faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian …
Post on 16-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KECAMATAN KEBAYORAN LAMA
JAKARTA SELATAN TAHUN 2013
Oleh:
Anna Andreani Akse dan L.Meily Kurniawidjaya
ABSTRAK
Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat sampai usia 6 bulan. Cakupan ASI belum memenuhi target. Penelitian ini untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan dengan desain cross sectional.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pemberian ASI eksklusif ada peningkatan menjadi 63,9%. Ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dengan perilaku pemberian ASI eksklusif.Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur,pekerjaaan, paritan, tempat menyimpan ASI dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Perlu adanya penyebaran informasi mengenai manfaat pemberian ASI. Kata Kunci : Perilaku, ASI eksklusif
ABSTRACT
Exclusive Mother’s Milk is a daily baby feed program that give only Mother’s Milk without any additional liquid or solid supplement except vitamin and mineral until the baby reach the age of six month. In this days Mother’s Milk scope is not reach the target yet. This research is meant to know more about the related factors of exclusive Mother’s Milk program behavior in Kebayoran Lama Health Centre, South Jakarta with cross sectional design. The research result show that exclusive Mother’s Milk program behavior is increase to 63,9%. There is a conection between education, knowledge, attitude, family support to exclusive Mother’s Milk program behavior. And there is no conectin between ages, trenching, jobs with exclusive Mother’s Milk program behavior. It needs to kow about the information of exclusive Mother’s Milk program. Keyword: behavior, exclusive Mother’s Milk
*Peminatan Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (e-mail: anna_andreani@yahoo.com)
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Pendahuluan
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang berupa cairan terbaik bagi bayi
karena ASI sukar untuk digantikan dengan makanan atau cairan jenis apapun,
kandungan gizi dan zat-zat yang ada dalam ASI tidak ada yang menyamai karena
mengandung gizi yang cukup lengkap, mengandung zat imun untuk kekebalan
tubuh bayi, enzim, hormon, dan anti infeksi. Selain itu struktur cairan ASI
menyesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi mudah terserap.
ASI juga dapat melindungi kesehatan ibu karena dapat mengurangi perdarahan
pasca persalinan, mengurangi stres, mengurangi resiko kanker payudara dan
indung telur, mengurangi anemia, memperpanjang jarak kehamilan berikutnya,
dan lebih menghemat waktu dan materi. Secara aspek psikologis dapat
mempererat hubungan ibu dan bayi, serta meningkatkan status mental dan
intelektual.(Depkes RI, 2005)
Angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah
salah satu indikator yang digunakan dalam menentukan derajat kesehatan suatu
bangsa. Dari hasil berbagai penelitian yang telah ada bahwa angka kematian ini
terkait berbagai faktor antara lain masalah Gizi. Status gizi ibu pada waktu
melahirkan, dan gizi bayi itu sendiri sebagai faktor tidak langsung maupun
langsung sebagai penyebab kematian bayi. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan
gizi bayi sangat perlu mendapat perhatian yang serius. Gizi untuk bayi yang
paling sempurna dan paling murah adalah ASI atau Air Susu Ibu. Pemberian Air
Susu Ibu pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas SDM sejak
dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling
sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai
gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan saraf dan otak,
memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan
ikatan emosional antara ibu dan bayinya.
Angka ASI Eksklusif didunia sangat bervariasi dan tidak berbanding lurus
dengan kemajuan suatu negara. Jepang dan Inggris adalah contoh negara maju
dengan Angka ASI Eksklusif yang rendah. Susu formula, sosial budaya, dan
wanita bekerja menjadi alasan pemakaian susu formula yang tinggi. Berdasarkan
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
penelitian WHO yang dikutip oleh Roesli (2008) pada enam negara berkembang,
resiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40 % jika bayi tersebut
tidak disusui. Untuk bayi berusia di bawah dua bulan, angka kematian ini
meningkat menjadi 48%.
Secara Nasional cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 0–6
bulan di Indonesia berfluktuasi dalam tiga tahun terakhir, menurun dari 62,2%
tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008 dan sedikit meningkat pada tahun
2009 menjadi 61,3%. Demikian juga cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi
sampai 6 bulan menurun dari 28,6% tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008
dan meningkat menjadi 34,3% pada tahun 2009 (Susenas,2007 – 2009).
Menyusui dalam jangka panjang dapat memperpanjang jarak kelahiran
karena masa amenorhoe lebih panjang, pemulihan status gizi yang lebih baik
sebelum kehamilan berikutnya. UNICEF dan WHO membuat rekomendasi pada
ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah usia 6
bulan bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan
tetap memberikan ASI sampai minimal umur 2 tahun. Pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasi kepada ibu untuk menyusui
eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Dalam Riskesdas 2010 dikumpulkan
data tentang pola pemberian ASI pada anak 0-23 bulan yang meliputi : proses
mulai menyusui, pemberian kolostrum, pemberian makanan prelakteal, menyusui
eksklusif, dan pemberian MP-ASI.
Berdasarkan hasil RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010
presentase pemberian ASI Eksklusif lebih tinggi di wilayah pedesaan dibanding
perkotaan : untuk usia 0-1 bulan di pedesaan 50% dan perkotaan 41,7 %, untuk
usia 2-3 bulan di pedesaan 41,7 % dan perkotaan 34,8 % dan untuk usia 4-5 bulan
di pedesaan 34,8% dan perkotaan 26,9%.Presentase pemberian makanan
prelakteal berupa susu formula lebih tinggi di perkotaan (82,3%) dari pada di
perdesaan (59,8%). Di perdesaan, persentase pemberian makanan prelakteal non-
susu (air putih, air gula, air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang,
nasi/bubur, dan lainnya) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Menurut tingkat
pendidikan dan status ekonomi terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat
pendidikan dan status ekonomi, cenderung semakin tinggi persentase pemberian
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
makanan prelakteal berupa susu. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan
dan status ekonomi, semakin tinggi persentase pemberian makanan prelakteal
non-susu (air putih, air gula, air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu,
pisang, nasi/bubur, dan lainnya). Air susu ibu (ASI) merupakan makanan utama
bagi bayi, namun tidak semua bayi mendapatkan ASI dari ibunya. Periode
pemberian ASI sebaiknya adalah sejak lahir sampai bayi berumur 2 tahun, tetapi
tidak semua bayi dapat disusui selama periode tersebut. Kriteria menyusui
eksklusif berbeda menurut data yang diperoleh melalui survei, sehingga dalam
membandingkan hasil suatu survei perlu ditelaah lebih dahulu masing-masing
kriteria menyusui eksklusif. Pada salah satu survei menyusui eksklusif dapat
didefinisikan bila selama 24 jam terakhir bayi masih menyusui dan hanya
diberikan ASI saja tanpa diberikan makanan lain selain ASI. Referensi waktunya
adalah hanya selama 24 jam terakhir tanpa memperhitungkan riwayat pemberian
makanan lain pada waktu sebelumnya. Akan tetapi, definisi tersebut masih
mengandung kelemahan karena kemungkinan bayi diberikan makanan lain
sebelumnya, terutama saat bayi bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Makanan
tersebut disebut sebagai makanan prelakteal yang umumnya masih dilakukan
sebagian ibu di Indonesia.
Berdasarkan hasil survey sosial ekonomi nasioanal (Susenas) Tahun 2009
di Indonesia sebesar 61,3 % persentase meningkat di Tahun 2010 berdasarkan
data terakhir cakupan pemberian ASI Eksklusif (0-6 bulan) di Indonesia sebesar
61,5 % sementara itu cakupan pemberian ASI Eksklusif (0-6 bulan) menurut
Provinsi di Indonesia Tahun 2010 untuk Provinsi DKI Jakarta sebesar 62,1 %
(Susenas,2010).
Cakupan pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2011 untuk provinsi DKI Jakarta sebesar 38,6 % cakupan
pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan untuk wilayah Jakarta Timur sebesar 53,9 %
(Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2011).
Dan di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan pada tahun
2012 bayi yang mendapat ASI Eksklusif 0-6 bulan adalah 49 %. Dan ini
menunjukkan masih belum mencapai target Nasional yang dicanangkan
pemerintah yaitu 80% untuk pemberian ASI Eksklusif.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
(Profil Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan, 2012)
Terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan tinggi dan rendahnya
pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, di antaranya perilaku ibu menyusui yang
kurang mendapat dukungan, pemberian makanan dan minuman sebelum ASI
keluar, ibu kurang percaya diri kalau ASI-nya cukup untuk bayi, ibu kembali
bekerja, dan gencarnya promosi susu formula. Selain itu, sikap petugas kesehatan
yang kurang mendukung, lemahnya perencanaan program Peningkatan Pemberian
ASI (PP-ASI), lemahnya sanksi pelaksanaan Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB)
bagi tenaga medis yang tidak mendukung program ASI.
ASI Eksklusif atau lebih tepat disebut pemberian ASI secara Eksklusif
adalah dimana bayi hanya diberikan ASI saja selama 6 bulan tanpa diberikan atau
tergantikan dengan tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,
santan, atau tanpa makanan padat lain seperti pisang, pepaya, bubur susu, dan
lain-lain. Sesungguhnya, memberikan ASI adalah cara memberikan makanan
secara alamiah. Namun, seringkali ibu-ibu kurang mendapat informasi bahkan
seringkali dapat informasi yang salah tentang pemanfaatan ASI eksklusif, tentang
bagaimana menyusui yang benar, dan apa yang harus dilakukan bila terdapat
masalah dalam pemberian ASI.
Perkembangan zaman menuntut kehidupan yang lebih kompetitif sehingga
wanita lebih banyak bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Sesuai kodratnya, pekerja wanita juga akan mengalami haid, kehamilan,
melahirkan dan menyusui, namun mereka diperlakukan sama. Memberikan ASI
pada ibu bekerja merupakan masalah yang belum bisa diatasi dengan baik karena
tempat kerja para ibu yang menyusui belum ramah terhadap bayi. Susu formula
yang akhirnya menjadi solusi yang sangat tepat bagi mereka karena keadaan
tersebut.
Mengingat pentingnya pemberian ASI Eksklusif kepada Bayi, dan belum
tercapainya Cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Lama Jakarta Selatan yang hanya mencapai Persentase 49%, maka
Penelitian ini perlu dilakukan.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi tanpa tambahan
cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa
tambahan makanan padat lainnya hingga berusia 6 bulan pertama kehidupannya.
(Roesli, 2009).
Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti
ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan
perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan
bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI Eksklusif juga
mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang
menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan
bila anak tersebut sakit.( Kementrian Negara pemberdayaan perempuan RI, 2008).
Manfaat ASI
Bayi mendapatkan kolostrum yang mengandung zat kekebalanterutama
Immuniglobullin A (IgA) yang melindungi bayi dariberbagai infeksi terutama
diare, membantu pengeluaranmeconium. Menyelamatkan kehidupan bayi.
Makanan terlengkap untuk bayi, terdiri dari proporsi yangseimbang dan cukup
kuantitas semua zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan pertama. Selalu
bersih dan selalu siap tersedia dalam suhu yang sesuai. Mudah dicerna dan zat gizi
mudah diserap. Melindungi terhadap alergi karena tidak mengandung zat yang
dapat menimbulkan alergi. Pemberian ASI Eksklusif akan melindungi bayi baru
lahir dariberbagai penyakit akan, terutama alergi dan gangguan pencernaan.
Pemberian ASI Eksklusif dapat mencegah hypothermia padabayi baru lahir.
Pemberian ASI Eksklusif berarti mempertahankan pemberian ASI sekurangnya 4-
6 bulan. Pemberian ASI akan membantu pencegahan infeksi.
Manfaat ASI Eksklusif bagi Ibu yaitu memberikan 98% metode
kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan
hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali. Menempelkan
segera bayi pada payudara membantupengeluaran plasenta karena isapan bayi
merangsangkontraksi rahim, oleh karena itu menurunkan resiko pasca persalinan.
Memberikan ASI segera (dalam waktu 60 menit) membantu meningkatkan
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
produksi ASI dan proses laktasi Isapan puting segera dan sering membantu
mencegahpayudara bengkak. Pemberian ASI membantu mengurangi beban kerja
ibu karenaASI tersedia kapan dan dimana saja. ASI selalu bersih, sehatdan
tersedia dalam suhu yang cocok. Pemberian ASI sangat ekonomis.
Meningkatkan hubungan batin antara ibu dan bayi
Manfaat ASI Eksklusif bagi Keluarga antara lain tidak perlu uang untuk
membeli susu formula, kayu bakar atauminyak untuk merebus air, susu atau
peralatan. Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit(hemat)
dalam perawatan kesehatan dan berkurangnyakekhawatiran bayi akan sakit.
Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi dari ASIekslusif. Menghemat
waktu keluarga bila bayi lebih sehat. Pemberian ASI pada bayi (meneteki) berarti
hemat tenaga bagikeluarga sebab ASI selalu siap tersedia.
Metode
Lokasi penelitian bertempat di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama
Jakarta Selatan. Penelitian ini kuantitatif jenis survey menggunakan rancangan
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki bayi
usia 7-11 bulan yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Kebayoran Lama
Jakarta Selatan.
Sampel penelitian ini didapat dengan kriteria inklusi ibu-ibu yang memiliki
bayi usia 7-11 bulan, Ibu tersebut tinggal dalam wilayah kerja Puskesmas
Kebayoran Lama Jakarta selatan dan memiliki bayi 0- 11 bulan . Apabila ibu
tersebut memiliki lebih dari 1 bayi yang berusia 6-11 bulan, maka hanya dianggap
sebagai 1 sampel adalah anak yang paling kecil. Ibu tersebut tidak keberatan
untuk dijadikan responden. Tercatat dalam Kohort Ibu dan Bayi di Puskesmas.
Sampel diambil secara acak pada setiap ibu yang berkunjung di klinik dan
posyandu pada wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama ditanyakan
berapa umur bayi, setelah itu dilakukan wawancara pada ibu dengan
menggunakan kuisioner sesuai dengan kriteria Inklusi sampai mencukupi jumlah
sampel yang sudah ditentukan yaitu 120 orang sampel.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara
menggunakan kuesioner dengan instrumen kuesioner yang dikembangkan dari
berbagai penelitian mengenai pengetahuan sikap dan perilaku meliputi Variabel
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Dependen yaitu Perilaku Pemberian ASI Eksklusif dan Variabel Independen yaitu
Karakteristik ibu (Umur, pendidikan, pekerjaan, paritas), Pengetahuan, dan Sikap.
Perilaku Pemberian ASI Eksklusif didapatkan dengan wawancara kepada
responden ibu mengenai perilaku pemberian ASI kepada bayinya tanpa diberikan
makanan lain sampai bayi berusia 6 bulan, setelah itu baru diberikan makanan
tambahan (MP-ASI).
Pengetahuan responden didapatkan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan pengetahuan tentang ASI yaitu antara lain manfaat kolostrum,
perlunya pemberian ASI, frekuensi menyusui, pemberian makanan pengganti ASI
dan makanan tambahan, manfaat ASI bagi ibu dan bayi. Sikap ibu didapatkan
dengan mengajukan beberapa pernyataan yang menggambarkan perilaku ibu
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif. Untuk
pengumpulan data sekunder diperoleh dari Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta
Selatan berupa Profil, gambaran umum dan data lain yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Analisis data dilakukan secara bertahap. Analisis univariat untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian untuk
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase tiap variabel. Analisis bivariat
dilakukan untuk melihat hubungan variabel dependen dan independen. Uji
statistik yang digunakan adalah Chi-Square / Continuity Correction. Keputusan
digunakan derajat kepercayaan 95% (α = 5%). Bila nilai p < 0,05 maka uji
statistik bermakna (signifikan) dan bila nilai p lebih dari 0,05 maka perhitungan
statistiknya tidak bermakna. Untuk mengetahui derajat / kekuatan hubungan
dilihat dari nilai OR.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Hasil
Karakteristik Responden
Tabel Distribusi Responden di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2013
Variabel Frekuensi (n)
Persentase (%)
Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
76 44
63,3 36,7
Umur Ibu Muda Tua
61 59
50,8 49,2
Pendidikan Ibu Tingkat Pendidikan Dasar Tingkat Pendidikan Menengah dan Tinggi
17 103
14,2 85,8
Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja Bekerja
100 20
83,3 16,7
Paritas Ibu 1 orang anak >1 orang anak
30 90
25 75
Pengetahuan Ibu Rendah Tinggi
37 83
30,8 69,2
Sikap Ibu Negatif Positif
21 99
17,5 82,5
Adanya tempat menyimpan ASI Tidak ada Ada
107 11
89,2 10,2
Dukungan Keluarga Tidak mendukung Mendukung
19 101
15,8 84,2
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Pembahasan
Perilaku pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Kecamatan Kebayoran
Lama lebih banyak memberikan ASI Eksklusif (63,3%) dibandingkan tidak
memberikan ASI Eksklusif (36,7%). Berdasarkan teori perilaku yang
dikemukakan oleh Green (1980) perilaku kesehatan dalam hal ini perilaku dalam
pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu, predisposising
Faktor (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya),Enabling Factor (ketersedian fasilitas dan sarana kesehatan,
kebijakan),Reinforcing Factor (dukungan keluarga/suami, dan petugas kesehatan).
Umur muda yaitu umur ibu ≤ dari mean (27 tahun) sebanyak 61 responden
(50,8%) dan umur tua yaitu umur ibu > dari mean sebanyak 59 responden
(49,2%). Periode umur yang baik untuk menyusui adalah sekitar umur 20-35
tahun. Bila umur kurang dari 20 tahun wanita masih dalam masa pertumbuhan,
dari faktor biologisnya sudah siap namun aspek psikologisnya belum matang.
Begitu pula jika ibu menyusui umur lebih 35 tahun, masalah kesehatan sering
timbul dengan komplikasi (Hartanto, 2008).
Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan menengah dan
tinggi sebanyak 103 responden (85,8%) tingkat pendidikan rendah sebanyak 17
responden (14,2%) tingkat pendidikan dasar. Tingkat pendidikan seseorang
sangat berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari
luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran menyusui. Orang yang berpendidikan
tinggi akan memberikan respon yang rasional dibanding mereka yang
berpendidikan lebih rendah atau tidak berpendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa sebagian
besar responden yang tidak bekerja sebanyak 100 orang (83,3%) dibandingkan
responden yang bekerja sebanyak 20 responden (16,7%).Pekerjaan ibu juga
diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam
memberikan ASI eksklusif. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila
dibandingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini
disebabkan karena ibu yang bekerja diluar rumah (sektor formal) memiliki akses
yang lebih baik terhadap berbagai informasi.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Berdasarkan penelitian diketahui sebagian besar responden yang memiliki
> 1 orang anak 90 orang (75%) sedangkan yang memiliki 1 orang anak sebanyak
30 orang (25%).Ibu yang mempunyai 1-2 anak mempunyai kemungkinan
menyusui ASI eksklusif 10 kali dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak
mempunyai anak sejumlah itu (Soeparmanto, 2001).
Hasil dari penelitian menunjukkan dari 120 responden, sebanyak 37
responden (30,8%) pengetahuan rendah dan 83 responden (69,2%) pengetahuan
tinggi. Artinya, dalam penelitian ini didapatkan pengetahuan tinggi lebih banyak
dari pengetahuan rendah. Pengetahuan dalam faktor-faktor yang berhubungan
denga perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif, karena teknik menyusui yang
salah juga akan mempengaruhi aktifitas pemberian ASI eksklusif namun
pemberian ASI eksklusif tidak terbatas karena kurangnya pengatehuan ibu
menyusui, namun juga karena faktor-faktor lain seperti mitos atau kepercayaan
yang menyebabkan orang tua merasa tidak apa tidak memberikan ASI eksklusif
kepada bayi mereka (Sulistyoningsih, 2006).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
memiliki sikap positif 99 orang (82,5%) sedangkan yang memiliki sikap negatif
sebanyak 21 orang (17,5%).Sikap adalah perasaan mendukung maupun perasaan
tidak mendukung pada suatu objek (Azwar, 2003).Proses menyusui merupakan
proses interaksi antara ibu dan bayi, yang mempengaruhi kedua belah pihak
karena akan timbul rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui ataupun
memproduksi ASI yang mencukupi untuk bayi, besar pengaruh bagi keberhasilan
menyusui (Sulistyoningsih, 2006)
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak
memiliki tempat menyimpan ASI sebanyak 107 orang (89,2%) sedangkan yang
memiliki tempat menyimpan ASI sebanyak 13 orang (10,8%).Menurut IDAI
(2012) bahwa wadah yang dianjurkan untuk menyimpan ASI adalah yang keras,
terbuat dari kaca atau plastik keras sehingga dapat menyimpan ASI untuk jangka
waktu yang lama. Kantung plastik khusus sebagai wadah penyimpanan ASI dapat
dipergunakan untuk jangka pendek yaitu kurang dari 72 jam. Penggunaan kantung
plastik untuk jangka waktu yang lama tidak dianjurkan karena plastik tersebut
dapat tumpah, bocor, terkontaminasi dan beberapa komponen ASI dapat
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
menempel pada kantung plastik tersebut sehingga nilai gizi ASI berkurang. Selain
itu wadah penyimpanan ASI sebaiknya kedap udara.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yang
didukung keluarga sebanyak 101 orang (84,2%) dibandingkan responden yang
keluarganya tidak mendukung sebanyak 19 orang (15,2%).Keberhasilan dalam
memberikan ASI eksklusif pada ibu bekerja sangat
tergantung dari lingkungan terutama dukungan dari suami, anggota
keluarga lain, rekan sekerja dan komunitas sehingga ibu dapat dengan
nyaman memberikan ASI serta mengasuh anaknya sambil bekerja.
Memberikan ASI bukanlah semata-mata masalah ibu seorang diri
melainkan juga masalah keluarga dan masyarakat.
Variabel yang berhubungan dengan ASI eksklusif
Hasil penelitian menunjukkan responden dengan umur muda yang
memberikan ASI Eksklusif sebesar 63,9% tidak jauh beda dengan umur tua
sebesar 62,7%. Hasil uji statistik diperoleh p value (1,000) maka dapat
disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara umur ibu
dengan prilaku pemberian ASI Eksklusif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Nurjanah (2007) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang
bermakna antara umur dengan pemberian ASI Eksklusif. Tetapi hal ini tidak
sesuai dengan teori dari Pudjadi (2000) yang menyatakan bahwa umur adalah
faktor yang menentukan pemberian ASI Eksklusif. Perbedaan hasil penelitian ini
dengan teori, mungkin disebabkan menurut Swasono (2008) promosi susu
formula sangat gencar dilakukan, sehingga dapat menjadi stimulus bagi para ibu
untuk memilih memberikan susu formula dibandingkan pemberian ASI.
Hasil penelitian menunjukkan pendidikan ibu dari 120 responden lebih
dari separuh tingkat pendidikan menengah dan tinggi memberikan ASI Eksklusif
sebesar 68,9% dibandingkan tingkat pendidikan rendah sebesar 29,4 %, artinya
responden yang tingkat pendidikan menengah dan tinggi lebih banyak dari
responden yang tingkat pendidikan rendah yang memberikan ASI Eksklusif. Hal
ini didukung dengan uji statistik yang memperlihatkan adanya hubungan yang
bermakna antara pendidikan ibu dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
dengan p value sebesar 0,003, dan menghasilkan OR sebesar 5,325. Hal ini
berarti responden dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi mempunyai
peluang memberikan ASI Eksklusif 5,325 kali dibandingkan responden dengan
tingkat pendidikan dasar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zakiyah (2012) yang
mengatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu
dengan pemberian ASI Eksklusif. Semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin
mempunyai perilaku untuk memberikan ASI Eksklusif. Namun penelitian ini
bertolak bekakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2007) yang
mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan
dan pemberian ASI Eksklusif, dengan nilai OR sebesar 1,79 yang berarti ibu yang
berpendidikan rendah berpeluang untuk memberikan ASI Eksklusif sebanyak 1,79
kali dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi.
Menurut Siregar (2004), kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam bekerja
dan adanya emansipasi dalam segala bidang kerja dan kebutuhan masyarakat
menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui. Selain itu
kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja seperti cuti yang terlalu
singkat juga sangat mempengaruhi perilaku menyusui eksklusif pada ibu. Hasil
penelitian dari 120 responden didapatkan bahwa ibu yang tidak bekerja
memberikan ASI Eksklusif sebesar 66% tidak jauh beda dengan ibu yang
bekerja memberikan ASI Eksklusif sebesar 50%. Dari hasil tersebut ditemukan
tidak adanya hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan perilaku
pemberian ASI Eksklusif dengan p value sebesar 1,000.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Yuliandarin (2009) dan
Zakiyah (2012) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara
pekerjaan ibu dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif. Dari penelitiannya
disimpulkan bahwa bagi ibu rumah tangga menyusui tidak terjadwal dan bukan
merupakan beban dan masalah sedangkan bagi ibu yang bekerja diluar rumah
harus meninggalkan anaknya selama 7 jam sehingga menyusui bukanlah hal
mudah buat mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki 1 orang anak
memberikan ASI Eksklusif sebesar 73,3% tidak jauh beda dengan ibu yang
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
memiliki > 1 orang anak sebesar 60%. Didapatkan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara paritas dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif dengan p value
sebesar 0,274. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuliandarin (2009) yang
menemukan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara paritas dengan
perilaku pemberian ASI Eksklusif.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Hariyani (2008), Proverawati (2010), Widyastuti (2004) yang
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara paritas dengan perilaku
pemberian ASI Eksklusif. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi
ASI jauh lebih tinggi dibandingkan ibu yang melahirkan pertama kali. Jumlah
persalinan yang pernah dialami ibu memberikan pengalaman dalam memberikan
ASI kepada bayi. Ibu akan semakin berpengalaman dalam memberikan ASI dan
mengetahui ASI dan mengetahui cara untuk meningkatkan produksi ASI sehingga
tidak ada masalah bagi ibu dalam memberikan ASI.
Dari responden 120 orang didapatkan hasil penelitian pengetahuan ibu
tinggi lebih banyak memberikan ASI Eksklusif sebesar 74,7% dibanding
pengetahuan ibu rendah yang memberikan ASI Eksklusif sebesar 37,8%.
Sehingga didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu
dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif dengan p value 0,000 dan nilai OR
sebesar 4,850. Hal ini berarti responden dengan pengetahuan tinggi mempunyai
peluang 4,850 kali memberikan ASI Eksklusif dibandingkan responden dengan
pengetahuan rendah. Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior). Hasil dari penelitian ditemukan bahwa ternyata perilaku yang didasari
pengetahuan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan.
Namun demikian, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian
Helmi (20100 yang menemukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif. Keadaan ini bisa dikarenakan
pengetahuan yang didapatkan ibu mengenai pemberian ASI Eksklusif tidak
dipraktekan dalam kehidupan sehari – hari, hanya sebatas pengetahuan saja.
Hasil penelitian menunjukka sikap ibu positif lebih banyak memberikan
ASI Eksklusif sebesar 74,7% dibandingkan sikap ibu negatif yang memberikan
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
ASI Eksklusif sebesar 9,5%. Dan didapatkan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara sikap ibu dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif p value
sebesar 0,000 dan nilai OR 28,120. Dari hasil tersebut maka responden dengan
sikap ibu positif mempunyai peluang 28,120 kali memberikan ASI Eksklusif
dibandingkan responden dengan sikap ibu negatif. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ferawati (2010) yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna
antara sikap dengan pemberian ASI Eksklusif, bahwa responden yang mempunyai
sikap positif terhadap pemberian ASI Eksklusif berpeluang 6,5 kali akan
memberikan ASI secara Eksklusif dibandingkan responden yang mempunyai
sikap negatif.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Iskandar (2012) yang menemukan
tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan perilaku
pemberian ASI Eksklusif. Hal ini disebabkan sikap positif dari ibu tidak
mendapatkan dukungan dari keluarga. Data menunjukkan bahwa ibu masih
memiliki sikap negatif berkaitan dengan pemberian ASI Eksklusif, diantaranya
ketakutan terhadap perubahan bentuk payudara dan dianggap tidak menarik lagi
bagi suami jika ibu menyusui.
Hasil penelitian menunjukkan ibu yang memiliki tempat penyimpanan
ASI yang memberikan ASI Eksklusif sebesar 84,6% dan ibu yang tidak
memiliki tempat penyimpanan ASI sebesar 60,7%. Dari hasil didapatkan p value
(0,129) yang berarti tidak adanya hubungan yang bermakna antara adanya tempat
penyimpanan ASI dengan prilaku pemberian ASI Eksklusif. Hal ini terjadi
dikarenakan kantor ibu bekerja tidak menyediakan tempat menyimpan ASI.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Baswori (2012) yang menemukan bahwa
adanya hubungan antara adanya tempat menyimpan asi dengan pemberian ASI
Eksklusif .
Dari 120 responden didapatkan adanya pojok ASI mempengaruhi
pemberian ASI Eksklusif sebesar 100% dibanding tidak adanya pojok ASI yang
memberikan ASI eksklusif sebesar 63%. Hasil uji statistik diperoleh p value
(1,000) yang berarti tidak adanya hubungan yang bermakna antara pojok ASI
dengan prilaku pemberian ASI Eksklusif. Hal ini disebabkan adanya ibu yang
memberikn ASI tanpa adanya pojok ASI. Berdasarkan penelitian IDAI (2012)
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
yang dilakukan dibeberapa kantor dan pabrik bahwa pojok ASI mempengaruhi
pemberian ASI Eksklusif dimana ibu bekerja ternyata merasa nggak nyaman dan
repot harus tetap memberikan ASI eksklusif sambil tetap melakukan
pekerjaannya. Hal ini terkait dengan tidak tersedianya ruang menyusui (pojok
ASI) untuk para ibu memompa ASI di beberapa kantor pemerintahan dan pabrik
yang menjadi tempat penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan keluarga yang mendukung lebih banyak
responden memberikan ASI Eksklusif sebesar 73,3% dibanding adanya keluarga
tidak mendukung sebesar 10,5%. Hasil uji statistik diperoleh p value (0,000)
yang berarti bahwa adanya hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan
prilaku pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan nilai OR 23,296 didapatkan
keluarga mendukung mempunyai peluang sebesar 23,296 memberikan ASI
Eksklusif dibandingkan responden dengan keluarga yang tidak mendukung.
Menurut Roesli (2000) mengatakan dukungan keluarga merupakan faktor yang
pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologi
yang diberikan kepada ibu yang menyusui dalam memberikan ASI. Keputusan
memberikan ASI Eksklusif bukan hanya ditentukan oleh ibu. Strategi untuk
memotivasi praktek pemberian ASI Eksklusif adalah meningkatkan keterlibatan
suami dan anggota keluarga lainnya.
Dari semua dukungan keluarga bagi ibu yang menyusui, dukungan suami
adalah dukungan yang sangat berarti bagi ibu. Suami dapat berperan aktif dalam
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Suami cukup memberikan dukungan
secara emosional dan bantuan – bantuan praktis seperti mengganti popok dll
(Roesli, 2009). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuliandarin (2009) dan
Zakiyah (2012) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara
dukungan keluarga dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif. Namun hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian Ferawati (2010), Arini (2003) dan Maria
(2004) yang menemukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara dukungan
keluarga dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Perilaku pemberian ASI Eksklusif di
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama terdapatyang memberikan ASI
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Eksklusif (63,3%) dan tidak memberikan ASI Eksklusif (36,7%). Berdasarkan
umur ibu didapatkan, umur muda yaitu umur ibu ≤ dari mean (27 tahun) sebanyak
61 responden (50,8%) dan umur tua yaitu umur ibu > dari mean sebanyak 59
responden (49,2%). Dari 120 responden diketahui responden memiliki tingkat
pendidikan menengah dan tinggi sebanyak 103 responden (85,8%) dan tingkat
pendidikan rendah sebanyak 17 responden (14,2%) tingkat pendidikan dasar.
Berdasarkan pekerjaan ibu didapatkan responden yang tidak bekerja sebanyak 100
orang (83,3%) dan responden yang bekerja sebanyak 20 responden (16,7%).
Berdasarkan paritas diketahui responden yang memiliki > 1 orang anak 90 orang
(75%) dan yang memiliki 1 orang anak sebanyak 30 orang (25%). Dari 120
responden, sebanyak 37 responden (30,8%) pengetahuan rendah dan 83 responden
(69,2%) pengetahuan tinggi. Berdasarkan sikap ibu didapatkan responden yang
memiliki sikap positif 99 orang (82,5%) dan yang memiliki sikap negatif
sebanyak 21 orang (17,5%). Berdasarkan adanya tempat menyimpan ASI terdapat
responden tidak memiliki tempat menyimpan ASI sebanyak 107 orang (89,2%)
dan yang memiliki tempat menyimpan ASI sebanyak 13 orang (10,8%).
Berdasarkan dukungan keluarga terdapat responden yang didukung keluarga
sebanyak 101 orang (84,2%) dibandingkan responden yang keluarganya tidak
mendukung sebanyak 19 orang (15,2%). Berdasarkan analisis bivariat, terdapat
hubungan bermakna antara pendidikan ibu (p value = 0,003 dan OR = 5,325),
pengetahuan ibu (p value = 0,000 dan OR = 4,850), sikap ibu (p value = 0,000 dan
OR = 28,120), dan dukungan keluarga (p value = 0,000 dan OR = 23,296) dengan
perilaku pemberian ASI Eksklusif. Namun tidak ditemukan hubungan yang
bermakna antara umur ibu, pekerjaan ibu, paritas, adanya tempat menyimpan ASI
dengan perilaku pemberian ASI Eksklusif.
Daftar Pustaka
Agyemang, et al. (2008). Early initiation of breast-feeding in Ghana: barriers and
facilitators. Kintampo Helth Research Center, Ghana Health Service,
kintampo, Ghana; dalam Journal of Perinatology (2008) 28, S46-S52.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Amin, et al. (2010). Determinants of initiation and exclusivity of breastfeeding in
Al Hassa, Saudi Arabia. Breatfeed Med. 2011 Apr; 6(2): 59-68. Epub
2010 Oct 29.
Andini Indri. (2009) Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan Dukungan
Suami Terhadap Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di BPS Ny. Erlinda
Surya Anis Semarang Tahun 2009.[Skripsi]. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Astuti. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pada
ibu-ibu yang berkunjung ke Puskesmas Pasar Minggu Jakarta Selatan
2010. [Skripsi]. FKM UI, Depok.
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI (2010) Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010.
Baker, et al. (2006). Early initiation of and exclusive breastfeeding in large-scale
community-based programmes in Bolivia and Madagascar. Academy for
Educational Development dalam J Health Popul Nutr 2006
Dec;24(4):530-539.
Dashti, et al. (2010). Determinants of breastfeeding initiation among mothers in
Kuwait. Internasional Breastfeeding Journal 2010, 5:7.
Depkes RI. (2005). Manajemen Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas
Kesehatan di Puskesmas, Jakarta. Direktorat Gizi Masyarakat.
Depkes RI. (2007). Modul Kegiatan IMD, Jakarta.
Depkes RI. (2007). Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD, Jakarta.
Depkes RI. (2007). Pelatihan Konseling Menyusui, Jakarta.
Depneg Pemberdayaan Perempuan. (2008). Pemberdayaan perempuan dalam
peningkatan pemberian ASI, Jakarta.
Edmond, et al. (2006). Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal
mortality. Pediatrics. 2006 Mar; 117(3): e380-6.
Fikawati, Syafiq. (2010). Kajian Implementasi Dan Kebijakan Air Susu Ibu
Ekslusif Dan Inisiasi Menyusui Dini di Indonesia. Makara, Kesehatan,
Vol 14
No 1, Juni 2010: 17-24.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Green, Kreuteur. (2005). Health Program Planing An Educational And
Ecological Approach. Health promotion Planning, 2005.
Hauck, et al. (2011). A Western survey of breastfeeding initiation, prevalence and
early cessation patterns. Matern Child Health J. 2011 Feb; 15(2): 260-8.
Iwan Ariawan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada penelitian kesehatan.
FKM UI Jurusan Biostatistik dan Kependudukan.
Iskandar, et al. (1990). Initiation and duration of breastfeeding in Indonesia. Asia
Pac Popul J. 1990 Mar; 5(1): 89-112
Khasanah. (2010). ASI atau Susu Formula. FlashBooks, 2011.
Kiki Purnama. (2010). Hubungan Antara Sikap Ibu Tentang ASI Eksklusif
Terhadap Perilaku Pemberian ASI Eksklusif Di RB Kartini Panjang
Kecamatan Panjang Utara Kota Bandar Lampung Tahun
2010.[Skripsi]. Bandar Lampung.
Kumar, et al. (2011). Determinants in initiation of breastfeeding among lactating
women in block R. S. Pura of district Jammu (India). Annals of Tropical
Medicine and Public Health/ Jul-Dec 2011/ Vol 4/ Issue 2.
Leblanc, et al. (2008). Effect of a prenatal nutritional intevention program on
initiation and duration of breastfeeding. Canadian Journal of Practice
and Research 2008;69:101-105.
Lee, et al. (2006). A population-based survey on infant feeding practice (0-2
years) in Hongkong: breastfeeding rate and patterns among 3,161 infant
below 6 month old. Hongkong Nutrition Association, dalam Asia Pac J
Clin Nutr 2006; 15(3): 377-387.
Lemeshow, et al. (1997). Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Madhu, et al. (2009). Breastfeeding practice and newborn care in rural area :
A Descriptive cross-sectional study. Departement of pharmacology, St
Johns Medical College, Bangalore, India dalam Indian Journal of
Community Medicine/vol 34/issue 3/jully 2009.
Morhason, et al. (2009). Social support during childbirth as catalyst for early
breastfeeding initiation for first-time Nigerian mothers. International
Breastfeeding Journal 2009, 4:16 doi: 10. 1186/1746-4358-4-16.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Mullany, et al. (2008). Breast-Feeding Patterns, Time to Initiation, and Mortality
Risk among Newborns in Southern Nepal. The Journal of Nutrition; Mar
2008; 138, 3; Academic Research Library pg. 599.
Nani. (2010). Hubungan Kelompok Pendukung Ibu dalam penerapan IMD di
Puskesmas Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara Tahun
2010. [Skripsi]. FKM UI, Depok.
Notoatmodjo. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, 2005.
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, 2007.
Notoatmodjo. (2010). Teori Ilmu Prilaku. Rineka Cipta, 2010.
Ogunlensi. (2009). Maternal socio-demographic factors influencing the initiation
and exclusivity of breastfeeding in Nigerian semi-urban setting. Matern
Child Health J (2010) 14;459-465.
Paramitha. (2008). Ibu Negara Serukan Inisiasi Menyusui Dini dari
http://www.ASI.PASTI.com [online][8 Maret 2009]
Pertiwi. (2008). Pemberian ASI dini dan faktor-faktor yang berhubungan di
Puskesmas Rangkapan Jaya Kecamatan Pancoran Mas Depok Tahun
2008. [Skripsi]. FKM, UI. Depok.
Putri. (2009). Pengetahuan, Sikap dan Niat Ibu Hamil untuk melakukan IMD di
Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat Tahun
2009. [Skripsi]. FKM, UI. Depok.
Roesli, U (2008). Inisiasi Menyusui Dini. Pustaka Bunda, Jakarta.
Roesli, U (2009).Seri I Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Jaya, Jakarta.
Rusnita. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD di
kamar bersalin IGD RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
November 2008 [Skripsi]. FKM UI, Depok.
Soetjiningsih. (1997). ASI petunjuk untuk tenaga kesehatan. EGC, Jakarta, 1997.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta,
Bandung, 2009.
Sugiyono. (2012). Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung, 2012.
Suharsono. (1993). MemasyarakatkanPenyusuan Dini Dan Rawat Gabung.
Majalah Kedokteran. Indonesia, Volum:43, Nomor:6, Juni, 1993.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
Suheryan. (2006). Faktor-faktor yang berhubungan dengan inisiasi pemberian
ASI dini di wilayah Puskesmas Pasar Minggu Jakarta Selatan tahun
2005 [Tesis]. FKM UI, Depok.
Sulaningsih. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pemberian
ASI pada jam pertama setelah melahirkan di Kabupaten Cirebon
Propinsi Jawa Barat tahun 2006 [Skripsi]. FKM UI, Depok.
Vieira, et al. (2010). Determinants of breastfeeding initiation within the first hour
life in a Brazilian population: cross-sectional study. BMC Public Health
2010, 10:760.
Ward, M, et all. (2004). Infant feeding : factors affecting initiation, exclusivity
and duration. Id Med J. Abstract ; Jul-Aug ; 97 (7): 197-9.
Williams, Robert. (1993). Nutrition in Pregnancy and Lactation. Fifth edition,
Mosby-Year Book,1993.
Faktor-faktor yang..., Anna Andreani Akse, FKM-UI, 2013
top related