demam berdarah dengue
Post on 14-Aug-2015
257 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia yang cenderung meningkat serta semakin luas penyebarannya dari
tahun ke tahun. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia
terutama di negara-negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik
maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah
endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi
peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan
terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes.
Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most
mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006).
Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun
1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD
menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus
DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53
orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%).
Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR
27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan
Satari, 2007). Tahun 2004, DBD menimbulkan KLB di 12 propinsi dengan jumlah
79.462 penderita dan 957 menyebabkan kematian. Awal tahun 2007, kembali
terjadi KLB di 11 propinsi. Jumlah kasus DBD tahun 2007 sampai Juli adalah
102.175 kasus dengan jumlah kematian 1.098 jiwa (Dinkes RI, 2008).
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Timur baik di perkotaan maupun
di pedesaan. Pada beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk
cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus maupun kematiannya. Seperti
KLB, DBD secara nasional juga menyebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa
Timur. Penyebaran kasus DBD di Jawa Timur terdapat di 38 kabupaten/kota
(semua kabupaten/kota) dan juga di beberapa kecamatan atau desa yang ada di
wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus dan kematian akibat
penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami
peningkatan. Dari laporan Kabupaten/Kota, pada tahun 2009 di Jawa Timur DBD
merupakan KLB dengan jumlah penderita terbanyak yaitu 2.958 penderita dan
kematian 33 orang (CFR 1,12%) (Dinkes Jatim, 2009). Berdasarkan profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang tahun 2008 kasus DBD telah menyebar luas ke
seluruh wilayah Kabupaten Jombang. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB
dengan angka kesakitan dan angka kematian yang relative tinggi. Jumlah kasus
DBD di Kabupaten Jombang selama kurun waktu 2008 adalah sebanyak 645
kasus dengan 21 kematian (Dinkes Jombang, 2008).
Berdasarkan data penyebaran kasus DBD di Puskesmas Cukir yang
melayani 11 desa/kelurahan selama 3 bulan terakhir jumlah kasus DBD di desa
Grogol merupakan daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak. Angka kejadian
DBD di desa Grogol yang lebih besar jika dibandingkan dengan desa lainnya di
wilayah kerja Puskesmas Cukir bisa disebabkan oleh 3 faktor, yaitu faktor
perilaku dari masyarakat, faktor agen penyebab (nyamuk), dan faktor lingkungan.
Dari beberapa faktor host dan faktor lingkungan yang berhubungan
dengan kejadian DBD di desa grogol,peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai
distribusi usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, penyakit penyerta, perlaku
masyarakat dan sanitasi lingkungan (jumlah kontainer dan ada atau tidaknya
jentik dalam kontainer).
1.2 Rumusan Masalah
Apa sajakah faktor resiko insiden Demam Berdarah Dengue?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan insiden DBD di desa Grogol
kecamatan Diwek.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apakah usia merupakan faktor resiko insiden DBD di desa
Grogol Kecamatan Diwek.
2. Untuk mengetahui apakah jenis kelamin merupakan faktor resiko insiden DBD
di desa Grogol Kecamatan Diwek.
3. Untuk mengetahui apakah Indeks Massa Tubuh merupakan faktor resiko
kejadian DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.
4. Untuk mengetahui apakah ada tidaknya penyakit penyerta merupakan faktor
resiko kejadian DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.
5. Untuk mengetahui apakah pengetahuan masyarakat tentang pemberantasan
sarang nyamuk merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol
Kecamatan Diwek.
6. Untuk mengetahui apakah perilaku sehat merupakan faktor resiko insiden DBD
di desa Grogol Kecamatan Diwek.
7. Untuk mengetahui apakah dari jumlah kontainer merupakan faktor resiko
insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.
8. Untuk mengetahui apakah dari keberadaan jentik dalam kontainer merupakan
faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah
pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah
penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program
pemberantasan penyakit menular (P2M).
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
3. Bagi Peneliti lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan
penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
peningkatan kasus DBD.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
menifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, kebocoran plasma (plasma
leakage), dan diatesis hemoragik.8,9,10 Penyakit DBD ditandai dengan demam yang
mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, nyeri ulu hati
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan, lebam/ruam. Kadang-
kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau shock.2
2.2 Epidemiologi
Transmisi virus dengue tergantung pada faktor biotik dan faktor abiotik.
Yang termasuk dalam faktor biotik adalah virus, vektor, dan penjamu. Sedangkan
pada faktor abiotik adalah seperti suhu, kelembapan, dan musim penghujan
(WHO,2011).
2.2.1 Virus dengue
Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus Flavivirus
(Arbovirus Grup B), salah satu genus familia Flaviviridae. Dikenal ada empat
stereotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Jika terinfeksi
dengan salah satu stereotipe diatas menyebabkan imunitas sepanjang hayat pada
stereotipe tersebut. Namun jika terinfeksi kembali dengan stereotipe yang bebeda
dapat menyebabkan derajat dari DHF yang terberat yaitu DSS. Ke-empat
stereotipe virus dengue ini berhubungan dengan epidemis dari dengue fever (baik
dengan maupun tanpa DHF) dengan derajat keparahan yang berbeda (WHO,
2011).
2.2.2 Vektor
Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan terutama oleh nyamuk Aedes
aegypti. Meskipun nyamuk Aedes albopictus dapat menularkan DBD tetapi
peranannya dalam penyebaran penyakit sangat kecil, karena biasanya hidup di
kebun-kebun. Oleh karena itu dalam pokok bahasan ini hanya menguraikan
tentang nyamuk Aedes aegypti, morfologinya, lingkaran hidupnya, cara
penularannya dan kegiatan pemberantasannya (Depkes RI, 2008).
a. Morfologi
a. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-
bintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2008).
(Depkes RI, 2008)Gambar 2.1 Aedes aegypti dewasa
b. Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti ’koma’. Bentuknya lebih
besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa berukuran
lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain
(Depkes RI, 2008).
(Depkes RI, 2008)Gambar 2.2 Kepompong Aedes aegypti
c. Jentik / larva
Jentik (larva) Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
Instar II : 2,5-3,8 mm
Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
Instar IV : berukuran paling besar 5 mm (Depkes RI, 2008)
(Depkes RI, 2008)Gambar 2.3 Jentik Aedes aegypti
d. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval
yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau
menempel pada dinding tempat penampung air (Depkes RI, 2008).
(Depkes RI, 2008) Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti
b. Siklus hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya
mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong -
nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur
terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi
nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3
bulan (Depkes RI, 2008).
(Depkes RI, 2008)Gambar 2.5 Siklus hidup Aedes aegypti
c. Tempat Perkembangbiakan
Tempat perkembang-biakan utama ialah tempat-tempat penampungan
air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam
atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak
500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di
genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Depkes RI, 2008).
Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-
barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu
(Depkes RI, 2008).
d. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istrirahat di kulit
kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang
menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa/darah
(Depkes RI, 2008).
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah.
Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat
antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika
dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah
sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu
tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle) (Depkes RI, 2008).
(Depkes RI, 2008)Gambar 2.6 Siklus gonotropik Aedes aegypti
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas
menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas
antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes
aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites)
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes
RI, 2008).
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam
atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di
tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Depkes RI,
2008).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina
akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di
atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam
waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina
dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering
(tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila
tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi
maka telur dapat menetas lebih cepat (Depkes RI, 2008).
e. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100
meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat
berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-
tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di
tempat-tempat umum (Depkes RI, 2008).
Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian
daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak
dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu
rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut
(Depkes RI, 2008).
2.2.3 Penjamu
Sebagai sumber penularan dan sebagai penderita penyakit DBD.
Berdasarkan golongan umur maka penderita DBD lebih banyak pada golongan
umur kurang dari 15 tahun.
Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia adalah:
a. Umur
Golongan umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan
penyakit. Lebih banyak golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang
untuk sakit DBD lebih besar (Depkes RI, 2002)
b. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Filipina
dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak
ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan
perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak
perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan.Singapura
menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak
perempuan.
c. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
d. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya
pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai
macam sumber (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
e. Sosial Budaya
Lingkungan sosial dan budaya merupakan lingkungan yang bersifat
dinamis dan cukup pelik. Suatu lingkungan sosial sosial tertentu tidak begitu
saja memberi pengaruh yang sama kepada semua orang. Kebiasaaan sosial
mungkin akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan (Mukono, 2000).
f. Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan
penyuluhan dan cara pemberantasan DBD yang dilakukan.
g. Status Ekonomi
Akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke Puskesmas atau
Rumah Sakit.
h. Suku bangsa
Tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing sehingga
hal ini juga mempengaruhi penularan DBD.
i. Daya tahan Tubuh (Imunitas)
Daya tahan tubuh adalah sistem pertahanan tubuh dari benda asing
yang masuk dalam tubuh baik itu virus ataupun bakteri. Makin kuatnya daya
tahan tubuh seseorang dapat menghambat perkembangan virus DBD dalam
tubuh. (Depkes RI, 2002)
j. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan
jumlah insiden kasus DBD tersebut.
k. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi
penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942
adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur
transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo,
2005).
2.2.4 Lingkungan
2.2.4.1 Lingkungan fisik
a. Macam kontainer / tempat penampungan air
Macam tempat penampungan air (TPA) sebagai tempat
perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan air
air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan TPA (logam, plastik, porselin,
fiberglass, semen, tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih, hijau,
coklat, dan lain-lain), volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-
200 lt dan lain-lain), penutup TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan
pada TPA (terang atau gelap) dan sebagainya (Depkes RI, 2002).
b. Ketinggian tempat
Ketinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyebaran
Aedes aegypti. Di india, Aedes aegypti terebar mulai dari
ketinggian 0 hngga 1000 meter diatas permukaan laut. Di dataran
rendah (kurang dari 500 meter)tingkat populasi nyamuk dari
sedang hingga tinggi, sementara di daerah penggunungan (lebih
dari 500 meter) populasinya rendah. Di negara-negara asia
tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter merupakan batas
penyebaran Aedes aegypti. Di belahan dunia lain, nyamuk tersebut
ditemukan didaerah yang lebih tinggi, seperti ditemukan pada
ketinggian lebih dari 2200 meter di kolombia (WHO, 2000).
c. Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok dalam lingkungan fisik,
yang terdiri dari :
Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah (10ºC).
Tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan
berhenti bila suhu sampai dibawah suhu kritis (4,5ºC). Pada
suhu yang lebih tinggi dari 35ºC mengalami keterbatasan
proses-proses fisiologis. Rata-rata suhu maksimum untuk
pertumbuhan nyamuk 25-27ºC.
Kelembapan nisbi udara
Kelembapan nisbi udara adalah banyaknya uap air yang
terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam
persen
Curah hujan
Hujan dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk dengan dua
cara yaitu menyebabkan naiknya kelembapan nisbi udara
dan menambah tempat jumlah perindukan
Kecepatan angin
Angin dapat berpengaruh pada penerbangan nyamuk, bila
kecepatan angin 11-14m/detik aan menghambat
penerbangan nyamuk (Depkes RI, 2002).
2.2.4.2 Lingkungan Biologi
Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembababan dan pencahayaan di dalam rumah dan
halamannya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan berarti akan
menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga
menambah umur nyamuk. Pada tempat-tempat yang demikian di daerah
pantai akan memperpanjang umur nyamuk dan penularan mungkin terjadi
sepanjang tahun di tempat tersebut. Hal – hal ini seperti merupakan fokus
penularan untuk tempat-tempat sekitarnya. Pada waktu musim hujan
menyebar ke tempat lain dan pada saat bukan musim hujan kembali lagi ke
pusat penularan (Depkes RI, 2002).
2.2.4 Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Soekidjo Notoatmodjo,
2003).
Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk
memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit (Depkes RI, 2002).
a. Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan
upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang
mencakup semua hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang
sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit
sendiri maupun orang lain (terutama keluarga) yang selanjutnya disebut
perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan
penyakit yang layak.
Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas
kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
Perilaku kesehatan yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah:
a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti air di vas
bunga, air tempat minum burung.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, bak
mandi, dan tempat penempungan air bersih yang memungkinkan tempat
berkembang biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat.
c. Menguras tempat penampungan air, sekurang-kurangnya 1 minggu sekali.
Seperti bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih,
hendaknya dikuras maksimal 1 minggu sekali.
d. Mengubur Barang-barang bekas bekas yang memungkinkan air tergenang
seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa
(Depkes RI, 1995).
e. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya seperti plastik
bekas air mineral, potongan bambu, tempurung kelapa dan lain-lain, yang
dapat menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan
segeralah membakarnya.
f. Menggantung pakaian, faktor risiko tertular penyakit demam berdarah
adalah rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian bergantungan
yang disukai nyamuk untuk beristirahat (Dinkes Jateng, 2004).
g. Memakai kelambu untuk orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang
wabah demam berdarah sebaiknya waktu tidur memakai kelambu.
Terutama waktu tidur siang hari, karena nyamuk Aedes aegypti menggigit
pada siang hari.
h. Memakai lotion anti nyamuk pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri
minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk
Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998).
i. Menaburkan bubuk abate satu sendok makan (± 10 gram) untuk 100 liter
air (Depkes RI, 1995). Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk
abate ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah
ditaburkan obat ini kan membuat lapisan pada dinding wadah yang
ditaburi obat ini. Lapisan ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak
disikat (Handrawan Nadesul, 1998).
j. Memelihara ikan pemakan jentik, misalnya memelihara ikan pemakan
jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain)
(Depkes RI)
2.3 Patogenesis
Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Ada dua
teori yang banyak dianut pada DBD. Pertama, adalah hipotesis infeksi sekunder
(teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami
infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai
resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan trannsformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibody
IgG anti dengue.9,18
Kedua, adalah hipotesis yang menyatakan bahwa virus dengue seperti juga
virus penyakit lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu
virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia, maupun pada tubuh
nyamuk.9
2.4 Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan
demikian, dapat menyebabkan keadaan mulai dari tanpa gejala (asimptomatik),
demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat
yaitu DBD dan dengue shock syndrome (DSS).18,19
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini, pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat.14,24 Derajat penyakit DBD menurut WHO tahun 1997
dibagi menjadi 4 derajat, yaitu: 9,11,18,19
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tornikuet.
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak
tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, tekanan
darah tidak terukur.
2.5 Penatalaksanaan
Tatalaksana DBD bersifat simptomatik dan suportif, yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan,
maka cairan intrvena rumatan perlu diberikan. Apabila keluarga atau masyarakat
menemukan gejala dan tanda klinis DBD, maka pertolongan pertama yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:1,7,9,11,18
1. Tirah baring selama demam
2. Antipiretik, hanya diperlukan jikan suhu badan ≥38,5°C sebaiknya dikompres
hangat dahulu
3. Minum banyak (1-2 liter/hari)
4. Jika dalam 2 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala
dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),
muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjukan untuk segera dibawa
berobat/memeriksakan ke dokter atau unit pelayanan kesehatan untuk segera
mendapata pemeriksaan dan pertolongan.
2.6 Pencegahan
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara
utama yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah
dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang
dilakukan adalah terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya:
Gambar 3 Cara Pemberantasan DBD1
Nyamuk Dewasa
Nyamuk Dewasa
Dengan Insektisida (fogging dan ULV)
Fisik
Kimiawi
Biologi
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung dari pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:1,4,17,19,20
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
a. Menguras bak mandi / penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
b. Mengganti / menguras vas bunga dan tempat minum burung sekali
seminggu.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu / ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
a. Cara pengendalian kimiawi ini antara lain dengan: 16,19,20
b. Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion,
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
c. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara tersebut di atas, yang disebut dengan “3M”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain juga dapat dilakukan beberapa tambahan
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll
sesuai dengan kondisi setempat.1,19,20
2.7 Perilaku mengenai 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)
Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu
ke dalam 3 domain. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan
pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau
meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari:21
a) kognitif (cognitive domain),
b) afektif (affective domain),
c) psikomotor (psycomotor domain)
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:21
a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge)
b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude)
c) Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
materi pendidikan yang diberikan (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus
yang berupa materi atau objek luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru
pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk
sikap si subjek terhadap objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya
tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action)
terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi.21
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.26 Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan sebagai
parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan kesehatan masyarakat.22,23
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:21
a. Tahu (know) diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima.
b. Memahami (comprehention) yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar obyek yang diketahui secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (aplication) yaitu segala kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus-
rumus, metode, prinsip dalam kontak atau situasi lain.
d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi atau menyusun
formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi penilaian
terhadap materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / afektif
(senang, benci, sedih, dsb),di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang
obyek itu) serta aspek konatif / psikomotor (kecenderungan bertindak). Selain
bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda
(sangat benci, agak benci, dsb). Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya.21,22
Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:21
a. Menerima (receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah
adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu
masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan
tingkat sikap yang paling tinggi
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju,
setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).21
2.8 Desa Grogol
2.8.1 Geografi
Desa Grogol merupakan salah satu dari 13 desa dari kecamatan Diwek
yang berjarak kira - kira 3 km dari Puskesmas Cukir kurang lebih 12 km dari ibu
kota kabupaten Jombang.
Desa Grogol memiliki batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Bandung
Sebelah Timur : Desa Bulurejo
Sebelah Selatan : Desa Jatirejo dan Desa Cukir
Sebelah Barat : Desa Gondek dan Desa Jogoroto
Sebagian besar wilayah desa adalah kawasan pertanian dan terdapat
sebagian kecil tanah tegalan, selebihnya adalah kawasan pemukiman penduduk.
Luas wilayah desa Grogol 380,34 Ha dengan proporsi lahan sebagai berikut :
Daerah Pemukiman, seluas 150,93 Ha
Daerah Sawah, seluas 218,28 Ha
Daerah Tegalan, seluas 0,74 Ha
Daerah Kawasan Industri, seluas 0,65 Ha
Daerah Kolam, seluas 0,77 Ha
Area Jalan, seluas 8,97 Ha
Tingkat kesuburan tanah termasuk kategori subur. Kondisi jalan
penghubung berupa aspal dan makadam. Sarana transportasi berupa mobil
angkutan umum, ojek dan becak.
Secara administratif desa Grogol terdiri dari 6 dusun yaitu :
Dusun Grogol yang terdiri dari 6 RT, 5 RW dengan 493 KK.
Dusun Dempok yang terdiri dari 11 RT, 4 RW dengan 679 KK.
Dusun Bogem yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 353 KK
Dusun Sentanan yang terdiri dari 2 RT, 2 RW dengan 213 KK
Dusun Tawar yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 168 KK
Dusun Bongsorejo yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 193 KK
2.8.2 Demografi
Demografi/ kependudukan Desa Grogol pada periode Januari - Desember
tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Grogol secara
keseluruhan berjumlah 7.275 jiwa, terdiri dari laki – laki 3.729 jiwa sedang
perempuan 3.546 jiwa. Dengan jumlah 2099 Kepala Keluarga dan Kepadatan
penduduk sebesar 20 jiwa per Ha.
Tabel 1. Distribusi Penduduk Desa Grogol Berdasarkan Usia
Usia Laki-Laki Perempuan Total0 - 12 bulan 186 170 2561 - 4 tahun 137 149 2865 - 6 tahun 283 233 5167 - 12 tahun 142 224 36613 - 15 tahun 210 215 42516 - 18 tahun 330 346 67619 - 25 tahun 330 355 68526 - 35 tahun 380 391 77136 - 45 tahun 400 375 77546 - 50 tahun 311 321 63251 - 60 tahun 355 346 70161 - 75 tahun 310 330 640
> 75 tahun 260 261 521Jumlah 3729 3546 7275
Dari data diatas, yang ditunjukkan oleh tabel 1, maka jumlah penduduk
usia produktif (16-45 tahun) sebesar 2907 jiwa dan jumlah penduduk usia non
produktif 0-15 tahun sebanyak 1849 jiwa dan 46-75 tahun sebesar 1973 jiwa, jadi
di Desa Grogol penduduk usia non produktif lebih besar dibandingkan usia
produktif.
Indikator kesehatan :
Jumlah kelahiran selama periode tahun 2011 : 101
Jumlah kematian selama periode tahun 2011 : 65
2.8.3 Pemerintahan
Pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh
aparat pemerintah lainnya. Tabel 2. Menunjukkan jumlah dan jabatan aparat
pemerintahan desa.
Tabel 2. Jabatan dan Jumlah Aparat Pemerintahan Desa
No. Jabatan Jumlah1 Kepala Desa 12 Sekretaris Desa 13 Kaur Umum 14 Kaur Pembangunan 15 Kaur Keuangan 16 Kaur Pemerintahan 07 Kaur Kesra 18 Kepala Dusun Grogol 19 Kepala Dusun Dempok 110 Kepala Dusun Bogem 111 Kepala Dusun Sentanan 112 Kepala Dusun Tawar 113 Kepala Dusun Bongsorejo 113 Ketua RT 3114 Ketua RW 17
Jumlah 29
2.8.4 Agama
Distribusi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah
1 Islam 6799
2 Kristen Protestan 532
3 Kristen Katolik 19
4 Hindu -
5 Budha -
6 Lain-lain -
Total 7275
Tabel 4. Fasilitas Peribadatan
No Tempat Peribadatan Jumlah
1. Masjid 6
2. Musholla 19
3. Gereja 1
Kegiatan keagamaan : tahlilan, yasinan, kebaktian di gereja
Peranan Kyai/ ulama/ tokoh masyarakat : aktif.
2.8.5 Pendidikan
Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat dibawah ini
Tabel 5. Distribusi Penduduk Desa Grogol Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
1. Belum sekolah 2231
2. Tidak sekolah 147
3. Tidak tamat SD 287
4. SD/sederajat 1205
5. SLTP/sederajat 1574
6. SLTA/sederajat 1391
7. Perguruan tinggi 415
Jumlah 7275
Dari tabel di atas didapatkan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan
rendah (belum/ tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/ sederajat) sebesar 3870 jiwa
(53%), tingkat sedang (SLTP/ sederajat dan SLTA/ sederajat) sebesar 2965 jiwa
(22%), sedangkan tingkat tinggi adalah sebesar 415 jiwa (6%). Jadi di Desa
Grogol mayoritas penduduk berpendidikan rendah.
Tabel 6. Fasilitas Pendidikan dan Non Formal
No Jenis Jumlah
1. TK 5
2. SD/ sederajat 4
3. SLTP/ sederajat 2
4. SMA/ sederajat 1
5. Perguruan tinggi -
6. Pondik Pesantren 1
Jumlah 13
2.8.6 Mata Pencaharian Penduduk
Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk
No Mata Pencaharian Jumlah
1. PNS 34
2. TNI dan POLRI 9
3. Petani 352
4. Buruh tani 556
5. Jasa medik 13
6. Wiraswasta 203
7. Pegawai swasta 512
8. Pensiunan PNS dan TNI 44
9. Angkutan 9
Jumlah total 7275
Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat di Desa Grogol bekerja di bidang pertanian (32%) dan pegawai swasta
(30%).
2.8.7 Kesehatan
Dibawah ini merupakan daftar dari sarana kesehatan
Tabel 8. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan
No Fasilitas Kesehatan Jumlah (Buah)
1 Rumah Sakit Umum -
2 Rumah Bersalin / Balai Pengobatan -
3 Puskesmas -
4 Puskesmas Pembantu -
5 Polindes 1
6 Posyandu 15
7 Apotik -
8 Tempat Praktek Dokter -
No Tenaga Kesehatan Jumlah (Orang)
1 Dokter Umum -
2 Dokter Gigi -
3 Dokter Spesialis -
4 Paramedis 12
5 Dukun terlatih -
6 Bidan Desa 3
7 Kader kesehatan yang aktif 40
2.8.8 Sanitasi dan Perumahan Penduduk
Tabel 9. Hasil Pemantauan Kesehatan Lingkungan Desa Grogol periode 2011
No Jenis Kegiatan Target Realisasi Kesenjangan
N % N % - +
1 Cakupan air bersih 1750 85 848 48 37
2 Cakupan penggunaan
jamban
803 90 581 85 18
3 Jumlah tempat
pembuangan sampah
936 80 0 0 80
Tabel 11. Sarana Air minum
No. Uraian Jumlah
1 Sumur gali 825
2 Sumur pompa 23
3 PDAM -
4 Sungai 1
Tabel 12. Menunjukkan Jenis dan Distribusi rumah
No. Uraian Jumlah
1 Rumah tembok 1242
2 Rumah setengah tembok 215
3 Rumah papan 60
4 Rumah bilik/ gedek 7
Faktor Resiko
Insiden Demam Berdarah Dengue
Faktor Agen
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Faktor host FaktorLingkungan
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan :
= Yang diteliti
= Yang tidak diteliti
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3.BMI
4. Penyakit Penyerta
1. Letak Geografis
2. Cuaca- Kelembaban- Curah hujan
3. Ketinggian
4. Tempat Ibadah
5. Perilaku Masyarakat- Pengetahuan Tentang
PSN- Perilaku kesehatan
6. Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga- Kontainer di dalam rumah- Kontainer di luar rumah
1. Type & subtype
2. Virulensi virus
7. Keberadaan Jentik Vektor Dengue
3. Galur virus
Berdasarkan konsep segitiga epidemiologi, insiden penyakit demam
berdarah dengue dipengaruhi oleh agent, host dan lingkungan (environment).
Pada penelitian ini, beberapa faktor host dan lingkungan akan diteliti sebagai
sebagai bagian dari faktor resiko. Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi
virus dengue, dimana yang mempengaruhi host yang akan diteliti adalah umur,
jenis kelamin, BMI, penyakit penyerta. Sedangkan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi insiden demam berdarah dengue perilaku masyarakat (pengetahuan
tentang PSN, perilaku kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga
(kontainer di dalam rumah dan kontainer di luar rumah), dan keberadaan jentik
Vektor Dengue. Melalui beberapa faktor resiko baik dari host maupun lingkungan
diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi insiden demam berdarah
dengue, khususnya pada masyarakat di Desa Grogol Kcamatan Diwek.
3.2 Hipotesis
Faktor host dan lingkungan merupakan faktor-faktor resiko insiden DBD
di Desa Grogol Kecamatan Diwek.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian survei yang menggunakan rancangan
“cross sectional”.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2012 di desa Grogol.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk desa Grogol. Jumlah
penduduk desa Grogol sebanyak 7.035 jiwa.
4.3.2 Sampel
Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
n = N
1+N(d)2
= 7.035
1+7.035(0,1)2
= 98
Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat kesalahan yang masih ditolerir (d = 0,1)
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan accidental
sampling.
Kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini adalah:
1. Kriteria inklusi
a. Penduduk desa Grogol
b. Penduduk desa Grogol yang 3 bulan terakhir berada di Grogol
c. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria eksklusi
a. Bukan penduduk desa Grogol
b. Penduduk desa Grogol tapi tidak berada di desa selama 3 bulan terakhir
c. Tidak bersedia menjadi responden
4.4 Variabel Penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, BMI,
penyakit penyerta, perilaku masyarakat (pengetahuan tentang PSN, perilaku
kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga (kontainer di dalam rumah
dan kontainer di luar rumah), dan keberadaan jentik Vektor Dengue.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah insiden Demam Berdarah
Dengue di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012.
Variabel Pengganggu pada penelitian ini adalah type dan subtype virus,
virulensi virus, galur virus, letak geografis, cuaca (kelembaban dan curah hujan),
ketinggian, tempat ibadah.
Sebagai pengendalian variabel pengganggu, variabel yang dianggap sama
adalah type dan subtype virus, virulensi virus, galur virus, letak geografis, cuaca
(kelembaban dan curah hujan), ketinggian dan tempat ibadah.
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Umur dikelompokkan menjadi kurang dari 1 tahun, 1-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14
tahun, 15-44 tahun, dan lebih dari 45 tahun (Soegijanto, 2000).
2. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.
3. BMI (Body Mass Index) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi
dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2006).
4. Penyakit penyerta adalah penyakit yang sedang diderita saat ini.
5. Pemberantasan sarang nyamuk adalah upaya pencegahan penyakit DBD yang
dapat dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat-tempat umum
dengan kegiatan “3M Plus”, yaitu yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain
itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,
menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat
nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat (Ditjen
P2MPL, 2000).
6. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya
pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai
macam sumber (Notoatmodjo, 2003).
7. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo,
2003). Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk
memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit (Depkes RI, 2002: 3).
8. Kontainer adalah tempat penampung air yang dapat dikelompokkan menjadi
Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari (bak mandi, bak
WC, drum, tempayan/gentong, tandon, dan ember), TPA bukan untuk
keperluan sehari-hari (vas bunga dan tempat minum hewan peliharaan), dan
TPA alamiah (Depkes RI, 1992).
9. Keberadaan Jentik Vektor Dengue diukur untuk menghitung indikator
keberhasilan dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah
Dengue. Keberadaan jentik yang dinilai yaitu di dalam rumah maupun dalam
penampung air atau kontainer. Menurut Depkes RI tahun 1992, indikator-
indikator yang digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk adalah:
a.
b.
c.
d.
10. Insiden adalah jumlah kejadian atau kasus baru yang terjadi dalam periode
waktu tertentu. Perhitungan angka insiden berguna untuk mencari penyebab
atau faktor risiko timbulnya penyakit.
4.6 Cara pengumpulan data dan Instrumen penelitian
4.6.1 Cara pengumpulan data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode
wawancara dengan menggunakan kuisioner dan observasi dan studi dokumentar
(register puskesmas).
4.6.2 Instrumen penelitian
Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah check list yang nanti
merupakan hasil dari wawancara dan observasi langsung.
4.7 Alur penelitian
Gambar 4.1 Skema alur penelitian
4.8 Rencana pengolahan dan Analisis data
Hasil penelitian diolah terlebih dahulu dalam bentuk tabel kemudian data
yang diperoleh dan dianalisis. Analisis data dilakukan secara analisis univariat,
bivariat, dan multivariat sebagai berikut:
Populasi Sample Pengumpulan Data
Wawancara dan Observasi
Hasil
Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi,
untuk mendiskripsikan variabel umur, BMI, perilaku masyarakat
(pengetahuan tentang PSN, perilaku kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan
rumah tangga (kontainer di dalam rumah dan kontainer di luar rumah),
keberadaan jentik Vektor Dengue, House Index (HI), Container Index (CI),
Bruteau Index (BI), Angka Bebas Jentik (ABJ), serta insiden Demam
Berdarah Dengue di Desa Grogol.
2. Chi-square
Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square dengan SPSS.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini didapatkan dari data primer, yaitu data wawancara
berupa kuesioner dan observasi langsung dengan penggunaan check list, yang
dilakukan di desa Grogol, pengambilan data ini dilakukan selama satu hari pada
tanggal 19 Oktober 2012. Data diambil dari 98 sampel yaitu dari seluruh
penduduk desa Grogol yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel
dilakukan dengan accidental sampling. Penyajian hasil penelitian ini merupakan
data karakteristik responden.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian faktor-faktor resiko insiden DBD di desa Grogol periode
Agustus-Oktober 2012 yang diteliti adalah didapatkan karakteristik sampel
sebagai berikut:
1. Berdasarkan usia
Berdasarkan hasil penelitian dari 98 orang sampel, terdapat responden
berusia kurang dari 1 tahun sebanyak 1 responden (1,02%), responden berusia 1-4
tahun sebanyak 7 responden (7,14%), responden berusia 5-9 tahun sebanyak 13
responden (13,26%), responden berusia 10-14 tahun sebanyak 17 responden
(17,34%), responden berusia 15-44 tahun sebanyak 40 responden (40,81%), dan
responden berusia lebih dari 44 tahun sebanyak 20 responden (20,40%).
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan usiaUsia Jumlah Presentase
< 1 tahun 1 1,02%1-4 tahun 7 7,14%5-9 tahun 13 13,26%
10-14 tahun 17 17,34%15-44 tahun 40 40,81%> 44 tahun 20 20,40%
Total 98 100%(Sumber: Check list 2012)
2. Berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari 98 responden, terdapat 52 responden laki-laki (53,06%) dan 46 responden perempuan (46,94%).
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah PersentaseLaki-laki 52 53,06 %
Perempuan 46 46,94 %Total 98 100 %
(Sumber: Check list, 2012)
3. Berdasarkan BMI
Berdasakan pengukuran BMI dari tinggi badan dan berat badan
didapatkan12 (12,24%) responden berstatus BMI lebih, 86 (87,75%) responden
berstatus gizi cukup, dan tidakada responden yang berstatus gizi kurang.
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan BMI
BMI Jumlah PersentaseLebih 12 12,24%Cukup 86 87,75 %Kurang 0 0 %Total 98 100%
(Sumber: Check List, 2012)
4. Berdasarkan Penyakit Penyerta
Berdasarkan hasil penelitian dari 98 responden, semua responden tidak
memiliki penyakit penyerta.
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Penyakit Penyerta
Penyakit Penyerta Jumlah PersentaseAda 0 0 %
Tidak 98 100 %Total 98 100%
(Sumber: Check List, 2012)
5. Berdasarkan Pengetahuan terhadap PSN
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebanyak 67 (68,36%)
responden memiliki pengetahuan tentang PSN dan 31 (31,63%) responden tidak
mengetahui tentang PSN.
Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan terhadap PSN
Pengetahuan PSN Jumlah PersentaseMengetahui 67 68,36%
Tidak mengetahui 31 31,63%Total 98 100%
(Sumber: Check List, 2012)
6. Berdasarkan perilaku sehat PSN
Dari penelitian yang dilakukan didaptkan hasil sebanyak 24 (24,48%)
responden melakukan kegiatan PSN dan sebanyak 74 (75,51%) responden yang
melakukan kegiatan PSN di rumah mereka.
Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku sehat PSN
Tindakan PSN Jumlah PersentaseMelakukan 24 24,48%
Tidak melakukan 74 75,51%Total 98 100%
(Sumber: Check List, 2012)
7. Berdasarkan jumlah kontainer dan adanya jentik pada kontainer
Dari 19 rumah yang diobservasi ditemukan rumah positif jentik nyamuk
Aedes aegypti sebanyak 18 (94,73%) dan rumah yang tidak terdapat jentik
nyamuk Aedes aegypti sebanyak 1 (5,27%), sehingga didapatkan House Index =
94,73%. Untuk pemeriksaan kontainer diperoleh bahwa dari 119 kontainer yang
diperiksa terdapat jentik Aedes aegypti sebanyak 59 kontainer (50,86%), sehingga
didapatkan Container Index = 50,86. Braeteu Index = 59 dan diperoleh Dengue
Fever sebesar 9.
Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Keberadaan Jentik
Diperiksa JumlahJentik
HI CI BI DFada tidak
Rumah 19 18 1 94.73 50,86% 59 9Kontainer 116 59 57
5.2 Hasil Analisis Data
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi faktor resiko dari insiden
DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek selama periode Agustus-Oktober 2012
maka setiap variabel yang diteliti dilakukan uji chi square. Hasil uji chi square
faktor resiko usia terhadap insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat
ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.8 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Usia
Value dfAsymp. Siq.
(2-sided)Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear by-linear AssociationN or Valid Cases
11.662a
13.063.021
98
551
.040
.023
.886
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12
Dari tabel 5.8 di atas, didapatkan hasil uji chi square 11.662 dengan nilai p
xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak bermakna sebagai faktor
resiko insiden demam berdarah.
Hasil uji chi square faktor resiko BMI terhadap insiden DBD di Desa
Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.9 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko BMI
Value DfAsymp. Siq.
(2-sided)Exact Sig(2-sided)
Exact Sig(1-sided)
Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases
.012a
.000
.012
.012
98
111
1
.9131.000.912
.9141.000 .697
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12
Dari tabel 5.9 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.012 dengan nilai p
xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa BMI tidak bermakna sebagai faktor
resiko insiden demam berdarah.
Hasil uji chi square faktor resiko tingkat pengetahuan PSN terhadap
insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel
berikut:
Tabel 5.10 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Tingkat Pengetahuan PSN
Value dfAsymp. Siq.
(2-sided)Exact Sig(2-sided)
Exact Sig(1-sided)
Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases
.013a
.000
.013
.013
98
111
1
.9081.000.909
.9091.000 .587
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12
Dari tabel 5.10 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.013 dengan nilai p
xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan PSN tidak
bermakna sebagai faktor resiko insiden demam berdarah.
Hasil uji chi square faktor resiko perilaku sehat terhadap insiden DBD di
Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.11 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Perilaku Sehat
Value dfAsymp. Siq.
(2-sided)Exact Sig(2-sided)
Exact Sig(1-sided)
Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases
.028a
.000
.028
.027
98
111
1
.8681.000.867
.8691.000 .616
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12
Dari tabel 5.11 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.028 dengan nilai p
xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku sehat tidak bermakna sebagai
faktor resiko insiden demam berdarah.
Hasil uji chi square faktor resiko keberadaan jentik terhadap insiden DBD
di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.12 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Keberadaan Jentik
Value dfAsymp. Siq.
(2-sided)Exact Sig(2-sided)
Exact Sig(1-sided)
Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases
2.839a
1.7833.002
2.810
98
111
1
.092
.182
.083
.094160 .090
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12
Dari tabel 5.12 di atas, didapatkan hasil uji chi square 2.839 dengan nilai p
xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan jentik tidak bermakna
sebagai faktor resiko insiden demam berdarah.
BAB 6
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu analisis faktor
resiko insiden Demam Berdarah Dengue di desa Grogol periode Agustus-Oktober
2012.
6.1 Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat 9 responden yang
menderita DBD dari 98 responden yang diwawancarai. Usia yang menderita DBD
adalah 10-14 tahun sebanyak 5 responden dan 4 responden berusia 15-44 tahun.
Dari uji Chi-Square yang dilakukan hasil p yang didapatkan adalah 0,040
sehingga dapat dikatakan bahwa usia bukan merupakan faktor resiko insiden DBD
di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Hal ini tidak sesuai dengan
Depkes RI tahun 2002 yang menyatakan bahwa golongan umur akan
mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit. Lebih banyak golongan
umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih besar (Depkes
RI, 2002).
Nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya
dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan
antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi
infeksi virus dengue yang berat. Pada penelitian ini nutrisi dihitung berdasarkan
body mass index yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu BMI lebih, BMI cukup,
dan BMI kurang. Dari analisis data yang dilakukan didapatkan p sebesar 0,913
sehingga nutrisi bukan merupakan faktor esiko dari insiden DBD desa Grogol
periode Agustus-Oktober 2012.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya pengetahuan
seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang PSN sangat penting bagi individu
maupun masayarakat untuk menurunkan angka kejadian DBD. Dari penelitian
yang dilakukan tidak didapatkan hasil yang signifikan antara pengetahuan tentang
PSN terhadap insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012 dengan
hasil p dari analisis data sebesar 0,908.
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan
upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Perilaku kesehatan yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah:
a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti air di vas
bunga, air tempat minum burung.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, bak mandi,
dan tempat penempungan air bersih yang memungkinkan tempat berkembang
biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat.
c. Menguras tempat penampungan air, sekurang-kurangnya 1 minggu sekali.
Seperti bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih, hendaknya
dikuras maksimal 1 minggu sekali.
d. Mengubur Barang-barang bekas bekas yang memungkinkan air tergenang
seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa
(Depkes RI, 1995).
e. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya seperti plastik bekas
air mineral, potongan bambu, tempurung kelapa dan lain-lain, yang dapat
menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan segeralah
membakarnya.
f. Menggantung pakaian, faktor risiko tertular penyakit demam berdarah adalah
rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian bergantungan yang disukai
nyamuk untuk beristirahat (Dinkes Jateng, 2004).
g. Memakai kelambu untuk orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang
wabah demam berdarah sebaiknya waktu tidur memakai kelambu. Terutama
waktu tidur siang hari, karena nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang
hari.
h. Memakai lotion anti nyamuk pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri
minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk
Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998).
i. Menaburkan bubuk abate satu sendok makan (± 10 gram) untuk 100 liter air
(Depkes RI, 1995). Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate
ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah ditaburkan obat
ini kan membuat lapisan pada dinding wadah yang ditaburi obat ini. Lapisan
ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak disikat (Handrawan Nadesul,
1998).
j. Memelihara ikan pemakan jentik, misalnya memelihara ikan pemakan jentik
(ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain) (Depkes RI)
Dari analisis data didaptakan hasil p sebesar 0,868 sehingga dapat
dikatakan bahwa perilaku sehat bukan faktor resiko dari insiden DBD desa Grogol
periode Agustus-Oktober 2012.
Dari hasil analisis data tentang jumlah kontainer didapatkan nilai p sebesar
0,092 sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah kontainer bukan meupakan faktor
resiko dari insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Hal ini tidak
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tempat penampungan air (TPA)
sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan
air air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan TPA (logam, plastik, porselin,
fiberglass, semen, tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih, hijau, coklat, dan
lain-lain), volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt dan lain-lain),
penutup TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan pada TPA (terang atau gelap) dan
sebagainya (Depkes RI, 2002).
Penelitian ini mengobservasi 19 rumah dan 116 kontainer. Dari 19 rumah
ditemukan 18 rumah dengan jumlah 59 kontainer yang terdapat jentik. Dengan
nilai House Index = 94,73%, Container Index = 50,86. Braeteu Index = 59 dan
diperoleh Dengue Fever sebesar 9. Nilai ini menunjukkan bahwa kepadatan
nyamuk di Desa Grogol Kecamatan Diwek termasuk kategori tinggi, sehingga
mempunyai resiko transmisi nyamuk yang cukup tinggi untuk terjadi penularan
penyakit DBD.
6.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini banyak sekali keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti,
diantaranya adalah:
1. Variabel pengganggu dalam penelitian ini belum dapat dikontrol, misalnya
daya tahan tubuh host, tipe dan subtipe dari virus dengue, virulensi virus
dengue, dan galur virus dengue.
2. Gejala asimptomatis dari stadium awal DBD yang mungkin terdapat pada
responden yang tidak dapat dievaluasi, sehingga didapatkan insiden DBD yang
tidak seimbang dengan sampel.
3. Waktu penelitian yang singkat sehingga faktor resiko yang seharusnya diteliti
sebelum terjadi insiden DBD tapi diteliti setelah terjadi insiden DBD.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Faktor resiko insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012 bukan
faktor host dan linkungan.
7.2 Saran
1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
a. Dapat memecahkan masalah kesehatan mengenai DBD dan sebagai bahan
informasi dalam mengoptimalkan program-program dalam insiden DBD
serta pencegahan pembelian antibiotik secara bebas tanpa indikasi yang
tepat.
b. Sebagai referensi untuk Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam
mencanangkan program penyuluhan kesehatan tentang DBD.
2. Bagi Masyarakat Setempat
Memahami tentang faktor resiko insiden DBD sehingga dapat melakukan
pencegahan terhadap DBD.
3. Bagi Peneliti
a. Memberikan informasi faktor resiko DBD.
b. Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya dalam meneliti faktor resiko
DBD.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1
Check list wawancara
No KriteriaRespon
Ya TidakHost1. Nama:
2. Umur:
3. Jenis kelamin:
4. IMT BB: TB:
5. Penyakit penyerta
6. 3 bulan terakhir berada di desa GrogolTingkat pengetahuan 1. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) ?2. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Menguras ?3. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Mengubur ?4. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Menutup ?5. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang cara-cara
membasmi jentik seperti memelihara ikan atau pemberian obate ?
6. Apakah bapak/ibu menimbun sampah padat seperti kaleng, botol, ember
7. Apakah bapak/ibu mendaur ulang sampah padat seperti kaleng, botol, ember ?
8. Apakah bapak/ibu menyimpan peralatan rumah tangga yang sudah dipakai dengan baik ?
9. Apakah bapak/ibu mengubur barang bekas yang dapat menampung air, seperti ban bekas ?
10. Apakah bapak/ibu menguras tempat penampungan air 1 minggu sekali ?
11. Apakah bapak/ibu menutup tempat penampungan air?
12. Apakah bapak/ibu memberikan insektisida/ pembasmi jentik nyamuk pada tempat penampungan air?
13. Apakah bapak/ibu memelihara ikan pada tempat penampungan air untuk membasmi jetik nyamuk ?
14. Apakah bapak/ibu dua minggu sebelum kejadian DBD pernah keluar kota?
15. Apakah bapak/ibu banyak menghabiskan aktivitasnya di dalam ruangan pada siang hari ?
16. Apakah rumah bapak/ibu telah dilakukan penyemprotan?
Kontainer1. Jumlah penampungan air (Kontainer) > 3
a. Bak mandib. Drum/tangkic. Gentong d. Vas/pot berisi aire. Bekas kolamf. Wadah minum hewang. Saluran air / got semenh. Penampungan air lemari es belakangi. Ban bekasj. Peralatan/ember bekask. Kaleng/botolbekas/pecahan gelas/piringl. Meteran PDAMm. Sangkar burung
2. Memiliki saluran air hujan 3. Terdapat jentik nyamuk pada kontainer4. Penyediaan air bersih
Lampiran 2
Hasil Analisis Data
Case Processing Summary
98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * USIAN Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
KASUS * USIA Crosstabulation
5 4 9
5.1% 4.1% 9.2%
1 7 13 13 35 20 89
1.0% 7.1% 13.3% 13.3% 35.7% 20.4% 90.8%
1 7 13 18 39 20 98
1.0% 7.1% 13.3% 18.4% 39.8% 20.4% 100.0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
dbd
bukan
KASUS
Total
< 1 th 1 - 4 th 5 - 9 th 10 - 14 th 15 - 44 th > 44 th
USIA
Total
Chi-Square Tests
11.662a 5 .040
13.063 5 .023
.021 1 .886
98
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
7 cells (58.3%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .09.
a.
Symmetric Measures
.326 .040
98
Contingency CoefficientNominal by Nominal
N of Valid Cases
Value Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Case Processing Summary
98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * BMIN Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
KASUS * BMI Crosstabulation
1 8 9
1.0% 8.2% 9.2%
11 78 89
11.2% 79.6% 90.8%
12 86 98
12.2% 87.8% 100.0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
dbd
bukan
KASUS
Total
lebih cukup
BMI
Total
Chi-Square Tests
.012b 1 .913
.000 1 1.000
.012 1 .912
1.000 .697
.012 1 .914
98
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is1.10.
b.
Symmetric Measures
.011 .913
98
Contingency CoefficientNominal by Nominal
N of Valid Cases
Value Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Case Processing Summary
98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * PNGT_PSNN Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
KASUS * PNGT_PSN Crosstabulation
61 28 89
62.2% 28.6% 90.8%
6 3 9
6.1% 3.1% 9.2%
67 31 98
68.4% 31.6% 100.0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
bukan
dbd
KASUS
Total
baik kurang
PNGT_PSN
Total
Chi-Square Tests
.013b 1 .908
.000 1 1.000
.013 1 .909
1.000 .587
.013 1 .909
98
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is2.85.
b.
Symmetric Measures
.012 .908
98
Contingency CoefficientNominal by Nominal
N of Valid Cases
Value Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Case Processing Summary
98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * SADARPSNN Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
KASUS * SADARPSN Crosstabulation
22 67 89
22.4% 68.4% 90.8%
2 7 9
2.0% 7.1% 9.2%
24 74 98
24.5% 75.5% 100.0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
bukan
dbd
KASUS
Total
ya tidak
SADARPSN
Total
Chi-Square Tests
.028b 1 .868
.000 1 1.000
.028 1 .867
1.000 .616
.027 1 .869
98
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is2.20.
b.
Symmetric Measures
.017 .868
98
Contingency CoefficientNominal by Nominal
N of Valid Cases
Value Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Case Processing Summary
98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * POS_JENTN Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
KASUS * POS_JENT Crosstabulation
7 2 9
7.1% 2.0% 9.2%
43 46 89
43.9% 46.9% 90.8%
50 48 98
51.0% 49.0% 100.0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
dbd
bukan
KASUS
Total
pos neg
POS_JENT
Total
Chi-Square Tests
2.839b 1 .092
1.783 1 .182
3.002 1 .083
.160 .090
2.810 1 .094
98
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is4.41.
b.
Symmetric Measures
.168 .092
98
Contingency CoefficientNominal by Nominal
N of Valid Cases
Value Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Lampiran 3
Dokumentasi penelitian
Kondisi dapur salah satu responden
Kontainer salah satu responden Wawancara dengan responden
Kontainer salah satu responden kondisi salah satu kamar responden
Kontainer salah satu responden Jentik pada salah satu kontainer responden
Lampiran 4
Kerangka Operasional
NO Kategori Kriteria 1. Tingkat pengetahuan Baik, bila mengetahui tentang PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk; 3M + 1, mengubur, menutup, menguras dan pemberian abate atau ikan)
Buruk, bila tidak memenuhi syarat tersebut
2. Sadar Tindak PSN Baik, bila melakukan kegiatan 3M+1 (Mengubur, menutup, menguras dan pemberian abate atau ikan)
Buruk, bila tidak memenuhi syarat diatas
3. BMI Lebih, bila hasil lebih dari 24,9 Cukup, bila hasil diantara 18,5-24,9 Kurang, bila hasil dibawah 18,5
top related