biodegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan...
Post on 01-Mar-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN
AIR LIMBAH TERCEMAR MINYAK PELUMAS DENGAN
SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR)
EKA NOVIA MAHESTI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
i
BIODEGRADASI HIDROKARBON DALAM PENGOLAHAN
AIR LIMBAH TERCEMAR MINYAK PELUMAS DENGAN
SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
EKA NOVIA MAHESTI
11140950000032
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
v
ABSTRAK
EKA NOVIA MAHESTI. Biodegradasi Hidrokarbon dalam Pengolahan Air
Limbah Tercemar Minyak Pelumas dengan Sequencing Batch Reactor (SBR).
Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Ing. M. Abdul Kholiq,
M.Sc dan Etyn Yunita, M.Si. 2018
Pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas salah satunya dapat dilakukan
dengan metode lumpur aktif yang memanfaatkan mikroorganisme. Waktu tinggal
menjadi variabel operasional sekaligus seringkali menjadi faktor kegagalan dalam
pengolahan air limbah dengan lumpur aktif. Penelitian ini bertujuan untuk
mempercepat proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan
SBR dalam lumpur aktif. Penelitian dilakukan dengan variasi waktu tinggal 8 jam,
16 jam dan 24 jam pada percobaan pertama serta 8 jam dan 24 jam pada
percobaan kedua. Parameter yang diamati adalah Chemical Oxygen Demand
(COD), minyak dan lemak serta pH pada percobaan pertama; COD dan Mixed-
Liquor Suspended Solids (MLSS) pada percobaan kedua. Penurunan kadar COD,
minyak dan lemak serta pH pada waktu tinggal 16 jam menunjukan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan waktu tinggal lainnya. Pada percobaan kedua,
penurunan kadar COD dan MLSS terbaik terjadi pada waktu tinggal 24 jam yaitu
secara berturut-turut 85 mg/l dan 3,942 mg/l. Penelitian ini menunjukkan metode
SBR dalam lumpur aktif mampu mempercepat proses pengolahan air limbah
tercemar minyak pelumas, dimana terjadi biodegradasi hidrokarbon yang terlihat
dari penurunan CODnya sebesar 77% dengan waktu tinggal efektif 24 jam
sehingga memenuhi baku mutu PERMENLH nomor 5 tahun 2014.
Kata kunci: Biodegradasi hidrokarbon, lumpur aktif (activated sludge),
Sequencing Batch Reactor, waktu tinggal
vi
ABSTRACT
EKA NOVIA MAHESTI, Biodegradation of Hydrocarbons in the Treatment of
Contaminated Wastewater Lubricant Oil by Sequencing Batch Reactor (SBR).
Skripsi. Study Program of Biology. Faculty of Science and Technology. State
Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta. Supervised by Dr. Ing. M.
ABDUL KHOLIQ, M.Sc and ETYN YUNITA, M.Si. 2018
Polluted wastewater treatment lubricating oil is one of them can be done by
activated sludge method that utilizes microorganisms. Retention time becomes an
operational variable and is often a failure factor in wastewater treatment using
activated sludge. This research aims to accelerate the process of contaminated
wastewater treatment with lubricant oil. In this research using variation of
retention time of 8 hours, 16 hours and 24 hours in the first experiment along 8
hours and 24 hours in the second experiment. Test parameters performed to
determine the results of the Chemical Oxygen Demand (COD), oil and greece and
pH in the first experiment along COD and Mixed-Liquor Suspended Solids
(MLSS) in the second experiment. The results get that in the first experiment the
decrease of the level of COD, oil and greece, and pH occured at the retention time
of 16 hours shows better result compared to other retention time. The second
experiment resulted in a decrease in the level of COD and MLSS is the best
occuring at 24 hours concecutive time is 85 mg/l dan 3,942 mg/l. This study
shows that the SBR method in activated sludge is able to accelerate the process of
contaminated wastewater treatment lubricating oil where trehe is hydrocarbon
biodegradation which can be seen from the decrease in COD amount 77 % with a
effective retention time of 24 hours until fill quality standard of PERMENLH
number 5 year 2014.
Keywords : Biodegradation of hydrocarbons, Activated sludge, Sequencing Batch
Reactor, retention time
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini sebagai suatu upaya dalam menjalankan kewajiaban
dalam perkuliahan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda
umat seluruh alam yang telah membawa peradaban manusia dari zaman jahiliyah
menuju zaman syarat akan ilmu dan pengetahuan. Dialah Nabi besar Muhammad
SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya yang InsyaAllah
selalu siap wasiat yang diberikan.
Salah satu tujuan dilaksanakan penelitian ini ialah bertujuan untuk
mempercepat proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan
SBR. Hal demikian merupakan salah satu upaya untuk melakukan pengolahan air
limbah tercemar minyak dengan menggunakan variasi waktu tinggal yang dapat
bermanfaat untuk mengurangi tingkat pencemaran air di lingkungan. Tetapi
betapapun itu, besar harapan dari dilakukannya penelitian ini dapat memberikan
sumbangsih yang dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas kemudian
menimbulkan motivasi untuk senantiasa menjaga lingkungan sekitar sehingga
terhindar dari pencemaran lingkungan.
Penyelesaian penelitian bukanlah tidak mengalami hambatan, mulai dari
pencarian sumber referensi, proses pengerjaan hingga penyusunan skripsi, penulis
telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak baik itu dalam
hal materi, nasihat maupun motivasi yang luar biasa, oleh karena itu dalam
viii
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang luar biasa kepada semua
pihak, khususnya kepada :
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, serta penguji I seminar proposal dan seminar hasil yang
telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Ing. Abdul Kholiq, M.Sc selaku Pembimbing I yang telah membimbing
penulis selama proses pelaksanaan dilapangan dan dalam penyusunan skripsi.
4. Etyn Yunita, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis
dalam penulisan skripsi.
5. Nanda Sari Dewi, M.Si selaku penguji II seminar proposal dan seminar hasil
yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
6. Keluarga yang telah mencurahkan materi, doa, semangat dan kasih sayang
yang tidak terukur dalamnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan penuh semangat.
7. Mutiara Az Zahra atas segala waktunya untuk berdiskusi dan atas bantuannya
dalam menyusun skripsi.
8. Keluarga besar biologi 2014 sebagai teman seperjuangan dan saling
memberikan semangat serta masukkan yang sangat luar biasa bermanfaat bagi
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
ix
9. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih banyak.
Semoga apa yang telah kalian berikan dapat bermanfaat dan dibalas oleh
Allah Subhanahu Wa ta’ala, aamiin.
Wassalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tangerang Selatan, 16 Agustus 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1 Karakteristik Air Limbah Tercemar Minyak Pelumas ........... 4
2.2 Karakteristik Tanah Tercemar Minyak .................................. 5
2.3 Sequencing Batch Reactor (SBR) ......................................... 6
2.4 Waktu Tinggal ........................................................................ 9
2.5 Hidrokarbon ........................................................................... 11
2.6 Biodegradasi Hidrokarbon ..................................................... 12
2.7 Chemical Oxygen Demand (COD) ......................................... 14
2.8 Derajat Keasaman (pH) .......................................................... 14
2.9 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS) ............................... 16
2.10 Kerangka Berpikir ................................................................. 17
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 18
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................. 18
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................... 18
3.3 Rancangan Penelitian ............................................................. 21
3.4 Metode Kerja ........................................................................... 21
3.4.1 Pengambilan sampel air limbah tercemar minyak ........ 21
xi
3.4.2 Pengambilan starter bakteri dari tanah tercemar
minyak .......................................................................... 21
3.4.3 Persiapan reaktor ........................................................... 22
3.4.4 Seeding / aklimatisasi .................................................... 22
3.4.5 Pengoperasian ............................................................... 22
3.4.6 Sampling ....................................................................... 23
3.4.7 Chemical Oxygen Demand (COD) ............................... 24
3.4.8 Analisis minyak dan lemak (hidrokarbon) .................... 25
3.4.9 Pengukuran pH ............................................................. 26
3.4.10 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS).................... 26
3.4.11 Analisis data ............................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 27
4.1 Hasil Percobaan Pertama ........................................................ 27
4.1.1 Chemical Oxygen Demand (COD) .............................. 27
4.1.2 Minyak dan lemak (hidrokarbon) ................................. 29
4.1.3 Nilai pH ........................................................................ 30
4.2 Hasil Percobaan Kedua .......................................................... 32
4.2.1 Chemical Oxygen Demand (COD) .............................. 33
4.2.2 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS) ..................... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 38
5.1 Kesimpulan.............................................................................. 38
5.2 Saran ........................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 39
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Alur kerja SBR .......................................................................... 8
Gambar 2. Rancang bangun tangki SBR ..................................................... 9
Gambar 3. Ilustrasi pengoperasian atau running ......................................... 23
Gambar 4. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada
percobaan pertama..................................................................... .27
Gambar 5. Kadar minyak dan lemak pada air limbah tercemar minyak
pelumas ...................................................................................... 29
Gambar 6. Nilai pH air limbah tercemar minyak pelumas .......................... 31
Gambar 7. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada
percobaan kedua ........................................................................ 33
Gambar 8. Nilai MLSS lumpur aktif ........................................................... 35
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri
perbengkelan ................................................................................... 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air limbah merupakan air sisa dari hasil proses produksi suatu kegiatan
usaha yang keberadaannya dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan
(Siregar,2005). Salah satu kegiatan usaha yang menghasilkan air limbah adalah
usaha bengkel kendaraan. Usaha ini menghasilkan air limbah yang tercemar
minyak, khususnya minyak pelumas. Menurut Akrom (2009), minyak pelumas
adalah campuran kompleks hidrokarbon dan senyawa-senyawa organik lain yang
digunakan untuk melumasi bagian-bagian mesin kendaraan. Senyawa hidrokarbon
dalam air dapat menyebabkan degradasi kualitas lingkungan (Udiharto, 2000).
Keberadaan air limbah di lingkungan merupakan salah satu bentuk kerusakan
lingkungan yang merupakan perbuatan manusia, seperti yang dijelaskan dalam
Al-Qur’an surah Ar Rum : 41.
لي ذيقه م الناس أيدي كسبت بما والبحر البر في الفساد ظهر بع
م عمل وا الذي ض رجع ون ي لعله
Artinya : “Telah nampak (nyata) kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus) (Q.S. Ar Rum : 41).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan air
limbah tercemar minyak pelumas adalah melakukan proses pengolahan air limbah
dengan lumpur aktif (Activated sludge). Lumpur aktif bekerja secara biologis
2
dengan memanfaatkan mikroorganisme yang berperan dalam biodegradasi
hidrokarbon yang terkandung didalam air limbah. Proses lumpur aktif memiliki
keunggulan karena dapat mengolah air limbah dengan beban organik yang besar,
sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk
mengolah air limbah dalam jumlah besar. Pengolahan air limbah yang
menerapkan sistem lumpur aktif diantaranya dengan Sequencing Batch Reactor
(SBR).
Sistem SBR adalah sistem pengolahan lumpur aktif isi atau fill dan tuang
atau draw (Metcalf & Eddy, 1991). Sistem SBR memanfaatkan sistem lumpur
aktif yang bekerja dengan proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk
mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah menjadi
CO2, H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Kelebihan dari SBR dibandingkan dengan
sistem konvensional lainnya adalah seluruh rangkaian proses terjadi dalam satu
reaktor tunggal sehingga dapat menghemat area. Hasil penelitian sebelumnya
membuktikan bahwa SBR efektif dalam pengolahan air limbah terproduksi
menghasilkan penyisihan COD sebesar 87% dengan Food-to-microorganism
(F/M) 0,3/hari selama 48 jam (Fadli, 2010). Pada penelitian lainnya, SBR dapat
menurunkan senyawa organik hingga mencapai 50,32% dengan waktu stabilisasi
selama 7 hari (Purwinta & Soewondo, 2010). Sistem SBR pada penelitian Winda
dan Suharto (2015) juga dapat menurunkan senyawa organik air limbah tempe
sebesar 218,4 ppm (persentase penurunan 90%) dengan kecepatan pengadukan
100 rpm dan konsentrasi inokulum 10% (2 gram).
Pengolahan air limbah dengan lumpur aktif dapat menyebabkan terjadinya
biodegradasi hidrokarbon didalam air limbah. Biodegradasi hidrokarbon dapat
2
diartikan sebagai proses penguraian oleh aktivitas mikroorganisme yang
mengakibatkan terjadinya perubahan struktur suatu senyawa hidrokarbon (Juni &
Wenti, 2010). Proses pengolahan air limbah dengan lumpur aktif seringkali
mengalami kegagalan diantaranya diakibatkan oleh faktor waktu tinggal yang
terlalu singkat.
Waktu tinggal adalah variabel operasional yang merupakan waktu rata-rata
yang diperlukan oleh air limbah pada tangki aerasi untuk melakukan proses
pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif (Said, 2014 ; Ningtyas, 2015).
Menurut Sudaryati et al. (2004) waktu tinggal yang lebih lama dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam lumpur aktif untuk
melakukan biodegradasi. Waktu tinggal yang lebih lama juga memerlukan energi
yang lebih besar, pertumbuhan mikroorganisme akan semakin baik apabila energi
yang diterima di dalam tangki aerasi semakin besar
Hasil penelitian Haque (2017) menunjukan bahwa waktu tinggal 10 jam
dapat menurunkan COD sebesar 81% pada pengolahan air limbah rumah sakit
menggunakan SBR. Namun belum ada penelitian mengenai waktu tinggal yang
efektif dalam pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan SBR.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk melakukan pengolahan air
limbah tercemar minyak pelumas dengan waktu tinggal yang efektif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa besar biodegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air limbah
tercemar minyak pelumas dengan SBR ?
2. Berapa waktu tinggal yang efektif dalam pengolahan air limbah tercemar
minyak pelumas dengan SBR ?
2
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat proses pengolahan air limbah
tercemar minyak pelumas dengan SBR. Adapun tujuan umum ini dapat dicapai
dengan cara :
1. Mengetahui besar biodegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air limbah
tercemar minyak pelumas dengan SBR
2. Mengetahui waktu tinggal yang efektif dalam pengolahan air limbah
tercemar minyak pelumas dengan SBR
1.4 Manfaat
1. Memberikan informasi mengenai seberapa besar biodegradasi hidrokarbon
dalam pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas dengan SBR
2. Memberikan informasi mengenai waktu tinggal yang efektif dalam
pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas sehingga proses
pengolahan dapat berlangsung lebih cepat
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik air limbah tercemar minyak pelumas
Air limbah merupakan air sisa dari hasil proses produksi suatu kegiatan
usaha yang keberadaannya dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan
(Siregar, 2005). Karakteristik air limbah digunakan untuk mengetahui lebih dalam
tentang kandungan dan sifat-sifat yang terdapat pada air limbah. Air limbah
memiliki karakteristik yang dapat dikelompokan menjadi tiga bagian diantaranya
karakteristik fisik, kimia, dan biologi.
Ciri-ciri fisik utama air limbah adalah kandungan bahan padat, warna, bau dan
suhunya. Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dibedakan
atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya. Empat
kelompok tersebut yaitu padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan
koloid, padatan terlarut dan minyak dan lemak. Warna adalah ciri kualitatif yang
dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum air limbah. Air buangan industri
serta bangkai benda organik yang menentukan warna air limbah itu sendiri. Bau
pada air limbah dapat disebabkan adanya pembusukan air limbah yang merupakan
sumber dari bau air limbah. Hal ini disebabkan karena adanya zat organik terurai
secara tidak sempurna dalam air limbah. Ciri fisik lainnya adalah suhu air limbah
biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya tambahan air hangat dari
perkotaan (Tchobanoglous, 2003).
Minyak pelumas adalah campuran kompleks hidrokarbon dan senyawa-
senyawa organik lain yang digunakan untuk melumasi bagian-bagian mesin
5
kendaraan (Akrom, 2009). Kandungan minyak pelumas dapat ditentukan melalui
contoh air limbah. Minyak pelumas tergolong bahan organik yang tetap dan tidak
mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Terbentuknya emulsi air dalam minyak
pelumas akan membuat lapisan yang menutupi permukaan air dan dapat
merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air berkurang serta lapisan
minyak menghambat pengambilan oksigen dari udara menurun (Nugroho, 2006).
Minyak pelumas dapat sampai ke saluran air limbah, sebagian besar
minyak pelumas ini mengapung di dalam air limbah. Akan tetapi ada juga yang
mengendap dan terbawa oleh lumpur. Minyak pelumas mengandung senyawa
volatil yang mudah menguap dan mengandung sisa minyak yang tidak menguap.
Karena minyak pelumas tidak larut dalam air, maka sisa minyak pelumas akan
mengapung di dalam air limbah. Kuantitas hidrokarbon yang nanti terdegradasi
sangat tergantung pada kondisi lingkungan, struktur senyawa di dalam air limbah,
serta jenis dan ketersediaan minyak pelumas (Olajire & Essien, 2014).
Umumnya minyak pelumas mengandung 90% minyak dasar (base oil) dan
10% zat tambahan (Surtikanti & Surakusumah, 2004). Hidrokarbon pada minyak
pelumas mengandung hidrokarbon alifatik, hidrokarbon alisiklik dan hidrokarbon
aromatik. Keberadaan senyawa ini dalam air dapat menyebabkan degradasi
kualitas lingkungan (Udiharto, 2000).
2.2 Karakteristik tanah tercemar minyak pelumas
Pencemaran tanah yang mengandung hidrokarbon dapat disebabkan oleh
tumpahan solar, oli serta bahan bakar minyak lainnya pada saat proses produksi
ataupun transportasi (Van gestel et al., 2003). Solar, oli serta bahan bakar minyak
lainnya mengandung senyawa hidrokarbon yang sulit diuraikan dan bersifat toksik
6
akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan organisme lainnya yang hidup di
dalamnya.
Distribusi mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
mendegradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan lama waktu paparan
tanah terhadap minyak. Tanah yang telah tercemar minyak memiliki persentase
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanah yang belum tercemar minyak. Tanah yang belum tercemar minyak
terdapat keberadaan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon kurang dari 0,1%
dan pada tanah yang telah tercemar hidrokarbon terdapat 100% mikroorganisme
yang berpotensi dalam mendegradasi hirokarbon (Zhu et al., 2001).
Mikroorganisme yang terdapat dalam tanah tercemar minyak telah mampu
beradaptasi pada lingkungan dengan kandungan hidrokarbon yang tinggi.
Kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa hidrokarbon menjadi
sumber karbon yang diperlukan oleh mikroorganisme merupakan suatu proses
adaptasi dan dipengaruhi oleh kondisi tanah (Nkweng, 2008).
2.3 Sequencing Batch Reactor (SBR)
Pengolahan air limbah adalah proses yang dilakukan untuk menghilangkan
atau mengurangi senyawa polutan di dalam air limbah. Pengolahan air limbah
dapat dilakukan secara fisika, kimia dan biologi (Siregar, 2005). Pengolahan air
limbah secara fisika dapat dilakukan dengan cara filtrasi, screening ataupun press
filtration. Pengolahan air limbah juga dapat dilakukan secara kimia dengan cara
mengoksidasi senyawa-senyawa kimia, fosfor, logam berat, zat organik beracun
melalui penambahan bahan-bahan kimia. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengolah air limbah yang ramah lingkungan adalah melalui proses
7
biologis. Proses pengolahan air limbah secara biologis, pada hakikatnya adalah
memanfaatkan mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk menguraikan
senyawa-senyawa polutan tertentu di dalam suatu reaktor biologis yang
kondisinya dibuat agar sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme (Said, 2002).
Salah satu pengolahan air limbah secara biologis adalah dengan sistem lumpur
aktif. Menurut Ningtyas (2015), sistem lumpur aktif secara prinsip merupakan
proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2, H2O, NH4 dan
sel biomassa baru. Suplai oksigen biasanya dengan menghembuskan udara secara
mekanik. Proses lumpur aktif dimanfaatkan dalam sistem SBR.
Sistem SBR adalah sistem pengolahan lumpur aktif isi atau fill dan tuang
atau draw (Metcalf & Eddy, 1991). Sistem SBR memanfaatkan sistem lumpur
aktif yang bekerja dengan proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk
mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah menjadi
CO2, H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Proses lumpur aktif SBR mirip dengan
proses dalam sistem konvensional dimana air buangan diaduk dengan flokulan
biomassa pada proses pengolahan. Jumlah mikroorganisme (biomassa) diukur dari
padatan tersuspensi atau MLSS karena laju pertumbuhan sama dengan laju
perombakan mikroorganisme (Badjoeri & Suryono, 2002).
Menurut Syafila et al. (2000), siklus proses yang terjadi dalam SBR terdiri
dari beberapa tahap yaitu pengisian atau fill, reaksi atau react, pengendapan atau
settle, pengeluaran atau decant dan idle. Pengisian atau fill merupakan tahap
mengisi reaktor dengan air limbah yang akan diolah (air buangan). Pada pengisian
ini volume meningkat dari 25% (pada akhir idle) menjadi 100%. Waktu yang
dibutuhkan sekitar 25% dari cycle time. Reaksi atau react adalah proses
8
pengolahan secara batch. Pada kedua fase awal ini, proses pengolahan sudah
dimulai dimana pada kedua fase ini telah terjadi aktivitas biomassa dan dilakukan
pengadukan atau mixing. Pengendapan atau settle yaitu tahap mengendapkan
lumpur biomassa dari cairan yang diolah, pengendapan ini bertujuan untuk
memisahkan mikroorganisme yang akan digunakan untuk pengolahan berikutnya.
Pengeluaran atau decant yaitu tahap mengeluarkan air limbah yang telah diolah
(supernatan air buangan yang telah diolah). Waktu yang dibutuhkan sekitar 5-30%
dari cycle time. Waktu untuk pengendapan dan pengeluaran berlangsung kurang
dari 3 jam. Serta Idle adalah tahapan diam menunggu pengisian kembali. Biasa
digunakan untuk multi SBR, sedangkan untuk 1 reaktor, proses ini sering
dihilangkan. Meskipun demikian, idle kadang diperlukan untuk menstabilkan
lumpur biomassa sebagaimana yang terjadi dalam proses kontak stabilisasi
(Gambar 1). Alur kerja SBR dapat digambarkan melalui gambar berikut :
Gambar 1. Alur kerja SBR (Syafila et al. ,2000)
Mode operasi SBR adalah kontinu, maka equalisasi aliran, pengolahan dan
pengendapan dapat dicapai dalam satu reaktor sehingga mengeliminasi kebutuhan
clarifier. Sistem SBR mempunyai keuntungan dalam segi fleksibilitas dalam
pengoperasian, dimana siklus operasi dapat diatur untuk menghasilkan kualitas
Fill
React
SettleDraw
Idle
9
efluen yang dikehendaki. Meskipun SBR secara sempurna digunakan untuk debit
air buangan kecil (<10 Million galon/ day), tetapi dalam aplikasi lebih lanjut pada
debit besar juga menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Selain itu, dua atau
lebih tangki SBR dapat dioperasikan secara paralel (Gambar 2).
Gambar 2. Rancang bangun tangki SBR (Syafila et al., 2000)
Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa SBR efektif dalam
pengolahan air limbah terproduksi menghasilkan penyisihan COD sebesar 87%
dengan Food-to-microorganism (F/M) 0,3/hari selama 48 jam (Fadli, 2010).
Adapun yang membedakan bahwa SBR merupakan reaktor siklik yang
dirancangkan berdasarkan beberapa tahapan proses yang berlangsung dalam satu
reaktor (Irvine & Davis, 2000). Pada penelitian lainnya, SBR dapat menurunkan
senyawa organik hingga mencapai 50,32% dengan waktu stabilisasi selama 7 hari
(Purwinta & Soewondo, 2010). SBR digunakan juga dalam pengolahan air limbah
lainnya seperti air limbah tempe, menurut penelitian Winda dan Suharto (2015)
Keterangan: satuan dalam cm
10
didapatkan bahwa SBR dapat menurunkan senyawa organik sebesar 218,4 ppm
(persentase penurunan 90%) dengan kecepatan pengadukan 100 rpm dan
konsentrasi inokulum 10% (2 gram).
2.4 Waktu Tinggal
Waktu tinggal adalah salah satu variabel operasional yang digunakan
dalam proses lumpur aktif (Activated sludge). Retention time atau waktu tinggal
yang artinya berapa lama limbah akan menginap di dalam sistem pengolahan.
Lebih lama limbah menginap maka proses pengolahan lebih baik tetapi konstruksi
menjadi besar. Sebaliknya bila terlampau cepat maka praktis hanya lewat saja,
sehingga tidak terjadi proses pengolahan. Waktu tinggal adalah waktu minimal
yang diperlukan oleh campuran fluida untuk memisah secara gravitasi di dalam
suatu tanki, dalam hal ini adalah separator (Said, 2002).
Waktu tinggal dianggap sebagai waktu rata-rata pengolahan pakan dalam
satu volume reaktor tertentu dan diukur pada kondisi tertentu. Waktu tinggal tidak
hanya berkaitan dengan waktu tinggal hidrolik tapi juga berkaitan dengan waktu
tinggal mikroorganisme. Proses lumpur aktif, nilainya berbanding terbalik dengan
laju pengenceran (Dilution rate, D) (Said, 2002). Penelitian (Haque, 2017)
didapatkan bahwa waktu tinggal 10 jam dapat menurunkan COD sebesar 81%
pada pengolahan air limbah rumah sakit menggunakan SBR
Proses pengendapan yang tidak baik dapat terjadi akibat gangguan yang
terjadi secara tiba-tiba pada parameter fisik (suhu dan pH), kekurangan makanan
(contoh N, suhu, mikro – nutrien) dan terdapat logam berat di dalam air limbah
yang dapat menyebabkan hancurnya sebagian flok yang sudah terbentuk (Said,
2002). Menurut Sudaryati et al. (2004) waktu tinggal yang lebih lama dapat
11
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam lumpur aktif untuk
melakukan biodegradasi. Waktu tinggal yang lebih lama juga memerlukan energi
yang lebih besar, pertumbuhan mikroorganisme akan semakin baik apabila energi
yang diterima di dalam tangki aerasi semakin besar (Budiyono et al., 2003).
2.5 Hidrokarbon
Hidrokarbon merupakan salah satu kontaminan paling umum yang
membutuhkan pengolahan karena sangat berkaitan dengan kesehatan manusia dan
indikasi adanya pencemaran air (Kirk et al., 2004). Senyawa hidrokarbon berasal
dari sumber minyak bumi, termasuk bahan bakar umum seperti bensin, solar,
minyak tanah, minyak pelumas, dan lemak. Meskipun hidrokarbon adalah zat
organik yang hanya terdiri dari karbon dan hidrogen, namun hidrokarbon
termasuk senyawa dengan jenis-jenis yang berbeda berdasarkan perbedaan jumlah
rantai karbon penyusunnya sehingga mempunyai sifat kimia dan fisika yang
berbeda-beda pula (Baldan et al., 2015).
Adanya kontaminasi senyawa organik maupun senyawa kimia lainnya
yang sulit didegradasi dan bersifat toksik di dalam air menjadi pengganggu
pertumbuhan tanaman dan organisme lain yang hidup di dalamnya. Pencemaran
pada lingkungan akan mengurangi kualitas dan daya dukung lingkungan terhadap
makhluk hidup. Salah satu kontaminan yang relatif sulit didegradasi ialah
senyawa hidrokarbon yang terdapat di dalam air limbah tercemar minyak (Kirk et
al., 2004).
Hidrokarbon merupakan suatu senyawa sederhana yang terdiri atas atom
karbon dan atom hidrogen. Air limbah tercemar minyak yang mengandung
senyawa hidrokarbon dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan diataranya,
12
menyebabkan hilangnya organisme di dalam air, munculnya berbagai jenis
penyakit serta mencemari air tanah (Baldan et al., 2015).
Minyak di dalam air limbah tercemar minyak yang mengandung senyawa
hidrokarbon bersifat tidak larut dalam air, mengapung dan menutupi permukaan
air. Jika mengandung senyawa volatil maka akan lebih mudah menguap, minyak
sulit terdegradasi oleh mikroorganisme dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena
menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air, menghalangi cahaya matahari
sehingga menggaggu proses fotosintesis dan air tanah yang tercemar air limbah
mengandung minyak bersifat beracun (Ali, 2012).
2.6 Biodegradasi Hidrokarbon
Biodegradasi hidrokarbon dapat diartikan sebagai proses penguraian oleh
aktivitas mikroorganisme yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur
suatu senyawa hidrokarbon (Juni & Wenti, 2010). Proses biodegradasi terjadi
perubahan dari bahan-bahan kimia kompleks menjadi produk-produk
termineralisasi seperti karbon dioksida (CO2) (Olajire & Essien, 2014). Aktivitas
mikroorganisme tersebut dapat mengubah senyawa komplek menjadi senyawa
yang lebih sederhana sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Kecepatan
degradasi hidrokarbon bergantung pada jenis dan komponen penyusun yang
terdapat di dalam air limbah (Olajire & Essien, 2014).
Proses biodegradasi senyawa hidrokarbon tidak dapat dilakukan hanya
dengan satu jenis mikroorganisme saja, melainkan dengan bantuan berbagai
mikroorganisme yang membentuk suatu konsorsium (Nugroho, 2006). Solusi
mengatasi permasalahan air limbah tercemar minyak, proses pengolahan air
limbah dengan bantuan mikroorganisme merupakan salah satu cara yang efektif
13
untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalam air limbah
karena tidak menghasilkan hasil samping berupa racun ataupun blooming
(peledakan jumlah mikroorganisme), dapat dilakukan dengan biaya penanganan
yang murah, lebih aman dan tidak merusak lingkungan dibandingkan dengan cara
fisika-kimia (Yani & Eka, 2011). Mikroorganisme ini akan mati seiring dengan
terdegradasinya senyawa hidrokarbon di dalam air (Das & Chandran, 2011).
Konsorsium mikroorganisme merupakan campuran berbagai populasi
mikroorganisme dalam sebuah komunitas yang mempunyai hubungan kooperatif,
komensalisme maupun mutualisme. Mikroorganisme yang saling berasosiasi akan
lebih mudah mendegradasi hidrokarbon dibandingkan apabila dilakukan oleh
masing-masing mikroorganisme. Sehingga tidak ada satupun mikroorganisme
yang mampu mendegradasi seluruh senyawa hidrokarbon. Oleh karena itu,
degradasi sangat ditentukan oleh peran serta dari asosiasi antar mikroorganisme di
dalam suatu konsorsium (Nugroho, 2006).
Hidrokarbon merupakan senyawa hidrofob. Mikroorganisme yang
memiliki kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon memanfaatkan
hidrokarbon sebagai sumber energi dan sumber karbon (Olajire & Essien, 2014).
Kemampuan mikroorganisme dalam memecahkan rantai hidrokarbon diawali
dengan pelarutan hidrokarbon dalam fase cair oleh surfaktan yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tersebut (Zam, 2010). Menurut Kasmidjo (1991) pada umumnya
terdapat spesies bakteri dari genus Bacillus, Enterobacter, Pseudomonas, Zooglea
dan Nitrobacter pada tanah tercemar minyak pelumas. Mikroorganisme ini
memenuhi akan sumber karbon dan energinya dengan cara menguraikan senyawa
hidrokarbon di dalam tanah tercemar minyak pelumas.
14
Terdapat tiga cara transport hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara
umum, yakni interaksi sel dengan hidrokarbon terlarut dalam fase air, kontak
langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
melalui proses difusi dan transport, dan interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon
yang teremulsi oleh sel mikroorganisme (Juni & Wenti, 2010).
2.7 Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand menjadi salah satu parameter kualitas air.
Kualitas air dapat dikatakan baik apabila memenuhi standar baku mutu air limbah.
Keberadaan senyawa organik didalam air limbah dapat diketahui dengan cara
melakukan pengukuran COD. Senyawa organik didalamnya termasuk
hidrokarbon. Apabila kadar COD tinggi maka didalam air limbah terdapat
kandungan hidrokarbon yang juga tinggi (Wardhana, 2001).
Menurut Bettelheim (2005), senyawa organik adalah golongan besar
senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon, kecuali karbida, karbonat
dan oksida karbon. Beberapa golongan senyawa organik adalah senyawa alifatik
(rantai karbon yang dapat diubah gugus fungsinya), hidrokarbon aromatik
(senyawa yang mengandung sedikitnya satu cincin benzena), senyawa
heterosiklik (mencakup atom-atom non karbon dalam struktur cincinnya) dan
polimer (molekul panjang gugus berulang). Hidrokarbon termasuk kedalam
senyawa organik yang dapat dideteksi melalui pengukuran parameter kualitas air.
Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang diperlukan
agar bahan buangan yang terdapat di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi
kimia. Hal ini minyak pelumas yang terdapat di dalam air limbah akan terurai
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Penguraian tersebut dilakukan dengan
15
teroksidasi minyak pelumas oleh kalium bikromat (K2Cr2O7) yang digunakan
sebagai sumber oksigen (Oxidizing agent) (Wardhana, 2001).
Bahan COD dapat diuraikan secara biologis melalui dinding sel akan
secara cepat di metabolisme. Bahan COD partikel yang lambat diuraikan secara
biologis akan diadsorb ke dalam organisme dn disimpan. Reaksi cepat ini
menguraikan COD partikulat dan koloidal. Seiring berjalannya waktu, COD
tersimpan akan dihancurkan melalui enzim ekstraseluler, kemudian dipindahkan
melalui dinding sel dan di metabolisme. Sebagian COD di metabolisme
dikonversi menjadi sel baru, sedangkan sisanya hilang dalam proses energi
sebagai panas yang dibutuhkan untuk sintesis sel baru. Oksigen disuplai secara
eksternal digunakan di dalam proses perubahan energi sebanding dengan
hilangnya COD. Pada saat yang sama, terdapat kehilangan biomassa yang disebut
endogenous mass loss, dimana terdapat beberapa mikroorganisme menggunakan
makanan dari yang tersimpan di dalam sel dan dari sel yang mati (Soeparman,
2001).
Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan pengujian BOD yaitu mampu menguji air limbah yang mengandung
racun serta waktu pengujian yang lebih singkat (kurang lebih hanya 3 jam). Air
limbah dengan kadar COD yang tinggi dapat berbahaya apabila masuk ke dalam
lingkungan perairan ataupun tanah (Effendi, 2003).
2.8 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Umumnya mikroorganisme yang memiliki
kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon dapat tumbuh dalam kisaran pH
16
netral. Tingkat keasaman dapat berubah selama pertumbuhan mikroorganisme.
Peningkatan pH dapat terjadi karena adanya proses reduksi nitrat yang
membentuk amoniak atau gas nitrogen. Sedangkan penurunan pH dapat terjadi
karena adanya pembentukan asam-asam organik dari proses fermentasi (Fahrudin,
2010). Pemanfaatan minyak sebagai sumber karbon dan sumber energi oleh
bakteri yang digunakan untuk proses pertumbuhan, seiring dengan produksi asam.
Hal ini akan menyebabkan menurunnya nilai pH (Okerentugba & Ezeronye,
2003).
Kisaran pH optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah 6-8
(Yani & Eka, 2011). Menurut penelitian Wicaksono (2016) menyatakan bahwa
semakin lamanya waktu tinggal dalam pengolahan air limbah maka akan terjadi
peningkatan pH. Tingkat optimal pertumbuhan mikroorganisme dan degradasi
hidrokarbon dapat berlangsung dapat kondisi lingkungan yang cukup nutrisi,
oksigen yang cukup dan pH yang sesuai. Penurunan nilai pH dapat disebabkan
karena adanya aktivitas mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon yang
menghasilkan asam-asam organik dan hasil samping lainnya (Nugroho, 2006).
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroorganisme ini berkaitan dengan
aktivitas enzim. Enzim tersebut diperlukan oleh bakteri untuk mengkatalisis
reaksi-reaksi yang berhubungan dengan pertumbuhan mikroorganisme. Apabila
pH dalam suatu medium atau lingkungan tidak optimal maka akan mengganggu
kinerja enzim-enzim tersebut sehingga akan mengganggu pertumbuhan
mikroorganisme (Suriani, 2013).
Hasil penelitian (Suriani, 2013) menyatakan bahwa pH sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan dapat tumbuh secara
17
optimal pada pH 6-8. Perubahan kondisi lingkungan akan memengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme awal, sehingga mikroorganisme tidak mampu
beradaptasi dalam kondisi lingkungan tersebut dan akan mengalami kematian
karena kondisi lingkungan tidak mendukung bagi metabolisme mikroorganisme
tersebut.
2.9 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS)
Mixed-Liquor Suspended Solids merupakan campuran antara air limbah
dengan biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah
jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,
termasuk di dalamnya mikroorganisme (Said, 2002). Nilai MLSS digunakan
untuk mengukur kecukupan mikroorganisme dalam pengolahan air limbah secara
biologis. Pengukuran ini menjadi faktor penting untuk mengetahui kecukupan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon di dalam air limbah tercemar minyak.
Jumlah MLSS di dalam reaktor umumnya mencapai 3000 mg/l. Namun dapat pula
berada pada kisaran 100 – 2000 mg/l (Lee et al., 2001).
18
Nilai pH, COD dan minyak telah di atur melalui Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup (PERMENLH) nomor 5 tahun 2014 mengenai baku mutu air
limbah bagi usaha atau kegiatan industri perbengkelan yang di tampilkan dalam
tabel 1 :
Tabel 1. Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri
perbengkelan
No. Parameter Kadar Maksimum
1. pH 6 – 9
2. COD 100 mg/L
3. Minyak atau lemak 10 mg / L
(Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5
Tahun 2014)
19
2.10 Kerangka Berpikir
Air Limbah
Air Limbah Organik
Air Limbah Domestik
Air Limbah Tercemar Minyak
Pengolahan Air Limbah secara
Biologis
Suspended Culture
Lumpur Aktif
Sequencing Batch Reactor (SBR)
Waktu Tinggal
Biodegradasi Hidrokarbon
Attached Culture Lagoon/ kolam
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2018 hingga Februari 2018 di
Pusat Teknologi Lingkungan (PTL), Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), Serpong.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak pelumas, tanah
tercemar minyak pelumas, air, sabun cair, n-heksan, larutan pereaksi destruksi,
HCl, pelarut organik, Na2SO4 anhidrat dan akuades. Alat yang digunakan adalah 1
buah tangki Sequencing Batch Reactor (SBR), 1 buah pompa pump, 5 buah selang
dengan panjang 50 cm, 4 buah batu aerator berdiameter 5 cm, 1 buah wadah
berukuran 10 L, 20 L dan 30 L, saringan, kain lap, pipa pengaduk, gayung,
spektrofotometer tipe JAS.CO V-530, cuvet, heating block, labu ukur 100 ml,
neraca analitik, pengaduk vortek, pipet ukur 2 ml, 5 ml dan 10 ml serta tabung
reaksi borosilikat 12 ml dengan tutup model TFE-lined screw, corong pisah 2000
ml, labu destilasi 125 ml, corong gelas, kertas saring diameter 11 cm, alat
sentrifugasi, pompa vakum, penangas air, wadah buangan pelarut, desikator dan
botol gelas mulut lebar.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian dilakukan
dalam 2 kali percobaan yaitu percobaan pertama dan percobaan kedua. Pada
21
percobaan pertama dilakukan perlakuan waktu tinggal 24 jam, 16 jam dan 8 jam
Parameter yang diamati adalah COD, minyak dan lemak serta pH. Percobaan
kedua dilakukan perlakuan waktu tinggal terendah (8 jam) dan tertinggi (24 jam)
dengan pengukuran COD dan MLSS. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan
3 kali pengulangan.
3.4 Metode Kerja
Metode pengolahan air limbah yang di gunakan adalah lumpur aktif
(Activated sludge) dengan menggunakan reaktor SBR yang dilakukan dalam
beberapa tahap yakni sebagai berikut :
3.4.1 Persiapan Sampel Air Limbah Tercemar Minyak
Air limbah tercemar minyak adalah air limbah buatan yang merupakan
campuran air dan minyak pelumas. Air limbah yang dibuat sebanyak 20 L. Air
sebanyak 20 L dimasukkan ke dalam wadah berukuran 30 L yang telah
dimodifikasi dengan penambahan kran air untuk keluarnya air limbah.
Selanjutnya minyak pelumas ditimbang sebanyak 1 g menggunakan timbangan
analitik. Minyak pelumas kemudian dimasukkan ke dalam air dan diaduk
menggunakan pengaduk.
3.4.2 Pengambilan Starter Mikroorganisme dari Tanah Tercemar Minyak
Tanah tercemar minyak sebagai starter mikroorganisme yang menjadi
sumber lumpur aktif diambil di Terminal Bayangan Roxy Ciputat, Tangerang
Selatan. Lokasi tersebut berada di Jalan Dewi Sartika Kav. 3, Ciputat, Tangerang
Selatan yang telah berdiri selama 20 tahun. Tanah tercemar minyak yang diambil
dengan kriteria berminyak, berwarna lebih gelap dan berbau minyak yang
22
menyengat. Tanah yang sesuai kriteria diambil menggunakan sekop sebanyak 1
ember berukuran 10 L.
3.4.3 Persiapan Reaktor
Reaktor yang digunakan adalah Sequencing Batch Reactor (SBR). Tangki
SBR memiliki kapasitas 20 L. Selanjutnya disiapkan alat lain yang dibutuhkan
seperti selang aerator, batu aerator dan pompa pump. Selang aerator dihubungkan
dengan batu aerator sebanyak 4 buah berdiameter 5 cm, pompa pump dan
stopkontak.
3.4.4 Seeding atau Aklimatisasi
Proses seeding atau aklimatisasi pada tanah tercemar minyak pelumas
(calon lumpur aktif) merupakan suatu proses yang bertujuan untuk memberikan
waktu untuk mikroorganisme beradaptasi terhadap suatu limbah atau lingkungan
baru. Proses ini dilakukan dengan cara memasukkan air dan tanah tercemar
minyak pelumas ke dalam sebuah wadah dengan perbandingan 1:1 yaitu sebanyak
10 L air dan 10 L tanah tercemar minyak pelumas. Kemudian dilakukan
penambahan nutrisi berupa gula, NPK dan urea. Penambahan minyak pelumas,
gula, NPK dan urea selanjutnya ditambahkan melalui perhitungan stoikiometri
dengan perbandingan C:N:P 100:5:1 (Zam, 2010) yaitu 29 g minyak pelumas, 1,9
g gula, 1,4 g NPK dan 1,9 g urea lalu dilakukan aerasi. Lalu campuran air dan
tanah tercemar minyak yang telah diberikan nutrisi, ditambahkan sedikit demi
sedikit minyak sebagai proses adaptasi mikroorganisme terhadap lingkungan
tercemar minyak. Pada percobaan pertama proses seeding berlangsung selama 14
hari. Kemudian dilakukan penambahan waktu 7 hari setelah percobaan pertama.
23
Penambahan waktu seeding setelah percobaan pertama dilakukan dengan
mengendapkan lumpur aktif didalam reaktor SBR hingga tidak terdapat air limbah
buatan. Selanjutnya ditambahkan nutrisi berupa gula, NPK dan urea dengan
perbandingan yang sama seperti proses seeding sebelumnya dan di aerasi selama
7 hari. Hasil seeding tersebut kemudian digunakan untuk percobaan kedua.
3.4.5 Pengoperasian atau running
Setelah proses seeding dilakukan, selanjutnya dilakukan pengoperasian
dengan menggunakan reaktor SBR yang dilakukan variasi terhadap waktu tinggal.
Kemudian dimasukkan hasil seeding dan air limbah buatan dengan perbandingan
1:2 ke dalam reaktor yaitu sebanyak 5 L hasil seeding dan 10 L air limbah buatan.
Selanjutnya dilakukan aerasi selama 24 jam untuk waktu tinggal 24 jam. Setelah
proses aerasi selesai dilakukan, batu aerator dikeluarkan dari SBR lalu lumpur
aktif diendapkan selama 15 menit. Air hasil pengolahan kemudian dikeluarkan
dari SBR dan dilakukan pengukuran COD, minyak dan lemak serta pH akhir.
Lumpur aktif yang mengendap digunakan kembali untuk pengoperasian
berikutnya pada waktu tinggal 16 jam dan 8 jam dalam reaktor yang sama. Proses
pengoperasian ditunjukan dalam gambar berikut (Gambar 3).
24
Gambar 3. Ilustrasi pengoperasian atau running menggunakan SBR
3.4.6 Sampling
Proses sampling dilakukan pada air limbah buatan sebelum pengoperasian
dan air hasil pengolahan setelah pengoperasian. Sampling juga dilakukan pada ½
jam, 1 jam, 2 jam, 4 jam dan 8 jam ketika pengoperasian untuk mengetahui
kisaran pH bagi pertumbuhan mikroorganisme didalam lumpur aktif.
3.4.7 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) Air Limbah
Pengukuran COD dilakukan pada percobaan pertama dan percobaan
kedua. Pengukuran COD dilakukan dengan cara membuat sampel yang disimpan
dalam botol gelas bersih dan resisten, dengan volume minimum 50 ml. sampel
diukur 1 ml secara duplo, dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 2 ml pereaksi destruksi dan diaduk dengan pengaduk vortex. Sampel
selanjutnya dimasukkan ke dalam heating block dan destruksi larutan selama 2
Analisis COD,
MLSS, pH, minyak
dan lemak
25
jam. Heating block dimatikan dan dipindahkan tabung reaksi ke dalam rak tabung.
Sampel didinginkan perlahan-lahan hingga tercapai suhu ruang. Lalu suspensi
dibiarkan mengendap dan dipastikan bagian yang diukur benar-benar jernih.
Sampel dimasukkan ke dalam cuvet pada alat spektrofotometer. Hasil absorbansi
diukur pada panjang gelombang 420 nm.
Perhitungan kadar COD dalam sampel dengan memasukkan nilai hasil
pembacaan absorbansi ke dalam kurva kalibrasi atau menggunakan persamaan
garis regresi linier (y= A + Bx) sesuai dengan SNI 6989.2-2009.
Kadar COD (mgO2/L) = 𝑪 𝒙 𝒇
Keterangan :
C = kadar COD sampel (mg/L)
f = faktor pengenceran
3.4.8 Analisis Minyak dan Lemak Air Limbah
Pengukuran konsentrasi minyak dan lemak hanya dilakukan pada
percobaan pertama. Hal ini dikarenakan hasil pengukuran COD proporsional
terhadap konsentrasi minyak dan lemak sehingga pengukuran tidak dilakukan
pada percobaan kedua. Untuk mengetahui kadar minyak dan lemak sebelum dan
sesudah pengolahan dilakukan dengan metode gravimetri. Analisis ini dilakukan
dengan cara sampel dipindahkan ke dalam corong pisah. Volume sampel
ditentukan seluruhnya (botol sampel ditandai pada meniskus air atau ditimbang
berat sampel). Botol sampel dibilas dengan 30 ml pelarut organik dan
ditambahkan pelarut pencuci ke dalam corong pisah. Selanjutnya dikocok dengan
kuat selama 2 menit dan dibiarkan lapisan memisah lalu dikeluarkan lapisan air.
Lapisan pelarut dikeluarkan melalui corong yang telah dipasang kertas
saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat yang keduanya telah dicuci dengan pelarut ke
26
dalam labu bersih yang telah ditimbang. Jika tidak dapat diperoleh lapisan pelarut
yang jernih (tembus pandang), dan terdapat emulsi lebih dari 5 ml maka dilakukan
sentrifugasi selama 5 menit pada putaran 2400 rpm. Bahan yang disentrifugasi
lalu dipindahkan ke dalam corong pisah dan dikeringkan lapisan pelarut melalui
corong dengan kertas saring dari 10 g Na2SO4 yang keduanya telah dicuci
sebelumnya ke dalam labu bersih yang telah ditimbang. Selanjutnya lapisan air
dan emulsi sisa digabungkan ke dalam corong pisah. Dilakukan ekstraksi 2 kali
lagi dengan pelarut 30 ml tiap kalinya, sebelumnya dicuci dahulu wadah sampel
dengan tiap bagian pelarut.
Ekstrak yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu destilasi,
termasuk cucian terakhir dari saringan dan Na2SO4 anhidrat dengan tambahan 10
ml dampai dengan 20 ml pelarut. Pelarut didestilasi dalam penangas air pada suhu
85oC. Saat terlihat kondensasi pelarut berhenti, labu dipindahkan dari penangas
air. Lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit yang dipastikan bahwa
labu kering dan ditimbang sampai diperoleh berat tetap.
Jumlah minyak dan lemak dalam sampel dapat diketahui dengan
menggunakan perhitungan sesuai dengan SNI 6989. 10 – 2004).
Kadar minyak dan lemak (mg/l) = (𝑨−𝑩 )×𝟏𝟎𝟎𝟎
𝒎𝒍 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒖𝒋𝒊
Keterangan :
A = berat labu dan ekstrak (mg)
B = berat labu kosong (mg)
3.4.9 Pengukuran pH Air Limbah
Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi
menggunakan akuades kemudian dimasukan ke dalam sampel yang akan diukur.
27
Selanjutnya ditunggu hingga angka pada pH meter stabil lalu didapatkan pH
sampel.
3.4.10 Analisis Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS) Lumpur Aktif
Metode yang dilakukan untuk pengukuran MLSS adalah metode filtrasi.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara menyaring lumpur yang berasal dari tangki
aerasi sebanyak 200 ml menggunakan kertas saring yang sebelumnya telah
diketahui berat keringnya (berat awal). Selanjutnya kertas saring yang telah berisi
lumpur di oven dengan suhu 105oC selama 30 menit. Kertas saring dimasukan ke
dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang berat keringnya (berat akhir).
Penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali.
3.4.11 Analisis Data
Parameter COD, minyak dan lemak, pH serta MLSS dianalisis secara
deskriptif dan dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup (PERMENLH) Nomor 5 Tahun 2014.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan Pertama
4.1.1 Chemical Oxygen Demand (COD)
Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa
organik di dalam air limbah, termasuk hidrokarbon. Apabila kadar COD tinggi,
maka kandungan hidrokarbon di dalam air limbah juga tinggi (Wardhana, 2001).
Hasil analisis COD pada hasil pengoperasian dapat dilihat dalam gambar 4.
Gambar 4. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada percobaan
pertama
Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan
LSP = Limbah setelah pengolahan
Pada waktu tinggal 24 jam penurunan COD lebih rendah dibandingkan
waktu tinggal lainnya yaitu sebesar 23% dari 368 mg/l menjadi 285 mg/l. Hal ini
dapat disebabkan karena pada waktu tinggal 24 jam dilakukan pertama kali dalam
368
285
153
197
0
50
100
150
200
250
300
350
400
LTP LSP 24 Jam LSP 16 Jam LSP 24 Jam
CO
D (
mg/l
)
Waktu Tinggal
29
proses pengoperasian sehingga diduga konsorsium mikroorganisme hasil seeding
atau aklimatisasi belum siap, baik dari segi jumlah maupun jenisnya untuk
dilakukan proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas. Said (2002)
menyatakan bahwa jika limbah menginap lebih lama maka proses pengolahan
lebih baik. Artinya, penurunan COD lebih baik seharusnya pada waktu tinggal
yang lebih lama. Keadaan tersebut menyebabkan biodegradasi hidrokarbon tidak
berlangsung secara sempurna sehingga hasil tersebut belum mencapai baku mutu.
Pada waktu tinggal 16 jam kadar COD mengalami penurunan sebesar 58
% dari 368 mg/l menjadi 153 mg/l karena mikroorganisme telah berkembang biak
dengan baik sehingga mampu mengolah air limbah tercemar minyak pelumas.
Pada waktu tinggal 8 jam, mikroorganisme memerlukan waktu lebih lama dalam
proses pengolahan sehingga dalam waktu tersebut proses pengolahan air limbah
tercemar minyak pelumas belum dapat berlangsung secara sempurna yang terlihat
pada penurunan kadar COD yakni sebesar 46 % dari 368 mg/l menjadi 197 mg/l.
Pada waktu tinggal 8 jam dan 16 jam belum memenuhi standar baku mutu
PERMENLH nomor 5 tahun 2014 yakni >100 mg/l.
Penurunan COD pada masing-masing waktu tinggal membuktikan bahwa
konsorsium mikroorganisme yang terdapat didalam lumpur aktif telah mampu
mendegradasi hidrokarbon yang terkandung didalam air limbah. Menurut Nkweng
(2008), mikroorganisme ini memenuhi akan sumber karbon dan energinya dengan
cara menguraikan senyawa hidrokarbon di dalam air tercemar minyak pelumas.
30
4.1.2 Minyak dan lemak
Minyak dan lemak menunjukan jumlah hidrokarbon yang terdapat di
dalam air limbah tercemar minyak pelumas. Berdasarkan hasil analisis, maka
didapatkan hasil seperti yang ditunjukan dalam gambar 5.
Gambar 5. Kadar minyak dan lemak pada air limbah tercemar minyak pelumas
Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan
LSP = Limbah setelah pengolahan
Berdasarkan analisis minyak dan lemak, terlihat bahwa pada waktu tinggal
awal, 8 jam, 16 jam dan 24 jam memiliki perbedaan pada masing-masing waktu
tinggal (Gambar 5). Pada hasil tersebut terlihat penurunan kadar minyak dan
lemak pada masing-masing perlakuan. Pada waktu tinggal 24 jam persentase
penurunan kadar minyak dan lemak lebih rendah yakni sebesar 54 % dari 5 mg/l
menjadi 2,31 mg/l sedangkan pada waktu tinggal 8 jam terjadi penurunan sebesar
66 % dari 5 mg/l menjadi 1,7 mg/l dan waktu tinggal 16 jam terjadi penurunan
5
2,31
1,331,7
0
1
2
3
4
5
6
LTP LSP 24 Jam LSP 16 Jam LSP 8 Jam
Kad
ar M
inyak
dan
Lem
ak (
mg/l
)
Waktu Tinggal
31
sebesar 73 % dari 5 mg/l menjadi 1,33 mg/l. Pada proses pengoperasian, waktu
tinggal 24 jam dilakukan pertama kali sehingga diduga konsorsium
mikroorganisme belum siap, baik dari segi jumlah maupun jenismya untuk
melakukan proses pengolahan maka diperlukan proses seeding atau aklimatisasi
yang lebih lama lagi. Pada analisis minyak dan lemak masing-masing waktu
tinggal telah memenuhi baku mutu PERMENLH nomor 5 tahun 2014 yakni <10
mg/l.
Terlihat bahwa hasil analisis kadar minyak dan lemak pada waktu tinggal
8 jam, 16 jam dan 24 jam (Gambar 5) proporsional dengan hasil analisis COD
pada waktu tinggal yang sama (Gambar 4). Kadar COD menjadi salah satu
parameter kualitas air untuk mengetahui kandungan senyawa organik, termasuk
hidrokarbon. Berdasarkan hasil ini, didapatkan bahwa kadar COD
merepresentasikan jumlah hidrokarbon di dalam air limbah sehingga pada
percobaan kedua parameter yang diukur hanya COD.
4.1.3 Nilai pH pada air limbah
Keadaan awal sebelum proses pengolahan nilai pH berada pada kisaran
5,33-5,37 (Gambar 6). Setelah mengalami proses pengolahan dengan variasi
waktu tinggal 8 jam, 16 jam dan 24 jam, pH mengalami kenaikan pada kisaran
6,73-7,24 yang merupakan pH optimum. Pertumbuhan mikroorganisme dalam
proses biodegradasi berada pada kisaran pH optimum 6-8 yang menunjukan
bahwa mikroorganisme beraktivitas pada kisaran pH tersebut (Yani & Eka, 2011).
32
Gambar 6. Nilai pH pada air limbah tercemar minyak pelumas
Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan
LSP = Limbah setelah pengolahan
Hasil analisis pH menunjukan bahwa umumnya dalam periode waktu
awal, ½ jam, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam dan akhir pengoperasian pH mengalami
kenaikan. Hal ini diduga karena mikroorganisme telah beraktivitas dengan baik
pada lingkungan tercemar minyak pelumas. Semakin lama waktu tinggal air
limbah di dalam tangki aerasi, maka akan meningkatkan nilai pH. Hal ini sesuai
dengan penelitian Wicaksono (2016) yang menyatakan bahwa semakin lamanya
waktu tinggal dalam pengolahan air limbah maka akan terjadi peningkatan pH.
Mikroorganisme memanfaatkan minyak sebagai sumber karbon dan sumber
energi yang digunakan untuk proses pertumbuhannya (Okerentugba & Ezeronye,
2003). Proses pertumbuhan mikroorganisme ini akan terganggu apabila pH dalam
suatu medium atau lingkungan tidak optimal. Pada waktu tinggal 8 jam, pH
optimum tercapai pada waktu 1 jam. Waktu tinggal 16 jam dan 24 jam, pH
optimum tercapai pada waktu 2 jam (Gambar 6). Pada waktu tinggal 16 jam
5,335,72
5,986,21
6,45 6,54 6,73
5,35
5,67 5,9 6,38 7,24
5,37
6,436,74 6,75 6,93 7,02 7,04
0
1
2
3
4
5
6
7
8
LTP LSP 1/2 Jam LSP 1 Jam LSP 2 Jam LSP 4 Jam LSP 8 Jam LSP
pH
Waktu Tinggal
24 Jam 16 Jam 8 Jam
33
pengukuran pH tidak dilakukan pada jam ke 4 dan ke 8, hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu pengukuran sehingga pengukuran pH dilakukan pada akhir
pengoperasian.
Nilai pH setelah pengolahan berada pada pH 6,73-7,24 (Gambar 6), pH
tersebut secara efektif dapat mendegradasi hidrokarbon dalam pengolahan air
limbah tercemar minyak pelumas. Hal ini sesuai dengan baku mutu PERMENLH
Nomor 5 Tahun 2014 bahwa standar pH di dalam air limbah adalah 6-9. Hasil
tersebut menghasilkan dugaan sementara yaitu mikroorganisme belum siap untuk
melakukan proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas, baik dalam
segi jumlah atau jenisnya sehingga diperlukan waktu seeding atau aklimatisasi
yang lebih lama.
4.2 Hasil Percobaan Kedua
4.2.1 Chemical Oxygen Demand (COD)
Berdasarkan hasil percobaan kedua, Terlihat bahwa terjadi penurunan
kadar COD pada masing-masing waktu tinggal (Gambar 7). Hal ini menunjukan
bahwa semakin lama waktu tinggal air limbah di dalam tangki aerasi maka
reduksi COD akan semakin tinggi. Keadaan ini sesuai dengan penjelasan
sebelumnya yang menjelaskan bahwa lebih lama air limbah berada di dalam
tangki aerasi maka pengolahan akan lebih baik (Said, 2002).
34
Gambar 7. Kadar COD air limbah tercemar minyak pelumas pada percobaan
Kedua
Keterangan : LTP = Limbah tanpa pengolahan
LSP = Limbah setelah pengolahan
Waktu tinggal 24 jam efektif untuk biodegradasi hidrokarbon dalam
pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas (Gambar 7). Penurunan kadar
COD menurun yakni sebesar 77 % dari 368 mg/l menjadi 85 mg/l.
Mikroorganisme didalam lumpur aktif telah mampu berasosiasi dengan baik
untuk mendegradasi hidrokarbon didalam air limbah. Nugroho (2006)
menjelaskan bahwa mikroorganisme yang saling berasosiasi akan lebih mudah
mendegradasi hidrokarbon dibandingkan apabila dilakukan oleh masing-masing
mikroorganisme. Mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
mendegradasi hidrokarbon memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber energi dan
sumber karbon untuk proses pertumbuhannya (Okerentugba & Ezeronye, 2003).
Kemampuan mikroorganisme dalam memecahkan rantai hidrokarbon diawali
dengan pelarutan hidrokarbon dalam fase cair oleh surfaktan yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tersebut (Zam, 2010). Menurut Kasmidjo (1991) pada umumnya
368
85
260
0
50
100
150
200
250
300
350
400
LTP LSP 24 jam LSP 8 Jam
CO
D (
mg/l
)
Waktu Tinggal
35
terdapat spesies bakteri dari genus Bacillus, Enterobacter, Pseudomonas, Zooglea
dan Nitrobacter pada tanah tercemar minyak pelumas.
Waktu tinggal 8 jam mengalami penurunan kadar COD yakni sebesar 29
% dari 368 mg/l menjadi 260 mg/l. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme
pendegradasi memerlukan waktu lebih lama dalam proses pengolahan air limbah
untuk mengurai hidrokarbon yang terkandung di dalam air limbah. Dalam hasil
ini, waktu tinggal 24 jam efektif untuk menurunkan kadar COD sehingga
memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan PERMENLH Nomor 5 Tahun 2014
yaitu <100 mg/l. Kadar COD yang menurun menunjukan terjadinya proses
reduksi bahan organik yang khususnya minyak pelumas sebagai indikator bahwa
hidrokarbon di dalam air limbah telah terdegradasi secara sempurna pada waktu
tinggal 24 jam.
Penelitian lain yang menggunakan SBR memerlukan waktu tinggal 10 jam
untuk menurunan COD pada air limbah rumah sakit sebesar 81%. Berbeda dengan
pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas memerlukan waktu tinggal 24
jam untuk menurunkan COD sebesar 77%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
kandungan didalam air limbah. Menurut Nugroho (2006) menjelaskan bahwa
minyak pelumas tergolong bahan organik yang tetap dan tidak mudah diuraikan
oleh mikroorganisme. Air limbah tercemar minyak pelumas mengandung
senyawa hidrokarbon. Baldan et al. (2015), meskipun hidrokarbon adalah zat
organik yang hanya terdiri dari karbon dan hidrogen, namun hidrokarbon
termasuk senyawa dengan jenis-jenis yang berbeda berdasarkan perbedaan jumlah
rantai karbon penyusunnya sehingga mempunyai sifat kimia dan fisika yang
berbeda-beda pula sehingga lebih sulit untuk didegradasi.
36
4.2.2 Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS)
Percobaan kedua dilakukan pengukuran MLSS yang menggambarkan
kecukupan mikroorganisme dalam pengolahan air limbah secara biologis untuk
melakukan biodegradasi hidrokarbon. Nilai MLSS yang didapat menunjukkan
terjadinya peningkatan dari waktu tinggal awal pengoperasian (lumpur aktif tanpa
pengolahan) hingga waktu tinggal 24 jam (Gambar 8). Nilai MLSS tertinggi
terjadi pada waktu tinggal 24 jam. Hal ini diduga karena mikroorganisme telah
mampu memanfaatkan minyak yang terdapat di dalam air limbah untuk diubah
menjadi energi metabolisme nya sehingga mikroorganisme dapat memperbanyak
jumlahnya. Menurut Sudaryati et al., (2004) waktu tinggal yang lebih lama dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam lumpur aktif untuk
melakukan biodegradasi. Nilai MLSS yang lebih rendah pada waktu tinggal 8
jam, diduga karena mikroorganisme memerlukan waktu lebih lama untuk
beradaptasi dalam lingkungan tercemar minyak dan memanfaatkan minyak
tersebut sebagai sumber energi untuk proses metabolisme tubuhnya.
Gambar 8. Nilai MLSS lumpur aktif
Keterangan : LATP = Lumpur aktif tanpa pengolahan
LASP = Lumpur aktif setelah pengolahan
2,337
3,942
2,63
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
LATP LASP 24 Jam LASP 8 Jam
ML
SS
(m
g/l
)
Waktu Tinggal
37
Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8, nilai MLSS sebanding dengan
kadar COD. Pada awal sebelum pengoperasian, nilai MLSS sebesar 2,337 mg/l
mampu menurunkan kadar COD hingga 368 mg/l, waktu tinggal 8 jam dengan
nilai MLSS mampu menurunkan kadar COD hingga 260 mg/l dan pada waktu
tinggal 24 jam dengan nilai MLSS 3,942 mg/l mampu menurunkan kadar COD
hingga 85 mg/l. Gambar tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi nilai
MLSS maka penurunan kadar COD akan semakin besar. Penurunan kadar COD
tertinggi terjadi pada waktu tinggal 24 jam yaitu sebesar 77 % dengan nilai MLSS
tertinggi pada waktu tinggal 24 jam.
Menurut Said (2002), MLSS adalah total dari padatan tersuspensi yang
berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya mikroorganisme.
Pada prinsip SBR, lumpur aktif yang berisi mikroorganisme akan terjadi
regenerasi sehingga siap baik dari segi jumlah maupun jenisnya untuk melakukan
pengoperasian berikutnya. Pengendapan atau settle yaitu tahap mengendapkan
lumpur biomassa dari cairan yang diolah, pengendapan ini bertujuan untuk
memisahkan mikroorganisme yang akan digunakan untuk pengolahan berikutnya
(Syafila et al., 2000). Badjoeri & Suryono (2002) menjelaskan bahwa laju
pertumbuhan akan sebanding dengan laju perombakan mikroorganisme.
Hal ini menunjukan bahwa pada waktu tinggal 24 jam dengan nilai MLSS
yang tinggi akan lebih efektif dalam mendegradasi hidrokarbon pada proses
pengolahan air limbah tercemar minyak. Banyaknya jumlah MLSS akan
meningkatkan reduksi COD di dalam air limbah. Hal ini karena di dalam MLSS
mengandung konsorsium mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
mendegradasi hidrokarbon dengan memanfaatkan minyak sebagai sumber energi
38
dan sumber karbon untuk proses pertumbuhannya (Okerentugba & Ezeronye,
2003). Secara umum, semakin lama waktu tinggal air limbah di dalam tangki
aerasi maka proses pengolahan akan semakin baik.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan metode SBR dalam lumpur aktif mampu
mempercepat proses pengolahan air limbah tercemar minyak pelumas, dimana
terjadi biodegradasi hidrokarbon yang terlihat dari penurunan CODnya
sebesar 77% dengan waktu tinggal efektif 24 jam sehingga memenuhi baku
mutu PERMENLH nomor 5 tahun 2014.
5.2 Saran
1. Perlu adanya identifiikasi terhadap mikroorganisme yang mampu
mendegradasi hidrokarbon yang berasal dari tanah tercemar minyak
2. Perlu adanya uji lanjutan menggunakan GCMS untuk mengetahui rantai
hidrokarbon yang telah terputus akibat biodegradasi hidrokarbon
39
DAFTAR PUSTAKA
Akrom, D. 2009. Lub oil, minyak pelumas. Surabaya : Power plant.
Alaerts, G. (1987). Metoda penelitian air. Surabaya : Usaha Nasional.
Ali, M. (2012). Tinjauan proses bioremediasi melalui pengujian tanah tercemar
minyak. Surabaya : UPN Press.
Bdjoeri, M. & Suryono, T. 2002. Pengaruh peningkatan limbah cair organik
karbon terhadap suksesi bakteri pembentuk bioflok dan kinerja lumpur aktif
beraliran kontinu. Jurnal Limnotek, 9 (1), 13-22
Baldan. (2015). Development, assesment, and evaluation of a biopile for
hydrocarbons soil remediation. International Biodeterioration and
Biodegradation, 98, 66-72.
Bettelheim. (2005). Pengantar kimia organik dan hayati. Bandung : ITB
Budiyono, Setiadi D. & Wenten G. (2003). Aktifitas mikroba lumpur aktif
konsentrasi tinggi pada sistem lumpur aktif - membran. Reaktor, 7, 10-15
Charlena, Yani M. & Eka N.W. (2011). Pemanfaatan konsorsium mikroba dari
kotoran sapi dan kuda pada proses biodegradasi Limbah Minyak Berat (
LMB ). Prosiding Seminar Nasional Sains IV. Bogor.
Das, N. & Chandran, P. (2011). Microbial degradation of petroleum hydrocarbon
contaminants : An Overview. India : VIT University.
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air. Yogyakarta : Kanisius
Eweis, E., Chans, & Schoeder. (1998). Bioremediation principle. Boston : Mc.
Graw-hill.
Fadli, A. (2010). Pengolahan air terproduksi menggunakan Sequencing Batch
Reactors (SBR). Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Fahrudin. (2010). Bioteknologi lingkungan. Bandung : Alfabet
Gofar, N. (2012). Aplikasi isolat bakteri hidrokarbonolastik asal rizosfer
mangrove pada tanah tercemar minyak bumi. Jurnal Lahan Suboptimal, 1
(2), 123-129
Hagwell, I., Delfino, L. & Rao, J. 1992. Partitioning of polycyclic aromatic
hydrocarbons from oil into water. Environmental Science Technology, 26,
2104-2110
Haque, E. A. (2017). Pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem lumpur
aktif model SBR skala laboratorium. Undergraduate thesis, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
40
Irvine, R. L., & Davis, W. B. (1971). Use of sequencing batch reactor for
wastewater treatment, CPC International, Corpus Christi, TX. Presented at
the 26 Annual Industrial Waste Conference, Purdue University, West
Lafayette, IN.
Juni, M., & Wenti, S. (2010). Biodegradasi oil sludge dengan variasi lama waktu
inkubasi dan jenis konsorsium bakteri yang diisolasi dari lumpur Pantai
Kenjeran. Skripsi. Surabaya : Universitas Airlangga.
Kirk, J. L. (2004). Methods of studying soil microbial diversity. Journal of
Microbiological Methods, 58 (2), 169-188.
Lee, J., Young, W. & Lee, C. (2001). Comparison of the filtration characteristics
between attached and suspended growth microorganisms in submerged
membrane bioreactor. Seoul : Seoul National University
Metcalf & Eddy. (1991). Wastewater engineering: treatment, disposal and reuse.
New York : McGraw-Hill.
Nugroho, A. (2006). Biodegradasi sludge minyak bumi dalam skala
mikrokosmos : simulasi sederhana sebagai kajian awal bioremediasi land
treatment. Makara Teknologi, 10(2), 82–89.
Ningtyas, R. (2015). Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif. Bandung
: Institut Teknologi Bandung.
Nkwelang G., Kamga H., Nkeng G. & Antai S.P. 2008. Studies on the diversity,
abundance and succession of hydrocarbon utilizing micro organisms in
tropical soil polluted with oily sludge. African Journal of Biotechnology, 7
(8), 1075 - 1080
Okerentugba, P. & Ezeronye, O. (2003). Petroleum degrading potentials of single
and mixed microbial cultures isolated from rivers and refinery effluent in
Nigeria. African Journal of Biotechnology, 2(9), 288–292.
Olajire, A. & Essien, J. (2014). Aerobic degradation of petroleum components by
microbial consortia. Research Article Petroleum and Environmental
Biotecnology.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014. Baku Mutu
Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Domestik
Prayitno, J., Mulyasari A. & Lisyastuti E. (2012). Pengaruh konsorsium dan dosis
mikroba dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon di tanah tercemar
minyak bojonegoro. Jurnal Teknologi Lingkungan, 11-20.
Purwinta, L. D. & Soewondo, P. (2010). Penyisihan senyawa organik biowaste
fraksi cair menggunakan sequencing batch reactor anaerob. Jurnal Teknik
Lingkungan, 16 (2), 138-149
Sa'adah, N. & Winarti, P. (2001). Pengolahan limbah cair domestik menggunakan
lumpur aktif proses anaerob. Majalah Reaktor, 10-14
41
Said, N. I. (2002). Bagian 1 - C Teknologi pengolahan limbah cair dengan proses
biologis. Serpong : Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Said, N. I. (2010). Pengolahan air limbah domestik dengan proses lumpur aktif.
Jurnal Teknologi Lingkungan, 3(2), 160–174.
Sayuti , I. & Suratni. (2015). Isolasi dan identifikasi bakteri hidrokarbonoklastik
dari Limbah cair minyak bumi gs cevron pasifik indonesia di Desa benar
kecamatan rimba melintang rokan hilir. Pontianak : Universitas Tanjungpura
Siregar, S. (2005). Instalasi pengolahan air limbah. Yogyakarta : Kanisius.
Soeparman. (2001). Dasar-dasar pengolahan limbah. Jakarta : UI Press
Standar Nasional Indonesia. Air dan air limbah – Bagian 15: Cara uji kebutuhan
oksigen kimiawi (KOK) refluks terbuka dengan refluks terbuka secara
titrimetri. 06-6989.2-2009. Badan Standarisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia. Air dan air limbah – Bagian 10: Cara uji minyak
nabati dan minyak mineral secara gravimetri. 06-6989.10-2004. Badan
Standarisasi Nasional
Sudaryati, N., Kasa, I. & Suyasa, I. W. (2004). Pemanfaatan sedimen perairan
tercemar sebagai bahan lumpur aktif dalam pengolahan limbah cair industri
tahu. Ecothropic, 3(1), 21 - 29.
Suriani, S. (2013). Pengaruh suhu dan pH terhadap laju pertumbuhan lima isolat
bakteri anggota genus pseudomonas yang diisolasi dari ekosistem sungai
tercemar deterjen di sekitar Kampus Universitas Brawijaya. J-PAL, 3(2),
58–62.
Surtikanti, H. & Surakusumah, W. 2004. Studi pendahuluan tentang peranan
tanaman dalam proses bioremediasi oli bekas dalam tanah tercemar. Ekologi
dan Biodiversitas Tropika, 2(1), 11-14
Suryanto, D. (2003). Biodegradasi aerobik senyawa hidrokarbon aromatik
monosiklik oleh bakteri. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Syafila, M., Setiadi T., Aditiawati P. & Oktiawan W. (2010). Biodegradasi
glukosa konsentrasi tinggi dalam sequencing batch reactors pada tahap
asidogenesa. Jurnal Purifikasi , 1(5).
Tchobanoglous, et al. 2003. Wastewater engineering (treatment disposal reuse).
Metcalf & Eddy, Inc. (4th ed.). USA : McGraw-Hill Book Company.
Udiharto, M. 2000. Bioremediasi minyak bumi. Prosiding Pelatihan dan
Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengolahan Lingkungan. Cibinong
Van Gestel, K., Mergaert J., Swings J., Coosemans J. & Ryckeboer J. (2003).
Bioremediation of diesel oil-contaminated soil by composting with biowaste.
Environmental Pollution, 125(2), 361-368.
42
Wardhana, W. A. (2001). Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta : Andi
Yogyakarta.
Wicaksono, P. 2016. Start up dan pengoperasian Sequencing Batch Reactor
(SBR) untuk pengolahan air limbah organik. Malang : Universitas Brawijaya
Winda & Suharto. (2015). Pengolahan air limbah tempe dengan metode
sequencing batch reactor skala laboratorium dan industri kecil tempe.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta
Zam, S. I. (2011). Bioremediasi tanah yang tercemar limbah pengilangan minyak
bumi secara in vitro pada konsentrasi pH berbeda ( in vitro bioremediation of
dirtied soil by oil refinery waste in different pH concentration). Jurnal
Agroteknologi.
Zam, S. I. (2010). Optimasi konsentrasi inokulum , rasio C : N : P dan pH pada
proses bioremediasi limbah pengilangan minyak bumi menggunakan kultur
campuran. El-Hayah , 1(2).
Zhu X., Venosa A., Suidan M. & Lee K. (2001). Guidelines for the
bioremediation of marine shorelines and freshwater wetlands. Cincinnati :
U.S. Environmental Protection Agency.
Lampiran 1. Kecepatan penurunan lumpur aktif terjadi pada detik ke 30 hingga
detik ke 240
0" 30" 60"
90" 120" 150"
180" 210" 240"
Lampiran 2. Rata-rata persentase penurunan COD, minyak dan lemak pada
percobaan pertama serta persentase penurunan COD pada
percobaan kedua
Waktu tinggal
Rata-rata persentase penurunan (%)
Penurunan COD
percobaan pertama
Penurunan minyak
dan lemak
Penurunan COD
percobaan kedua
8 jam 46 66 29
16 jam 58 73 -
24 jam 23 54 77
Lampiran 3. Perhitungan penambahan minyak pelumas, Urea, NPK dan gula
Berat cawan = 4,8774 g
Berat total = 19,4478 g
Minyak pelumas = berat total – berat cawan
= 19,4478 g – 4,8774 g
= 14,5704 g
Minyak (2x) = 2 x 14,5704 g
= 29 g
Minyak (Hidrokarbon) = CH4 (C = 12 ; H = 1) = 12 + 4 = 16
C Minyak pelumas = 𝐶
𝐶𝐻4 × 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (2𝑥)
= 12
16 × 29 𝑔
= 21,75 g
C : N : P = 100 : 5 : 1
= 21,75 g : x : y
N = 21,75 𝑔 𝑥 5
100 = 1,0875 𝑔
P = 1,0875 𝑔
5 = 0,2175 𝑔
N : P : K = 16% : 16% : 16%
= 0,2175% : 0,2175% : 0,2175%
NPK = 100 𝑥 0,2175 𝑔
16 = 1,3593 𝑔 = 1,4 𝑔
N total = 𝑁 𝑀𝑜𝑙 + 𝑁 𝑁𝑃𝐾
N Mol = 𝑁 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑁 𝑁𝑃𝐾
= 1,0875 𝑔 − 0,2175 𝑔 = 0,87 𝑔
Urea = 46% = 100 𝑥 0,87 𝑔
46= 1,8913 𝑔 = 1,9 𝑔
Urea = gula = 1,9 g
top related