faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi …
Post on 03-Oct-2021
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA
BADUTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KOTA MATSUM MEDAN
TAHUN 2020
SKRIPSI
Oleh
DWI PUTRI JULIANA PURBA
NIM. 161000198
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
Universitas Sumatera Utara
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA
BADUTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KOTA MATSUM MEDAN
TAHUN 2020
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
DWI PUTRI JULIANA PURBA
NIM. 161000198
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
Universitas Sumatera Utara
i
Judul Skripsi : Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan pada Baduta di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Nama Mahasiswa : Dwi Putri Juliana Purba
Nomor Induk Mahasiswa : 161000198
Departemen : Epidemiologi
Menyetujui
Pembimbing:
(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H.)
NIDK. 8843901019
Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)
NIP. 196803201993082001
Tanggal Lulus: 28 Desember 2020
Universitas Sumatera Utara
ii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal: 28 Desember 2020
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Prof. dr.Sorimuda Sarumpaet, M.P.H.
Anggota : 1. dr. Fazidah Siregar, M.Kes. Ph.D.
2. drh. Rasmaliah M.Kes.
Universitas Sumatera Utara
iii
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “ Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020”
beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini,
saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Januari 2021
Dwi Putri Juliana Purba
Universitas Sumatera Utara
iv
Abstrak
Penyakit ISPA merupakan penyakit endemik dan salah satu penyakit menular
yang tersebar di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia.
Prevalensi ISPA pada tahun 2018 di Indonesia menurut Diagnosa Tenaga
Kesehatan sebesar 9,3%. Riskesdas tahun 2018 kasus pneumonia ditemukan di
Sumatera Utara sebanyak 5.398 kasus dengan prevalensi 0,39%. Berdasarkan
Profil Kesehatan Medan tahun 2019 cakupan penemuan ISPA pada balita yaitu
sebesar 23,61 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA pada baduta di wilayah kerja Puskesmas Kota
Matsum Tahun 2020. Penelitian ini merupaan penelitian kuantitatif dengan disain
penelitian Cros sectional, besar sampel yaitu 103 baduta diambil dengan teknik
Purposive Sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan intrumen
kuesioner. Data diolah secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-
square dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil Penelitian didapatkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Ekslusif(p = 0,012) dan Faktor
Perilaku (p = 0,037) dengan Kejadian ISPA pada baduta di wilayah kerja
Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020. Disarankan kepada ibu agar memberikan
ASI eksklusif kepada bayi berumur 0-6 bulan dan menerapkan kebiasaan merokok
diluar ruangan, membuka jendela setiap hari pada pagi dan sore, membersihkan
rumah dan menjemur kasur dan bantal yang digunakan baduta.
Kata kunci: ISPA, baduta, ASI eksklusif, perilaku
Universitas Sumatera Utara
v
Abstract
Acute Respiratory Infections is an endemic disease and an infectious disease that
is spread in most developing countries, including Indonesia. The prevalence of
ARI in 2018 in Indonesia according to the Diagnosis of Health Workers is 9.3%.
Riskesdas in 2018 cases of pneumonia were found in North Sumatra with a total
of 5,398 cases with a prevalence of 0.39%. Based on the Medan Health Profile in
2019, the coverage of ARI findings in children under five was 23.61%. This study
aims to determine the factors associated with the incidence of ARI in baduta in the
work area of the Kota Matsum Health Center in 2020. This study aims to
determine the factors associated with the incidence of ARI in baduta in the work
area of the Kota Matsum Health Center in 2020. This research is a quantitative
study with a cross-sectional research design, the sample size is 103 baduta taken
using purposive sampling technique. Data obtained by interview using a
questionnaire instrument. The data were processed univariate and bivariate using
the Chi-square test with a significance level of α = 0.05. The results showed that
there was a significant relationship between exclusive breastfeeding (p = 0.012)
and behavioral factors (p = 0.037) with the incidence of ARI in baduta in the
work area of the Puskesmas Kota Matsum in 2020. It is recommended that
mothers give exclusive breastfeeding to babies aged 0-6 months and practice
smoking outside the room, opening windows every day in the morning and
evening, cleaning the house and drying mattresses and pillows used by babies
under two years.
Keywords: ARI, baby, exclusive breastfeeding, behavior
Universitas Sumatera Utara
vi
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
Kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020”. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D., selaku Ketua Departemen Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat.
4. Prof. dr.Sorimuda Sarumpaet, M.P.H., selaku dosen pembimbing saya, yang
selalu mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.
5. dr. Fazidah Siregar, M.Kes., Ph.D selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah
memberikan kritik, saran, arahan, dan masukan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
vii
6. drh. Rasmaliah M.Kes., selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah
memberikan kritik, saran, arahan, dan masukan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
7. R. Kintoko Rochadi, Dr., Drs., M.Kes., Selaku Dosen Pembimbing Akademik
Penulis.
8. Dr. Suriati selaku Kepala sebagai Kepala di Wilayah Kerja Pukesamas Kota
Matsum.
9. Ika selaku sekretaris di Puskesmas Kota Matsum Medan yang telah
membantu saya dalam hal administrasi.
10. Eka selaku penanggung jawab posyandu yang mengarahkan saya selama
melakukan penelitian dan Dina selaku petugas posyandu dan petugas
posyandu lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu di
Puskesmas Kota Matsum Medan.
11. Kedua orangtua yang penulis kasihi, Mangamar Purba dan Risma Situmeang
yang selalu mendorong dan memberikan dukungan doa kepada penulis
sampai terselesaikannya pendidikan sarjana penulis.
12. Kelima saudara penulis, Agus Purba, Nova Friska Simorangkir, Bernad
Purba, Vera Wati Purba, Supriadi Herianto Purba, Hotmaida Suryani Hasian
Purba yang selalu memberi semangat dan dukungan doa kepada penulis
dalam menyelesaikan Pendidikan S1.
13. Kepada seluruh keluarga Ibu dan Ayah yang mendoakan penulis untuk
menyelesaikan pendidikan penulis
Universitas Sumatera Utara
viii
14. Ayu, Canra, Dewi, Heni, Indah, Redoven, dan Rondang yang telah membantu
penulis dalam proses penelitian yang dilakukan penulis.
15. KTB Adriella Anne Amoireza serta kedua PKK penulis yang senantiasa
membawa dalam doa, membantu, dan memberi dorongan semangat kepada
penulis .
16. KK Zamora Bonaventura Adriella, IGCC dan OF UKM POMK FKM 2020,
yang telah memberi semangat dan mendoakan penulis.
17. Teman-teman interpals (Dewi Ayu Sinaga, Yuni Lingga, Indah Tamba, Helen
Br.Lumbantobing, Lina Ginting) dan Teman-teman Epidemiologi 2016, dan
Stambuk 2016 FKM USU yang telah banyak mendukung dan memberi
semangat serta doa dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
yang telah mendukung dan memberi semangat demi penyelesaian skripsi ini.
18. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat
bagi pembaca.
Medan, Januari 2020
Dwi Putri Juliana Purba
Universitas Sumatera Utara
ix
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 5
Tujuan umum 5
Tujuan khusus 5
Manfaat Penelitian 6
Tinjauan Pustaka 4
ISPA 7
Etiologi ISPA 7
Klasifikasi ISPA 8
Klasifikasi ISPA berdasarakan lokasi anatomi 8
Klasifikasi ISPA berdasarkan gejala 9
Kasifikasi ISPA berdasarkan faktor inang dan lingkungan 10
Klasifikasi ISPA berdasarkan umur 11
Gejala ISPA 11
Epidemiologi ISPA 12
Distribusi ISPA berdasrakan orang 12
Distribusi ISPA berdasarkan tempat 13
Distribusi ISPA berdasarkan waktu 14
Determinan 14
Faktor bibit penyakit (agent) 14
Faktor pejamu (host) 14
Pencegahan Penyakit ISPA 19
Pencegahan tingkat pertama 19
Pencegahan tingkat kedua 20
Universitas Sumatera Utara
x
Pencegahan tingkat ketiga 21
Landasan Teori 23
Kerangka Konsep 25
Metode Penelitian 26
Jenis Penelitian 26
Lokasi dan Waktu Penelitian 26
Populasi dan Sampel 26
Variabel dan Definisi Operasional 28
Metode Pengumpulan Data 33
Metode Pengukuran 43
Metode Analisis Data 34
Hasil Penelitian 35
Gambaran Umum Puskesamas Kota Matsum 35
Analisi Univariat 38
Kejadian ISPA 38
Deskripsi Karakteritik Baduta 39
Deskripsi karakteristik faktor ibu 40
Deskripsi karakteristik faktor perilaku 42
Analisi Bivariat 44
Hubungan antara umur dengan ISPA 44
Hubungan antara berat badan lahir dengan ISPA 44
Hubungan antara status gizi dengan ISPA 45
Hubungan antara ASI eksklusif dengan ISPA 46
Hubungan antara status imunisasi dengan ISPA 47
Hubungan antara pendidikan ibu dengan ISPA 47
Hubungan antara pekerjaan ibu dengan ISPA 48
Hubungan antara faktor perilaku dengan ISPA 49
Pembahasan 50
Proporsi Kejadian ISPA pada Baduta 51
Hubungan Antara Umur dengan ISPA 52
Hubungan Antara Berat Badan Lahir dengan ISPA 52
Hubungan Antara Status Gizi dengan ISPA 53
Hubungan Antara ASI Eksklusif dengan ISPA 55
Hubungan Antara Status Imunisasi dengan ISPA 56
Hubungan Antara Pendidikan Ibu dengan ISPA 68
Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dengan ISPA 60
Hubungan Antara Faktor Perilaku dengan ISPA 61
Keterbatasan Penelitian 63
Kesimpulan dan Saran 64
Kesimpulan 64
Saran 65
Universitas Sumatera Utara
xi
Daftar Pustaka 66
Lampiran 70
Universitas Sumatera Utara
xii
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Kelompok Mikroorganisme PenyebabISPA 8
2 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Faktor Inang dan Lingkungan 9
3 Metode Pengukuran 33
4 Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Kejadian ISPA di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 38
5 Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Wilayah Posyandu di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 38
6 Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 39
7 Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor
Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 40
8 Distribusi Proporsi KejadianISPA Berdasarkan Pendidikan Ibu dengan
Perilaku di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun
2020 41
9 Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor
Perilaku di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun
2020 42
10 Tabulasi Silang Antara Umur dengan Kejadian ISPA pada Baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 44
11 Tabulasi Silang Antara Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 45
12 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Baduta
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 45
13 Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA
pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun
2020 46
14 Tabulasi Silang Antara Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 47
Universitas Sumatera Utara
xiii
15 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 48
16 Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 48
17 Tabulasi Silang Antara Faktor Perilaku dengan Kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 49
Universitas Sumatera Utara
xiv
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi 9
2 Landasan teori 24
3 Kerangka konsep 25
4 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 35
5 Puskesmas Kota Matsum 36
6 Diagram pie distribusi proporsi kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Matsum 50
7 Diagram bar hubungan antara umur dengan kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 51
8 Diagram bar hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA
pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 52
9 Diagram bar hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 54
10 Diagram bar hubungan antara status status ASI Eksklusif dengan
kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 55
11 Diagram bar hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA
pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 57
12 Diagram bar hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA
pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 59
13 Diagram bar hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada
Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 60
14 Diagram bar hubungan antara faktor perilaku dengan kejadian ISPA
pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 61
Universitas Sumatera Utara
xv
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner 70
2 Master Data 72
3 Output Analis DATA 77
4 Surat Izin Penelitian 89
5 Surat Selesai Penelitian 90
6 Planing of Action(POA) 91
Universitas Sumatera Utara
xvi
Daftar Istilah
AKABA Angka Kematian Balita
AKB Angka Kematian Bayi
AKN Angka Kematian Neonatal
ARI Acute Respiratory Infection
ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut
ISPaA Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut
ISPbA Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut
RP Ratio Prevalensi
UNICEF United Nations Emergency Children’s Fund
WHO World Health Organization
Universitas Sumatera Utara
xvii
Riwayat Hidup
Penulis bernama Dwi Putri Juliana Purba berumu 23 tahun, dilahirkan di
Garoga pada tanggal 8 Juli 1997. Penulis beragama Kristen Protestan, anak ke
lima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak M. Purba dan Ibu R. Situmeang.
Pendidikan formal dimulai di SDN 173215 Garoga Tahun 2004-2010.
Pendidikan sekolah menengah di SMPN 1 Garoga Tahun 2010-2013, sekolah
menengah atas di SMAN 3 Tarutung Tahun 2013-2016, selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Januari 2021
Dwi Putri Juliana Purba
Universitas Sumatera Utara
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat, salah
satu penyakit infeksi tersebut adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA). Penyakit ini dapat terjadi pada organ pernapasan, dari telinga tengah ke
hidung dan ke paru-paru. Sebagian besar penyakit ISPA mengakibatkan penyakit
ringan, seperti flu yang rentan pada anak-anak dan infeksi salurat pernapasan yang
berat seperti pneumonia dapat mengakibatkan kondisi yang parah, terutama ketika
orang yang terinfeksi penyakit ini disertai dengan penyakit lain seperti diare atau
malaria. Pneumonia merupakan salah satu bagian dari Infeksi Saluran Pernapasan
Bawah Akut (ISPbA) yang serius dan sering terjadi pada anak. Penyakit ISPA
merupakan penyakit endemik dan salah satu penyakit menular yang tersebar di
sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia dan menjadi masalah yang
sangat penting (World Health Organization [WHO] 2008).
Pada periode bayi terutama periode neonatal adalah waktu yang paling
rentan untuk kelangsungan hidup anak. Secara global pada tahun, angka kematian
bayi baru lahir sebesar 2,5 juta dan 1,5 juta kematian pada bayi. Angka kematian
balita yaitu sebesar 39 kematian per 1.000 kelahiran hidup, pada bayi 11 per 1.000
bayi dan angka kematian neonatal adalah 18 per 1.000 kelahiran hidup, penyebab
kematian tertinggi pada balita disebabkan oleh penyakit pneumonia (12%), diare
(8%) sedangkan penyebab kematian pada neonatal paling tertinggi desebakan oleh
kelahiran prematur komplikasi dan pneumonia (3%) berada pada posisi ke empat
(United Nations Children Fund [UNICEF], 2019).
Universitas Sumatera Utara
2
Pneumonia membunuh lebih banyak anak daripada penyakit menular
lainnya, merenggut nyawa lebih dari 800.000 anak balita setiap tahun, atau sekitar
2.200 setiap hari. Ini termasuk lebih dari 153.000 bayi baru lahir. Secara global,
ada lebih dari 1.400 kasus pneumonia per 100.000 anak, atau 1 kasus per 71 anak
setiap tahun, dengan insiden terbesar terjadi di Asia Selatan (2.500 kasus per
100.000 anak) dan Afrika Barat dan Tengah (1.620 kasus per 100.000 anak).
Kemajuan dalam mengurangi kematian akibat pneumonia pada anak-anak di
bawah lima tahun secara signifikan lebih lambat daripada penyakit menular
lainnya sejak tahun 2000 kematian balita akibat pneumonia menurun 54 persen
sementara penurunan penyakit diare mencapai 64% (UNICEF, 2019).
ISPA merupakan penyebab kematian nomor empat diantara semua
golongan umur di Amerika Tengah. Dalam penelitian yang dilakukan Tomzyk
dkk ada 4109 kasus ISPA yang diidentifikasi pada anak-anak yang dirawat di
Rumah Sakit Guatemala dan pada anak <2 tahun diperoleh proporsi sebebesar 174
(4%) dan meruapakan kasus yang fatal (Tomczyk dkk,2019).
Untuk mencapai SDGs angka kematian balita (AKB) sebesar 25 kematian
per 1.000 kelahiran hidup harus dilakukan perbaikan gizi buruk dan pengendalian
penyakit beresiko kematian. Menurut WHO, penyakit beresiko kematian tinggi
pada balita disebabkan oleh penyakit ISPA terkhusus pneumonia sehingga
perhatian pemerintah terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi
penting karena memberi kontribusi pada kematian bayi (SDGs,2016).
Berdasarkan SDKI tahun 2017 menyatakan bahwa Angka Kematian Balita
(AKBA) yaitu 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi
Universitas Sumatera Utara
3
(AKB) ada 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup yang artinya dari 42 bayi yang
lahir hidup ada 1 bayi yang meninggal, sedangkan pada neonatal angka kematian
neonatal (AKN) yaitu 15 kematian per 1.000 kelahiran hidup hal ini menyiratkan
1 dari 67 anak meninggal dalam bulan pertama kehidupannya. Pada tahun 2015
Indonesia menempati urutan kelima dengan angka kematian balita di negara
Association of Southeast Asian Natios (ASEAN) yaitu 26 kematian per 1.000
kelahiran hidup (Profil Anak Indonesia, 2018).
Salah satu upaya dalam penurunan angka kesakitan dan kematian akibat
dari penyakit ISPA pada balita ditentukan oleh keberhasilan penemuan sedini
mungkin dan tatalaksana ISPA terutama pada penyakit pneumonia pada balita di
pelayanan kesehatan dimana program ini dilakukan bertujuan untuk menemukan
sedini mungkin dan mengobati penderita sampai sembuh sehingga tidak
menimbulkan penyakit ISPA yang lebih parah dan menyebabkan kematian
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Prevalensi ISPA pada tahun 2018 di Indonesia menurut Diagnosa Tenaga
Kesehatan (dokter, bidan atau perawat) dan gejala yang dialami sebesar 9,3%.
Penyakit ini merupakan infeksi saluran pernapasan akut dengan gejala demam,
batuk kurang dari 2 minggu, pilek/hidung tersumbat dan/atau sakit tenggorokan.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan kementerian kesehatan, provinsi dengan
penderita ISPA tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 15,4%,
dikuti dengan Provinsi Papua 13,1%, Papua Barat sebesar 12,3% dan Sumatera
Utara berada di peringkat tiga puluh dengan prevalensi sebesar 6,8%. Sementara,
penderita ISPA paling sedikit di Jambi yaitu sebesar 5,5%. Prevalensi ISPA pada
Universitas Sumatera Utara
4
bayi 9,4%, baduta 14,4% dan pada balita 13,5% (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA tahun 2018, diperoleh angka
insiden pneumonia per 1.000 balita di Indonesia yaitu sebesar 20,06% angka
insiden ini menurun sebesar 0,50% dibandingkan tahun sebelumnya. Cakupan
penemuan pneumonia pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
pergeseran yang fluktuatif namun yang paling signifikan yaitu cakupan
pneumonia dari tahun 2014 yaitu sebesar 29,47%, tahun 2015 sebesar 63,45%,
tahun 2016 sebesar 65,27%, tahun 2017 sebesar 51,19% dan tahun 2018 yaitu
sebesar 56,51%. Pencapaian tersebut masih jauh dari Standar Pelayanan Minimal
(SPM) cakupan penemuan pneumonia yaitu 100%. AKB akibat pneumonia
mengalami penurunan sebesar 0,05% yaitu pada tahun 2015 angka mortalitas
akibat pneumonia yaitu 0,16% sedangkan tahun 2016 sebesar 0,11%, pada tahun
2017 kembali mengalami peningkatan sebesar 0,30 %, dan pada tahun 2018 angka
mortalitas penyakit pneumonia pada balita yaitu 0,08% dan pada bayi yaitu
sebesar 0,16% (Profil Kesehatan Indonesia, 2018).
Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2018 kasus pneumonia ditemukan di
Sumatera Utara sebanyak 5.398 kasus dengan prevalensi 0,39% sedangkan untuk
wilayah Medan prevalensi penderita pneumonia adalah 3,58 % dan merupakan 10
masalah penyakit yang terbesar untuk balita. Berdasarkan Profil Kesehatan
Medan tahun 2019 cakupan penemuan ISPA pada balita yaitu sebesar 23,61 %.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti dari laporan bulanan
P2 ISPA Puskesmas Kota Matsum tahun 2020 penyakit ISPA merupakan
penyakit terbesar selama bulan Januari dan Februari, ditemukan jumlah kasus
Universitas Sumatera Utara
5
pada bayi yaitu 154 kasus dari 353 bayi dengan insiden rate 43,63%.
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Matsum tahun 2020.
Perumusan Masalah
Belum diketahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun
2020.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Menganalisis dan mengetahui faktor yang berhubungan
dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada baduta di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.
Tujuan khusus. Dalam penelitian ini tujuan khusus adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui distribusi gambaran kasus ISPA pada baduta, berdasarkan Jenis
Kelamin, umur, riwayat ASI ekslusif, status gizi, riwayat imunisasi, dan berat
badan lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.
b. Mengetahui distribusi gambaran kasus ISPA pada baduta, berdasarkan
demografi ibu (pendidikan, pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Matsum tahun 2020.
c. Mengetahui distribusi gambaran kasus ISPA pada baduta, berdasarkan faktor
perilaku responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsumtahun 2020.
Universitas Sumatera Utara
6
d. Mengetahui hubungan faktor baduta (umur, riwayat ASI ekslusif, status gizi,
riwayat imunisasi, berat badan lahir) dengan kejadian ISPA pada baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.
e. Mengetahui hubungan demografi ibu (pendidikan, pekerjaan) dengan
kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun
2020.
f. Mengetahui hubungan faktor perilaku responden dengan kejadian ISPA pada
baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.
Manfaat Penelitian
a. Sebagaibahanmembuatinformasidalammembuatkebijakan
untukmenyusunperencananpenanggulanganpenyakitInfeksiSaluranPernafasan
Akut (ISPA) di wilayahkerja puskesmasKota Matsum.
b. Sebagaisaranauntukmenambahwawasandanpengetahuanpenulisterutama yang
berhubungandenganpenelitian yang dilakukanpenulis.
c. Sebagaibahanreferensibagipenulis lain
dalamrangkamengembangkanIlmuKesehatanMasyarakatterkhususpenyakitInf
eksiSaluranPernafasanAkut (ISPA).
Universitas Sumatera Utara
7
Tinjauan Pustaka
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang
diadaptasi bahasa inggris yaitu Acute Respiratory Infection (ARI) merupakan
penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO , 2007).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi yang mengganggu
proses pernafasan seseorang. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh virus yang
menyerang hidung, trakea (pipa pernafasan), hingga paru-paru (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia [PDPI], 2017).
Etiologi ISPA
Penyakit ISPA merupakan infeki lebih dari 300 jenis berbagai
mikroorganisme seperti virus, bakteri, ritcketsia dan jamur. Virus yang dapat
menyebabkan ISPA yaitu golongan mikrovirus (virus influenza A, virus influenza
B). Bakteri yang dapat menyebabakan ISPA yaitu Sterptokokus hemlitikus,
Stafilokokus, pneumokokus, hemofils influenza, bordetella pertusis dan
karinebakterium diffteria.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 1
Kelompok Mikroorganisme Penyebab ISPA (Alsafaga & mukty, 2005)
Group Penyebab Tipe ISPA
Bakteri Streptokokus pneumonia pneumonia bacterial
Streptokokus piogenes
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus Legionnaires disease
Aktinomisetes A. isreli Aktinomikosis
pulmonal
Nokardia asteroides Nokardiosis pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Hitoplamosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burnetti Q fever
Klamidia Klamidia psittaci Psitakosis
Ornitosis
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasma
Virus Influenza virus
Respiratory syncytial
adenovirus
Pneumonia viral
Protozoa Pneumosistis karinii Pneumonia
pneumosistis
(pneumonia plasma sel)
Klasifikasi ISPA
Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi. Klasifikasi ISPA
berdasarkan lokasi anatomi tubuh, ISPA dibagi menjadi dua (simoes dkk, 2006) :
Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA).Infeksi Saluran
Pernapasan Atas Akut (ISPaA) terdiri dari saluran udara dari lubang hidung ke
pita suara di laring, termasuk sinus paranasal dan telinga tengah. Infeksi menurut
klasifikasi ini merupakan penyakit menular umum seperti rinitis (flu biasa),
Universitas Sumatera Utara
9
sinusitis, infeksi telinga, fharingitis akut atau radang amandel, epiglottitis, dan
radang tenggorokan, dimana infeksi telinga dan fharingitis menyebabkan
komplikasi yang lebih parah (tuli dan demam rematik akut).
Infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPbA). Infeksi Saluran
Pernapasan Bawah Akut (ISPaA) mencakup kelanjutan saluran udara dari trakea
dan bronkus ke bronkolus dan alveolus. Infeksi saluran pernapasan bawah akut
yang umum terjadi pada anak-anak adalah pneumonia dan bronchiolitis. Sebagian
besar ISPbA memiliki etiologi virus. Akun Rhinovirus untuk 25 hingga 30 persen
dari ISPbA virus pernapasan syncytial (RSVs), parainfluenza dan virus influenza,
metapneumovirus manusia, dan adenovirus sebesar 25 hingga 35 persen; virus
korona sebesar 10 persen dan virus yang tidak dikenal untuk selebihnya
Gambar 1. Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi
Klasifikasi ISPA berdasarakan gejala. Adapun pengelompokan ISPA
berdasarkan gejala – gejala klinis yang timbul yang telah ditetapkan dalam
lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988 yaitu:
ISPA ringan. ditemukan gejala Batuk atau Pilek dengan atau tanpa
demam.
Universitas Sumatera Utara
10
ISPA sedang. Ditandai dengan gejala ISPA ringan ditambah satu atau
lebih gejala yaitu:
a. Bernapas dengan cepat
b. Umur 1-4 tahun : 40 kali/ menit atau lebih
c. Napas menciut – ciut
d. Sakit atau terdapat cairan yang keluar dari telinga
e. Ditemukan bercak kemerahan di kulit (pada bayi)
ISPA berat. Terdapat gejala sedang atau ringan dengan satu atau lebih
gejala yaitu:
a. Pada waktu pernapasan inspirasi terdapat penarikan sela iga kedalam
b. Menurunnya kesadaran dari penderita
c. Bibir/ kulit berwarna kebiruan dan pucat
d. Pada waktu tidur mengalami engaami stridor (napas ngorok)
e. Terdapat selaput membran difteri
Klasifikasi ISPA berdasarkan faktor inang dan lingkungan.
Klasifikasi ini merupakan klasifikasi yang lazim digunakan dan bertujuan
membantu pelaksanaan terapi pneumonia secara empirik (Zul dahlan, 2014).
Tabel 2
Klasifikkasi Pneumonia Berdasarkan Faktor Inang dan Lingkungan
Pneumonia komunitas Sporadis atau endemik; muda atau orang
tua
Pneumonia nosokomial Didahului perawatan di RS
Pneumonia requrens Terjadi berulang kali; berdasarkan
penyakit paru kronik
Pneumonia aspirasi Alkoholik; usia tua
Pneumonia pada ganggguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Universitas Sumatera Utara
11
Klasifikasi ISPA berdasarkan umur. Berdasrakan Pola tatalaksana
Penderita ISPA Ditjen PP dan PL (2011), pneumonia di golongkan berdasarkan
dua golongan umur yaitu
Klasifikasi pneumonia umur < 2 bulan. Klasifikasi pneumonia
berdasarkan umur < 2 bulan:
Pneumonia. bernapas dengan cepat, frekuensi denyut nadi pernapasan
yaitu ≥ 60 kali, atau ada tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke
dalam.
Bukan pneumonia. batuk pilek biasa, tidak ditemukan tarikan yang kuat
pada dinding dada bagian bawah ke dalam.
Klasifikasi pnumonia umur 2 bulan - < 5 tahun. Klasifikasi pneumonia
berdasarkan umur 2 bulan - < 5 tahun:
Pneumonia berat. Gejala yang dapat dialami yaitu ada nya tarikan yang
kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam disertai dengan sesak nafas.
Pneumonia. Ditemukan gejala nafas cepat, tidak ada tarikan yang kuat
pada dinding dada.
Bukan pneumonia. Batuk yang tidak menunjukkan adanya peningkatan
frekuensi nafas, tidakk ada gejala tarikan yang kuat pada dinding dada bagian
bawah ke dalam.
Gejala ISPA
Gejala umum yang dialami oleh penderita ISPA yaitu jika terdapat satu
atau lebih gejala berikut bayi tidak dapat minum, ada kejang, adanya penurunan
kesadaran bayi, terjadi stridor, bayi dengan gejala ISPA akan mengalami gizi
Universitas Sumatera Utara
12
buruk,bayi mengalami demam atau dingin.
Epidemiologi Penyakit ISPA
Distribusi penyakit ISPA. Distribusi penyakit ISPA terdiri dari tiga yaitu
berdasarakan orang, tempat dan waktu:
Distribusi dan frekuensi ISPA berdasarkan orang.Penyakit Saluran
Napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh
dunia dengan angka kematian empat juta orang, 98% setiap tahunnya disebabkan
oleh ISPbA terutama penyakit pneumonia. Penyakit pneumonia merupakan
penyakit infeksi saluran pernapasan yang serius pada usia bayi, balita, dan orang
lanjut usia kerena tingkat mortalitas yang sangat tinggi dan dibutuhkan suatu
gerakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan akibat dari penyakit ini
(WHO,2007).
Dari hasil riskesdas tahun 2018 prevalensi kejadian ISPA berdasarkan
kelompok umur yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat atau
bidan) yang paling tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 8%
diikuti kelompok umur <1 tahun yaitu sebesar 7,4%, kelompok umur 75+ tahun
sebesar 5,4%, kelompok umur 65-74 tahun sebesar 5% sedangkan berdasarkan
berdasarkan kelompok umur yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat atau bidan) atau gejala yang pernah dialami oleh ART yang paling
tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 13,7% diikuti kelompok
umur 5-14 tahun yaitu sebesar 10,6%, kelompok umur 65-74 tahun sebesar 9,6%
dan kelompok umur <1 tahun yaitu sebesar 9,4%. Berdasarkan jenis kelamin
menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan kejadian ISPA pada laki-laki lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
13
yaitu sebesar 8,1% sementara perempuan 7,5% dan menurut diagnosis tenaga
kesehatan atau gejala yang pernah dialami oleh ART kejadian ISPA juga lebih
tinggi pada laki-laki yaitu sebesar 13,2% sementara perempuan 12,4%.
Distribusi dan frekuensi ISPA berdasarkan tempat. Menurut UNICEF
dan WHO pada tahun 2006 hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%),
terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Jumlah
kematian mencapai 1.022.000 kasus per tahun terjadi di daerah Sub Sahara dan
702.000 kasus per tahun terjadi di Asia Selatan. Diperkirakan setiap tahun lebih
dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang. Menurut laporan
WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan
Sub-Sahara Afrika.
prevalensi ISPbA pada balita dari 28 negara Afrika sub-Sahara. Prevalensi
ISPbA keseluruhan untuk semua negara adalah sebesar 25,3%. Lima negara
dengan prevalensi ISPbA tertinggi adalah Kongo (39,8%), Gabon (38,1%),
Lesotho (35,2%), Tanzania (35,2%) dan Zambia (34,2%). Negara-negara yang
mencatat prevalensi paling sedikit adalah Kamerun (11,5%) dan Togo (7,4%)
(Seidu dkk, 2016).
Berdasarkan hasil survei oleh diagnosis yang dilakukan tenaga kesehatan,
prevalensi kejadian ISPA terjadi lebih tinggi pada daerah pedesaan yaitu sebesar
8,1% sementara di daerah perkotaan yaitu sebesar 7,6% begitu juga berdasarkan
diagnosis oleh tenaga kesehatan atau gejala yang pernah dialami oleh ART
kejadian ISPA lebih tinggi terjadi pada daerah pedesaan yaitu 12,9% sementara
perkotaan yaitu sebesar 12,8 %.
Universitas Sumatera Utara
14
Distribusi dan frekuensi ISPA berdasarkan waktu (Time).Prevalensi
penyakit menular seperti ISPA pada tahun 2018 mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi ISPA berdasarakan
diagnosa tenaga kesehatan turun dari 13,8% menjadi 4,4% dan juga prevalensi
ISPA berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan gejala turun dari 25% menjadi
9,3 % (Kemenkes, 2018).
Cakupan penemuan pneumonia pada balita di Indonesia tahun 2014 yaitu
sebesar 29,47% dan tahun 2015 sebesar 63,45% pada perode tahun ini
peningkatan terjadi sebesar 33,98% dan pada tahun ini merupakan kejadian
peningkatan terbesar jika dibanding tahun setelahnya , pada tahun 2016 sebesar
65,27%, tahun 2017 sebesar 51,19% dan cakupan pada tahun 2018 yaitu sebesar
56,51%. Pencapaian tersebut masih jauh dari Standar Pelayanan Minimal (SPM)
yaitu 100% (Profil Kesehata Indonesia, 2018).
Determinan penyakit ISPA. Determinan penyakit ISPA merupakan
faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA baik faktor bibit penyakit,
pejamu, lingkunangan dan perilaku.
Faktor bibit penyaki (Agent). Penyebab utama infeksi saluran pernapasan
bawah adalah Bakteri, dan Streptococcus pneumoniae di banyak negara
merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit
yang disebabkan oleh bakteri. Namun demikian, patogen yang paling sering
menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan antara virus dan bakteri
(WHO, 2007).
Faktor pejamu (Host). Faktor pejamu adalah faktor yang berkaitan
Universitas Sumatera Utara
15
dengan manusia yang dapat mempengaruhi imbulnya suatu penyakit.
Umur. Golongan umur yang memiliki resiko tingggi mengalami penyakit
ISPA dan resiko tertular adalah golongan umur dengan umur anak anak usia <5
tahun yaitu anak-anak yang memiliki daya tahan tubuh lemah dan imunisasi yang
tidak lengap (Najmah, 2016).
Berdasarkan hasil analisis penelitian sebelumnya untuk variable umur
diperoleh nilai p sebesar 0,013 (p<0,05) yang artinya terdapat hubungan
signifikan antara karakteristik umur dengan kasus ISPA pada anak balita di Desa
Tumapel Kabupaten Mojokerto Frekuensi penderita ISPA pada umur 1-2 tahun
sebesar 26,0%, 2-3 tahun 14%, 3-4 tahun 22% dan 4-5 tahun 10% ( Putri &
Adriyani, 2017).
Berat badan lahir. Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi yang memiliki berat badan lahir normal. Bayi dengan kasus BBLR
dapat mengalami gangguan pada pernapasan, ganggguan hati, dan kerusakan saraf
(Ronald, 2011).
Status gizi. ISPA banyak terjadi pada anak karena sistem kekebalan
tubuhnya masih rendah, pada usia anak belum membentuk kekebalan terhadap
banyak virus yang dapat menyebabkan pilek. Di Indonesia, kejadian batuk dan
pilek pada balita diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti rata-rata
seorang balita mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
16
anak, terutama yang kekurangan gizi dan tinggal di lingkungan yang tidak sehat
(PDPI, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian Gainau, Rantetampang, Pongtiku, dan
Mallongi (2018) diperoleh nilai p = 0,000 <0,05. Ini berarti ada hubungan antara
status gizi anak balita ISPA pada bayi di Puskesmas Timika Jaya. Hasil uji rasio
prevalensi (RP) = 5,471; CI 95% = (3.022 - 9.904) yang berarti bahwa status gizi
anak-anak di bawah lima tahun lebih kecil kemungkinannya menderita ISPA
5.471 kali lebih tinggi daripada balita dengan status gizi yang baik.
Status ASI eksklusif.Asi Eksklusif adalahbayi hanya mendapat ASI mulai
dari pertama kehidupan sampai usia 6 bulan tanpa adanya makanan dan cairan
tambahan.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi balita, terutama
baduta yang berusia 0-6 bulan, yang manfaatnya tidak dapat tergantikan oleh
makanan dan minuman apapun karena dalam ASI terdapat zat-zat kekebalan yang
membantu mencegah alergi semasa bayi. Pemberian ASI merupakan pemenuhan
hak bagi setiap ibu dan anak. Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola
asuh yang tepat akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah
sakit. Selain itu, Pemberian ASI mampu mempererat ikatan emosional antara ibu
dan anak dan ASI Eksklusif dapat menurunkan angka kematian karena infeksi
sebanyak 88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan (Kementerian Kesehatan RI,
2018).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Medhyna (2016) Pada penelitian
ini diperoleh nilai p = 0,001 artinya terdapat hubungan antara status menyusui
Universitas Sumatera Utara
17
dengan kejadian ISPA pada bayi berumu 4-6 bulan di wilayah kerja puskesmas
kabupaten pasaman.
Status imunisasi.Kegiatan imunisasi merupakan salah satu upaya yang
paling cost effective dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dimana melalui kegiatan ini
diharapakan akan berdampak pada penurunan angka mortalitas bayi dan balita
(Kementerian Kesehatan, 2013). Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi, iminusiasi yang dapat mencegah ISPA
yaitu imunisasi campak yang diberikan untuk mencegah penyakit campak yang
dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak.
Imunisasi campak diberikan pada bayi berumur 9 bulan dan
imunisasi DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri,
Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis
(radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib, imunisasi ini deberi
sebanyak 3 kali yaitu pada saat umur bayi 2 bulan ,3 bulan, dan 4 bulan
(Kemenkes RI 2018).
Hasil analisis penelitian dari Iswari, Nurhidayah, dan Hendrawati tahun
2016 bahwa imunisasi DPT-HB-HIB yang tidak lengkap dengan pneumonia
sebesar 37,8% dan pada kelompok yang tidak pneumonia yaitu sebesar 13,3%.
Hasil uji statistik nilai p 0,016 (p<0,05), dari hasil tersebut dapat disimpulkan ada
hubungan signifikan antara status imunisasi DPT-HB-HIB dengan pneumonia
pada balita. Analisis hubungan kedua variabel diperoleh OR=3,946 (95%; CI
1,38-11,27), artinya balita yang memperoleh imunisasi DPT-HB-HIB tidak
Universitas Sumatera Utara
18
lengkap berisiko 3,946 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan balita
yang diberikan imunisasi DPT-HB-HIB secara lengkap.
Faktor perilaku. Faktor perilaku merupakan faktor yang yang berpengaruh
terhadap kejadian suatu penyakit dimana kecenderung untuk bertindak dan
bagaimana persepsi seseorang untuk merespon lingkungan sekitarnya.
Pengunaan anti nyamuk. Penggunaan obat nyamuk bakar dalam jangka
panjang sangat berpengaruh bagi kesehatan, terutama risiko terjadinya gangguan
saluran pernafasan. Terlebih lagi, paparan obat nyamuk tersebut akan jauh lebih
cepat berdampak jika mengenai balita, karena pada usia tersebut mereka belum
memiliki serabut-serabut silia dalam saluran pernafasan yang kokoh seperti pada
orang dewasa, sehingga proses akumulasi dan pengendapan zat-zat asing yang
masuk ke dalam saluran pernafasan menjadi lebih singkat dibandingkan dengan
waktu akumulasi pada orang dewasa. Dampak buruknya, bahan-bahan toksin
tersebut dapat menembus hingga ke jaringan paru-paru dan alveoli. Pestisida yang
terdapat pada obat nyamuk bakar mengandung zat kimia sintetik aktif seperti
metofletrin, allethrin, transflutrin, pralethrin, bioallethrin, dan esbiothrin.
Kebiasaan merokok. Tiga bahan utama rokok itu memiliki dampak negatif
bagi kesehatan adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Asap rokok
meningkatkan risiko mengembangkan penyakit saluran pernapasan pada anak-
anak. Pada wanita hamil asap rokok dapat menyebabkan komplikasi kehamilan
dan berat badan lahir rendah. Perokok pasif menyebabkan lebih dari 1,2 juta
kematian prematur per tahun. 65.000 anak meninggal setiap tahun karena penyakit
yang disebabkan oleh perokok pasif (WHO, 2019).
Universitas Sumatera Utara
19
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pangestiaka (2014) diperoleh
bahwa risiko anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah
dengan balita menderita ISPA adalah 3,05 kali lebih besar dibanding balita yang
menderita ISPA dari keluarga yang tidak memiliki kebiasaan merokok di dalam
rumah terjadinya ISPA pada balita akibat dari perilaku merokok anggota keluarga
di dalam rumah (95 % Confidence Interval (CI): 1,05-8,84) dengan nilai p =
0,037 (p<0,005).
Kebiasaan membersikan rumah.Berdasarakan penelitian yang dilakukan
oleh Wulandhany & Purnamasari tahun 2015 Kebiasaan membersihkan rumah
mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA. Besarnya risiko
untuk terkena ISPA dapat dilihat dengan nilai OR = 1,228 yang artinya rumah
yang jarang dibersihkan memiliki risiko terkena ISPA sebesar 1,228 kali lebih
besar dibandingkan dengan rumah yang dibersihkan dalam hal ini peneliti sudah
memiliki kebiasaan membersihkan rumah dari debu dengan melap perabotan
rumah, menyapu dan mengepel, tetapi hal ini masih saja membuat debu dapat
masuk ke dalam rumah dikarenakan kendaraan yang melintas disekitar rumah.
Pencegahan Penyakit ISPA
Pencegahan tingkat pertama. Pencegahan tingkatan pertama adalah
upaya yang dilakukan agar masayarakat (penjamu) tidak terjangkit penyakit ISPA.
Upaya yang dapat dilakukann yaitu: (Purnama,2016)
a. Penyuluhan dan sosialisasi kesehatan tentang ISPA yang sasarannya
diutamakan pada ibu.
Universitas Sumatera Utara
20
b. Menjaga keadaan gizi bayi agar tetap baik melalui pemeberian ASI
Eksklusif, pemberian makanan yang bergizi pemberian mikronutrient
tambahan seperti zink, zat besi yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
c. Imunisasi lengkap agar daya tahan tubuh bayi terjaga dengan baik.
d. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan dengan melakukan Pola
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
e. Menjaga diri dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ketika
melakukan kontak dengan penderita ISPA dan lingkungan yang dapat
menimbulkan resiko penyakit ISPA.
f. Pengelolaan kasus yang disempurnakan
Pencegahan tingkat kedua. Merupakan upaya pencegahan yang
disasarkan pada penderita atau dicurigai menderita (suspek) atau tercancam
menderita (masa tunas) penyakit ISPA adapun tujuan upaya penecgahan yaitu
diagnosis dini.
Diagnosis dini. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh pelayan kesehatan
seperti doter, bidan taupun perawat yatitu dengan melakukan observasi terhapat
tubuh pasien, dengan memperhatikan hal berikut :
a. Adanya proses inpeksi yang ditandai dengan gejala demam (peningkatan
suhu tubuh)
b. Anoreksia yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan seharusnya
c. Ditemukan infeksi penekanan imun yang merupakan resiko tingggi penularan
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahan sekunder
Berikut merupakan pengenalan dini, isolasi, pelaporan, dan pengawasan
Universitas Sumatera Utara
21
episode ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran (SARS, sub tipe baru yang
menyebabkan influenza termasuk flu burung pada manusia, pes baru, wabah skala
besar atau wabah dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi disebabakan oleh
agen ISPA baru) kesehatan masyarakat internasional yaitu dengan
memerhatiakan hal berikut:
a. Tanda-tanda epidemiologis: Adanya Indikasi yang dapat menimbulkan
kewaspadaan sehingga memerlukankan isolasi meliputi adanya riwayat
perjalanan pasien ke negara-negara di mana terdapat pasien yang diketahui
menderita ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran pada masa inkubasi
yang diketahui atau diduga, kemungkinan pajanan di tempat kerja terhadap
patogen atau agen baru yang menyebabkan ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran, dan kontak tanpa pelindung dengan pasien ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran dalam masa inkubasi yang diketahui atau diduga,
atau menjadi bagian dari kelompok pasien ISPA dengan penyebab yang
belum diketahui yang menular dengan cepat. Indikasi yang terakhir meliputi
pajanan terhadap anggota keluarga yang menderita ISPA. Untuk agen baru,
tanda-tanda epidemiologis bisa berubah bila diperoleh informasi baru.
b. Tanda-tanda klinis: Semua pasien yang menderita atau meninggal akibat
penyakit pernapasan disertai demam akut parah yang belum diketahui
penyebabnya (misalnya, demam >38°C, batuk, sesak napas), atau penyakit
parah lainnya yang belum diketahui penyebabnya (misalnya, ensefalopati atau
diare), dengan riwayat pajanan yang sesuai dengan ISPA.
Pencegahan tingkat ketiga. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
22
dalam pencegahan tersier untuk menekan angka mortalitas pada bayi yang
dikibatkan oleh penyakit ISPA melalui upaya pengobatan yang dilakukan
dibedakan menjadi :
Pneumonia sangat berat. Perawatan dilakukan di rumah sakit,
memberikan oksigen terapi antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara
intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada bayi terjadi perbaikan setelah 3 - 5 hari,
pemberian obat diubah menjadi kloramfenikol oral, lakukan penobatan pada
gejala demam dan mengi, melakukan perawatan yang suportif, hati-hati dengan
pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.
Pneumonia berat. Rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik
dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling
sedikit selama 3 hari, obati demam dan mengi, perawatan suportif, hati-hati pada
pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.
Pneumonia. Melakukan terapi atau diberi obat antibiotik dengan
memberikan kotrimoksazol olar jika keadaan bayi tetap atau tidak menunnjukkan
keadaan membaik atau kondisi bayi tidak memungkinkan diberi antibiotik ini
maka dapat diberi antibiotik penggganti seperti , Ampisilin, Amoksilin Oral, atau
suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, dan pelayan kesehatan harus
memberikan nasihat kepada ibu yang melakukan perawatan di rumah, obati
demam dan mengi, nilai ulang setelah 2 hari.
Bukan pneumonia (batuk atau pilek). Perawatan dilakukan di rumah,
tidak perlu memberikan antibiotik, berikan obat tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengndung zat kodein, Dekstrometorfan, dan Antihistamin untuk
Universitas Sumatera Utara
23
mengobati gejala batuk, berikan Paracetamol untuk menurunkan demam bayi,
dan pelayan kesehatan harus memberikan nasihat kepada ibu yang melakukan
perawatan di rumah.
Landasan teori
Menurut teori Blum tahun 1986 ada empat faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarkat/seseorang yaitu :
Lingkungan. Lingkungan mencakup lingkungan fisik dan sosiokultur
(pendidikan, ekonomi, budaya, dll). Lingkungan fisik akan mempengaruhi
kesehatan yaitu kualitas sanitasi lingkunganyang buruk merupakan sumber
penyakit bagi manusia
Perilaku. Gaya hidup yang baik atau tidak akan memepengaruhi status
deraja kesehatan seperti kebiasan merokok, pola makan, dll.
Genetik. Genetik merupakan faktor dibawa sejak lahir dan tidak dapat
diubaah.
Pelayan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang paripurna dan integratif
Pelayanan pencegahan terhadap penyakit, pemulihan kesehatan, pengobatan dan
keperawatan, dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh keberadaan pelayan kesehatan semakin cepat masyarakat dapat memperoleh
pelayan kesehatan maka status derajat kesehatan semakin baik, ketepatan program
yang dicanangkan sesuai dengan kondisi masyarakat. Semakin mudah masyarakat
menjangkau pelayanan kesehatan maka semakin baik derajat kesehatan
masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.Landasan teori
Sumber : Modifikasi dari; teori blum 1974 dalam Tribowo & Pusphandani 2015,
hasan 2012, depkes RI 2009.
ISPA pada
Bayi Pelayanan
Kesehatan
Sarana pelayanan
yang memadai
Akses yang
terjangkau
Sikap, tindakan, dan
pengetahuan pelayan
kesehatan
Lingkungan kimia
Racun
logam(Pb,Mn)
Debu
Abu
Gas organik
Gas anorganik
Lingkungan Fisik
Ventilasi
Jenis lantai
Jenis dinding
Jenis atap
Suhu
Kelembapan
Pencahayaan
Kebisingan
Radiasi
Getaran
Kepadatan hunian
Lingkungan
Biologis
Virus
Bakteri
Jamur
Protozoa
Faktor Lingkungan
Faktor perilaku
Kebiasaan merokok
Pengunaan kayu
bakar
Membuka jendela
Penggunaan anti
nyamuk bakar
Kegiatan
membersikan rumah
faktor ibu
Pendidikan
pekerjaan
Faktor bayi
Umur
Berat badan lahir
Jenis kelamin
Status ASI Eksklusif
Status imunisasi
Status gizi
Saluran Pernapasan Genetik
Kelainan paru
Universitas Sumatera Utara
25
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
\
Gambar 3.Kerangka konsep penelitian
Faktor baduta
Umur
Berat Badan Lahir
Status gizi
Status ASI Eksklusif
Status Imunisasi
Faktor ibu
Pendidikan
pekerjaan
Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan
Atas Akut pada
Baduta
Faktor perilaku
(Menggunakan anti
nyamuk, merokok dalam
rumah, menggunakan
kompor minyak,
menyapu
rumah,mengepellantai
rumah, menjemur kasur
dan bantal, membka
jendela)
Universitas Sumatera Utara
26
Metode Peneltian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif
dengan jenis desain penelitian cross sectional.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi. Lokasi dalam Penelitian ini dilakasanakan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area.
Waktu. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 –
Oktober 2020.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh baduta yang ada di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum dan sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian dari baduta yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
tahun 2020. Perhitungan Besar sampel dihitung berdasarkan uji hipotesis untuk
dua proporsi menurut Lemeshow (1997) yaitu seagai berikut :
n=
√ ( ) √( ( )
( )
keterangan :
n = besar sampel minimal
= Nilai distribusi normal baku pada CI 95% (5%=1,96)
= Nilai distribusi normal baku pada CI 90% (10%=1,28)
P0 = proporsi penderita ISPA pada baduta berdasarkan penelitian (59,6%)
Universitas Sumatera Utara
27
Pa = taksiran proporsi sesungguhnya
P0-pa = taksiran selisih proporsi (15%)
n = √ ( ) √ ( )
= ( )
= ( )
= 102,549
Hasil : besar sampel minimum dalam penelitian ini adalah 103 responden
Teknik pengambilan sampel. Cara pengambilan sampel pada penelitian
ini yaitu dilakukan dengan menggunakan purposive samplingdimana
pengambilan anggota sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi, peneliti
mendatangangi posyandu yang berada di Lingkungan Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Matsum dan mengambil sampel berurutan berdasarkan waktu pelaksanaan
kegiatan posyandu yang telah ditetapkan oleh petugas puskesmas di setiap
lingkungan dimana responden langsung diwawancarai setelah baduta melakukan
pengukuran BB,TB dan imunisasi sampai jumlah sampel terpenuhi, responden
yang diwawancarai peneliti yaitu orang yang sedang berada dengan baduta dan
mengetahui informasi tentang baduta seperti ibu, ayah, nenek ataupun keluarga
lainnya.
Kriterian inklusi dalam menetapkan anggota sampeldalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
a. Tempat tinggal responden berada di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
b. Responden bersedia untuk dijadikan sebagai sampel
Universitas Sumatera Utara
28
Kriteria eksklusi dalam menetapkan anggta sampel dalama penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
a. Responden dalam keadaan tidak memungkinkan untuk di wawancarai
b. Baduta menderita penyakit berat yang meningkatkan risiko ISPA seperti
diare, malaria, jantung, dan ginjal
Variabel dan Definisi Operational
Variabel Dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA)
Variabel Independen. Variabel independen dalam penelitian ini antara
lain faktor baduta ( umur, riwayat ASI ekslusif, status gizi, riwayat imunisasi,
berat badan lahir), faktor responden (pendidikan, pekerjaan), faktor lingkungan
(kepadatan ruang tidur, ventilasi), faktor perilaku.
Definisi Operational. Depenisi opeational adalah sebagai berikut:
Kejadian ISPA.Kejadias ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan
yang terjadi dalam dua minggu terakhir dan menunjukkan tanda-tanda klinis,
dikategorikan dalam ( , 2018):
0. ISPA (demam, batuk, pilek/hidung tersumbat dan/atau sakit tenggorokan)
1. Tidak ISPA (tidak ditemukan gejala klinis seperti pada ISPA)
Umur. Umur adalah umur baduta sejak dilahirkan sampai peneliti
melakukan wawancara yaitu 0-24 bulan, dikategorikan dalam:
1. 0-6
2. 7-9
3. 10-12
Universitas Sumatera Utara
29
4. 13-24
Untuk analisis bivariat dalam penelitian ini status gizi dikategorikan dalam:
1. 0-11 bulan
2. 12-24 bulan
Berat badan lahir. Berat badan lahir adalah riwayat berat badan baduta
setelah dilahirkan yang dapat diukur melalui kuisioner dan buku KMS,
Dikategorikan Dalam:
1. Normal (≥2500 gram)
2. BBLR (<2500 gram)
Status gizi. Status gizi adalah keadaan gizi diukur dengan standar
antropometri penilaian status gizi anak berdasarkan BB/U, Dikategorikan dalam:
(kemenkes RI, 2017)
1. Gizi buruk, jika nilai Z-score -3 SD
2. Gizi kurang, jika nilai Z-score dalam rentang -3 SD s/d < -2 SD
3. Gizi baik, jika nilai Z-score dalam rentang -2 SD s/d +2 SD
4. Gizi lebih, jika nilai Z-score >=2 SD
Untuk analisis bivariat dalam penelitian ini status gizi dikategorikan dalam:
1. Gizi baik, (Z Score > +2 SD, -2 SD <= Z Score <=+2)
2. Gizi kurang, ( Z Score < -3 SD, -3 SD <= Z Score <-2)
Status ASI Eksklusif. Status ASI Eksklusif adalah bayi hanya mendapat
ASI mulai dari pertama kehidupan sampai usia 6 bulan tanpa adanya makanan
dan cairan tambahan
1. Ya, (ASI Eksklusif)
Universitas Sumatera Utara
30
2. Tidak, (tidak ASI Eksklusif)
Status imunisasi. Status imunisasi adalah sudah atau tidaknya baduta
menerima imunisasi campak dan DPT/Hib, dikategorikan dalam: (kemenkes RI,
2018)
1. Ya (sudah menerima imunisasi campak dan DPT/Hib)
2. Tidak (belum menerima imunisasi campak dan DPT/Hib)
Pendidikan.Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi (sampai
mendapat ijazah) yang diikuti oleh responden, dikategorikan dalam:
1. Tinggi, jika responden memperoleh ijazah SMA dan Akademi/Perguruan
tinggi
2. Rendah, jika responden memperoleh ijazah SD dan SMP
Pekerjaan. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden
yang sifatnya profit dikategorikan dalam: (Kementerian Kesehatan RI, 2018)
1. Tidak bekerja
2. Sekolah
3. PNS/TNI/Polri/BUMN/
4. Pegawai swasta
5. Wiraswasta
6. Petani/buruh tani
7. Nelayan
8. Buruh/sopir/pembantu ruta
9. Lainnya
Untuk analisis bivariat dalam penelitian ini pekerjaan dikategorikan dalam:
Universitas Sumatera Utara
31
1. Bekerja (PNS/TNI/Polri/BUMN/, pegawai swasta, wiraswasta, petani/buruh
tani, nelayan, buruh/sopir/pembantu ruta, danlainnya
2. Tidak bekerja (tidak bekerja dan sekolah)
Penggunaan anti nyamuk. Penggunaan anti nyamuk adalah kebiasaan
waktu ketika menggunakan anti nyamuk bakar dan elektrik di dalam rumah,
dikategorikan dalam:
1. Tidak menggunakan Anti nyamuk
2. Bukan saat tidur
3. Saat tidur
Kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dalam rumah adalah ada
tidaknya kegiatan merokok di dalam rumah yang dilakukan oleh anggota keluarga
tempat tinggal baduta, dikategorikan dalam:
1. Tidak
2. Ya
Pengunaan bahan bakar untuk memasak. Pengggunaan bahan bakar
untuk memasak adalah jenis bahan bakar kayu bakar atau kompor minyak tanah
ketika memasak, dikategorikan dalam:
1. Tidak
2. Ya
Rumah disapu adalah kegiatan menyapu rumah dalam sehari
1. Satu kali sehari
2. ≥ 2 kali kali sehari
Universitas Sumatera Utara
32
Lantai dipel. Lantai dipel adalah kegiatan mengepel lantai rumah dalam
sehari
1. < 1 kali seminggu
2. > 1 kali seminggu
Kasur dan bantal dijemur. Kasur dan bantal dijemur adalah kegiatan
menjemur kasur dan bantal di rangan terbuka dalam seminggu, dikategorikan
dalam:
1. < 1 kali seminggu
2. ≥ 1 kali seminggu
Jendela dibuka. Jendela dibuka adalah kebiasaan membuka jendela di
ruangan keluarga dan ruangan tidur dalam satu hari, dikategorikan dalam:
1. Ya,setiap hari
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah
Perilaku. perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh keluarga bayi
yaitu pemakaian anti nyamuk, kebiasaan merokok dalam rumah, pengunaan
bahan bakar untuk memasak, rumah disapu, lantai dipel, kasur dan bantal dijemur
jendela dibuka (Notoatmodjo, 2010). Skala pengukuran dalam variebel perilaku
mengggunakan Skala Guttman, (Sugiyono, 2017) . Skor maksimal dalam variabel
perilaku adalah 12.
Nilai =
dikategorikan dalam:
1. Baik, jika persentasi yang dinilai dari perilaku ≥75%
Universitas Sumatera Utara
33
2. Kurang, jika persentasi yang dinilai dari perilaku <75%
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang
diperoleh sacara langsung menggunakan metode wawancara dari responden yang
memiliki hubungan keluarga dengan baduta dengan menggunakan kuisioner,
obeservasi KMS.
Data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini menggunakan profil
puskesmas puskesmas Kota Matsum, KMS, laporan Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).
Metode Pengukuran
Tabel 3
Metode pengukuran
Variabel Cara dan Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
Kejadian ISPA Wawancara
(kuisioner)
0. ISPA
1. Tidak
Ordinal
Umur Wawancara
(kuisioner)
0. 12-24bulan
1. 0-11 bulan
Ordinal
Berat badan lahir Wawancara
(KMS)
0. BBLR
1. Normal
Ordinal
Status gizi Menimbang
BB dan
wawancara
(kuisioner dan
timbangan)
0. Gizi baik
1. Gizi kurang
Ordinal
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 3
Metode Pengukuran
Variabel Cara dan Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
Status ASI
Eksklusif
Wawancara
(kuisioner)
0. Ya
1. Tidak eksklusif
Ordinal
Status imunisasi Wawancara
(KMS dan
kuisioner)
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
Pendidikan Wawancara
(kuisioner)
0. Tinggi
1. Rendah
Ordinal
Pekerjaan Wawancara
(kuisioner)
0. Bekerja
1. Tidak bekerja
Ordinal
Kepadatan
hunian ruangan
tidur
Wawancara
(kuisioner,
rollmeter)
0. Memenuhi syarat,
1. Tidak memenuhi
syarat
Ordinal
Ventilasi Wawancara
(kuisioner,
rollmeter)
0. Memenuhi syarat,
1. Tidak memenuhi
syarat
Ordinal
Perilaku Wawancara
(kuisioner)
0. Baik
1. Kurang
Ordinal
Metode Analisis Data
Analisis univariat. Analisis ini bertujuan untuk manganalisis secara
deskriptif (frekuensi dan persentase) karakteristik setiap variabel yang akan
diteliti.
Analisis bivariat. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen, dimana dalam analisis data
digunakan uji chi-square yang tingkat kepercayaannya 95%(α=0,05), jika hasil
analisis statistik p<0,05 maka variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara
signifikan.
Universitas Sumatera Utara
35
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Puskesmas Kota Matsum
Puskesmas Kota Matsum merupakan salah satu puskesmas yang berada di
kecamatan medan area terletak di Jalan Amaliun No. 75, yang memiliki batas-
batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara dibatasi oleh Kelurahan Sei Rengas II.
2. Sebelah Selatan dibatasi oleh Kelurahan Pasar Merah Timur.
3. Sebelah Timur dibatasi oleh Kelurahan Sukaramai I dan II.
4. Sebelah Barat dibatasi oleh Kelurahan Kota Matsum III.
Puskesmas Kota Matsum terdiri dari empat wilayah kerja yaitu Kelurahan
Kota Matsum I, Kota Matsum II, Kota Matsum IV dan Sei Rengas Permata dan
memiliki luas wilayah 112.40 Ha Peta wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum
dapat dilihat dari gambar di bawah ini :
Gambar 4. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
Bangunan Puskesmas Kota Matsum merupakan salah satu puskesmas yang
memenuhi standar Permenkes No. 75 Tahun 2014, sehingga proses pelayanan
Universitas Sumatera Utara
36
kesehatan menjadi terhambat, namun karena Letak Puskesmas Kota Matsum
strategis yang berada di perkotaan kota medan sehingga mudah dijangkau dengan
alat transportasi. Berikut ini gambar bangunan Puskesmas Kota Matsum dilihat
dari tampilan depan.
Gambar 5. Puskesmas Kota Matsum
Keadaan demografis. Adapun gambaran demografiS wilayah Kerja
Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 adalah sebagai berikut:
Jumlah dan kepadatan penduduk.Jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Kota Matsum berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Medan
adalah 33.947 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 29.778 jiwa/km2.
Daerah yang lebih banyak penduduknya adalah Kelurahan Kota Matsum I yang
mempunyai penduduk berjumlah 12.091jiwa dengan kepadatan penduduk 35.562
jiwa/km2 (Luas Wilayah : 0.34 km2) sedangkan daerah yang paling sedikit
penduduknya adalah Kelurahan Sei Rengas Permata, dengan jumlah penduduk
sebesar 3.770 jiwa dengan kepadatan penduduk 14.500 jiwa/km2 (Luas Wilayah :
0,26 km2).
Universitas Sumatera Utara
37
Jumlah rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum sebesar
8.663 dengan jumlah rumah tangga lebih banyak pada Kelurahan Kota Matum I
sebesar 2944 rumah tangga dengan rata – rata jiwa per rumah tangga sebesar 4,11
sedangkan jumlah rumah tangga yang paling sedikit adalah Kelurahan Sei Rengas
Permata sebesar 1033 rumah tangga dengan rata-rata jiwa per rumah tangga
sebesar 3,65.
Komposisi penduduk.Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kota
Matsum dilihat dari komposisi berdasarkan jenis kelamin memperlihatkan bahwa
jumlah penduduk perempuan dengan laki-laki tidak terlalu jauh perbedaannya
yaitu penduduk perempuan 17.040 orang (50,19%) dan laki-laki 16.907 orang
(49,80%), dengan ratio jenis kelamin (sex ratio) 99,38 yang berarti bahwa
terdapat 99 laki-laki di antara 100 perempuan.
Perilaku hidup masyarakat.Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota
keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan aktif
dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat.
Adapun 10 indikator PHBS di masyarakat yaitu Pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, bayi di beri ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan,
ketersediaan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, ketersediaan
jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, makan buah dan sayur, melakukan
aktifitas fisik setiap hari, tidak merokok dalam rumah. Pencapaian Rumah Tangga
Untuk Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah Puskesmas Kota
Universitas Sumatera Utara
38
Matsum Tahun 2019 adalah sebesar 917 RT (49,1%) adapun faktor yang
mempengaruhi masyarakat melakukan PHBS terutama yang menghambat adalah:
Tingkat pendidikan, dan kurangnya sarana kesehatan.
Analisis Univariat
Kejadian ISPA. Proporsi kejadian ISPA di puskesmas kota matsum pada
baduta tahun 2020 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4
Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Status kejadian ISPA f %
Tidak ISPA 47 45,6
ISPA 56 54,4
Total 103 100,0
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa proporsi kasus ISPA pada
Baduta lebih tinggi dibandingkan Baduta yang tidak ISPA yaitu sebesar 54,4%
dan kasus tidak ISPA sebesar 45,6%.
Deskripsi karakteristik baduta berdasarkan wilayah posyandu.
Proporsi kejadian ISPA pada baduta berdasarkan wilayah posyandu di Puskesmas
Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Tabel 5
Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Wilayah Posyandu di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Wilayah Posyandu n %
Kota Matsum I 48 46,6
Kota Matsum II 32 31,1
Kota Matsum IV 23 22,3
Universitas Sumatera Utara
39
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa proporsi baduta di wilayah
posyandu tertinggi ada pada Kota Matsum I 48 (46,6%) diikuti dengan Kota
Matsum II32 (31,1%) dan yan paling rendah pada Kota Matsum IV 23 (22,3%).
Total posyandu secara keseluruhan yaitu 37 posyandu, jumlah Posyandu di Kota
Matsum I 15 Posyandu, Kota Matsum II 8 Posyandu, Kota Matsum III 5
Posyandu, dan Kota Matsum IV 9 Posyandu, Peneliti tidak melakukan penelitian
di Wilayah Posyandu Kota Matsum III.
Deskripsi Karakteristik Baduta. Deskripsi proporsi faktor baduta dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 6
Distribusi Prevalensi kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan fakor Baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Faktor Bayi f %
Jenis Kelamin 60 58,3
Laki-Laki 43 41,7
Perempuan
Umur
0-6 32 31,1
7-9 11 10,7
10-12 16 15,5
13-24 44 42,7
Riwayat ASI Eksklusif
Tidak 44 62,0
Ya 27 38,0
Status Gizi
Gizi Baik 93 90,3
Gizi Kurang 10 9,7
Riwayat Imunisasi DPT/Hib dan
campak
Ya 64 62,1
Tidak 39 37,9
Berat Badan Lahir
Normal 94 91,3
BBLR 9 8,7
Universitas Sumatera Utara
40
Dari tabel diatas penulis proporsi baduta dengan berjenis kelmin laki-laki
ada 60(58,3%) orang dan yang berjenis kelamin perempuan ada sebanyak 43
(41,7%) orang. Proporsi baduta berdasarkan umur lebih banyak pada umur 12-24
bulan yaitu 54 (52,4%) orang sedangkan baduta pada umur 0-11 bulan ada
sebanyak 49(47,6%) orang. Proporsi satus ASI Eksklusif pada baduta lebih tinggi
pada baduta yang tidak ASI Eksklusif yaitu sebesar 44 (62%) orang dan yang ASI
Eksklusif ada sebanyak 27 (38%) orang. Proporsi baduta dengan gizi baik lebih
tinggi dibandingkan dengan gizi buruk yaitu 93(90,3%) orang sementasa baduta
dengan status gizi buruk ada sebanyak 10 (9,7%) orang. Proporsi riwayat yang
imunisasi DPT/Hib lebih tinggi dibandingkan dengan baduta yang tidak
imunisasi, baduta yang imunisasi DPT/Hib ada sebanyak 64 (62,1%) orang dan
yang tidak ada sebanyak 39 (37,9%) orang. Proporsi baduta dengan berat badan
lahir normal lebih tinggi dibandingkan dengan baduta yang memiliki berat badan
lahir rendah (BBLR). Berat badan baduta yang normal ada sebanyak 94 (91,3%)
orang dan yang BBLR ada 9 (8,7) orang.
Deskripsi karakteristik faktor ibu. Deskripsi proporsi faktor Ibu dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 7
Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor ibu di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Faktor Ibu n %
Pendidikan Ibu
Tinggi 87 84,5
Rendah 16 15,5
Pekerjaan Ibu
Tidak Bekerja 73 70,9
Bekerja 30 29,1
Universitas Sumatera Utara
41
Berdasarkan tabel diatas proporsi ibu yang berpendidikan tinggi lebih
tinggi dibandingkan ibu berpendidikan rendah, proporsi ibu berpendidikan tinggi
yaitu sebanyak 87 (84,5%) orang dan ibu berpendiddikan rendah yaitu 16
(15,5%) orang. Proporsi ibu yang memiliki pekerjan ada sebanyak 30 (29,1%)
orang dan proporsi ibu tidak bekerja 73 (70,9%) orang.
Proporsi antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku keluarga tempat baduta
tinggal dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 8.
Distribusi Proporsi Kejadian ISPA berdasarkan Pendidikan Ibu dengan Perilakku
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Perilaku
Pendidikan Ibu Jumlah
Tinggi Rendah
n % n % n %
Baik 81 86,2 13 13,8 94 100,0
Tidak Baik 6 66,7 3 33,3 9 100,0
Berdasarkan tabel diatas proporsi dari 94 responden yanng berperilaku
baik diperoleh pendidikan ibu yang tinggisebesar 81 (86,2% dan yang rndah yaitu
13(13,8%). Proporsi dari 9 responden yang berprilaku tidak baik ada 6 (66,7%)
yang berpendidikan tinggi sementara 3(33,3%) berpendidikan rendah.
Deskripsi karakteristik faktor perilaku. Deskripsi proporsi faktor
baduta dapat dilihat dalam tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 9
Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor Perilaku
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Faktor Perilaku n %
Perilaku
Baik 94 91,3
Kurang 9 8,7
Variabel Perilaku
Menggunakan Anti Nyamuk
Tidak menggunakan Anti Nyamuk 66 64,1
Bukan Saat Tidur 22 21,3
Saat Tidur 15 14,6
Merokok Dalam Rumah
Tidak 57 55,3
Ya 46 44,7
Menggunakan Kompor Minyak
Tidak 92 89,3
Ya 11 10,7
Menyapu Rumah
≥2 Kali Sehari 95 92,2
Satu Kali Sehari 8 7,8
Mengepel Lantai Rumah
>1 Kali Seminggu 71 68,9
<1 Kali Seminggu 32 31,1
Menjemur Kasur dan Bantal
≥1 Kali Seminggu 20 19,4
<1 Kali Seminggu 83 80,6
Membuka Jendela Kamar Tidur dan Ruang Keluarga
Ya, Setiap Hari 61 59,2
Tidak Pernah 32 31,1
Kadang-kadang 10 9,7
Waktu Membuka Jendela
Pagi- Sore 63 61,2
Tidak Pernah 32 31,1
Pagi Saja 5 4,9
Sore Saja 3 2,8
Berdasarkan tabel diatas diperoleh proporsi Perilaku baik yaitu sebesar
94(91,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku kurang baik yaitu 9(8,7%).
Data Bivariat. Proporsi perilaku penggunaan anti nyamuk keluarga tertinggi pada
Universitas Sumatera Utara
43
yang tidak menggunakan anti nyamuk yaitu 66(64,1%), diikuti perilaku
menggunakan anti nyamuk bukan pada saat tidur 22(21,3%), dan menggunakan
anti nyamuk pada saat tidur sebesar 15(14,6%). Proporsi keberadaan anggota
keluarga yang tidak merokok dalam rumah yaitu sebesar 57(55,3%) dan
keberadaan anggota keluarga yang merokok dalam rumah yaiut sebesar
46(44,7%). Proporsi keluarga yang tidak menggunakan kompor minyak yaitu
sebesar 92(89,3%) lebih tinggi dibanding dengan keluarga yang tidak
menggunakan kompor minyak yaitu sebesar 11(10,7%). Proporsi keluarga yang
menyapu lantai rumah ≥2 Kali Seminggu adalah 95(92,2%) dan yang menyapu
lantai rumah sekali dalam sehari yaitu 8(7,8%). Proporsi keluarga yang mengepel
lantai rumah >1 Kali Seminggu adalah 71(68,9%) dan yang mengepel <1 Kali
Seminggu sbesar 32(31,1%). Proporsi keluarga yang menjemur kasur dan bantal
≥1 Kali Seminggu adalah sebesar 20(19,4%) dan yang menjemur <1 Kali
Seminggu sebesar 83(80,6%). Proporsi kebiasaan keluarga dalam membuka
jendela tertinggi pada kelarga yang membuka jendela setiap hari yaitu sebesar
61(59,2%) diikuti dengan keluarga yang membuka jendela tidak pernah
32(31,1%) dan keluaga yang membuka jendela kadang kadang yaitu sebesar
10(9,7%). Proporsi kebiasaan waktu membuka jendela tertinggi pada keluarga
yang membuka jendela dari pagi-sore yaitu sebesar 63(61,2%) diikuti dengan
tidak pernah membuka jendela 32(31,1%), pagi saja 5(4,9%), dan sore saja
3(2,8%).
Analisis Bivariat
Hubungan antara umur dengan ISPA. Hubungan umur dengan ISPA
Universitas Sumatera Utara
44
pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun2020 dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 10
Tabulasi Silang Antara Umur dengan Kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Umur(bulan) Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
12-24 31 57,4 23 42,6 54 100 0,651
0-11 25 51,0 24 49,0 49 100
Berdasarkan tabel diatas proporsi baduta dengan kelompok umur 12-24
bulan yang ISPA lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ISPA yaitu sebesar 31
(57,4%) orang sementara yang tidak ISPA sebesar 23 (42,6%) orang. Proporsi
baduta pada kelompok umur 0-11 bulan yang ISPA juga memiliki proporsi lebih
tinggi dibandingkan dengan yang tidak ISPA yaitu sebesar 25 (51,0%) sementara
yang tidak ISPA sebesar 24(49,0%) orang. Dari hasil uji chi-square diperoleh
nilap p sebesar 0,651, hal ini menunjukkan nilai p> 0,05 berarti tidak ada
hubungan bermakna antara umur dengan kejadian ISPA pada baduta di wilayah
kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Hubungan antara berat badan lahir dengan ISPA. Hubungan berat
badan lahir dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
Tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 11
Tabulasi Silang Antara Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA pada Baduta
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Berat Badan
Lahir
Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
BBLR 5 55,6 4 44,4 10 100 1,000
Normal 51 54,3 43 45,7 93 100
Berdasarkan tabel 9 diperoleh proporsi baduta yang mengalami ISPA yang
memiliki BBLR 5(55,6%) lebih tinggi dibandingan yaitu sebesar dengan berat
badan lahir normal sebesar 51(54,3%). Dari hasil uji Chi-square diperoleh nilai p
sebesar 1,000 (p> 0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Hubungan antara status gizi dengan ISPA. Hubungan status gizi
dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 12
Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Status Gizi Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
Gizi Baik 52 55,9 41 44,1 93 100 0,506
Gizi Kurang 4 40,0 6 60,0 10 100
Berdasarkan tabel 10 diatas baduta dengan gizi baik dan memiliki status
penyakit ISPA lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ISPA, proporsi baduta gizi
Universitas Sumatera Utara
46
baik dengan ISPA sebanyak 52 (55,9%) sedangkan baduta gizi baik yang tidak
ISPA sebanyak 41 (44,1%). Proporsi baduta gizi buruk dan berstatus tidak ISPA
lebih tinggi dibandingkan dengan yang berstatus ISPA yaitu sebanyak 6 (60,0%)
sedangkan yang berstatus ISPA sebanyak 4 (40,0%). Dari hasil uji chi-square
diperoleh nilai p>0,05 yaitu sebesar 0,506 hal ini menunjukkan tidak ada
hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada baduta di
wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Hubungan antara status ASI eksklusif dengan ISPA. Hubungan status
ASI Eksklusif dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Matsum tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 13
Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Baduta
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Status ASI
Eksklusif
Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
Tidak 30 68,2 14 31,8 44 100 0,043
Ya 11 40,7 16 59,3 27 100
Berdasarkan tabel 11 diatas proporsi baduta berstatus ASI Eksklusif dan
tidak mengalami ISPA sebanyak 16 (59,3%) orang lebih tinggi dibandikan
proporsi baduta yang mengalami ISPA yaitu sebanyak 11 (40,7%) orang. Proporsi
baduta tidak ASI Eksklusif dan mengalami ISPA sebanyak 30 (68,2%) orang
lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi baduta yang tidak mengalami kejadian
ISPA yaitu sebanyak 14 (31,8%) orang. Hasil uji chi-square diperoleh nilai
p<0,05, dimana nilai p sebesar 0,043 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
Universitas Sumatera Utara
47
bermaknna antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Hubungan antara status imunisasi dengan ISPA. Hubungan status
imunisasi dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
Tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 14
Tabulasi Silang Antara Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Status
Imunisasi
Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
Tidak 29 55,8 23 44,2 52 100 0,928
Ya 27 52,9 24 47,1 51 100
Berdasarkan tabel 12 diatas proporsi baduta yang imunisasi DPT/Hib dan
campak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 27 (52,9%) lebih tinggi
dibandingkan dengan baduta yang tidak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar
24 (47,1%). Hasil schi-square diperoleh nilai p sebesar 0,928 (p>0,05) hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara status imunisasi baduta dengan
kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan
Tahun 2020.
Hubungan antara pendidikan ibu dengan ISPA. Hubungan pendidikan
ibu dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun
2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
48
Tabel 15
Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Pendidikan
Ibu
Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
Tingggi 50 57,5 37 42,5 87 100 0,230
Rendah 6 37,5 10 62,5 16 100
Berdasarkan tabel 13 diatas proporsi ibu yanng berpendidikan rendah dan
baduta tidak mengalami kejadian ISPA ada sebanyak 10 (62,5%) orang sedangkan
baduta yang mengalami ISPA sebanyak 6 (37,5%) orang. Hasil chi-square
diperoleh nilai p sebesar 0,230 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Hubungan antara pekerjaan ibu dengan ISPA. Hubungan Pekerjaan
Ibu dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun
2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 16
Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Pekerjaan Ibu Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
Tidak Bekerja 40 54,8 33 45,2 73 100 1
Bekerja 16 53,3 14 46,7 30 100
Berdasarkan tabel 14 diatas proporsi ibu tidak bekerja denga baduta
mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 40 (54,8%) lebih tinggi dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
49
dengan proporsi ibu tidak bekerja dan mengalami ISPA yaitu sebesar 16 (43,3%).
Hasil chi-square diperoleh nilai p yaitu sebesar 1 (p>0,05) hal ini menunjukkan
tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada
baduta di wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Hubungan Antara Faktor Perilaku dengan ISPA. Hubungan Faktor
Perilaku dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 17
Tabulasi Silang Antara Faktor Perilaku dengan Kejadian ISPA pada Baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020
Faktor
Perilaku
Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p
ISPA Tidak ISPA
n % n % n %
Tidak Baik 8 88,9 46 48,9 9 100 0,037
Baik 48 51,1 1 11,1 94 100
Berdasarkan tabel 15 diatas proporsi perilaku tidak baik terhadap baduta
mengalami kejadian ISPA sebesar 8 (88,9%) lebih tinggi dibandingkan proporsi
perilaku baik mengalami kejadian ISPA sebesar 48(51,1%) orang. Hasil chi-
square diperoleh nila p sebesar 0,037 (p<0,05) hal ini menunjukkan ada
hubungan bermakna antara perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada baduta
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020.
Universitas Sumatera Utara
50
Pembahasan
Proporsi Kejadian ISPA pada Baduta
Proporsi kejadian ISPA pada Baduta di wilayah kerja Puskesmas Kota
Matsum Medan Tahun 2020 dapat diperhatikan pada gambar berikut:
Gambar 6. Distribusi proporsi kejadian ISPA pada baduta di wilayah kerja
Pusekesmas Kota Matsum Tahun 2020
Berdasarkan gambar 6 di atas diperoleh nilai prevalence rate baduta yang
mengalami kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum Medan
Tahun 2020 yaitu sebesar 54,4% lebih tinggi dibandingkan dengan baduta yang
tidak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 45,65%.
Menurut Fatimah Leli (2017) Insiden rate kejadian ISPA pada bayi di
wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun yaitu
sebesar 59,2%. Berdasarkan penelitian Lindawati Vina dan Simarangkir (2017)
diperoleh ISPA pada balita di Puskesmas Amabarita Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir diperoleh proporsi balita mengalami kejadian ISPA sebesar
54,4%
45,6%
Kejadian ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
51
55,8% sedangkan yang tidak mengalami kejadian ISPA sebesar 44,2%.
Hubungan antara Umur dengan Kejadian ISPA
Diagram hubungan antara umur baduta dengan kejadia ISPA dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 7. Diagram bar hubungan antara umur dengan kejadian ISPA pada
badutadi Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsuum Tahun 2020
Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa proporsi kejadian ISPA lebih
tinggi pada umur 12-24 bulan yaitu sebesar 57,4% sementara pada umur 0-11
bulan proporsinya sebesar 51%. Hasil Chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,651
(p> 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara umur
dengan kejadian ISPA Pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
Tahun 2020.
Menurut Nazmah (2016) usia anak semakin <5 tahun memiliki daya tahan
tubuh yang tidak lengkap sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami
penyakit termasuk ISPA.
Hasil penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara umur dengan
57,4%
51%
42,6%
49%
0
10
20
30
40
50
60
70
12-24 0-11
Umur dengan ISPA
ISPA
Tdak ISPA
Universitas Sumatera Utara
52
kejadian ISPA Pada baduta dikarenakan dalam penelitian ini menunjukkan baduta
umur 0-11 bulan yaitu sebesar 47,6% dibading dengan bayi umur 12-24 bula yaitu
sebesar 52,4% dan banyak faktor lain yang dapat mengakibatkan ISPA pada bayi
seperti perilaku keluarga dan faktor lingkungan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gainau, dkk (2018) diperoleh
nilai p sebesar 0,208 (p>0,05) hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara
umur dengan kejadian ISPA pada balita di Timika Jaya. Penelitian Putri dan
Adriyani tahun 2017 diperoleh adanya hubungan signifikan antara umur dengan
kejadian ISPA pada anak balita di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto yaitu
diperoleh nilai p sebesar 0,013 (p> 0,05).
Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA
Diagram hubungan antara berat badan lahir baduta dengan kejadia ISPA
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 8. Diagram bar hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian
ISPApada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020
Berdasarkan gambar diperoleh proporsi baduta yang mengalami ISPA
55,6% 54,3%
44,4% 45,7%
0
10
20
30
40
50
60
BBLR Normal
Berat Badan Lahir dengan ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
53
yang memiliki BBLR 5(55,6%) lebih tinggi dibandingan dengan berat badan lahir
normal sebesar 51(54,3%). Dari hasil uji Chi-square diperoleh nilai p sebesar
1,000 (p> 0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko
kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat badan
lahir normal. Bayi dengan kasus BBLR dapat mengalami gangguan pernapasan
gangguan hati, dan kerusakan saraf (Ronald, 2011).
Proporsi baduta yang memiliki Berat Badan Lahir normal lebih tinggi
94(91,3%) dibandingkan dengan baduta BBLR yaitu 9 (8,7%). Sehingga dalam
penelitian ini ada faktor lain yang berhubungan dengan kejadian ISPA seperti
keadaan lingkungan yaitu kepadatan rumah dan ventilasi penduduk yang tidak
memenuhi syarat di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum namun, diperoleh
juga bahwa kejadian ISPA cenderung pada baduta yan mengalami BBLR.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatimah, L (2017) diperoleh
nilai p sebesar 0,467 (p>0,05) hal ini berarti tidak ada hubungan antara berat
badan lahir dengan kejadian ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Medan.
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA
Diagram hubungan antara status gizi baduta dengan kejadia ISPA dapat
dilihat pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
54
Gambar 9. Diagram bar hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada
baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020
Berdasarkan gambar diatas diperoleh proporsi baduta yang mengalami
kejadian ISPA lebih tinggi pada baduta yang memiliki status gizi baik yaitu
sebesar 55,9% dibanding dengan baduta yang mengalami gizi buruk yaitu sebesar
40%. Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p sebsar 0,506 (p>0,05) dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara staus gizi baduta
dengan kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun
2020.
ISPA banyak terjadi pada anak karena sistem kekebalan tubuhnya masih
rendah, pada usia anak belum membentuk kekebalan terhadap banyak virus. ISPA
yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada anak,
terutama yang kekurangan gizi dan tinggal di lingkungan yang tidak sehat (PDPI,
2017). Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan karena proporsi lebih besar
pada baduta dengan status gizi baik 93(90,3%) memiliki dibanding dengan
baduta status gizi kurang 10(9,7%). dan banyak faktor yang dapat menimbulkan
55,9%
40% 44,1%
60%
0
10
20
30
40
50
60
70
Gizi Baik Gizi Kurang
Status Gizi dengan ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
55
kejadian ISPA seperti hasil penelitian ini diperoleh bahwa perilaku keluarga yang
tidak baik seperti tidak membuka jendela dan kebiasaan membuka jendela dari
pagi sapai sore dimana kondisi udara pada siang hari kurang baik dikarenakan
pencemaran dari aktifitas tranfortasi yang lebih aktif pada siang hari.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhendayani (2007) dilakukan di
Puskesmas Pati I Kab. Pati diperoleh nilai p sebesaar 0,78 (p>0,05). Namun, tidak
sejalan dengan Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Nasution, A. S
(2017) diperoleh nilai p sebesar 0,029 (p>0,05) dapat dsimpulkan bahwa ada
hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA di Kelurahan Cibabat Kota
Cimahi.
Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA
Grafik hubungan antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA
sebagai berikut:
Gambar 10. Diagram bar hubungan antara Status ASI Ekslusif dengan kejadian
ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020
Berdasarkan tabel diatas proporsi baduta berstatus ASI Eksklusif dan tidak
mengalami ISPA sebanyak 24 (63,2%) orang lebih tinggi dibandikan proporsi
64,6%
36,8% 35,4%
63,2%
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
Tidak Ya
Status ASI Ekslusif denga ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
56
baduta yang mengalami ISPA yaitu sebanyak 14 (3,8%) orang. Hasil uji chi-
square diperoleh nilai p<0,05, dimana nilai p sebesar 0,012 hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan bermakna antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA
pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi, terutama bayi
berusia 0-6 bulan, yang manfaatnya tidak dapat tergantikan oleh makanan dan
minuman apapun karena dalam ASI terdapat zat-zat kekebalan yang membantu
mencegah alergi semasa bayi. Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola
asuh yang tepat akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah
sakit. ASI Eksklusif dapat menurunkan angka kematian karena infeksi sebanyak
88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Penelitian ini sejalan dengan Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Medhyna tahun 2016 Pada penelitian ini diperoleh nilai p = 0,001 artinya terdapat
hubungan antara status menyusui dengan kejadian ISPA pada bayi berumu 4-6
bulan di wilayah kerja puskesmas kabupaten pasaman. Namun,penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian Putri & Adriayani (2017) diperoleh nilai p sebesar 0,965
(p>0,005) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tumapel
Kabupaten Mojokerto.
Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA
Grafik hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA dapat
pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
57
Gambar 11. Diagram bar hubungan antara Status Imunisasi dengan kejadian ISPA
pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020
Berdasarkan tabel diatas proporsi baduta yang imunisasi DPT/Hib dan
campak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 27 (52,9%) lebih tinggi
dibandingkan dengan baduta yang tidak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar
24 (47,1%). Hasil chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,928 (p>0,05) hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara status imunisasi baduta dengan
kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan
Tahun 2020.
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, iminusiasi yang dapat mencegah ISPA yaitu imunisasi campak yang
diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang
paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi campak diberikan
pada bayi berumur 9 bulan dan imunisasi DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah
6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang
paru) dan Meningitis (Kemenkes RI, 2018).
55,8% 52,9%
44,2% 47,1%
0
10
20
30
40
50
60
Tidak Ya
Status Imunisasi dengan ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
58
Penelitian ini diperoleh tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan
kejadian ISPA pada baduta, proporsi baduta yang tidak atau belum imunisasi
DPT/Hib dan campak pada kasus lebih banyak dibandingkan dengan baduta yang
tidak atau belum imunisasi pada kontrol, hal ini disebabkan oleh proporsi baduta
yang umurnya ≥ 9 bulan 63(61,2%) meskipun lebih tinggi dibanding umur <9
bulan 40 (38,8%) dimana imunisasi campak dapat diberikan pada umur 9 bulan
bulan namun, umur bayi ≥ 9 bulan tidak dibawa imunisasi oleh keluarganya
dikarenakan oleh masa pandemi covid-19 dan posyandu di wilayah kerja
puskesmas Kota Matsum Medan sejak bulan Maret sampai Juni ditiadakan pada
posyandu di setiap lingkungan dan ketika posyandu dibuka pada bulan Juli
keluarga baduta masih kurang inisiatif untuk mengikuti kegiatan posyandu.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatimah, (2017) yang lakukan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru diperoleh proporsi bayi imunisasi
DPT/Hib yang mengalami kejadian ISPA sebesar 65,8% dan baduta yang
mengalami ISPA namun tidak melakukan imunisasi DPT/Hib dan campak sebesar
55,4% dan hasil uji Chi-square nilai p adalh 0,300 (p>0,005) yang menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA
pada bayi.
Hubungan Status Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA
Grafik hubungan antara Pendidikan Ibu dengan kejadian ISPA dapat pada
gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
59
Gambar 12. Diagram bar hubungan antara Pendidikan Ibu dengan kejadian ISPA
pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020
Berdasarkan tabel diatas proporsi ibu yang berpendidikan rendah dan
baduta tidak mengalami kejadian ISPA ada sebanyak 10 (62,5%) orang sedangkan
baduta yang mengalami ISPA sebanyak 6 (37,5%) orang. Hasil chi-square
diperoleh nilai p sebesar 0,230 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada baduta di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatimah dkk (2017) dari hasil
analisis statistic dengan uji Chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,779 (p>0,05)
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017.
Ibu yang berpendidikan tinggi diharapkan memiliki pengetahuan yang
lebih luas, sehingga dapat lebih mudah dalam menyerap dan menerima informasi
serta aktif berperan serta dalam mengatasi masalah kesehatannya dan keluarganya
57,5%
37,5% 42,5%
62,5%
0
10
20
30
40
50
60
70
Tingggi Rendah
Pendidikan Ibu dengan ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
60
namun, dengan pendidikan tinggi tanpa adanya tindakan seperti melakukan
kebiasaan sehat berdasarkan tabul;asi silang antara pendidikan ibu dengan
perilaku diperoleh bahwa proporsi ibu yang berpendidikan tinggi dengan perilaku
tidak baikyaitu sebesar 6 (66,7%), kemungkinan juga baduta tidak diasuh
sepenuhnya oleh ibu tetapi diasuh orang lain seperti pembantu, nenek,bibi atau
yang lainnya.
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA
Grafik hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA dapat pada
gambar berikut:
Gambar 13. Diagram bar hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan kejadian ISPA
pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020
Berdasarkan gambar 13 diatas proporsi ibu tidak bekerja denga baduta
mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 40 (54,8%) lebih tinggi dibandingkan
dengan proporsi ibu tidak bekerja dan mengalami ISPA yaitu sebesar 16 (43,3%).
Hasil chi-square diperoleh nilai p yaitu sebesar 1,000 (p>0,05) hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian
54,8% 53,3%
45,2% 46,7%
0
10
20
30
40
50
60
Tidak Bekerja Bekerja
Pekerjaan Ibu dengan ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
61
ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dengan Christi, H, Rahayuning, D,
Nugraheni, S.A (2014) dengan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p value
sebesar 0,527 (p> 0,05) menunjukkan bahwa ditemukan tidak adanya hubungan
antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Candilama Kota Semarang.
Hubungan Faktor Perilaku dengan Kejadian ISPA
Grafik hubungan antara faktor perilaku dengan kejadian ISPA dapat pada
gambar berikut:
Gambar 14. Diagram bar hubungan antara Faktor Perilaku dengan kejadian ISPA
pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020.
Berdasarkan gambar 14 diatas proporsi perilaku tidak baik terhadap baduta
mengalami kejadian ISPA sebesar 8 (88,9%) lebih tinggi dibandingkan proporsi
perilaku baik mengalami kejadian ISPA sebesar 48(51,1%) orang. Hasil chi-
square diperoleh nila p sebesar 0,037 (p<0,05) hal ini menunjukkan ada
hubungan bermakna antara perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada baduta
88,9%
51,1%
11,1%
48,9%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tidak Baik Baik
Faktor Perilaku dengan ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
62
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020.
Penelitian ini sejalan dengan Hasan (2012) diperoleh nilai p sebesar 0,058
yang menunjukkan ada hubungan antara perilaku dimana dalam penelitian ini hal
yang diperhatikan adalah kebiasaan merokok dalam rumah, bahan bakar untuk
memasak, menggunakan anti nyamuk, jendela dan pintu dibuka, rumah
dibersihkan dan bantal dan kasur dijemur dengan kejadian ISPA pada balita di
Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Luwuk Timur, Sulawesi Tengah.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan proporsi kebiasaan
menggunakan anti nyamuk bukan pada saat tidur 22 (21,3%), saat tidur 15
(14,6%), menjemur kasur dan bantal <1 seminggu 83 (80,6%), anggota keluarga
yang merokok dalam rumah 44,7%, kebiasaan membuka jendela dari pagi-sore
63(61,2%) dan kebiasaan tidak membuka jendela 31,1% membuka jendela.
Tiga bahan utama rokok itu memiliki dampak negatif bagi kesehatan
adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Asap rokok meningkatkan risiko
mengembangkan penyakit saluran pernapasan pada anak-anak. Pada wanita hamil
asap rokok dapat menyebabkan komplikasi kehamilan dan berat badan lahir
rendah. Perokok pasif menyebabkan lebih dari 1,2 juta kematian prematur per
tahun. 65.000 anak meninggal setiap tahun karena penyakit yang disebabkan oleh
perokok pasif (WHO, 2019).
Secara umum efek pencemaran udara seperti asap rokok, asap kendaraan,
ataupun debu terhadap saluran pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia
hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat
membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi
Universitas Sumatera Utara
63
lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan
dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari hal tersebut
akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri
lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran pernapasan (Purnama S.G, 2016).
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun
demikian masih memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian yaitu :
1. Kesulitan untuk bertemu beberapa respoden karena kondisi pandemi Covid-
19 menyebabkan masyarakat tidak antusias untuk mengikuti kegiatan
posyandu
2. Keterbatasan penulis dalam hal melakukan pendekatan terhadap responden
saat wawancara dengan menggunakan kuesioner terkadang menimbulkan
ketidaknyamanan responden saat menjawab pertanyaan dari penulis dan
keterbatasan penulis dalam mengkomunikasikan kegiatan penelitian ini
sehingga beberapa responden menolak untuk diwawancarai.
Universitas Sumatera Utara
64
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Berdasarkan Penelitian diperoleh proporsi kejadian ISPA pada baduta
berdasarkan jenis kelamin laki-laki 58,3% lebih tinggi dibanding perempuan
41,7%, proporsi berdasarkan umur 12-24 sebesar 52,4% lebih banyak
dibandingakkan dengan baduta umur 0-11 sebesar 47,6%, proporsi
berdasarkan riwayat ASI Eksklusif baduta lebih banyak yang tidak ASI
Eksklusif 63,1% dibanding dengan baduta ASI Eksklusi 36,9%, proporsi
berdasarkan status gizi, baduta dengan gizi baik sebesar 90,3% dan baduta
dengan gizi kurang 9,7%, proporsi berdasarkan berat badan lahir, proporsi
baduta dengan berat badan lahir normal 91,3% lebih tinggi dari pada baduta
dengan berat badan lahir rendah yaitu sebesar 8,7%.
2. Berdasarkan Penelitian diperoleh proporsi kejadian ISPA pada baduta
berdasarkan pendidikan ibu terbanyak pada kelompok ibu berpendidikan
tinggi yaitu 84,5% dan ibu berpendidikan rendah sebesar 15,5%, berdasarkan
pekerjaan ibu tertinggi pada kelompok ibu yang tidak bekerja 70,9%
sedangkan yang bekerja sebesar 29,1%.
3. Berdasarkan Penelitian diperoleh proporsi kejadian ISPA pada baduta
berdasarkan perilaku terbanyak pada kelompok keluarga yang berperilaku
baik yaitu sebesar 91,3% sedangkan perilaku kurang sebesar 8,7%.
4. Ada hubungan bermakna antara riwayat ASI eklusif dengan kejadian ISPA
pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Universitas Sumatera Utara
65
5. Tidak ada hubungan bermakna antara riwayat umur, berat badan lahir,status
gizi, status imunisasi dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
6. Tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dan pekerjaan ibu dengan
kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
Medan Tahun 2020.
7. Ada hubungan bermakna antara Perilaku dengan kejadian ISPA pada baduta
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.
Saran
1. Diharapkan kepada petugas kesehatan Puskesmas Kota Matsum, dapat
memberikan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif bagi bayi umur 0-
6 bulan, gaya hidup bersih dan sehat keluarga dan penyuluhan tentang bahaya
rokok.
2. Diharapkan kepada ibu yang memiliki bayi untuk memberikan ASI Eksklusif
yang merupakan hak asasi bagi bayi berumur 0-6.
3. Diharapkan kepada masyarakat untuk memiliki kebiasaan tidak menggunakan
anti nyamuk pada saat tidur, mengganti penggunaan kompor minyak,
membersihkan rumah yaitu menyapu dan mengepel secara rutin, membuka
jendela setiap hari pada pagi atau sore saja dan jika ada anggota keluarga
yang terkena ISPA untuk menjaga kontak langsung terhadap bayi dan
diharapkan untuk menggunakan masker.
4. Diharapkan kepada masyarakat yang di rumahnya terdapat orang yang
merokok untuk tidak merokok ketika berada dalam rumah.
Universitas Sumatera Utara
66
Daftar Pustaka
Achmadi, U. F., (2011). Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Agungnisa, A., (2017). Faktor sanitasi fisik rumah yang berpengaruh terhada
kejadian ISPA pada balita di desa kalianget. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, 9(1), 4. Doi. 10.20473/jkl.v11i1.2019.1-9
Alsagaf hood., & mukty H Abdul. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya: Airlangga University Press
Badan Pusat Statistik (2016). Potret awal tujuan pembanuna berkelanjutan (
suistainable development goals) di Indonesia. Diakses dari
https://filantropi.or.id/
Berman, S. (1991). Epidemiologi of acute respiratory infection children of
developing countries. Clinical Infectious Diseases, 13, 454-462. Diakses
dari https://doi.org/10.1093/clinids/13.Supplement_6.S454
Christi, H., Rahayuning, D., & Nugraheni, S.A (2014). Faktor–faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi usia 6 – 12 bulan yang
memiliki status gizi normal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(2). 2356-
3346. Diakses dari http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. (2018). Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Diakses dari
http://sdki.bkkbn.go.id/files/buku/2017IDHS.pdf
Departemen kesehatan RI, (2009). Buku kesehatan ibu dan anak. Depkes RI:
Jakarta
Departemen kesehatan RI, (2009). Pedoman pengendalian infeksi saluran
pernapasan akut. dirjen pengendalian penyakit penyehatan lingkungan :
Jakarta
Dongky,P., & Kadrianti. (2016). Faktor risiko lingkungan fisik rmah dengan
kejadian ISPA balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes
Journal of Public Health, 5(4), 327. Diakses dari
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/13962
Fatimah, L,.(2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) pada bayi di wilayah kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017. (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara) Diakses dari
Universitas Sumatera Utara
67
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1565
Gainau, E., Rantetampang, A. L., Pongtiku, A., & Mallongi, A. Factors influence
of acute respiratory infection incidence to child under five years in Timika
Jaya Health Primary Mimika District. International Journal of Science and
Healthcare Research. 4(1). 316-324. Diakes dari
https://pdfs.semanticscholar.org/e466/688ae45d6c2d0fcd087542ac41000c
2b46d1.pdf
Hasan, N., R. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja UPTD Kesehatan Luwuk Timur Kabupaten
Banggal Provinsi Sulawesi Tenan tahun 2012 (Skripsi, Universitas
Indonesia). Diakses dari lontar.ui.ac.id › file › 20320028-S-Nani
Rusdawati Hasan
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Buku ajar imunisasi. Diakses dari
file:///D:/AA%20SEMESTER%208/bahan%20bab%202/03Buku-Ajar-
Imunisasi-06-10-2015-small.pdf
Kementrian Kesehatan RI (2018). Berikan anak imunisasi rutin lengkap. Diakses
dari https://www.depkes.go.id/article/view/18043000011/berikan-anak-
imunisasi-rutin-lengkap-ini-rinciannya.html
Kementrian Kesehatan RI (2018). Potret Indonesia dari riskesdas 2018. Diakses
Darihttps://www.kemkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-
indonesia-dari-riskesdas-2018.html
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Rahasia anak berkembang optimal dan tidak
mudah sakit: beri ASI Eksklusif dan pola asuh yang tepat. Diakses dari
https://www.depkes.go.id/article/view/18082100002/rahasia-anak-
berkembang-optimal-dan-tidak-mudah-sakit-beri-asi-eksklusif-dan-pola-
asuh-tepat.html
Kunoli, F. J. (2012). Penyakit tropis. Jakarta : cv. Trans Info Media
Misnadiary, (2008). Penyakit infeksi saluraan napas pneumonia. Jakarta:
Pustaka Populer Obor
Najmah. (2016). Epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Trans Info Media.
Nasution, A,. S. (2017). Aspek individu balita dengan kejadian ISPA di
Kelurahan Cibabat Cimahi. IAGIKMI & Universitas Airlangga, 6, 103-
108. doi: 10.2473/amnt.v4i2.2020
Notoatmojodjo. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka cipta
Universitas Sumatera Utara
68
Notoatmojodjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka cipta
Pangestika F.,D., (2015). Hubungan perilaku merokok di dalam rumah
danpenggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di
Kelurahan Semarang Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 6(4). 188-192.
http://garuda.ristekdikti.go.id/documents/detail/923212
Pencegahan dan pengendalian infeksi (2007). Infeksi saluran pernapasan yang
cenderung epidemi dan pandemi. Diakses dari
https://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_2007_8
BahasaI.pdf?ua=1
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelengaraan
Imunisasi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2017). 4 cara cegah ISPA. Diakses dari
http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8113
Purnama, S. G. (2016). Penyakit berbasis lingkungan. Diakses dari
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/e1cf67b8122c12a4d
2a95d6ac50137ff.pdf
Putri, M., & Adriyani , R., (2017). Hubungan usia balita dan sanitasi fisik rumah
dengan kejadian ispa di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto Tahun 2017.
The Indonesian Journal of Public Health. 13(1), 96-106. Diakses dari
https://e-journal.unair.ac.id/IJPH/article/download/6786/pdf
Ronald, H.S., (2011). Pedoman dan perawatan balita agar tumbuh sehat dan
cerdas. Bandung: Nuansa Mulia
Seidu, A., A., Dickson, K., S., Ahinkorah, B., O., Amu, H., Darteh, E., & Kumy-
kyierene, A.(2016) . Prevalence and determinants of acute lower
respiratory infections among children under-five years in sub–saharan
africa: evidence from demographic and health surveys.
Elsevier. doi: 10.1016/j.ssmph.2019.100443
Simarangkir, L., V. Faktor-faktor yang berhubungandengan kejadian ispa
(infeksi saluran pernapasan akut) pada balita di Puskesmas Ambarita
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Tahun 2017 (Tesis Universitas
Sumatera Utara). Diakses dari
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14237
Simoes, E.,A.,F. (2006). Disease control priorities in developing countries.
Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/
Sugiyono, (2017). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung :
Universitas Sumatera Utara
69
Alfabeta
Triwibowo, C. & Pusphandani M.E.(2015). Pengantar dasar ilmu kesehatan
masyarakat. yogyakarta : Nuha Medika.
UNICEF (2019). WHO and Maternal and Child Epidemiology Estimation Group
(MCEE) estimates 2018. Diakses dari
http://apps.who.int/gho/data/node.main.ChildMort?lang=en
UNICEF (2019). Pneumonia. Diakses dari https://data.unicef.org/topic/child-
health/pneumonia/
UNICEF (2019). Levels & trends in child mortality. Diakses dari
file:///C:/Users/owner/Downloads/UN-IGME-Child-Mortality-Report-
2019.pdf
World Health Organization. (2019). Pneumonia. Diakses dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia
Wulandhany, S., & Purnamasari A. (2015). Analisis faktor risiko kejadian infeksi
saluran pernapasan akut ditinjau dari lingkungan Fisik. Sainsmat, 8(2). 70-
81. Diakses dari http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat
Universitas Sumatera Utara
70
Lampiran
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Kuesioner Penelitian
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum
Tahun 2020
I. Karakteristik Ibu
1. Kode responden :
2. Nama ibu :
3. Umur ibu :
4. Pendidikan terakhir :
a. Tidak tamat sekolah
b. Tamat SD/MI/sederajat
c. SMP/sederajat
d. SMA/sederajat
e. Akademi/PT
5. Pekerjaan :
a. Tidak bekerja
b. Sekolah
c. PNS/TNI/Polri/BUMN/
d. Pegawai swasta
e. Wiraswasta
f. Petani/buruh tani
g. Nelayan
h. Buruh/sopir/pembantu ruta
i. Lainnya
6. Alamat :
7. Nama responden :
8. Tanggal wawancara :
II. Karakteristik Bayi
1. Nama Bayi :
Universitas Sumatera Utara
71
2. Jenis Kelamin : (P/L)
3. Umur : Tahun
4. Berat Badan : Kg
5. Berat Badan Lahir : gram
6. Imunisasi campak dan DPT/Hib : Ya/Tidak
7. Apakah bayi ibu mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan
tanpa diberi makanan tambahan atau minuman selain ASI?
a. Ya
b. Tidak
III. Faktor Perilaku Keluarga
1. Apakah saat memasak bapak/ibu menggunakan kompor minyak
tanah?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah saat tidur bapak/ibu menggunakan anti nyamuk?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah ada anggota keluarga yangselalu merokok dalam rumah?
a. Ya
b. Tidak
4. Berapa kali lantai rumah bapak/ibu disapu?
a. ≥ 2 kali sehari
b. Satu kali sehari
5. Apakah jendela kamar tidur bapak/ibu dibuka setiap hari?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah jendela ruangan keluarga tidur bapak/ibu dibuka setiap
hari?
c. Ya
d. Tidak
Universitas Sumatera Utara
72
ampiran 2 Master Data
No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA
1 Kota Matsum II 1 17 3 0 8.2 0 2.2 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1
2 Kota Matsum I 0 3 0 1 6.4 0 3.4 0 1 1 2 0 0 0 0 1 2 3 8 0 0
3 Kota Matsum I 0 24 3 0 11.0 0 3.0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 1
4 Kota Matsum I 1 8 1 1 6.2 0 3.0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 3 0 1
5 Kota Matsum I 1 18 3 0 11.0 0 3.3 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1
6 Kota Matsum I 1 3 0 1 4.3 0 2.8 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 2 3 0 0
7 Kota Matsum I 1 23 3 0 10.0 0 3.0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 1
8 Kota Matsum I 1 24 3 0 11.0 0 2.5 0 0 0 2 1 1 1 1 1 2 3 12 1 1
9 Kota Matsum I 1 13 3 0 10.0 0 3.1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 4 0 0
10 Kota Matsum II 0 15 3 0 9.5 0 3.4 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 0
11 Kota Matsum II 1 9 1 1 7.0 0 3.0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0
12 Kota Matsum I 0 8 1 1 10.0 0 3.8 0 0 0 2 1 0 0 0 1 2 3 9 1 1
13 Kota Matsum IV 0 20 3 0 10.0 0 3.6 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 2 5 0 0
14 Kota Matsum I 0 12 2 0 11.0 0 3.8 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1
15 Kota Matsum II 1 13 3 0 9.0 0 3.0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1
16 Kota Matsum I 0 12 2 1 4.9 0 3.0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 3 0 1
17 Kota Matsum I 0 18 3 0 10.0 0 2.7 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0
18 Kota Matsum I 0 13 3 0 6.8 1 2.4 1 1 0 2 1 1 0 0 1 2 3 10 1 1
19 Kota Matsum I 0 20 3 0 12.5 0 2.5 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1
20 Kota Matsum I 0 1 0 1 5.5 0 3.5 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 0
21 Kota Matsum I 0 3 0 1 5.2 0 3.6 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0
22 Kota Matsum II 0 5 0 1 6.5 0 2.9 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1
23 Kota Matsum II 0 5 0 1 6.4 0 2.2 1 1 0 2 0 0 0 0 1 0 2 5 0 0
24 Kota Matsum II 0 1 0 1 3.0 1 3.0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0
Universitas Sumatera Utara
73
No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA
25 Kota Matsum II 1 6 0 1 6.5 0 3.0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1
26 Kota Matsum I 0 15 3 0 8.8 0 3.2 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 2 7 0 1
27 Kota Matsum II 1 3 0 1 5.5 0 3.2 0 1 0 2 1 0 0 1 1 2 3 10 1 1
28 Kota Matsum II 1 24 3 0 9.0 0 2.8 0 0 1 2 1 0 0 0 0 0 2 5 0 1
29 Kota Matsum IV 0 2 0 1 4.2 0 3.3 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1
30 Kota Matsum I 1 19 3 0 10.0 0 3.5 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 0
31 Kota Matsum I 0 15 3 0 12.0 0 4.0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 3 0 1
32 Kota Matsum II 1 7 1 1 7.5 0 3.0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 2 3 7 0 1
33 Kota Matsum I 0 24 3 0 12.0 0 3.0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 2 5 0 1
34 Kota Matsum II 1 15 3 0 9.0 0 3.5 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0
35 Kota Matsum I 0 17 3 0 11.0 0 3.0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 2 5 0 1
36 Kota Matsum II 0 3 0 1 6.0 0 3.1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 2 4 0 1
37 Kota Matsum II 1 3 0 1 6.0 0 3.2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 2 4 0 1
38 Kota Matsum IV 1 2 0 1 5.7 0 3.3 0 1 1 0 1 0 0 1 1 2 3 8 0 0
39 Kota Matsum II 1 22 3 0 12.0 0 3.1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 0
40 Kota Matsum IV 0 8 1 1 8.0 0 3.0 0 1 0 2 0 0 0 0 1 1 2 6 0 1
41 Kota Matsum I 1 17 3 0 11.0 0 3.1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0
42 Kota Matsum I 0 10 2 1 8.3 0 3.2 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0
43 Kota Matsum I 0 7 1 1 7.0 0 3.1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 2 5 0 0
44 Kota Matsum I 0 12 2 0 12.0 0 2.7 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 1
45 Kota Matsum I 0 4 0 1 6.8 0 4.0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1
46 Kota Matsum I 0 12 2 0 8.1 0 2.7 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 2 5 0 1
47 Kota Matsum II 1 12 2 0 11.0 0 3.6 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 2 6 0 1
48 Kota Matsum II 1 24 3 0 13.0 0 3.6 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 2 3 0 1
49 Kota Matsum I 0 6 0 1 7.4 0 4.4 0 1 0 2 1 1 0 0 1 0 2 7 0 0
50 Kota Matsum II 0 12 2 0 10.0 0 2.4 1 0 1 0 0 1 0 0 1 2 3 7 0 1
51 Kota Matsum I 1 24 3 0 15.0 0 3.3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 5 0 0
52 Kota Matsum I 1 8 1 1 7.5 0 3.0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 4 0 1
53 Kota Matsum IV 1 16 3 0 14.0 0 3.4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1
Universitas Sumatera Utara
74
No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA
54 Kota Matsum IV 0 12 2 0 11.0 0 2.8 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 0
55 Kota Matsum IV 0 1 0 1 4.0 0 4.0 0 1 1 2 0 1 0 0 1 2 3 9 1 1
56 Kota Matsum IV 0 1 0 1 4.0 0 4.0 0 1 0 2 1 0 0 0 1 0 2 6 0 1
57 Kota Matsum IV 0 10 2 1 8.2 0 2.7 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 3 0 0
58 Kota Matsum IV 1 7 1 1 7.0 0 3.0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 2 3 7 0 1
59 Kota Matsum IV 0 11 2 1 8.5 0 3.5 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 2 4 0 0
60 Kota Matsum IV 1 1 0 1 2.5 1 2.5 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0
61 Kota Matsum IV 1 14 3 0 9.0 0 2.8 0 0 1 0 1 0 0 0 1 2 3 7 0 0
62 Kota Matsum IV 1 6 0 1 8.0 0 3.7 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 2 7 0 1
63 Kota Matsum I 1 4 0 1 8.0 0 3.6 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 1
64 Kota Matsum I 1 11 2 1 10.5 0 3.9 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 2 0 0
65 Kota Matsum I 1 12 2 0 8.6 0 2.5 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 0
66 Kota Matsum I 1 16 3 0 8.5 0 2.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 5 0 0
67 Kota Matsum I 0 3 0 1 5.0 0 3.2 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 0
68 Kota Matsum I 0 17 3 0 10.0 0 3.6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0
69 Kota Matsum II 0 12 2 0 10.0 0 3.3 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0
70 Kota Matsum I 0 1 0 1 6.7 1 34.0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1
71 Kota Matsum I 0 14 3 0 10.0 0 3.1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0
72 Kota Matsum I 1 21 3 0 8.9 0 2.8 0 0 0 2 1 0 0 0 1 0 2 6 0 0
73 Kota Matsum I 1 2 0 1 2.5 1 2.2 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0
74 Kota Matsum I 0 3 0 1 8.0 0 4.0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 2 4 0 0
75 Kota Matsum IV 0 9 1 1 8.1 0 3.0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 4 0 0
76 Kota Matsum IV 1 17 3 0 10.0 0 2.8 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 2 6 0 1
77 Kota Matsum II 0 12 2 0 12.0 0 3.0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 1
78 Kota Matsum IV 1 12 2 0 4.0 0 3.0 0 1 0 2 0 0 0 0 1 2 3 8 0 0
79 Kota Matsum IV 0 3 0 1 5.3 0 3.3 0 1 1 2 1 0 0 0 1 2 3 9 1 0
Universitas Sumatera Utara
75
No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA
80 Kota Matsum I 0 13 3 0 10.0 0 2.8 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1
81 Kota Matsum II 1 1 0 1 2.5 1 2.5 0 1 1 1 0 1 0 1 1 2 3 9 1 1
82 Kota Matsum II 1 1 0 1 1.9 1 1.9 1 1 1 1 0 1 0 1 1 2 3 9 1 1
83 Kota Matsum II 0 15 3 0 9.5 0 3.5 0 0 0 2 0 0 0 1 1 2 3 9 1 1
84 Kota Matsum II 1 4 0 1 3.9 1 3.1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 0
85 Kota Matsum I 0 5 0 1 5.5 0 4.0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 2 3 0 0
86 Kota Matsum I 1 14 3 0 9.0 0 3.3 0 0 1 1 0 0 0 0 1 2 3 7 0 0
87 Kota Matsum II 0 7 1 1 7.5 0 2.6 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 2 5 0 1
88 Kota Matsum II 0 24 3 0 12.0 0 3.4 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0
89 Kota Matsum II 0 3 0 1 3.8 1 3.0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 2 6 0 0
90 Kota Matsum II 0 0 0 1 3.8 0 3.8 0 1 0 1 1 0 0 1 0 2 3 8 0 0
91 Kota Matsum II 0 9 1 1 8.5 0 2.4 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 2 5 0 1
92 Kota Matsum II 0 13 3 0 9.5 0 3.5 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 2 4 0 1
93 Kota Matsum II 0 14 3 0 9.3 0 3.0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1
94 Kota Matsum IV 0 17 3 0 7.0 1 2.4 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 5 0 0
95 Kota Matsum II 0 18 3 0 12.0 0 4.0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 2 6 0 0
96 Kota Matsum I 0 10 2 1 7.8 0 2.5 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1
97 Kota Matsum I 1 5 0 1 7.6 0 3.3 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1
98 Kota Matsum I 0 13 3 0 8.3 0 2.4 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 2 4 0 0
99 Kota Matsum IV 0 15 3 0 10.0 0 3.0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1
100 Kota Matsum IV 1 15 3 0 10.0 0 3.1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 1
101 Kota Matsum IV 0 16 3 0 10.0 0 3.4 0 1 1 0 1 0 0 1 1 2 3 8 0 1
102 Kota Matsum IV 0 17 3 0 11.0 0 3.3 0 1 1 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1
103 Kota Matsum I 1 20 3 0 11.0 0 3.5 0 0 1 1 0 0 0 0 0 2 3 6 0 1
Universitas Sumatera Utara
76
WP : Wilayah Posyandu
JK : Jenis Kelamin
MKM : Menggunakan Kompor Minyak
MLR : Menyapu Lantai Rumah
UB : Umur Baduta PLR : Pel Lantai Rumah
UBK : Umur Baduta Kategorik
UBKU: Umur Baduta Kategorik UJI
KBD : Kasur Bantal Dijemur
JD : Jendela Dibuka
BBB : Berat Badan Bayi WJD : Waktu Jendela Dibuka
SG : Status Gizi PRDP : Perilaku Dalam Point
BBL : Berat Badan Lahir PRK : Perilaku Kategorik
BBLK : Berat Badan Lahir Kategorik SISPA : Status ISPA
SI : Status Imunisasi
SASI : Status ASI Eklusif
WMA : Waktu Menggunakan Anti nyamuk
MDR : Meroko Dalam Rumah
Universitas Sumatera Utara
77
Lampiran 3 Output Analisis Data
Analisis Univariat
SISPA
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 47 45.6 45.6 45.6
Ya 56 54.4 54.4 100.0
Total 103 100.0 100.0
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Kota Matsum I 48 46.6 46.6 46.6
Kota Matsum
II 32 31.1 31.1 77.7
Kota Matsum
IV 23 22.3 22.3 100.0
Total 103 100.0 100.0
UBK
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 0-6 32 31.1 31.1 31.1
7-9 11 10.7 10.7 41.7
10-12 16 15.5 15.5 57.3
13-24 44 42.7 42.7 100.0
Total 103 100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara
78
UBKU
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 12-24 54 52.4 52.4 52.4
0-11 49 47.6 47.6 100.0
Total 103 100.0 100.0
JK
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 60 58.3 58.3 58.3
Perempuan 43 41.7 41.7 100.0
Total 103 100.0 100.0
SGIZI
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 93 90.3 90.3 90.3
Kurang 10 9.7 9.7 100.0
Total 103 100.0 100.0
BBLK
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Normal 94 91.3 91.3 91.3
BBLR 9 8.7 8.7 100.0
Total 103 100.0 100.0
SI
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 64 62.1 62.1 62.1
Tidak 39 37.9 37.9 100.0
Total 103 100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara
79
SASI
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 27 38.0 38.0 38.0
Tidak 44 62.0 62.0 100.0
Total 71 100.0 100.0
PTI
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 0 87 84.5 84.5 84.5
1 16 15.5 15.5 100.0
Total 103 100.0 100.0
PRK * PTI Crosstabulation
PTI
Total Tinggi Rendah
PRK Baik Count 81 13 94
% within
PRK 86.2% 13.8% 100.0%
Tidak Baik Count 6 3 9
% within
PRK 66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 87 16 103
% within
PRK 84.5% 15.5% 100.0%
PKI
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Universitas Sumatera Utara
80
Valid Bekerja 30 29.1 29.1 29.1
Tidak
Bekerja
73 70.9 70.9 100.0
Total 103 100.0 100.0
WMA
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak menggunakan
anti nyamuk
66 64.1 64.1 64.1
Bukan saat tidur 22 21.4 21.4 85.4
saat tidur 15 14.6 14.6 100.0
Total 103 100.0 100.0
MDR
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 57 55.3 55.3 55.3
Ya 46 44.7 44.7 100.0
Total 103 100.0 100.0
MPKM
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 92 89.3 89.3 89.3
Ya 11 10.7 10.7 100.0
Total 103 100.0 100.0
SLR
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid >1kali sehari 95 92.2 92.2 92.2
Universitas Sumatera Utara
81
<=1 kali
sehari
8 7.8 7.8 100.0
Total 103 100.0 100.0
PLR
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid > 1 kali seminggu 71 68.9 68.9 68.9
<= 1 kali
seminggu
32 31.1 31.1 100.0
Total 103 100.0 100.0
KBD
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid >1 kali seminggu 20 19.4 19.4 19.4
<= 1 kali
seminggu
83 80.6 80.6 100.0
Total 103 100.0 100.0
JD
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya, setiap hari selalu
buka jendela
61 59.2 59.2 59.2
Kadang-kadang 10 9.7 9.7 68.9
Tidak pernah 32 31.1 31.1 100.0
Total 103 100.0 100.0
WBJ
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Pagi saja 5 4.9 4.9 4.9
Sore saja 3 2.9 2.9 7.8
Universitas Sumatera Utara
82
Pagi-sore 63 61.2 61.2 68.9
Tidak
pernah
32 31.1 31.1 100.0
Total 103 100.0 100.0
PRK
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 94 91.3 91.3 91.3
Tidak
Baik
9 8.7 8.7 100.0
Total 103 100.0 100.0
Analisis Bivariat
UBK * SISPA Crosstabulation
SISPA
Total Tidak Ya
UBK 12-24 Count 23 31 54
% within
UBK
42.6% 57.4% 100.0%
0-11 Count 24 25 49
% within
UBK
49.0% 51.0% 100.0%
Total Count 47 56 103
% within
UBK
45.6% 54.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .422a 1 .516
Universitas Sumatera Utara
83
Continuity Correctionb .204 1 .651
Likelihood Ratio .423 1 .516
Fisher's Exact Test .557 .326
Linear-by-Linear
Association
.418 1 .518
N of Valid Cases 103
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
22.36.
b. Computed only for a 2x2 table
SGIZI * SISPA Crosstabulation
SISPA
Total Tidak Ya
SGIZ
I
Baik Count 41 52 93
% within
SGIZI
44.1% 55.9% 100.0%
Kurang Count 6 4 10
% within
SGIZI
60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 47 56 103
% within
SGIZI
45.6% 54.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .922a 1 .337
Continuity Correctionb .392 1 .531
Likelihood Ratio .919 1 .338
Universitas Sumatera Utara
84
Fisher's Exact Test .506 .265
Linear-by-Linear
Association
.913 1 .339
N of Valid Cases 103
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4.56.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
SISPA
Total Tidak Ya
BBL
K
Normal Count 43 51 94
% within
BBLK
45.7% 54.3% 100.0%
BBLR Count 4 5 9
% within
BBLK
44.4% 55.6% 100.0%
Total Count 47 56 103
% within
BBLK
45.6% 54.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .006a 1 .940
Continuity
Correctionb
.000 1 1.000
Likelihood Ratio .006 1 .940
Fisher's Exact Test 1.000 .611
Linear-by-Linear
Association
.006 1 .941
N of Valid Cases 103
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 4.11.
Universitas Sumatera Utara
85
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
SISPA
Total Tidak Ya
SI Ya Count 24 27 51
% within
SI
47.1% 52.9% 100.0%
Tidak Count 23 29 52
% within
SI
44.2% 55.8% 100.0%
Total Count 47 56 103
% within
SI
45.6% 54.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .083a 1 .773
Continuity
Correctionb
.008 1 .928
Likelihood Ratio .083 1 .773
Fisher's Exact Test .844 .464
Linear-by-Linear
Association
.082 1 .774
N of Valid Cases 103
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
23.27.
b. Computed only for a 2x2 table
SASI * SISPA Crosstabulation
SISPA
Total Tidak Ya
Universitas Sumatera Utara
86
SASI Ya Count 16 11 27
% within
SASI 59.3% 40.7% 100.0%
Tidak Count 14 30 44
% within
SASI 31.8% 68.2% 100.0%
Total Count 30 41 71
% within
SASI 42.3% 57.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.164a 1 .023
Continuity Correctionb 4.100 1 .043
Likelihood Ratio 5.174 1 .023
Fisher's Exact Test .028 .021
Linear-by-Linear
Association 5.091 1 .024
N of Valid Casesb 71
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,41.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
SISPA
Total Tidak Ya
PTI Tinggi Count 37 50 87
% within
PTI
42.5% 57.5% 100.0%
Rendah Count 10 6 16
% within
PTI
62.5% 37.5% 100.0%
Total Count 47 56 103
% within
PTI
45.6% 54.4% 100.0%
Universitas Sumatera Utara
87
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 2.173a 1 .140
Continuity
Correctionb
1.442 1 .230
Likelihood Ratio 2.173 1 .140
Fisher's Exact Test .176 .115
Linear-by-Linear
Association
2.152 1 .142
N of Valid Cases 103
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7.30.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
SISPA
Total Tidak Ya
PKI Bekerja Count 14 16 30
% within
PKI
46.7% 53.3% 100.0%
Tidak
Bekerja
Count 33 40 73
% within
PKI
45.2% 54.8% 100.0%
Total Count 47 56 103
% within
PKI
45.6% 54.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .018a 1 .892
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .018 1 .892
Universitas Sumatera Utara
88
Fisher's Exact Test 1.000 .532
Linear-by-Linear
Association
.018 1 .893
N of Valid Cases 103
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
13.69.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
SISPA
Total Tidak Ya
PRK Baik Count 46 48 94
% within
PRK
48.9% 51.1% 100.0%
Tidak
Baik
Count 1 8 9
% within
PRK
11.1% 88.9% 100.0%
Total Count 47 56 103
% within
PRK
45.6% 54.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significanc
e (2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 4.737a 1 .030
Continuity Correctionb 3.335 1 .068
Likelihood Ratio 5.453 1 .020
Fisher's Exact Test .037 .030
Linear-by-Linear
Association
4.691 1 .030
N of Valid Cases 103
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 4.11.
b. Computed only for a 2x2 table
Universitas Sumatera Utara
89
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Universitas Sumatera Utara
90
Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian
Universitas Sumatera Utara
91
Lampiran 6 Planing Of Action (POA)
No Kegiatan Bulan
2019 2020
O
k
t
N
o
v
D
e
s
J
a
n
F
e
b
M
a
r
A
p
r
M
e
i
J
u
n
J
u
l
A
g
t
S
e
p
O
k
t
N
o
v
D
e
s
1 Pengajuan Judul
2 Penetapan SKA Judul
3 Penetapan Dosen
Pembimbing
4 Survei Pendahuluan
5 Bimbingan Proposal
6 Seminar Proposal
7 Perbaikan Proposal
8 Pengumpulan Data
9 Analisa Data
10 Bimbingan Skripsi
11 Sidang Skripsi
12 Perbaikan Skripsi
Universitas Sumatera Utara
top related