contoh makalah kelainan refraksi
Post on 11-Aug-2015
918 Views
Preview:
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea) Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic ada
mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada
kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan
atau dibelakang makula. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia,
dan astigmat.1
Astigamtisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau
lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik. 2
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong
bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki
astigmat yang ringan.1
II. ETIOLOGI
Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya
berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan
selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis
yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule
(astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau
lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan kornea di
bidang horizontal. 1,3
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks
retraksi.4
Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada
kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan.
Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu
horizontal (sekitar 0,25 D). ini dikenal dengan astigmatsme direk dan diterima sebagai
keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat
atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan
95% pada usia 7 tahun.4
III. JENIS ASTIGMATISMA
1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan
kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur
dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.2,3
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:4
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titk focus di retina. Fokus lain dapat
jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat
di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic
astigmatism.
Gambar 1. Simple myopic astigmatism9
Gambar 2. Simple hypermetropic astigmatism9
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di
retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi
kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound
hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.
Gambar 3. Compound miopic astigmatism9
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang
lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu
arah dan miop pada yang lainnya.4
Gambar 4. Mixed Astigmatism9
Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya
terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi
menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih
besar terletak di meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma
inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal.
Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan
astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua. 5
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.
Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama
berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi
meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.3,5
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi
atau akibat kelainan pembiasan.3
IV. GEJALA KLINIS
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan: 1,3,5,6,7,8
1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik
2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
3. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
4. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
5. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
6. Sakit kepala
7. Mata tegang dan pegal
V. DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen. Periksa kelainan
refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.1
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang
disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan
pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.3
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan
dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat
melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.4
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferik
saja.9
Gambar 5. Kipas Astigmat 10
Gambar 6.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido10
VI. PENATALAKSANAAN
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.1
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakuakn
dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu
horizontal (30 – 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan
koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila dikoreksi
dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).1
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal,
yaitu :1
a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang
ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule
dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang
ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.2
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya : 8
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
VII. PENUTUP
Pada umumnya astigmatisma merupakan suatu keadaan yang stabil, astigmatisme
yang ringan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi, namun untuk astigmat
yang berat sebaiknya dilakukan koreksi karena jika tidak dikoreksi dapat berangsur-
angsur memburuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., Astigmat (Silinder) dalam Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006: 43 -92
2. William, AL,et al, Basic and Clinical Science Course: Optics, Refraction, and Contac
Lens Section 3, American Academy of Opftalmology, Lifelong Education of the
Ophthalmologist, 2002-2003: 118 - 119
3. Ilyas, S. Astigmat dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2002: 52-61
4. Abrams, D., Duke-Elder’s Practice of Refraction 10th Edition, Churchil Livingstone,
Edinburg, 1993: 65 - 71
5. Vaughan, D.G.,Asbury, T., Riordan-Eva, P., Kesalahan Refraksi dalam Oftalmologi
Umum Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2004: 401 -406
6. Anonym, Astigmatism and Your Eyes, available at www.medicinet.com accesed on
8th March2007
7. Anonym, Astigmatism, available at www.kellog.com accesed on 8th March 2007
8. Haughton, AN, Atigmatism, available at www.ebsco.com accesed on 8th March 2007
9. Ilyas, S, dkk, Optik dan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata Untu Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran Edidi ke-2, Sagung Seto, Jakarta, 2006: 41-56
10. Anonym, Astigmatism Test, available at www.perret.com accesed on 8th March 2007
top related