civil engineering
Post on 19-Oct-2015
84 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 1/9
Civil Engineering
Minggu, 06 Mei 2012
Penanganan Keruntuhan Lereng Batuan
A. Prinsip Stabilitas Lereng Batuan
Keruntuhan lereng batuan merupakan pergerakan batuan yang cepat pada permukaan lerengbatuan curam, baik batuan yang besar maupun batuan yang kecil. Karena kecepatannya yang tinggi,keruntuhan lereng batuan dapat membahayakan kendaraan, menyebabkan luka atau kematian padapengendara dan penumpang, serta kerugian ekonomi karena penutupan jalan. Oleh karena itu,beberapa bagian jalan di daerah pegunungan memerlukan perlindungan dari keruntuhan batuan,terutama pada tebing yang curam.
A B C
A. Gravitasi selalu mengakibatkan gaya tarik material penyusun lereng menuju
kebawah (hukum gravitasi)
B. Friksi memberikan gaya perlawanan terhadap kecenderungan pergerakan akibat
gravitasi berarti material sangat mudah sekali tergelincir
C. Sudut lereng semakin besar, semakin besar pula kecenderungan material
bergerak kebawah
Gambar 1. Prinsip stabilitas lereng
Pergerakan keruntuhan batuan pada lereng curam dibagi menjadi 3 tipe, yaitu meluncur(sliding), menggulung (rolling), dan memantul (bounching). Dalam membuat penanganan keruntuhanbatuan, berat; kecepatan, arah; dan posisi jatuhnya batuan ditentukan berdasarkan survey padadaerah tertentu.
Gambar 2. Ilustrasi Pergerakan Jatuhnya Batuan
B. Penanggulangan Keruntuhan Lereng Batuan
Dalam melakukan penanganan stabilitas lereng, perlu dilakukan beberapa macam jenistinjauan seperti bagaimana kondisi topografi, kondisi geologi, kondisi lingkungan, dan kondisi lainyang ada. Namun, tinjauan lain seperti tingkat kemudahan pengerjaan, dan ketersediaan alat danpekerja juga perlu mendapat perhatian karena pada akhirnya itu akan mempengaruhi biayapenanganan lereng. Pemilihan metoda penanggulangan longsoran tergantung dari beberapa faktoryaitu sebagaiberikut: Identifikasi penyebab ( penggerusan pada kaki lereng, penimbunan pada kepala longsoran,
pemotongan pada kaki lereng dan sebagainya). Kemungkinan tipe-tipe penanggulangan berdasarkan teknis ( luas daerah longsoran, jenis tanah). Kemungkinan pelaksanaan ( biaya, teknik pelaksanaan, kemampuan pelaksana dan
sebagainya). Memilih salah satu penanggulangan dengan mempertimbangkan faktor ekonomi (material yang
ada).Secara garis besar, penanganan terhadap keruntuhan batuan diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
tindakan stabilisasi lereng (stabillization measure) dan perlindungan (protection measure). Berikutadalah skema jenis penanganan lereng batuan.
2012 (6)
Mei (1)
Penanganan Keruntuhan LerengBatuan
Februari (5)
Arsip Blog
Irfan Kusnadi
Lihat profil lengkapku
Mengenai Saya
Share 0 More Next Blog Create Blog Sign In
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 2/9
Gambar 3. Skema penanganan jenis penanganan lereng batuan
1. Stabilisasi lereng (stabillization measure)Stabilisasi lereng batuan itu sendiri dilakukan untuk mempertahankan kondisi batuan agar
tetap dalam kondisi yang stabil atau memperkecil kemungkinan terjadi kelongsoran. Adapun metodeyang digunakan untuk memperoleh kondisi seperti yang tertulis di atas ada dua yaitu denganmemperkuat lereng batuan (reinforcement) dan mengubah bentuk muka lereng dengan pemotongan(rock removal). Kedua cara tersebut memiliki banyak contoh penerapannya dilapangan dan untukpemilihan jenis penangannya tergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada di lapangan. Tingkatkestabilan suatu lereng batuan, secara umum ditunjukkan dengan suatu nilai angka atau faktor amanlereng (Safety Factor). Angka aman (Safety Factor) ini merupakan angka yang menggambarkankondisi keamanan lereng batuan. Nilai SF kritis lereng batuan adalah 1, artinya pada kondisi demikianlereng batuan sangat rawan terhadap bahaya kelongsoran. Oleh karena itu, nilai angka amandiharapkan memiliki besaran lebih dari 1. Nilai angka aman tersebut dapat dihitung denganmenggunakan rumus seperti di bawah ini.
Gambar 4. Parameter kuat dukung lereng batuan
Secara umum parameter penentu nilai faktor aman adalah:1. Berat dari volume batuan (W)
Berat sendiri dari batuan akan dipengaruhi oleh berat jenis batuan dan besarnyavolume bongkahan batuan yang terkena bidang gelincir. Jadi semakin besar beratbatuan akan berpengaruh pada meningkatnya gaya normal yang dihasilkan (lerengstabil), tetapi di sisi lain juga akan memberikan tambahan gaya gelincir pada massabatuan (menambah gaya geser)
2. Parameter kuat dukung batuan (sudut gesek internal() & kohesi(c))Parameter ini akan berpengaruh pada tingkat ketahanan batuan untuk tidakmengalami keruntuhan. Besarnya parameter dukung batuan akan tergantung padatiap tiap jenis batuan.
3. Sudut kemiringan bidang gelincir massa batuan ()Sudut kemiringan bidang gelincir akan mempengaruhi besarnya volume batuan yangberpotensi longsor. Jadi semakin besar sudut kemiringan bidang gelincir, makadistribusi gaya berat batuan ke gaya gesernya (Wsin) akan semakin besar pulasehingga stabilitasnya menurun.
4. Kondisi air pada lerengKeberadaan air dalam lereng baik pada bidang retakan atau pada bidang gelincir akanmemberikan dampak negatif pada kestabilan lereng. Air yang berada pada bidangretak akan memberikan gaya dorong bagi massa batuan agar mengalami pergerakan(V), dan air pada permukaan bidang gelincir akan memberikan gaya angkat (Uplift)yang secara teori akan melawan gaya berat batuan sehingga akan mengurangi gayanormalnya.
5. Tegangan karena adanya perkuatan (angker, rockbolt,dll)Keberadaan perkuatan sebenarnya ditujukan untuk menambah gaya normal darimassa batuan (R). Angker akan memberikan gaya desak sehingga akan terjadiinterlocking pada massa batuan. Akibatnya jika gaya normal yang bekerja menjadilebih besar, maka gaya dorong yang diperlukan untuk meruntuhkan batuan akanbertambah besar pula.
6. Gaya gempaDalam rumus di atas, gaya gempa tidak di perhitungkan. Namun, adanya gempaakan memberikan pengaruh negatif pada stabilitas lereng. Gaya gempa sendiri dapat
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 3/9
diasumsikan berdasarkan zona wilayah gempa seperti yang telah disebutkan dalamSNI.
Seperti yang tertera dalam gambar.3, ada banyak cara yang bisa dilakukan untukmeningkatkan nilai stabilitas lereng batuan. Berikut adalah contoh uraian dari masing masingmetode.
1.1 Pemotongan Lereng BatuanMetode ini meliputi :a) Pembuangan batuan kecil yang tidak stabil (mudah runtuh).b) Memotong atau meledakkan batuan yang menggantung.c) Pembuangan puing-puing batuan. Metode ini lebih disarankan karena menghilangkan
bahaya dan tidak membutuhkan perawatan.Metode ini digunakan untuk memindahkan atau membuang batuan yang tidak stabil yang dapatmembahayakan daerah di bawahnya. Pada perencanaan pembuangan batuan unstable, perludipertimbangkan karakter batuan. Pemotongan batuan dan perencanaan muka lereng batuanseharusnya akan memberikan dampak berupa peningkatan stabilitas lereng.
Gambar 5. Pemotongan massa batuan untuk stabilisasi lereng
1.2 Anchor
Rock Anchors adalah salah satu metode perkuatan lereng pada batuan dengan pengangkuran
(anchoring). Rock anchors sering juga disebut Rock nailling. Pengangkuran ini sering digunakan
dalam penggalian (excavation), bagian dari dinding penahan (retaining wall) ataupun untuk menahan
gaya-gaya (uplift, external force, dsb) pada suatu struktur/ fondasi/lereng (slope). Fungsi utama dari
rock anchors adalah untuk memodifikasi gaya normal dan geser pada bidang longsor, dibandingkan
menumpukan kekuatan geser dari baja ketika anchor melintasi bidang. Pada rock anchors terdapat
elemen baja yang mendukungnya ( bisa berbentuk bars atau strand) yang akan dimasukkan pada
lubang yang sudah dibuat pada lereng. Elemen baja tersebut akan menahan/melawan gaya-gaya yang
bekerja pada lereng tersebut.
Rock anchor dapat berupa fully grouted dan untensioned, atau dianchor pada ujung dan
tensioned.
Gambar 5. Perkuatan lereng batuan (a) tension rockbolt in a displaced block; (b) fullygrouted,untensioned dowels installed prior to excavation to pre-reinforce the rock
Keuntungan dari untensioned bolt adalah harganya yang murah dan pemasangan yang lebihcepat dibandingankan dengan tensioned anchor.
Tensioned rock anchors dipasang pada bidang geser yang potensial dan diikat pada sound
rock. Adanya gaya tarik pada anchor, akan ditransmisikan ke batuan dengan bidang reaksi pada
batuan permukaan, yang akan menimbulkan tekanan pada batuan massa, dan memodifikasi/merubah
tegangan normal dan geser pada bidang longsor. Untuk menentukan faktor aman dapat dilakukan
perhitungan, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi gaya yang diizinkan.
Setelah persyaratan gaya anchor dan pelubangan sudah ditentukan, terdapat 9 faktor untuk
pemasangan anchor (Littlejohn dan Bruce, 1977; FHWA, 1982; BSI, 1989; Xanthakos, 1991; PTI,
1996; Wyllie, 1999; dalam Rock Slope Engineering) :1. Pengeboran (drilling), menentukan besarnya diameter lubang bor dan panjang yang akan
dibor di lapangan berdasarkan pada peralatan yang tersedia.
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 4/9
2. Material dan dimensi Bolt, memilih material dan dimensi anchor yang cocok dengandiameter lubang dan gaya anchor yang disyaratkan.
3. Korosi, memperkirakan tingkat korosi di lapangan dan mengaplikasikan perlindungan
korosi yang sesuai dengan tingkat korosi pada anchor.
4. Tipe Pengikatan (bond type), memilih antara semen atau resin grout atau mechanical
anchor untuk mengamankan bagian ujung anchor pada lubang. Faktor-faktor yang
mempegaruhi penentuan meliputi diameter lubang, tensile load, panjang anchor, kekuatan
batuan, dan kecepatan pemasangan.
5. Panjang ikatan (bond length), penentuannya berdasarkan tipe pengikatan, diameter lubang,
tegangan anchor, dan kekuatan batuan.
6. Panjang total anchor, menghitung panjang total anchor, yang terdiri dari jumlah panjang
ikatan dan panjang yang tidak terpengaruh tekanan. Panjang yang tidak terpengaruh
tekanan harus lebih luar dari permukaan batuan sampai bagian atas zona pengikatan
(bond zone), dengan bagian atas dari zona pengikatan akan berada di bawah bidang
longsor potensial.
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 5/9
7. Pola Anchor (anchor pattern), layout dari pola anchor, maka jarak pada permukaannya
akan hamper sama dan akan menghasilkan gaya anchor yang telah disyaratkan.
8. Lubang bor yang tahan air (waterproofing drill holes),memastikan tidak ada diskontinuitas
pada zona pengikatan yang dapat menyebabkan kebocoran grouting.
9. Pengetesan (testing), menyiapkan prosedur untuk pengetesan yang akan memeriksa jika
panjang pengikatan dapat menahan dari beban yang didesain.Prosedur perencanaan stabilisasi lereng menggunakan ground anchor ditunjukkan pada
flowchart berikut ini.
Gambar 6. Flowchart Desain Ground Anchora) Pengaturan angkur
Posisi, arah dan jarak antar angkur seharusnya ditentukan pertama pada saatperancangan.(1) Ground anchors harus dipasang dengan jarak minimal 2 m antar angkur.
(2) Sudut pemasangan angkur 10 sampai -10 dari arah horizontal.(3) Arah angkur parallel dengan arah keruntuhan batuan.(4) Jarak angkur ditentukan berdasarkan pengaruh antar angkur, yang dapat dilihat
dengan meninjau kekuatan angkur, diameter angkur, kedalaman, dan kekuatankeruntuhan batuan.
b) Perhitungan kekuatan angkurPerencanaan kekuatan angkur dihitung dengan rumus berikut
Dimana, P = kekuatan bidang gelincir (kN/m2)
= sudut angkur ( )
= sudut bidang gelincir ( )
= sudut gesek internal bidang gelincir ( ) B = jarak antar angkur arah horizontal (m) N = jumlah angkur arah vertikal
2. Perlindungan lereng batuan (protection measure)
2.1 Rock ShedsRock sheds merupakan struktur beton bertulang atau struktur baja yang dipasang menutupi
jalan. Berdasarkan strukturnya, rock sheds dibagi menjadi 4 tipe, yaitu portal (gate) type, retainingwall type, arch type and pocket type (Gambar 7).
Metode ini sangat mahal dan hanya didesain pada area yang memiliki bahaya keruntuhanbatuan yang ekstrim. Metode ini bertujuan untuk mengurangi bahaya di jalan yang diakibatkan karenakeruntuhan batuan dengan cara menahan batuan yang jatuh atau mengubah arah jatuhnya batuan.
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 6/9
Diposkan oleh Irfan Kusnadi di 18.53 Tidak ada komentar:
Gambar 7. Tipe Rock Sheds
Dalam perencanaan ini, yang sangat penting untuk dilakukan yaitu menghitung impact forcedari batuan. Rock sheds di desain setelah mengubah impact force menjadi static force. Untukmempermudah perhitungan, daerah yang terkena impact force diasumsikan sebagai bujursangkar.
2.2 Catch Fill and DitchesMetode ini biasanya digunakan untuk keruntuhan batuan dalam skala besar. Metode ini juga
membutuhkan biaya yang tidak terlalu banyak. Tetapi pada metode ini memerlukan ruangan yangcukup antara unstable slope dengan jalan untuk menampung batuan yang jatuh. Metode uni bertujuanuntuk mengurangi efek dari batuan yang jatuh dengan menghindarkan jalan dari batuan yang jatuh.
Gambar 8. Layout Catch Fill dan Catch Ditch
Terlepas dari analisis kestabilan tanggul, perencanaan ini berkaitan dengan bentuk dandimensi dari catch fill and ditch yang berkaitan dengan kapasitasnya dalam menahan danmenampung batuan. Untuk memastikan kapasitas catch fill and ditch, drain ditch dibuat di sepanjangsisinya.
Rekomendasikan ini di Google
Kamis, 23 Februari 2012
Saatnya Masyarakat Juga Peduli Bencana
Bencana alam merupakan suatu keadaan atau fenomena yang memang harus kita terima.
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 7/9
Diposkan oleh Irfan Kusnadi di 00.13 Tidak ada komentar:
Bencana alam datang tanpa pernah memperdulikan keadaan manusia atau apapun yang ada seketika
itu. Bencana tak pernah peduli apakah kita sudah siap dengan kedatangannya, apakah kerusakan
yang ditimbulkan akan mendatangkan kerugian yang luarbiasa. Belum juga hilang dari ingatan kita,
bagaimana aktivitas Gunung Merapi berhasil membuat kegelisahan penduduk yang bermukim di
sekitarnya. Aktivitas gunung yang terjadi dalam kurun waktu Oktober sampai dengan November tahun
lalu itu terasa sangat luar biasa. Kondisi letusan yang dihasilkan sangat berbeda dengan kondisi
letusan yang sama pada tahun 2006. Tahun ini aktivitas Merapi jauh lebih besar dan lebih lama dari
yang terjadi pada 2006 yang lalu.
Letusan yang terjadi secara berkala tersebut, memberikan dampak yang cukup besar bagi
masyarakat. Dari data yang diperoleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), diperoleh
data berupa sebanyak 66.500 warga sekitar lereng Merapi yang terbagi dalam beberapa wilayah harus
diungsikan. Wilayah yang warganya paling banyak diungsikan adalah Kab. Magelang dengan 39056
jiwa, diikuti Kab.Sleman dengan 18.929 jiwa, Kab. Klaten sebanyak 4.527 jiwa, dan Kab.Boyolali
sebanyak 3.988 jiwa. Namun, ternyata masih ada saja korban meninggal dalam bencana tersebut.
Kabupaten Sleman menjadi kabupaten dengan korban meninggal tertinggi yaitu sebanyak 37 jiwa dan
satu korban lagi berasal dari Kabupaten Magelang.
Dari data yang dipaparkan di atas perlu digarisbawahi mengenai jumlah korban meninggal
yang masih banyak. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui BNPB sudah cukup maksimal.
Mereka melakukan pemantauan bencana dan memberikan instruksi kepada warga dengan cepat.
Dengan upaya maksimal tersebut, masih ada saja korban jiwa yang jatuh. Alasan yang logis tentunya
ya karena bencana yang terjadi tahun ini lebih dari biasanya. Warga yang sudah terbiasa dengan
aktivitas Merapi merasa yakin bahwa mereka akan baik baik saja menghadapi suasana yang
demikian.
Kalau kita lebih cermat membaca masalah kebencanaan yang ada di Indonesia ini, ternyata
akan timbul suatu kesimpulan bahwa di sini terjadi ketimpangan penanganan bencana. Kita lihat
bagaimana luar biasanya respon bencana di Negara kita tidak diimbangi dengan upaya mitigasi yang
baik. Di sinilah masalah pokok yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berapa banyak dana yang
dialokasikan untuk upaya mitigasi bencana di Indonesia ini. Pemerintah terkesan kurang memberikan
perhatian yang lebih terhadap upaya mitigasi bencana. Sangat berbeda dengan penanganan pasca
bencana yang mana dari pejabat tingkat daerah sampai tingkat nasionalpun turun tangan. Memang
upaya mitigasi ini bukan sesuatu kebijakan yang populer dilakukan, tetapi yang terpenting hal ini lebih
ditekankan kepada upaya meminimalisir korban suatu bencana. Kenyataan bahwa Indonesia
merupakan Negara dengan bencana yang cukup lengkap inilah yang membuat kita harus memberikan
perhatian yang lebih.
Sebenarnya kalo kita berbicara lebih ekstrim lagi, sebenarnya tugas pemerintah melakukan
tanggap bencana ini sudah sangat terbantu dengan peran aktif masyarakat. Peran masyarakat dalam
tanggap bencana di beberapa kejadian bencana cukup besar. Betapa banyaknya relawan dan
bantuan masyarakat yang ada selama tanggap bencana mulai dari Gempa Aceh, Bantul, Tsunami di
mentawai dan yang terbaru aktivitas Gunung Merapi kemarin membuktikan bahwa budaya gotong
royong kita belum luntur. Hal inilah yang secara cermat harus dimanfaatkan oleh pemerintah.
Perlu diingat sekali lagi bahwa upaya penanganan bencana tidak hanya dilakukan semata
mata ditekankan kepada tanggap darurat pasca bencana. Namun, upaya mitigasi dan peningkatan
kewaspadaan bencana dengan melibatkan masyarakat sebagai upaya meningkatkan respon bencana
yang tepat juga perlu dilakukan. Secara teknis sebenarnya kita mampu untuk melakukan itu semua.
Sekarang yang menjadi masalah adalah perhatian pemerintah dan kesadaran masyarakat itu sendiri
yang perlu ditingkatkan. Kedua hal penting itulah yang harus dilakukan bersama sama secara
terintegrasi. Akan menjadi mubadzir ketika perhatian pemerintah yang bagus tidak diimbangi dengan
kesadaran masyarakat itu sendiri. Tidaklah bijak jika selalu saja pemerintah yang menjadi
kambinghitam kegagalan penanganan bencana. Sudah saatnya kita berkaca pada diri sendiri, apakah
kesadaran kita akan bencana sudah cukup baik? Baik dalam artian ini tidak semata mata hanya
mengikuti saran pemerintah, tapi lebih kepada ikut serta berperan aktif dalam upaya kewaspadaan
bencana. Sangat disayangkan jika masyarakat tidak dilibatkan. Jangan sampai kejadian ada
kehilangan alat pemantau karena diambil orang. Namun kenyataannya hal inilah yang terjadi di
negara kita. Orang orang tidak pernah mengetahui adanya alat alat monitoring di sekitarnya. Ya
memang sangat disayangkan, oleh karena itu sudah saatnya kita warga Indonesia dan pemerintah
saling bekerjasama dalam upaya peningkatan kewaspadaan akan bencana.
Rekomendasikan ini di Google
Rabu, 22 Februari 2012
Peranan Penginderaan Jauh Dalam Upaya PenanganBencana
Indonesia merupakan Negara dengan frekuensi bencana yang tinggi di Dunia. Ada banyakmacam bencana yang terjadi di Negara ini, mulai dari bencana keairan di pantai hingga bencanavulkanologi. Maka untuk mengantisipasi keadaan ini perlu adanya upaya adaptasi maupun mitigasibencana alam. Salah satu upaya peningkatan dua aspek tersebut adalah dengan menggunakanfasilitas Penginderaan jauh. Peranan penginderaan jauh sebagai pendukung penanganan bencanabisa dibilang cukup besar. Kemampuan Inderaja dalam menganalisis keadaan alam secara cepatdan tepat tanpa harus disertai dengan surrvei lapangan membuat metode ini menjadi sangat effisien
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 8/9
Diposkan oleh Irfan Kusnadi di 23.42 Tidak ada komentar:
dan menguntungkan. Dalam symposium geospasial yang diselenggarakan mahasiswa GeografiUGM pada 29 Oktober 2011, ada 3 buah penelitian mengenai penggunaan inderaja ini dalamkaitannya dengan penanganan bencana alam.1. Kajian Kapasitas Perempuan dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi
Latarbelakang dilakukannya penelitian ini adalah fakta bahwa sebagian besar korbanmeninggal dalam musibah gempabumi Yogyakarta 2006 adalah perempuan. Di kecamatanSumbermulyo sendiri korban meninggal mencapai 607 jiwa. Oleh karena itu penelitian inidilakukan di desa Sumber mulyo, Kecamatan Bambanglipurwo, kabupaten Bantul .dari 16padukuhan di Sumber Mulyo, hanya diambil 3 padukuhan sebagai sampel yaitu Caben, Gresik,dan Bondalem. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
Mengetahui kapasitas perempuan dalam menghadapi gempa Mengetahuai faktor faktor pengaruh kapasitas tersebut Merumuskan strategi terhadap kapasitas perempuan Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi kualitatif dan kuantitatif. Ketiga
tujuan penelitian tersebut masing masing mempunyai metode tersendiri dalam analisisnya. Analisiskapasitas perempuan dilakukan dengan menggunakan skala gutman, faktor faktor pengaruhnyadapat dianalisis dengan analisis crosstab & chi square, sedangkan perumusan strateginyamenggunakan analisis SWOT. Maka dengan ketiga metode tersebut, penelitian dilakukan padabeberapa sampel penduduk yang dipilih secara acak sehingga bisa dianggap cukup mewakili.Adapun persyaratan seorang sampel adalah umur berkisar antara 17-55 tahun, sehat jasmani danrohani, dan mengalami kejadian gempabumi. Dalam penelitian pasti terdapat data berupa datakualitatif, maka dalam pengolahannya data tersebut ditransformasikan menjadi kuantitaif dengancara memberikan bobot pada masing masing jawaban.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : Tingkat kapasitas Dukuh Caben rendah, Gresik sedang, dan Bondalem sedang. Faktor faktor yang mempengaruhi adalah tingkat usia, tingkat pengetahuan, dan tingkat
pendidikan. Namun, hasil aneh yang didapat berupa tingginya tingkat pendidikan tidakberpengaruh pada kapasitas perempuan. Peneliti kemudian membuat suatu kesimpulanbahwa hal ini terjadi akibat para perempuan ini memainkan peran ganda ketika gempa.
Strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pengetahuan tentang gempa bumiterkait dengan usaha penangannya saat gempa terjadi, meningkatkan semangat partisipasidalam sosialisasi gempa bumi,mempraktekan situasi tanggap darurat saat gempa.
2. Quick Damage Assesment and Mapping Using Video Imaging System UnmannedAircraft Aerial Photography.
Latar belakang dari penelitian ini adalah kondisi Indonesia yang merupakan Negara dengantingkat frekuensi bencana yang sering dan beraneka macam. Dengan kata lain ketersediaan datareal time pada saat itu juga sebisa mungkin terpenuhi. Penggunaan data satelit kadang belum dapatmemenuhi tuntutan kecepatan akses tersebut. Oleh karena itu, diberikan suatu solusi berupapenggunaan pesawat tanpa awak. Pesawat tanpa awak ini digunakan untuk mendapatkan datalangsung ke lapangan dengan foto udara. Jadi pada pesawat akan dipasang kamera danditerbangkan ke daerah bencana kemudian akan merekam citra yang ada di daerah tersebut.Namun, dalam penelitian ini tidak dijelaskan hal spesifik mengenai teknis penggunaan pesawat ini.Peneliti hanya memaparkan berbagai keunggulan pencitraan dengan pesawat. Bagaimana tata carapengambilan datanya, aturan aturan pengambilan data, pengolahan data pasca perekaman jugatidak dijelaskan oleh peneliti.
3. Pengujian Metode Segmentasi Citra Untuk Pemetaan Kerusakan Bangunan RumahAkibat Bencana Erupsi Gunungapi.
Inventarisasi kerusakan bangunan rumah akibat suatu bencana (dalam hal ini erupsi)merupakan salah satu dari managemen pengelolaan bencana. Kelengkapan data ini dituntut adasecara cepat dan tepat padahal pada kondisi pascabencana, pengambilan data bisa dibilang sangatsulit dilakukan. Untuk itu, teknologi remote sensing dan GIS memberikan suatu alternative solusidalam usaha pemetaan kondisi bangunan pascabencana dengan citra digital.
Metode segmentasi objek adalah metode klasifikasi objek dengan berdasar pada cirispectral maupun spasialnya. Selain itu metode ini dilakukan semi otomatis sehingga waktupemrosesannya lebih singkat. Pemetaan dengan metode ini dilakukan dengan membandingkanhasil segmentasi dua citra resolusi tinggi pada saat sebelum dan setelah erupsi. Objek yang telahdisegmentasi berdasar cirri spectral dan geometrinya, kemudian ditumpangtindihkan untuk melihatperubahan bentuk dan pergeseran posisi bangunan. Dengan cara tersebut, penentuan jumlahbangunan yang baik, ataupun rusak dapat dengan mudah dilakukan. Dengan membandingkandengan metode visual diperoleh hasil bahwa tingkat keakuratan interpretasi visual adalah 96,47%dan segmentasi adalah 95,29% dengan luasan sampel yang digunakan sempit. Ini membuktikanbahwa metode segmentasi memang masih di bawah metode visualisasi dari segi keakuratannya,tetapi untuk lama pemrosesannya lebih cepat, dan memungkinkan lebih cepat lagi pada kondisidimana luas area diperbesar.
Dari ketiga contoh penelitian tersebut, tentunya dapat kita ambil pelajaran bawasannyadengan memanfaatkan sistem penginderaan jauh ada banyak pekerjaan yang dapat dilakukandengan lebih cepat. Dan menjadi sangat terasa manfaatnya ketika kita lihat perannannya dalamupaya penangan bencana, baik pra ataupun pasca bencana. Semoga dari informasi di atas akandapat memberikan inspirasi bagi pembaca.
Rekomendasikan ini di Google
-
10/3/2014 Civil Engineering
http://gazebosipil.blogspot.com/ 9/9
Posting LamaBeranda
Langganan: Entri (Atom)
Diposkan oleh Irfan Kusnadi di 23.34 Tidak ada komentar:
Klasifikasi Citra Digital
Tujuan dari proses klasifikasi citra adalah untuk mendapatkan gambar atau peta tematik. Gambar
tematik adalah suatu gambar yang terdiri dari bagian-bagian yang menyatakan suatu objek atau
tema tertentu. Proses klasifikasi citra ada dua jenis, yaitu Supervised (Klasifikasi Citra Terawasi)
dan Unsupervised (Klasifikasi Citra Tak Terawasi).
Klasifikasi Citra Terawasi (Supervised)
Penggunaan istilah terawasi disini mempunyai arti berdasarkan suatu referensi penunjang, dimana
kategori objek-objek yang terkandung pada citra telah dapat diidentifikasi. Klasifikasi ini
memasukkan setiap piksel citra tersebut kedalam suatu kategori objek yang sudah diketahui.
Sebelum klasifikasi dilakukan, maka kita harus memasukkan inputan sebagai dasar
pengklasifikasian yang akan dilakukan. Dengan klasifikasi ini, kita lebih bebas untuk memilah data
citra sesuai dengan kebutuhan. Misalnya dalam suatu kawasan kita hanya akan melakukan
klasifikasi terbatas pada jenis jenis kenampakan secara umum semisal jalan, pemukiman, sawah,
hutan, dan perairan. Hal tersebut dapat kita lakukan dengan klasifikasi ini. Proses input sampel
juga cukup mudah, hanya saja perlu ketelitian dan pengalaman agar sampel yang kita ambil dapat
mewakili jenis klasifikasi. Baik buruknya sampel, Diwujudkan dalam nilai indeks keterpisahan.
Klasifikasi Citra Tak Terawasi (Unsupervised)
Proses klasifikasi disebut tidak terawasi, bila dalam prosesnya tidak menggunakan suatu referensi
penunjang apapun. Hal ini berarti bahwa proses tersebut hanya dilakukan berdasarkan perbedaan
tingkat keabuan setiap piksel pada citra. Klasifikasi citra tak terawasi mencari kelompok-
kelompok (cluster) piksel-piksel, kemudian menandai setiap piksel kedalam sebuah kelas
berdasarkan parameterparameter pengelompokkan awal yang didefinisikan oleh penggunanya.
Kegunaan Image Proccessing dalam Pengelolaan Bencana
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan daerah yang memiliki potensi bencana besar. Hal
ini membuat kita harus senantiasa waspada terhadap berbagai macam bencana yang mungkin
terjadi. Maka untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana kita memerlukan suatu
informasi yang jelas mengenai daerah daerah potensi bencana dan peta prediksi bencana dan lain
lain. Salah satu metode yang cukup handal untuk melakukan analisis tersebut adalah dengan
menggunakan Penginderaan Jauh. Melalui metode ini dengan image processing, ada banyak sekali
keuntungan yang diperoleh baik dalam analisis pra bencana atupun pasca bencana. Hasil Image
processing akan memberikan data yang lengkap, cepat dan jelas tergantung dari lingkup data
seperti apa yang kita butuhkan.
melalui image processing, dapat kita memprediksi daerah potensi lahar dingin misalnya pada
sungai sungai di sekitar gunung merapi. Selain itu proses monitoring juga dapat dengan cepat dan
tepat dilakukan tanpa harus turun langsung ke lapangan. Artinya, untuk saat ini, pengolahan citra
digital memiliki peranan yang cukup signifikan dalam usaha penangan bencana alam.
Rekomendasikan ini di Google
Template Simple. Gambar template oleh gaffera. Diberdayakan oleh Blogger.
top related