demam berdarah dengue

95
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat serta semakin luas penyebarannya dari tahun ke tahun. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006). Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan

Upload: prince-singgih-saputra

Post on 14-Aug-2015

257 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

demam berdarah dengue dengue hemoragik fever

TRANSCRIPT

Page 1: demam berdarah dengue

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic

Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

di Indonesia yang cenderung meningkat serta semakin luas penyebarannya dari

tahun ke tahun. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia

terutama di negara-negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik

maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah

endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi

peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan

terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes.

Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most

mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006).

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun

1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD

menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus

DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53

orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%).

Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR

27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan

Satari, 2007). Tahun 2004, DBD menimbulkan KLB di 12 propinsi dengan jumlah

79.462 penderita dan 957 menyebabkan kematian. Awal tahun 2007, kembali

Page 2: demam berdarah dengue

terjadi KLB di 11 propinsi. Jumlah kasus DBD tahun 2007 sampai Juli adalah

102.175 kasus dengan jumlah kematian 1.098 jiwa (Dinkes RI, 2008).

Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Timur baik di perkotaan maupun

di pedesaan. Pada beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk

cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus maupun kematiannya. Seperti

KLB, DBD secara nasional juga menyebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa

Timur. Penyebaran kasus DBD di Jawa Timur terdapat di 38 kabupaten/kota

(semua kabupaten/kota) dan juga di beberapa kecamatan atau desa yang ada di

wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus dan kematian akibat

penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami

peningkatan. Dari laporan Kabupaten/Kota, pada tahun 2009 di Jawa Timur DBD

merupakan KLB dengan jumlah penderita terbanyak yaitu 2.958 penderita dan

kematian 33 orang (CFR 1,12%) (Dinkes Jatim, 2009). Berdasarkan profil Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang tahun 2008 kasus DBD telah menyebar luas ke

seluruh wilayah Kabupaten Jombang. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB

dengan angka kesakitan dan angka kematian yang relative tinggi. Jumlah kasus

DBD di Kabupaten Jombang selama kurun waktu 2008 adalah sebanyak 645

kasus dengan 21 kematian (Dinkes Jombang, 2008).

Berdasarkan data penyebaran kasus DBD di Puskesmas Cukir yang

melayani 11 desa/kelurahan selama 3 bulan terakhir jumlah kasus DBD di desa

Grogol merupakan daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak. Angka kejadian

DBD di desa Grogol yang lebih besar jika dibandingkan dengan desa lainnya di

Page 3: demam berdarah dengue

wilayah kerja Puskesmas Cukir bisa disebabkan oleh 3 faktor, yaitu faktor

perilaku dari masyarakat, faktor agen penyebab (nyamuk), dan faktor lingkungan.

Dari beberapa faktor host dan faktor lingkungan yang berhubungan

dengan kejadian DBD di desa grogol,peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai

distribusi usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, penyakit penyerta, perlaku

masyarakat dan sanitasi lingkungan (jumlah kontainer dan ada atau tidaknya

jentik dalam kontainer).

1.2 Rumusan Masalah

Apa sajakah faktor resiko insiden Demam Berdarah Dengue?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan insiden DBD di desa Grogol

kecamatan Diwek.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui apakah usia merupakan faktor resiko insiden DBD di desa

Grogol Kecamatan Diwek.

2. Untuk mengetahui apakah jenis kelamin merupakan faktor resiko insiden DBD

di desa Grogol Kecamatan Diwek.

3. Untuk mengetahui apakah Indeks Massa Tubuh merupakan faktor resiko

kejadian DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.

4. Untuk mengetahui apakah ada tidaknya penyakit penyerta merupakan faktor

resiko kejadian DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.

Page 4: demam berdarah dengue

5. Untuk mengetahui apakah pengetahuan masyarakat tentang pemberantasan

sarang nyamuk merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol

Kecamatan Diwek.

6. Untuk mengetahui apakah perilaku sehat merupakan faktor resiko insiden DBD

di desa Grogol Kecamatan Diwek.

7. Untuk mengetahui apakah dari jumlah kontainer merupakan faktor resiko

insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.

8. Untuk mengetahui apakah dari keberadaan jentik dalam kontainer merupakan

faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah

pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah

penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program

pemberantasan penyakit menular (P2M).

2. Bagi Masyarakat

Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam

upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

3. Bagi Peneliti lain

Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan

penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

peningkatan kasus DBD.

Page 5: demam berdarah dengue

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

menifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai

leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, kebocoran plasma (plasma

leakage), dan diatesis hemoragik.8,9,10 Penyakit DBD ditandai dengan demam yang

mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, nyeri ulu hati

disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan, lebam/ruam. Kadang-

kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau shock.2

2.2 Epidemiologi

Transmisi virus dengue tergantung pada faktor biotik dan faktor abiotik.

Yang termasuk dalam faktor biotik adalah virus, vektor, dan penjamu. Sedangkan

pada faktor abiotik adalah seperti suhu, kelembapan, dan musim penghujan

(WHO,2011).

2.2.1 Virus dengue

Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus Flavivirus

(Arbovirus Grup B), salah satu genus familia Flaviviridae. Dikenal ada empat

stereotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Jika terinfeksi

dengan salah satu stereotipe diatas menyebabkan imunitas sepanjang hayat pada

stereotipe tersebut. Namun jika terinfeksi kembali dengan stereotipe yang bebeda

dapat menyebabkan derajat dari DHF yang terberat yaitu DSS. Ke-empat

stereotipe virus dengue ini berhubungan dengan epidemis dari dengue fever (baik

Page 6: demam berdarah dengue

dengan maupun tanpa DHF) dengan derajat keparahan yang berbeda (WHO,

2011).

2.2.2 Vektor

Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan terutama oleh nyamuk Aedes

aegypti. Meskipun nyamuk Aedes albopictus dapat menularkan DBD tetapi

peranannya dalam penyebaran penyakit sangat kecil, karena biasanya hidup di

kebun-kebun. Oleh karena itu dalam pokok bahasan ini hanya menguraikan

tentang nyamuk Aedes aegypti, morfologinya, lingkaran hidupnya, cara

penularannya dan kegiatan pemberantasannya (Depkes RI, 2008).

a. Morfologi

a. Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan

rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-

bintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008)Gambar 2.1 Aedes aegypti dewasa

b. Kepompong

Kepompong (pupa) berbentuk seperti ’koma’. Bentuknya lebih

besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa berukuran

lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain

(Depkes RI, 2008).

Page 7: demam berdarah dengue

(Depkes RI, 2008)Gambar 2.2 Kepompong Aedes aegypti

c. Jentik / larva

Jentik (larva) Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan

pertumbuhan larva tersebut, yaitu:

Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

Instar II : 2,5-3,8 mm

Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

Instar IV : berukuran paling besar 5 mm (Depkes RI, 2008)

(Depkes RI, 2008)Gambar 2.3 Jentik Aedes aegypti

d. Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval

yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau

menempel pada dinding tempat penampung air (Depkes RI, 2008).

Page 8: demam berdarah dengue

(Depkes RI, 2008) Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti

b. Siklus hidup

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya

mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong -

nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada

umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur

terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium

kepompong berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi

nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3

bulan (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008)Gambar 2.5 Siklus hidup Aedes aegypti

c. Tempat Perkembangbiakan

Tempat perkembang-biakan utama ialah tempat-tempat penampungan

air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam

Page 9: demam berdarah dengue

atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak

500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di

genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Depkes RI, 2008).

Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:

drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:

tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-

barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu

(Depkes RI, 2008).

d. Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istrirahat di kulit

kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang

menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa/darah

(Depkes RI, 2008).

Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari

bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah.

Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat

antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika

dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan

untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah

Page 10: demam berdarah dengue

sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu

tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle) (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008)Gambar 2.6 Siklus gonotropik Aedes aegypti

Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas

menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas

antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes

aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites)

dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.

Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes

RI, 2008).

Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam

atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat

perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di

tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Depkes RI,

2008).

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina

akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di

atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam

waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina

dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering

Page 11: demam berdarah dengue

(tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila

tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi

maka telur dapat menetas lebih cepat (Depkes RI, 2008).

e. Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100

meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat

berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-

tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di

tempat-tempat umum (Depkes RI, 2008).

Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian

daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak

dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu

rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut

(Depkes RI, 2008).

2.2.3 Penjamu

Sebagai sumber penularan dan sebagai penderita penyakit DBD.

Berdasarkan golongan umur maka penderita DBD lebih banyak pada golongan

umur kurang dari 15 tahun.

Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia adalah:

a. Umur

Golongan umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan

penyakit. Lebih banyak golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang

untuk sakit DBD lebih besar (Depkes RI, 2002)

Page 12: demam berdarah dengue

b. Jenis kelamin

Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan

DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Filipina

dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak

ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan

perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak

perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan.Singapura

menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak

perempuan.

c. Nutrisi

Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada

hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik

mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan

antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.

d. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya

pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai

macam sumber (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).

Page 13: demam berdarah dengue

e. Sosial Budaya

Lingkungan sosial dan budaya merupakan lingkungan yang bersifat

dinamis dan cukup pelik. Suatu lingkungan sosial sosial tertentu tidak begitu

saja memberi pengaruh yang sama kepada semua orang. Kebiasaaan sosial

mungkin akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan (Mukono, 2000).

f. Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan

penyuluhan dan cara pemberantasan DBD yang dilakukan.

g. Status Ekonomi

Akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke Puskesmas atau

Rumah Sakit.

h. Suku bangsa

Tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing sehingga

hal ini juga mempengaruhi penularan DBD.

i. Daya tahan Tubuh (Imunitas)

Daya tahan tubuh adalah sistem pertahanan tubuh dari benda asing

yang masuk dalam tubuh baik itu virus ataupun bakteri. Makin kuatnya daya

tahan tubuh seseorang dapat menghambat perkembangan virus DBD dalam

tubuh. (Depkes RI, 2002)

j. Populasi

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi

virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan

jumlah insiden kasus DBD tersebut.

Page 14: demam berdarah dengue

k. Mobilitas penduduk

Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi

penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi

penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942

adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur

transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo,

2005).

2.2.4 Lingkungan

2.2.4.1 Lingkungan fisik

a. Macam kontainer / tempat penampungan air

Macam tempat penampungan air (TPA) sebagai tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan air

air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan TPA (logam, plastik, porselin,

fiberglass, semen, tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih, hijau,

coklat, dan lain-lain), volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-

200 lt dan lain-lain), penutup TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan

pada TPA (terang atau gelap) dan sebagainya (Depkes RI, 2002).

b. Ketinggian tempat

Ketinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyebaran

Aedes aegypti. Di india, Aedes aegypti terebar mulai dari

ketinggian 0 hngga 1000 meter diatas permukaan laut. Di dataran

rendah (kurang dari 500 meter)tingkat populasi nyamuk dari

sedang hingga tinggi, sementara di daerah penggunungan (lebih

dari 500 meter) populasinya rendah. Di negara-negara asia

Page 15: demam berdarah dengue

tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter merupakan batas

penyebaran Aedes aegypti. Di belahan dunia lain, nyamuk tersebut

ditemukan didaerah yang lebih tinggi, seperti ditemukan pada

ketinggian lebih dari 2200 meter di kolombia (WHO, 2000).

c. Iklim

Iklim adalah salah satu komponen pokok dalam lingkungan fisik,

yang terdiri dari :

Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah (10ºC).

Tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan

berhenti bila suhu sampai dibawah suhu kritis (4,5ºC). Pada

suhu yang lebih tinggi dari 35ºC mengalami keterbatasan

proses-proses fisiologis. Rata-rata suhu maksimum untuk

pertumbuhan nyamuk 25-27ºC.

Kelembapan nisbi udara

Kelembapan nisbi udara adalah banyaknya uap air yang

terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam

persen

Curah hujan

Hujan dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk dengan dua

cara yaitu menyebabkan naiknya kelembapan nisbi udara

dan menambah tempat jumlah perindukan

Page 16: demam berdarah dengue

Kecepatan angin

Angin dapat berpengaruh pada penerbangan nyamuk, bila

kecepatan angin 11-14m/detik aan menghambat

penerbangan nyamuk (Depkes RI, 2002).

2.2.4.2 Lingkungan Biologi

Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang

mempengaruhi kelembababan dan pencahayaan di dalam rumah dan

halamannya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan berarti akan

menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga

menambah umur nyamuk. Pada tempat-tempat yang demikian di daerah

pantai akan memperpanjang umur nyamuk dan penularan mungkin terjadi

sepanjang tahun di tempat tersebut. Hal – hal ini seperti merupakan fokus

penularan untuk tempat-tempat sekitarnya. Pada waktu musim hujan

menyebar ke tempat lain dan pada saat bukan musim hujan kembali lagi ke

pusat penularan (Depkes RI, 2002).

2.2.4 Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Soekidjo Notoatmodjo,

2003).

Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk

memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari

ancaman penyakit (Depkes RI, 2002).

Page 17: demam berdarah dengue

a. Perilaku hidup sehat

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan

upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya.

b. Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan

penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan

gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang

mencakup semua hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang

sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit

sendiri maupun orang lain (terutama keluarga) yang selanjutnya disebut

perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi:

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

b. Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan

penyakit yang layak.

Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh

pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit

(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas

kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).

Perilaku kesehatan yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah:

a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti air di vas

bunga, air tempat minum burung.

Page 18: demam berdarah dengue

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, bak

mandi, dan tempat penempungan air bersih yang memungkinkan tempat

berkembang biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat.

c. Menguras tempat penampungan air, sekurang-kurangnya 1 minggu sekali.

Seperti bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih,

hendaknya dikuras maksimal 1 minggu sekali.

d. Mengubur Barang-barang bekas bekas yang memungkinkan air tergenang

seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa

(Depkes RI, 1995).

e. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya seperti plastik

bekas air mineral, potongan bambu, tempurung kelapa dan lain-lain, yang

dapat menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan

segeralah membakarnya.

f. Menggantung pakaian, faktor risiko tertular penyakit demam berdarah

adalah rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian bergantungan

yang disukai nyamuk untuk beristirahat (Dinkes Jateng, 2004).

g. Memakai kelambu untuk orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang

wabah demam berdarah sebaiknya waktu tidur memakai kelambu.

Terutama waktu tidur siang hari, karena nyamuk Aedes aegypti menggigit

pada siang hari.

h. Memakai lotion anti nyamuk pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri

minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk

Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998).

Page 19: demam berdarah dengue

i. Menaburkan bubuk abate satu sendok makan (± 10 gram) untuk 100 liter

air (Depkes RI, 1995). Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk

abate ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah

ditaburkan obat ini kan membuat lapisan pada dinding wadah yang

ditaburi obat ini. Lapisan ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak

disikat (Handrawan Nadesul, 1998).

j. Memelihara ikan pemakan jentik, misalnya memelihara ikan pemakan

jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain)

(Depkes RI)

2.3 Patogenesis

Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Ada dua

teori yang banyak dianut pada DBD. Pertama, adalah hipotesis infeksi sekunder

(teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.

Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami

infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai

resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Sebagai akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon

antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan

proliferasi dan trannsformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibody

IgG anti dengue.9,18

Kedua, adalah hipotesis yang menyatakan bahwa virus dengue seperti juga

virus penyakit lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu

virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia, maupun pada tubuh

nyamuk.9

Page 20: demam berdarah dengue

2.4 Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya

tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan

demikian, dapat menyebabkan keadaan mulai dari tanpa gejala (asimptomatik),

demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat

yaitu DBD dan dengue shock syndrome (DSS).18,19

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang

diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini, pasien sudah tidak demam,

akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat

pengobatan yang adekuat.14,24 Derajat penyakit DBD menurut WHO tahun 1997

dibagi menjadi 4 derajat, yaitu: 9,11,18,19

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji tornikuet.

Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain.

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak

tampak gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, tekanan

darah tidak terukur.

2.5 Penatalaksanaan

Tatalaksana DBD bersifat simptomatik dan suportif, yaitu pemberian

cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan,

Page 21: demam berdarah dengue

maka cairan intrvena rumatan perlu diberikan. Apabila keluarga atau masyarakat

menemukan gejala dan tanda klinis DBD, maka pertolongan pertama yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut:1,7,9,11,18

1. Tirah baring selama demam

2. Antipiretik, hanya diperlukan jikan suhu badan ≥38,5°C sebaiknya dikompres

hangat dahulu

3. Minum banyak (1-2 liter/hari)

4. Jika dalam 2 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala

dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),

muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjukan untuk segera dibawa

berobat/memeriksakan ke dokter atau unit pelayanan kesehatan untuk segera

mendapata pemeriksaan dan pertolongan.

2.6 Pencegahan

Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara

utama yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah

dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang

dilakukan adalah terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya:

Gambar 3 Cara Pemberantasan DBD1

Nyamuk Dewasa

Nyamuk Dewasa

Dengan Insektisida (fogging dan ULV)

Fisik

Kimiawi

Biologi

Page 22: demam berdarah dengue

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung dari pengendalian

vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:1,4,17,19,20

1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,

modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan

manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:

a. Menguras bak mandi / penampungan air sekurang-kurangnya sekali

seminggu.

b. Mengganti / menguras vas bunga dan tempat minum burung sekali

seminggu.

c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan bekas di sekitar rumah dan

lain sebagainya.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik

(ikan adu / ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

3. Kimiawi

a. Cara pengendalian kimiawi ini antara lain dengan: 16,19,20

b. Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion,

berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

tertentu.

Page 23: demam berdarah dengue

c. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan

air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara tersebut di atas, yang disebut dengan “3M”, yaitu

menutup, menguras, menimbun. Selain juga dapat dilakukan beberapa tambahan

seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan

kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,

menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll

sesuai dengan kondisi setempat.1,19,20

2.7 Perilaku mengenai 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)

Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu

ke dalam 3 domain. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan

pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau

meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari:21

a) kognitif (cognitive domain),

b) afektif (affective domain),

c) psikomotor (psycomotor domain)

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk

kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:21

a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(knowledge)

b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang

diberikan (attitude)

Page 24: demam berdarah dengue

c) Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan

materi pendidikan yang diberikan (practice)

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai

pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus

yang berupa materi atau objek luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru

pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk

sikap si subjek terhadap objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya

tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action)

terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi.21

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga.26 Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan sebagai

parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan kesehatan masyarakat.22,23

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:21

a. Tahu (know) diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (comprehention) yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar obyek yang diketahui secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

Page 25: demam berdarah dengue

paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication) yaitu segala kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus-

rumus, metode, prinsip dalam kontak atau situasi lain.

d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain

sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi atau menyusun

formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi penilaian

terhadap materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / afektif

(senang, benci, sedih, dsb),di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang

obyek itu) serta aspek konatif / psikomotor (kecenderungan bertindak). Selain

bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda

(sangat benci, agak benci, dsb). Sikap seseorang dapat berubah dengan

diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta

tekanan dari kelompok sosialnya.21,22

Page 26: demam berdarah dengue

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:21

a. Menerima (receiving)

Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah

adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu

masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan

tingkat sikap yang paling tinggi

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-

pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju,

setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).21

2.8 Desa Grogol

2.8.1 Geografi

Desa Grogol merupakan salah satu dari 13 desa dari kecamatan Diwek

yang berjarak kira - kira 3 km dari Puskesmas Cukir kurang lebih 12 km dari ibu

kota kabupaten Jombang.

Desa Grogol memiliki batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Bandung

Page 27: demam berdarah dengue

Sebelah Timur : Desa Bulurejo

Sebelah Selatan : Desa Jatirejo dan Desa Cukir

Sebelah Barat : Desa Gondek dan Desa Jogoroto

Sebagian besar wilayah desa adalah kawasan pertanian dan terdapat

sebagian kecil tanah tegalan, selebihnya adalah kawasan pemukiman penduduk.

Luas wilayah desa Grogol 380,34 Ha dengan proporsi lahan sebagai berikut :

Daerah Pemukiman, seluas 150,93 Ha

Daerah Sawah, seluas 218,28 Ha

Daerah Tegalan, seluas 0,74 Ha

Daerah Kawasan Industri, seluas 0,65 Ha

Daerah Kolam, seluas 0,77 Ha

Area Jalan, seluas 8,97 Ha

Tingkat kesuburan tanah termasuk kategori subur. Kondisi jalan

penghubung berupa aspal dan makadam. Sarana transportasi berupa mobil

angkutan umum, ojek dan becak.

Secara administratif desa Grogol terdiri dari 6 dusun yaitu :

Dusun Grogol yang terdiri dari 6 RT, 5 RW dengan 493 KK.

Dusun Dempok yang terdiri dari 11 RT, 4 RW dengan 679 KK.

Dusun Bogem yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 353 KK

Dusun Sentanan yang terdiri dari 2 RT, 2 RW dengan 213 KK

Dusun Tawar yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 168 KK

Dusun Bongsorejo yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 193 KK

Page 28: demam berdarah dengue

2.8.2 Demografi

Demografi/ kependudukan Desa Grogol pada periode Januari - Desember

tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Grogol secara

keseluruhan berjumlah 7.275 jiwa, terdiri dari laki – laki 3.729 jiwa sedang

perempuan 3.546 jiwa. Dengan jumlah 2099 Kepala Keluarga dan Kepadatan

penduduk sebesar 20 jiwa per Ha.

Tabel 1. Distribusi Penduduk Desa Grogol Berdasarkan Usia

Usia Laki-Laki Perempuan Total0 - 12 bulan 186 170 2561 - 4 tahun 137 149 2865 - 6 tahun 283 233 5167 - 12 tahun 142 224 36613 - 15 tahun 210 215 42516 - 18 tahun 330 346 67619 - 25 tahun 330 355 68526 - 35 tahun 380 391 77136 - 45 tahun 400 375 77546 - 50 tahun 311 321 63251 - 60 tahun 355 346 70161 - 75 tahun 310 330 640

> 75 tahun 260 261 521Jumlah 3729 3546 7275

Dari data diatas, yang ditunjukkan oleh tabel 1, maka jumlah penduduk

usia produktif (16-45 tahun) sebesar 2907 jiwa dan jumlah penduduk usia non

produktif 0-15 tahun sebanyak 1849 jiwa dan 46-75 tahun sebesar 1973 jiwa, jadi

di Desa Grogol penduduk usia non produktif lebih besar dibandingkan usia

produktif.

Indikator kesehatan :

Jumlah kelahiran selama periode tahun 2011 : 101

Jumlah kematian selama periode tahun 2011 : 65

Page 29: demam berdarah dengue

2.8.3 Pemerintahan

Pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh

aparat pemerintah lainnya. Tabel 2. Menunjukkan jumlah dan jabatan aparat

pemerintahan desa.

Tabel 2. Jabatan dan Jumlah Aparat Pemerintahan Desa

No. Jabatan Jumlah1 Kepala Desa 12 Sekretaris Desa 13 Kaur Umum 14 Kaur Pembangunan 15 Kaur Keuangan 16 Kaur Pemerintahan 07 Kaur Kesra 18 Kepala Dusun Grogol 19 Kepala Dusun Dempok 110 Kepala Dusun Bogem 111 Kepala Dusun Sentanan 112 Kepala Dusun Tawar 113 Kepala Dusun Bongsorejo 113 Ketua RT 3114 Ketua RW 17

Jumlah 29

2.8.4 Agama

Distribusi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah

1 Islam 6799

2 Kristen Protestan 532

3 Kristen Katolik 19

4 Hindu -

5 Budha -

6 Lain-lain -

Total 7275

Page 30: demam berdarah dengue

Tabel 4. Fasilitas Peribadatan

No Tempat Peribadatan Jumlah

1. Masjid 6

2. Musholla 19

3. Gereja 1

Kegiatan keagamaan : tahlilan, yasinan, kebaktian di gereja

Peranan Kyai/ ulama/ tokoh masyarakat : aktif.

2.8.5 Pendidikan

Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat dibawah ini

Tabel 5. Distribusi Penduduk Desa Grogol Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1. Belum sekolah 2231

2. Tidak sekolah 147

3. Tidak tamat SD 287

4. SD/sederajat 1205

5. SLTP/sederajat 1574

6. SLTA/sederajat 1391

7. Perguruan tinggi 415

Jumlah 7275

Dari tabel di atas didapatkan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan

rendah (belum/ tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/ sederajat) sebesar 3870 jiwa

(53%), tingkat sedang (SLTP/ sederajat dan SLTA/ sederajat) sebesar 2965 jiwa

Page 31: demam berdarah dengue

(22%), sedangkan tingkat tinggi adalah sebesar 415 jiwa (6%). Jadi di Desa

Grogol mayoritas penduduk berpendidikan rendah.

Page 32: demam berdarah dengue

Tabel 6. Fasilitas Pendidikan dan Non Formal

No Jenis Jumlah

1. TK 5

2. SD/ sederajat 4

3. SLTP/ sederajat 2

4. SMA/ sederajat 1

5. Perguruan tinggi -

6. Pondik Pesantren 1

Jumlah 13

2.8.6 Mata Pencaharian Penduduk

Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk

No Mata Pencaharian Jumlah

1. PNS 34

2. TNI dan POLRI 9

3. Petani 352

4. Buruh tani 556

5. Jasa medik 13

6. Wiraswasta 203

7. Pegawai swasta 512

8. Pensiunan PNS dan TNI 44

9. Angkutan 9

Jumlah total 7275

Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakat di Desa Grogol bekerja di bidang pertanian (32%) dan pegawai swasta

(30%).

Page 33: demam berdarah dengue

2.8.7 Kesehatan

Dibawah ini merupakan daftar dari sarana kesehatan

Tabel 8. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan

No Fasilitas Kesehatan Jumlah (Buah)

1 Rumah Sakit Umum -

2 Rumah Bersalin / Balai Pengobatan -

3 Puskesmas -

4 Puskesmas Pembantu -

5 Polindes 1

6 Posyandu 15

7 Apotik -

8 Tempat Praktek Dokter -

No Tenaga Kesehatan Jumlah (Orang)

1 Dokter Umum -

2 Dokter Gigi -

3 Dokter Spesialis -

4 Paramedis 12

5 Dukun terlatih -

6 Bidan Desa 3

7 Kader kesehatan yang aktif 40

2.8.8 Sanitasi dan Perumahan Penduduk

Tabel 9. Hasil Pemantauan Kesehatan Lingkungan Desa Grogol periode 2011

No Jenis Kegiatan Target Realisasi Kesenjangan

N % N % - +

1 Cakupan air bersih 1750 85 848 48 37

2 Cakupan penggunaan

jamban

803 90 581 85 18

3 Jumlah tempat

pembuangan sampah

936 80 0 0 80

Page 34: demam berdarah dengue

Tabel 11. Sarana Air minum

No. Uraian Jumlah

1 Sumur gali 825

2 Sumur pompa 23

3 PDAM -

4 Sungai 1

Tabel 12. Menunjukkan Jenis dan Distribusi rumah

No. Uraian Jumlah

1 Rumah tembok 1242

2 Rumah setengah tembok 215

3 Rumah papan 60

4 Rumah bilik/ gedek 7

Page 35: demam berdarah dengue

Faktor Resiko

Insiden Demam Berdarah Dengue

Faktor Agen

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Faktor host FaktorLingkungan

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Keterangan :

= Yang diteliti

= Yang tidak diteliti

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3.BMI

4. Penyakit Penyerta

1. Letak Geografis

2. Cuaca- Kelembaban- Curah hujan

3. Ketinggian

4. Tempat Ibadah

5. Perilaku Masyarakat- Pengetahuan Tentang

PSN- Perilaku kesehatan

6. Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga- Kontainer di dalam rumah- Kontainer di luar rumah

1. Type & subtype

2. Virulensi virus

7. Keberadaan Jentik Vektor Dengue

3. Galur virus

Page 36: demam berdarah dengue

Berdasarkan konsep segitiga epidemiologi, insiden penyakit demam

berdarah dengue dipengaruhi oleh agent, host dan lingkungan (environment).

Pada penelitian ini, beberapa faktor host dan lingkungan akan diteliti sebagai

sebagai bagian dari faktor resiko. Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi

virus dengue, dimana yang mempengaruhi host yang akan diteliti adalah umur,

jenis kelamin, BMI, penyakit penyerta. Sedangkan faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi insiden demam berdarah dengue perilaku masyarakat (pengetahuan

tentang PSN, perilaku kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga

(kontainer di dalam rumah dan kontainer di luar rumah), dan keberadaan jentik

Vektor Dengue. Melalui beberapa faktor resiko baik dari host maupun lingkungan

diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi insiden demam berdarah

dengue, khususnya pada masyarakat di Desa Grogol Kcamatan Diwek.

3.2 Hipotesis

Faktor host dan lingkungan merupakan faktor-faktor resiko insiden DBD

di Desa Grogol Kecamatan Diwek.

Page 37: demam berdarah dengue

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian survei yang menggunakan rancangan

“cross sectional”.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2012 di desa Grogol.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk desa Grogol. Jumlah

penduduk desa Grogol sebanyak 7.035 jiwa.

4.3.2 Sampel

Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

n = N

1+N(d)2

= 7.035

1+7.035(0,1)2

= 98

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

d : Tingkat kesalahan yang masih ditolerir (d = 0,1)

Page 38: demam berdarah dengue

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan accidental

sampling.

Kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini adalah:

1. Kriteria inklusi

a. Penduduk desa Grogol

b. Penduduk desa Grogol yang 3 bulan terakhir berada di Grogol

c. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi

a. Bukan penduduk desa Grogol

b. Penduduk desa Grogol tapi tidak berada di desa selama 3 bulan terakhir

c. Tidak bersedia menjadi responden

4.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, BMI,

penyakit penyerta, perilaku masyarakat (pengetahuan tentang PSN, perilaku

kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga (kontainer di dalam rumah

dan kontainer di luar rumah), dan keberadaan jentik Vektor Dengue.

Variabel terikat pada penelitian ini adalah insiden Demam Berdarah

Dengue di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012.

Variabel Pengganggu pada penelitian ini adalah type dan subtype virus,

virulensi virus, galur virus, letak geografis, cuaca (kelembaban dan curah hujan),

ketinggian, tempat ibadah.

Sebagai pengendalian variabel pengganggu, variabel yang dianggap sama

adalah type dan subtype virus, virulensi virus, galur virus, letak geografis, cuaca

(kelembaban dan curah hujan), ketinggian dan tempat ibadah.

Page 39: demam berdarah dengue

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Umur dikelompokkan menjadi kurang dari 1 tahun, 1-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14

tahun, 15-44 tahun, dan lebih dari 45 tahun (Soegijanto, 2000).

2. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.

3. BMI (Body Mass Index) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi

dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2006).

4. Penyakit penyerta adalah penyakit yang sedang diderita saat ini.

5. Pemberantasan sarang nyamuk adalah upaya pencegahan penyakit DBD yang

dapat dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat-tempat umum

dengan kegiatan “3M Plus”, yaitu yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain

itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,

menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,

menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat

nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat (Ditjen

P2MPL, 2000).

6. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya

pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai

macam sumber (Notoatmodjo, 2003).

7. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system

Page 40: demam berdarah dengue

pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo,

2003). Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk

memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari

ancaman penyakit (Depkes RI, 2002: 3).

8. Kontainer adalah tempat penampung air yang dapat dikelompokkan menjadi

Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari (bak mandi, bak

WC, drum, tempayan/gentong, tandon, dan ember), TPA bukan untuk

keperluan sehari-hari (vas bunga dan tempat minum hewan peliharaan), dan

TPA alamiah (Depkes RI, 1992).

9. Keberadaan Jentik Vektor Dengue diukur untuk menghitung indikator

keberhasilan dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah

Dengue. Keberadaan jentik yang dinilai yaitu di dalam rumah maupun dalam

penampung air atau kontainer. Menurut Depkes RI tahun 1992, indikator-

indikator yang digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk adalah:

a.

b.

c.

d.

Page 41: demam berdarah dengue

10. Insiden adalah jumlah kejadian atau kasus baru yang terjadi dalam periode

waktu tertentu. Perhitungan angka insiden berguna untuk mencari penyebab

atau faktor risiko timbulnya penyakit.

4.6 Cara pengumpulan data dan Instrumen penelitian

4.6.1 Cara pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode

wawancara dengan menggunakan kuisioner dan observasi dan studi dokumentar

(register puskesmas).

4.6.2 Instrumen penelitian

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah check list yang nanti

merupakan hasil dari wawancara dan observasi langsung.

4.7 Alur penelitian

Gambar 4.1 Skema alur penelitian

4.8 Rencana pengolahan dan Analisis data

Hasil penelitian diolah terlebih dahulu dalam bentuk tabel kemudian data

yang diperoleh dan dianalisis. Analisis data dilakukan secara analisis univariat,

bivariat, dan multivariat sebagai berikut:

Populasi Sample Pengumpulan Data

Wawancara dan Observasi

Hasil

Analisis Data

Page 42: demam berdarah dengue

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi,

untuk mendiskripsikan variabel umur, BMI, perilaku masyarakat

(pengetahuan tentang PSN, perilaku kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan

rumah tangga (kontainer di dalam rumah dan kontainer di luar rumah),

keberadaan jentik Vektor Dengue, House Index (HI), Container Index (CI),

Bruteau Index (BI), Angka Bebas Jentik (ABJ), serta insiden Demam

Berdarah Dengue di Desa Grogol.

2. Chi-square

Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square dengan SPSS.

Page 43: demam berdarah dengue

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini didapatkan dari data primer, yaitu data wawancara

berupa kuesioner dan observasi langsung dengan penggunaan check list, yang

dilakukan di desa Grogol, pengambilan data ini dilakukan selama satu hari pada

tanggal 19 Oktober 2012. Data diambil dari 98 sampel yaitu dari seluruh

penduduk desa Grogol yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel

dilakukan dengan accidental sampling. Penyajian hasil penelitian ini merupakan

data karakteristik responden.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian faktor-faktor resiko insiden DBD di desa Grogol periode

Agustus-Oktober 2012 yang diteliti adalah didapatkan karakteristik sampel

sebagai berikut:

1. Berdasarkan usia

Berdasarkan hasil penelitian dari 98 orang sampel, terdapat responden

berusia kurang dari 1 tahun sebanyak 1 responden (1,02%), responden berusia 1-4

tahun sebanyak 7 responden (7,14%), responden berusia 5-9 tahun sebanyak 13

responden (13,26%), responden berusia 10-14 tahun sebanyak 17 responden

(17,34%), responden berusia 15-44 tahun sebanyak 40 responden (40,81%), dan

responden berusia lebih dari 44 tahun sebanyak 20 responden (20,40%).

Page 44: demam berdarah dengue

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan usiaUsia Jumlah Presentase

< 1 tahun 1 1,02%1-4 tahun 7 7,14%5-9 tahun 13 13,26%

10-14 tahun 17 17,34%15-44 tahun 40 40,81%> 44 tahun 20 20,40%

Total 98 100%(Sumber: Check list 2012)

2. Berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari 98 responden, terdapat 52 responden laki-laki (53,06%) dan 46 responden perempuan (46,94%).

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah PersentaseLaki-laki 52 53,06 %

Perempuan 46 46,94 %Total 98 100 %

(Sumber: Check list, 2012)

3. Berdasarkan BMI

Berdasakan pengukuran BMI dari tinggi badan dan berat badan

didapatkan12 (12,24%) responden berstatus BMI lebih, 86 (87,75%) responden

berstatus gizi cukup, dan tidakada responden yang berstatus gizi kurang.

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan BMI

BMI Jumlah PersentaseLebih 12 12,24%Cukup 86 87,75 %Kurang 0 0 %Total 98 100%

(Sumber: Check List, 2012)

4. Berdasarkan Penyakit Penyerta

Berdasarkan hasil penelitian dari 98 responden, semua responden tidak

memiliki penyakit penyerta.

Page 45: demam berdarah dengue

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Penyakit Penyerta

Penyakit Penyerta Jumlah PersentaseAda 0 0 %

Tidak 98 100 %Total 98 100%

(Sumber: Check List, 2012)

5. Berdasarkan Pengetahuan terhadap PSN

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebanyak 67 (68,36%)

responden memiliki pengetahuan tentang PSN dan 31 (31,63%) responden tidak

mengetahui tentang PSN.

Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan terhadap PSN

Pengetahuan PSN Jumlah PersentaseMengetahui 67 68,36%

Tidak mengetahui 31 31,63%Total 98 100%

(Sumber: Check List, 2012)

6. Berdasarkan perilaku sehat PSN

Dari penelitian yang dilakukan didaptkan hasil sebanyak 24 (24,48%)

responden melakukan kegiatan PSN dan sebanyak 74 (75,51%) responden yang

melakukan kegiatan PSN di rumah mereka.

Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku sehat PSN

Tindakan PSN Jumlah PersentaseMelakukan 24 24,48%

Tidak melakukan 74 75,51%Total 98 100%

(Sumber: Check List, 2012)

Page 46: demam berdarah dengue

7. Berdasarkan jumlah kontainer dan adanya jentik pada kontainer

Dari 19 rumah yang diobservasi ditemukan rumah positif jentik nyamuk

Aedes aegypti sebanyak 18 (94,73%) dan rumah yang tidak terdapat jentik

nyamuk Aedes aegypti sebanyak 1 (5,27%), sehingga didapatkan House Index =

94,73%. Untuk pemeriksaan kontainer diperoleh bahwa dari 119 kontainer yang

diperiksa terdapat jentik Aedes aegypti sebanyak 59 kontainer (50,86%), sehingga

didapatkan Container Index = 50,86. Braeteu Index = 59 dan diperoleh Dengue

Fever sebesar 9.

Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Keberadaan Jentik

Diperiksa JumlahJentik

HI CI BI DFada tidak

Rumah 19 18 1 94.73 50,86% 59 9Kontainer 116 59 57

5.2 Hasil Analisis Data

Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi faktor resiko dari insiden

DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek selama periode Agustus-Oktober 2012

maka setiap variabel yang diteliti dilakukan uji chi square. Hasil uji chi square

faktor resiko usia terhadap insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat

ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 5.8 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Usia

Value dfAsymp. Siq.

(2-sided)Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear by-linear AssociationN or Valid Cases

11.662a

13.063.021

98

551

.040

.023

.886

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Page 47: demam berdarah dengue

Dari tabel 5.8 di atas, didapatkan hasil uji chi square 11.662 dengan nilai p

xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak bermakna sebagai faktor

resiko insiden demam berdarah.

Hasil uji chi square faktor resiko BMI terhadap insiden DBD di Desa

Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 5.9 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko BMI

Value DfAsymp. Siq.

(2-sided)Exact Sig(2-sided)

Exact Sig(1-sided)

Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases

.012a

.000

.012

.012

98

111

1

.9131.000.912

.9141.000 .697

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.9 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.012 dengan nilai p

xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa BMI tidak bermakna sebagai faktor

resiko insiden demam berdarah.

Hasil uji chi square faktor resiko tingkat pengetahuan PSN terhadap

insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel

berikut:

Tabel 5.10 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Tingkat Pengetahuan PSN

Value dfAsymp. Siq.

(2-sided)Exact Sig(2-sided)

Exact Sig(1-sided)

Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases

.013a

.000

.013

.013

98

111

1

.9081.000.909

.9091.000 .587

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.10 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.013 dengan nilai p

xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan PSN tidak

bermakna sebagai faktor resiko insiden demam berdarah.

Page 48: demam berdarah dengue

Hasil uji chi square faktor resiko perilaku sehat terhadap insiden DBD di

Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 5.11 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Perilaku Sehat

Value dfAsymp. Siq.

(2-sided)Exact Sig(2-sided)

Exact Sig(1-sided)

Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases

.028a

.000

.028

.027

98

111

1

.8681.000.867

.8691.000 .616

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.11 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.028 dengan nilai p

xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku sehat tidak bermakna sebagai

faktor resiko insiden demam berdarah.

Hasil uji chi square faktor resiko keberadaan jentik terhadap insiden DBD

di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 5.12 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Keberadaan Jentik

Value dfAsymp. Siq.

(2-sided)Exact Sig(2-sided)

Exact Sig(1-sided)

Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionLikelihood RatioFisher’s Exact TestLinear by-linear AssociationN or Valid Cases

2.839a

1.7833.002

2.810

98

111

1

.092

.182

.083

.094160 .090

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.12 di atas, didapatkan hasil uji chi square 2.839 dengan nilai p

xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan jentik tidak bermakna

sebagai faktor resiko insiden demam berdarah.

Page 49: demam berdarah dengue

BAB 6

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu analisis faktor

resiko insiden Demam Berdarah Dengue di desa Grogol periode Agustus-Oktober

2012.

6.1 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat 9 responden yang

menderita DBD dari 98 responden yang diwawancarai. Usia yang menderita DBD

adalah 10-14 tahun sebanyak 5 responden dan 4 responden berusia 15-44 tahun.

Dari uji Chi-Square yang dilakukan hasil p yang didapatkan adalah 0,040

sehingga dapat dikatakan bahwa usia bukan merupakan faktor resiko insiden DBD

di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Hal ini tidak sesuai dengan

Depkes RI tahun 2002 yang menyatakan bahwa golongan umur akan

mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit. Lebih banyak golongan

umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih besar (Depkes

RI, 2002).

Nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya

dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan

antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi

infeksi virus dengue yang berat. Pada penelitian ini nutrisi dihitung berdasarkan

body mass index yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu BMI lebih, BMI cukup,

dan BMI kurang. Dari analisis data yang dilakukan didapatkan p sebesar 0,913

Page 50: demam berdarah dengue

sehingga nutrisi bukan merupakan faktor esiko dari insiden DBD desa Grogol

periode Agustus-Oktober 2012.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

(over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya pengetahuan

seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber

(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang PSN sangat penting bagi individu

maupun masayarakat untuk menurunkan angka kejadian DBD. Dari penelitian

yang dilakukan tidak didapatkan hasil yang signifikan antara pengetahuan tentang

PSN terhadap insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012 dengan

hasil p dari analisis data sebesar 0,908.

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan

upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya. Perilaku kesehatan yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue

(DBD) adalah:

a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti air di vas

bunga, air tempat minum burung.

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, bak mandi,

dan tempat penempungan air bersih yang memungkinkan tempat berkembang

biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat.

Page 51: demam berdarah dengue

c. Menguras tempat penampungan air, sekurang-kurangnya 1 minggu sekali.

Seperti bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih, hendaknya

dikuras maksimal 1 minggu sekali.

d. Mengubur Barang-barang bekas bekas yang memungkinkan air tergenang

seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa

(Depkes RI, 1995).

e. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya seperti plastik bekas

air mineral, potongan bambu, tempurung kelapa dan lain-lain, yang dapat

menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan segeralah

membakarnya.

f. Menggantung pakaian, faktor risiko tertular penyakit demam berdarah adalah

rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian bergantungan yang disukai

nyamuk untuk beristirahat (Dinkes Jateng, 2004).

g. Memakai kelambu untuk orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang

wabah demam berdarah sebaiknya waktu tidur memakai kelambu. Terutama

waktu tidur siang hari, karena nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang

hari.

h. Memakai lotion anti nyamuk pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri

minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk

Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998).

i. Menaburkan bubuk abate satu sendok makan (± 10 gram) untuk 100 liter air

(Depkes RI, 1995). Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate

ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah ditaburkan obat

ini kan membuat lapisan pada dinding wadah yang ditaburi obat ini. Lapisan

Page 52: demam berdarah dengue

ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak disikat (Handrawan Nadesul,

1998).

j. Memelihara ikan pemakan jentik, misalnya memelihara ikan pemakan jentik

(ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain) (Depkes RI)

Dari analisis data didaptakan hasil p sebesar 0,868 sehingga dapat

dikatakan bahwa perilaku sehat bukan faktor resiko dari insiden DBD desa Grogol

periode Agustus-Oktober 2012.

Dari hasil analisis data tentang jumlah kontainer didapatkan nilai p sebesar

0,092 sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah kontainer bukan meupakan faktor

resiko dari insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Hal ini tidak

sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tempat penampungan air (TPA)

sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan

air air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan TPA (logam, plastik, porselin,

fiberglass, semen, tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih, hijau, coklat, dan

lain-lain), volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt dan lain-lain),

penutup TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan pada TPA (terang atau gelap) dan

sebagainya (Depkes RI, 2002).

Penelitian ini mengobservasi 19 rumah dan 116 kontainer. Dari 19 rumah

ditemukan 18 rumah dengan jumlah 59 kontainer yang terdapat jentik. Dengan

nilai House Index = 94,73%, Container Index = 50,86. Braeteu Index = 59 dan

diperoleh Dengue Fever sebesar 9. Nilai ini menunjukkan bahwa kepadatan

nyamuk di Desa Grogol Kecamatan Diwek termasuk kategori tinggi, sehingga

mempunyai resiko transmisi nyamuk yang cukup tinggi untuk terjadi penularan

penyakit DBD.

Page 53: demam berdarah dengue

6.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini banyak sekali keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti,

diantaranya adalah:

1. Variabel pengganggu dalam penelitian ini belum dapat dikontrol, misalnya

daya tahan tubuh host, tipe dan subtipe dari virus dengue, virulensi virus

dengue, dan galur virus dengue.

2. Gejala asimptomatis dari stadium awal DBD yang mungkin terdapat pada

responden yang tidak dapat dievaluasi, sehingga didapatkan insiden DBD yang

tidak seimbang dengan sampel.

3. Waktu penelitian yang singkat sehingga faktor resiko yang seharusnya diteliti

sebelum terjadi insiden DBD tapi diteliti setelah terjadi insiden DBD.

Page 54: demam berdarah dengue

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Faktor resiko insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012 bukan

faktor host dan linkungan.

7.2 Saran

1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

a. Dapat memecahkan masalah kesehatan mengenai DBD dan sebagai bahan

informasi dalam mengoptimalkan program-program dalam insiden DBD

serta pencegahan pembelian antibiotik secara bebas tanpa indikasi yang

tepat.

b. Sebagai referensi untuk Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam

mencanangkan program penyuluhan kesehatan tentang DBD.

2. Bagi Masyarakat Setempat

Memahami tentang faktor resiko insiden DBD sehingga dapat melakukan

pencegahan terhadap DBD.

3. Bagi Peneliti

a. Memberikan informasi faktor resiko DBD.

b. Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya dalam meneliti faktor resiko

DBD.

Page 55: demam berdarah dengue

DAFTAR PUSTAKA

Page 56: demam berdarah dengue

LAMPIRAN

Lampiran 1

Check list wawancara

No KriteriaRespon

Ya TidakHost1. Nama:

2. Umur:

3. Jenis kelamin:

4. IMT BB: TB:

5. Penyakit penyerta

6. 3 bulan terakhir berada di desa GrogolTingkat pengetahuan 1. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk) ?2. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Menguras ?3. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Mengubur ?4. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Menutup ?5. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang cara-cara

membasmi jentik seperti memelihara ikan atau pemberian obate ?

6. Apakah bapak/ibu menimbun sampah padat seperti kaleng, botol, ember

7. Apakah bapak/ibu mendaur ulang sampah padat seperti kaleng, botol, ember ?

8. Apakah bapak/ibu menyimpan peralatan rumah tangga yang sudah dipakai dengan baik ?

9. Apakah bapak/ibu mengubur barang bekas yang dapat menampung air, seperti ban bekas ?

10. Apakah bapak/ibu menguras tempat penampungan air 1 minggu sekali ?

11. Apakah bapak/ibu menutup tempat penampungan air?

12. Apakah bapak/ibu memberikan insektisida/ pembasmi jentik nyamuk pada tempat penampungan air?

13. Apakah bapak/ibu memelihara ikan pada tempat penampungan air untuk membasmi jetik nyamuk ?

14. Apakah bapak/ibu dua minggu sebelum kejadian DBD pernah keluar kota?

15. Apakah bapak/ibu banyak menghabiskan aktivitasnya di dalam ruangan pada siang hari ?

16. Apakah rumah bapak/ibu telah dilakukan penyemprotan?

Page 57: demam berdarah dengue

Kontainer1. Jumlah penampungan air (Kontainer) > 3

a. Bak mandib. Drum/tangkic. Gentong d. Vas/pot berisi aire. Bekas kolamf. Wadah minum hewang. Saluran air / got semenh. Penampungan air lemari es belakangi. Ban bekasj. Peralatan/ember bekask. Kaleng/botolbekas/pecahan gelas/piringl. Meteran PDAMm. Sangkar burung

2. Memiliki saluran air hujan 3. Terdapat jentik nyamuk pada kontainer4. Penyediaan air bersih

Lampiran 2

Hasil Analisis Data

Case Processing Summary

98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * USIAN Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

KASUS * USIA Crosstabulation

5 4 9

5.1% 4.1% 9.2%

1 7 13 13 35 20 89

1.0% 7.1% 13.3% 13.3% 35.7% 20.4% 90.8%

1 7 13 18 39 20 98

1.0% 7.1% 13.3% 18.4% 39.8% 20.4% 100.0%

Count

% of Total

Count

% of Total

Count

% of Total

dbd

bukan

KASUS

Total

< 1 th 1 - 4 th 5 - 9 th 10 - 14 th 15 - 44 th > 44 th

USIA

Total

Page 58: demam berdarah dengue

Chi-Square Tests

11.662a 5 .040

13.063 5 .023

.021 1 .886

98

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-LinearAssociation

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

7 cells (58.3%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .09.

a.

Symmetric Measures

.326 .040

98

Contingency CoefficientNominal by Nominal

N of Valid Cases

Value Approx. Sig.

Not assuming the null hypothesis.a.

Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.

Case Processing Summary

98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * BMIN Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

KASUS * BMI Crosstabulation

1 8 9

1.0% 8.2% 9.2%

11 78 89

11.2% 79.6% 90.8%

12 86 98

12.2% 87.8% 100.0%

Count

% of Total

Count

% of Total

Count

% of Total

dbd

bukan

KASUS

Total

lebih cukup

BMI

Total

Page 59: demam berdarah dengue

Chi-Square Tests

.012b 1 .913

.000 1 1.000

.012 1 .912

1.000 .697

.012 1 .914

98

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-LinearAssociation

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is1.10.

b.

Symmetric Measures

.011 .913

98

Contingency CoefficientNominal by Nominal

N of Valid Cases

Value Approx. Sig.

Not assuming the null hypothesis.a.

Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.

Case Processing Summary

98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * PNGT_PSNN Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

KASUS * PNGT_PSN Crosstabulation

61 28 89

62.2% 28.6% 90.8%

6 3 9

6.1% 3.1% 9.2%

67 31 98

68.4% 31.6% 100.0%

Count

% of Total

Count

% of Total

Count

% of Total

bukan

dbd

KASUS

Total

baik kurang

PNGT_PSN

Total

Page 60: demam berdarah dengue

Chi-Square Tests

.013b 1 .908

.000 1 1.000

.013 1 .909

1.000 .587

.013 1 .909

98

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-LinearAssociation

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is2.85.

b.

Symmetric Measures

.012 .908

98

Contingency CoefficientNominal by Nominal

N of Valid Cases

Value Approx. Sig.

Not assuming the null hypothesis.a.

Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.

Case Processing Summary

98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * SADARPSNN Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

KASUS * SADARPSN Crosstabulation

22 67 89

22.4% 68.4% 90.8%

2 7 9

2.0% 7.1% 9.2%

24 74 98

24.5% 75.5% 100.0%

Count

% of Total

Count

% of Total

Count

% of Total

bukan

dbd

KASUS

Total

ya tidak

SADARPSN

Total

Page 61: demam berdarah dengue

Chi-Square Tests

.028b 1 .868

.000 1 1.000

.028 1 .867

1.000 .616

.027 1 .869

98

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-LinearAssociation

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is2.20.

b.

Symmetric Measures

.017 .868

98

Contingency CoefficientNominal by Nominal

N of Valid Cases

Value Approx. Sig.

Not assuming the null hypothesis.a.

Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.

Case Processing Summary

98 100.0% 0 .0% 98 100.0%KASUS * POS_JENTN Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

KASUS * POS_JENT Crosstabulation

7 2 9

7.1% 2.0% 9.2%

43 46 89

43.9% 46.9% 90.8%

50 48 98

51.0% 49.0% 100.0%

Count

% of Total

Count

% of Total

Count

% of Total

dbd

bukan

KASUS

Total

pos neg

POS_JENT

Total

Page 62: demam berdarah dengue

Chi-Square Tests

2.839b 1 .092

1.783 1 .182

3.002 1 .083

.160 .090

2.810 1 .094

98

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-LinearAssociation

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is4.41.

b.

Symmetric Measures

.168 .092

98

Contingency CoefficientNominal by Nominal

N of Valid Cases

Value Approx. Sig.

Not assuming the null hypothesis.a.

Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.

Lampiran 3

Dokumentasi penelitian

Kondisi dapur salah satu responden

Page 63: demam berdarah dengue

Kontainer salah satu responden Wawancara dengan responden

Kontainer salah satu responden kondisi salah satu kamar responden

Kontainer salah satu responden Jentik pada salah satu kontainer responden

Page 64: demam berdarah dengue

Lampiran 4

Kerangka Operasional

NO Kategori Kriteria 1. Tingkat pengetahuan Baik, bila mengetahui tentang PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk; 3M + 1, mengubur, menutup, menguras dan pemberian abate atau ikan)

Buruk, bila tidak memenuhi syarat tersebut

2. Sadar Tindak PSN Baik, bila melakukan kegiatan 3M+1 (Mengubur, menutup, menguras dan pemberian abate atau ikan)

Buruk, bila tidak memenuhi syarat diatas

3. BMI Lebih, bila hasil lebih dari 24,9 Cukup, bila hasil diantara 18,5-24,9 Kurang, bila hasil dibawah 18,5