batik sebagai salah satu budaya dan identitas indonesia di dunia internasional
Post on 03-Aug-2015
152 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KEWARGANEGARAAN
BATIK SEBAGAI SALAH SATU BUDAYA DAN IDENTITAS
INDONESIA DI DUNIA INTERNASIONAL
Disusun oleh:
Oki Wicaksono
Bimo Adi Pradono
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DAN TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
A. Pendahuluan
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu
pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk
mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai
wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut,
termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Batik Jawa tradisional, terutama dari Yogyakarta dan Surakarta memiliki arti penting
yang berakar pada konseptualisasi orang Jawa tentang alam semesta. Warna tradisional termasuk
nila, coklat tua, dan putih, yang mewakili tiga Dewa besar Hindu (Brahma, Wisnu, dan Siwa).
Hal ini terkait dengan fakta bahwa warna alami batik yang paling umum tersedia adalah nila dan
cokelat. Pola tertentu hanya bisa dikenakan oleh kaum bangsawan. Garis-garis yang lebih luas
atau garis bergelombang dengan lebar yang lebih besar menunjukkan peringkat yang lebih tinggi.
Sehingga selama upacara adat Jawa, orang bisa menentukan garis keturunan kerajaan seseorang
dari kain yang dipakai.
Daerah lain di Indonesia memiliki batik dengan pola unik mereka sendiri yang biasanya
mengambil tema dari kehidupan sehari-hari, seperti menggabungkan pola seperti bunga, alam,
binatang, cerita rakyat atau orang. Batik Pesisir berasal dari kota-kota pesisir utara Jawa. Batik
Pesisir memiliki warna yang bersemangat dan menyerap pengaruh dari Jawa, Arab, budaya Cina
dan Belanda. Pada masa kolonial, batik pesisir merupakan batik favorit orang Belanda, Cina, dan
Eropa.
B. Sejarah Batik Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah
salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal
semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi
malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa
Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika,
teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di
Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi
sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya
batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar
tahun 1920-an.
Gambar 1. Tekstil batik dari Niya (Cekungan Tarim), Tiongkok
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah
tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa teknik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India
atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A.
Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja,
Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang
dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di
Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa
sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca
dewi kebijaksanaan Buddha dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur
tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang
dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya
dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana
Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan
140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu
memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam
dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang
Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of
Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris
di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van
Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke
Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa
keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik
Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik
jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang
diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.
Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik
bersama mereka.
C. Budaya Batik di Indonesia Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi
dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya
Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa
lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik
sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu
pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan
sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan
masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa
pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang
memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak
"Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir
pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Gambar 2. R.A. Kartini dan rok batik
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang
kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat
menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya
dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (Jawa) yang sampai saat ini masih
ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada
waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik
memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh
kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang
asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh
Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil
minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti
bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda),
termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap
mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya
masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Dalam cara pembuatannya, batik awalnya dibuat di atas bahan dengan warna putih yang
terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain
seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan
lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif
berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis
dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-
warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau
gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam
bahan kimia untuk melarutkan lilin.
D. Proses “mbatik” Budaya batik berasal dari pemahaman kognitif yang tertuang ke dalam karya estetika
visual yang sedikit banyak memberi gambaran implisit tentang bagaimana orang Indonesia
memandang dirinya, alamnya, dan lingkungan sosialnya. Pola batik terdapat perspektif alternatif
yang ada di kalangan masyarakat dan peradaban Indonesia yang unik dan relatif terhadap cara
pandang modern yang umum.
Gambar 3. Proses “mbatik”
Batik dikenal erat kaitannya dengan kebudayaan etnis Jawa di Indonesia bahkan
semenjak zaman Raden Wijaya (1294-1309) pada masa kerajaan Majapahit. Selain di Jawa,
ternyata bahan sandang memiliki corak batik juga ada di luar pulau Jawa, misalnya di beberapa
tempat di Sumatera, seperti Jambi, bahkan beberapa tempat di Kalimantan dan Sulawesi. Motif
batik digunakan mulai dari hiasan, kain sarung, kopiah, kemeja, bahkan kerudung dan banyak
lagi. Namun hal yang sangat menarik dengan batik adalah bahwa batik merupakan konsep yang
tidak sederhana bahkan dari sisi etimologinya. Batik dapat merepresentasikan ornamentasi yang
unik dan rumit dalam corak dan warna dan bentuk-bentuk geometris yang ditampilkannya.
Namun yang terpenting adalah bahwa batik dapat pula merepresentasikan proses dari pembuatan
corak dan ornamentasi yang ditunjukkan di dalamnya.
Gambar 4. Wisata Batik di Jambi Tourism
Pola Batik bersifat fraktal. Fraktal adalah benda geometris yang kasar pada segala skala,
dan terlihat dapat "dibagi-bagi" dengan cara yang radikal. Beberapa fraktal bisa dipecah menjadi
beberapa bagian yang semuanya mirip dengan fraktal aslinya. Fraktal dikatakan memiliki detail
yang tak hingga dan dapat memiliki struktur serupa diri pada tingkat perbesaran yang berbeda.
Pada banyak kasus, sebuah fraktal bisa dihasilkan dengan cara mengulang suatu pola, biasanya
dalam proses rekursif atau iteratif.
Gambar 5. Contoh Pola Fraktal
Proses batik atau dalam verbia disebut pula sebagai “mbatik” (dalam bahasa Jawa),
merupakan hal yang tidak sesederhana menggambarkan sebuah lukisan. Berdasarkan publikasi
“Batik: The Impact of Time and Environment” oleh H. Santosa Doellah yang diterbitkan oleh
Danar Hadi, terdapat setidaknya tiga tahapan proses dalam ornamentasi batik, yakni:
1. “Klowongan“, yang merupakan proses penggambaran dan pembentukan elemen dasar
dari disain batik secara umum.
2. “Isen-isen“, yaitu proses pengisian bagian-bagian dari ornamen dari pola isen yang
ditentukan. Terdapat beberapa pola yang biasa digunakan secara tradisional seperti motif
cecek, sawut, cecek sawut, sisik melik, dan sebagainya.
3. Ornamentasi Harmoni, yaitu penempatan berbagai latar belakang dari desain secara
keseluruhan sehingga menunjukkan harmonisasi secara umum. Pola yang digunakan
biasanya adalah pola ukel, galar, gringsing, atau beberapa pengaturan yang menunjukkan
modifikasi tertentu dari pola isen, misalnya sekar sedhah, rembyang, sekar pacar, dan
sebagainya.
E. Filosofi Batik Dalam proses pembuatannya, seni batik terutama batik tulis melambangkan kesabaran
pembuatnya. Setiap hiasan dibuat dengan teliti dan melalui proses yang panjang. Kesempurnaan
motif tersebut menyiratkan ketenangan pembuatnya.
Corak batik tertentu dipercaya memiliki kekuatan gaib dan hanya boleh dikenakan oleh
kalangan tertentu. Misalnya, motif parang yang melambangkan kekuatan dan kekuasaan, hanya
boleh dikenakan oleh penguasa dan ksatria. Batik jenis ini harus dibuat dengan ketenangan dan
kesabaran yang tinggi. Kesalahan dalam proses pembatikan dipercaya akan menghilangkan
kekuatan gaib batik tersebut.
Selain proses pembuatan batik yang sarat dengan makna filosofis, corak batik merupakan
simbol-simbol penuh makna yang memperlihatkan cara berfikir masyarakat pembuatnya. Berikut
ini adalah beberapa motif batik beserta filosofinya:
1. Kawung
Gambar 6. Motif Kawung
Motif ini berbentuk teratai yang sedang merekah. Motif melambangkan kesucian
dan umur panjang.
2. Parang
Gambar 7. Motif Parang
Motif berbentuk mata parang, melambangan kekuasaan dan kekuatan. Hanya
boleh dikenakan oleh penguasa dan ksatria.
3. Sawat
Motif berbentuk sayap, hanya dikenakan oleh raja dan putra raja.
Gambar 8. Motif Sawat
Motif batik diciptakan tidak berdasarkan pertimbangan nilai estetis saja, tetapi juga
berdasarkan harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk banyak simbol, misalnya sebagai
berikut:
1. Ragam Hias Slobong
Gambar 9. Motif Ragam Hias Slobong
Memiliki arti lancar dan longgar. Motif ini digunakan untuk melayat dan
bermakna harapan agar arwah orang yang meninggal dunia dapat dengan lancar
menghadap kepada Tuhan dan diterima di sisi-Nya.
2. Ragam Hias Sida Mukti
Gambar 10. Motif Ragam Hias Sida Mukti
Berarti “jadi bahagia”. Motif ini dikenakan oleh pengantin pria maupun wanita,
dengan harapan keduanya akan memperoleh kebahagiaan selama hidupnya.
F. Jenis-Jenis Batik di Indonesia F.1. Batik Kraton Jawa
Batik Kraton Jawa adalah tradisi batik tertua yang dikenal di Jawa, juga dikenal sebagai
Batik Pedalaman yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Batik Pesisir. Jenis batik
memiliki nada warna hitam, coklat, dan kuning gelap (sogan), kadang-kadang dengan latar
belakang putih. Motif batik tradisional ini memiliki makna simbolis. Beberapa desain dibatasi
dengan beberapa detail motif seperti motif yang lebih besar hanya bisa dikenakan oleh
bangsawan, dan motif tertentu tidak cocok untuk wanita, atau untuk acara-acara tertentu
(misalnya pernikahan).
Daerah Kraton di dua kota di Jawa Tengah dikenal sebagai lokasi untuk melestarikan dan
mengembangkan tradisi batik, yaitu
Batik Surakarta (Solo). Batik Solo dijaga dan dipupuk di Susuhunan dan
Mangkunegaran. Area utama yang memproduksi batik Solo adalah kabupaten Laweyan
dan Kauman. Batik Solo biasanya memakai Sogan sebagai warna latar belakang. Pasar
Klewer yang terdapat di dekat Susuhunan menjadi pusat perdagangan ritel.
Batik Yogyakarta. Batik tradisional Yogya dijaga dan dipupuk oleh Kesultanan
Yogyakarta dan Pakualaman. Biasanya Batik Yogya memiliki warna putih sebagai latar
belakang. Pasar Beringharjo di dekat jalan Malioboro dikenal sebagai pusat perdagangan
batik di Yogyakarta.
Gambar 11. Batik Yogyakarta Gambar 12. Batik Solo
F.2. Batik Pesisir Batik Pesisir dibuat dan diproduksi oleh beberapa daerah di pantai utara Jawa dan
Madura. Sebagai konsekuensi dari perdagangan maritim, tradisi dan corak dari batik Pesisir
menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh asing dalam desain tekstil, pewarna, dan motif. Hal ini
tentu berbeda dengan batik pedalaman yang relatif independen dari pengaruh luar. Misalnya
batik Pesisir menggunakan warna yang hidup dan motif Cina seperti awan, phoenix, naga, Qilin,
teratai, peony, dan pola bunga. Batik Pesisir ada beberapa macam, antara lain:
Batik Pekalongan
Gambar 13. Batik Buketan Pekalongan
Daerah Pesisir yang paling terkenal sebagai tempat produksi Batik adalah kota
Pekalongan di propinsi Jawa Tengah. Dibandingkan dengan pusat-pusat produksi batik
Pesisir, rumah-rumah produksi batik di kota inilah yang produksinya paling berkembang.
Batik Pekalongan dipengaruhi oleh motif Belanda-Eropa dan Cina, misalnya motif
buketan dipengaruhi oleh buket bunga Eropa.
Batik Cirebon
Gambar 14. Batik Cirebon Dengan Gambar Fauna Laut
Juga dikenal sebagai Batik Trusmi karena Trusmi adalah area produksi primer.
Yang paling terkenal dari motif batik Cirebon adalah Megamendung (awan hujan) yang
digunakan dalam Kraton Cirebon. Motif awan ini menunjukkan adanya pengaruh dari
Cina.
Batik Lasem
Gambar 15. Batik Lasem
Batik Lasem ditandai dengan warna merah terang yang disebut abang getih pithik
(ayam darah merah). Batik Lasem sangat dipengaruhi oleh budaya China.
Batik Tuban
Gambar 16. Batik Tuban
Batik Gedog adalah batik khusus dari batik Tuban, yaitu batik yang diciptakan
dari tenun buatan tangan (tenun) kain.
Batik Madura
Gambar 17. Batik Madura
Batik Madura menampilkan warna-warna cerah, seperti kuning, merah, dan hijau.
Motif Madura yang unik misalnya pucuk tombak (tombak tips), juga beragam jenis
gambar flora dan fauna.
F.3. Batik Jawa Hokokai
Gambar 18. Batik Jawa Hokokai
Tipe ini ditandai dengan bunga di taman yang dikelilingi kupu-kupu. Motif ini berasal
selama pendudukan Jepang di Jawa pada awal 1940-an. Menggunakan kain panjang dan
biasanya dilakukan dalam dua pola yang disebut pagi dan sore yang mengacu pada dua jenis
motif dalam satu lembar kain, hal tersebut sebagai solusi kelangkaan kapas kain selama waktu
perang. Batik Jawa Hokokai dikenal memiliki sifat lain, yaitu motif yang dipengaruhi oleh
Jepang, seperti sakura (bunga sakura) dan Seruni, atau Kiku (krisan, bunga nasional Jepang dan
simbol kaisar), kupu-kupu (simbol keanggunan perempuan dalam budaya Jepang), dan overlay
rincian rumit yang telah membuat batik Hokokai sebagai salah satu bentuk seni batik paling
penting, mulia dan indah di Asia.
G. Klaim Malaysia dan Upaya Melestarikan Batik Klaim Malaysia atas batik sangat meresahkan perajin batik Indonesia. Bangsa ini harus
segera menghapus bayang-bayang yang meresahkan itu agar perajin batik Indonesia di kemudian
hari tidak perlu memberi royalti kepada negara lain. Generasi batik masa lampau hanya melihat
kompetisi antar perajin di dalam negeri. Kini, sudah saatnya perajin batik bersatu, menunjukkan
eksistensi bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia.
Untuk melestarikannya, Pemerintah Indonesia akan menominasikan batik Indonesia
untuk dikukuhkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural
Heritage). Terhadap klaim Malaysia atas batik, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
Aburizal Bakrie mengatakan, usulan nominasi ini bukan reaksi terhadap Malaysia. Namun, untuk
kepentingan pengembangan batik Indonesia di pasar Internasional.
Dewasa ini penggunaan batik makin beragam. Pasar ekspor batik mencapai 125 juta
dollar AS per tahun. Sekitar dua juta orang bergantung pada usaha batik, mulai pedagang kecil
dan menengah serta pemasok kebutuhan batik beserta keluarganya. Seluruh pihak yang terkait
dengan batik telah memahami dan sepakat untuk memperjuangkan agar batik Indonesia dapat
diakui oleh UNESCO.
Prosedur yang ditempuh untuk pengakuan itu dilakukan sesuai Konvensi UNESCO tahun
2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda. Konvensi UNESCO tersebut telah diratifikasi oleh
pemerintah melalui PP Nomor 78 Tahun 2007 dan, terhitung 15 Januari 2008, Indonesia resmi
menjadi Negara Pihak Konvensi.
Dengan demikian, Indonesia berhak menominasikan mata budayanya untuk dicantumkan
dalam daftar representatif UNESCO. Usulan berkas nominasi harus diterima UNESCO
selambatnya 30 September 2008. Setelah diajukan sebagai nominasi, maka UNESCO akan
memantau dan mempelajari seni dan budaya batik di negara-negara nominator selama lebih dari
1 tahun (hampir 2 tahun).
Kemudian setelah penantian panjang, Batik Indonesia dalam keseluruhan teknik
pembuatan, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah
ditetapkan sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity (Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi) sejak 2 Oktober, 2009.
Pengakuan Badan PBB yang mengurusi soal pendidikan dan kebudayaan (UNESCO)
soal batik yang merupakan warisan budaya Indonesia disambut baik kalangan perajin batik di
Solo. Mereka berharap dengan pengakuan UNESCO itu, polemik saling mengklaim antara
Indonesia dan Malaysia soal produk batik segera berakhir.
Kendati demikian, para perajin mengakui untuk menjaga dan membuktikan bahwa batik
memang benar-benar asli budaya Indonesia sangat sulit. Yang berat itu menjaga dan
membuktikan, karena kita ketahui teknik membatik sudah ada sejak ribuan tahun lalu,” kata
Ketua Paguyuban Kampoeng Batik Laweyan Solo, Alpha Febela.
Dia menyatakan, teknik membatik yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu, bukan berasal
dari Indonesia. Hanya saja dari beberapa negara, perkembangan batik yang paling pesat terjadi di
Indonesia. Ada yang mengatakan teknik membatik dari Timur Tengah dan Mesopotamia
bersamaan melalui jalur masuknya Islam ke Indonesia. Tapi perkembangan yang besar memang
di sini seperti kekayaan motif-motinya.
Pengakuan UNSECO itu, sudah menjadi modal dan motivasi besar bagi para pengusaha
batik untuk percaya diri mengembangkan produk batiknya terlebih saat ini para pengusaha batik
sedang bersemangat untuk go international. Diharapkan semoga pada ke depannya dapat
mendongkrak produksi dan penjualan batik.
Sementara itu, Sekretaris Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Solo, Makmun
Puspanegara mengaku cukup gembira dengan pengakuan dari UNESCO tersebut. Di Solo sendiri
perkembangan industri batik cukup berkembang pesat mulai tahun 2006. Sebelum tahun itu,
jumlah perajin di Kampung Kauman Solo hanya sekitar enam belas perajin batik, tetapi sekarang
ini jumlahnya sudah berkembang menjadi lima puluhan perajin batik.
Mengenai motif batik sendiri, jumlahnya pun cukup banyak. Bahkan, jumlah itu sudah
ada sejak jaman dulu semasa pemerintahan Kraton Kasunanan Surakarta. Paguyuban batik
Kauman beberapa waktu lalu juga sempat membantu mengumpulkan motif batik sebanyak lima
ratus jenis. Kemudian, motif-motif tersebut akan didaftarkan dan selanjutnya dipatenkan.
Untuk ikut mengembangkan batik sebagai warisan budaya, Ketua Paguyuban Kampoeng
Batik Laweyan Solo, Alpha Febela sangat apresiasif dengan keinginan Presiden SBY yang akan
menjadikan kerajinan membatik sebagai kurikulum mata pelajara di sekolah. Dengan demikian,
diharapkan para murid akan tahu mengenai kerajinan batik yang sudah menjadi warisan budaya
bangsa Indonesia.
H. Batik Indonesia di Mata Dunia Batik dengan segala keindahan coraknya telah lama memukau siapapun yang melihatnya.
Tak bisa disangkal, batik sudah menjadi panutan dan membawa ciri khas Indonesia menjadi lebih
dikenal diseluruh dunia. Dilihat dari sejarahnya, munculnya batik ini sudah ada sejak jaman
kerajaan dahulu di Indonesia, dimana dahulu batik merupakan golongan dari kesenian atau
kerajinan gambar diatas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga
kerajaan jaman dahulu, terutama di Jawa.
Gambar 19. Pameran ibu Presiden AS Barack Obama
Batik menjadi semakin terkenal ketika pakaian batik milik ibu Presiden Amerika Serikat
Barack Obama saat tinggal di Jakarta menjadi koleksi di Museum Tekstil Washington. Pameran
bertajuk “A lady found culture in its cloth: Barack Obama’s mother and Indonesian batiks”
memberikan pengetahuan bagi pengunjung tentang sisi lain dari kehidupan Ann Dunham, ibu
presiden AS ke-44 itu serta pekerjaaanya sebagai ahli anthropologi.
Seorang desainer batik, Nusjirwan Tirtaamidjaja, atau yang lebih dikenal dengan nama
Iwan Tirta telah membawa nama Indonesia ke mata dunia. Karya-karya batiknya disukai dan
telah dikenakan oleh beberapa kepala negara seperti Ratu Elizabeth II, Ratu Sophie dari Spanyol,
Ratu Juliana dari Netherland, bahkan Bill Clinton.
Gambar 20. Para petinggi dunia mengenakan batik dalam Konferensi APEC 1994 di Istana Bogor
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, tahun 1994 saat Konferensi APEC di Istana
Bogor, dia memerlukan waktu cukup lama untuk mendesign Batik sejumlah petinggi dunia mulai
dari Bill Clinton, Nelson Mandela, Goh Cok Tong, Sultan Hassanal Bolkiah, Mahattir
Mohammad dan ke 13 Negara lainnya.
Batik masing masing pemimpin di design sesuai ciri khas negara masing masing
gambarnya, mencerminkan semboyan dan motto masing masing negara namun tak
meninggalkan kesan aslinya Indonesia dan dibuatnya Batik tulis, keuletan Iwan Tirta patut
diacungi jempol, dan seluruh anggota APEC itu kagum dan bangga mengenakannya.
Belum lama ini Istri Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Rosa Rai Djalal, membuka
pameran batik bertajuk Indonesian Batik: World Heritage di KBRI Washington. Acara itu
dihadiri puluhan tamu undangan, termasuk warga Amerika yang ingin mengenal batik lebih jauh.
Pameran tersebut menampilkan sekitar 60 kain batik dari berbagai daerah di Indonesia, seperti
Solo, Cirebon, Pontianak, dan lain-lain.
Menurut Claire Wolfowitz, isteri mantan Dubes Amerika untuk Indonesia, Paul
Wolfowitz, turut menghadiri acara peluncuran pameran itu. Ia menyebut batik sebagai seni yang
indah, apalagi proses pembuatannya juga tidak mudah, sehingga harus lebih dihargai den
mendapat apresiasi. Apalagi dibutuhkan banyak waktu dan keahlian khusus untuk membuatnya.
Batik adalah karya seni, bukan hanya tekstil.
H.1. Menduniakan Batik Indonesia Melalui World Batik Summit 2011
Batik adalah karya budaya yang mewakili identitas Indonesia di mata dunia. Dalam
selembar kain batik terpapar identitas budaya dan sejarah sebuah daerah atau kota, seperti Batik
Pekalongan, Batik Solo, Batik Cirebon, Batik Jogja, Batik Kudus. UNESCO telah menetapkan
Batik Indonesia sebagai salah satu Warisan Budaya Indonesia yang menjadi warisan dunia pada
tanggal 2 Oktober 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
World Batik Summit 2011 dengan Tema ”Indonesia: Global Home Of Batik”, 28
September s.d. 2 Oktober 2011 yang diselenggarakan di Jakarta Covention Center, merupakan
salah satu usaha untuk melindungi, melestarikan, mengembangkan serta mempromosikan batik
Indonesia di dunia Internasional. Batik Indonesia secara Internasional kelak menjadi aset bangsa
yang mampu menopang sektor perekonomian, perdagangan, perindustrian maupun pariwisata
Indonesia.
World Batik Summit 2011 merupakan momentum strategis bagi Indonesia untuk lebih
meningkatkan kreativitas, kualitas, dan citra produk batik Indonesia menjadi semakin terkenal
dan dapat diterima masyarakan dunia, sebagai salah satu unggulan Kelompok Usaha Kecil
Menengah (KUKM) dan juga merupakan sarana untuk memantapkan eksistensi batik sebagai
salah satu warisan budaya Indonesia di kalangan masyarakat global.
World Batik Summit 2011 merupakan salah satu pilar penyangga perekonomian Indonesia
dan merupakan kebanggaan tersendiri masyarakat Indonesia. Dalam pameran ini bukan hanya
mempromosikan mutakhir hasil karya masyarakat Indonesia, namun juga menjadi ajang edukasi
bagi generasi muda dalam menambah wawasan tentang produk batik baik dari segi design, jenis,
bahan, dan juga dapat memberikan inspirasi.
Batik Indonesia mempunyai nilai filosofis dan estetika yang tinggi serta telah diakui oleh
dunia Internasional. Oleh sebab itu World Batik Summit 2011 diharapkan dapat mendongkrak
image serta lebih mempopulerkan Batik Nusantara di mata dunia Internasional.
top related