluruh biaya sekolah-sekolah ini ditanggung oleh Praja
Mangkunegaran, karena sebagian besar desa di wilayah Mangkunegaran bukanlah
desa yang kaya. Pada tahun 1920 juga didirikan perpuetakaan umum yang
bertempat di Sositeit Mangkunegaran. Untuk pihak-pihak lain di luar
Pemerintahan Praja Mangkunegaran yang ingin mendirikan sekolahan diberikan
tanah dengan percuma. Dengan demikian daerah Mangkunegaran banyak berdiri
sekolah-sekolah baru , seperti Algemeene Midelbare School, Christelijke Mulo,
Neutrale HIS, Van Deventer School, Koningin Wilhelmina School dan masih
banyak lagi sekolah yang ada.
Mangkunegoro VII adalah seorang penguasa Praja yang berjiwa
kerakyatan. Jiwa kerakyatan ini tertanam pada diri Mangkunegoro VII karena ia
mempunyai darah rakyat yang mengalir dari Ibunya dan dalam pengembaraannya
dapat merasakan serta mempelajari kehidupan rakyat jelata. Wujud dari jiwa
kerakyatannya antara lain dengan mengurangi jumlah sembah yang dihaturkan
pada diri dan keluarganya bila seseorang menghadap. Ia hanya mau menerima
sembah pada waktu dating dan pergi. Ia juga menganjurkan penggunaan bahasa
Jawa inggil terhadap satu sama lain sehingga dapat saling menghargai.
Mangkunegoro VII juga dikenal sangat dekat dengan rakyatnya. Ia sering
mengadakan kunjungan kerja kedaerah – daerah terutama daerah yang tergolong
minus seperti Wonogiri, Wuryantoro, dan Ngadirojo yang memerlukan perhatian
khusus. Ia juga sering melakukan penyamaran untuk mendapatkan informasi
langsung dari rakyat. Ia pernah menyamar dengan duduk – duduk di warung
mendengarkan pembicaraan rakyatnya tentang apa yang mereka harapkan dalam
hidupnya. Selain itu ia juga mengumpulkan orang – orang cacat dari kampong –
kampong sekali seminggu dan diberi pakaian yang pantas ( Soehatmoko, 1936 :
46 ). Mangkunegoro VII mempunyai keinginan dalam bidang kebudayaan untuk
menggali budaya dan filsafat Jawa untuk dapat dijadikan sarana dan dasar
perjuangan bangsa. Tetapi karena waktu itu budaya Barat telah berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dalam kehidupan rakyat, maka ia ingin membentuk suatu wadah untuk
mempertemukan dan memadukan budaya Jawa dengan budaya Barat tersebut (
H.G.Cannegieter, 1986 : 32 ). Budaya Barat yang mempengaruhi kehidupan
rakyat adalah hal – hal yang langsung dilihat dalam bentuk yang nyata, yaitu ilmu
pengetahuan dan teknologi ( Bernardinah, 1985 : 40 ). Kontak antara budaya
Barat dan Jawa hanya mungkin dapat dilakukan jika bangsa Jawa dan bangsa
Barat masing – masing menggali dan mendalami kebudayaannya sendiri. Dengan
menggali dan mendalami kebudayaan sendiri maka akan ditemukan hubungan
yang lebih erat dalam suasana saling pengertian terutama dalam bahaya yang
mengancap kepentingan bersama. Usaha yang dilakukan untuk mewujudkan
kontak budaya ini adalah dengan mengadakan pertemuan – pertemuan rutin yang
dihadiri oleh orang Jawa, Belanda maupun Cina yang dimulai tahun 1917. Dalam
pertemuan ini biasanya membicarakan bidang politik yang langsung menyangkut
kepentingan bersama ( Bernardinah, 1985 : 40 ).
Pada tahun 1931 dibentuk wadah baru untuk mengadakan kontak budaya
yang diberi nama Lingkungan Budaya dan Filsafat Mangkunegaran atau sering
disebut Mangkunegaran Studie Kring. Mangkunegoro VII secara pribadi
memberikan penjelasan mengenai arti simbolik dan mistik dari wayang yang
mempengaruhi kehidupan kejiwaan dan kerohanian bangsa Jawa. Melalui
penjelasan inilah Mangkunegoro VII ingin membuktikan kepada bangsa Barat
betapa luas dan luhurnya kebudayaan Jawa. Cerita pewayangan mampu
mengutarakan penjabaran kehidupan batin manusia yang ingin mengungkap arti
kehidupan ( Bernardinah, 1985 : 28 ).
Mangkunegoro VII tidak hanya menjadi seorang budayawan tetapi ia juga
merupakan seorang kepala pemerintahan yang cakap dan disegani. Dalam upacara
penobatan dari Pangeran Adipati Aryo Prangwadono menjadi Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII, Residen Nieuwenhuys menekankan
bahwa dengan penobatan ini membuktikan keberhasilan pemerintahan
Mangkunegoro VII ( Th M Metz, 1986 : 9 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Pembangunan Kota di Praja Mangkunegaran masa
Mangkunegoro VII 1916-1944
Berbagai pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara VII, tidak lepas
dari pendahulunya yang bernama GRM Soejitno yang bergelar Mangkunegara VI
(Sarwanto Wiryosuputra, 1981: 1). Perekonomian Praja Mangkunegaran yang
mengalami kebangkrutan, telah pulih kembali keadaannya. Beliau juga telah dapat
kembali menempatkan pemerintahannya pada martabat ekonomi yang terhormat.
Kerja keras Mangkunegara VI yang bertujuan untuk memajukan praja
Mangkunegaran ini dijadikan suri dan teladan bagi Mangkunegara VII. Satu tahun
setelah penobatannya, yaitu pada tanggal 21 Februari 1917 K.G.P.A.A.
Mangkunegaran VII menyampaikan pidatonya yang tertuju kepada keluarga
Mangkunegaran, para prajurit, nara Praja, dan orang – orang Belanda yang
bertugas di Mangkunegaran. Bunyi pidato antara lain :
“ Saiki wis ora cundhuk karo jamane yen kang juneneng
Adipati iku mung merlokake nggone nengenake kawibawan bae
sarta panggaweyan tumrap pangolahing Praja mung
kapasrahake marang para nara Praja. Ing mangka yen benera
ing jaman saiki kang jumeneng Adipati kudu dadi tuladha
tumrap para putra sentana, legium, nara Praja, lan para
kawula ing ataase kawekalaning pakaryan lan kautamaning
budi. Aku kudu tansah manggalinh lakuning Praja lan melu
ngasta ( tumindak ) dhewe.
Kang perlu dak galih dhisik iku panguripane para kawula
kang wiwit biyen tumeko saiki gawe sugihe Praja
Mangkunegaran mangka salawase panguripane tansah rekasa,
bumine kurang pametune amarga saka kekurangan banyu. Para
nara karya uripe tanpa nganggo kabungahan, omahe mung
emplek – emplek kang saru dinulu, ora oleh piwilang lan
pamaegi kang prayoga sarta ora ana kang nuntuni. Mula aku
kudu ngudi marang kamulyane kawulaku wong cilik. Kowe
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kabeh kudu sayuk ambiyantu kalayan temen, padha
anggedhekna kaantepanmu, supaya Praja Mangkunegaran bisa
mundhak raharja sarta kawulaku wong cilik bisa kepenak uripe
lan tentrem ayem atine, ora nemungake kaya kang wis kelakon,
nangin malah luwiho saka samono, sarta kowe kabeh kudu
ambudidaya kalayan anderpati murih udakin rasamu : bisa
mentas dhewe, bisa nganakake ada-ada tumrap paedahing akeh
lan weruh ing wajib, sarta murih undhaking rasamu adil lan
tentrem marang wong cilik “( Citrosentono,1921 : 29 ).
Artinya :
“Sekarang sudah tidak cocok lagi dengan jamannya jika
Adipati hanya mementingkan kewibawaan, serta pekerjaan
mengelola Praja hanya diserahkan kepada para pegawai. Pada
jaman sekarang yang benar, siapa yang menjadi Adipati harus
menjadi teladan para kerabat, tentara, para pegawai, dan
seluruh rakyat dalam hal kesungguhan bekerja serta keluhuran
budi. Aku harus selalu memikirkan kegiatan Praja
Mangkunegaran serta ikut bertindak sendiri.
Terlebih dahulu aku harus memikirkan kehidupan rakyat
kecil yang sejak dahulu sampai sekarang membuat
Mangkunegaran menjadi kaya, padahal selama hidupnya selalu
sengsara, hasil bumi sangat kurang karena kekurangan air.
Penghidupan para buruh sangat menyedihkan, rumahnya
sangat jelek dan sangat tidak pantas, mereka tidak
mendapatkan pendidikan dan pelayanan yang baik, yang
membina pun tidak ada. Oleh karena itu aku harus
mengusahakan kesejahteraan rakyat kecil. Engkau harus
gotong royong membantu dengan sungguh-sungguh
memperbesar semangat agar Mangkunegaran bertambah
sejahtera serta kehidupan rakyat kesil dapat enak dan tenteram
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
hatinya, tidak hanya puas dengan penghasilan tetapi harus
lebih daripada itu. Engkau semua harus berusaha sampai titik
darah penghabisan agar perasaanmu meninggkat dapat
mandiri, mempunyai inisiatif untuk kepentingan orang banyak
dan tahu kewajiban serta berusaha meningkatkan keadilan
serta ketenteraman bagi rakyat kecil”.
Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana
perkotaan bagi Mangkunagoro VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk
mengikuti perkembangan zaman. Langkah awal yang dilakukan oleh K.G.P.A.A.
Mangkunegaran VII menuju kesejahteraan rakyat adalah membangun prasarana
perhubungan di Praja Mangkunegaran, yaitu penambahan jumlah jalan.Jalan yang
melewati sungai juga dibuat jembatan. Sudut-sudut jalan dibuat melengkung,
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tabrakan kendaraan. Tanah- tanah
kosong yang berada di dekat jalan juga dibuat taman-taman agar memperindah
lingkungan kota.
Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana
perkotaan bagi Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk
mengikuti perkembangan zaman. Pembangunan sarana dalam bidang pendidikan
dilakukan Mangkunegara VII dengan melanjutkan pengelolaan Sekolah Siswo
dan Studiefonds, serta memprakarsai berdirinya Sekolah Siswarini dan Sekolah
Van Deventer, juga memperkenalkan pendidikan non formal berupa les-les bahasa
asing, khususnya bahasa Belanda dan kursus keterampilan (menjahit, melukis,
membuat patung, mengukir). Jumlah Sekolah Desa ( Sekolah Dasar Kelas Rendah
) ditambah, semula hanya 19 buah menjadi 127 buah, sedangkan Sekolah Rakyat (
Sekolah Dasar kelas atas ) berjumlah lima buah. Untuk memenuhi jumlah guru
yang dibutuhkan, dibuka Kursus Guru Desa. Disamping itu juga membuka
sekolah – sekolah Putri Kopschool dan Siswarini ( tanpa pelajaran bahasa
Belanda), Sekolah Dasar dengan pelajaran bahasa Belanda ( HIS ) dan Sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Menengah Umum Pertama ( MULO ). Dalam perkembangannya K.G.P.A.A
Mangkunegaran VII menganggap bahwa sebuah HIS di Mangkunegaran tidak
mampu menampung siswa yang begitu banyak jumlahnya, maka K.G.P.A.A
Mangkunegaran VII bermaksud membuka sebuah HIS lagi di Wonogiri. Begitu
pula sekolah putrid Siswarini dianggap belum dapat memenuhi kebutuhan untuk
memajukan kaum putrid, maka pada tahun 1923 ditutup, kemudian dibuka
Sekolah Kerumahtanggaan ( Huishoud School ) dengan tujuan agar putrid-putri
lulusan Sekolah Kerumahtanggan menjadi ibu rumah tangga yang pandai
mengelola rumah tangga sendiri. Pemberantasan buta huruf dilakukan pada tahun
1934. Perkumpulan Muhammadiyah diberikan tanah untuk mendirikan sekolah,
sedangkan Sekolah Menengah juga diberikan tanah untuk membangun asrama
pelajar. Anggaran pendidikan diperbesar untuk membangun sekolah-sekolah baru
dan memberi subsidi pada sekolah-sekolah swasta.
Dalam sebuah pidatonya di tahun 1931, Mangkunagoro VII mengakui
bahwa jumlah anak sekolah yang terdapat di wilayah Praja Mangkunegaran lebih
kecil jika dibandingkan dengan kabupaten di daerah gupermen yang terbanyak
muridnya, namun hal ini disebabkan karena pendirian sekolah-sekolah itu lebih
lambat jika dibandingkan dengan daerah gupermen tersebut. Betapapun hasilnya,
namun usaha pembangunan pendidikan atas inisiatif seorang bangsawan pribumi
seperti Mangkunagoro VII merupakan suatu prestasi cemerlang pada jamannya.
Hal ini merupakan suatu hal yang unik, karena di daerah-daerah lain umumnya
inisiatif pembangunan pendidikan berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda.
Untuk menunjang pengembangan pendidikan di Praja Mangkunegaran,
dikeluarkan anggaran yang cukup besar dari Praja Mangkunegaran. Tabel 1
menunjukkan jumlah anggaran yang dikeluarkan bagi perkembangan pendidikan
di Praja Mangkunegaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 1.
Anggaran Pendidikan Praja Mangkunegaran Tahun 1916-1939
Tahun SeluruhAnggaran
(ƒ)
Anggaran
Pendidikan
Presentase
1916
1917
1918
1919
1920
1921
1922
1923
1924
1925
1926
1927
1928
1929
1930
1931
1932
1933
1934
1935
1936
1937
1938
1939
4.251.573
5.558.264
2.917.022
1.718.053
2.275.889
2.665.154
2.419.294
2.518.046
2.514.353
2.334.864
2.542.837
2.458.313
3.745.767
3.422.700
2.910.000
2.506.083
2.218.446
1.914.634
1.536.478
1.544.646
1.419.029
1.513.097
1.709.488
1.785.313.
31.886,80
56.694,29
81.969,29
73.532,67
65.773,19
79.954,62
108.868,23
99.966,43
110.631,53
116.743,20
127.141,85
117.999,02
119.864,54
106.103,70
128.040,00
157.382,01
139.318,41
98.603,65
71.446,23
63.948,34
63.856,31
61.885,67
68.208,57
73.733,43
0,75
1,02
2,81
4,28
2,89
3,00
4,50
3,97
4,40
5,00
5,00
4,80
3,20
3,10
4,40
6,28
6,28
5,15
4,65
4,14
4,50
4,09
3,99
4,13
Sumber : Anggaran Pendidikan Praja Mangkunegaran mulai tahun 1916-1939
dalam Rijksblad tahun 1916-1939.
Sebagai ilustrasi dapat kita perhatikan perkembangan anggaran pendidikan
di Praja Magkunegaran. Tahun 1916 anggaran pendidikan hanya 31,887 gulden
atau 0,75% dari seluruh anggaran praja, kemudian mengalami kenaikan yang
fluktuatif sampai denga tahun 1921. namun rata-rata masih di bawah 100.000
gulden. Kenaikan yang sangat menyolok adalah anggaran tahun 1922 sampai
tahun 1932, dan mendapai puncaknya pada tahun 1931 dan 1932 yaitu 157.382
gulden (6,28%) dan 139,318 gulden (6,28%).
Para pemuda di Praja Mangkunegaran diwajibkan memperluas
pengetahuan dengan membaca buku-buku, majalah, dan Koran. Untuk memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
kebutuhan pemuda dan melayani masyarakat umum dibuka perpustakaan Sana
Pustaka dan Panti Pustaka. Sekolah Pertukangan ( Ambachtschool ) pun dibuka
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di pabrik gula, dan
dimaksudkan pula untuk mencetak tukang-tukang yang terdidik. Pembangunan
sarana dalam bidang irigasi ditandai dengan adanya perbaikan sistem irigasi di
pabrik gula milik Mangkunegaran. Untuk meningkatkan produksi pangan
dibangun sarana irigasi karena daerah Praja Mangkunegaran bagian selatan
(Wonogiri) terdiri dari daerah yang berbukit-bukit dan hutannya telah mengalami
kerusakan. Sebagai akibatnya ketika hujan, airnya tidak sempat tersimpan oleh
tanah. Pada musim kemarau keadaan tanah menjadi kering kerontang, akibatnya
tanah itu tidak dapat ditanami. Selama lima tahun Dinas Irigasi Praja (Rijk
Waterstaat) yang dipimpin oleh seorang arsitek Belanda, bernama F.E Wolf telah
mendirikan sejumlah sarana perairan di wilayah Praja Mangkunegaran. Adapun
bangunan ini ialah: Temon, Wiroko, Kebon Agung, Kedung Uling, dan Plumbon.
a Pembangunan Sarana Irigasi
Seperti diketahui bahwa wilayah Surakarta secara geografis merupakan
wilayah yang rawan banjir. Hampir setiap tahun wilayah ini selalu mengalami
banjir. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII menyadari bahwa sistem drainase
merupakan salah satu komponen infrastruktur yang sangat penting. Kemajuan
sebuah kota dapat dinilai dari kondisi sistem drainasenya. Sebelum dilakukan
pengelolaan sistem drainase, limbah cair rumah tangga, baik itu hasil cucian dan
cairan limbah dapur langsung masuk ke satu saluran. Kondisi ini pada musim
kemarau, saat debit drainase di dalam kota menurun diperparah dengan penuhnya
tumpukan sampah padat, menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran air. Akibat
tersumbat, limbah ini berbau busuk dan menyengat. Sementara saat musim
penghujan datang, air akan meluap karena limbah ini bercampur dengan beban
sampah padat. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII sadar bahwa sistem drainase di
Praja Mangkunegaran perlu diperbaiki. Di sekeliling Pura Mangkunegaran
dibangun saluran-saluran khusus untuk mengatur pembuangan limbah.
Pembangunan saluran-saluran ini diteruskan hingga daerah Gilingan, daerah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
setiap musim hujan selalu digenangi air. Dari waduk Cengklik juga dibangun
saluran induk yang mengalir ke arah timur hingga Balekambang. Saluran itu
diatur dengan pintu-pintu air yang sewaktu-waktu bisa dibuka dan ditutup.
Tanggul untuk mencegah banjir pertama kali dibangun pada tahun 1900.
Tanggul ini dibangun dengan cara mengalirkan air di Kali Pepe. Di desa
Munggung dibangun sebuah pintu air, aliran air Kali Pepe diarahkan ke timur
melalui Kali Anyar disebelah utara kota sampai ke Bengawan Solo. Air Kali Pepe
yang mengalir ke kota, pada musim penghujan ditutup. Di kampung Demangan,
Sangkrah juga dibangun pintu air. Pintu air ini juga ditutup saat musim penghujan
supaya air yang mengalir dari Bengawan Solo tidak dapat masuk ke kota (
Soedarmono ,2006 : 47).
Di sebelah selatan kota, Kali Palemwulung yang mengalir ke kota yang
kemudian disebut Kali Jenes dialirkan ke arah timur. Aliran airnya menuju ke
Bengawan Solo melalui daerah Nusupan sebelah utara. Adapun yang dibuat
tanggul mulai dari Tipes, kampung Mipitan, dan Semanggi kemudian sampai ke
Sorogenen Wetan.
Disebelah utara kota, tanggul dibangun mulai dari sebelah utara
Balekambang di Sumber menuju ke timur sampai Kentingan yaitu disepanjang
pinggiran sungai. Dana untuk pembangunan tanggul ini sangat besar sehingga
biaya pembangunan ini ditanggung oleh Pemerintah Istana Kasunanan, Pura
Mangkunegaran, dan dibantu oleh Pemerintah Belanda. Pembangunan ini
dilaksanakan pada masa PB X dan Mangkunagoro VI ( Soedarmono,2006 : 47 ).
Di era Mangkunagoro VII juga dilakukan beberapa perbaikan serta pemeliharaan
tanggul-tanggul tersebut. Perbaikan dilakukan pada kurun waktu antara tahun
1922-1924.
b. Pembangunan Jaringan Jalan
Sejak tahun 1872, setelah jalur transportasi sungai mulai surut, sistem
transportasi darat mulai berkembang di Surakarta. Sistem transportasi darat
menghubungkan Surakarta dengan Semarang, Yogyakarta, Batavia, Purwodadi,
Wonogiri, dan Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Di Karanganyar, jalan yang melewati Jumapolo serta jalan dari
Mojogedang ke Batujamus lewat Kemuning diperbaiki. Selain itu dilakukan
pembangunan jalan baru ke Tawangmangu. Tahun 1924-1927 bus mulai memiliki
andil yang besar dalam sarana angkutan perkotaan (Th.M.Metz, 1939 : 68-70 ).
Tahun 1914 direncanakan jembatan Jurang-Gempol di jalan Wonogiri – Jatisrono
– Ponorogo sebagai suatu proyek agar jalan ini bisa dilewati pedati yang ditangani
oleh arsitek Belanda, Ir. Van Oort dari Madiun (Autorisatie begrooting van
kosten. 1940. Arsip Mangkunegaran ).
Perhatian terhadap pembangunan jaringan jalan dan jembatan ini semakin
intensif sejak K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII memegang tampuk pemerintahan.
Pada tahun 1916 terdapat 433 km jalan kuda yang diperlebar, 60 km jalan yang
tidak dikeraskan. Keadaan ini mengalami banyak perubahan pada tahun 1931
yakni setelah Mangkunagoro VII memegang tampuk pemerintahan selama 15
tahun. Di Praja Mangkunegaran terdapat 530 km jalan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor. Antara tahun 1909-1924 dibangun dan diresmikan jembatan
Kali Pepe di dekat stasiun Balapan yang memperpendek jalan dari Villa Park
menuju Purwosari.
Usaha pembangunan jalan dan jembatan yang dilakukan K.G.P.A.A.
Mangkunagoro VII telah membawa hasil yang sangat memuaskan. Dalam
pidatonya pada hari ulang tahun penobatannya beliau menjadi penguasa Praja
Mangkunegaran yang ke-16, pada tahun 1931 beliau menyampaikan rencana
pembangunan jalan aspal sepanjang 70 kilometer. Sehingga dalam jangka waktu
20 tahun tidak diperlukan biaya pemeliharaan jalan dari praja. Akan tetapi karena
terjadi krisis, maka diadakan kebijakan penghematan dalam anggaran belanja
Praja hingga pelaksanaan pembangunan itu menjadi terhambat. Hingga tahun
1940-antara lain ketika situasi dunia menjadi panas menjelang PD II, sudah tidak
ada pembangunan jalan dalam skala besar yang direncanakan dari anggaran praja.
c. Pembangunan Gedung Societed
Secara fisik pengaruh budaya Eropa pada bangunan soos dapat ditelusuri
dari adanya jendela-jendela yang berukuran besar. Contohnya adalah bangunan
soos Harmoni, yang terletak di timur benteng Vastenberg, atau soos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Mangkunegaran. Hampir pada semua bangunan soos memiliki ciri seperti ini, baik
yang dikota-kota besar maupun dikota-kota kecil.
Kesan Indis tidak saja terlihat dari fisik bangunannya saja, nmun lebih dari
itu tersirat dari berbagai macam kegiatan dan aktivitas dari pengguna bangunan
tersebut. Bangunan soos selain menjadi tempat interaksi sosial, juga merupakan
perwujudan akan kebutuhan tempat untuk mendukung gaya hidup mereka. Pesta-
pesta dansa serta perjamuan makan yang dulu sering dilakukan di rumah tinggal
Indis yang luas dan megah sudah jarang dilakukan, karena terbatasnya ruang
yang ada. Namun karena para pendukung budaya Indis ini menganggap perlunya
menggunakan budaya Barat demi karier, jabatan, dan prestise dalam kehidupan
masyarakat kolonial, maka mereka menganggap perlunya budaya masa lampau
yang dibanggakan.
Dengan munculnya organisasi modern, para priyayi yang tergabung dalam
organisasi-organisasi tersebut sering berkumpul di satu tempat pertemuan. Tempat
pertemuan ini dikenal dengan nama Soos, yang diambil dari kata Belanda
Societeit, yaitu tempat pertemuan bangsa Belanda yang eksklusif. Di samping
untuk keperluan rapat, soos juga menjadi tempat pertemuan publik yang dapat
digunakan untuk berbagai keperluan seperti kegiatan rekreasi, pementasan
sandiwara, pesta sekolah, pertandingan permainan, dan lain sebagainya.
Pada awalnya kebiasaan-kebiasaan berkumpul di soos merupakan
kebiasaan orang-orang Belanda. Mereka berkumpul di gedung yang cukup luas
untuk melakukan berbagai kegiatan, yang kebanyakan merupakan pesta-pesta
diakhir pekan. Selain pesta permainan yang sangat digemari adalah permainan
bola sodok. Hampir setiap kali orang-orang Belanda berkumpul mereka
memainkan permainan ini. Berawal dari permainan inilah kemudian banyak orang
awam memakai istilah Kamar Bola sebagai nama lain dari societeit.
Dengan dimulainya abad 20, sebuah zaman dimana semangat modernitas
seperti yang ditujukkan oleh orang-orang Belanda dipahami sebagai peradaban
Barat yang telah mengikis sikap penghormatan terhadap orang tua. Mereka
menyebut diri dengan istilah kaum muda, yang lebih modern dan maju ketimbang
orangtua mereka dan orang-orang yang tidak berpendidikan Barat. Namun semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
itu tidak berarti mereka kehilangan identitasnya sebagai orang Jawa. Yang
terpenting pada masa ini adalah hal-hal tradisional telah kehilangan maknanya
yang utuh dan mereka dipaparkan berdampingan dengan hal-hal yang modern
(Takashi shiraishi,1987: 41).
K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII menginginkan sebuah societed dibangun
di kawasan Mangkunegaran. Oleh sebab itu mulai tahun 1918, mulai diadakan
pembangunan societed. Sasono Suka Societed (SSS) dibanguna oleh seorang
arsitek pribumi yang berasal dari seorang arsitek pribumi yang berasal dari
Semarang yang bernama Atmodirono. Sasono Suko Societed (SSS) merupakan
bangunan yang berbeda dengan soos lain di Surakarta, karena SSS
menggabungkan antara elemen Hindu-Jawa dan Eropa. Hal ini terlihat dari bentuk
SSS yang menyerupai candi dan dilengkapi dengan arca.Bangunan ini juga
memiliki ornamen berbentuk stupa candi dan beberapa punden berundak.
Pengaruh Eropa tercermin dari peletakan pintu dan jendela yang besar, yang
merupakan ciri khas bangunan-bangunan Eropa. Gedung ini kemudian menjadi
gedung untuk siaran radio di Surakarta yang diprakarsai oleh Mangkunegoro VII,
dikenal dengan SRV. Sejak saat itu hari radio diperingati di Indonesia. Namun
sekarang sudah beralih fungsi menjadi gedung perpustakaan yang dikenal dengan
Monumen Pers.
d. Pembangunan Taman Kota
1) Taman Tirtonadi
Taman Tirtonadi terletak di kampung Gondang Wetan Kelurahan Manahan,
Kecamatan Banjarsari. Taman ini dibangun pada zaman Mangkunagoro VII dan
berada di pinggir Kali Pepe dan Kalianyar.
Obyek wisata ini dibangun untuk memanfaatkan air yang berasal dari Kali
Pepe yang terjun melalui pintu air Kali Anyar atau banjir kanal (Suara Merdeka,
Sabtu 19 Maret 1983 ). Sebelum dibangun tanggul, setiap musim hujan air dari
Kali Pepe selalu meluap sehingga mengakibatkan banjir diwilayah sekitar kali
tersebut . Oleh karena itu, untuk mengatasi banjir maka mulai tahun 1903, digali
banjir kanaal yang menjurus ke timur langsung ke Bengawan Solo, dan bersamaan
pula dengan pembangunan tanggul dari utara Balekambang ke arah timur sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
di daerah Kandangsapi. Proyek kolosal ini akhirnya baru dapat diselesaikan pada
tahun 1911.
Taman Tirtonadi dibangun dengan konsep taman air (water castle), karena
latar belakang pembangunan taman ini ialah untuk memanfaatkan air di banjir
kanal. Selain Taman air, di kompleks ini juga tersedia obyek wisata bagi anak-
anak yaitu Partimah Park dan telaga yang diberi nama Minapadi. Taman air
Tirtonadi terdiri dari :
1. Taman Labirin (Doolhof)
Taman Labirin ini terletak di pusat atau di tengah kompleks taman
Tirtonadi. Labirin ini terinspirasi dari taman di Eropa, khususnya di
Inggris yang terbuat dari tanaman yang diatur sedemikian rupa sehingga
membentuk jalan yang berkelok-kelok dan memiliki nilai estetika yang
sangat tinggi (Overzicht Kaart Tirtonadi Complex, tanpa tahun, koleksi
arsip Mangkunegaran no 421 ).
2. Kolam Teratai (Berceau)
Pembangunan taman ini adalah menggunakan konsep taman air
maka tidak mengherankan bila unsur utama taman ini adalah kolam air.
Kolam air di Taman Tirtonadi dihias dengan bunga teratai, sehingga
menimbulkan kesan indah, asri, dan romantis. Kolam teratai ini berjumlah
enam dan tersebar di seluruh penjuru arah.
3. Struiken
Selain taman Labirin dan kolam teratai, di taman ini tumbuh
dengan subur berbagai pepohonan dan semak belukar yang ditanam dan
dirawat dengan baik untuk menambah kesan asri di Taman Tirtonadi.
Sebagian besar pepohonan yang tumbuh adalah pohon cemara.
4. Jalan setapak
Bagi para pengunjung Taman Tirtonadi, dibangun jalan setapak
yang menghubungkan taman Labirin, kolam teratai dan taman cemara
Jalan setapak yang beraada di Taman Tirtonadi ini terdiri dari tiga jalur
utama.
5. Jembatan Senggol/Kreteg senggol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Jembatan ini dibangun untuk menghubungkan Taman Tirtonadi
dengan Minopadi. Jembatan Senggol disebut demikian karena jembatan ini
sempit dan melintang di atas banjir kanaal, sehingga setiap orang yang
berjalan berpapasan di jembatan ini saling bersenggolan.
2) Partimah Park
Partimah Park adalah taman rekreasi bagi anak-anak yang dibangun
K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII dan juga terletak satu kompleks dengan Taman
Tirtonadi. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII memberi nama taman bermain ini
sesuai dengan nama puteri bungsunya, B.R.A. Partimah. Taman bermain ini
terletak di sebelah timur kolam teratai. Taman Partimah ini berfungsi sebagai
taman rekreasi bagi anak-anak. Sesuai dengan fungsi utamanya, yakni sebagai
taman bermain maka disediakan berbagai macam sarana bermain bagi anak-anak
antara lain :
1. Kolam Renang Anak-Anak (Kinder Badplaats)
Pembangunan sarana kolam renang ini dilengkapi dengan papan
berseluncur serta pelampung yang terbuat dari ban karet. Setiap sore dan
akhir pekan anak-anak ramai berenang di tempat ini dengan ditunggui orang
tuanya. Di sekitar kolam renang ditanami berbagai macam bunga yang
menambah keindahan suasana taman.
2. Timbangan/Jungkat-Jungkit
Timbangan merupakan salah satu sarana bermain di area Partimah Park
yangdisukai anak-anak.
3. Bandulan/Ayunan
4. Lapangan Terbuka
Di lapangan terbuka ini, anak-anak bebas bermain. Biasanya mereka bermain
lompat tali, engklek, dan kucing-kucingan (Autorisatie begrooting van kosten.
1941. Arsip Mangkunegaran ).
3) Partini Tuin dan Partinah Bosch
Partini Tuin dibangun K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII sebagai hadiah
untuk putrinya, B.R.A. Partini ketika menikah dengan Prof.Dr. Husein
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Joyodiningrat. Taman Partini merupakan sarana rekreasi yang juga dilengkapi
dengan lapangan olahraga dan pemandian. Di taman tersebut diadakan hiburan
pertunjukan wayang orang dan ketoprak Sesuai dengan kebiasaan K.G.P.A.A.
Mangkunagoro VII yang memberi nama sesuai dengan nama puteri-puterinya,
Partinah Bosch dibangun untuk B.R.A. Partinah. Partinah Bosch merupakan hutan
kecil yang terdiri dari berbagai macam pepohonan. Keistimewaan hutan ini
terletak pada fungsinya, yaitu untu mengenalkan dan mendidik anak-anak agar
mengetahui nama-nama ilmiah dari setiap pohon yang ditanam di Partinah Bosch.
Di setiap pohon yang ditanam, dicantumkan nama ilmiah tanaman tersebut.
Sehingga selain berfungsi sebagai hutan botani juga berfungsi bagi sarana rekreasi
bagi anak-anak dan mampu mencerdaskan anak.
4) Minopadi
Minopadi adalah telaga kecil buatan yang ditaburi bibit ikan yang juga
terletak di kompleks Taman Tirtonadi dan digunakan sebagai sarana untuk
memancing ikan dan olah raga sampan.
e. Pembangunan Pasar
Kota Surakarta pada abad 20 sudah terdapat banyak pasar. Pasar yang
terbesar adalah Pasar Gede yang terletak di Kasunanan Surakarta. Pasar Gede
dibangun tahun 1927 menjadi pasar berlantai dua yang pertama di Indonesia.
Pasar yang terletak di wilayah Kasunanan selain Pasar Gede adalah Pasar Kliwon
dan Pasar Klewer. Pasar Kliwon dahulu merupakan pasar hewan, khususnya
untuk jual –beli kambing. Pasar ini dinamakan Pasar Kliwon karena setiap
pasaran Kliwon pasar ini selalu ramai. Pasar Klewer terletak di sebelah selatan
alun-alun utara dan merupakan pusat tekstil.
Selain di wilayah Kasunanan, di wilayah Mangkunegaran juga terdapat
beberapa pasar. Adapun pasar yang terletak di wilayah Mangkunegaran antara
lain :Pasar Legi, Pasar Pon, dan Pasar Triwindu.
1) Pasar Legi
Pasar Legi terletak di wilayah kota Mangkunegaran tepatnya disebelah
timur. Dari lokasinya Pasar Legi diibaratkan sebagai tempat pemenuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kebutuhan duniawi karena di lokasi ini masyarakat berbaur untuk mencari
kebutuhan duniawinya. Sesuai dengan namanya, pasar ini dinamakan demikian
karena pasar ini ramai pada hari pasaran Legi. Para pedagang biasanya datang dari
desa-desa. Pada tahun 1936, K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII melakukan renovasi
pada pasar ini sehingga kondisi pasar menjadi lebih rapi, indah dan tertib.
2) Pasar Pon
Pasar Pon juga terletak di wilayah kota Mangkunegaran, biasanya para
pedagang berduyun-duyun datang pada hari pasaran Pon. Tetapi sejak tahun 1929,
pasar ini berubah menjadi pusat pertokoan yang terdiri dari kios-kios toko yang
menjual berbagai macam kebutuhan barang. Kios-kios ini terletak di tepi jalan
depan Pura Mangkunegaran ( sekarang Jalan Diponegoro ). Suasananya sangat
ramai dan sebagian besar pedagang adalah bangsa Cina.
3) Pasar Triwindu.
Pasar Triwindu adalah pasar yang dibangun K.G.P.A.A. mangkunagoro
VII untuk memperingati 24 tahun kenaikan tahtanya. Pasar ini diresmikan tahun
1939. Pasar Triwindu terletak di sebelah selatan Pura Mangkunegaran. Pasar ini
menjual berbagai barang yang terbuat dari logam, besi, tembaga, emas, dan perak.
B. Tata Ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944
1. Konsep Kosmologi Jawa di Praja Mangkunegaran
Konsep kosmologi Jawa atau juga dikenal konsep projo kejawen, masih
dijadikan acuan dalam membangun tata ruang kota di Praja Mangkunegaran yang
mengutamakan sumbu poros sakral utara-selatan sebagaimana prinsip tata ruang
perkotaan Mataram. Puro Mangkunegaran sebagai sentrum dari teori sentrifugal
yang menghadap ke utara, dibangun jalan poros lurus sampai pada titik teleologis
tugu pemandengan ndalem. Hal ini dimaknai sebagai pertama, untuk
membedakan nilai kosmis magis antara ruang-ruang publik bagi rakyat (njobo)
sebagai lingkungan mikrokosmos dengan istana kerajaan (njeron) makrokosmos
yang bernuansa sakral magis. Kedua, sumbu poros ini juga dimaknai sebagai
simbol pemisahan antara prinsip dunia sekuler (Pasar Legi) di timur jalan dengan
dunia spiritual (Masjid Wustho) dibarat jalan yang ditandai dengan keberadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
kampung Kauman, hunian abdi dhalem reh pangulon.Dalam pengertian kiblat
kulon (arah matahari terbenam) sebagai simbol abdi dhalem urusan akherat.
Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam
setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunagoro VII dalam pembangunan di
Praja Mangkunegaran.
Kosmologis dari keseluruhan negeri dapat diwujudkan dengan jumlah dan
letak propinsi serta simbol dari peguasaan daerah. Tapi arsitektur bisa dibentuk
sebagai gambaran yang lebih riil menyerupai jagad raya. Susunan kosmis
bangunan adalah sebagai berikut, tempat tinggal raja merupakan titik pusat
lingkaran pertama yang disebut kuthagara selanjutnya disekitarnya merupakan
lingkaran kedua yang disebut negaragung yang secara harfiah berarti kota besar.
Lingkaran ketiga adalah daerah mancanegara. Lingkaran berikutnya adalah
daerah pesisir dan yang terakhir disebut tanah seberang atau samudra raya. Hal
itu melukiskan bahwa keraton diartikan sebagai perwujudan dari dua alam
pikiran, makrokosmos dan mikrokosmos. Dipandang dari sudut kebenaran,
perlambangan tersebut tidak begitu jelas dan nyata namun dalam alam pemikiran
Hindu Jawa konsep perkembangan tersebut tetap dipertahankan.
Bagi masyarakat di Praja Mangkunegaran, praja bukan hanya suatu pusat
politik dan budaya, tetapi merupakan pusat keramat. Keraton adalah tempat
bersemayam raja dan raja merupakan sumber-sumber kekuatan kosmis yang
mengalir di daerah-daerah yan membawa ketentraman, keadilan, dan kesuburan
(Franz Magnis Suseno, 1985 : 90 ). Paham ini terungkap dengan sangat jelas
dalam gelar para penguasa keempat wilayah Jawa Tengah hasil perpecahan
kerajaan Mataram. Kedua penguasa di Yogyakarta menyebut diri Hamengku
Buwana (yang memangku jagad raya), dan Paku Alam. Para penguasa Surakarta
menyebut dirinya Paku Buwana dan Mangkunagoro (yang memangku negara).
Pandangan tentang keraton sebagai pusat kekuasaan kosmis menentukan
paham negara, kekuatan yang ada di pusat semakin menjauh akan semakin redup,
dan bahkan hilang. Begitu juga menurut filsafat politik Jawa, negara itu paling
padat di pusat, didekat raja. Dari ibukota kekuatan raja memancar sampai kedesa-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
desa. Kekuatan itu ada karena seluruh kekuatan itu menjaga keraton dan
memberikan perlindungan serta memberi keselamatan pada para penghuninya.
Kekuatan yang berawal dari berbagai kekuatan makhluk hidup, unsur alam
semesta dari arah timur, selatan, utara, barat yang disatupadukan di keraton untuk
dipanjatkan dengan suatu persembahan melalui upacara ritual kepada sumber dari
segala sumber kekuatan yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa. Dengan
adanya kekuatan-kekuatan yang melingkupi keraton tersebut, keberadaan keraton
akan tetap langgeng (tidak punah) meskipun saat ini kekuasaannya diibaratkan
hanya seluas ”mekarnya payung” disamping itu keraton dipercaya dilindungi dan
dijaga oleh kekuatan halus yang berada di keblat empat (keblat sekawan). Adapun
kekuatan itu terletak di empat arah mata angin, yaitu: disebelah utara: Kanjeng
Ratu Kalayuwati di hutan Krendhawahana, disebelah Timur Kanjeng Sunan Lawu
digunung Lawu, disebelah selatan Kanjeng Ratu Kencana Sari (Kanjeng Ratu
Kidul) di Samudera Hindia, disebelah barat Kanjeng Ratu Kedhaton di Gunung
Merapi dan Merbabu.
Puro Mangkunegaran sendiri terletak ditengah-tengah Surakarta di
wilayah Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari. Puro Mangkunegaran
berdiri diatas tanah seluas 93,396 meter persegi. Bangunan dalam puro dibagi
menjadi dua, bangunan utama model joglo atau limasan dan bangunan di
sekelilingnya didirikan berdasarkan arsitektur Belanda. Bangunan kedua
digunakan sebagai asrama tentara kavaleri. Bangunan yang berada di Puro
Mangkunegaran antara lain :
1. Pamedan yaitu halaman luas yang berfungsi sebagai tempat latihan
militer legiun Mangkunegaran.
2. Reksa Wahana yaitu sebagai tempat menyimpan kereta-kereta dan
memelihara kuda, terletak disebelah kanan pamedan.
3. Pendopo Ageng yang terletak ditengah-tengah bangunan utama dan
merupakan tempat pertunjukan kesenian, menyimpan gamelan, dan
terutama sebagai tempat jamuan dan upacara-upacara resmi.
4. Pringgitan yang disebut juga sebagai beranda dalem, yang letaknya lebih
tinggi dari pendopo. Pringgitan ini berbentuk kutuk ngambang, sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
dipakai untuk pertunjukan wayang tetapi fungsi utamanya sebagai tempat
menerima tamu.
5. Panetan yang terletak diantara pendopo dengan pringgitan merupakan
jalan bagi kereta tamu.
6. Dalem Ageng yaitu bangunan yang terletak disebelah dalam pringgitan,
merupakan tempat diadakannya upacara-upacara resmi.
7. Dimpil yaitu tempat pemujaan nenek moyang dan menyimpan pusaka.
8. Bale Warni, merupakan tempat tinggal permaisuri dan putri-putrinya.
9. Pracimusana yaitu tempat untuk menerima tamu sehari-hari dan tempat
tinggal keluarga Puro Mangkunegaran.
10. Bale Peni merupakan tempat tinggal Mangkunegoro dan menerima tamu
laki-laki.
11. Purwosana, terletak diseputar bale warni dan bale peni merupakan tempat
tinggal para wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan
Mangkunegoro yang sudah memerintah.
12. Panti Putra yaitu tempat tinggal putra-putra yang masih ada hubungan
keluarga dengan Mangkunegoro.
13. Prangwedanan merupakan tempat tinggal putra mahkota calon pengganti
Mangkunegoro yang sedang memerintah. Letaknya diantara perkantoran
mandrapura dan panti putra.
14. Mandrapura, terletak diantara timur dan barat pendapa merupakan
perkantoran dimana semua pekerjaan yang berhubungan dengan penataan
dan pengaturan administrasi.
15. Rekso Pustaka yaitu perpustakaan yang terletak disebelah timur pendapa.
Perpustakaan ini berdiri tahun 1868 (pada waktu Mangkunegoro IV).
Sedangkan letak geografis wilayah Praja Mangkunagaran dibatasi dengan
sebelah utara dengan pegunungan kapur Kendeng, sebelah selatan dengan
Samudra Hindia dan tanah datar wilayah Yogyakarta,sebelah timur dengan
Gunung Lawu,sebelah barat dengan Gunung Merapi dan Merbabu (Moh.
Dalyono, 1939 : 105 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
2. Konsep Civic Center di Praja Mangkunegaran
Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya.
Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa,
sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh
kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Kedua konsep ini
tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan filosofi masyarakat
penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan adanya percampuran cara
hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya yang berseberangan yaitu
antara budaya Timur dan budaya Barat.
Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran dipisahkan oleh
jalan poros (groote weg) yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai
jalan berbaris pasukan militer belanda. Dalam menangani persoalan yang
langsung menyangkut eksistensi Praja Mangkunegaran, wewenang dipegang oleh
P.A.A Mangkunagoro. Oleh sebab itu P.A.A Mangkunagoro merasa berwenang
untuk mengadakan penataan ruang wilayahnya dengan inisiatif sendiri. Langkah
besar yang diambil dan sangat menentukan dalam perkembangan dan keberadaan
Praja Mangkunegaran adalah kebijakan pendahulu Mangkunagoro VII yaitu
P.A.A Mangkunagoro IV yang menghapuskan tanah apanase dan mengganti tanah
lungguh ini dengan gaji berupa uang kepada para bangsawan. Penghapusan tanah
apanase dilakukan oleh P.A.A. Mangkunagoro IV pada tahun 1862. Kebijakan ini
diambil untuk memperbaiki kondisi keuangan praja yang sangat buruk.
Bersamaan dengan hal itu, Mangkunagoro juga menghapus gelar pangeran di
antara kerabatnya sehingga bisa mengurangi jumlah wewenang dan gaji yang
membebani anggaran kadipaten. Tanah-tanah lungguh yang kembali kemudian
dijadikan sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan pabrik dan
perkebunan gula di Colomadu dan Tasikmadu. Dengan dua pabrik gula tersebut,
Praja Mangkunegaran berhasil memperoleh dana yang besar untuk mendanai
pembangunan wilayahnya. Pada pola pemukiman di Praja Mangkunegaran,
konsep pembuatan jaringan jalan dibangun menurut model tata ruang Eropa yang
telah meninggalkan konsep arah jalan tradisional. Daerah kota Mangkunegaran
menunjukkan model pembangunan jalan bergaya Eropa dengan pembuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
taman-taman diantara pertigaan dan perempatan jalan. Pembangunan jalan di
Mangkunegaran secara besar-besaran dilakukan pada tahun 1917, ketika P.A.A
Mangkunagoro VII naik tahta. Atas keinginan Mangkunagoro VII pembuatan
jalan-jalan di wilayah Mangkunagoro harus menambah keindahan estetika ruang
kota. Biaya penggarapan proyek pembangunan jalan diambil dari dana
Mangkunegaran (Mangkoenagaransche Fonds) seperti yang terdapat dalam Het
Begrooting van Mangkoenagoroshe Rijk over het jaar 1920
Daerah sebelah utara pamedan wilayah Mangkunegaran telah menjadi
perumahan elit Eropa dengan nama Villapark. Lingkungan Villapark dinyatakan
sebagai lingkungan elit dengan peraturan tersendiri yang dapat dilihat dari
Undang-Undang tentang penggunaan tanah negara di Surakarta, khususnya daerah
Mangkunegaran. Peraturan tentang penggunaan tanah negara di Mangkunegaran
tidak meliputi daerah Villapark, karena daerah ini sudah mempunyai peraturan
tersendiri yang ditetapkan tanggal 1 November 1913. Lingkungan Villapark
dihuni oleh sebagian besar orang Eropa yang bekerja di sektor perkebunan.
Memang awalnya daerah Villapark merupakan daerah yang diperuntukkan bagi
orang-orang Belanda, namun karena perkembangan dan kemajuan zaman telah
membuat golongan pribumi masuk kedalam lingkungan tersebut. Hal ini sesuai
dengan peraturan yang dikeluarkan pada tanggal 1 November 1913 :
”...bahwa yang boleh bertempat tinggal di daerah Villapark hanyalah
bangsa Belanda, namun jika karena kemajuan zaman bangsa Jawa juga
boleh bertempat tinggal seperti juga layaknya orang-orang Belanda”
(M.N Rijkwaterstaat, 29 November 1936, Koleksi Arsip
Mangkunegaran, tanpa nomor catalog).
Adapun tahap perkembangan kota yang dipengaruhi oleh situasi kolonial,
digambarkan oleh Abdurachman Surjomihardja sebagai berikut:
”Bermula dari sebuah jalan raya kemudian didirikan kantor-kantor
pemerintahan kolonial dan sebuah benteng, selanjutnya dibangun daerah
pemukiman orang-orang Eropa, sebuah klub dan arena balap kuda.
Daerah sekitar kota menjadi usaha orang Eropa dalam bentuk
perkebunan, pertanian, dan industri. Jalan kereta api dan jembatan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
jembatan penghubungnya banyak didirikan, demikian juga halnya
dengan gudang –gudang penimbunan. Kota menjadi pusat pemrintahan
kolonial dan berdatangan kaum imigran baru” (Abdurachman
Surjomihardja, dalam Ibrahim Alfian, 1987: 256-270).
Jalan poros lurus yang dibangun sampai titik tugu pemandengan ndalem
memiliki arti khusus yang dihubungkan dengan kosmologi Jawa. Jalan poros lurus
ini memisahkan wilayah di sebelah timur jalan dan barat jalan. Wilayah di sebelah
timur jalan puro ini adalah daerah Pasar Legi. Di Pasar Legi aktivitas seluruh
masyarakat tumpah ruah. Pasar Legi merupakan simbol kehidupan duniawi
dimana manusia memikirkan dan mencari cara untuk memenuhi kebutuhan
jasmani. Dalam konsep kosmologis harus selalu ada keseimbangan antara dunia
sekuler dan dunia spiritual. Bila daerah timur diibaratkan sebagai dunia sekuler,
sebaliknya daerah sebelah barat merupakan simbol kehidupan spiritual. Hal ini
ditandai dengan keberadaan masjid di kampung Kauman. Kampung Kauman
merupakan tempat pemukiman abdi dalem reh pangulon yaitu penghulu dan kaum
alim ulama.
Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran.
Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja
berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta
gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic center ini dibangun :
Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer
yang digunakan sebagai gedung pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah,
gudang untuk legiun Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi,
beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati,
wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh
Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran.
Kantor kelurahan di wilayah kota Mangkunegaran letaknya selalu berada
di pojok. Hal ini secara filosofis melambangkan bahwa sebagai pemimpin harus
selalu mengayomi rakyatnya. Makna filosofis ini erat kaitannya dengan konsep
Tri Dharma yang dianut Praja Mangkunegaran.Konsep Tri Dharma tersebut
adalah Mulat Sarira Hangrasa Wani (kenalilah dirimu sendiri), Rumangsa melu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban
untuk siap membela kepentingan Praja).
Pelayanan bagi masyarakat di bidang transportasi, khususnya kereta api
berada di wilayah Balapan. Sebelum di Balapan didirikan stasiun kereta api,
dahulu daerah itu merupakan area khusus pacuan kuda yang dilengkapi dengan
tribun terbuka yang dibangun pada masa Mangkunagoro IV, tetapi kemudian area
pacuan kuda dipindah ke wilayah Manahan. Stasiun kereta api Balapan dikelola
oleh perusahaan swasta yakni NIS. Pembangunan jalur kereta api yang ada di kota
dilakukan pada tahun 1923, setelah dibangun jalur kereta api oleh NIS yang
menghubungkan Solo-Wonogiri-Baturetno dengan panjang rel 79 kilometer
(Metz, Th. M, 1939 : 68 ). Pembangunan jalur kereta api ini bagi perkembangan
kota adalah aspek modernisasi, dari hewan ke mesin, walaupun ada unsur
diskriminasi etnis dan sosial sebab tidak semua orang dapat menggunakan fasilitas
ini dengan bebas karena ada keterbatasan-keterbatasan seperti mahalnya ongkos
naik kerata saat itu sehinga hanya orang-orang Eropa dan kaum bangsawan saja
yang dapat bepergian dengan fasilitas ini. Bagi kaum pribumi yang mampu
menjangkau fasilitas ini mendapatkan perbedaan dalam pelayanan. Untuk kaum
pribumi gerbong yang disediakan lebih sedikit sehingga harus digunakan melebihi
kapasitas. Sementara orang Eropa dan kaum bangsawan dapat duduk dengan
leluasa, menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Hal ini semakin terlihat
jelas dari lokasi stasiun yang berada di wilayah pemukiman Eropa. Stasiun
Purwosari terletak didekat pemukiman Eropa dan etnis Cina di sepanjang jalan
poros utama (sekarang jalan slamet riyadi). Stasiun balapan terletak di dekat
pemukiman Eropa di Villapark.
Pembangunan fasilitas kesehatan di bawa oleh misi zending dengan
membuka rumah sakit di Jebres dan Mangkubumen . Rumah sakit Mangkubumen
terletak dekat barak militer Belanda, tepatnya di timur Masjid Kota Barat
(sekarang). Selain rumah sakit milik zending di wilayah Mangkunegaran dibuka
pula klinik kesehatan yang terletak di sebelah barat Puro Mangkunegaran dan
selain rumah sakit dalam kota juga dibangun klinik di wilayah perkebunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. KESIMPULAN
1. Di Praja Mangkunegaran, kondisi perekonomian yang sulit berhasil dilalui
Mangkunagoro VI. Beban berat yang harus dipikul Mangkunagoro VI adalah
membangun kembali keuangan Praja Mangkunegaran yang mengalami
kemerosotan. Keadaan ini terjadi karena perkebunan-perkebunan yang menjadi
andalan Praja Mangkunegaran terserang wabah hama yang hebat dan
menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu Pemerintah Kolonial
Belanda mempermainkan harga barang yang dijual kepihak Belanda, yaitu
memberi harga serendah mungkin. Sehingga menimbulkan kekosongan kas di
Praja Mangkunegaran. Praja Mangkunegaran dililit banyak hutang sehingga
tidak mampu memberikan gaji kepada pegawainya. Pemikiran Mangkunagoro
VI tersebut sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Beliau telah
dapat mengembalikan kemakmuran bagi Pemerintahan Praja Mangkunegaran.
Hutang-hutang yang menumpuk telah dapat dilunasi, bahkan kondisi keuangan
kas Praja Mangkunegaran mengalami surplus. Kondisi keuangan Praja
Mangkunegaran yang berangsur-angsur membaik dan mengalami surplus ini
mendorong Mangkunagoro VII untuk melakukan alokasi dana bagi
pembangunan khususnya di Praja Mangkunegaran. Pembangunan dilakukan di
bidang pendidikan, irigasi, pertanian, pembangunan sarana perkotaan. Sejak
awal abad XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan
pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Berbeda dengan pembaharuan-
pembaharuan dalam bidang lainnya seperti : birokrasi, pengaturan keuangan,
pembangunan, maka bidang pendidikan secara politis tidak banyak
mendapatkan pencekalan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Walaupun segala
kebijaksanaan Mangkunagoro dan pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas
dari pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda. Pembaharuan dalam berbagai
bidang, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunagoro VII
dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan
zaman. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII selama 28 tahun (1916-
1944) terjadi perkembangan ke arah modernisasi di bidang pendidikan,
transportasi, infrastruktur perkotaan , dan irigasi. Modernisasi di bidang
pendidikan dilakukan Mangkunagoro VII dengan melanjutkan program
studiefonds. Beliau juga memprakarsai berdirinya sekolah Van de Venter dan
Siswa Rini serta memberikan kursus-kursus bagi para perwira Legiun. Di
bidang transportasi ditandai dengan pembangunan jalan serta jalur kereta api.
Pembangunan di sektor irigasi yang bermanfaat bagi sektor pertanian
dilakukan dengan membangun lima waduk yaitu : Kedung Uling, Plumbon,
Tirto Marto, Cengklik, dan Jombor. Di bidang infrastruktur perkotaan seiring
dengan pembangunan jalan-jalan, beliau juga membangun beberapa taman
yaitu : Taman Tirtonadi, Partimah Park, Partinituin, dan Partinah Bosch. Selain
berfungsi sebagai jantung kota yang mampu memperindah wajah kota
Mangkunegaran, taman-taman itu adalah tempat dimana masyarakat umum
dapat menikmati dan menghabiskan waktu senggang. Taman Tirtonadi
dibangun dengan konsep taman air yang dilengkapi dengan labirin dan kolam
teratai. Partimah Park adalah taman rekreasi bagi anak-anak yang dilengkapi
dengan kolam renang serta berbagai sarana permainan. Partinituin merupakan
sarana rekreasi yang dilengkapi dengan lapangan olahraga dan pemandian
umum. Partinah Bosch merupakan hutan kecil yang berfungsi sebagai pusat
berbagai tanaman biologi. Selama masa pemerintahan Mangkunagoro VII
seluruh taman ini dirawat dengan baik. Setelah beliau meninggal dan terjadi
revolusi kondisi seluruh sarana-sarana ini mengalami kerusakan karena tidak
terpelihara dengan baik.
2. Tata ruang kota di Praja Mangkunegaran yang mengutamakan sumbu poros
sakral utara-selatan sebagaimana prinsip tata ruang perkotaan Mataram. Puro
Mangkunegaran sebagai sentrum dari teori sentrifugal yang menghadap ke
utara, dibangun jalan poros lurus sampai pada titik teleologis tugu
pemandengan ndalem. Hal ini dimaknai sebagai pertama, untuk membedakan
nilai kosmis magis antara ruang-ruang publik bagi rakyat (njobo) sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
lingkungan mikrokosmos dengan istana kerajaan (njeron) makrokosmos yang
bernuansa sakral magis. Kedua, sumbu poros ini juga dimaknai sebagai simbol
pemisahan antara prinsip dunia sekuler (Pasar Legi) di timur jalan dengan
dunia spiritual (Masjid Wustho) dibarat jalan yang ditandai dengan keberadaan
kampung Kauman, hunian abdi dhalem reh pangulon.Dalam pengertian kiblat
kulon (arah matahari terbenam) sebagai simbol abdi dhalem urusan akherat.
Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam
setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunagoro VII dalam pembangunan di
Praja Mangkunegaran. Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata
ruang kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep
kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan
intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial.
Kedua konsep ini tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan
filosofi masyarakat penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan
adanya percampuran cara hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya
yang berseberangan yaitu antara budaya Timur dan budaya Barat. Pada pola
pemukiman di Praja Mangkunegaran, konsep pembuatan jaringan jalan
dibangun menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep
arah jalan tradisional. Daerah kota Mangkunegaran menunjukkan model
pembangunan jalan bergaya Eropa dengan pembuatan taman-taman diantara
pertigaan dan perempatan jalan. Konsep ”civic center” telah diterapkan di
wilayah kota Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat
pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah.
Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga
dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu
gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai
gedung pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun
Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan
beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat.
Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan
Umum Mangkunegaran. Kantor kelurahan di wilayah kota Mangkunegaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
letaknya selalu berada di pojok. Hal ini secara filosofis melambangkan bahwa
sebagai pemimpin harus selalu mengayomi rakyatnya. Makna filosofis ini erat
kaitannya dengan konsep Tri Dharma yang dianut Praja
Mangkunegaran.Konsep Tri Dharma tersebut adalah Mulat Sarira Hangrasa
Wani (kenalilah dirimu sendiri), Rumangsa melu Handarbeni (merasa ikut
memiliki), Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban untuk siap membela
kepentingan Praja).
B. IMPLIKASI
1. Teoretis
Pada masa pemerintahan Mangkunagoro VI terjadi kesulitan keuangan di
Praja Mangkunegaran. Salah satu keberhasilan MangkunagoroVI adalah mampu
memperbaiki kondisi keuangan praja dan tahun 1912 mendirikan sebuah lembaga
yang diberi nama studiefonds. Tugas Mangkunagoro VII adalah melanjutkan masa
pemerintahan gemilang Mangkunagoro VI. Sebagai seorang pribadi terpelajar
yang juga pernah mengenyam pendidikan di negeri Belanda, beliau sadar bahwa
untuk memajukan kehidupan rakyatnya harus segera dilakukan
pembaharuan.Berbagai pembaharuan dilaksanakan baik di bidang pendidikan,
kesehatan dan juga sarana perkotaan. Sebagai seorang raja, Mangkunagoro VII
telah dapat memberi teladan dan mengutamakan kebutuhan rakyat melalui
pembangunan yang dilakukannya. Hal ini tidak lain dilakukan untuk mencapai
kesejahteraan bagi rakyatnya. Pembangunan perkotaan yang dilakukan di Praja
Mangkunegaran masih tetap mengandung makna filosofis kosmologi jawa.
Meskipun pada akhirnya menampilkan kosep kota kolonial, yaitu konsep “ civic
center “ yang mana pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan
ketatanegaraan kota Praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana
dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Dalam
pembangunan ini Mangkunegoro VII sangat memperhatikan tata ruang kota Praja
nya. Hal ini karena tata ruang kota merupakan cerminan wajah kota tersebut dan
penghuni didalamnya.Maka pembangunan yang dilakukan selalu memperhatikan
konsep tata ruang kota tersebut seperti di Praja Mangkunegaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
2. Praktis
Pendahulu Mangkunagoro VII, yaitu Mangkunagoro VI telah berhasil
membangun kembali kas Praja Mangkunegaran yang mengalami kemerosotan.
Bahkan sejak Mangkunagoro VII memerintah, kondisi keuangan praja sangat
stabil bahkan mengalami surplus. Kondisi keuangan yang mantap ini mendorong
Mangkunagoro VII untuk melakukan berbagai alokasi dana bagi pembangunan di
bidang pendidikan. irigasi, dan pembangunan berbagai macam sarana dan
infrastruktur di Praja Mangkunegaran. Pembangunan ini tidak dapat berjalan
dengan baik jika tidak adanya kesatuan yang utuh dalam Praja Mangkunegaran.
Selain itu peran seorang raja yang berpribadi juga menentukan dalam
pembangunan yang dilakukan. Sebagai pemimpin, Mangkunagoro VII wajib
membangun Praja Mangkunegaran kearah modernisasi demi terciptanya
kesejahteraan rakyatnya.
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran-saran yang dapat penulis kemukakan
adalah sebagai berikut:
1. Bagi para pembaca
Bagi para pembaca, terutama pendidik dan pelajar, penelitian ini diharapkan
bisa menambah pengetahuan kesejarahan mengenai pembangunan perkotaan di
Praja Mangkunegaran. Selain itu, dalam perkembangan pendidikan sejarah, belum
banyak materi yang membahas tentang keberadaan Praja Mangkunegaran
sehingga dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif materi
pelajaran yang disampaikan kepada siswa.
2. Bagi para peneliti
Bagi para peneliti, diharapkan ada yang tertarik untuk meneliti lebih jauh
mengenai pembangunan di Praja Mangkunegaran dari berbagai sudut pandang
yang berbeda. Mengingat bahwa penelitian yang membahas mengenai Praja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Mangkunegaran khususnya pembangunan dan tata ruang di Praja Mangkunegaran
masih terbatas. Bagi mahasiswa yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Praja Mangkunegaran dapat mengumpulkan sumber-sumber primer di Reksa
Pustaka Mangkunegaran.
3. Bagi Pemerintah
Bagi Pemerintah Daerah Kota Surakarta, diharapkan dapat memberikan
perhatian terhadap pelestarian budaya di Mangkunegaran khususnya sarana
perkotaan dan tata ruang yang sudah dibangun di Praja Mangkunegaran serta
menjaga dan mengambil nilai-nilai luhur yang diwariskan masa pemerintahan
Mangkunegara VII.
top related