diabetes insipidus
Post on 08-Dec-2015
43 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES INSIPIDUS
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin
Program Studi S1 Keperawatan
Oleh
Juliana Elisabeth
Rina Demita Fransiska
Theresia Yuni Atika
Venggy R
Yohanes Sahagun
Yustina Nay
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini
diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme
Neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam
mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus
idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
(Prof. Dr. Margono Soekarjo)
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral, nefrogenik,
dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral, kelainan terletak di hipofisis,
sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik kelainan dikarenakan ginjal tidak
memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus menerus
mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Diabetes insipidus bisa merupakan
penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit ini bersifat dominan dan dibawa
oleh kromosom X. Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada
anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat
tertentu. ( Prof. Dr. Margono Soekarjo).
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan polidipsia. Jika
penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah lahir. Bayi tidak dapat
menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa
mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak
segera terdiagnosis dan diobati bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik. ( Prof. Dr. Margono Soekarjo).
Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang
dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
B. TUJUAN
Tujuan umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan diabetes insipidus.
Tujuan khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi diabetes insipidus
2. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis diabetes insipidus
3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus diabetes insipidus
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi diabetes insipidus
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang diabetes insipidus
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan diabetes insipidus
7. Mengetahui dan memahami komplikasi diabetes insipidus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit diakibatkan oleh berbagai penyebab
yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal – renal reflex sehingga
mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air. (Alice C. Geisser. 1999 )
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabakan oleh defisiensi vang disebabkan oleh defisiensi ADH. (Eizabeth J. 2003)
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang
banyak yang disebabkan oleh dua hal gagalnya pengeluaran vasopressin dana gagalnya
ginjal terhadap rangsangan AVP (arginine vasopressin). (Siti dkk. 2009).
Jadi, diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabakan oleh defisiensi vang disebabkan oleh defisiensi ADH ditandai dengan
pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Bagian-bagian hipofisis anterior
1. Kelenjar hipofisis anterior ( adeno hipofisis )
a. Hormone somatotropin ( hormone pertumbuhan )
b. Hormone kortikotropik atau corticotropik releasing factor ( CRF)
c. Hormone tirotropin Thirotropin releasing factor ( TRF )
d. Hormone gonadotropin atau gonadotropin releasing factor ( GRF )
2. Kelenjar hipofisis Posterior ( Neurohipofisis ): ADH dan oksitosin
Hormon ini mempunyai dua efek saat dikeluarkan, yaitu:
1. Efek pada ginjal
Efek yang paling penting dari hormon antidiuretik adalah untuk menghemat air tubuh
dengan mengurangi kehilangan air dalam urin. Diuretik adalah agen yang meningkatkan
kecepatan pembentukan urin. Pengeluaran sejumlah kecil hormon antidiuretik akan
menghasilkan antidiuresis atau penurunan pembentukan urin. Hormon antidiuretik
mengikat reseptor pada sel-sel di dalam saluran pengumpul ginjal dan meningkatkan
reabsorpsi air kembali ke dalam sirkulasi. Hormon antidiuretik merangsang reabsorbsi air
dengan merangsang masuknya air ke dalam membran tubulus ginjal dan kembali ke dalam
darah, yang menyebabkan penurunan osmolaritas plasma dan peningkatan osmolaritas
urin.
2. Efek pada Sistem Vascular
Pada banyak spesies, konsentrasi tinggi hormon antidiuretik menyebabkan penyempitan
luas arteriol, yang mengarah kepada peningkatan tekanan arteri (vasopresin). Pada
manusia, hormon antidiuretik memiliki efek pressor yang kecil.
Efek ADH pada sistem vaskular
Pengendalian Hormon Antidiuretik Sekresi
Tujuan dari sekresi hormon antidiuretik yang paling penting adalah osmolaritas plasma,
atau konsentrasi zat terlarut dalam darah. Saat terjadi perubahan osmolaritas yang ditangkap
oleh hipotalamus (osmoreseptor), maka antidiuretik hormon akan dirangsang.
Bila osmolaritas plasma dalam batas normal, osmoreseptor tidak diaktifkan dan
pengeluaran hormon antidiuretik ditekan. Ketika osmolaritas meningkat di atas ambang batas,
osmoreseptor akan memberikan isyarat untuk merangsang neuron yang mengeluarkan hormon
antidiuretik.
Sekresi ADH
Ada suatu persamaan yang menarik antara sekresi hormon antidiuretik dan rasa haus.
Kedua fenomena tampaknya dirangsang oleh osmoreseptor hipotalamus, meskipun tidak
sama. Ambang batas untuk sekresi hormon antidiuretik jauh lebih rendah daripada haus.
Kondisi dimana antidiuretik hormon tidak bisa mengatasi peningkatan osmolaritas tubuh,
maka rasa haus akan muncul.
Sekresi hormon antidiuretik juga dirangsang oleh penurunan tekanan darah dan volume
darah oleh reseptor di aorta. Meskipun tidak sesentitif osmoreseptor di hipotalamus, tetapi
sangat efektif untuk kondisi yang mengancam, misalnya, kehilangan 15-20% dari volume
darah. Stimulus lain adalah mual dan muntah.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Insipidus Sentral
a. Bentuk idiopatik
Bentuk non-familiar
Bentuk Familiar
b. Paska hipofisektomi
c . Trauma (fraktur dasar tulang tengkorak)
d. Tumor
Karsinoma metastasis
Kraniofaringioma
Kista supraselar
Pinealoma
e. Granuloma
Sarkoid
TBC
Sifilis
f. Infeksi
Meningitis
Ensefalitis
Landry-Guillain-Barre’s syndrome
g. Vaskular
Trombosis atau perdarahan serebral
Aneurisme serebral
Post partum necrosis (Sheehan’s syndrome)
h. Histiocytosis
Granuloma eosinofilik
Penyakit Schuller-Christian
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
a. Penyakit ginjal kronik
Penyakit ginjal polikistik
Medullary systic disease
Pielonefritis
Obstruksi ureteral
Gagal ginjal lanjut
b. Gangguan Elektrolit: Hipokalemia dan Hiperkalsemia
c. Obat-obatan: Litium,Demeklosiklin, Asetoheksamid, Tolazamid, Glikurid,
Propoksifen, Amfolarisin, Vinblastin, Kolkisin
d. Penyakit Sickle Cell
e. Gangguan Diet
Intake air yang berlebihan
Penurunan intake NaCl
Penurunan intake protein
f. Lain-lain
Multipel myeloma
Amiloidosis
Penyakit Sjogren’s
Sarkoidosis
D. KLASIFIKASI
1. Diabetes insipidus sentral
Disebabkan oleh gangguan pada proses produksi hormon antidiurektik. Penyebab
utama dapat terletak di hipotalamus yang mengalami gangguan. Gangguan pada
hipotalamus bisa disebabkan karena tumor atau cidera pada hipotalamus, kerusakan
pada kelenjar hipofisis, dan gangguan pembuluh darah.
2. Diabetes insipidus nefrogenesis
Tipe diabetes insipidus yang kedua adalah diabetes insipidus nefrogenesis. Penyakit
ini biasanya disebabkan karena adanya masalah pada ginjal Penyebab diabetes
insipidus ini adalah ginjal tidak mampu memberi respon pada hormon vasopresin
yang berfungsi sebagai antidiurektik. Walaupun hormon vasopresin diproduksi secara
normal tetapi ginjal tidak dapat merespon, hal ini tetap membuat cairan urin tidak
dapat dikontrol sehingga si penderita akan sangat sering buang air kecil daripada
orang yang normal.
3. Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus.
Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi
supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh
digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan menurunkan
output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah
sehingga terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana
konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak.
Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat
plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan
membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas
dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis 1.001-1.005
2. Polidipsi 4-40 lt/hari dengan gejala khas ingin minum air yang dingin
3. Gejala dehidrasi( turgor kulit jelek, bibir kering dll)
4. Hiperosmolar serum > 300 m. Osm/kg
5. Hipoosmolar urin < 50-200m. Osm/kg
F. PATOFISIOLOGIS
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus
supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya
yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat
pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar
hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis,
vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu.
Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan
osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume
intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan
permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang
melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi
kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya
dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus
pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria
atau banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat
haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang
rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi
vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu
akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan
merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak
(polidipsia).
1. Diabetes Insipidus Sentral
Diabetes insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang
secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan secara anatomis,
keadaan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supra optik, paraventrikular dan filiformis
hypotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu diabetes insipidus sentral juga timbul
karena gangguan pengangkutan ADH polifisealis dan akson hipofisis posterior dimana
ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DISKerusakan nukleus supra optik, paraventrikular dan filiformis
hypotalamusGangguan pengangkutan ADH polifisealis dan akson hipofisis
posteriorAntibody terhadap ADH
Sintesis neorufisin yang abnormal
DINKelainan ginjal, seperti: ginjal polikistik, obstruksi ureteral, gagal ginjal, medullary cystic
disease
Tubulus tidak peka terhadap ADH
Secara biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya sintesis ADH dan
sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi
merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis
neorufisin suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan ADH. Selain
itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral akibat adanya antibody terhadap ADH.
Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang
menjadi marker bagi ADH adalah neurofisisn yang secara fisiologis tidak berfungsi,
maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi
ADH itu adalah normal atau meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering
kurang bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus sentral.
Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus yang diakibatkan oleh
kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hypotalamus anterior dan disebut Verney’s
osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (NDI) dipakai pada diabetes insipidus yang
tidak responsif terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis NDI dapat disebabkan oleh :
a. Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medulla
renalis
b. Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan di mana ADH berada dalam jumlah
yang cukup dan berfungsi normal
G. PATOFLOW
H. KOMPLIKASI
a. Dehidrasi berat dapat terjadi apabia jumah air yang diminum tidak adekuat
b. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hiperatremia dan hipokalemia.
c. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dpat
terjadi gagal jantung kongesti.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Hickey Hare atau Carter-Robbins
Adalah uji endokrin untuk menyelidiki osmoregulasi.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan
menurunkan jumlah urin sedangkan pada diabetes insipidus urin akan menetap atau
bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien
DIN.
Kekurangan pada pengujian ini adalah:
Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan menyebabkan
terjadinya diuresis solute yang alan mengaburkan efek ADH
Interpretasi pengujian coba ini adalah all or none sehingga tidak dapat
membedakan defect partial atau komplit
b. Fluid deprivation
Sebelum pengujian pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencing nya
kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volume dan berat jenis atau
osmolalitas urin pertama, pada saat ini diambil sampel plasma untuk diukur
osmolalitasnya.
Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin setiap jam, pasien ditimbang
setiap jam bila dieresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis
kurang dari 300 ml/jam.
Setiap sampel urin disimpan dalam botol yang tertutup dan tersimpan dikulkas.
Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%.
Pengujian ini dilanjutkan dengan:
c. Uji nikotin
Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang
dalam waktu 15-20 menit
Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolitas setiap sampel urin
sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan sebelum
diberikan nikotin
Kemudian dilanjutkan dengan:
d. Uji vasopressin
Berikan pasien pitresin dalam 5m, IM
Ukur volume, beratjenis dan osmolalitas urin pada diuresis berikutnya atau 1 jam
kemudian
Pada orang normal akan terjadi peningkatan osmolalitas urin maksimal smapai
1000 mOsol/kg berat badan. Tidak adanya peningkatan osmolalitas lebih lanjut setelah
pemberian nikotin dan vasopressin menunjukkan adanya stimulasi pelepasan ADH yang
maksimal dan respon ginjal yang maksimal terhadap ADH.
J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diabetes insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan
pada pasien DIS dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak diperlukan terapi apa-apa
selama gejala nokturia dan poliuria tidak mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari,
tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus diterapi dengan pengawasan yang
tepat untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Ini juga berlaku bagi orang-orang dalam
keadaan normal hanya menderita DIS parsial tetapi pada suatu saat kehilangan kesadaran
atau tidak dapat berkomunikasi.
Pada DIS yang komplit biasanya diperlukan terapi hormone pengganti. DDAVP
(desmopresin) merupakan obat pilihan utama untuk DIS. Obat ini merupakan analog
arginine vasopressin manusia sinteti, mempunyai lama kerja yang panjang dan hanya
mempunyai sedikit efek samping jarang menimbulkan alergi dan hanya mempunyai
pressor effect.
Selain hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang secara fisioligis
mengatur keseimbangn air dengan cara:
Mengurangi jumlah air ke tubulus distal dan collecting duct
Membantu pelepasan ADH endogen
Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal
Obat-obat adjuvant yang biasa dipakai adalah:
Diuretik-Tiazid
Menyebabkan suatu ntriuresis, deplesi ECF ringan dan penurunana GFR. Hal ini
menyebabkab reabsorpsi Na+ dan air pada nefron yang lebihproksimal sehingga
menyebabkan berkurangnya air yang masuk ke tubulus distal dan collecting duct.
Tetapi penurunan EABV (effective arterial blood volume) dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi ortostatik. Obat ini dapat dipakai pada DIS dan DIN.
Klopropamid
Meningkatkan efek ADH yang masih ada terhadap tubulus ginjal dan mungkin pula
dapat meningkatkan pelepasan ADH dari hipofisis. Dengan demikian obat ini tidak
dapat dipakai pada DIS komplit dan DIN. Efek samping yang harus diperhatikan
adalah timbulnya hipoglikemia. Dapat dikombinasi dengan tiazid untuk mencapai
efek maksimal. Tidak ada sulfonylurea yang lebih efektif dan kurang toksik
dibandinkan dengan klorpopamid pengobatan diabetes insipidus.
Klofibrat
Seperti klorpropamid, klofibrat juga meningkatkan pelepasan ADH endogen.
Kekurangan klofibrat dibandingkan dengan klopropamid adalah harus diberikan
4xsehari tetapi tidak menimbulkan hipoglikemia. Efek samping lain gangguan
saluran cern, miostitis, gangguan fungsi hati. Dapat dikombinasi dengan tiazid dan
klorpropamid untuk dapat memperoleh efek maksimal dan mengurangi efek samping
pada DIS parsial.
Karbamazepin
Suatu anti konvulsan yang terutama efektiv dalam pengobatan tic douloureux,
mempunyai efek seperti klofibrat tetapi hany mempunyai sedikit kegunaan dan tidak
dianjurkan untuk dipakai secara rutin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. DATA DEMOGRAFI
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
B. RIWAYAT SAKIT
1. Keluhan utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering
keram dan lemas jika minum tidak banyak.
2. Riwayat penyakit saat inI
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis,
aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami kelainan
fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone antidiuretik, kelenjar hipofisa
gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah, kerusakan
hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis,
meningitis.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
diabetes insipidus.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan
prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pernafasan
Tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara
nafas normal.
2. Kardiovaskular
Suara jantung vesikuler, perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, tanda dehidrasi
(nadi cepat, TD turun, pucat.
3. Persyarafan
Bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang
baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.
4. Perkemihan
Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis 1.010, sering berkemih,
nocturia.
5. Pencernaan
Nafsu makan baik, tidak ada mual/muntah.
6. Muskuloskeletal
Tidak ada nyeri otot dan persendian.
7. Integumen
Membran mukosa dan kulit kering, turgor tidak elastic
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurangnya volume cairan
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH: poliuria.
3. Intoleransi asktivitas berhubungan dengan lemas, kurangnya volume cairan dan
elektrolit tubuh.
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nocturia, polyuria.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses
penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kurangnya volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan
intake cairan yang tidak adekuat.Tujuan: Menyeimbangkan masukan dan pengeluaran cairan
Kriteria Hasil :
intake = output
Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi ( turgor baik, mata tidak cowong)
TTV dalam batas normal (n =120/80mmHg)
Intervensi Rasional
1.Mandiri
a. Pantau BB, tanda-tanda dehidrasi
c. Pantau TTV
1.Mandiri
a. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
b. Memantau keadaan pasien
Kolaborasi
Berikan terapi cairan dengan mengganti
vasopressin atau dengan penyuntikan
intramuskuler ADH
Kolaborasi
Menghindari dehidrasi
Health Education
Anjurkan pasien untuk minum banyak (2000-
2500 cc/hari)
Health Education
Menghindari dehidrasi
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH: poliuria.
Tujuan : Eliminasi urine kembali normal
Kriteria Hasil : eliminasi urine kembali normal (0,5-1 cc/kg BB/jam)
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau eliminasi urine yang meliputi frekuensi,
konsistensi, bau, volume, dan warna dengan tepat.
M Mandiri
Untuk mengetahui perubahan kondisi
pasien
b. Untuk mengembalikan pola normal
eliminasi urine.
K Kolaborasi
a. Berikan terapi vasopressin atau dengan
K Kolaborasi
Untuk mengetahui respon ginjal
penyuntikan intramuskuler ADH.
b. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara
menghentikan pemberian cairan selama 8-12 jam
atau sampai terjadi penurunan BB.
terhadap pemberian hormon ADH
b. Untuk menghindari gagal ginjal
Intoleransi asktivitas berhubungan dengan lemas, kurangnya volume cairan dan elektrolit
tubuh.
Tujuan : kebutuhan volume cairan kembali normal
Kriteia hasil :
• intake output seimbang
• urine, berat badan dan tanda-tanda vital dalam batas normal
Pasien tidak mengeluh lemas
Intervensi Rasional
pantau masukan dan pengeluaran, catat warna dan
volume cairan
memberikan perkiraan kebutuhan akan
cairan penganti,fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang di berikan.
Pertahankan untuk memberikan cairan paling
sedikit 2500ml/hari dalam batas yang dapat di
toleransi jantung jika pemasukan cairan melalui
oral sudah dapat di berikan.
mempertahankan hidrasi/volume
sirkulasi
Kaji nadi perifer,pengisian kapiler, turgor kulit
dan membran mukosa
merupakan indikator dari tingkat
dehidrasi / volume sirkulasi yang
adekuat.
Ukur berat badan setiap hari memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
Kaji tanda- tanda vital sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
mengetahui keadaan umum pasien.
Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nocturia, polyuria
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak
terganggu
Kriteria hasil :
1. jam tidur cukup
2. pola tidur baik
3. kualitas tidur baik
4. Tidur tidak terganggu
5. Kebiasaan tidur baik
Intervensi Rasional
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama
sakit
mengidentifikasi fungsi kandung kemih
(mis: pengosongan kandung kemih,
fungsi ginjal dan keseimbangan cairan)
Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor yang
menyebabkan kurang tidur
disfungsi kandung kemih bervariasi,
ketidakmampuan berhubungan dengan
hilangnya kontraksi kandung kemih
untuk merilekskan sfingter urinarius
Dekatkan pispot agar pasien lebih mudah saat
buang air kecil pada malam hari
membantu mempertahan fungsi ginjal,
mencegah infeksi dan pembentukan batu
Anjurkan pasien untuk tidur siang menurunkan resiko terjadinya iritasi
kulit/kerusakan kulit
Meciptakan lingkungan yang nyaman mempertahankan lingkungan asam dan
menghambat pertumbunhan bakteri
(kuman)
K Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit,
pengobatan dan perawatan diri.
Tujuan: Memberi pemahaman kepada pasien terhadap penyakit pasien
Kriteria Hasil:
a. Klien dapat mengungkapkan mengerti tentang proses penyakit dan mengikuti instrukasi
yang diberikan secara akurat. Pengarahan obat-obatan, gejala untuk dilaporkan dan
perlunya mendapatkan gelang waspada medis.
Intervensi Rasional
M Mandiri
a. Jelaskan konsep dasar proses penyakit.
b. Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang
teratur.
c. Jelaskan perlunya untuk menghindari obat yang
dijual bebas.
Mandiri
Memberi pemahaman kepada pasien
Agar pasien tahu pentingnya
pemantauan penyakit
Untuk menghindari semakin parahnya
penyakit
F. EVALUASI
1. Masukkan dan keluaran seimbang
2. Masukkan <2500 ml/hari
3. Keluaran <100 ml/hari
4. Kulit lembab dengan turgor yang baik
5. BB dalam batas normal
6. TTV dalam batas normal
7. BJ urin dalam batas normal
8. Pasien tidak mengeluh lemas lagi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oeh kekurangan ADH
yang ditandai oleh jumlah urine yang besar.
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
• Diabetes insipidus sentral
• Diabetes insipidus nefrogenik
Tanda-tanda Diabetes insipidus poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat
jenis 1.001-1.005, polidipsi 4-40 lt/hari dengan gejala khas ingin minum air yang dingin,
gejala dehidrasi( turgor kulit jelek, bibir kering dll), hiperosmolar seru, hipoosmolar
urine.
B. SARAN
1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes insipidus secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam
mengenai penyakit tersebut.
2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan agar
meningkatkan pengetahuan tentang diabetes insipidus yang dideritanya
DAFTAR PUSTAKA
Doenges.Marilynn. E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan edisi3. Jakarta: EGC.
Price, Lorriane.M. 1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Talbot, Laura, dkk.1997. Pengkajian Keperawatan Kritis, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Setia, Siti dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.
top related