cedera kepala ringan (autosaved)
Post on 10-Dec-2015
113 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Buruh
No. RM : 526849
Alamat : Kiara Eunyeuh Banyu Sari kec. Katapang kab. Bandung
Tanggal masuk RS : 18 September 2015
Tanggal pemeriksaan : 18 September 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan luka robek di kepala.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pusing dan nyeri pada kepala sejak 1 jam SMRS. Pasien
sedang mandi kemudian setelah mandi selesai pasien keluar dari kamar mandi, dan ketika
ingin keluar dari kamar mandi pasien terpeleset karena lantai licin, kemudian pasien
terjatuh ke arah belakang dengan posisi telentang dan kepala bagian belakang pasien
terbentur ujung tembok yang lancip. Kemudian pasien dubawa ke RSUD Soreang.
Pusing (+) mual (-) muntah (-) pingsan (-).
Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien mempunyai riwayat penyakit Hidrocephalus.
Riwayat penyakit lainya:
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
1
Riwayat Alergi obat : Disangkal
III.PEMERIKSAAN PASIEN
Primary survey
A : Clear
B : RR 24 x/ menit, B/G simetris, tidak ada jejas
C : ND 64 x/menit, TD 130/90
D : GCS 15, cm, pupil isokor, Suhu 36,7 C
Secondary Survey
L : Deformitas (+), perdarahan (+) hiperemis (-) perubahan warna kulit (-)
F : Nyeri tekan (+) krepitasi (-)
M : ROM (+)
Status lokalis
Simple head injury + Vulnus Laceratum a/r ocipitalis 3x2x1 cm
2
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan pusing dan nyeri pada kepala sejak 1 jam SMRS. Pasien
sedang mandi kemudian setelah mandi selesai pasien keluar dari kamar mandi, dan ketika
ingin keluar dari kamar mandi pasien terpeleset karena lantai licin, kemudian pasien
terjatuh ke arah belakang dengan posisi telentang dan kepala bagian belakang pasien
terbentur ujung tembok yang lancip. Kemudian pasien dubawa ke RSUD Soreang.
Pusing (+) mual (-) muntah (-) pingsan (-). Sebelumnya Pasien mempunyai riwayat
penyakit Hidrocephalus. Dan riwayat penyakit lainya disangkal.
V. SARAN PEMERIKSAAN
Rontgen a/r ocipitaslis
VI. DIAGNOSA KERJA
Simple head injury + Vulnus Laceratum a/r ocipitalis
VII. TERAPI
WTH (4)
ATS 1X1 amp IV (ST)
Ciprofloxacime
Ranitidine
3
VIII. PROGNOSA
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad functionam : ad bonam
3. Quo ad sanationam : ad bonam
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadiakibat kecelakaan lalu
lintas. (Mansjoer Arif , dkk ,2000)
2.2 Anatomi kepala
a) Kulit Kepala
Gambar 2.1 anatomi kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP yaitu:
Skin atau kulit
Connective tissue atau jaringan penyambung
Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung
dengan tengkorak
Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar.
5
Perikranium Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan subgaleal. Kulit
kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi
kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau
penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama
untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997).
b) Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa
tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal
adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus
frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang
otak dan serebelum (American college of surgeon, 1997).
c) Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras,terdiri atas jaringan ikat
fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat
pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural (Japardi, 2004)
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat(Japardi,2004).
6
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh
liquor serebrospinalis.Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera
kepala (American college of surgeon,1997)
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci
yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia
mater (japardi, 2004)
d) Otak
Gambar 2.2 anatomi otak
7
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa sekitar 14
kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon(otak
belakang) terdiri dari pons,medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardio respiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan (American college of
surgeon,1997)
e) Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro
menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.
Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan
dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari(Hafidh, 2007).
f) Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial(terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior) (japardi,2004)
g) Vaskularisasi
Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi.
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan
8
tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis(japardi,2004).
2.3 Aspek fisiologi cedera kepala
a. Tekanan intracranial
Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan intracranial yang
selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap
penderita. Tekanan intracranial yangtinggi dapat menimbulkaan konsekwensi yang
mengganggu fungsi otak.TIK Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari
20mmHg dianggap tidak normal. Seamkin tinggi TIK seteelah cedera kepala,semakin
buruk prognosisnya (American college of surgeon,1997)
b. Hukum Monroe-Kellie
Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar dari tulang
tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah
total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan
serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).Vic = V br+ V csf + V bl (American
college of surgeon,1997)
c. Tekanan Perfusi otak
Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata mean arterial
presure) dengan tekanan intrakranial. Apabila nilai TPO kurang dari 70mmHg akan
memberikan prognosa yang buruk bagi penderita.(American college of surgeon,1997)
d. Aliran darah otak (ADO)
ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO menurun sampai
20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan menghilang. Apabila ADO sebesar
5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami kematian dan kerusakan yang
menetap (American college of surgeon, 1997).
2.4 patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer
ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak
maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat
terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi.Fraktur
9
linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteriameningea
media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek ataumenimbulkan aneurisma
a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dantelinga.
Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapatmenimbulkan
rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.Fraktur impresi
dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang
otak lewat foramen magnum. Juga secara langsungmenyebabkan kerusakan pada meningen dan
jaringan otak di bawahnya akibat penekanan.Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-
kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dancountre coup. Kontusio yang berat di daerah
frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut.
Tekanan dan trauma pada kepala akanmenjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena
adanya foramen magnum,gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis.
Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan
kerusakan kerusakan di batang otak.
Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang
otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.Kerusakan pada
saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform didasar fosa anterior maupun
countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yangringan dapat sembuh dalam
waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitismenderita gangguan ini.
Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerahfrontal. Mungkin traumanya hanya
ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang mengalami fraktur di orbita
maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak ototmata, yang sering terkena adalah saraf
VI karena letaknya di dasar tengkorak. Inimenyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat
trauma, atau sesudah beberapa hariakibat dari edema otak.Gangguan saraf III yang biasanya
menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahayanegatif sering kali diakibatkan hernia tentorii.
Gangguan pada saraf V biasanya hanya padacabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya
hanya berupa anestesi daerah dahi hinggaterlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera
memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya
cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah edema.
Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang
telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. traumakepala, misalnya gangguan
10
pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakansalah satu penyebab gangguan.
Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,mungkin karena kebanyakan penderitanya
meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkangangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat
dari trauma pada pembuluh darah, selain robekanterbuka yang dapat langsung terjadi karena
benturan atau tarikan, dapat juga timbulkelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian
berkembang menjadi aneurisma.
Gambar 2.3 patofisiologi cedera kepala
11
2.5 Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.
Gambar 2.4 klasifikasi cedera kepala
12
Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans atauterbuka.
Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang,namun
sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depresdapat
dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnyacedera tulang.
Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan
dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans lebih sering
dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
1. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater.Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur
longitudinalsering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen
jugularis dan tubaeustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru
dibelakang telinga diatasos mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).
Perdarahan dari telinga dengantrauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak
tulang dasar tengkorak. Fraktur basistengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto
rontgen, karena terjadi sangat dasar.Tanda-tanda klinik yang dapat membantu
mendiagnosa adalah :a.Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas
os mastoid ) b.Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )c.Periorbital
ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )d.Rhinorrhoe ( liquor keluar
dari hidung )e.Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)Komplikasi pada trauma kepala
terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.
Gambar 2.5 tanda cedera kepala
13
2. Trauma kepala tertutup
Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri.
Padakomosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA.
Padakontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio
serebri berartikerusakan otak disertai robekan duramater. Trauma kepala dapat
menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari
kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada
aselerasi, gerakan cepat yangmendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih
lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagian-
bagian dalam tengkorak yang menonjolatau dengan sekat-sekat duramater. Bila
terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak
cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambatatau berhenti.
Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak.Tenaga
gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan,
peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yanglain.
Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan. Kerusakan jaringanotak
dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan
(countrecoup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi
benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan;
teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering
kali negatif hinggatimbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan
gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama
terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam
tengkorak maupun tarikan dan pergeseranantar jaringan dalam tengkorak. Yang
seringkali menderita kerusakan-kerusakan iniadalah daerah lobus temporalis, frontalis
dan oksipitalis.
A. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10
menit ).Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung.
Konkusioadalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya
14
cedera padaotak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio
menyebabkankelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural
yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung
kepada goncangan yangmenimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa
menyebabkan kebingungan, sakitkepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian
besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing,kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi
pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu,
jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitandalam bekerja,
belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma
pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma
ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belumsepakat,
apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberianobat-
obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih
perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih
seriusyang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah
terjadinya cedera.Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah
parah, sebaiknya segeramencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak
terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang
yang mengalami cedera kepaladiberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi
otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri
diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-
4 hari pertama.
B. Kontusio serebri (Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang
hemoragik pada daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh
pada kontusio dan robek pada laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal
dan temporal sering kalidisertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang
15
akut. Sebagai kelanjutan darikontusio akan terjadi edema otak.Penyebab utamanya
adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding
kapiler mengalami kerusakanataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan
akan keluar dari pembuluh darah kedalam jaringan otak karena beda tekanan intra
vaskuler dan interstisial yang disebu tekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat
akan mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.
Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang
mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadiiskemia dan hipoksia.
Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkanva sodilatasi dan
hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat.Hipoksia karena
sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan
otak; pembengkakanyang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Gejala dari
kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,
emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung
selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu
kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak
lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang
bisa ringan atau bisa menyebabkankelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati
dengan kebingungan atau bahkan koma.
Gambar 2.6 kontusio serebri
16
C. Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang
tengkorak.Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan
karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma
subdural) ataudiantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak
(hematoma epidural).Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan
atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala
dalam beberapa menit.Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada
usia lanjut danmembesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam
atau hari.Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan
pada akhirnyamenghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan
menyebabkan otak bagianatas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan
intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu
atau kedua sisi tubuh,gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian.
Bisa juga terjadikebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan diarteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah
merobek arteri. Darahdi dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru
muncul beberapa jamkemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam
kemudian muncul lagidan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi
peningkatan kebingungan, rasangantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini
sangat penting dan biasanyatergantung kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan
dengan CT-Scan akan tampak gambaran massa hiperdens dengan bentuk bikonveks
(double convex sign), atau ada pulayang menyebutnya sebagai gambaran football shaped
yang secara tipikal terletak di bagian temporal tengkorak. Hematoma epidural diatasi
sesegera mungkin dengan membuatlubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan
kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
17
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisaterjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat
kemudian setelahterjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang
bertambah luassecara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya
rapuh) dan padaalkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama
beberapa minggugejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa
menunjukkanadanya genangan darah dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk
konkaf ataumenyerupai bulan sabit, atau sering disebut crescentic sign.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena
tulang tengkoraknya masih lembut danlunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan.Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1) Sakit kepala yang menetap
2) Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3) Linglung
4) Perubahan ingatan
5) Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan
Gambar 2. 7 hematoma subdural
18
Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan
kesadaran hanya terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak
ditemukan kelaianan pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi
amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa
jam. Sering tandaneurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio
serebri. Terjadi juga drowsinessdan confusion yang dapat bertahan hingga
beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi
beberapa bulan bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut
koma. Penurunankesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu
mengikuti, bahkan perintahsederhana, karena gangguan penurunan kesadaran.
Termasuk juga dalam hal ini statusvegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai
SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang
terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.
Berdasarkan Morfologi
Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal. Luka
dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri pada
pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar
sekalihingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar
19
tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak
dapatdipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.
Fraktur tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin
tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau
tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur
dapat menjalar sampai basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena,
yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringanotak. Patah
tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang
beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atautelinga yang
menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau muka (sunken eye)
menandakan terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang memasuki tulangtengkorak melalui
patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakanhebat pada otak. Sebagian
besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang
menekan otak atau posisinya bergeser.
Cedera aksonal difusa
Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi
pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang
membentuknya.Pada saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut bergeser.
Pergerakkan tiap lapisanini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan
adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu pergeseran yang bias menyebabkan
akson teregang, terpuntir, terputus, danterjepit. Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke
axon dan menyebakan pembengkakkan,yang nantinya akan menyebakkan kerusakkan
neuron. Akson terputus dan akson bagian distalakan terpisah. Pada stadium lanjut, akan
terjadi kematian akson pada ujung distal
20
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik
mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang
kesadarannyamenurun dapat digunakan pedoman yaitu :
1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS
2. Kekuatan fungsi motorik
3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata
2.6 Pemeriksaan penunjang
a) Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepala
diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang
sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm,Luka tembus
(tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi),
Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis,Gangguan kesadaran. Sebagai
indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnosa foto kepala normal jika foto
tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dilakukan
foto polos posisi AP/lateraldan oblique.
b) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah :
1. Nyeri kepala menetap atau muntah ± muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat±obatan analgesia/anti muntah.
2. Adanya kejang ± kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial
dibandingkan dengan kejang general.
3. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor ± faktor ekstracranial telah disingkirkan
(karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll).
4. Adanya lateralisasi.
5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi
temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
21
7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
8. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
c) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d) Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e) Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
f) X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
g) BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
h) PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
i) CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
j) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan(oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial.
k) Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial
l) Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
Kesadaran (Haryo, 2008)
2.7 Tatalaksana
I. Cedera kepala ringan : Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 -
15. Terdiri atas :
a. Simple head injury
Tidak ada penurunan kesadaran
Adanya trauma kepala ( pusing )
b. Commotio cerebri ( gegar otak )
Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )
Amnesia retrograde
Pusing, sakit kepala, muntah
Tidak ada defisit neurologis
22
Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction,
pasang NGT.
Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi
sebelumnya harusdiyakini tidak ada fractur cervical.
Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindak
anintubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan
adalah tracheostomy
Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi
sebelumnya harusdiyakini tidak ada fractur cervical.
Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan
tindakanintubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang
dilakukan adalahtracheostomi.
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang
oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang
infuse.Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan
tranfusi darah( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan
kemungkinancedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka
robek, bersihkanlalu di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6. CTscan kepala.Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala,
kecuali pada pasien – pasienyang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
23
7. Observasi
Kriteria rawat :
a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam
b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Nyeri kepala sedang hingga berat
e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )
f. Otorrhea, rhinorrhea
g. Semua cedera tembus
h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang
setelahdilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke
rumah sakit bilatimbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah hebat
Kejang
Nyeri kepala bertambah hebat
Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
Gelisah
8. Terapi simtomatik
II. Cedera kepala sedang
Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintahsederhana
(GCS 9 – 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat memburuk dengan cepat.
Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien cedera kepala berat tapi aspek
kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama seperti padacedera kepala ringan
ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisimembaik,pasien boleh pulang dan
control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulangapabila kesadaran pasien tidak
membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk di observasi.
24
III. Cedera kepala berat
Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karenaadanya
gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8). Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :
a. Contusio cerebri
Pingsan > 10 menit
Kegelisahan motorik
Sakit kepala, muntah
Kejang
Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes
Amnesia anterogard
b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup. Penangan kasus ini mencakup:
Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera
kepalaringan.
Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguandi
bagian tubuh lainnya.
Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil,respon
motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).
Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.
Rawat selama 7 – 10 hari.
Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.
Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.
Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.
Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien,
temuanneuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan
sebagai berikut :
Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentoria
Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial
25
Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
Tanda fokal neurologis semakin berat
Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg ( sakit kepala hebat,
muntah proyektil)
Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari
3mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang.
2.8 Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak
yangterjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang
tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang
mengalamikerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk
menggantikanfungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada
anak kecildijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan
pada satuarea. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka
hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan
yangmenetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan
tungkai)dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini
biasanyamenyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan
denganmenjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami
amnesia dantidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesadaran.Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya
ingatan penderita akan pulih kembali.
26
DAFTAR PUSTAKA
Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.Jakarta :
20092.Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU,
HartantoH, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
ProsesPenyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
Hafid A. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua. Jong W.D. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC
27
top related