berfikir kritis
Post on 23-Oct-2015
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Berfikir Kritis
Berfikir kritis atau critical thinking menurut Cotton (1991) juga dikenal dengan tihnking skills, berfikir kreatif, berfikir tingkat tinggi (high-order thinking). Dalam berfikir kritis terdapat dua dimensi penting, yaitu kerangka berfikir dan pekerjaan mental yang spesifik.
Michael Seriven dan Richard Paul, seperti yang dikutip oleh Jenicekc (2006) mengatakan bahwa berfikir kritis adalah sebuah proses intelektual dengan melakukan pembuatan konsep, penerapan, melakukan sintesis dan atau mengevaluasi informasi yang diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi, pemikiran, atau komunikasi sebagai dasar untuk meyakini dan melakukan suatu tindakan. Digambarkan bahwa berfikir kritis tidak cukup hanya logis, tetapi terdiri atas proses yang lebih luas dalam bidang kedokteran, antara lain melibatkan persepsi, bahasa, emosi, pertimbangan biostatistik dan epidemiologis, bukti ilmiah terbaik, pengetahuan klinis dan kesehatan masyarakat, sikap, dan ketrampilan. Pendapat ini senada dengan yang disampaikan oleh Abraham (2004) yang menerapkan strategi membangun critical thinking mahasiswa melalui pembelajaran fisiologi.
Schafersman (1991) mengatakan berfikir kritis adalah berfikir berdasarkan pengetahuan yang sesuai dan dapat dipercaya, atau cara berfikir yang beralasan, dapat digambarkan, bertanggung jawab dan mahir. Dalam pengertian ini seorang dikatakan berfikir kritis bila menanyakan suatu hal dan mencari informasi dengan tepat. Kemudian informasi tersebut digunakan untuk menyelesaikan masalah dan mengelolanya secara logis, efisien, dan kreatif, sehingga dapat membuat kesimpulan yang dapat diterima akal. Selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan tepat berdasarkan analisis informasi dan pengetahuan yang dimilikinya.
Fisher (2001) mengutip pendapat John Dewey, menjelaskan bahwa critical thinking adalah pertimbangan aktif dan tepat serta berhati-hati atas keyakinan dan keilmuan untuk mendukung kesimpulan. Pendapat lain yang dikutip oleh Fisher adalah menurut Ennis, critical thinking adalah kegiatan berifkir yang beralasan dan reflektif yang menitikberatkan pada apa yang dipercaya dan apa yang akan dikerjakan. Kedua pendapat ini tampaknya menempatkan critical thinking pada satu proses berfikir yang dilakukan secara hati-hati dengan alasan yang dapat diterima dengan akal.
Ciri-ciri Pemikir Kritis
Seseorang yang berfikiran kritis memiliki karakter khusus yang dapat diidentifikasi dengan melihat bagaimana seseorang tersebut
dalam menyikapi sebuah masalah, informasi atau argumen. Nickerson (1987) berpendapat bahwa otoritas pada berfikir kritis, menandai seorang pemikir kritis dalam pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kebiasaan dalam bertindak. Seorang pemikir kritis memiliki karakteristik berikut
Menggunakan bukti ilmiah dengan baik dan berimbang Mengelola pikiran dan menyampaikannya secara konsiten dan
jelas Membedakan sesuatu secara logis dan inferens Menangguhkan keputusan bila terdapat kurang bukti yang
mendukung Mengerti perbedaan antara memberi alasan dan mencari
alasan Berusaha mengantisipasi kemungkinan konsekuensi alternatif
pilihan Memahami pendapat berdasarkan derajat kepercayaan Mencari kemiripan dan analogi pada keadaan yang tidak jelas Mampu belajar secara mandiri dan tidak mudah putus asa
dalam mengerjakan sesuatu Menerapkan teknik problem-solving Dapat menyampaikan struktur informal dengan jalan pikiran
formal Dapat memberi argumen secara lisan bila terdapat
ketidaksesuaian Membiasakan meragukan pendapat sendiri dan berusaha
memahaminya Peka terhadap perbedaan antara kebenaran dan intensitas Menyadari bahwa kemampuan memahami sesuatu adalah
terbatas Mengakui kemungkinan pendapatnya sendiri keliru
Seorang yang berfikiran kritis menurut Carrol (2004) memiliki karakteristik berikut adalah seseorang yang
Berfikiran terbuka Skeptis Rendah hati Berpikiran bebas Memiliki motivasi tinggi
Sedangkan menurut Ferret (1996) seseorang dapat menjadi pemikir kritis bila memiliki karakteristik berikut:
Menanyakan sesuatu yang berhubungan
Menilai pernyataan dan argumen Dapat memperbaiki kekeliruan pemahaman atau informasi Memiliki rasa ingin tahu Tertarik untuk mencari solusi baru Dapat menjelaskan sebuah kriteria untuk menganalisis
pendapat Ingin menguji kepercayaan, asumsi, dan pendapat dan
membandingkannya dengan bukti yang ada Mendengarkan orang lain dengan baik dan dapat memberikan
umpan balik Mengetahui bahwa berfikir kritis adalah proses sepanjang
hayat dari instrospeksi diri Mengambil keputusan setelah seluruh fakta dikumpulkan dan
dipertimbangkan Mencari bukti ilmiah untuk mendukung asumsi dan keyakinan Dapat memperbaiki pendapatnya bila menemukan fakta baru Mencari bukti Menguji masalah secara terbuka Dapat menolak informasi bila tidak benar atau tidak relevan
Langkah-langkah dalam Berfikir Kritis
Facione (2004) mengemukakan 6 langkah dalam berfikir efektif dan problem-solving, yaitu
1. Identifikasi masalah 2. Menetapkan/mendefinisikan keadaan/konteks 3. Mengusulkan beberapa alternatif pilihan 4. Menganalisis pilihan untuk mendapatkan yang terbaik 5. Membuat daftar alasan secara jelas 6. Melakukan koreksi diri
menurut Ferret (1996) seseorang dapat menjadi pemikir kritis bila memiliki karakteristik berikut:
Menanyakan sesuatu yang berhubungan Menilai pernyataan dan argumen Dapat memperbaiki kekeliruan pemahaman atau informasi Memiliki rasa ingin tahu Tertarik untuk mencari solusi baru Dapat menjelaskan sebuah kriteria untuk menganalisis
pendapat Ingin menguji kepercayaan, asumsi, dan pendapat dan
membandingkannya dengan bukti yang ada
Mendengarkan orang lain dengan baik dan dapat memberikan umpan balik
Mengetahui bahwa berfikir kritis adalah proses sepanjang hayat dari instrospeksi diri
Mengambil keputusan setelah seluruh fakta dikumpulkan dan dipertimbangkan
Mencari bukti ilmiah untuk mendukung asumsi dan keyakinan Dapat memperbaiki pendapatnya bila menemukan fakta baru Mencari bukti Menguji masalah secara terbuka
Dapat menolak informasi bila tidak benar atau tidak relevan Berfikir kritis dalam Clinical Reasoning
Dalam menjalankan tugas profesional di bidang kedokteran, seorang dokter dituntut untuk dapat mengambil keputusan klinis yang terbaik. Keputusan tesebut harus dilakukan dengan clinical reasoning yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketika keputusan dibuat, dokter memerlukan suatu pemahaman dari “building block” dari pemikirannya dalam upaya memberikan penjelasan dan mencari perbedaan-perbedaan nilai maupun pendapat yang mungkin terjadi. Grove (2002) berpendapat bahwa clinical reasoning adalah proses kognitif yang terjadi pada saat berbagai informasi yang diterima oleh dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, diintegrasikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, kemudian digunakan untuk mengambil keputusan klinis dengan membuat diagnosis dan menatalaksana masalah pasien.
top related