contoh makalah 4
Post on 14-Apr-2018
266 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
1/29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Ilmu kedokteran terus berkembang, salah satu perkembangan yang terjadi adalah
terbentuknya percabangan ilmu kedokteran. Jika ilmu kedokteran sebelumnya
merupakan seni menyembuhkan penyakit yang dilakukan oleh dokter yang
mampu melayani pasien yang menderita berbagai penyakit maka kemudian sesuai
kebutuhan. Kesehatan mempunyai peranan penting dalam memingkatkan derajat
hidup masyarakat maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang sebaik-baiknya.
Oleh sebab itu sebagai mahasiswa/I Fakultas Kedokteran harus memahami
tentang sindrom geriatri agar kami mengerti dan mempunyai pemahaman tentang
hal tersebut, yang pada dasarnya akan membantu kami dalam memhami
bermacam-macam sindrom geriatri.
Disamping itu didalam perkembangan ilmu kedoteran yang sangat dinamis
sehingga menuntut mahasiswa terus belajar dan menggali ilmu tanpa mengenal
waktu. Jadi dengan konsep keilmuan yang baik maka lahirlah seorang dokter yang
kompeten dan dipercaya oleh masyarakat, itulah yang merupakan salah satu latar
belakang kami dalam menyusun makalah ini.
1
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
2/29
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapaun rumusan masalah yang kami dapatkan adalah :
1. Bagaimana proses lupa dan emosi pada lansia?
2. Apa saja sindrom geriatri?
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN
Dalam menyusun makalah ini tentunya memilki tujuan yang diharapkan berguna
bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya
dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan
untuk menambah wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan
secara holistik dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I
fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi
seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat.
Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini sebagai berikut:
1) Mengetahui sindrom geriatri
2) Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis
3) Melengkapi tugas small group discussion
2
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
3/29
1.4 MANFAAT
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1) Mengetahui sindrom geriatri
1.5 METODE DAN TEKNIK
Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering
digunakan dalam pembahsan makalah sederhana, dimana kami menggunakan
metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber data
dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehingga diperoleh
informasi tentang masalah yang akan dibahas.
3
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
4/29
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
SINDROMA GERIATRIK
Seorang Bapak usia 76 tahun dibawa anaknya berobat ke praktek dokter.
Menurut keluarganya, setahun terakhir ini pembawaan bapak ini selalu marah dan
sering lupa setelah mengerjakan sesuatu yang baru saja dilakukannya. Sejak 7
tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan
darah tinggi, jantung dan rematik.
2.3 DEMENSIA
Definisi
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai
latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek,
gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya
kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan
perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa
adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.1,2
Klasifikasi
4
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
5/29
Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel
yaitu :
Reversibel :
- Alkoholisme
- Gangguan pasikiatri
- Normal pressure Hydrocephalus
- Demensia Vaskular
Ireversibel :
-Demensia Alzheimer
-Picks Disease
-Parkinsons Disease Dementia1
Diagnosis
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional dan
perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian dan
sosial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis. Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit
(akut/perlahan), perjalanan penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan,
riwayat medis umum dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat
psikiatri, riwayat yang berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi,
gangguan nutrisi, penggunaan obat, dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik
meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan
neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium
dan radiologis.
AnamnesisWawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan
mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh).
Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi
terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan
(mendadak/progresif lambat) dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.
Riwayat Medis Umum
5
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
6/29
Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga
perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis),
ganguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan
merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan
aterosklerosis.
Riwayat Neurologis
Perlu untuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler,
trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.
Riwayat Gangguan Kognisi
Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian terpenting dari diagnosis
demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka
panjang; gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat, benda, maupun
gangguan komprehensif): gangguan fungsi eksekutif (meliputi
pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan
praksis dan visuospasial.
Selain itu, perlu ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya
melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian,
melaksanakan hobi dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu
pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.
Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita
demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya
depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapatditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi,
depresi, apatis dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa
tujuan (wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness dan
disinhibisi.
Riwayat Intoksikasi
6
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
7/29
Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida,
insektisida, alkoholisme dan merokok. Riwayat pengobatan terutama
pemakaian kronis antidepresan dan narkotika.
Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom
down dan retardasi mental.
Pemeriksaan fisik
Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya
kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara
mendadak atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan
usia.
Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada praktek klinis.
Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial,
gangguan neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik,
sensorik, otonom, koordeinasi, gangguan penglihatan, gerakan
abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan primitif.1
2.4 DEMENSIA ALZHEIMER
Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 % dari
seluruh demensia, biasanya memeiliki faktor resiko seperti usia yang lebih
dari 40 tahun, riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindrom Down.
Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun :
- Stadium Ringan
Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukanaktivitas harian sederhana.
- Stadium Sedang.
Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita
membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang
kompleks.
- Stadium lanjut.
7
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
8/29
Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif
berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik.
Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan
prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang maupun lanjut1.
2.5 DEMENSIA VASKULER
Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit
Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani dengan
peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga
insidensi demensia dapat diturunkan3. Baru sedikit diketahui tentang
penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di
Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit
vaskuler dan telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang
berhubungan4.
Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti
tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan
kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi
dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara
patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski
mengenalkan istilah multi-infark dementia (MID) untuk menekankan bahwa
demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik
pembuluh besar maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan
istilah vascular dementia (VaD) yang membantu para dokter untuk
mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk perdarahan, yang
dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkanistilah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan
konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat
menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat dan
pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi
sebelum demesia terjadi.3
Insiden dan Prevalensi
8
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
9/29
Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda
menurut populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang
dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler
memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus demensia. Data dari
negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih
dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di
Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang
hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan
gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan. Sudah lama diketahui
bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian
terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat
hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke.7
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik
seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler
diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80
tahun.8
Patofisiologi
Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan
antara suatu faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler
dan juga penyakit serebrovaskuler. DeCarli et.al menemukan bahwa
peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada
pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level
kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam
pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu hemostasis darikolesterol dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL dan
produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE,
termasuk reseptor LDL, reseptor LDL yang terikat protein dan reseptor
VLDL8. Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et.al menyimpulkan
bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di
substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi. Dalam penelitian
terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara
9
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
10/29
ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa
ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf
pusat.3,4
Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi
telah diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik
diobservasi. Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari
kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-
pembuluh darah besar (arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior).
Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di
otak misalnya di bagian anterolateral dan medial thalamus, yang
dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi
strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain,
basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies,
otak tengah dan pons. Pada analisis mikroskopik perubahan-perubahan
tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga
sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran
digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan
kontribusi pada penurunan kognisi.3
Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan
kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
dalam kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat
menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung
dan perdarahan. Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab
disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi
substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkanadanya :
1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia
alba
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal
yang dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark.3
Faktor resiko
10
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
11/29
Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4
tahun terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan
etnis(Asia, Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang
rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok
cigaret, penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis,
menopause tanpa terapi penggantian estrogen dan gambaran EKG yang
abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan
pada hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres
psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida,
herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya
adalah volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.
Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan
beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis
kelamin. Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama. Genetik
juga merupakan faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal
dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL)
adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3,
menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang
terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini. Riwayat dari stroketerdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak
hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan
bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia.3
Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada
pasien-pasien stroke dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi
kerusakan pada otak. Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah
diteliti pada beberapa penelitian dan ditemukan bahwa adanya alel ini
11
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
12/29
bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease,
tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison
et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme
otak normal dan terdapatnya alel 4 dalam jumlah besar menandakan
adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun
juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria
NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah
mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.4
Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk
telah dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu dan menjelaskan
hubungan dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural
juga dilaporkan Liu et.al, dan hubungan antara zat ini juga terdapat pada
Alzheimer Disease dan Parkinson.4
Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi
heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik,
perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai
dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak
harus dengan gangguan memori yang menonjol.6
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia
multi-infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu
yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger
dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun
memiliki faktor resiko vaskuler.3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler
dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :
1. VaD pasca stroke
Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal
forebrain, teritori arteri serebri posterior dan arteri serebri anterior.
12
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
13/29
Multiple Infark Dementia (MID)
Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal
-Lesi iskemik substansia alba
-Infark lakuner subkortikal
-Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
Etiologi
Barubaru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya
disebabkan oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh
keadaan serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat
menyebabkan demensia antara lain tercantum dalam tabel di halaman
selanjutnya ini.5
Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and
LAssociation Internationale pour la Recherche et LEnseignmement en
Neurosciences).
1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a)
Demensia b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan
adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese,
kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik,
hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke (dengan atautanpa riwayat stroke), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan
pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel
pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis (girus angularis,
talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior), atau
infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi
substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan
di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu
13
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
14/29
atau lebih keadaan dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun
waktu 3 bulan pasca stroke.- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak
atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif..
2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi,
perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting,
mempertahankan kegiatan dan abstraksi.
Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi
dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
B. CVD :
CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD :
hemiparese, parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik,
disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan
dengan lesi subkortikal otak6.
Gambaran Klinis
Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis
VaD sebagai berikut :
A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable
VaD :
1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas,
magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait )
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan olehkelainan urologi. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan
depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi
psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.3
B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD
1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan
gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ),
14
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
15/29
ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi
yang sesuai pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.
Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.5
C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti
kelumpuhan ringan, refleks asimetri dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian,
emosi labil dan retardasi psikomotor.
D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan
kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI.1.7
PemeriksaanPemeriksaan VaD secara umum
A. Riwayat medis meliputi
1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang
dapat menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan
katup jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksikronik ( sifilis, AIDS )
2. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti
riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat
epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta
demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan berjalan,
koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal
menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.
15
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
16/29
3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan
fuingsi kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan
perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan
apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian,
tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah
gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat,
pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi, pemakaian alkohol kronik
dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD.
Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat
mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia
pada keluarga.
B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umum. Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda
vital, arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus
atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan
saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi
memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung,
menulis, praksis, gnosis, visuospasial dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa
nyata penderita dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atausaat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi
mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi,
delirium, cemas atau mengalami gejala psikotik.8
Manajemen Terapi
A. Terapi farmakologik.
16
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
17/29
Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis,
arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus mengontrol penyakitnya
dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap
penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya. Terapi simptomatik
pada demensia vaskuler kolinergik sehinggaadalah pemberian
kolinesterase inhibitor karena terjadi penurunan neurotransmiter.
Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat
menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada
penderita demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik
yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan
gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi non-farmakologis bertujuan
untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi
terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan
penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi,
reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling,
terapi musik, terapi wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas,
penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home.
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasiendemensia vaskuler dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang
rusak. Gejala yang sering muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi,
delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering
( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi
non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini
namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode
terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala
17
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
18/29
yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan
kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat
penyakitnya. Pasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan
gangguan fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia
Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala
depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan
kognisi.
Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2.Menghindari tugas yang kompleks.
3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4.Konseling dengan psikiater.
Manajemen terapi farmakologis :
1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of
action dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi
depresi.
2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya,
efek samping obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara
lain
a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini
mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek
antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimalb. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c.Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat
hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.
Manajemen terapi non-farmakologi:
1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
18
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
19/29
2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4.Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas
dan gelisah.
Manajemen terapi farmakologis:
1. Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka
pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.
2. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak
dapat tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.
3. Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati
agitasi.
2.5 SINDROM GERIATRI
Beberapa problema klinik dari penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai,
sehingga disebut sebagai Geriatric Giants, adalah:
1. sindroma serebral
2. gangguan otonom
3. inkontinensia
4. jatuh
5. kelainan tulang dan patah tulang
6. dekubitus
Semua problema klinik ini bukanlah suatu diagnosis, tetapi merupakan gejala,
yang harus dicari penyakit penyebabnya. Dari geriatric giants di atas, sindroma
serebral merupakan dasar penyebab masalah problema yang lain.
19
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
20/29
Sindroma serebral adalah kumpulan gejala yang terjadi akibat perubahan
patologik dari aliran darah serebral. Usaha untuk memahami sindrom serebral ini,
antara lain adalah dengan mempelajari mekanisme pengaturan aliran darah
serebral.
Sindroma klinis otak dapat dibagi 3 kelompok:
1. sindroma klinis berkaitan dengan seluruh otak
2. sindroma klinis utamanya berkaitan dengan teriotorial pembuluh karotis
3. sindroma klinis utamanya berkaitan dengan teritorial pembuluh
vertebrobasiler.
Sindroma klinis berkaitan dengan seluruh otak terdiri atas gejala berikut:
Apraxia, dengan kaku otot, refleks meningkat dan tendensi untuk condong
ke belakang
Gangguan jalan (gait)
Demensia
Inkontinensia
Keadaan klinis dengan sindroma kategori ini yang sering dijumpai adalah
arteriosclerosis cerebri dan demensia multi-infark. Arteriosclerosis cerebri
menunjukkan sindroma klinis yang pada dasarnya terdiri atas: apraxia dengan
rigiditas paratonik, refleks meningkat, tendensi untuk condong ke belakang dan
langkah diseret. Umumnya ditambah dengan demensia.
Rigiditas paratonik adalah suatu bentuk apraksia, yaitu rigiditas dimana pasien
seolah-olah tidak dapat merilekskan ototny abila anggota badannya dipegang oleh
20
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
21/29
orang lain. Pemeriksa merasa seakan-akan pasien melawan usahanya untuk
menggerakkan anggota badan pasien secara pasif.
Sindroma klinis yang utamanya berkaitan dengan teritorial pembuluh karotisdapat dikategorikan menjadi kelainan utama yaitu serangan otak sepntas, penyakit
pembuluh darah (stroke) dan arteritis.
Serangan otak sepintas (TIA) dapat terjadi akibat gangguan sirkulasi di
kawasan pembuluh darah karotis ataupun vertebrobasiler. Etiologinya capkali
tidak jelas, dan kemungkinan melibatkan berbagai mekanisme yang berbeda. Di
kawasan pembuluh karotis, TIA ini lebih sering dihubungkan dengan stenosis
akibat aterona a. carotis interna, yaitu diakibatkan adanya mikromeboli berasal
dari plak ateroma tersebut.
Gangguan pembuluh darah otak (stroke) atas dasar patologinya dapat dibagi
atas dasar infark dan perdarahan otak. Sedangkan atas dasar perkembangan gejala
klinisnya dapat dibagi menjadi stroke in evolution dan completed stroke. Stroke in
evolution yang gejalanya berkembang dalam waktu beberapa jam sampai
beberapa hari, terjadinya dapat diakibatkan ketiga kejadian patologis seperti telah
disebukan di atas.
Pada lanjut usia perlu untuk memikirkan diagnosa diferensial untuk stroke,
yaitu hematoma subdural dan perdarahan subarachnois.
Arteritis temporalis adalah penuakit umum pembuluh darah arteri dengan
ukuran medium yang seringkali mengenai cabang-cabang a. carotis externa.
Penyakit ini semakin banyak dijumpai pada usia yang semakin lanjut dan harus
segera didiagnosis karena dapat berakibat kebutaan dan juga stroke meskipun
jarang. Tetapi dengan kortikosteroid dapat mencegah akibat tersebut.
Sindroma klinis yang utamanya berkaitan dengan pembuluh vertebro basiler,
diakibatkan gangguan sirkulasi di daerah otak bagian posterior termasuk korteks
oksipital, dan cerebellum. Iskemia di daerah ini menimbulkan gangguan yang
berhubungan dengan fungsi neuro-regulasi. Termasuk ini khususnya adalah
refleks postur, pengaturan tensi dan suhu badan serta pusat muntah. Karena itu
21
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
22/29
insufisiensi sistim pembuluh darah vertebrobasiler dapat menimbulkan gejala
berikut: jatuh, ataksia, nistagmus, pusing, mual-muntah, episode hipotensi
dangangguan termoregulasi. Bila korteks okispital terlibat akan muncul gejala
buta kortikal.
Gangguan otonom
Gangguan otonom merupakan salah satu di antara berbagai sindrom
geriatri, artinya gangguan otonom merupakan keadaan-keadaan yang sering
didapatkan pada usia lanjut, sering memerlukan usaha yang cukup sukar untuk
menemukan penyebab dan pengobatannya, dan menyebabkan gangguan yang
cukup berarti yang sering mengganggu kwalitas hidup penderita lansia.
Diantara berbagai gangguan otonom pada usia lanjut yang perlu
diperhatikan adalah hipotensi ortostatik, gangguan pengaturan suhu, pengaturan
kandung kemih dan gerakan esofagus dan usus besar.
Hipotensi postural atau hipotensi ortostatik didefiniskan sebagai
penurunan tekanan sistolik atau diastolik sebanyak 20 mmHg pada saat penderita
berubah posisi dari tidur ke posisi tegak.
Hipotensi ortostatik seringkali tidak memberi gejala walaupun tekanan
darah sering turun sampai 30 mmHg. Pada keadaan ini oto-regulasi sirkulasi
serebral dapat menkompensasi penurunan tekanan darah tersebut.
Pada penderita muda, keadaan seperti ini seringkali hanya disertai gejala
light-headed ringan dalam waktu yang tidak terlalu lama, oleh karena mekanisme
pengaturan vasomotor dengan segera mengadakan kompensasi. Pada penderita
lansia, mekanisme kompensasi tersebut sering tidak efektif, sehingga tetap terjadi
hipotensi dengan segala gejalanya selama beberapa jam.
Gejala lain dari gangguan otonom sering menyertai hipotensi yang terjadi,
antara lain keluar keringat dingin, perubahan besar pupil, gangguan
gastrointestinal, disfungsi kandung kemih dan pliuria nokturnal.
22
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
23/29
Penatalaksanaan untuk hipotensi ortostatik ini adalah peninggian kepala
waktu tidur merupakan upaya penatalaksanaan utama yang harus dilakukan.
Tindakan ini dapat meningkakan volume darah penderita dengan jalan
mengurangi hilangnya cairan dan garam di malam hari. Dengan cara ini berat
badan penderita dapat meningkat sanpai beberapa kilogram. Semua penyebab
hipotensi ortostatik yang bisa dikoreksi harus diobati, dan obat-obat dengan kerja
hipotensif harus dihentikan.
Jatuh
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan
di dalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan
gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan
dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung
benda-benda, penglihatan kurang karenacahaya kurabg terang, dan sebagainya.
Definis jatuh sangat beragam. Isaac pada tahun 1985 mendefiniskan jatuh
sebagai dampak dari garis vertikal yang melewati pusat massa tubuh manusiamenjadi tergeletak antara fondasi dan tidak tergantung waktu dan tempat. ICD 9
mendefinisikan jatuh sebagai kejadian yang tak diharapkan dimana sseorang
terjatuh dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau tempat
yang sama tingginya. King mendefinisikan jatuh sebagai kejadian yang tidak
disadari oleh seseorang yang terduduk di lantai/tanah atau tempat yang lebih
rendah tanpa disebabkan oleh hilangnya kesadaran, stroke, atau kekuatan yang
berlebihan.
Penyebab jatuh pada lansianbiasanya merupakan gabungan beberapa faktor antara
lain:
kecelakaan
nyeri kepala dan atau vertigo
hipotensi ortostatik
23
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
24/29
obat-obatan
proses penyakit yang spesifik
idiopatik
sinkope
Jatuh sering mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa memar
dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian, oleh karena itu harus
dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang, dengan cara identifikasi faktor
risiko, penilaian keseimbangan dan gaya berjalan serta mengatur/mengatasi faktor
sitausional
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi koplikasi yang terjadi, menegmbalikan fungsi KAS terbaik, dan
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeleminasi faktor
risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Inkotinensia Urine
Inkontinensia urin merupakan salah satu keluhan utama pada penderita
lanjut usia. Seperti halnya dengan keluhan pada suatu penyakit, bukan merupakan
suatu diagnosis, sehingga perlu dicari penyebabnya.
Batasan inkontinensia adalah pengeluaran urin tanpa disadari, dalam
jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan atau sosial.
Mengetahui penyebab inkontinensia sangat penting untuk pengelolaan
yang tepat. Petama-tama harus diuasahakan membedakan apakah penyebab
inkontinensia berasal dari:
kelainan urologik; misalnya radang, batu, tumor, divertikel
24
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
25/29
kelainan neurologik; misalnya stroke, trauma pada medula spinalis,
demensia dan lain-lain.
lain-lain; misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih
yang tidak memadai/jauh dan sebagainya
Inkontinensia urin mempunyai kemungkinan besar untuk disembuhkan,
terutama pada penderita dengan mobilitas dan status mental yang cukup baik.
Bahkan bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan
lebih baik, sehingga kualitas hidup penderita meningkat dan meringankan beban
yang merawat.
Pengelolaan dari inkontinensia yrin dimulai antara lain dengan
membedakan apakah secara garis besar penyebabnya dari segi urologik atau
masalah neurologik. Kemudian penting untuk diketahui apakah inkontinensia tadi
secara akut atau kronik/persisten. Inkontinensia akut biasanya reversibel,
berhubungan dengan penyakit-penyakit akut yang sedang diderita, dan akan baik
lagi bila penyakit-penyakit akut tersebut sudah disembuhkan. Sedang pengobatan
yang optimal dari inkontinensia yang persisten tergantung pada tipe inkontinensia
yang diderita.
Osteoporosis
Adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian sehingga
hanya dengan trauma minimal tulang akan patah. WHO memberikan definisi
terakhir sebagai berikut: Adalah penurunan massa tulang >2,5 kali standarddeviasi massa tulang rata-rata dari populasi usia muda disertai perubahan pada
mikro-arsitektur tulang, yang menyebabkannya menjadi lebih mudah patah.
Penurunan antara 1-2,5 standard deviasi dari rata-rata usia muda disebut
osteopenia.
Penurunan massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya
pembentukan, meningkatnya perusakan atau kombinasi dari keduanya.
25
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
26/29
Gejala pada usia lanjut bervariasi, beberapa tidak menunjukkan gejala,
yang lain seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung, yang
seringkali akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih vertebra. Nyeri seringkali
dipicu oleh adanya stres, seringkali akan hilang dengan sendirinya setelah 4-6
minggu. penderita lain mungkin datang dengan gejala patah tulang, turunnya
tinggi badan, bungkuk punggung, yaitu suatu deformitas akibat kolaps dan fraktur
pada vertebra torakal tengah.
Penatalaksanaan penderita yang hanya dengan osteoporosis tanpa disertai
patah tulang lebih sederhana dibanding bila penderita sudah datang dengan
fraktur. Penderita lanjut usia dengan fraktur osteoporosis terutama bila kibat jatuh,
memerluka asesmen bertingkat, antara lain:
asesmen mengenai sebab jatuh, apa yang menyebabkannya apakah
akibat faktor lingkungan, gangguan intra atau ekstra- serebral dan
lain sebagainya.
asesmen mengenai osteoporosisnya, primer atau sekunder,
manifestasi di tempat lain.
Asesmen mengenai frakturnya. Oparabel atau tidak, kalau operabel
harus dilakukan pendekatan pada dokter bedah. Setelah operasi,
tindakan rehabilitasi yang baik disertai pemberian obat untuk
upaya perbaikan osteoporosis bisa dikerjakan.
Dekubitus
Ulkus dekubitus dapat etrjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini
merupakan masalah yang khusus pada lanjut usia.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di bawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi
darah setempat.
26
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
27/29
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan
tidak dilindungi cukup dengan lemak subkutan, misalnya daerah sacrum, daerah
trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dapat
dibagi menjadi tiga tipe:
ulkus dekubitus tipe normal, mempunyai beda temperatur sampai di bawah
lebih kurang 2,5C dibandingkan kulit disekitarnya dan akan sembuh dalam
perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat
akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenanya baik.
Ulkus tipe arteriosklerotik, mempunyai beda temperatur kurang dari 1C
anatar daerah ulkus dengan kulit di sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan
gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah ikut berperan
terjadinya dekubitus di samping faktor tekanan.
Ulkus dekubitus tipe terminal terjadi pada penderita yang akan meninggal
dan tidak dapat menyembuh.
Pengelolaan diawali dengan kewaspadaan mengenal penderita dengan
resiko tinggi terjadi dekubitus. Suatu sistem skor, dari skor Norton, cukup praktis
untuk penapisan awal dan penilaian selanjutnya dalam kaitan dengan resiko
dekubitus. Setelah terjadi dekubitus, tindakan medik disesuaikan dengan
stadium/derajat ulkus dekubitus yang dihadapi.
27
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
28/29
BAB III
KESIMPULAN
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan umum yaitu MB RG II. Untuk terapi khusus pasien
diberikan IVFD RL 12 jam / kolf, Asam Asetil Salisilat yang berfungsi sebagai
anti agregasi serta sebagai disease modifying agent pada demensia dengan dosis
2x80 mg, Metabolic activator citicolin yang mempunyai efek memperbaiki aliran
darah otak serta metebolisme regional di daerah iskemia otak dengan dosis 2x500
mg.
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain
program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis,
misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang, Perhatikan dan
asosiasi), serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri
tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).
28
-
7/30/2019 CONTOH MAKALAH 4
29/29
DAFTAR PUSTAKA
1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:
PERDOSSI.
2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat,
hal 211-214
3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health
and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England
Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.
5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline
frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992;
42(6): 1185-936.
6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular
dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-
Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.
7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular
Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American
Heart Association 1999; (5):1548-538.
8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are
associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media WallThickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.
9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between
Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart
Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.
10. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in
Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5
top related