efektifitas pemberian dosis kombinasi …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34076.pdf · i efektifitas...
Post on 05-Mar-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
EFEKTIFITAS PEMBERIAN DOSIS KOMBINASI (GLIBENKLAMID+
EKSTAK KUNYIT) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA
DARAH PADA TIKUS PUTIH SEBAGAI MODEL
DIABETES MELITUS TIPE 2
Naskah Publikasi
KHAIRI AMRUDDIN
20080320166
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Naskah Publikasi
EFEKTIFITAS PEMBERIAN DOSIS KOMBINASI (GLIBENKLAMID+
EKSTAK KUNYIT) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA
DARAH PADA TIKUS PUTIH SEBAGAI MODEL
DIABETES MELITUS TIPE 2
Telah diseminarkan dan diujikan pada tanggal :
…..,…………… 2014.
Oleh :
Khairi Amruddin
20080320166
Pembimbing:
1. Yanuar Primanda, S.Kep., Ns, MNS (…………………………………)
2. Dyah Rivani, S.Kep., Ns (…………………………………)
Penguji:
drh. Tri Wulandari, M.Kes (…………………………………)
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(Sri Sumaryani, S.Kep., Ns, M.Kep, Sp.Mat)
iii
PERNYATAAN
Dengan ini kami selaku pembimbing karya tulis ilmiah mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta:
Nama : Khairi Amruddin
No Mahasiswa : 20080320166
Judul : Efektifitas Pemberian Dosis Kombinasi (Glibenklamid +
Ekstak Kunyit) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa
Darah Pada Tikus Putih Sebagai Model Diabetes Melitus
Tipe 2
Setuju/tidak*) naskah ringkasan penelitian yang telah disusun oleh yang
bersangkutan dipublikasikan dengan/tanpa*) mencantumkan nama pembimbing
sebagai co-author.
Demikian harap maklum.
Yogyakarta,……,….……, 2014
Pembimbing:
1. Yanuar Primanda, S.Kep., Ns, MNS (………………….…………)
2. Dyah Rivani, S.Kep., Ns (………………….…………)
*) coret yang tidak perlu
1
The Effectivity of Combination Dosage (Glibenklamid+Turmeric Extract)
On Blood Glucose of Diabetic Rats Type 2
ABSTRACT
Khairi Amruddin1, Yanuar Primanda
2, Dyah Rivani
2, Tri Wulandari
3
Student Research Project, School of Nursing, Faculty of Health and Medicine,
Muhammadiyah University of Yogyakarta, 2014
Diabetic case in Indonesia was very significantly increased in every year,
than we need the studies of diabetic treatments. Diabetes is metabolic disorder
that needs comprehensive treatment in long term that the blood glucose must be
stable. The unstable blood glucose (too high or too low) caused some
complication disease, if there was no accurate treatment could be a mortal case.
The purpose of this study is to look at the effectiveness of turmeric extract
in lowering blood glucose (blood sugar) in combination with a sulfonylurea
(glibenclamide), because in a previous study conducted by Santoshkumar (2013),
turmeric extract is not effective in lowering blood glucose levels in the study
acute (less than 7 days).
Object that used in this study ware 30 male white rats (albino wistar rats)
with body wight 150-200 g, age 2-3 months. This research is true experimental.
The research of this study placed at Agrotegnology laboratory and FKIK
laboratory in 39 days. The dosage of extracts combination was divided into three
kind of dosage: 150 mg, 300 mg and 500 mg.
The results showed a decrease in blood glucose levels significantly in all
treatment groups. There is the death of the animals tested positive in the control
group (singular dose of glibenclamide) and treatment group 3 (combination of
glibenclamide + extract 500 mg) as a result of hypoglycemia. The reduction of
blood glucose levels quite well and effectively occurred in the treatment group 1
(combination of glibenclamide + extract 150 mg). The combination dosage of
glibenklamide and turmeric extract on blood glucose of diabetic rats type 2 was
very effective.
Key words : combination dosage, diabetic rats type 2, turmeric extract, curcuma.
1Nursing student, 2Author; Lecture of Nursing program at Health and Medical Faculty Muhammadiyah
University of Yogyakarta, 3Examiner; Lecture of Nursing and Medical program at Health and Medical
Faculty Muhammadiyah University of Yogyakarta.
2
Efektifitas Pemberian Dosis Kombinasi (glibenklamid+ekstrak kunyit)
Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Putih
Sebagai Model Diabetes Melitus Tipe 2
Khairi Amruddin1, Yanuar Primanda
2, Dyah Rivani
2, Tri Wulandari
3
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2014
INTISARI
Angka kejadian diabetes melitus di Indonesia semakin meningkat setiap
tahunnya, oleh karena itu diperlukan berbagai penelitian terkait untuk
penaganannya. Diabetes merupakan penyakit metabolik yang memerlukan
penanganan komprehensif dalam jangka panjang sehingga kadar glukosa darah
pasien tetap dalam ambang normal (setabil). Kadar glukosa darah yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan berbagai gangguan dalam tubuh dan
berbagi penyakit komplikasi, jika tidak segera diatasi dapat terjadi kematian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efekktifitas ekstrak
rimpang kunyit dalam menurunkan kadar glukosa darah (gula darah) jika
dikombinasikan dengan sulfonilurea (glibenklamid), karena dalam penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Santoshkumar (2013), ekstrak kunyit tidak
efektif menurunkan kadar gula darah dalam studi akut (kurang dari 7 hari).
Objek penelitian yang digunakan adalah 30 ekor tikus putih jantan
(albino wistar rat) dengan berat badan 150-200 gram, umur 2-3 bulan. Penelitian
ini merupakan penelitian true experimental. Penelitian dilaksanakan laboratorium
Agrotegnologi dan laboratorium FKIK selama 39 hari. Dosis ekstrak untuk
kombinasi dibagi menjadi tiga: 150 mg, 300 mg dan 500 mg. Analisa data untuk
uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk, sedangkan uji beda menggunakan
Two way anova.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan kadar glukosa darah
yang signifikan pada semua kelompok perlakuan. Terdapat kematian hewan uji
pada kelompok kontrol positif (dosis tungal glibenklamid) dan kelompok
perlakuan 3 (kombinasi glibenklamid+ekstrak 500 mg). Proses penurunan kadar
glukosa darah cukup baik dan efektif terjadi pada kelompok perlakuan 1
(kombinasi glibenklamid+ekstrak 150 mg). Kombinasi glibenkalimid dan ekstrak
kunyit cukup efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih
sebagai model diabetes tipe 2.
Kata Kunci : Ekstrak rimpang kunyit, tikus putih sebagai model diabetes tipe 2.
1Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan, 2Pembimbing; Dosen Prodi Ilmu Keperawatan FKIK Universitas
Muhammadiyah Yogyakarts, 3Penguji; Dosen Prodi Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter FKIK
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer &
Bare, 2001). Diabetes melitus dikenal juga sebagai penyakit metabolik yang
bersifat kronis (Atun, 2010). Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami
peningkatan yang cukup besar. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO)
pada tahun 2000 menunjukkan jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta
dan diprediksikan akan mencapai 366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia Tenggara
terdapat 46 juta dan diperkirakan meningkat hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030
(WHO, 2008). Indonesia menempati urutan ke tujuh di dunia saat ini (IDF
(International diabetes federation) Atlas, 2012).
Setengah dari jumlah kasus diabetes melitus di Indonesia tidak
terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya
komplikasi (IDF Atlas, 2012). Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah
diabetes tipe 2, penderita biasanya mempunyai riwayat gangguan resistensi
insulin (Waspadji, 2007). Diabetes tipe 2 akan meningkat 5 sampai 10 kali lipat
karena terjadi perubahan rural-herbal menjadi urban (gaya hidup herbal menjadi
modern) (Soegondo, 2007).
Diabetes melitus diakibatkan oleh beberapa faktor resiko. Faktor-
faktor resiko tersebut diantaranya adalah riwayat keluarga penderita DM, kadar
glukosa darah pernah melebihi 140 mg/dl, perempuan yang memiliki riwayat
melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg, menderita penyakit liver
4
kronis, menderita infeksi virus tertentu, terlalu lama mendapat terapi obat
golongan kortikosteroid, dan terkena paparan insektisida (Atun, 2010). Sedangkan
menurut penyebabnya, diabetes dapat disebabkan oleh dua faktor yang berkaitan
dengan proses produksi insulin oleh pankreas dan sensitifitas insulin terhadap
glukosa (Smeltzer & Bare, 2001).
Diabetes memerlukan penanganan yang komprehensif dalam jangka
panjang sehingga kadar glukosa darah pasien tetap dalam ambang normal
(setabil). Kadar glukosa darah yang tidak setabil dapat mengakibatkan kekacauan
homeostasis dalam tubuh atau sebaliknya. Kompliksai makro atau mikro vaskuler
seperti infark miokardium, arterosklerotik aorta, retinopati dan nefropati akan
semakin berat (Smeltzer & Bare, 2001). Komplikasi makrovaskuler terjadi akibat
adanya gangguan pada sistem pembuluh darah besar (arteri) sehingga yang
terkena adalah organ-organ yang mempunyai pembuluh darah besar misalnya
pembuluh aorta jantung, sedangkan komplikasi mikrovaskuler diakibatkan oleh
adanya ganguan pada pembuluh darah kecil (perifer) seperti misalnya retinopati
pada mata dan nefroptai pada glomerulus ginjal (Guyton & Hall, 2007).
Dalam penatalaksanaan diabetes penggunaan obat antidiabetik
(antihiperglikemik) masih memiliki banyak kekurangan. Glibenklamid cenderung
meningkatkan berat badan, LTF (liver function test), ADH (anti diuretic
hormone), dapat menganggu saluran pencernaan, penglihatan, hipoglikemia,
menyebabkan sakit kepala, leukopenia, agranulositosis, trombositopenia, anemia
hemolitik, anemia aplastik, pansitopenia, dan hiponatremia (Ahyana, 2011).
5
Terapi komplementer (Complementary therapy, terapi pendamping)
berupa herbal saat ini telah menjadi trend untuk penanganan diabetes. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh susanti (2009), menyebutkan bahwa dari 38 pasien
diabetes tipe 2 yang menjadi responden terdapat 9 pasien yang menggunkan
herbal. Sebanyak 8 pasien menggunkan herbal sebagi terapi pendamping
(kombinasi), dan 1 pasien yang menggunakan herbal sebagai terapi utama tanpa
menggunakan obat kimia. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya dilakukan
penelitian lebih lanjut agar nantinya pasien dan pelayan kesehatan lebih mengenal
terapi-terapi herbal, sehingga dapat diterapakan secara lebih baik.
Kunyit (Curcuma domestica val) merupakan salah satu jenis tanaman
herbal yang banyak dijumpai, dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Khaled dan Mahfouz (2011), menyebutkan bahwa kunyit dapat meningkatkan
sensitivitas insulin, hal ini dilihat dengan menggunakan RIST (Rapid insulin
sensitivity test) dan HOMA-IR (Homeostasis model assessment of insulin
resistence), dalam penelitian tersebut kurkumin (kandungan utama dalam kunyit)
membuat insulin lebih cepat bereaksi dengan glukosa yang ditandai dengan
penurunan kadar glukosa dalam darah. Sementara itu Nwozo, Adaramoye dan
Ajaiyeoba (2009) menemukan bahwa ekstrak kunyit mampu menjadi agen anti-
hiperglikemik dan hipolipidemik, ini mungkin karena kurkumin mampu
menurunkan sintesis kreatinin. Sedangkan efek anti-hiperglikemik tidak
dijelaskan secara detail, hanya sebatas analisa pada tabel hasil penelitian.
6
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (adanya metode
sampling, kelompok kontrol, dan intervensi) menggunakan rancangan penelitian
pretes-postes. Rancangan ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok
eksperimen yang telah dipilih secara acak (Nursalam, 2003).
Penelitian ini menggunakan tikus jantan (tikus putih) sehat yang diperoleh
dari laboratorium FKIK UMY sebanyak 30 ekor (5 ekor cadangan), dengan berat
badan 150-200 gram, umur 2-3 bulan yang sudah terkondisikan sebagai hewan uji
(sudah mampu beradaptasi). Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, masing
masing kelompok terdiri dari 6 ekor (1 cadangan). Kelompok kontrol negatif
(induksi aloksan tanpa diberi terapi apapun), kelompok kontrol positif (induksi
aloksan, diberi glibenklamid), kelompok perlakuan 1 (kombinasi
glibenklamid+ekstrak kunyit 150 mg), kelompok perlakuan 2 (kombinasi
glibenklamid+ekstrak kunyit 300 mg), dan kelompok perlakuan 3 (kombinasi
glibenklamid+ekstrak kunyit 500 mg). Pengukuran kadar glokosa darah dilakukan
setelah perlakuan hari ke 3, 7 dan 13.
7
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 (signifikansi perbedaan kadar glukosa darah antar kelompok)
Perbandingan Antar Kelompok Sig
Non perlakuan* Terapi glibenklamid (0,9 mg) 0,000
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 150 mg 0,000
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 300 mg 0,000
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 500 mg 0,000
Terapi glibenklamid* Non perlakuan 0,000
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 150 mg 0,757
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 300 mg 0,002
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 500 mg 0,056
Terapi kombinasi
glibenklamid+ ekstrak 150 mg*
Non perlakuan 0,000
Terapi glibenklamid (0,9) 0,757
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 300 mg 0,000
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 500 mg 0,001
Terapi kombinasi
glibenklamid+ ekstrak 300 mg*
Non perlakuan 0,000
Terapi glibenklamid (0,9) 0,002
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 150 mg 0,000
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 500 mg 0,801
Terapi kombinasi
glibenklamid+ ekstrak 500 mg*
Non perlakuan 0,000
Terapi glibenklamid (0,9) 0,056
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 150 mg 0,001
Terapi kombinasi gliben+ ekstrak 300 mg 0,801
Keterangan :
Tanda * merupakan kelompok pembanding; contoh cara membacanya adalah
sebagai berikut:
1. Signifikansi antara kelompok non perlakuan dan kelompok terapi
kombinasi gliben+ekstrak 150 mg adalah 0,00 (cukup signifikan).
2. Signifikansi antara kelompok terapi glibenklamid dan kelompok terapi
kombinasi gliben+ekstrak 150 mg adalah 0,757 (tidak signifikan).
8
Gambar 4.1 Garafik hasil pengukuran kadar glukosa darah tiap kelompok/ Time axis
Gambar 4.1 Garafik hasil pengukuran kadar glukosa darah tiap kelompok/ Time axis
9
Setelah dilakukan pengumpulan dan analisa data, dapat diketahui
bahwa terjadi kenaikan kadar glukosa darah yang signifikan pada setiap
kelompok setelah diinduksi aloksan yaitu rata-rata kenaikan diatas 200 mg/dl
(lihat gambar 4.2 garis putus-putus warna hijau). Kenaikan kadar glukosa
darah ini mengindikasikan induksi aloksan berhasil dilakukan, artinya aloksan
berhasil mempengaruhi produksi maupun sensitifitas insulin (Santoshkumar et
al., 2013). Pada kelompok yang tidak diberi terapi atau perlakuan apapun
kenaikan kadar glukosa darah ini terus berlanjut hingga akhir penelitian, dapat
dilihat menggunakan grafik (gambar 4.1 garis putus-putus warna hitam) ini
dikarenakan adanya gangugan pada sekresi insulin maupun adanya penurunan
sensitifitas insulin yang terus berlanjut sesuai dengan apa yang dijelaskan
sebelumnya bahwa aloksan dapat mempengaruhi kinerja sel β pankreas.
Pada kelompok yang diberikan dosis tunggal glibenklamid, terjadi
penurunan kadar gloksa darah yang signifikan (signifikansi penurunan glukosa
darah antara sebelum dan sesudah pemberian adalah 0,00). Pada kelompok ini
terdapat kematian satu ekor hewan uji pada perlakuan ke tiga, ini
kemungkinan akibat terjadinya syok hipoglikemik, ditandai dengan adanya
tremor pada hewan uji. Dalam pengobatan jangka pendek glibenklamid
menyebabkan deregulasi sel β pankreas (meningkatkan rangsangan sekresi
insulin yang sangat cepat), sedangkan pada jangka panjang meningkatakan
efek insulin pada jaringan perifer dan penurunan pengeluaran glukosa dari hati
atau yang disebut efek ekstra pankreatik (Ahyana, 2011). Syok hipoglikemik
10
pada diabetes jika tidak segera diberikan penanganan dapat menyebabkan
kematian (Smeltzer & Bare, 2002).
Penurunan kadar glukosa darah yang signifikan juga terjadi pada
kelompok yang diberikan terapi kombinasi glibenklamid+ekstrak kunyit 150
mg, kelompok kombinasi glibenklamid+ekstrak 300 mg dan kelompok
kombinasi glibenklamid+ekstrak 500 mg. Pada kelompok yang diberikan
kombinasi glibenklamid+ekstrak 500 mg, terdapat 2 ekor hewan uji yang mati
setelah perlakuan ke 3 yang kemungkinan diakibatkan oleh overdosis dari
pemberian terapi, sulfonilurea dapat menyebabkan peningkatan sekresi insulin
oleh sel β pankreas (Soemadji, 2007). Kanduangan ekstrak kunyit mampu
meningkatakan sensitifitas insulin (Khaled & Mahfouz, 2011). Aksi-reaksi
antara glibenklamid dan ekstrak kunyit dapat meningkatkan reduksi
(penurunan) glukosa darah lebih kuat dari pemberian glibenklamid maupun
ekstrak kunyit dosis tunggal.
Pada kelompok kombinasi glibenklamid+ekstrak 150 mg dan
kombinasi glibenklamid+ekstrak 300 mg, tidak terdapat hewan uji yang mati,
selain itu juga tidak terdapat perbedaan penurunan kadar glukosa darah yang
signifikan antara kelompok yang diberikan terapi glibenklamid dengan
kelompok yang diberikan terapi kombinasi glibenklamid+ekstrak 150 mg,
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kombinasi
glibenklamid+ekstrak 300 mg dan glibenklamid+ekstrak 500 mg (lihat pada
tabel 4.1). Berdasarkan data tersebut diatas, asumsi bahwa aksi-reaksi antara
glibenklamid dan ekstrak kunyit dapat meningkatkan reduksi (penurunan)
11
glukosa darah lebih kuat dari pemberian glibenklamid maupun ekstrak kunyit
dosis tunggal menyebabkan kematian akibat syok hipoglokemik menjadi
rancu.
Berdasarkan banyaknya perbedaan asumsi dari hasil penelitian
seperti yang dibahas diatas, diperlukan sebuah teori yang lain untuk
menganalisa hal tersebut. Menurut El-Masry (2012) ekstrak kunyit memiliki
kemampuan memperbaiki sel β pankreas, sedangkan pada penelitian yang
dilakuakan oleh Santoshkumar et al., (2013), ekstrak kunyit tidak memberikan
efek hipoglikemik pada kelompok euglikemik, artinya kunyit mampunyai
kemampuan untuk membantu menetralkan kadar glukosa darah sehingga
sesuai dengan kadar yang dibutuhkan tubuh.
Untuk memperjelas alasan tersebut kita mengacu pada gambaran
sederhana dengan melihat tabel 4.1 dan grafik (gambar 4.1 dan 4.2), walaupun
terjadi penurunan kadar glukosa darah yang signifikan pada kelompok yang
diberikan terapi glibenklamid+ekstrak 150 mg, proses penurunan kadar
glukosa darah terjadi secara bertahap sehingga resiko terjadinya syok
hipoglikemik lebih kecil. Pada penelitian-penelitian sebelumnya tidak terdapat
penurunan kadar glukosa darah yang signifikan pada hewan uji (diabetic
sample) yang diberikan terapi ekstrak kunyit kurang dari 7 hari, tetapi pada
penelitian ini setelah dikombinasikan dangan glibenklamid, terjadi penurunan
kadar glukosa yang signifikan.
Alasan adanya kematian hewan uji kemungkinan disebabkan adanya
kesalahan teknis, misalnya penggunaan sonde yang kurang baik atau dosis
12
yang tidak tepat karena perhitungan dosis menggunakan rata-rata berat badan
seluruh hewan uji, akan lebih baik jika perhitungan dosis dilakukan
berdasarkan berat badan per-individu.
13
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Setelah dilakukan induksi menggunakan aloksan monohidrat, kadar
glukosa darah pada semua kelompok hewan uji meningkat secara
signifikan hingga diatas 200 mg/dl.
2. Kadar glukosa darah turun secara signifikan setelah diberikan terapi, baik
pada kelompok yang diberikan terapi glibenklamid ataupun pada
kelompok terapi kombinasi (glibenklamid+ekstrak 150, 300 dan 500 mg),
walaupun belum mencapai 7 hari perlakuan.
3. Tidak terdapat perbedaan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan
antara kelompok yang diberikan terapi glibenklamid dengan kelompok
yang diberikan terapi dosis kombinasi glibenklamid+ekstrak 150 mg.
4. Kombinasi glibenkalimid dan ekstrak kunyit (ekstrak rimpang kunyit)
cukup efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih
sebagai model diabetes tipe 2.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengkombinasian dosis
dengan menggunakan metode ekstraksi yang berbeda.
2. Perlu dilakukan uji analisis biochemical dan histopathological pada organ
dalam (pankreas, liver dan ginjal) hewan uji, untuk melihat ada atau
tidaknya perbaikan sel.
3. Perlu dilakukan kolaborasi keilmuan antar peneliti yang berbeda dalam
melakukan penelitian.
14
4. Perlu dilakukan uji klinis tentang kelayakan penggunaan dosis kombinasi
herbal ekstrak kunyit, pada manusia.
5. Penggunaan ekstrak kunyit sebagai terapi pendamping sebaiknya
memperhatikan dosis yang sesuai.
6. Perlu dilakukan promosi kesehatan tentang penggunaan kunyit sebagai
terapi komplementer untuk pasien diabetes.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahyana, N. (2011). Ada Apa Dengan Obat Diabetes Mellitus dan Obat Hipertensi.
Yogyakarta: IMPERIUM.
Baqchi, A. (2012). Extraction of Curcumin. IOSR (International Organization
Science Researce) Journal of Environmental Science, Toxicology and
Food Technology 2319-2399. 1, (3), PP 01-16. 2012.
Dahlan, M.S. (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan
SPSS, Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
DEPKES RI (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
depkes.ri.com.
El-Masry, A.A. (2012). Potential Therapeutic Effect of Curcuma longa on
Streptozotocin Induced Diabetic rats. Global Advanced Research Journal
of Medicine and Medical Sciences. 1(4) pp. 091-098.
F. Yuriska, A. (2009). Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus
Wistar. Laporan Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, FK UNDIP.
Gupta, D.P.,& D. Amartya. (2012). Diabetes Mellitus and its Herbal Treatment.
International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical
Sciences. 2229-3701.
16
Gustaviani, R. (2007). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam
Sudoyo, W.A., at al. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV (419). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. 2007. Edisi terjemahan, Irawati et al. (Alih bahasa),
Rachman, Y.L., et al. (Editor). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11
(Bab 78). Jakarta. EGC.
Hutagaol, Y.R. (2012).Efek Anti Diabetes Ekstrak Kelopak Bunga Rosela
(Hibicus sabdariffa L) Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Streptozotocin.
Laporan Karya Tulis Ilmiah FK Universitas Sumatra Utara.
International Diabetes Federation. (2012). IDF Diabetes Atlas 5th
edition.
www.idf.org/diabetes atlas
Kasim, F., Trisna Y. (2012). ISO Indonesia Volume 47-2012 s/d 2013 ISSN 0854-
4492. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Kumala, Poppy at al. (Alih bahasa)., Nuswantari, Dyah (Copy editor). (2005).
Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 25.Jakarta. EGC.
Mahfouz, M.K.M. (2011). Curcumin Improves Insulin Sensitivity and
Ameliorates Serum Pro-inflammatory Cytokines Levels in Diabetes Rat
model Irrespective of type of Diabetes. Journal of American Science,
2011;7(6):794-799]. (1545-1003).
Marki, I., Wardhana, W.A., Harahap, T.A., Mulansari, A.N. (2011). Sorot Utama,
Obat Herbal : Dari Testimoni ke Ilmiah. Halo Internis Edisi 18,
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
www.pbpabdi.org.
17
Matheka, M.D., Kitua, M., Alkizim, O.F. Peculiar Glycemic Patterns in Alloxan
Induced Diabetes Animal Model. African Journal of Pharmacology and
Therapeutics. 1(1).,30-34, 2012.
Maulana, M. (2009). Mengenal Diabetes Melitus Panduan Praktis Menangani
Penyakit Kencing Manis. Seleman (Yogyakarya): Katahati.
M, Atun. (2010). Diabetes Melitus Memahami, Mencegah, dan Merawat
Penderita Penyakit Gula. Bantul (Yogyakarta): Kreasi Wacana.
Mutschler, Ernst. (1991). Dinamika Obat. Bandung: Penerbit ITB
Novitasari, R. (2012). Diabetes Melitus (Dilengkapi Dengan Senam DM).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Nugroho, E.A. (2006). Animal Models Of Diabetes Mellitus : Pathology And
Mechanism Of Some Diabetogenics (Hewan Percobaan Diabetes Mellitus
: Patologi Dan Mekanisme Aksi Diabetogenik). Biodiversitas. 1412-033X
(7), 378-382.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nwozo, S., Adaramoye, O., Ajaiyeoba, E. (2009). Oral Administration of Extract
from Curcuma longa Lowers Blood Glucose and Attenuates Alloxan-
Induced Hyperlipidemia in Diabetic Rabbits. Pakistan Journal of Nutrition
8. (5): 625-628, 1680-5194. 2009
PERKENI (2006). Panduan Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jurnal
Departemen Kesehatan RI dan World Healt Organization. 3291-2492.
18
Rifki, Nitra, N. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Dengan Pendekatan Keluarga.
Dalam Sugondo, S. at al]. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu
(Bab XV). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, D., Gunawan, D. (2005). Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Kulit.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Santoshkumar, J., Manjunath, J., Mariguddi, D.D., Kalashetty, G.P., Dass, P.,
Manjunath, C. (2013). Anti-Diabetic Effects Of Turmeric In Alloxan
Induced Diabetic Rats. Journal of Evolution of Medical and Dental
Sciences. 2 (11). 18, 2013.
Sanusi, R.S. (2005). Beberapa Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Instrumen
Penelitian. Fakulatas Kesehatan Masyarakat/Universitas Sumatra Utara.
Journal Resource at USU.co.id
Smeltzer, Suzane, C., Brenda, G., Bare. 2001. Edisi terjemahan, Waluyo, Agung
et al. (Alih bahasa)., Ester, Monica et al. (Editor bahasa Indonesia). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Sudart Edisi 8 (Unit 9).
Jakarta: EGC.
Soemadji, W.D. (2007). Hipoglikemia Iatogenik. Dalam Sudoyo, W.A., at al.
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soewondo, P. (2007). Ketoasidosis Diabetik. Dalam Sudoyo, W.A., at al. (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
19
Soewondo, P. (2007). Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam
Dalam Sudoyo, W.A., at al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suyono, S. (2007). Kecendrungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes.
Dalam Sugondo, S., at al. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu
(Bab I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Suyono, S. (2007). Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam Sudoyo, W.A., at al.
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sukri, Yandi. (2007). Biofarmasiteka. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta (anggota
IKAPI).
Sukandar, Y.E., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adrayana, K.I., Setiadi, P.A., Kusnandar.
(2008). ISO Farmakoterapi (Bab II). Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Suherman, K.S.(2008). Insulin dan Anti Diabetik Oral. Dalam Sarif. A., at al.
Farmakologi dan Terapi Edisi 5 (Seksi IX.31). Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Susanti, H., (2009). Penggunaan Obat Tradisional Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta Periode Juni 2009
[Abstrak]. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Farmasi Universitas Ahmad
Dahlan Yogyakarta.
Tandra, H. (2008). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia.
20
Waspadji, Sarwono. (2007). Dabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan
Pengelolaannya yang Rasional. Dalam Sugondo, S at al. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu (Bab IV). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
top related