data pulau-pulau kecil
Post on 02-Jul-2015
429 Views
Preview:
TRANSCRIPT
A. PULAU PASARAN
Gambar E.1. Pulau Pasaran
E.I. Gambaran Umum Pulau Pasaran
Pulau Pasaran secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Kota Karang,
Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung,Provinsi Lampung. Pulau
Pasaran terletak di Teluk. Lampung (sekitar 500 m dari dermaga penyeberangan
Cungkeng, Kota Karang. Pulau ini sekarang memiliki luas sekitar 11,73 Ha dan
merupakan hasil dari reklamasi.
Gambar E.2. Citra Satelit Pulau Pasaran, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung
E.II Sarana dan Prasarana
a. Aksesibilitas
Aksesibilitas menuju Pulau Pasaran sangat mudah. Pulau ini dapat diakses
dengan menggunakan kapal penumpang selama sekitar 5 - 10 menit dari
Dermaga Cungkeng, Kota Karang. Angkutan penumpang yang terdapat di pulau
ini sebanyak 40 unit kapal. Tarif yang dikenakan sebesar Rp 4.000,00 pulang
pergi (pp). Jadwal keberangkatan dari jam 06.00 – 22.00 WIB. Akses yang
sangat mudah ini sangat membantu bagi penduduk untuk melakukan
aktivitasnya. Untuk lebih mempermudah akses ke dan dari Pulau Pasaran saat
ini sedang dibangun jembatan penyeberangan yang menghubungkan Dermaga
Cungkeng, Kota Karang dengan Pulau Pasaran.
b. Sarana dan Prasarana
Fasilitas perhubungan yang tersedia di pulau ini yaitu berupa dermaga yang
terbuat dari semen. Infrastruktur yang tersedia untuk menghubungkan rumah
yang satu dengan rumah yang lainnya yaitu berupa jalan setapak yang terbuat
dari paving blok dan sarana angkutan yang tersedia di dalam pulau adalah
sepeda motor.
Dermaga Cungkeng Dermaga Pulau Pasaran
Jalan Setapak Sepeda Motor
Gambar E.3. Fasilitas Perhubungan dan Alat Transportasi di Pulau Pasaran
Gambar E.4. Pembangunan Jembatan Penyeberangan Cungkeng-Pulau Pasaran
Sarana pendidikan yang tersedia di pulau ini yaitu pra taman kanak-kanak
(pendidikan anak usia dini, PAUD), sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI). Kegiatan belajar mengajar di MI ini menggunakan gedung milik PAUD,
dimana pada pagi hari digunakan untuk kegiatan belajar mengajar anak-anak
PAUD dan siang harinya digunakan untuk kegiatan belajar mengajar murid MI.
Penduduk pulau ini kalau ingin menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih
tinggi harus ke ibukota kecamatan (Teluk Betung Barat) dan ibukota kabupaten
(Kota Bandar Lampung).
Gedung PAUD Gedung SD
Gambar E.5. Fasilitas Pendidikan di Pulau Pasaran
Kondisi rumah penduduk di Pulau Pasaran pada umumnya dapat digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu: (1) rumah semi permanen (dinding terbuat dari
papan/anyaman bambu, atap terbuat dari asbes dan lantai terbuat dari semen)
dan (2) rumah permanen (dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari genteng
dan lantai terbuat dari keramik).
Kondisi Rumah Semi Permanen Kondisi Rumah Permanen
Gambar E.6. Kondisi Rumah di Pulau Pasaran
Penduduk di pulau ini memiliki kebiasaan pola hidup yang kurang sehat, seperti
buang air besar ke pantai dan membuang sampah sembarangan. Kebiasaan
buang air besar ke pantai disebabkan oleh kondisi rumah yang tidak memiliki
fasilitas kakus (toilet), sehingga mereka memanfaatkan lahan di pinggir pantai
untuk membangun kakus (toilet). Kebiasaan penduduk yang membuang
sampah sembarangan menjadikan lingkungan permukiman menjadi kumuh dan
menyebarkan aroma yang tidak sedap.
Tumpukan Sampah Kakus/Toilet
Gambar E.7. Tumpukan Sampah dan Kakus di Pulau Pasaran
Kebutuhan air bersih untuk keperluan minum, mandi dan cuci bagi penduduk di
pulau ini diperoleh dari air ledeng (PDAM). Seluruh keluarga di pulau ini sudah
memanfaatkan air ledeng untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Sarana
kesehatan yang tersedia di pulau ini yaitu berupa pos kesehatan kelurahan.
Jenis penyakit dominan yang sering diderita penduduk di pulau ini adalah
demam (panas dingin).
Fasilitas penerangan penduduk di Pulau Pasaran berasal dari listrik Perusahaan
Listrik Negara (PLN). Listrik ini beroperasi selama 24 jam. Keberadaan listrik ini
sangat membantu penduduk dalam mendukung aktivitas sosial ekonominya.
Listrik pada umumnya digunakan untuk penerangan dan menghidupkan barang-
barang elektronik seperti radio/tape, televisi dan kulkas.
Pipa Ledeng (PAM) Pos Kesehatan
Gambar E.8. Fasilitas Air Bersih dan Kesehatan di Pulau Pasaran
E.III. Ekosistem
a. Vegetasi
Lahan di pulau ini ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman, seperti kelapa,
mangga, jeruk, jambu air dan tanaman lainnya. Meskipun lahan di pulau ini
cocok ditanami berbagai jenis tanaman, tetapi jumlahnya sangat sedikit karena
lahan yang kosong pada umumnya dipakai untuk tempat penjemuran ikan asin.
Tanaman yang ada pada umumnya hanya ditanam di pekarangan rumah (bagi
yang rumahnya masih memiliki lahan pekarangan).
Pohon Kelapa Pohon Mangga
Pohon Jeruk Pohon Jambu Air
Gambar E.9. Potensi Sumberdaya Alam Terestrial di Pulau Pasaran
b. Terumbu Karang
Keberadaan karang ditemukan pada kedalaman 2 meter hingga 4 meter, dan
seterusnya hanyalah berupa hamparan pasir berlumpur hingga lumpur lembut.
Jenis terumbu karang yang ditemukan berjenis soft coral, karang yang
mendominasi yaitu Sinularia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
substrat dasar perairan di daerah ini adalah pasir berlumpur sehingga dapat
dipahami bahwa hanya soft coral yang dapat ditemukan karena soft coral
merupakan karang yang dapat tumbuh dalam kondisi ekstrim seperti pada
wilayah perairan pulau ini.
Kondisi pulau dari pinggir pantai ke arah jembatan penyeberangan Cungkeng
berupa lumpur sedangkan ke arah lautnya (sebelah Selatan) berupa pasir
dengan beberapa titik terdapat lamun. Dengan kondisi yang demikian
menyebabkan kekeruhan perairan yang sangat tinggi, sehingga hal tersebut
dapat menghambat pertumbuhan karang.
Sinularia Galaxea
Gambar E.10. Beberapa Jenis Karang di Pulau Pasaran
Neoglyphidodon melas Corythoichthys haemotopterus
Gambar E.11. Beberapa Jenis Ikan Karang di Pulau Pasaran
Pulau Pasaran memiliki kekayaan ikan yang tidak terlalu tinggi, terutama jenis
ikan karang. Hal ini disebabkan kondisi perairan yang kurang baik karena
pengaruh substrat dasar perairan dan kurang beragamnya jenis karang yang
ada. Beberapa jenis ikan ekonomis dapat ditemukan di ekosistem terumbu
karang. Selain ikan ekonomis, beberapa ikan hias juga terdapat di pulau ini.
Beberapa jenis ikan yang ditemukan selama pengamatan adalah Cheilianus,
Lutjanus, Chromis, Abudefduf, Neoglyphidodon, Corythoichthys dan lain
sebagainya.
E.IV. Kualitas Perairan
Hasil pengukuran suhu di perairan Pulau Pasaran untuk masing-masing stasiun
(stasiun 1 – 4) nilainya berada di atas baku mutu Kepmen LH No. 51 Tahun 2004, yaitu
tercatat berturut-turut sebesar 28,6oC, 29,2oC, 29,7oC dan 30,0oC. Nilai salinitas
perairan berkisar antara 24–30 ppm. Nilai pH perairan berada pada kisaran baku mutu,
yaitu berkisar antara 7,05 – 7,23. Nilai DO berkisar antara 4,87 – 7,10 mg/l.
Tabel E.1. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia di Pulau Pasaran
E.V. Pemanfaatan Potensi Pulau Pasaran
a. Potensi Kelautan dan Perikanan
Pulau Pasaran memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat terbatas. Potensi
sumberdaya alam yang ada di ini berupa perikanan tangkap. Kegiatan
penangkapan ikan yang dilakukan oleh penduduk di Pulau Pasaran pada
umumnya dengan alat tangkap bubu. Jenis perahu yang digunakan pada
umumnya adalah perahu motor tempel (mesin 5,5 PK). Jenis-jenis ikan yang
menjadi target utama penangkapan adalah rajungan. Daerah penangkapannya
pada umumnya hanya di sekitar perairan pulau (sekitar 1,5 jam perjalanan).
Kegiatan penangkapan dilakukan setiap hari dan tidak ada hari libur. Bubu
dipasang pada jam 17.00 WIB dan diangkat pada jam 06.00 WIB. Dalam sehari
bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp. 20.000,00 dan dalam sebulan bisa
memperoleh penghasilan sebesar Rp. 600.000,00.
Penduduk Pulau Pasaran juga melakukan kegiatan pengolahan hasil perikanan
berupa pembuatan ikan asin. Jenis ikan yang umumnya diasin dan menjadi
primadona pulau ini adalah dari jenis teri. Jumlah usaha pengolahan ikan asin
teri ini sebanyak 50 unit dan pulau ini dikenal sebagai sentra pengolahan ikan
asin di Kota Bandar Lampung. Produk yang dihasilkan berupa ikan teri nasi dan
teri jengki. Kegiatan pengolahan pada umumnya dilakukan di tempat pembelian
bahan baku (tempat operasi bagan) karena kalau diolah didarat mutu ikannya
sudah turun, sehingga produknya banyak yang hancur. Produk pengolahan ini
dijual ke pengumpul yang ada di Jakarta (daerah Kapuk) dengan harga Rp.
50.000,00 (ikan asin teri nasi) dan Rp. 20.000,00 (ikan asin teri jengki). Sistem
pembayaran yang dilakukan adalah para pengumpul di Jakarta memberikan
uang muka terlebih dahulu, setelah 20 hari dikalkulasi untuk pelunasan
pembayaran. Antara pengolah dengan pengumpul terdapat hubungan patron-
klien yang berupa pinjam-meminjam. Adanya hal tersebut menyebabkan posisi
tawar menawar pengolah menjadi lemah karena harga untuk setiap kilogramnya
dipotong sebesar Rp. 2.000,00 dari harga yang berlaku di pasaran.
Aktivitas usaha untuk 1 unit pengolahan dalam sebulan berproduksi selama 20
hari dan dalam sehari bisa mengolah sebanyak 2 ton ikan teri basah. Dalam
sebulan seorang pengolah ikan asin teri bisa memperoleh penghasilan sekitar
Rp. 23.600.000,00 dan dalam setahun (10 bulan operasional) sebesar Rp.
236.000.000,00.
Gambar E.12. Perahu Nelayan di Pulau Pasaran
Para-Para/Laha Pandaran/Jurusan
Penyortiran I Penjemuran
Penyortiran II Pengemasan
Gambar E.13. Aktivitas Pengolahan Ikan Asin di Pulau Pasaran
Selain usaha di bidang perikanan (penangkapan dan pengolahan ikan asin),
penduduk di Pulau Pasaran juga berusaha di bidang angkutan penyeberangan
(transportasi kapal). Kegiatan ini dilakukan oleh sekitar 40 orang. Dalam sehari
seorang penambang (sebutan untuk orang yang mengusahakan angkutan
penyeberangan) bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp. 30.000,00 – Rp.
50.000,00.
Kapal Penyeberangan Penumpang ke Pulau Pasaran
Gambar E.14. Armada dan Aktivitas Penyeberangan ke Pulau Pasaran
Karang untuk Pondasi Rumah Karang untuk Reklamasi
Gambar E.15. Pemanfaatan Karang di Pulau Pasaran
b. Penggunaan Lahan
Luas daratan Pulau Pasaran berdasarkan hasil analisis citra yaitu sekitar atau
11,73 Ha. Daratan yang ada semuanya digunakan untuk permukiman dan
kondisinya kurang tertata rapi.
Gambar E.16. Peta Penutupan Lahan Pulau Pasaran
E.VI. Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya
Penduduk di Pulau Pasaran terdiri atas 250 kepala keluarga dengan jumlah penduduk
sebanyak 600 jiwa. Penduduk yang mendiami pulau ini mayoritas berasal dari Suku
Jawa (Cirebon, Indramayu). Agama yang dianut oleh penduduk di Pulau Pasaran
adalah Islam. Untuk menunjang aktivitas keagamaan penduduk, di pulau ini sudah
terdapat fasilitas tempat peribadatan yang berupa masjid.
Penduduk Pulau Pasaran berdasarkan hasil wawancara sebagian besar (50%)
berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD). Rendahnya tingkat pendidikan ini akan
berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi mereka, seperti umumnya masyarakat
nelayan kurang dapat mengatur keuangan rumah tangga serta rendah dalam
melakukan inovasi teknologi. Latar belakang pendidikan yang kurang memadai juga
turut berpengaruh terhadap mereka dalam menanggapi kebijakan-kebijakan pemerintah
setempat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui
peningkatan pendapatan mereka.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa secara umum tingkat pendidikan yang dimiliki
masyarakat pesisir (terutama nelayan) relatif masih rendah. Masalah rendahnya tingkat
pendidikan formal bagi nelayan menurut Pollnac (1988) diakibatkan oleh keterasingan
sosial masyarakat nelayan dari masyarakat lainnya. Dari sekian banyak penduduk,
hanya sedikit yang dapat melanjutkan atau menamatkan sekolah lanjutan atas. Hal ini
kemungkinan besar terjadi karena pekerjaan sebagai nelayan seperti diungkapkan oleh
Karnadji (1989) umumnya tidak memperhatikan faktor-faktor pendidikan. Sebagai
nelayan yang penting adalah fisik yang kuat untuk melakukan pekerjaan yang berat
saat melaut.
Mata pencaharian penduduk Pulau Pasaran seluruhnya (100%) bergerak di sektor
perikanan yaitu berprofesi sebagai nelayan dan pengolah hasil perikanan dengan
memanfaatkan hasil laut yang dapat ditemukan di sekitar wilayah pulau ini seperti
rajungan dan ikan teri. Peran ibu-ibu yaitu membantu pekerjaan suami, biasanya
mereka bekerja sebagai buruh harian di usaha pengolahan pengasinan ikan teri.
Gambar E.17. Masjid di Pulau Pasaran
E.VII. Permasalahan dan Pengembangan
Permasalahan yang dihadapi penduduk di Pulau Pasaran, antara lain:
Kurangnya permodalan.
Minimnya fasilitas penunjang (jembatan penyeberangan, jalan setapak yang sudah
rusak).
Adanya produk ikan asin teri dari Thailand dan Vietnam yang harganya lebih murah.
Sanitasi lingkungan (timbunan sampah dan buang air besar di pinggir pantai).
Tata ruang pulau yang semrawut.
Berdasarkan keragaan dan potensi yang dimiliki oleh Pulau Pasaran, maka peluang
pengembangan yang potensial adalah:
Usaha penangkapan.
Usaha pengolahan hasil perikanan (terutama ikan asin teri).
B. PULAU ENGGANO
Gambar F.1. Pulau Enggano
F.I. Gambaran Umum Pulau Enggano
Secara geografis, Pulau Enggano berada di wilayah Samudera Indonesia yang posisi
astronomisnya terletak pada 05°31'13'' LS dan 102°16'00'' BT. Secara administratif,
Pulau Enggano termasuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
Enggano merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara dengan pusat
pemerintahan berada di Desa Apoho. Luas wilayah Pulau Enggano mencapai 400,6
km² yang terdiri dari enam desa yaitu Desa Banjarsari, Meok, Apoho, Malakoni, Kaana,
dan Kahyapu. Kawasan Enggano memiliki beberapa pulau-pulau kecil, yaitu Pulau Dua,
Merbau, Bangkai yang terletak di sebelah barat Pulau Enggano, dan Pulau Satu yang
berada di sebelah selatan Pulau Enggano. Jarak Pulau Enggano ke Ibukota Provinsi
Bengkulu sekitar 156 km atau 90 mil laut, sedangkan jarak terdekat adalah ke kota
Manna, Bengkulu Selatan sekitar 96 km atau 60 mil laut.
Pulau Enggano tersusun oleh perbukitan bergelombang lemah, perbukitan karst,
daratan dan rawa. Perbukitan bergelombang terdapat di daerah tenggara, ketinggian
antara 170-220 meter, sedangkan perbukitan karst yang mempunyai ketinggian antara
100-150 meter terdapat di bagian barat laut, menunjukkan morfologi yang khas dan
didominasi oleh batu gamping. Di bagian utara terutama daerah pantai merupakan
dataran rendah alluvial yang berawa-rawa dengan ketinggian 0-2 meter. Bentuk
permukaan tanah di Pulau Enggano secara umum dapat dikatakan cukup datar hingga
landai, dengan sedikit daerah yang agak curam. Pada bagian timur pulau lebih datar
dari pada bagian barat. Secara proporsional dapat dikatakan 63,39% dari pulau ini
mempunyai kemiringan landai (0-8%), 27,95% agak miring (8-15%) dan sisanya daerah
miring sampai terjal (15-40%). Berdasarkan klasifikasi tanah, kawasan daratan Pulau
Enggano didominasi oleh jenis tanah kambisol, litosol, dan alluvial. Selain itu, tanah di
Pulau Enggano memiliki tekstur lempeng berliat.
Gambar F.2. Peta Citra Pulau Enggano
Di wilayah Pulau Enggano mengalir beberapa sungai dimana secara umum airnya
dipengaruhi musim. Pada musim hujan debit air sungai tinggi, sebaliknya pada musim
kemarau debit air rendah. Sungai-sungai tersebut antara lain Sungai Kikuba, Sungai
Kuala Kecil, Sungai Kuala Besar, Sungai Kahabi, Sungai Kinono, dan Sungai Berhawe.
Beberapa sungai kecil lainnya antara lain Sungai Kaay, Sungai Kamamum, Sungai
Maona, dan Sungai Apiko.
Karakteristik pantai yang terdapat di Pulau Enggano dapat dikategorikan dalam 5 (lima)
tipe utama yaitu pasir berlumpur, pasir, pasir berkarang, pasir karang berlumpur, dan
pantai karang berbatu. Karakteristik pantai di Pulau Enggano erat kaitannya dengan
keberadaan ekosistem terumbu karang dan mangrove. Tipe pantai pasir berlumpur
ditemukan di Kahyupu, Tanjung Harapan, dan muara Sungai Banjarsari sampai Teluk
Berhau. Tipe pantai pasir berkarang terdapat di Kaana dan Meok, sedangkan tipe
pantai pasir karang berlumpur ditemui di Malakoni dan Banjarsari. Pantai karang
berbatu dijumpai di bagian timur Pulau Enggano.
Pulau Enggano beriklim tropis basah yang sangat dipengaruhi oleh laut. Curah hujan
pada bulan kering masih di atas 100mm. Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni
dan Juli. Bulan basah kadang mencapai lebih dari 400mm per bulannya. Suhu udara
rata-rata setiap harinya berkisar antara 27,8ºC dengan suhu terendah 23,2ºC dan
tertinggi 34ºC. Kelembaban nisbi umumnya di atas 80% dengan variasi terendah 78%
dan tertinggi 96%. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Pulau Enggano kelembaban
udara relatif tinggi sepanjang tahun. Angin dominan terbagi dalam dua musim, yaitu
angin musim barat (terjadi pada Bulan September sampai Januari) dan angin musim
tenggara (terjadi pada Bulan April sampai Agustus).
F.II. Sarana dan Prasarana
a. Aksesibilitas
Untuk mengunjungi Pulau Enggano dapat menggunakan transportasi Laut
dengan menggunakan kapal Raja Enggano dengan kapasitas 40 unit kendaraan
dan 400 orang penumpang menuju ke Pelabuhan Kahyapu yang mempunyai
luas dermaga 360 m2 dengan rute Bengkulu-Enggano-Bengkulu. Frekuensi
pelayaran dua kali seminggu yaitu sabtu dan rabu setiap jam 18.00 WIB dari
Pelabuhan Bengkulu dan sampai di Pulau Enggano pukul 04-05 WIB (sekitar 8
jam). Selain kapal Raja Enggano, transportasi ke Pulau Enggano dapat juga
menggunakan kapal perintis dari Pelabuhan Bengkulu menuju Pelabuhan
Malakoni yang mempunyai luas dermaga 560 m2 dan melayani rute Bengkulu-
Malakoni-Bengkulu.
Gambar F.3. Dermaga Gambar F.4. Kondisi Jalan
b. Sarana dan Prasarana
Transportasi antar desa menggunakan kendaraan angkot carteran dan ojek
motor. Disarankan transportasi yang paling mudah adalah mencarter motor
sebab sarana jalan masih sebagian saja yang bagus. Sarana transportasi yang
mendukung pergerakan internal penduduk dan perekonomian di Pulau Enggano
adalah jalan raya sepanjang 35,5 km dengan lebar 4 meter, sedangkan sisanya
18 km masih merupakan jalan tanah. Jalan raya ini menghubungkan Desa
Banjarsari, Malakoni, Kaana dan Kahyapu. Selain melalui jalan raya, pergerakan
penduduk antar desa atau pemukiman dilakukan dengan menggunakan perahu
motor atau sampan. Untuk mengantisipasi kebutuhan sarana perhubungan ke
depan, tersedia lahan untuk lapangan terbang seluas 310 Ha yang terletak di
Desa Banjarsari namun sampai saat ini belum dikembangkan.
Gambar F.5. Lahan untuk pembangunan bandara
Masyarakat di Pulau Enggano juga belum tersentuh oleh keberadaan sarana air
bersih seperti PAM. Untuk kepentingan sehari-hari, masyarakat mengandalkan
sumber air bersih dari sungai-sungai dan sumur galian. Sampai saat ini belum
tersedia sarana listrik di Pulau Enggano. Untuk kepentingan penerangan,
masyarakat biasanya menggunakan lampu petromaks dan lampu minyak.
Fasilitas penerangan listrik hanya ada di kantor Pelabuhan Kahyapu dengan
menggunakan generator yang berfungsi hanya pada saat tertentu saja. Fasilitas
pelayanan telekomunikasi juga belum tersedia, hanya Radio SSB yang berada di
kantor Kecamatan Enggano.
Tabel F.1. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial di Kecamatan Enggano
No Nama Fasilitas Jumlah Keterangan1. Balai Desa 6 buah Masing-masing desa 1
Balai Desa2. Sekolah Dasar 6 buah Satu SD merupakan SD
Inpres3. Madrasah 3 buah4. SMP 1 buah5. Pos/Klinik KB 1 buah6. Masjid 5 buah7. Gereja 4 buah8. KUD 1 buah9. Puskesmas 1 buah10. Puskesmas
Pembantu3 unit
11. Posyandu 4 unit
Sumber : Bappedalda Propinsi Bengkulu, 2003F.III. Ekosistem
a. Vegetasi
Vegetasi yang tumbuh di dataran rendah Pulau Enggano diantaranya Havea
suplantiolata, Diplospora singularis, Koompasia sp, Pterospermum javanicum.
Selain itu ditemukan juga berbagai jenis aggrek hutan dan salak hutan. Vegetasi
rawa yang banyak tumbuh adalah jenis nibung sedangkan vegetasi pantai yang
ada seperti Terminalia catappa dan Hibiscus tiliaceus.
b. Fauna
Fauna di Pulau Enggano dibagi menjadi empat kelompok yaitu jenis hewan
hutan dan gunung, hewan pulau, hewan perkebunan dan sawah dan hewan
rawa. Jenis hewan hutan dan gunung diantaranya ekami (rusa), babi, biawak,
ular, kadal, katak, dan 12 jenis burung seperti hahiu, kabihoa, emiko, deko,
mahkowak, korea dan lain-lain. Jenis hewan pulau adalah burung kupan dan
ular. Jenis hewan perkebunan dan sawah diantaranya kerbau, sapi, ular,
beberapa jenis burung seperti panokeh, emiko, korea dan lain-lain. Jenis hewan
rawa antara lain buaya, kura-kura, biawak, dan beberapa jenis burung yaitu
burung ubik-ubik, eyakhai, akomah, dan bakdit. Beberapa fauna air tawar yang
terdapat di Pulau Enggano adalah ikan garin, mungkus, pelus, barau, bentutu,
lele, mujair, tawes, ketam, udang, siput sungai, dan lain-lain.
c. Mangrove
Pulau Enggano dengan garis pantai yang panjangnya mencapai 112 km
mempunyai luas hutan mangrove yang paling luas di Provinsi Bengkulu. Hutan
mangrove di Pulau Enggano mempunyai ketebalan antara 50-1500m. Tanjung
Kaana merupakan daerah yang mempunyai hutan mangrove paling lebat,
ketebalannya mencapai 1000m.
Gambar F.6. Ekosistem Mangrove
Jenis mangrove yang terdapat di Pulau Enggano sangat bervariasi diantaranya
Acanthus ilicifolius, Avicennia marina, Barringtonia asiatica, Bruguiera cylindrical,
B. gymnorrhiza, Cerbera manghas, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha,
Hibiscus tiliaceus, Ipomoea pes-caprae, Melastoma candidum, Morinda citrifolia,
Pandanus tectorius, Phemphis acidula, Pongamia pinnata, Rhizophora apiculata,
R. Mucronata, R. Stylosa, Scaevola taccada, Sonneratia alba, Stachytarpeta
jamaicencis, Terminalia catappa, Wedelia biflora, Xylocarpus granatum.
Salah satu lokasi hutan mangrove yang terdapat di Pulau Enggano adalah
Suaka Alam Tanjung Laksaha yang terletak di sebelah barat pulau dengan lebar
hutan mangrove bervariasi mulai dari 50 m sampai 1000 m. Ekosistem mangrove
di Pulau Enggano relatif masih utuh, tingkat gangguan ulah manusia sangat
kecil. Hal ini dikarenakan adanya adat budaya masyarakat yang melarang
menebang pohon mangrove. Masyarakat yang menebang pohon mangrove akan
di denda dengan membayar sejumlah uang tertentu.
d. Terumbu Karang
Tanjung Kokonahdi dan Tanjung Kaana merupakan satu garis pantai bagian
timur Pulau Enggano dengan pasir putih dan reef flat kurang lebih 100-200 meter
dari pantai yang berarus tenang. Dasar perairan berupa batu karang yang
ditutupi terumbu karang. Jenis terumbu karang yang dijumpai adalah kelompok
Acropora tabulate dengan lebar mencapai 2 meter, Acropora hystrik, Pocillopora,
Seryatopora hystrik, Montipora sp. Biota lain yang ditemukan adalah jenis lili laut
dan soft coral. Pada kedalaman 15-20 meter ditemukan pasir dengan rubble
dengan sedikit jenis teripang. Di Teluk Enggano, kecerahan perairan kurang
bagus pada kedalaman lebih dari 5 meter dengan dasar perairan berpasir dan
bercampur lumpur. Pada kedalaman 4 meter ditemukan beberapa koloni karang
hidup yang didominasi jenis coral massif: Goniopora sp, Porites sp, Acropora
digitete. Biota lain yang ditemukan seperti kelompok soft coral sponge, kelompok
Anthipatria.
Gambar F.7. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang yang Umumnya Didominasi Oleh Karang Biru (Blue Coral), Karang Api (Fire Coral), dan Karang Bercabang (Branching Coral) di P. Enggano
e. Lamun
Salah satu ekosistem di daerah pesisir pantai yang berperan penting adalah
padang lamun. Peranan ekosistem padang lamun kurang lebih identik dengan
peranan hutan mangrove. Tingginya kemampuan ekosistem padang lamun untuk
mensuplai nutrien dan oksigen memungkinkan ekosistem ini memiliki
produktivitas yang tinggi. Ekosistem lamun terdapat di pantai Kahyapu dan
Kaana yang didominasi spesies Cymodocea sp. Kerapatan jenis lamun berkisar
130-569 m2 dengan rata-rata kerapatan keseluruhan 362 m2.
Gambar F.8. Ekosistem Lamun
F.IV. Kualitas Perairan
Dari hasil pengamatan, suhu di perairan Pulau Enggano berkisar 29,3 – 30,0oC
(kedalaman 0-13,5 m). Sedangkan salinitas di perairan Pulau Enggano berkisar antara
33,0 – 34,0 o/oo dengan nilai pH berkisar 7,87 – 8,07. Oksigen terlarut yang terdapat di
perairan Pulau Enggano berkisar 4,14-4,42 ml/L. Kecerahan air rata-rata berkisar
antara 8-14m. Di perairan Pulau Enggano kecepatan arus berkisar antara 6,1 – 22,2
cm/det atau antara 0,21 – 0,80 km/jam. Dari hasil pengamatan kondisi perairan Pulau
Enggano sangat bagus bagi pertumbuhan biota laut dan terumbu karang.
F.V. Pemanfaatan Potensi Pulau Enggano
a. Potensi Kelautan dan Perikanan
Perairan laut Pulau Enggano merupakan bagian dari perairan Samudera Hindia
yang berada di sepanjang perairan Pantai Barat Sumatera. Potensi sumberdaya
kelautan dan perikanan yang dominan di Pulau Enggano adalah perikanan
tangkap. Jenis sumber daya ikan yang terdapat di wilayah perairan laut Pulau
Enggano dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok besar yaitu ikan pelagis
besar (ikan cakalang, tongkol, tenggiri, madidihang, tuna albakor, layaran dll),
ikan pelagis kecil (ikan kuwe, selar, belanak, kembung dll), udang (udang penaid,
lobster), ikan demersal (ikan kakap merah, pari, kerapu, bawal, ekor kuning dll),
dan ikan karang (Chaetodon reticulatus, C. barronesa, C. vagabundus, Zanclus
cornutus dan Paracanthurus hepatus).
Besarnya sumberdaya ikan yang terdapat disekitar wilayah perairan laut Pulau
Enggano, dihitung berdasarkan hasil kali kepadatan stok ikan setiap luasan (km2)
dengan luas perairan laut yang menjadi daerah penangkapan ikan (fishing
ground) masyarakat nelayan setempat. Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan metode penginderaan jauh (remote sensing), diperkirakan
panjang garis pantai Pulau Enggano adalah 123,214 km. Jika hak terhadap
perairan laut yang menjadi daerah penangkapan ikan untuk Pulau Enggano
adalah 123,214 x 12 X 1,852 = 2.738,31 km2. Besarnya potensi sumberdaya
ikan yang terdapat dalam wilayah perairan laut tersebut dihitung berdasarkan
hasil perkalian antara kelimpahan ikan (stock density) dengan luas perairan.
Tabel F.2. Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Perairan Laut Pulau Enggano
No. Jenis Sumberdaya IkanKelimpahan
(kg/ km2)
Potensi (kelimpahan x luas perairan)
A Ikan Pelagis Besar1 Cakalang (Katsuwonus pelamis) 142 388,842 Tongkol (Euthynnus sp) 41 112,273 Tenggiri (Scomberomerus sp) 43 117,47
4 Madidihang (Thunnus albacores) 51,02 139,715 Tuna Albakor (Thunnus alalunga) 1,46 3,996 Setuhuk hitam (Makaira indica) 5,18 14,187 Setuhuk loreng (M. nitsukurii) 9,40 25,748 Setuhuk biru (M. mazara) 6,52 17,859 Ikan pedang (Xiphias gladius) 5,68 15,55
10 Layaran (Istiophorus platypterus) 1,46 3,9911 Ikan cucut (Isurus glaucus 10,30 28,20
Jumlah 867,79B Ikan Pelagis Kecil 1,89 ton/km2 5.175,41C Udang1 Udang penaid 0,113 ton/ km2
2 Udang karang (lobster) 2,08 ton / km2 141,00D Ikan Demersal 2,35 ton/ km2 6.435,03E Ikan Karang (P3O-LIPI, 1998) 50,125 ton/ km2 3.397,97
Jumlah 9.992,00Jumlah 16.035,20
Sumber : Bappeda Propinsi Bengkulu 2003
Untuk melakukan penangkapan ikan, para nelayan di Pulau Enggano
menggunakan armada perahu tanpa motor dan perahu dengan motor tempel.
Sedangkan alat penangkapan ikan yang digunakan antara lain jaring insang,
trammel net, pukat payang, rawai, pancing toda, jala, dan pancing ulur.
Potensi sumberdaya kelautan lainnya adalah mariculture (budidaya ikan laut,
budidaya rumput laut, lobster, dan teripang). Faktor pendukung dari
pengembangan budidaya rumput laut adalah ditemukannya 5 (lima) spesies
rumput laut di perairan sekitar Pulau Enggano, dua diantaranya adalah jenis
Eucheuma dan Gelidium yang merupakan jenis rumput laut yang berekonomis
penting. Kegiatan budidaya ikan dapat dilakukan dalam media berbentuk
keramba jaring apung untuk jenis ikan kakap, kakap merah, kerapu bebek, dan
kerapu macan. Lokasi yang cocok untuk mariculture adalah di perairan Teluk
Tanjung Harapan (sepanjang tahun), perairan Teluk Labuho, perairan Teluk
Kioyo, perairan Desa Kaana dan Kahyapu (tergantung kondisi musim). Secara
teknis kondisi perairan Pulau Enggano sangat mendukung untuk kegiatan
budidaya. Selain itu, Pulau Enggano juga berpotensi untuk pengembangan
perikanan air tawar mengingat tingginya potensi yang dimiliki dengan
keberadaan sejumlah sungai yang mengalir di Pulau Enggano dalam kondisi
yang cukup bagus. Potensi lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan adalah
usaha pembesaran kepiting bakau di areal hutan mangrove.
b. Potensi Pariwisata
Potensi pariwisata di Pulau Enggano antara lain adalah wisata alam dan wisata
berburu. Wisata berburu dapat dilakukan di Taman Buru Gunung Nanua. Wisata
alam daratan lebih banyak berupa kegiatan penjelajahan hutan wisata (hutan
suaka alam) yang keasliannya tetap terjaga. Beberapa obyek wisata alam
berupa kawasan konservasi antara lain Hutan Suaka Alam Kioyo I dan Kioyo II,
Hutan Suaka Alam Teluk Klowel, Hutan Wisata Alam Tanjung Laksaha, Hutan
Suaka Alam Bahuewo. Bahkan keberadaan suku-suku yang mendiami Pulau
Enggano dengan kekhasan budayanya tidak menutup kemungkinan merupakan
potensi wisata budaya.
Gambar F.9. Potensi Pantai
Kawasan Pulau Enggano juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek
wisata bahari seperti selancar, memancing, wisata selam, snorkeling, wisata
pantai pantai, berenang, dan wisata desa binaan. Lokasi wisata bahari terdapat
di perairan Pulau Dua, Pulau Merbau, Kahyapu, Pantai Teluk Harapan, Teluk
Labuho, Teluk Berhawe, Tanjung Kioyo, Tanjung Koomang, dan pantai di Kaana.
Potensi wisata bahari lainnya yang belum banyak terungkap adalah wisata
sejarah di perairan Tanjung Laksaha – Teluk Berhau, yaitu berupa lokasi
tenggelamnya kapal-kapal penjelajah milih Portugis.
c. Potensi Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Industri
Areal persawahan saat ini terdapat di Desa Kaana dan Desa Banjar Sari,
luasnya pun terbatas hanya 25 Ha dan hanya ada satu buah sungai (Sungai
Kikuba) yang telah dijadikan sumber irigasi teknis. Produksi sawah di Enggano
sekitar 75 ton beras per tahun. Sedangkan areal perkebunan tersebar cukup luas
mulai dari Desa Kahyapu sampai dengan Desa Banjar Sari. Perkebunan yang
dikembangkan merupakan jenis perkebunan rakyat jenis cokelat, melinjo,
cengkeh, kelapa, buah-buahan dan kopi. Masyarakat Pulau Enggano mengelola
peternakan kerbau, sapi, kambing, ayam, dan itik dalam skala kecil. Hasil
peternakan ini biasanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
hari.
Dalam bidang kehutanan, Pulau Enggano memiliki beragam jenis vegetasi hutan
yang berneka ragam dan cukup bernilai ekonomis. Beberapa produk kehutanan
antara lain kayu merbau, kayu jambu, nehek, abihu, rengas, cemara laut, bakau,
dan beringin. Berdasarkan potensi sumberdaya alam yang ada, industri yang
dapat dikembangkan adalah industri kerajinan tangan (seperti dari bahan rotan,
kerang, mutiara dll), industri pengolahan cokelat, melinjo dan buah-buahan,
industri pengawetan atau pengolahan ikan, industri budidaya seperti rumput laut
dan anggrek hutan.
d. Penutupan Lahan
Pulau Enggano memiliki luas 398.24 km2, dari hasil analisis citra Pulau Enggano
diperoleh bahwa penggunaan lahan terdiri dari hutan, hutan lahan basah, hutan
mangrove, pemukiman, perkebunan, rawa, semak belukar dan tanah terbuka.
Penggunaan lahan terbesar adalah hutan dengan tutupan lahan seluas 339.37
km2 atau 85.22% dari total penggunaan lahan di Pulau Enggano. Penggunaan
lahan terkecil adalah rawa dengan luas 0.94 km2 atau 0.24% dari otal penutupan
lahan di Pulau Enggano.. Peggunaan lahan lainnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel F.3. Penggunaan Lahan di Pulau Enggano
No. Penggunaan Lahan Luas (km2) Persentase (%)1 Hutan 339.37 85.22%2 Hutan Lahan Basah 25.20 6.33%3 Hutan Mangrove 12.28 3.08%4 Pemukiman 3.38 0.85%5 Perkebunan 3.71 0.93%6 Rawa 0.94 0.24%7 Semak Belukar 11.44 2.87%8 Tanah Terbuka 1.90 0.48%
Total 398.22 100.00% Sumber: Hasil Analisis Citra Pulau Enggano
Gambar F.10. Peta Penutupan Lahan Pulau Enggano
F.VI. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Jumlah penduduk Pulau Enggano pada tahun 2006 sebanyak 2.758 jiwa (851 KK) yang
tersebar ke 6 (enam) wilayah desa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa
Banjarsari, 773 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Desa Apoho, 241
jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata Pulau Enggano adalah 4 jiwa/km2. Pemukiman
penduduk menurut masing-masing desa masih terpencar-pencar membentuk cluster
(kelompok pemukiman). Setiap desa tersedia beberapa kelompok pemukiman.
Mata pencaharian penduduk Pulau Enggano untuk setiap desa dapat diklasifikasikan
menjadi nelayan dan bukan nelayan (petani, pedagang, PNS, dan lain-lain). Struktur
penduduk menurut mata pencahariannya adalah sebagai berikut : (1) Petani, 242 jiwa
(44,73%), (2) Nelayan, 138 jiwa (25,51%), (3) Buruh, 88 jiwa (16,27%), (4) PNS, 64
jiwa (11,83%) dan (5) Pedagang, 9 jiwa (1,66%).
Gambar F.11. Balai Desa Gambar F.12. Sekolah Dasar
Di Pulau Enggano masyarakat terbagi atas suku-suku dimana masing-masing suku
dikepalai seorang Ketua Suku. Penduduk asli Pulau Enggano terdiri dari Suku Kauno,
Suku Kaahoao, Suku Kaharuba, Suku Kaitaro, Suku Kaaruhi, dan Suku Kaamay.
Masyarakat Pulau Enggano masih teguh memegang adat istiadat peninggalan nenek
moyang. Beberapa ketentuan adat yang ada antara lain larangan menebang pohon
bakau, larangan membuka kebun yang berjarak lebih dari 3 km dari jalan utama, dan
budaya menangkap penyu pada saat pesta pernikahan dan pesta adat lainnya.
Nilai budaya masyarakat Pulau Enggano sangat dipengaruhi oleh budaya Islam.
Sebagian besar masyarakat Pulau Enggano beragama Islam (55,3%), dan yang lainnya
beragama Kristen (44,7%). Kondisi kerukunan antar umat beragama sangat baik
sehingga tidak pernah terjadi konflik horizontal. Jumlah masjid dan gereja di Pulau
Enggano 12 buah, masing-masing desa memiliki satu masjid dan satu gereja.
F.VII. Permasalahan dan Pengembangan
Lambatnya pengembangan di bidang perikanan ditandai dengan tidak adanya fasilitas
fisik yang mendukung usaha perikanan seperti depot BBM, pabrik es, cold storage, kios
yang menjual keperluan penangkapan ikan, pangkalan pendaratan ikan, serta belum
adanya lembaga pemasaran seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Selain itu, armada
dan alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Pulau Enggano masih sangat
tradisional. Sarana prasarana umum yang terbatas seperti listrik, air, dan komunikasi
sangat menghambat pengembangan potensi Pulau Enggano di bidang lainnya seperti
pariwisata. Sarana transportasi ke luar pulau masih minim dimana kondisi alam yang
tidak ramah dapat menghambat transportasi. Adanya budaya masyarakat menangkap
penyu tentunya dapat mengancam kelestarian penyu itu sendiri.
top related