cekungan jawa timur.pdf

Post on 17-Nov-2015

41 Views

Category:

Documents

13 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

  • Fisika Mulawarman, Vol.8 No.1, Mei 2012

    | 1

    POLA PERLAPISAN BATUAN DASAR CEKUNGAN JAWA TIMURUTARA DENGAN METODE GRAVITY

    Supriyanto

    Program Studi Fisika Fakultas MIPA Universitas MulawarmanJl. Barong Tongkok Kampus Gn. Kelua Samarinda

    e-mail: geo_unmul08@yahoo.com

    ABSTRAK

    Telah dilakukan penelitian kajian pola perlapisan batuan dasardaerah Cekungan Jawa Timur Utara menggunakan data gravity (anomaliBouguer). Pendugaan struktur bawah permukaan daerah penelitianmengambil profil lintasan arah utara selatan. Data anomali Bouguer darihasil pengukuran lapangan digunakan dalam memprediksi polaperlapisan batuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perlapisanbatuan dasar memperlihatkan nilai rapat massa batuan cukup bervariasimulai dari 1,8 gr/cc sampai dengan 2,67 gr/cc. Pola perlapisan umumnyaberundulasi dari arah utara ke selatan dengan kedalaman batuan dasarmulai dari 3 km di bagian utara sampai dengan 6 km di selatan daerahCekungan Jawa Timur Utara.

    Kata Kunci: Batuan Dasar, pola perlapisan, Cekungan Jawa Timur Utara.

    PendahuluanKonsep tektonik lempeng menyatakan, busur kepulauan Indonesia terbentuk akibat

    dari interaksi antara Lempeng India-Australia, Pasifik dan Eurasia (e.g, Katili, 1973;1974). Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya deformasi pada sistem busur kepulauan,dan berperan penting dalam pembentukan tatanan geologi setempat (Katili, 1975).Seluruh proses deformasi terekam dengan baik dalam kerak bumi, yang di dalamnyatermasuk proses pembentukan cekungan sedimen di Jawa Timur Utara. Prosespembentukan cekungan terkait dengan proses tektonik lempeng (Pulunggono, 1983).Demikian juga yang dikemukakan oleh Sujanto et al., (1977) yang menyatakan bahwatektonik lempeng berpengaruh pada konfigurasi dan formasi cekungan yangkeberadaannya dikontrol oleh blok-blok sesar batuan dasar.

    Memprediksi pola perlapisan kerak bumi merupakan bagian penting, data gravitydapat memberikan kontribusi terhadap hal tersebut. Pola perlapisan batuan dasar dapatdigunakan untuk menduga berbagai hal penting, utamanya yang terkait dengan potensisumber daya alam di daerah tersebut. Kajian pola perlapisan batuan dasar DaerahCekungan Jawa Timur Utara, merupakan hal penting serta layak untuk dijelaskan, gunamengungkap berbagai fenomena bawah permukaan daerah tersebut. Kajian strukturbawah permukaan Daerah Cekungan Jawa Timur Utara difokuskan untuk melihat polaperlapisan daerah tersebut yang melibatkan bentuk perlapisan dan rapat massa batuan.Kondisi ini diharapkan mampu menggambarkan benda yang sebenarnya dialam(Bezvoda. et al., 1990). Bertolak dari uraian tersebut diatas maka permasalahandapat difokuskan pada bagaimana pola perlapisan batuan dasar daerah Cekungan JawaTimur Utara dapat digambarkan menggunakan metode Gravity dengan mengacu padabentuk perlapisan dan rapat massa batuan dasar daerah tersebut.

    Konteks GeologiMenurut teori tektonik lempeng, busur kepulauan Indonesia berada pada daerah

    interaksi antara tiga lempeng, yaitu lempeng Australia - Samudera Hindia, lempengPasifik dan lempeng Eurasia (Katili, 1974). Pada dasarnya di bagian barat Indonesia

  • Supriyanto, Pola Perlapisan Batuan Dasar Cekungan Jawa Timur

    2 |

    adalah lempeng Asia Tenggara yang merupakan extrusion block akibat tumbukan benuaIndia dan Asia pada masa mesozoikum (Molnar dan Taponnier, 1975; Taponnier et al.,1975). Perkembangan cekungan Tersier di Jawa, khususnya Jawa Timur Utara, sangatdipengaruhi oleh interaksi antara lempeng Australia-Asia Tenggara. Tumbukan antaralempeng samudera dengan lempeng benua tersebut diperkirakan terjadi pada ZamanKapur. Peristiwa itu menimbulkan zona subduksi dan busur magmatik, di Jawa Timurberarah timurlaut hingga Pulau Kalimantan. Menurut Sujanto et al. (1977), prosestersebut terus berlangsung hingga masa Oligosen. Pada masa ini, posisi zona subduksiterus mengalami pergeseran, hingga Oligosen Akhir posisinya berada lebih ke selatan.Pada Masa Tersier Akhir, posisi zona subduksi tersebut bergeser lebih ke selatan danberada sekitar 250 km dari pantai selatan Jawa. Pendapat senada juga didukung olehHamilton (1979). Interaksi lempeng diyakini menyebabkan terjadinya deformasi, yangberpengaruh terhadap pembentukan dan konfigurasi cekungan. Sebagai contoh, adanyabentuk-bentuk graben, yang terdapat di cekungan Jawa Timur Utara merupakan respondari interaksi antar lempeng (Sujanto et al., 1975).

    Cekungan Jawa Timur secara fisiografi dibedakan menjadi 5 unit yaitu : PaparanAluvial Jawa Utara, Zona Rembang, Depresi Randublatung, Zona Kendeng dan PaparanTengah Jawa Timur (Kariyoso et al., 1977; Genevraye and Samuel, 1972). SelanjutnyaPringgoprawiro (1983) mengelompokkan menjadi Cekungan Jawa Timur Utara danTengah. Selanjutnya Soetantri et al., (1973) menyatakan bahwa pola struktural cekunganini dapat dikelompokkan menjadi Antiklinorium Rembang Utara, Tengah dan Selatan.Adapun yang dimaksud cekungan Jawa Timur Utara terdiri atas: Paparan Aluvial JawaUtara, Zona Rembang, Depresi Randublatung dan Zona Kendeng. Cekungan Jawa TimurUtara berada pada batas-batas sebagai berikut: Paling selatan dibatasi oleh rangkaiangunung api aktif Jawa, sebelah barat berdekatan dengan Cekungan Jawa Barat. Dariselatan ke utara, Cekungan Jawa Timur Utara mengalami pendangkalan sampai kedaerah Paparan Sunda (Sundaland). Di bagian timur, cekungan berbatasan dengan selatMadura. Secara umum daerah cekungan ini dapat dibedakan menjadi dua unit strukturberbeda, yaitu the northern Java Hinge Belt dan the Axial Java Trough di selatan,yang dicirikan dalam bentuk elemen positif dan negatif.

    Endapan tersier di Cekungan Jawa Timur Utara dimulai dari umur Eosen Bawahhingga Pleistosen. Tebal sedimen di cekungan ini mencapai lebih dari 5000 meter,dengan litologi yang dominan adalah napal dan serpih, yang berinterkalasi dengan pasirdan gamping (Patmosukismo et al., 1985). Selanjutnya menurut pendapat Samuel danGultom (1984), setidaknya terdapat empat daur pengendapan sedimen yang terjadi dalamcekungan. Daur pengendapan pertama bersifat transgresi marin, berlangsung pada Eosin-Oligosen Awal, sedimen yang terendapkan dikelompokkan ke dalam FormasiNgimbang. Daur ke-2 berlangsung pada Oligosen Akhir-Miosen Awal, bersifat transgresimarin sebagian besar sedimen berjenis karbonat. Selanjutnya karbonat ini dikelompokkanke dalam Formasi Kujung. Proses ke-3 berlangsung selama Miosen Tengah,mengendapkan klastik kasar yang diwakili oleh Anggota Ngrayong dari FormasiTuban. Pengendapan daur terakhir diwakili oleh Formasi Ledok, terdiri atas kalkarenitglaukonitan, berstruktur silang siur yang menandakan lingkungan marin dangkal.

    Metode GravityAnomali Bouguer (AB) suatu titik amat didefinisikan sebagai penyimpangan harga

    percepatan gayaberat pengamatan (gobs) terhadap perkiraan harga percepatan gravitynormal di titik tersebut (gn). Pernyataan itu dapat dirumuskan dalam bentuk:

    AB = gobs - gn (1)gn diperkirakan dari harga percepatan gayaberat teoritik (g()) untuk muka laut denganmemasukkan koreksi udara bebas (gFA), koreksi bouguer (gB), dan koreksi medan(gT). Model perumusan matematis selanjutnya adalah:

    AB = gobs - ( g () - 0,3086 h + 0,04191 h - gT ) (2)

  • Fisika Mulawarman, Vol.8 No.1, Mei 2012

    | 3

    Ini merupakan anomali Bouguer di titik amat pada ketinggian h di mana titik amattersebut berada, dan merupakan anomali yang diakibatkan oleh benda anomali yangberada di bawah ketinggian titik amat tersebut. Dengan demikian, anomali Bouguer yangdiperoleh dari data gravity di lapangan merupakan kombinasi dari efek regional dan lokal.Untuk membantu memudahkan penafsiran terhadap struktur bawah permukaan, makaanomali Bouguer tersebut perlu dipisahkan menjadi anomali Bouguer regional dananomali Bouguer residual. Anomali Bouguer regional merupakan pengaruh bendaanomali yang terletak relatif dalam (basement), sedangkan anomali Bouguer residualsebagai akibat dari benda anomali yang dekat permukaan. Adapun metode pemisahan,dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan, serta sasaran yang ingin dicapaidari hasil interpretasi tersebut(Talwani et al., 1959)..

    Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan dalam penelitian iniadalah sebagai berikut: data

    anomali Bouguer hasil pengolahan dikontur seperti terlihat pada Gambar 1. Konturanomali Bouguer pada Gambar 1, selanjutnya ditarik garis penampang arah utara selatan, terdapat empat profil lintasan yaitu grv1, grv2, grv3 dan grv4. Data anomali padagaris penampang tersebut selanjutnya diimputkan pada program GM-SYS untuk dibuatpola perlapisan batuan dasar. Pada program GM-SYS tersebut terdapat dua data, datalapangan dan data perhitungan, yang merupakan hasil perhitungan yang dilakukan olehkomputer. Data hasil perhitungan diupayakan sedemikian rupa sehingga antara datalapangan dan data hasil perhitungan mempunyai pola yang sama.

    Hasil Penelitian

    Gambar 1: Profil lintasan arah utara-selatan anomali Bouguer, Daerah Cekungan JawaTimur Utara

    111.00 111.20 111.40 111.60 111.80 112.00 112.20 112.40

    BUJUR TIMUR

    -7.40

    -7.20

    -7.00

    -6.80

    -6.60

    LIN

    TA

    NG

    SE

    LA

    TA

    N

    grv1

    grv2 grv3

    grv4

    LAUT JAWAN

  • Supriyanto, Pola Perlapisan Batuan Dasar Cekungan Jawa Timur

    4 |

    Gambar 2: Pola Perlapisan Profil Lintasan GRV1 dan GRV2 Daerah Cekungan JawaTimur Utara

  • Fisika Mulawarman, Vol.8 No.1, Mei 2012

    | 5

    Gambar.3: Pola Perlapisan Profil Lintasan GRV3 dan GRV4 Daerah Cekungan JawaTimur Utara

    Pembahasan

    Pada profil lintasan grv1, lapisan teratas mempunyai rapat massa 1,8 g/cc terlihat

    paling tebal di bagian selatan, dan mengalami penipisan di sekitar tinggian Purwadadi.

    Diduga lapisan ini merupakan bagian dari Group Lidah, dengan litologi yang dominan

    adalah napal, pasir dan gamping yang belum terlalu kompak serta serpih. Umur batuan

  • Supriyanto, Pola Perlapisan Batuan Dasar Cekungan Jawa Timur

    6 |

    ini sekitar Pliosen hingga Pleistosen. Di bawah lapisan ini ditempati batuan dengan rapat

    massa 2.0 g/cc, yang merupakan bagian dari Grup Kawengan, dan terdiri dari Formasi

    Mundu, Ledok dan Wonocolo. Litologi dari formasi ini masih didominasi oleh napal,

    gamping dan serpih dari umur Miosen Akhir. Selanjutnya rapat massa 2,1 g/cc dan 2,3

    g/cc merupakan group Formasi Tuban dan Formasi Kujung. Terlihat dengan jelas bahwa

    di sekitar Purwadadi, gamping Prupuh dari Formasi Kujung dengan rapat massa 2,4 g/cc

    berada di sekitar Formasi Tawun dan Ngrayong sampai pada kedalaman 1,2 km. Selain

    itu, Formasi Ngimbang yang diwakili batuan dengan rapat massa 2,5 g/cc, dari jenis

    sedimen lempung pasiran yang berumur Eosin, dan batuan dasar dengan rapat massa 2,67

    g/cc. Batuan dasar ini mempunyai kedalaman hampir 2,8 km di sekitar Purwadadi. Selain

    struktur tinggian berupa Antiklin, terdapat pula sesar yang terdapat di selatan dan utara

    Purwadadi. Di bagian utara, tepatnya di sekitar Pati, sesar ini mencapai batuan dasar,

    kemungkinan adalah sesar utama Pulau Jawa atau kemungkinan merupakan palung.

    Profil lintasan grv2 pola perlapisan hampir sama dengan pola perlapisan pada grv1,

    hanya sedikit perbedaan pada batuan dengan rapat massa 2,4 gr/cc. Di sebelah utara

    blok Cepu, terlihat Palung Lusi (Lusi Trough) yang memisahkan Zona Rembang dan

    Zona Randublatung. Sementara pada blok Cepu, terdapat struktur antiklin di sekitar

    Nglobo dan struktur sinklin sekitar 50,4 km. Yulihanto et al. (1994) menafsirkan zona

    sinklin blok Cepu tersebut sebagai subcekungan Cepu. Dari arah selatan ke utara, profil

    grv2 memperlihatkan kedalaman basement hampir mencapai 6 km di bagian selatan dan

    3,6 km - 3,8 km sekitar blok Cepu serta sekitar 3 km di bagian utara.

    Profil lintasan grv3 yang terdapat pada Gambar 3, sebaran rapat massa pada tiap

    lapisan masih sama dengan profil sebelumnya. Lapisan teratas dengan rapat massa 1,8

    g/cc, merupakan lapisan dari Grup Lidah, dengan litologi napal, lempung, pasir yang

    berinterkalasi dengan gamping. Di bawah lapisan ini ditempati formasi batuan dari Grup

    Kawengan, dengan rapat massa 2,0 g/cc, yang diwakili oleh litologi dari jenis napal yang

    berinterkalasi dengan gamping dan lempung. Selanjutnya, Formasi Ngrayong dan Tawun

    yang didominasi oleh pasir dan napal, bagian Grup Tuban dengan rapat massa batuan 2,1

    g/cc. Sedangkan Formasi Kujung dengan rapat massa 2,3 g/cc, lebih banyak didominasi

    oleh gamping dan napal pasiran. Sedang untuk Formasi Ngimbang, merupakan formasi

    yang dialasi oleh basement, tersusun oleh sedimen gamping, lempung dan interkalasi

    lempung pasir dengan rapat massa 2,5 g/cc.

    Dari arah selatan terlihat daerah undulasi hingga jarak 75 km dari arah utara. Pada

    jarak 15 km dari selatan, daerah tersebut menggambarkan komplek pegunungan Sinapu

    dan Pandan. Pada jarak 30 km sebelah utara Pegunungan Pandan, tampak adanya daerah

    tinggian Dander berupa antiklin. Semakin ke arah utara terlihat daerah sinklin, yang

  • Fisika Mulawarman, Vol.8 No.1, Mei 2012

    | 7

    selanjutnya diinterpretasi sebagai subcekungan Bojonegoro. Sedang di bagian utara

    profil ini masih terlihat sesar, kemungkinan adalah kelanjutan sesar Kujung.

    Selanjutnya pada profil lintasan grv4 memperlihatkan adanya pengangkatan batuan

    dasar di sekitar Ngimbang yang diikuti dengan pembentukan terumbu gamping Prupuh.

    Gamping pada Formasi Ngimbang mempunyai rapat massa 2,55 g/cc, sedang Formasi

    Kujung mempunyai rapat massa 2,4 g/cc. Gambaran subcekungan Lamongan yang terisi

    sedimen dengan rapat massa dari 1,8 g/cc hingga 2,5 g/cc terlihat dengan jelas sekitar

    49,6 km dari selatan. Pada daerah tersebut terlihat adanya gamping dengan rapat massa

    2,4 g/cc yang melengkapi antiklin Tuban, dan berada pada Formasi Kujung dan Formasi

    Tuban.

    Kesimpulan

    Bertolak dari hasil analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa rapat

    massa batuan pada daerah Cekungan Jawa Timur Utara cukup bervariasi mulai dari 1,8

    gr/cc sampai dengan 2,67 gr/cc. Demikian pula dengan pola perlapisan batuan dasar pada

    daerah Cekungan Jawa Timur Utara bentuknya berundulasi, di bagian utara lebih dangkal

    dan makin dalam dibagian selatan Cekungan Jawa Timur Utara. Kedalaman batuan dasar

    di daerah Cekungan Jawa Timur Utara diperkiran antara 3 km di bagian utara sampai

    dengan 6 km di bagian selatan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ardhana, W., 1993, A Depositional Model for the Early Miocene Ngrayong Formationand Implications for Exploration in The East Java Basin, Proceedings-IPA.

    Blakely, R. J., 1995, Potential theory in Gravity and Magnetic Aplication, CambridgeUniversity Press.

    Cooper, G. R. J., 1997, GravMap and Pfproc Software for filtering GeophysicalMap Data, J. Computer and Geosciences. Vol. 23, No. 1. P. 91 - 101.

    Fairhead, J.D., 1976, The structure of the lithosphere beneath the Eastrn Rift, EastAfrica, Deduced from gravity studies, Tectonophysics, 30, 269-298.

    Genevraye, P. D., and Samuel, 1972, The Geologi of Kendeng Zone (East Java),Proceedings Indonesian Petrolium Association.

    Grant, F. S., and G. F. West, 1965, Interpretation Theory in Applied Geophysycs,McGraw-Hill.

    Hamilton, W., 1979, Tectonic of the Indonesia Region, Geological Survey ProfessionalPaper 1078.

    Katili, John. A.,1973, On Fitting certain geological and geophysical features of theIndonesian island arc to the new global tectonics, University of WesternAustralia Press.

    Katili, John. A., 1975, Volcanism and plate tectonics in the Indonesia Island arc,Tectonophysics, 26, 165-188.

  • Supriyanto, Pola Perlapisan Batuan Dasar Cekungan Jawa Timur

    8 |

    Kariyoso, G., Ruslan Effendi and Sugijanto, 1977, Seismic survey in the north East Javabasin, Proceedings I PA, P. 13-41.

    Musliki, S., 1999, Tinjauan Geologi, Geofisika dan Potensi MIGAS Zona FisiografiJawa Timur Utara, Prosiding HAGI-XXIV, Surabaya.

    Patmosukismo, S., A. Syahbuddin and G. Alameda, 1985, New seismic method inpopulated areas ( A case study in the Surabaya area East Java Indonesia),Proceedings IPA P406-435.

    Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan paleogeografi cekungan Jawa TimurUtara, Disertasi Doktor ITB Bandung.

    Pulunggono, A., 1983, Sistem sesar utama dan pembentukan cekungan Palembang,Disertasi Doktor ITB Bandung.

    Samuel, L., and Lodewyk Gultom,1984, Daur pengendapan di Cekungan minyakIndonesia Barat, Prosiding IAGI-XIII.

    Sujanto, F.X., and Yanto R . Sumantri, 1977, Preliminary study on the tertiarydepositional patterns of Java, Proceedings IPA.

    Sutarso, B., and S. Patmosukismo, 1978, The Diapiric structures and their relation tothe Occurrence of Hydrocarbon in NortEast Java Basin, Geologi Indonesia,J.5. No. 1, 27-43.

    Soetantri, B., Luki Samuel and G. A. S. Nayoan, 1973, The Geologi of the oilfields inNorth East Java Basin, Proceedings IPA.

    Sumosusanto, P. A., D. A. Siregar, D. Arifin, C. Jouannic and Tatsuko Shibasaki, 1992,Sea level changes at Holocen in Tuban Beach Area East Java, Proceeding-IAGI, Yogyakarta.

    Talwani, M., Morzel, J. l., and Landisman , 1959, Rapit gravity computations for two-dimentional bodies with applikation to tje Mendocino submarine fracturezone, J. Geophusics Research Vol. 4, No. 1.

    Untung, M and G. Wirosudarmo, 1975, Structure pattern of Java and Madura as aresult of preliminary interpretation of gravity data, J. Geologi Indonesia, V.2 ,No 1, P 15-24.

    Untung, M and Hiroshi Hasegawa, 1975, Penyusunan dan pengolahan data besertapenafsiran peta gayaberat Indonesia, Journal Geologi Indonesia, V.2 No 3.,P.11-17.

    Untung, M., and Yoshiaki Sato, 1978, Gravity and Geological Studies in Java,Indonesia, Geological Survey of Indonesia.

top related