evaluasi in vitro kulit buah kopi yang difermentasi … · berjudul “nugget um2gi (unik, mudah,...
Post on 22-Mar-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EVALUASI In vitro KULIT BUAH KOPI YANG DIFERMENTASI DENGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)
UNTUK PAKAN RUMINANSIA
SKRIPSI
HANNA FRISKA ROULY MARPAUNG
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
HANNA FRISKA ROULY MARPAUNG. D24080120. 2012. Evaluasi In vitro Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) untuk Pakan Ruminansia. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., M.S.,M.Sc Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc
Kulit buah kopi merupakan hasil ikutan dari pengolahan buah kopi. Limbah ini terdapat 48,10% dalam satu ton buah kopi yang dipanen. Kandungan serat kasar pada kulit buah kopi tergolong tinggi, namun karena memiliki kandungan lignin dan tanin yang tinggi (65,42% dan 2,47%) serta komposisi nutrisi yang rendah, pemanfaatannya belum optimal untuk ruminansia, kecuali setelah melalui proses pengolahan seperti fermentasi dengan kapang atau jamur. Penelitian ini dilakukan dengan proses fermentasi yang menggunakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) terhadap kulit buah kopi. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sejauhmana kulit buah kopi hasil fermentasi (KKf) dapat berperan sebagai pengganti rumput gajah didalam ransum sapi perah yang memiliki rasio hijauan dan konsentrat 60% berbanding 40% melalui pengamatan in vitro.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 jenis perlakuan ransum dan 3 ulangan yang berupa periode pengambilan cairan rumen. R0 = ransum kontrol (60% RG + 40% konsentrat), R1 = 50% RG + 10% KKf + 40% konsentrat, R2 = 40% RG + 20% KKf+ 40% konsentrat, R3 = 30% RG + 30% KKf + 40% konsentrat, R4= 20% RG + 40% KKf + 40% konsentrat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Parameter yang diamati adalah fermentabilitas di dalam rumen (VFA dan NH3) dan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kulit buah kopi fermentasi sampai 40% di dalam ransum menurunkan (P<0,01) KCBK dan KCBO serta (P<0,05) VFA, sedangkan NH3 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kontrol. Data menunjukkan bahwa nilai KCBK dan KCBO sebesar 56,22% dan 55,56%, VFA sebesar 121,25 mM serta NH3 sebesar 12,14 mM, maka kulit buah kopi hanya dapat menggantikan peran rumput gajah sebesar 20% rumput gajah di dalam ransum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kulit buah kopi hasil fermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat menggantikan peran rumput gajah sebesar 20%.
Kata-kata kunci: kulit buah kopi, fermentasi, Pleurotus ostreatus, in vitro,
ABSTRACT
Evaluation In vitro of Coffee Husk Fermented with Oyster Mushrooms (Pleurotus ostreatus) for Ruminant Feed
Marpaung, H. F. R., Evvyernie, D., Toharmat, T.
An in vitro experiment was conducted to evaluate the nutritive value of coffee husk fermented by oyster mushrooms (Pleurotus ostreatus) for ruminant. A randomized block design was used to alocate the three of rumen fluid as blocks and five experimental rations formulated acording to a diet for a dairy cow yealding 10 kg of milk. Experimental rations composed of forage and concentrate as follows: R0 = control (60% Pennisetum purpureum + 40% concentrate), R1 = 50% Pennisetum purpureum + 10% fermented coffee husk + 40% concentrate, R2 = 40% Pennisetum purpureum + 20 fermented coffee husk + 40% concentrate, R3 = 30% Pennisetum purpureum + 30% fermented coffee husk + 40% concentrate, and R4 = 20% Pennisetum purpureum + 40% fermented coffee husk + 40% concentrate. Variables observed were coefficient digestibility of dry (CDDM) and organic matter (CDOM), concentration of VFA and NH3. The result showed that dietary inclution of fermented coffee husk significantly decreased the coeffcient digestibiilty of dry and organic matter (P<0.01) and VFA (P<0.05), but did not affect NH3 concentration. The value of CDDM and CDMO, VFA and NH3 was 56.22%, 55.56%, 121.25 mM and 12.14 mM, respectively. The results indicated that the coffee husk could be included up to 20% in the diet to replace Pennisetum purpureum. The conclusion from this experiment was that the fermented coffee husk could be used to replace dietary forage component as much as 20%.
Keywords: coffee husk, fermentation, Pleurotus ostreatus, in vitro
EVALUASI In vitro KULIT BUAH KOPI YANG DIFERMENTASI DENGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)
UNTUK PAKAN RUMINANSIA
HANNA FRISKA ROULY MARPAUNG
D24080120
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Evaluasi In vitro Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) untuk Pakan Ruminansia Nama : Hanna Friska Rouly Marpaung NIM : D24080120
Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Dr. Ir. Dwierra Evvyernie. A, MS., M.Sc) (Prof.Dr.Ir.Toto Toharmat, M.Agr.Sc) NIP.19610602 198603 2 001 NIP. 19590902 198303 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP. 19670506 199103 001
Tanggal Ujian: 07 Agustus 2012 Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1990 di
Balige. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan
Bapak Edison Marpaung dan Ibu Asni Roosline Purba.
Penulis menempuh pendidikan dasar pada tahun 1996-
2000 di SD Kalam Kudus Medan dan diselesaikan pada
tahun 2002 di SD Ostrom Methodist II Tebing Tinggi.
Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama
diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 01 Tebing
Tinggi, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan
pada tahun 2008 di SMA Negeri 02 Tebing Tinggi. Pada tahun 2008 Penulis
diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan tahun berikutnya 2009 diterima sebagai
mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis juga aktif
berpartisipasi dalam berbagai kepanitian, UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen
(PMK), Komisi Pelayanan Anak (KPA) dan Penulis pernah mengikuti program
magang HIMASITER di Lembu Jantan Perkasa (LJP) Banten pada tahun 2010 serta
peserta Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2012 bidang Kewirausahaan yang
berjudul “Nugget UM2GI (Unik, Mudah, Murah, Bergizi), Inovasi Bisnis Pangan:
Nugget Belut untuk Meningkatkan Nilai Ekonomi Belut dan Gizi Masyrakat” dan
bidang Masyarakat yang berjudul “Laskar Pejuang: Wirausaha Kreatif yang
Memiliki Jiwa Pejuang Lingkungan Hidup dengan Model Anak-Anak Sekolah Dasar
di Kecamatan Dramaga”.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat, kasih dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Evaluasi In vitro Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Jamur
Tiram (Pleurotus ostreatus) untuk Pakan Ruminansia dengan baik. Skripsi ini
ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini memuat informasi tentang kandungan nutrien kulit buah kopi yang
difermentasi jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dengan level berbeda di dalam
ransum ruminansia. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi sejayh
mana kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
dapat menggantikan peran rumput gajah sebagai sumber hijauan di dalam ransum
sapi perah melalui pengujian in vitro. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak agar menjadi lebih baik. Penulis juga berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan bermanfaat bagi
penulis sendiri maupun bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
Tanaman Kopi ......................................................................................... 3 Potensi Kulit Buah Kopi Sebagai Komponen Pakan Ternak ................ 4 Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) ......................................................... 6
Rumput Gajah ......................................................................................... 7 Kecernaan Pakan ..................................................................................... 8 Konsentrai Amonia ................................................................................. 8
Konsentrasi VFA..................................................................................... 9 Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) ................................................................................ 10
MATERI DAN METODE .................................................................................. 12
Lokasi dan Waktu ................................................................................... 12 Materi ...................................................................................................... 12
Bahan ........................................................................................... 12 Alat .............................................................................................. 12 Inokulum ..................................................................................... 12 Komposisi Ransum ..................................................................... 12
Prosedur .................................................................................................. 13 Pembuatan Rumah Jamur ............................................................ 13 Pembuatan Media Tumbuh dan Baglog Pleurotus ostreatus ..... 14 Pengambilan Inokulum ............................................................... 14 Fermentasi In vitro ...................................................................... 15
Analisis Koefisien cerna Bahan Kering (KBCK) dan Bahan Organik (KBCO) ......................................................................... 15
Analisis NH3 (Metode Mikrodifusi Cawan Conway)................. 16 Analisis VFA (Steam Destilation Method) ................................. 16 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ................................................ 17
Perlakuan ..................................................................................... 17 Rancangan Percobaan untuk In vitro .......................................... 17 Parameter yang Diamati .............................................................. 18
Analisis Data ............................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 19
Pertumbuhan Pleurotus ostreatus pada Kulit Buah Kopi ....................... 19 Koefisen Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus .................................................. 25 Fermentabilitas Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus .................................................. 27 Volatile Fatty Acid (VFA) ...................................................................... 27 Amonia (NH3) ........................................................................................ 28
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 30
Kesimpulan ........................................................................................... 30 Saran ..................................................................................................... 30
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 32
LAMPIRAN ........................................................................................................ 35
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi Tanpa Fermentasi dan Fermentasi ............................................................................................... 5
2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum ............................................... 13
3. Hasil Perhitungan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering ..................................................................... 13
4. Hasil Analisis Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi asli dan Kulit Buah Kopi yang difermentasi dengan Pleurotus ostreatus .......................................................................................... 22
5. Rataan Nilai KCBK dan KCBO Ransum yang Mengandung KKf (%) .................................................................................................... 25
6. Rataan Produksi VFA dan NH3 Ransum yang Mengandung KKf (mM) ................................................................................................ 27
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kulit Buah Kopi ......................................................................................... 3
2. Diagram Alir Pengolahan Biji Kopi ........................................................... 4
3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia ................................................................................................. 9
4. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia ................................................................................................. 10
5. Baglog Kulit Buah Kopi Fermentasi .......................................................... 14
6. Grafik Pertumbuhan Miselium Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus .................................................. 20
7. Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 39
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBK ............................................ 36
2. Hasil Analisis Duncan Ransum terhadap KCBK ....................................... 36
3. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBO ............................................ 36
4. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap KCBO ............................................... 36
5. Hasil Sidik Ragam terhadap VFA .............................................................. 37
6. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap VFA .................................................. 37
7. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap NH3 ............................................... 37
8. Data Suhu dan Kelembaban Ruangan Jamur Tiram ................................. 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak
adalah pakan. Produktivitas ternak yang rendah disebabkan kekurangan pakan, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Hijauan merupakan makanan ternak yang utama
dan kebanyakan sumber hijauan di Indonesia adalah golongan dari kualitas rendah.
Hal ini dipengaruhi oleh perluasan lahan untuk penanaman hijauan makan ternak
semakin sulit dilakukan karena semakin meningkatnya populasi manusia dan
semakin luasnya pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan, perumahan, dan industri.
Permasalahan lain juga disebabkan oleh pengaruh musim yang tidak
menentu. Saat musim hujan terjadi kelebihan hijauan sedangkan musim kemarau
sering terjadi kekurangan hijauan. Untuk mendapatkan suatu bahan pakan alternatif
yang berpotensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas harus dilakukan beberapa
usaha. Pada umumnya dalam keadaan asli, limbah pertanian mempunyai nilai gizi
yang rendah, maka perlu dilakukan pengolahan sehingga menambah nilai guna dan
dapat dimanfaatkan lebih maksimal.
Kulit buah kopi merupakan salah satu limbah industri yang secara potensial
dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak ruminan. Provinsi
Bengkulu merupakan salah satu provinsi penghasil buah kopi terbesar. Biji kopi
yang dihasilkan di olah menjadi kopi sehingga akan menghasilkan kulit buah kopi
yang banyak. Menurut data statistik (BPS, 2009), produksi biji kopi di Indonesia
mencapai 682.591 ton dan menghasilkan kulit kopi sekitar 307.165 ton, jika tidak
dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaran.
Kulit buah kopi merupakan komponen terbesar dari pengolahan buah kopi.
Pemanfaatannya sebagai pakan tunggal belum optimal dan terbatas untuk ruminansia
karena mempunyai kendala kandungan gizi yang rendah, lignin, tanin, dan kafein
yang tinggi. Kulit buah kopi berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak ruminan
dilihat dari kandungan serat kasarnya sebesar 39,42% dan protein 10,36%
(Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2011), oleh karena itu untuk
meningkatkan nilai guna dari kulit buah kopi tersebut dapat dilakukan berbagai
pengolahan, seperti pengolahan secara fisik, biologis maupun kimia untuk
2
menurunkan faktor pembatas tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
sumber serat dalam pakan ruminansia.
Fermentasi menggunakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan kualitas menjadi lebih baik dibandingkan dengan
produk aslinya. Jamur tiram merupakan bahan makanan bernutrisi dengan
kandungan protein, vitamin dan mineral yang tinggi. Menurut Sumarmi (2006),
kandungan protein dan serat pada jamur tiram sekitar 10,5-30,4% dan 7,4-24,6%.
Jamur tiram berkhasiat sebagai antikolesterol, antitumor, antibakteri, meningkatkan
sistem imun dan memiliki asam amino. Fermentasi dilakukan untuk memutus ikatan
ligniselulosa dan mempunyai kandungan senyawa aktif yang bernilai sehingga
diharapkan dapat dimanfaatkan lebih maksimal dan mensubstitusi sebagian atau
seluruh hijauan untuk pakan ruminansia. Sehubungan dengan keadaan diatas, telah
dilakukan penelitian terhadap kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur
Pleurotus ostreatus secara in vitro.
Menurut Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Makkar (2004),
metode in vitro merupakan proses metabolisme dalam rumen dan abomasum.
Metode ini sering digunakan untuk mengetahui kecernaan bahan pakan dari hasil
proses pencernaan dalam saluran pencernaan ternak. Teknik in vitro memberikan
hasil analisa yang cepat dan proses yang murah, serta dapat digunakan untuk
mengevaluasi bahan pakan dalam jumlah besar.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana kulit buah kopi
yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat menggantikan
peran rumput gajah sebagai sumber hijauan didalam ransum sapi perah melalui
pengujian invitro.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kopi
Tanaman kopi Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian
sekitar 1.000 meter diatas permukaan laut, daerah-daerah dengan suhu sekitar 20°C.
Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah kopi setelah umur 4-5 tahun
tergantung pada pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi
hasil yang tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15 -18 tahun.
Pemeliharaan tanaman kopi yang baik akan menghasilkan sampai umur sekitar 30
tahun (Ridwansyah, 2003).
Buah kopi terdiri dari beberapa bagian, yaitu lapisan kulit luar (excocarp),
lapisan daging buah (mesocarp), lendir (mucilage), kulit ari (spermoderm), dan biji
kopi (endoscarp). Lapisan kulit luar (excocarp) yaitu lapisan yang pada buah muda
bewarna hijau dan berangsur- angsur berubah menjadi hijau kuning, kuning dan
akhirnya merah pada buah kopi yang sudah masak. Daging buah akan berlendir
dalam keadaan yang sudah masak dan rasanya agak manis. Kulit bagian dalam, yaitu
endocarp, cukup keras dan kulit ini biasanya disebut kulit tanduk (Ridwansyah,
2003). Pengolahan terhadap biji kopi bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
basah dan cara kering. Pengolahan dengan cara kering bisa dilakukan dengan
langsung menjemur buah kopi dibawah panas matahari, sedangkan cara basah
melalui beberapa tahap pengolahan menghasilkan beberapa jenis limbah yang bisa
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, misalnya kulit buah kopi (coffee pulp) (Wirdah,
2000). Bentuk kulit buah kopi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kulit Buah Kopi
Sumber : Dokumentasi Penelitian (2011)
Pengolahan kulit buah kopi secara basah menghasilkan limbah kulit buah
kopi sebanyak 29% dari buah (berdasarkan berat kering), cangkang 12% dan lendir
4
4%. Sementara biji kopi sebagai produk utama berjumlah sekitar 55% (Braham dan
Bressani, 1979). Bagan alir proses pengolahan biji kopi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Biji Kopi
Sumber: Ridwansyah (2003)
Potensi Kulit Buah Kopi sebagai Komponen Pakan Ternak
Proses pengolahan kopi menjadi kopi bubuk akan menghasilkan limbah
berupa limbah kulit kopi dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kulit buah kopi
merupakan salah satu limbah industri secara potensial dapat digunakan sebagai
bahan pakan alternatif untuk ternak ruminan. Menurut data statistik (BPS, 2009),
produksi biji kopi di Indonesia mencapai 682.591 ton dan menghasilkan kulit kopi
sekitar 307.165 ton, jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaran yang
serius. Analisis secara fisik menunjukkan bahwa limbah dari buah kopi yaitu berupa
daging buah sebesar 42,20 % dan kulit biji sebesar 5,90 % atau total produksi limbah
sebesar 48,10 % dari produksi buah basah (Londra dan Andri, 2007). Produk kulit
buah kopi mudah rusak karena kandungan kadar airnya cukup tinggi 53%, sedangkan
jika diberikan dalam bentuk segar kurang disukai ternak. Teknologi fermentasi yang
dikombinasikan dengan teknologi pakan komplit dapat mengatasi kendala tersebut,
sehingga dapat meningkatkan fungsinya sebagai pakan ternak. Kandungan protein
5
kulit buah kopi tergolong rendah 10,6%, namun masih mampu memenuhi kebutuhan
mikroba rumen untuk mencerna serat karbohidrat dan juga mengandung energi tinggi
(Puslitbangnak, 2011).
Menurut Londra dan Andri (2007), fermentasi dengan Aspergillus niger
mampu meningkatkan nilai gizi limbah kopi. Hal tersebut dapat dilihat dari
kemampuan dalam meningkatkan kadar protein kasar (PK), dari persentase 6,67%
menjadi 12,43%, dan mampu menurunkan kadar serat kasar (SK), dari persentase
18,82% menjadi 11,05%. Komposisi nutrien kulit buah kopi tanpa fermentasi dan
fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi Tanpa Fermentasi dan Fermentasi
Nutrien Tanpa Fermentasi Fermentasi
Protein Kasar (%) 6,11 12,56
Serat Kasar (%) 18,69 36,10
Tanin (%) 2,47 0,32
Kafein (%) 1,36 0,16
Lignin (%) 52,59 47,03 Sumber : Mayasari et al. (2007)
Braham dan Bressani (1979) menyimpulkan bahwa efek yang ditimbulkan
oleh penggunaan kulit buah kopi dalam ransum beberapa ternak pada tikus
menyebabkan konsumsi pakan yang lebih rendah, iritasi kulit dan kematian pada
penggunaan diatas 30%. Penggunaan sampai taraf 30% pada ayam tidak
menyebabkan kematian jika diimbangi dengan kualitas protein ransum yang baik,
namun juka penggunaan diatas 30% dapat menyebabkan kematian yang tinggi.
Penggunaan kulit buah kopi yang direkomendasikan dalam ransum ayam maksimal
sebesar 10%. Penggunaan kulit buah kopi direkomendasikan dalam ransum babi
sebesar 15-20%. Penggunaan kulit buah kopi dalam ransum sapi dan kambing
menyebabkan konsumsi pakan menurun, terjadi iritasi kulit, peningkatan
pengeluaran urin, dan juga kerontokan bulu. Taraf pemberian yang dianjurkan pada
ransum sapi dan kambing adalah sebesar 20%, karena pada taraf tersebut sudah
terlihat efek peningkatan ekskresi urin sebagai efek dari kandungan kafein kulit buah
kopi.
6
Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)
Tubuh buah jamur tiram memiliki tangkai yang tumbuh menyamping
(pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus) sehingga jamur tiram mempunyai
nama binomial Pleurotus ostreatus (Volk, 1998). Bagian tudung dari jamur tersebut
berubah warna dari hitam, abu-abu, coklat, hingga putih, dengan permukaan yang
hampir licin, diameter 5-20 cm yang bertepi tudung mulus sedikit berlekuk. Jamur
tiram juga memiliki spora berbentuk batang berukuran 8-11 x 3-4μm serta miselia
berwarna putih yang bisa tumbuh dengan cepat (Parlindungan, 2000). Media yang
umum dipakai untuk membiakkan jamur tiram adalah serbuk gergaji kayu yang
merupakan limbah dari penggergajian kayu (Gunawan dan Agustina, 2009).
Kerajaan : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Tricholomataceae
Genus : Pleurotus
Spesies : P. ostreatus
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan bahan makanan bernutrisi
dengan kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral, rendah karbohidrat,
lemak dan kalori. Jamur ini memiliki kandungan nutrisi seperti vitamin, fosfor, besi,
kalsium, karbohidrat, dan protein. Kandungan proteinnya cukup tinggi, yaitu sekitar
10,5-30,4%. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan. Kandungan seratnya
mencapai 7,4-24,6%, sehingga cocok untuk para pelaku diet. Mineral mikroelemen
yang bersifat logam dalam jamur tiram kandungannya rendah, sehingga jamur ini
aman dikonsumsi setiap hari (Sumarmi, 2006).
Jamur tiram memiliki berbagai manfaat yaitu sebagai makanan, menurunkan
kolesterol, sebagai antibakterial dan antitumor, serta dapat menghasilkan enzim
hidrolisis dan enzim oksidasi (Widiastui dan Panji, 2008). Jamur tiram ini
mengandung senyawa pleuran yang berkhasiat sebagai antitumor, menurunkan
kolesterol, serta bertindak sebagai antioksidan. Polisakarida pada jamur tiram,
khususnya Beta-D-glucans, mempunyai efek positif sebagai antitumor, antikanker,
antivirus (termasuk AIDS), melawan kolesterol, antijamur, antibakteri, dan dapat
7
meningkatkan sistem imun (Sumarmi, 2006). Jamur tiram juga mengandung
plovastin yang di pasaran berupa suplemen penurun kolesterol. Komponen aktif dari
plovastin adalah statin yang bisa menghambat metabolisme atau pembentukan
kolesterol di dalam tubuh (Widyastuti dan Koesnandar, 2005).
Jamur tiram sebaiknya ditempatkan dalam ruangan yang gelap pada masa
pertumbuhan misellium, tetapi pada masa pertumbuhan badan buah memerlukan
adanya rangsangan sinar. Tubuh buah tidak dapat tumbuh pada tempat yang sama
sekali tidak ada cahaya, oleh karena itu pada masa terbentuknya tubuh buah pada
permukaan media harus mulai mendapat sinar dengan intensitas penyinaran 60-70 %.
Suhu udara memegang peranan yang penting pada budidaya jamur tiram untuk
mendapatkan pertumbuhan badan buah yang optimal. Umumnya, syarat rumah
jamur suhu ruangan tidak lebih dari 28° C dan kelembaban ruangan 80-90%.
Miselium tumbuh optimal pada suhu 23-25° C, sedangkan pertumbuhan tubuh buah
optimum pada suhu 18-20° C (Sumarmi, 2006). Aerasi memliki dua komponen
penting dalam udara yang berpengaruh pada pertumbuhan jamur yaitu oksigen (O2)
dan karbondioksida (CO2). Oksigen merupakan unsur penting respirasi sel. Sumber
energi dalam sel dioksidasi menjadi karbondioksida. Konsentrasi karbondioksida
(CO2) yang terlalu banyak dalam kumbung menyebabkan pertumbuhan jamur tidak
normal. Di dalam kumbung jamur konsentrasi CO2 tidak boleh lebih dari 0,02%
(Susilawati dan Raharjo, 2010). Tingkat keasaman media juga sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan jamur tiram. Pertumbuhan jamur akan terhambat apabila pH
terlalu rendah atau terlalu tinggi, bahkan mungkin akan tumbuh jamur lain yang akan
mergganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri. Keasaman pH media perlu diatur
antara pH 6-7 dengan menggunakan kapur (Calsium carbonat) (Kuo, 2005).
Rumput Gajah
Berdasarkan taksonominya, rumput gajah digolongkan ke dalam division
Spermatophita, subdivisio Angiospermae, kelas Monocotyledonea, ordo Glumifora,
famili Gramineae, subfamili Panicodea, genus Pennisetum dan species Pennisetum
purpureum. Nilai gizi rumput gajah sebagai hijauan makanan ternak ditentukan oleh
zat-zat makanan yang terdapat di dalamnya dan kecernaannya. Menurut Hartadi et al.
(1997), rumput gajah umumnya mengandung bahan kering (BK) yang rendah yaitu
16%. Serat kasar sekitar 29,3%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sekitar 40,1%,
8
lemak kasar 3,2% dan protein kasar sekitar 11,5%. Kandungan TDN berkisar antara
40-67 % dengan kecernaan BK sekitar 48-71%. Menurut Tilman et al. (1989),
kandungan lignin rumput gajah berkisar 13- 16%, kadar lignin tanaman meningkat
bertambah dengan bertambahnya umur tanaman.
Kecernaan Pakan
Kecernaan pakan dapat didefinisikan sebagai zat makanan yang tidak
dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan tersebut dapat diserap oleh
saluran pencernaan. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan bahan
kering, dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi
antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi
enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002).
Terdapat dua teknik dalam mengukur kecernaan pada ruminansia, yaitu teknik in
vivo dan in vitro. Kecernaan in vitro (kecernaan pada rumen) dipengaruhi beberapa
hal yaitu pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi,
pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan
buffer (Selly, 1994). Menurut penelitian Prayitno (2008), hasil analisis konsentrasi
VFA dan NH3 kulit buah kopi setelah difermentasi dengan Trichoderma viride
adalah 106,6-130 mM dan 8,16-10,3 mM, sedangkan rataan kecernaan bahan kering
dan kecernaan bahan organik adalah 50,6-55-3% dan 64,57-71,1%.
Konsentrasi Amonia
Sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen adalah amonia yang sebagian
dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk sintesis protein mikroba (Arora, 1995).
Enzim proteolitik mikroba rumen akan menghidrolisis protein menjadi oligopeptida
yang kemudian menjadi asam amino dan diserap melalui dinding rumen yang secara
cepat mengalami deaminasi menjadi amonia, metan dan CO2 (Sutardi, 1979).
Amonia yang tidak terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea,
sebagian dikeluarkan melalui urin dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva.
Konsentrasi amonia yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam
cairan rumen sangat bervariasi berkisar antara 6-21 Mm (McDonald et al., 2002).
Mikroba dapat memanfaatkan NH3 yang harus disertai dengan sumber energi yang
9
mudah difermentasi (Sutardi, 1977). Proses metabolisme protein pada rumen dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia
Sumber: Mc. Donald et al. (2002)
Umumnya proporsi protein yang didegradasi dalam rumen sekitar 70-80%
atau 30-40% untuk protein yang sulit dicerna dan merupakan protein by pass yang
akan dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Kelarutan nitogen asal protein di dalam
larutan buffer menunjukkan ketahanan protein tersebut terhadap degradasi mikroba
rumen (McDonald et al., 2002).
Konsentrasi VFA
Sebagian besar ransum yang diberikan kepada ternak ruminansia merupakan
karbohidrat. Polisakarida dihidrolisa di dalam rumen menjadi monosakarida oleh
enzim-enzim mikroba rumen, kemudian monosakarida tersebut, seperti glukosa,
difermentasi menjadi VFA (Volatile Fatty Acid) berupa propionat, asetat dan butirat
serta CO2 dan CH4. Gas CO2 dan CH4 akan hilang melalui eruktasi sedangkan VFA
akan diserap melalui dinding rumen (McDonal et al., 2002). Proses fermentasi
karbohidrat pada rumen ternak dapat dilihat pada Gambar 4.
10
Gambar 4. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia
Sumber: Mc. Donald et al. (2002)
Produksi VFA memiliki peranan penting sebagai sumber energi bagi ternak
dan merupakan produk akhir fermentasi gula (Arora, 1995). Konsentrasi VFA
tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi. Ransum dengan komposisi 40%
hijauan dan 60% konsentrat akan menghasilkan VFA total sebesar 96 mM pada sapi,
sedangkan pada domba akan menghasilkan VFA total sebesar 76 mM (McDonald et
al., 2002). Menurut Sutardi (1979), konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan optimal mikroba rumen, yaitu 80-160 mM.
Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO)
Kecernaan adalah bagian yang tidak diekskresikan dalam feses, bagian
tersebut diasumsikan diserap oleh tubuh hewan. Koefisien cerna biasanya dinyatakan
dalam satuan persen dari bahan kering (Cullison et al., 2003). Setiap jenis ternak
ruminansia memiliki mikroba rumen dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam
mendegradasi pakan (Sutardi, 1979). Nilai KCBK dan KCBO dapat dijadikan salah
satu indikator untuk menentukan kualitas pakan dan seberapa besar zat makanan
dalam pakan dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen (Sutardi, 1977).
11
Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan
nilai pakan (McDonald et al., 2002). Sebagian besar komponen bahan kering terdiri
atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
KCBK akan mempengaruhi tinggi rendahnya KCBO ransum. Semakin tinggi KCBK
maka semakin tinggi pula peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk
pertumbuhannya. Kecernaan bahan organik dan kecernaan bahan kering sangat
dipengaruhi oleh kandungan serat kasar karena serat merupakan komponen dari
bahan organik pakan. Kandungan serat kasar tinggi maka bahan organik yang
tercerna akan semakin rendah karena pencernaan serat kasar sangat tergantung pada
mikroba rumen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan,
perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya,
perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan
(McDonald et al., 2002). Menurut Selly (2004), kecernaan in vitro dipengaruhi oleh
pencampuran ransum, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu
inkubasi, larutan penyangga dan ukuran partikel sampel. Menurut Kaufman et al
(1980), faktor yang mempengaruhi degradasi pakan di dalam saluran pencernaan
ruminansia adalah struktur makanan, ruminasi, pH optimum dan produksi saliva.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Maret 2012 di
Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Bahan
Asam borat berindikator, larutan Na2CO3 jenuh, aquadest, larutan HgCl2, H2
SO4 0,005 N, larutan HCl 0,5 N, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0,5 N, larutan
indikator PP (Phenol Phtalein 0,1%) dan larutan McDougall dengan temperatur
390C dengan 6,5-6,9 (pH diturunkan dengan cara memberikan gas CO2), cairan
rumen segar dan sampel ransum yang akan digunakan.
Alat
Peralatan yang digunakan selama fermentasi kulit buah kopi antara lain
timbangan digital, laminar air flow, autoclave, sprayer, botol selai, plastik, kapas,
karet, baskom, label dan lampu spirtus. Fermentasi in vitro digunakan seperangkat
rumen tiruan, timbangan, dan peralatan untuk analisis KCBK, KCBO, VFA, dan
NH3 dan termos.
Inokulum. Inokulum yang digunakan adalah cairan rumen yang berasal dari rumen
sapi potong yang dipotong di rumah pemotongan hewan di Bubulak.
Komposisi Ransum. Bahan pakan yang digunakan pada pembuatan ransum adalah
rumput gajah, dedak, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedele, kapur, kulit buah kopi
yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) selama 2 bulan. Ransum
penelitian disusun berdasarkan kebutuhan zat makanan sapi perah pertengahan
laktasi, direkomendasikan mengandung TDN < 68% dan protein 11-13% (NRC,
2001) dengan rasio hijauan dan konsentrat 60% berbanding 40% di dalam ransum.
Level penggunaan komposisi bahan pada hijauan perlakuan tidak sama jumlahnya,
karena ingin dilihat rasio penggunaan kulit kopi fermentasi yang optimal dalam
beberapa macam level penggunaan komposisi bahan pengganti hijuan. Komposisi
dan level pemakian kulit kopi fermentasi dan hasil perhitungan kandungan nutrisi
ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
13
Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum
Bahan Pakan R0 R1 R2 R3 R4
..................................(%)..................................
Rumput gajah 60 50 40 30 20
Kulit Buah Kopi Fermentasi
(KKf)
0 10 20 30 40
Bungkil Kelapa 5 0 0 0 0
Onggok 15 13 12 12 10
Pollard 5 8 8 8 10
Bungkil Kedele 6 6 5 5 5
Dedak 8 12 14 14 14
Kapur 1 1 1 1 1
100 100 100 100 100 Keterangan : Perhitungan menggunakan Trial and Eror.
Tabel 3.Hasil Perhitungan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering
Kandungan Nutrien Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
BK (%) 44,52 51,49 58,48 65,39 72,43
Abu (%) 9,85 10,26 10,56 10,70 10,91
PK (%) 13,22 13,23 13,03 13,06 13,42
SK(%) 33,34 33,34 33,30 33,02 32,76
LK (%) 4,04 3,36 3,34 3,18 3,09
BETN (%) 46,33 45,20 43,96 42,93 41,41
TDN (%) 61,00 61,70 62,84 64,24 65,46 Keterangan : Kandungan nutrien adalah hasil perhitungan dengan menggunakan Trial and Eror
Prosedur
Pembuatan Rumah Jamur
Pembuatan rumah jamur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah
Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan rumah jamur ini disesuaikan dengan keadaan
budidaya di lapang. Rumah jamur terdiri dari rak-rak bertingkat, ruang untuk
inokulasi dan pendinginan.
14
Pembuatan Media Tumbuh dan Baglog Pleurotus ostreatus
Kulit kopi yang kering selanjutnya dikompos selama satu malam terlebih
dahulu dengan ditambahkan air (700 ml), dedak (15%) , kapur (1%) dan gips (1,5%)
sebagai bahan isi media. Penggunaan kulit buah kopi, dedak, kapur dan gips
dinamakan pembuatan baglog yang dimasukkan kedalam plastik berukuran 500
gram. Baglog yang telah dibuat lalu di autoclave untuk sterilisasi pada suhu 121°C
selama 60 menit, kemudian baglog didinginkan selama 24 jam dan diinokulasi
dengan bibit jamur Pleurotus ostreatus sebanyak 4 % dari berat baglog. Baglog yang
sudah diinokulasi dengan bibit, kemudian disimpan diruangan inkubasi sampai
semua kulit buah kopi di dalam baglog dipenuhi oleh miselium yang ditandai dengan
memutihnya seluruh bagian kulit buah kopi di dalam baglog. Selama inkubasi proses
perawatan dilakukan agar tempat tumbuh tetap sejuk, lembab dan bersih dengan suhu
25-30°C dan kelembaban 60-80% dengan cara pemberian karung goni basah dan
penyemprotan dengan air setiap hari. Baglog kulit buah kopi fermentasi dengan
jamur tiram (Pleurotus ostreatus) pada Gambar 5.
Gambar 5. Baglog Kulit Buah Kopi Fermentasi Sumber : Dokumentasi Penelitian (2011)
Pengambilan Inokulum
Inokulum merupakan cairan rumen yang mengandung mikroba yang hidup
di dalam rumen ruminansia dan berfungsi sebagai pendegradasi pakan yang
dikonsumsi ternak. Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
ternak sapi yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) di Bubulak. Tahap
pengambilan cairan rumen adalah pertama-tama termos diisi dengan air panas kira-
kira mencapai suhu 39°C kemudian dibawa ke rumah potong hewan Bubulak. Air
15
didalam termos tidak boleh dibuang hingga cairan rumen didapatkan dengan suhu
dipertahankan pada 39°C. Setelah perut rumen dipilih, dinding rumen dirobek
dengan pisau kemudian isi rumen diperas dengan menggunakan kain dan
dimasukkan ke dalam termos yang baru saja dikeluarkan air panasnya, setelah itu
termos ditutup agar suhunya tetap terjaga. Termos yang digunakan sebanyak 3 buah
dan setiap termos diisi dengan satu jenis cairan rumen. Kemudian cairan rumen yang
berada di dalam termos tersebut harus segera dibawa ke Laboratorium Ilmu Nutrisi
Ternak Perah dan segera dialiri CO2, setelah itu dilakukan fermentasi in vitro dengan
menggunakan alat rumen tiruan.
Fermentasi In vitro
Metode ini diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu 0,5 gram sampel
dimasukkan ke dalam tabung fermentor kemudian ditambahkan 40 ml larutan
McDougall dan 10 ml cairan rumen, dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu
390C (Tilley and Terry, 1963). Setelah itu, cairan rumen dialiri gas CO2 selama 30
detik kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 4 jam,
kemudian tutup karet tabung fermentor dibuka dan diteteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk
membunuh mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge, lakukan
sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah
menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas.
Supernatan diambil untuk melakukan berbagai analisis (NH3 dan VFA). Supernatan
dimasukkan ke botol film, apabila tidak dilakukan analisis segera, sampel dapat
disimpan di freezer .
Analisis Koefisien cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
Tabung fermentor yang diisi dengan 0,5 gram sampel, ditambahkan 40 ml
larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam shaker bath
dengan suhu 39°C. Setelah itu, cairan rumen dialiri gas CO2 selama 30 detik
kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 48 jam. Setelah
48 jam dibuka tutup karet tabung fermentor dan diteteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk
membunuh mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge, lakukan
sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah
menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas.
Supernatan dibuang dan endapan hasil sentrifuge ditambahkan 50 ml larutan pepsin
16
HCl 0,2%. Campuran ini kemudian diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup
karet. Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no 41 (yang sudah
diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Endapan yang ada di kertas
saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven
1050C selama 24 jam, kemudian cawan porselen dikeluarkan dan dimasukkan ke
dalam eksikator lalu ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya.
Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada
suhu 450-6000C, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya.
Sebagai blanko digunakan cairan rumen dan larutan Mc Dougall tanpa sampel.
KCBK (%) =BKsampel (g) − (BKresidu(g) − BKblanko (g))
BK sampel (g)x100%
KCBO (%) =BOsampel (g) − (BOresidu (g) − BOblanko (g))
BOsampel (g)x100%
Analisis NH3 (Metode Mikrodifusi Cawan Conway)
Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin, supernatan yang
berasal dari proses fermentasi diambil 1 ml kemudian ditempatkan pada salah satu
ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3 jenuh sebanyak 1 ml ditempatkan pada
salah atu ujung cawan conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh
dicampur). Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dibagian
tengan cawan Conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin ditutup rapat
hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata
dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu
dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar, kemudian suhu kamar dibuka, asam
borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan dari biru
menjadi merah (Tilley dan Terry, 1963).
NNH3(mM) = ml H2SO4 x NH 2 SO4 x 1000
(g)sampel x BKsampel
Analisis VFA (Steam Destilation Method)
Presscooker diisi dengan aquadest sampai tanda maksimum kemudian
dipastikan air dari keran mengalir yang berfungsi sebagai pendingin. Kompor gas
dinyalakan, sehingga aquadest yang ada didalam presscooker tersebut mendidih dan
17
menghasilkan uap yang akan masuk ke tabung-tabung destilasi, hal ini menandakan
bahwa kita bisa memulai analisis VFA. Supernatan yang sama dengan analisis NH3
diambil sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Erlemeyer
yang berisi 5 ml NAOH 0,5 N ditempatkan dibawah selang tampungan 1 ml H2SO4
15% ditambahkan ke tabung destilasi yang sudah ada larutan sampel, kemudian
segera tutup penutup kacanya, dibilas dengan aquadest secukupnya. Uap air panas
akan mendesak VFA dan akan terkondensasi dalam pendinginan. Air yang terbentuk
ditampung labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai mencapai 250 ml.
Indikator PP (Phenol pthalein) ditambah sebanyak 1-2 tetes dan dititrasi dengan HCl
0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah menjadi merah muda seulas (Tilley dan
Terry, 1963).
VFAtotal (mM) =(a − b)ml x NHCl x (1000/5ml)
(g)sampel x BKsampel
Keterangan :
a = volume HCl blanko pereaksi ( hanya H2SO4 dan NaOH saja, tanpa sampel)
b = volumeHCl sampel
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan ransum dengan campuran hijauan dan konsentrat
60:40 dan tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan, perlakuan penelitian adalah:
R0 = ransum kontrol (60% rumput gajah + 40% konsentrat)
R1 = 50% rumput gajah + 10% kulit kopi fermentasi (KKf) + 40% konsentrat
R2 = 40% rumput gajah + 20% kulit kopi fermentasi (KKf)+ 40% konsentrat
R3 = 30% rumput gajah + 30% kulit kopi fermentasi (KKf)+ 40% konsentrat
R4 = 20% rumput gajah + 40% kulit kopi fermentasi (KKf)+ 40% konsentrat
Rancangan Percobaan untuk In vitro
Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan ransum dan 3 kelompok cairan rumen.
Dengan model matematik (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) :
18
Yij = µ + τi + βj + εij
Keterangan :
Yij = Nilai variabel hasil pengamatan
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan pemberian pakan ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = Perlakuan ransum (0,1,2,3)
j = Kelompok periode pengambilan cairan rumen (1,2,3)
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah koefisien cerna bahan
kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), VFA dan NH3.
Analisis Data
Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan
dilakukan uji berjarak ganda Duncan terhadap data yang berbeda nyata (Mattjik dan
Sumertajaya, 2006).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Pleurotus ostreatus pada Kulit Buah Kopi
Bahan baku kulit buah kopi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari
Provinsi Bengkulu. Menurut Kementan (2012), Bengkulu memiliki luas area
perkebunan tanaman kopi sebesar 56.210/ha dengan produksi 75.652,759 ton/tahun.
Bengkulu merupakan salah satu daerah produsen tanaman kopi yang mempunyai
limbah dari industri pengolahan buah kopi yang berlimpah. Kulit kopi merupakan
limbah yang didapatkan dari proses pengolahan buah kopi, dimana dalam proses
tersebut diperoleh berupa daging buah 42,20% dan kulit biji 5,90% atau total
produksi limbah 48,10% dari produksi buah basah (Londra dan Andri, 2007),
sedangkan menurut Pamungkas (2008), pengolahan kopi akan menghasilkan 45% ,
10% lendir, 5% kulit ari dan 40% biji kopi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram salah satunya adalah
sumber bahan baku untuk substrat tanam. Substrat yang biasa digunakan adalah
serbuk gergaji kayu, jerami padi, tongkol jagung, alang-alang dan ampas tebu.
Pertumbuhan yang paling baik ada di media serbuk gergaji dan jerami padi
penyebabnya adalah jumlah lignoselulosa, lignin dan serat pada serbuk gergaji
memang lebih tinggi (Trubus, 2007). Pertumbuhan miselium jamur tiram (Pleurotus
ostreatus) juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yaitu kandungan nutrien
substrat. Apabila substrat kurang akan nutrien maka miselium akan menyebar dengan
cepat untuk mencari makanan. Salah satu cara untuk memenuhi kekurangan nutrien
pada substrat maka kulit buah kopi tersebut dicampur dengan air, dedak, kapur, dan
gips. Air berfungsi sebagai pembentuk kelembaban dan sumber air bagi pertunbuhan
jamur. Dedak berfungsi untuk meningkatkan nutrien media tanam, terutama sebagai
sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen. Kapur berfungsi sebagai sumber kalsium
bagi pertumbuhan jamur dan mengatur pH media pertumbuhan jamur, sedangkan
gips berfungsi untuk memperkokoh suatu bahan campuran. Dari hasil pengamatan
yang dilakukan selama penelitian pertumbuhan miselium yang menggunakan serbuk
gergaji lebih cepat dibandingkan dengan kulit buah kopi. Hal ini disebabkan
kandungan nutrien serbuk gergaji lebih rendah dibandingkan kulit buah kopi
sehingga miselium pada serbuk gergaji akan menyebar lebih cepat untuk mencari
zat-zat makanan. Miselium pada baglog-baglog tidak ada yang mengalami
20
kontaminasi karena sebelumnya preparasi dilakukan secara sterilisasi. Kontaminasi
dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau
kondisi lingkungan tidak stabil. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh kondisi
yang tidak aseptis saat menginokulasikan bibit (Winarni dan Rahayu, 2002). Grafik
pertumbuhan miselium yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Miselium Kulit Buah Kopi yang Difermentasi dengan Pleurotus ostreatus
Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan miselium jamur tiram yang terdapat
pada baglog kulit buah kopi. Pengukuran dilakukan setiap hari sampai semua media
dipenuhi miselium pada hari ke 10. Pengukuran miselium tersebut menggunakan
mistar yang diukur pada bagian atas sampai bawah bagian botol selai. Miselium pada
kulit buah kopi cenderung tumbuh ke samping karena jamur tiram tersebut memiliki
partikel-partikel yang lebih jarang sehingga berusaha mencari zat-zat makanan untuk
pertumbuhannya, sedangkan miselium pada serbuk gergaji cenderung tumbuh
kebawah disebabkan partikel-partikel serbuk gergaji lebih rapat. Menurut Tripathi
dan Yadaw (1992), faktor-faktor yang saling berhubungan terhadap pertumbuhan
miselium adalah ukuran partikel dan kadar air substrat. Hal ini memberikan
informasi baru tentang substrat media pertumbuhan jamur mengingat selama ini
substrat yang digunakan untuk proses fermentasi jamur adalah serbuk gergaji
(Gunawan, 2000). Pertumbuhan miselium sudah dimulai pada hari 1 setelah tanam
dan selesai menutupi sebagian dan seluruh media pada hari ke 30-60 setelah tanam
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pertu
mub
uhan
mis
eliu
m (c
m)
Waktu pertumbuhan (hari)
KKf1
KKf2
KKf3
KKf4
KKf5
21
dan selanjutnya akan terjadi pertumbuhan tubuh buah atau periode generatif. Hasil
penelitian menunjukan nilai rata-rata suhu sebesar 30,97 0C ± 0,51 dan kelembaban
sebesar 56,8% ± 3,98.
Suhu udara memegang peranan yang penting pada budidaya jamur tiram
untuk mendapatkan pertumbuhan tubuh buah yang optimal. Umumnya suhu yang
optimal untuk pertumbuhan jamur tiram dibedakan dalam dua fase yaitu fase
inkubasi yang memerlukan suhu udara berkisar antara 23-25°C dengan kelembaban
80-90% dan fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu udara antara 18-20°C
(Sumarmi, 2006). Nilai rata-rata suhu dan kelembaban tersebut tidak sesuai dengan
pernyataan Sumarmi (2006), hal ini disebabkan faktor lingkungan di ruangan jamur
sehingga mempengaruhi suhu dan kelembaban, padahal selama inkubasi proses
perawatan dilakukan dengan menjaga agar tempat tumbuh tetap sejuk, lembab dan
bersih dengan cara pemberian karung goni basah dan penyemprotan sehingga suhu
dan kelembabannya tetap terjaga.
Limbah industri pertanian pada umumnya merupakan limbah lignoselulosa
yang merupakan bahan campuran yang sulit didegradasi dibandingkan dengan jenis
polisakarida lainnya (Widiastuti dan Panji, 2008). Lignin yang terkandung dalam
limbah industri sulit terdegradasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini kulit buah kopi
difermentasi dengan jamur Pleurotus ostreatus karena memiliki enzim ligninolitik
yang dapat mendegradasi senyawa organik kompleks untuk membentuk senyawa
yang larut yang selanjutnya dapat diserap oleh jamur untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya (Widiastuti dan Panji, 2008). Jamur tiram dapat memperbaiki nilai nutrisi
dari kulit buah kopi tersebut, hal ini dikarenakan sifat katabolik dan anabolik
mikroorganisme sehingga mampu memecah komponen yang lebih kompleks menjadi
mudah tercerna. Selama periode pertumbuhan miselium, miselium jamur tiram
(Pleurotus ostreatus) lebih mampu untuk mendegradasi lignin dan memegang
peranan penting dalam perkembangan miselium. Kemampuan degradasi akan
berkurang ketika primordia yaitu pembentuk tubuh buah.
22
Tabel 4. Hasil Analisis Komposisi Nutrien Kulit Buah Kopi asli dan yang difermentasi dengan Pleurotus ostreatus
Nutrien Kulit buah kopi asli (Kka)1)
Kulit buah kopi fermentasi (KKf)1)
Bahan Kering (%)
Abu (%)
Protein Kasar (%)
85,33
13,37
10,36
86,71
13,40
12,14
Serat Kasar (%) 39,42 46,83
Lemak Kasar (%)
Beta-N (%)
Ca (mg)
P(mg)
Hemiselulosa (%)
0,97
35,9
0,053
0,033
7,93
1,68
25,96
0,223
0,153
5,31
Selulosa (%) 19,51 24,79
Lignin (%)
NDF
ADF
65,42
95,17
87,18
45,03
79,39
74,07
Tanin (%) 2,472 0,322
Kafein (%)
TDN (%)
1,362
64,094
0,162
63,474
Sumber : 1Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2011) 2Mayasari et al (2009) 3Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB (2012)
4Sumber Perhitungan TDN : -54,572 +6,769 (SK)-51,083(LK)+1,851 (BETN)-0,334 (PK) -0,049 (BETN)2+3,384 (LK)2-0,086(SK) (BETN) + 0,687 (LK) (BETN) + 0,942(LK) (PK) – 0,112(LK)2 (PK) Hartadi et al (1997)
Tabel 4 menunjukkan peningkatan kandungan abu dari 13,37 % menjadi
13,40%. Hal ini diduga karena adanya kehilangan BK selama fermentasi. Menurut
Hal ini sesuai dengan pernyataan Taram (1995), bahwa kadar abu onggok yang
difermentasi setelah 6 hari meningkat dari 2,25% menjadi 4,24% karena adanya
kehilangan BK selama proses fermentasi. Peningkatan kandungan protein tersebut
disebabkan oleh kenaikan jumlah massa sel jamur dan adanya kehilangan bahan
kering selama fermentasi berlangsung. Peningkatan kandungan lemak disebabkan
oleh pertumbuhan dan perkembangbiakan jamur membentuk massa sel. Menurut
Gandjar (1983), peningkatan kandungan lemak kasar pada tape disebabkan
23
kandungan lemak yang berasal dari massa sel mikroba yang tumbuh dan berkembang
biak pada media selama fermentasi.
Nilai BETN sebelum difermentasi mengalami penurunan dari 35,9% menjadi
25,95%. Penurunan kandungan BETN erat kaitannya dengan pertumbuhan dan
perkembangbiakan dari jamur tiram yang menggunakan BETN sebagai sumber
utama energi. Selama aktivitas pertumbuhan dan perkembangbiakannya, kebutuhan
energi jamur disuplai karbohidrat, lemak dan protein. BETN merupakan salah satu
sumber karbohidrat yang mudah dicerna karena protein, gula dan pati yang terdapat
dalam bahan makanan menjadi hancur dan tinggal adalah selulosa, lignin, sebagian
dari pentosan-pentosan dan beberapa dan beberapa zat mineral (Anggorodi, 1979).
Jamur tiram merombak senyawa yang lebih mudah dicerna terlebih dahulu untuk
pertumbuhannya.
Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia
jamur, kemampuan jamur memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi
dan kehilangan bahan kering selama fermentasi dan peningkatan bahan organik.
Pertumbuhan miselia jamur dapat meningkatkan kandungan serat kasar dari 39,42%
menjadi 46,83%. Hal ini disebabkan penebalan dinding sel yang mengandung
selulosa. Dinding sel secara kimia terdiri dari karbohidrat seperti selulosa,
hemiselulosa, pektin dan bagian non karbohidrat (Winarno, 2010). Selulosa adalah
zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak sebagai material struktur dinding sel
semua tanaman sehingga semakin tua tanaman maka kandungan selulosa semakin
tinggi (Tilman et al., 1989) .Selama fermentasi jamur memecah serat kasar untuk
pertumbuhannya dalam memenuhi kebutuhan energi. Kandungan mineral Ca dan P
berubah selama fermentasi berlangsung karena mineral bahan mengalami perubahan
akibat akitivitas dan perkembangan mikroorganisme. Hal ini diduga kandungan
mineral Ca dan P yang meningkat disebabkan oleh kehilangan bahan kering yang
akan meningkatkan konsentrasi mineral Ca dan P. Menurut Anwar (1989),
peningkatan mineral Ca dan P tidak searah dengan peningkatan yang terjadi pada
kadar abu, meskipun kandungan abu merupakan gambaran kandungan mineral dalam
bahan makanan kemungkinan bahan makanan tersebut tidak hanya mengandung
mineral Ca dan P saja tetapi komponen mineral jenis lainnya yang tidak diketahui.
24
Penempelan miselium pada permukaan substrat untuk mendapatkan nutrisi,
diawali dengan sekresi enzim untuk mencerna sumber nutrien yang tersedia yaitu
dari molekul-molekul yang tidak larut menjadi substansi yang mudah larut. Jamur
tiram putih mengsekresi enzim-enzim ekstraseluler dan intraseluler terutama enzim-
enzim endoglukonase, silanase, fenol oksidase yang terdiri atas lakase dan beberapa
peroksidase (lignin peroksidase, mangan peroksidase dan versatil peroksidase),
enzim aril alkohol oksidase, aril alkohol dehidrogenase (sebelumnya dikenal sebagai
aril aldehida reduktase), dan veratril alkohol oksidase. Enzim-enzim tersebut
berperan mendegradasi selulosa, hemiselulosa, lignin juga berbagai hidrokarbon
aromatik dan fenol (Sannia et al., 1991).
Degradasi selulosa secara enzimatis terjadi karena adanya selulase sebagai
agen perombak bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik dari
rantai selulosa dan derivatnya. Enzim selulase kompleks umumnya terdiri dari tiga
unit yaitu endo-β-1,4 glukanase berperan secara acak menghidrolisis ikatan
glikosida-β-1,4 sepanjang rantai selulosa. Enzim ini tidak menghidrolisis selobiosa,
tetapi menghidrolisis selodekstrin yang telah direnggangkan oleh asam fosfat.
Terbukanya ujung selulosa memberi kesempatan kepada ekso-β- 1,4 glukanase
mereduksi ujung rantai selulosa non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa. Ekso-
β-1,4 glukanase (C1) atau selobio hidrolase, berperan pada pemecahan selodekstrin
yaitu selulosa yang telah direnggangkan oleh asam fosfat. Enzim ini mereduksi ujung
rantai selulosa non-pereduksi dan melepaskan satu unit selobiosa. Enzim C1 bekerja
pada daerah kristalin dari serat, tidak menghidrolisis selobiosa dan selulosa yang
tersubstitusi, tetapi dapat mereduksi selodekstrin. β-1,4 glukosidase menurunkan unit
enzim yang penting untuk mereduksi selobiosa dan selodekstrin menghasilkan
produk glukosa serta asam selobionat menjadi glukosa dan glukanolakton (Sangadji,
2009).
Hemiselulosa didegradasi oleh enzim silanase, merupakan kelompok enzim
endo dan ekso- β-1,4-D-silanase yang menyerang rantai silan secara acak,
menyebabkan turunnya derajat polimerisasi dari substrat. Hasil utamanya adalah
silosa, silobiosa termasuk oligomer silosa dan L-arabinosa. β-silosidase, mereduksi
silooligosakarida serta mengeluarkannya dari satu ujung rantai polimer menjadi
silosa. α-glukonase dibutuhkan untuk memecahkan 4-0-asam metil-glikoronik rantai
25
sisi menyebabkan oligomer mudah direduksi oleh β- silosidase. Mannase mereduksi
rantai β-1,4-D mannapiranosil dan manna. Esterase, merupakan asetil silan esterase
yang membebaskan kelompok O-asetil dari posisi C2 dan C3 pada silosa di dalam
silooligomer (Puls dan Poutanen, 1981). Degradasi hemiselulosa seperti halnya pada
selulosa dan pati, yaitu dengan memutuskan ikatan kimia diantara gugus gula dan
menghasilkan silosa, arabinosa dan glukosa ( Linko, 1977). Degradasi tersebut dapat
memutuskan ikatan komponen serat (hemiselulosa, selulosa, lignin) sehingga
diharapkan dapat menurunkan persentase komponen serat untuk meningkatkan
kecernaan serat secara in vitro.
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan
Pleurotus ostreatus
Rataan nilai KCBK dan KCBO ransum yang mengandung kulit buah kopi
yang diferementasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Nilai KCBK dan KCBO Ransum yang Mengandung KKf (%)
Parameter
Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
KCBK 66,80±1,57a 59,19±2,35b 56,22±1,89b 52,21±0,53c 47,51±0,38d
KCBO 67,85±1,29a 58,84±1,94b 55,56±1,99c 50,95±0,86d 46,18±0,76e
Keterangan : Superskrip pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01). R0= kulit kopi fermentasi 0%; R1 = kulit kopi fermentasi 10%; R2 = kulit kopi fermentasi 20%; R3 = kulit kopi fermentasi 30%; R4 = kulit kopi fermentasi 40%.
Hasil sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan fermentasi dengan jamur
Pleurotus ostreatus sangat berbeda nyata (P<0,01) dalam menurunkan KCBK dan
KCBO. Semakin meningkat level KKf dalam mensubstitusi rumput gajah di dalam
ransum, semakin menurun KCBK dan KCBO ransum tersebut. Hasil Uji Jarak
Berganda Duncan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dalam menurunkan
kecernaan antara perlakuan. Hal ini disebabkan karena lignin yang masih tinggi pada
kulit buah kopi fermentasi sehingga sulit dicerna oleh mikroba rumen sampai
pemberian level 40% didalam ransum. Serat kasar diduga kaya akan lignin dan
selulosa sehingga sulit dicerna (Van Soest, 1994).
26
Keadaan ini menunjukkan bahwa jamur yang diharapkan dapat mendegradasi
lignin belum memanfaatkannya (Indrayani, 1991). Kadar lignin berpengaruh
terhadap kecernaan karena keberadaan lignin dalam pakan tidak dapat diabaikan.
Jamur tiram yang difermentasi sampai umur 2 bulan masih memanfaatkan zat-zat
makanan yang lebih mudah didegradasi terlebih dahulu. Pleurotus ostreatus hanya
mampu menurunkan lignin sebesar 31,17%. Nilai kecernaan bahan kering (KCBK)
dan kecernaan bahan organik (KCBO) yang tertinggi adalah R0 yaitu pakan yang
tidak diberi kulit buah kopi fermentasi sedangkan nilai kecernaan terendah adalah R4
yaitu pakan yang diberi kulit buah kopi sebesar 40% dalam ransum.
Kecernaan bahan organik (KCBO) merupakan faktor penting yang dapat
menentukan nilai pakan (Sutardi, 1977). Tinggi dan rendahnya nilai kecernaan bahan
organik pakan selain dipengaruhi oleh kadar bahan organik dan lignin pakan juga
kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan dinding sel pakan itu sendiri karena
tingginya kadar bahan organik belum tentu mencerminkan banyaknya fraksi tanaman
yang mudah dicerna (Selly, 1994).
Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga
faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KCBK akan mempengaruhi
tinggi rendahnya KCBO ransum. Semakin tinggi KCBK maka semakin tinggi pula
peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan
komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan,
suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et
al., 2002).
Menurut Sumarmi (2006), jamur tiram memiliki serat mencapai 7,4-24,6 %
dimana serat jamur sangat baik untuk pencernaan. Jamur tiram putih cenderung
mengekresi enzim untuk merombak senyawa yang lebih mudah dirombak terlebih
dahulu. Misalnya jamur tiram akan mengeluarkan enzim untuk merombak pati
terlebih dahulu, sesudah itu akan dilanjutkan dengan perombakan senyawa lain yang
lebih kompleks (Sangadji, 2009). Anggorodi (1979), menyatakan bahwa lignin tidak
dapat diklasifikasikan sebagai suatu karbohidrat tetapi sering tidak terpisahkan
darigolongan zat-zat tersebut karena ligninterdapat dalam ikatan yang erat dengan
selulosa. Zat-zat tersebut mengandung karbon, hidrogen dan oksigen tetapi
27
perbandingan karbonnya lebih tinggi daripadayang terdapat pada karbohidrat. Dari
segi nutrisi selalu dihubungkan dengan selulosa dan hemiselulosa. Jumlah lignin dan
penempatannya tidak bermanfaat sebagai zat makanan bahkan mempunyai efek yang
merugikan terutama dalam hal ketersediaan zat makanan untuk diabsorbsi.
Fermentabilitas Ransum yang Mengandung Kulit Buah Kopi Hasil Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus
Rataan produksi VFA dan NH3 ransum yang mengandung kulit buah kopi
yang diferementasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Produksi VFA dan NH3 Ransum yang Mengandung KKf (mM)
Parameter
Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
VFA 158,28±31,72a 125,02±16,37b 121,25±11,05b 117,70±12,88b 107,47±12,97b
NH3 12,19±4,80 11,84±5,90 12,14±5,94 13,41±5,80 12,23±7,35
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). R0= kulit kopi fermentasi 0%; R1 = kulit kopi fermentasi 10%; R2 = kulit kopi fermentasi 20%; R3 = kulit kopi fermentasi 30%; R4 = kulit kopi fermentasi 40%
Volatile Fatty Acid (VFA)
Nilai Volatile Fatty Acid (VFA) pada penelitian ini berkisar antara 107,47-
158,28 milimol/liter (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pemberian
berbagai tingkat kulit buah kopi fermentasi berpengaruh nyata menurunkan
konsentrasi VFA dalam cairan rumen setelah dilakukan analisis sidik ragam. Hal ini
diduga bahwa Pleurotus osteratus tidak seluruhnya mampu mendegradasi lignin
pada kulit buah kopi. Selain itu diduga bahwa karbohidrat struktural dalam kulit buah
kopi fermentasi sampai 40% dalam ransum sudah pada kondisi sulit dicerna,
sehingga tidak memberikan kesempatan pada mikroba rumen untuk mendegradasi
fraksi karbohidrat struktural (selulosa dan hemiselulosa) (Parakkasi, 1999). Oleh
karena itu, terjadi penurunan produksi VFA dari setiap perlakuan.
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan kontrol berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap keempat perlakuan dan keempat perlakuan tidak berpengaruh
nyata diantara perlakuan. Hal ini juga diduga mikroba di dalam rumen tidak dapat
menggunakan secara langsung fraksi karbohidrat struktural sebagai energi untuk
pertumbuhannya. Ini disebabkan proses fermentasi mungkin tidak terjadi sempurna
karena suhu dan kelembaban tidak ideal untuk pertumbuhan jamur tiram serta ikatan-
28
ikatan pada zat-zat nutrisi yang sangat kuat, sehingga selulosa dan lignin sulit untuk
didegradasi oleh mikroba rumen yang akhirnya dapat menurunkan produksi VFA.
Selain itu hal ini juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan kandungan
karbohidrat dan serat kasar pada masing-masing ransum perlakuan.
Hasil peneltian ini menunjukkan produksi VFA dari kelima perlakuan secara
keseluruhan masih dalam kisaran normal di dalam rumen (107,47-158,28
milimol/liter), sesuai dengan pendapat Sutardi (1977) kisaran produksi VFA yang
optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 80-160 milimol/liter. Perbedaan
konsentrasi VFA berhubungan dengan ketersediaan BETN yang merupakan sumber
energi untuk aktivitas bakteri. BETN ransum kontrol paling tinggi dibandingkan
dengan ransum perlakuan . Produksi VFA adalah indikator kecernaan karbohidrat
di dalam rumen yang merupakan bagian dari bahan organik pakan. Perbedaan
produksi VFA antar perlakuan dapat disebabkan oleh kecernaan bahan organiknya.
Kecernaan bahan organik ransum kontrol lebih tinggi dibandingkan kecernaan bahan
organik ransum perlakuan sehingga dapat mempengaruhi produksi VFA. Sebagian
besar VFA diserap langsung melalui dinding rumen hanya sedikit asetat, beberapa
propionat dan sebagian besar butirat termetabolisme dalam dinding rumen
(Parrakasi, 1999).
Amonia (NH3)
Konsentrasi NH3 pada penelitian ini berkisar antara 11,84-13,81 mM (Tabel
6). Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pemberian berbagai tingkat kulit buah kopi
fermentasi dalam ransum terhadap konsentrasi amonia dalam cairan bervariasi pada
setiap perlakuan. Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pengaruh perlakuan
menunjukkan tidak berbeda nyata artinya perlakuan yang diberi kulit kopi fermentasi
sampai 40% didalam ransum tidak mempengaruhi konsentrasi NH3 tetapi cenderung
menurun.
Hal ini diduga karena adanya pengikatan protein oleh tanin. Proses fermentasi
dari Pleurotus ostreatus tidak seluruhnya mampu mendegradasi tanin sehingga tanin
mengikat protein yang mengakibatkan perombakan protein sebagai sumber amonia
di dalam rumen tidak terjadi. Menurut hasil penelitian (Mayasari et al, 2009) protein
kulit buah kopi fermentasi sebagian terikat dalam bentuk kompek tanin-protein yang
merupakan senyawa tanin yang sulit dicerna. Selain itu diduga nilai protein pada
29
setiap ransum perlakuan sekitar 33 % sehingga produksi amonia yang dihasilkan juga
tidak terlalu berbeda. Kenaikan protein pada penelitian ini tidak terlalu banyak,
karena kulit buah kopi tersebut tidak ditambahkan sumber nitrogen sehingga
kenaikan protein yang terjadi hanya bersal dari sumbangan mikroba. Jika pakan
defisiensi akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia
dalam rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan pakan (McDonald
et al., 2002).
Hasil penelitian ini menunjukkan produksi NH3 dari kelima perlakuan secara
keseluruhan masih dalam kisaran normal di dalam rumen (11,84-13,81Mm), sesuai
dengan pendapat McDonald et al (2002) kisaran produksi NH3 yang optimal untuk
pertumbuhan mikroba rumen adalah 6-21 mM. Hal ini menandakan bahwa
perlakuan yang diujikan mampu menyediakan amonia untuk pertumbuhan mikroba
rumen yang baik. Konsentrasi NH3 rumen menunjukkan banyaknya kandungan
protein kasar (PK) yang dirombak oleh mikroba rumen. Amonia merupakan sumber
nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia dibebaskan dalam rumen
sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora, 1995).
Faktor utama yang mempengaruhi penggunaan NH3 adalah ketersediaan
karbohidrat dalam ransum yang berfungsi sebagai energi untuk pembentukan protein
mikroba. Mikroba dapat memanfaatkan NH3 harus disertai dengan sumber energi
yang mudah difermentasi (Sutardi, 1977). Konsentrasi NH3 mencerminkan jumlah
protein ransum yang terdapat di dalam rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh
kemampuan mikroba rumen dalam mendegradasi protein ransum.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
selama 2 bulan hanya dapat menggantikan penggunaan rumput gajah di dalam
ransum sapi perah laktasi sebesar 20% karena masih di dalam kisaran normal nilai
KCBK dan KCBO serta produksi VFA dan NH3. Pemberian kulit buah kopi yang
difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) sampai 40% dalam ransum
dapat menurunkan kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik
(KCBO), Volatile Fatty Acid (VFA), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap NH3.
Saran
Perlu penelitian lanjut yang menelusuri penyebab rendahnya penggunaan
kulit buah kopi yang difermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) di dalam
ransum dan penggunaan kulit buah kopi sebanyak 20% dalam ransum dapat
diaplikasikan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas segala
berkat, penyertaan dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.
Dwierra Evvyernie. A., MS., M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing utama skripsi serta Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc selaku dosen
pembimbing anggota skripsi atas bimbingan, arahan dan masukan yang telah
diberikan kepada penulis selama belajar dan menyusun skripsi di Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Dr.Ir. Idat Galih Permana,
M.Sc.Agr selaku penguji seminar atas saran yang diberikan untuk memperbaiki
skripsi penulis. Terima kasih kepada Dr. Irma Arief, S.Pt, M.Si dan Dr. Anuraga
Jayanegara, S.Pt, M.Sc selaku dosen penguji sidang atas saran yang diberikan untuk
skripsi penulis. Terima kasih kepada Ir. Lilis Khotijah, M.Si sebagai dosen panitia
dan Irma Badrina, S.Pt, MP yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti proyek
hibah bersaing dalam penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Papa Edison Marpaung dan
Mama Asni Roosline Purba selaku orangtua penulis atas kasih sayang, doa dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada adik-adik
penulis,tulang, nantulang, uda dan nanguda serta seluruh keluarga besar penulis atas
kasih sayang, doa dan dukungan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Reginald dan sahabat
tersayang (Erwin, Arietha, Juliani, Meta) serta Grup Cos Alpa atas doa, dukungan
dan canda tawa. Temen kelompok kecil (Yosefin, Lusiana, Vonika), Ester, Silvi,
Junita, Oliv, Stefani, Ruth, Kiki dan Tini. Seluruh teman-teman Genetic 45 (Selvina,
Dina, Goki, Lasma, Lia, Rio, Rosi), Kosan Dwi Regina, Kopral 45, KPA dan POPK
Fapet atas kebersamaan dan canda tawa. Terima kasih juga kepada teman bimbingan
akademik (Gina, Citra, Dila) dan staf laboratorium (Bu Dian dan Mbak Nur) atas
arahan dan bimbingan selama penelitian serta teman-teman yang tidak bisa
disebutkan satu persatu atas kebersamaan, dukungan dan doa yang selama ini
diberikan kepada penulis.
Bogor, Agustus 2011
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A .1989. Nilai nutrisi ogrea (campuran onggok dan urea yang difermentasi dengan Aspergillus niger) pada ruminansia. Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Anggorodi, 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Hewan Ruminansia. Terjemahan: R. Muwarni. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2000-2009 (Kopi), Jakarta.
Braham, J. E. & R. Bressani. 1979. Coffee Pulp Composition, Technology and Utilization. International Development Research Center. Ottawa, Canada.
Cullison, A. E, T.W. Perry & R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. Sixth Edition. Prentice Hall, New Jersey.
Gandjar, I. 1983. Perkembangan Mikrobiologi dan Bioteknologi di Indonesia. Jakarta: Mikrobiologi di Indonesia. PR HIMJ. PP. 422-424.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo & A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Indrayani, I. 1991. Koefisien cerna in vitro, produksi VFA total dan NH3 jerami padi yang difermentasikan dengan jamur Pleurotus ostreatus. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kaufmann, W. H., Hagemier & G. Dirksen. 1980. Adaptation to Changes in Dietary Compotition Level and Frequency of Feeding. Ct AVI publishing, Westport.
Kementrian Pertanian. 2012. Statistik Pertanian 2011. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian.
Kuo M. 2005. Pleurotus ostreatus: The oyster mushroom. http://www.mushroomexpert.com/pleurotus_ostreatus.html [30 Mei 2012].
Linko, M. 1997. Biological treatment of straw at commercial farm levels, pp.39-50. Proc. Of New Feed Resources, In: FAO (Ed). New Feed Resources. Proc. of a Tech. Consultation, Rome 22-24 November. 1998. FAO, Rome.
Londra, I. M & K. B. Andri. 2007. Potensi pemanfaatan limbah kopi untuk pakan penggemukan kambing peranakan Etawah. Seminar Nasional Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian: 536-542.
Makkar, H. P. S. 2004. Recent advances in the in vitro gas method for evaluation of nutritional quality of feed resources. In: Assessing Quality and Safety of Animal Feed. FAO Animal Production and Health Series 160. FAO, Rome, pp.55-58.
Mattjik, A. A & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan : dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.
33
Mayasari, N, I. N. P. Aryantha, A. Rochana & T. Dhalika. 2009. Pengaruh penambahan canephora) produk fermentasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dalam ransum terhadap konsentrasi VFA dan NH3 (invitro). KPP ilmu hayati LPPM ITB. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung.
Mc Donald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalg & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition, 6th Edition. Longman Scientific and Technical Co. Published in The United States with John Willey and Sons inc, New York.
National Research Council. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle. The 7th Resived Edition. National Academy Press, Washington DC.
Pamungkas, R. & R. Utomo. 2008. Kecernaan bahan kering in sacco tumpi jagung dan kulit kopi substrat tunggal dan kombinasi sebagai pakan basal sapi potong. Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner. Fakultas Peternakan, Gadjah Mada, Yogyakarta.
Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hal: 75-226.
Prayitno, C. H. 2008. Suplementasi mikromineral pada limbah agroindustri yang difermentasi Trichoderma viridae yang ditinjau dari konsentrasi VFA dan NH3 secara in vitro. Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Parlindungan, A. K. 2000. Pengaruh konsentrasi urea dan TSP di dalam air rendaman baglog alang- alang terhadap pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI, Pekanbaru.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2011. Kulit buah kopi yang difermentasi sebagai pakan kambing. http://www.puslitbangnak.html. [18 Juni 2012].
Puls, J & K. Poutanen. 1981. Mechanism of Enzyme Hidrolisid of Hemiselulosa (xylan) and Procedure for Determination of the Enzyme Activities Involved. BFH Institut of Wood Chestry Leuchnecster, Hamburg.
Ridwansyah, 2003. Teknologi Pertanian : Pengolahan Kopi. Universitas Sumatera Utara Press, Medan.
Sangadji, I. 2009. Mengoptimalkan pemanfaatan ampas sagu sebagai pakan ruminansia melalui biofermentasi dengan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan amoniasi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sannia, G., P. Limoggi, E. Cocca, F. Buonocore, G. Niti & P. Giardina. 1991. Purification and Characterization of Veratryl-Alcohol Oxidase Enzyme from the Lignin Degrading Basidiomycetes Pleurotus ostreatus. Biochim. Biophys. Acta. 1073.114-119.
Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan serat bermutu rendah dengan amoniasi dan inokulan digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
34
Sumarmi. 2006. Botani dan tinjauan gizi jamur tiram putih. Jurnal Inovasi Pertanian 4 (2) : 124-130.
Susilawati & B. Raharjo. 2010. Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus var florida) yang ramah lingkungan. BTPP Sumatera Selatan, Palembang.
Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan- FAO, Bandung.
Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradai oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Proceeding Seminar dan Penunjang Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor.
Taram. 1995. Pengaruh lama fermentasi dan jenis kapang terhadap perubahan kandungan onggok zat-zat makanan onggok. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tripathi, J.P & J.S. Yadaw. 1992. Optimation of Solid Substrate Fermentation of Wheat Straw Into Animal Feed by Pleurotus ostreatus: A Pillot Effort. In: Blan R and Van Soest PJ (Ed) J. Anim. Feed Sci. Tech. 37.59-72.
Trubus. 2007. Pijakan anyar jamur tiram. Jakarta: Trubus Swadaya. Hal. 21-27.
Tilley, J. M. A. & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J. Of British Grassland 18 : 104-111.
Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. Cornell University Press, Ithaca, New York, 476 pp.
Volk T. J. 1998. This month's fungus is Pleurotus ostreatus, the Oyster mushroom. http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/oct98.html [30 Mei 2012].
Widiastui, H. & T. Panji. 2008. Pola aktivitas enzim ligninolitik Pleurotus ostreatus pada limbah sludge pabrik kertas. Menara Perkebunan 76 (1) : 47-60.
Widyastuti, N. & Koesnandar. 2005. Shitake dan jamur tiram : penghambat tumor dan penurun kolesterol. Cetakan pertama, Jakarta: Agro Media Pustaka.
Winarni. I. & U. Rahayu. 2002. Pengaruh formulasi media tanam dengan bahan dasar serbuk gergaji terhadap produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Matematika Sains dan Teknologi, 3 (2) : 20-27.
Winarno, F. G. 2010. Enzim Pangan. Mbrio Press, Bogor.
Wirdah, R. H. 2000. Evaluasi nilai energi metabolisme ransum yang mengandung kulit buah kopi pada ayam kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBK
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 14 662,071 47,290
Perlakuan 4 637,936 159,484 121,172 3,837 7,006
Kelompok 2 13,605 6,802 5,168 4,450 8,649
Galat 8 10,529 1,316
Lampiran 2. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap KCBK
Perlakuan N Subset
1 2 3 4
5 3 47,510
4 3 52,220
3 3 56,220
2 3 59,193
1 3 66,806
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap KCBO
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 14 883,428 59,530
Perlakuan 4 811,894 202,973 217,844 3,837 7,006
Kelompok 2 14,08 7,040 7,555 4,459 8,649
Galat 8 7,453 0,931
Lampiran 4. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap KCBO
Perlakuan N Subset
1 2 3 4 5
5 3 46,183
4 3 50,950
3 3 55,567
2 3 58,843
1 3 67,856
37
Lampiran 5 . Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap VFA
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 14 7895,454 563,961
Perlakuan 4 4433,253 1108,313 4,216 3,837 7,006
Kelompok 2 1359,284 679,642 2,585 4,459 8,649
Galat 8 2102,917 262,864
Lampiran 6. Hasil Uji Duncan Ransum terhadap VFA
Perlakuan N Subset
1 2
5 3 107,474
4 3 117,704
3 3 121,257
2 3 125,026
1 3 158,285
Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Ransum terhadap NH3
SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 14 33,351 2,382
Perlakuan 4 3,291 0,822 1,244 3,837 7,006
Kelompok 2 24,770 12,385 18,733 4,459 8,649
Galat 8 5,289 0,661
38
Lampiran 8. Data Suhu dan Kelembaban Ruangan Jamur Tiram
Waktu (hari) Suhu (°C) RH (%)
1 29,9 59
2 30,6 54
3 31,3 63
4 31,3 53
5 31,3 55
6 30,7 64
7 30,6 53
8 31,6 56
9 31,1 55
10 31,3 56
39
Dokumentasi Penelitian
Cawan Conway Pompa Vakum
Shaker Water Bath Destilasi VFA
Alat Titrasi NH3 Bibit untuk Inokulasi
Kulit Buah Kopi Fermentasi Rak untuk fermentasi
top related