bahan kimia berkhasiat obat
Post on 24-Jul-2015
474 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bahan Kimia Berkhasiat Obat dalam Jamu
Sesak Napas
Sebagian masyarakat Indonesia melakukan pengobatan sendiri dengan obat tradisional (28,7%).
Ramuan yang paling disukai berupa serbuk yang disedu air matang yang masih ada rasa dan
aroma ramuan asli. Sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, jamu dapat dicampur kuning
telur, madu, jeruk nipis, dan anggur.
Uji laboratorium oleh Badan POM menemukan bahwa ada obat tradisional yang dicampur bahan
kimia berkhasiat obat (BKO) yang umumnya termasuk daftar obat keras yang memerlukan resep
dokter. BKO yang ditemukan tersebut antara lain adalah fenilbutason, deksametason, CTM,
allopurinol, parasetamol, ibuprofen, furosemid, piroksikam, teofilin, kafein, metiltestosteron,
natrium diklofenak, dan asam mefenamat. Penggunaan BKO yang tidak tepat dan dosis yang
tidak sesuai dapat menyebabkan berbagai efek samping seperti iritasi saluran cerna, kerusakan
hati/ginjal, gangguan penglihatan dan ritmik irama jantung. Berdasarkan Permenkes Nomor:
246/ Menkes/ Per/ V/ 1990, obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau
hasil isolasi yang berkhasiat obat, serta bahan yang tergolong obat keras atau narkotika.
Badan POM memberikan peringatan secara keras kepada produsen dan sarana distribusi untuk
menarik serta memusnahkan obat tradisional bercampur BKO tersebut. Selain itu, Badan POM
membuat peringatan publik yang disebarkan oleh Dinas kesehatan kepada masyarakat untuk
tidak mengonsumsi obat tradisional yang dicampur BKO. Obat tradisional bercampur BKO
umumnya diproduksi industri kecil obat tradisional yang belum berijin, belum bernomor
registrasi, atau beregistrasi fiktif. Beberapa perusahaan yang mempunyai nomor registrasi ada
yang telah dibatalkan. Penyalahgunaan bahan kimia berkhasiat obat ternyata tidak hanya
dilakukan di tingkat industri, tapi ditengarai dilakukan juga di tingkat pengecer dan konsumen.
Banyak pengecer obat tradisional yang melakukan penambahan BKO pada obat tradisional yang
diramunya.
Artikel penelitian “Studi Penyalahgunaan Bahan Kimia Berkhasiat Obat dalam Jamu Sesak
Napas oleh Pengecer” yang ditulis oleh Suharmiati dan Lestari Handayani kami bahas dalam
editorial Medika 2011, Tahun ke XXXVII, No. 8. Artikel ini menyoroti BKO sesak napas yang
disebabkan oleh asma. Penelitian tersebut menemukan 11 macam sampel jamu sesak napas
dengan berbagai nama, yang terbanyak adalah “sesak napas”. BKO biasanya dicampurkan pada
jamu yang diracik, yang kemudian diserahkan kepada pembeli untuk diminum atau diberikan
secara terpisah dalam bentuk tablet, kaplet, atau kapsul yang utuh. Pada setiap racikan ramuan
tradisional tersebut dapat ditambahkan satu sampai empat macam BKO. Peneliti menemukan
enam industri obat tradisional yang menambahkan satu macam BKO pada jamu yang diraciknya,
yaitu aminofilin. Selain itu, dari pengamatan, ada pengecer yang menambahkan empat BKO
secara terpisah, meliputi CTM, Aminofilin, dan Vitamin B kompleks serta satu tablet biru yang
tidak dikenal. Pengecer kedua menambahkan tiga BKO, meliputi CTM, Prednison, dan Asma
Soho yang berisi aminofilin. Pengecer ketiga menambahkan efedrin.
Aminofilin adalah garam teofilin dengan basa organik larut air yang merupakan
bronkhospasmolitika kuat. Dosis diatur secara individual pada kisaran 200 – 400 mg. Efek
samping teofilin antara lain gangguan sistem syaraf pusat, takhikardia, takhiaritmia, dan
gangguan alat cerna. Teofilin harus diberikan secara hati-hati pada penderita epilepsi, gangguan
ritme jantung, dan penyakit hati. Efedrin tergolong simpatomimetika tidak langsung melalui
pembebasan noradrenalin granula cadangan di syaraf simpatik. Pada dosis tinggi menyebabkan
takhifilaksi yang menghilang setelah 1–2 minggu penghentian obat. Efek samping steroid jangka
panjang sangat berbahaya sehingga harus digunakan secara ketat dan diawasi dengan cermat.
Kortikosteroid menstimulasi glukoneogenesis protein dengan meningkatkan penguraian protein,
kadar gula darah, dan pembentukan glikogen dalam hati. Kortikosteroid juga menurunkan fungsi
jaringan limfe sehingga menyebabkan limfopenia dan pengecilan limfosit. Efek samping
kortikosteroid antara lain tukak lambung. Kerja katabolik dapat menyebabkan atrofi otot, kulit,
dan jaringan lemak akibat penguraian matriks tulang mesenkhim akibat kerja antagonis vitamin
D yang berujung pada osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat
menyebabkan sindrom Cushing berupa “moon face”, obesitas, hiperkolesterolemia, sampai
penurunan reaksi imun.
Pengecer jamu mungkin hanya terminal dari carut marut perjalanan BKO yang akan berujung
pada efek samping dan komplikasi yang menyengsarakan. Ketika Badan POM merisaukan
penggunaan BKO yang ceroboh, para pengelola program kesehatan anak tengah berjuang keras
meminta kader di desa diberi wewenang memberikan kotrimoksazol pada anak penderita
pneumonia. Upaya tersebut semata-mata bertujuan untuk menurunkan kematian anak balita di
Indonesia. Seperti kader di desa, seharusnya produsen dan pengecer obat tradisional dapat
menjadi mitra dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Apa yang harus kita lakukan agar
kehadiran obat yang terjangkau dapat dinikmati sebagai anugerah yang mampu meningkatkan
kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.
(Nasrin Kodim
aspadai Bahan Kimia yang Dioplos
dalam Jamu
Bila obat kimia mengobati penyakit dengan menekan gejala dan langsung membunuh
biang keladinya (bakteri, virus, jamur, dll), efek jamu memakan waktu lebih lama karena lebih
bersifat merangsang dan memberdayakan sistem pertahanan tubuh. Misalnya, saat kita demam
karena flu; jika makan obat kimia, obat akan bekerja secara langsung menurunkan demam.
Sedangkan jamu akan membangun sistem imunitas tubuh untuk melawan infeksi. Mekanisme
itulah yang secara tidak langsung akan menurunkan demam. Meskipun demikian, jamu juga
dapat meredam gejala.
Beberapa jamu mengandung herba yang memiliki senyawa aktif berkhasiat tertentu. Senyawa
aktif tersebut bekerja mirip obat kimia, seperti mengatasi peradangan (antiinflamasi),
melancarkan air seni (diuretik), menghilangkan rasa sakit (analgesik), dan membunuh bakteri
(antibakteri). Bedanya, reaksi jamu dalam meredam gejala mungkin tidak sekuat obat kimia,
sehingga memerlukan waktu lebih lama dan harus dikonsumsi dengan dosis khusus. Karena
waktu yang dibutuhkan oleh obat herbal jauh lebih lama untuk menghasilkan efek yang
dibutuhkan, banyak produsen obat jamu menambahkan bahan kimia obat kedalam produksi jamu
untuk mempercepat terjadinya efek pengobatan. Berikut ini 9 obat kimia di balik “kemanjuran”
jamu palsu.
1. Sibutramin hidroklorida
Dicampurkan dalam jamu pelangsing. Merupakan obat keras yang hanya boleh digunakan
dengan resep dokter, dengan dosis maksimal 15 miligram per hari. Penggunaan sibutramin
hidroklorida dosis tinggi berisiko meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Tidak boleh
digunakan sembarangan oleh penderita gagal jantung, stroke, dan denyut jantung yang tak
beraturan.
2. Sildenafil sitrat
Dicampurkan dalam jamu kuat pria. Obat ini lebih dikenal dengan nama patennya, yakni Viagra.
Merupakan obat keras yang hanya boleh digunakan dengan resep dokter untuk mengatasi
gangguan ereksi. Penggunaan yang kurang tepat dapat menyebabkan gangguan penglihatan,
gangguan pencernaan, sakit kepala, reaksi hipersensitif, ereksi lebih dari 4 jam, bahkan
kematian. Tidak boleh digunakan oleh penderita gangguan jantung, stroke, dan penderita tekanan
darah di bawah 90/50 mmHg.
3. Siproheptadin hidroklorida
Dicampurkan dalam jamu pelangsing; merupakan obat anti-alergi. Overdosis dapat
menyebabkan depresi, mulut kering, diare, dan berkurangnya sel darah putih.
4. Fenilbutason
Dicampurkan dalam jamu pegal linu, rematik, dan asam urat. Merupakan obat jenis
kortikosteroid yang berperan mengatasi peradangan. Penggunaan yang kurang tepat dapat
menyebabkan mual, muntah, ruam kulit, muka sembab (moon face), bengkak tubuh karena
penumpukan cairan (edema), pendarahan lambung, hepatitis, radang ginjal, gagal ginjal, dan
berkurangnya jumlah leukosit (leukopenia).
5. Prednison
Dicampurkan dalam jamu pegal linu, rematik, asam urat, dan sesak napas. Hampir sama seperti
fenilbutason, prednison juga termasuk golongan kortikosteroid untuk mengatasi peradangan.
Penggunaan obat yang hanya dapat diresepkan oleh dokter ini dapat menyebabkan moon face,
gangguan pencernaan, gangguan tulang dan otot, osteoporosis, gangguan hormon, depresi,
insomnia, glaukoma, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
6. Asam mefenamat
Dicampurkan dalam jamu pegal linu dan asam urat. Merupakan obat analgesik yang diresepkan
oleh dokter. Menimbulkan efek samping mengantuk, diare, ruam kulit, trombositopenia
(berkurangnya trombosit dalam darah), anemia hemolitik, dan kejang. Tidak boleh dikonsumsi
oleh penderita tukak lambung atau usus, asma, dan gangguan ginjal.
7. Metampiron
Dicampurkan pada jamu pegal linu dan asam urat. Termasuk jenis obat analgesik yang diserap
melalui saluran pencernaan. Menimbulkan efek samping berupa mual, pendarahan lambung, rasa
terbakar, gangguan sistem saraf, gangguan darah, terhambatnya pembentukan sel darah merah,
gangguan ginjal, syok dan kematian.
8. Teofilin
Dicampurkan dalam jamu sesak napas. Merupakan obat untuk melonggarkan saluran pernapasan
(bronkodilator). Obat yang dulu digunakan untuk mengobati asma ini telah ditarik dari peredaran
dan menjadi obat bebas terbatas karena menimbulkan efek samping yang berbahaya. Di
antaranya adalah, mual, sakit kepala, insomnia, dan denyut jantung yang sangat cepat dan tidak
teratur.
9. Parasetamol
Dicampurkan dalam jamu pegal linu dan asam urat. Nama lainnya adalah asetaminofen, obat
analgesik dan antipiretik (penurun panas). Dalam dosis normal, parasetamol tidak mengganggu
darah, atau ginjal. Namun penggunaan dalam waktu lama dapat merusak organ hati
Waspada Jamu Oplosan
Maret 12, 2009 @ lpm opini →
Jamu sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Selain karena jamu adalah obat asli Indonesia
tetapi juga karena jamu terbuat dari bahan-bahan alami (herbal). Namun belakangan ini
terdengar kabar telah beredarnya jamu yang mengandung zat-zat kimia berbahaya bagi kesehatan
tubuh. Zat-zat kimia tersebut disebut dengan BKO atau Bahan Kimia Obat.
??????????? Berdasarkan pembuktian khasiat dan keamanan dalam penggunakannya, Obat Asli
Indonesia (OAI) dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu jamu, obat herba terstandar dan
fitofarmaka. Obat tradisional menurut undang-undang (UU) Kesehatan Republik Indonesia (RI)
No.23/1992 yang tercantum dalam pasal 1 butir 10 menyebutkan bahwa obat traditional adalah
obat yang menggunakan bahan dasar yang berupa tumbuhan, bahan hewan, mineral, sari-sarian
(galenik) atau campuran bahan-bahan tersebut secara turun temurun digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Berdasarkan UU diatas, Jamu yang mengandung zat-zat kimia tidak
dapat dikatakan sebagai obat traditional.
??????????? Masyarakat Indonesia harus waspada karena terdapat 54 macam jamu yang saat ini
tengah beredar di Indonesia. Dan jika kandungan BKO dalam jamu tidak sesuai dengan dosis
yang benar maka dapat menyebabkan kerusakan pada organ vital.? Ternyata kasus jamu ini tidak
banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia, mereka biasa menjadikan jamu sebagai obat
alternative pengganti obat-obatan dari dokter. Banyak juga yang lebih memilih jamu dari pada
obat dari dokter. Dari informasi yang diperoleh dari internet (http://carakusehat.blogspot.com)
ada beberapa zat kimia yang menjadi campuran pada jamu. Diantara zat kimia tersebut adalah
golongan antipiretik dan analgetik. Kedua golongan tersebut berfungsi untuk menghilangkan
rasa sakit seperti sakit kepala, gigi, pinggang, nyeri otot, sendi, dan sakit saat haid. Efek yang
ditimbulkan setelah mengkonsumsi zat tersebut adalah rasa mual, ingin muntah, diare, luka pada
saluran pencernaan, anemia, dan gangguan fungsi hati. Selain itu ada campuran bahan kimia lain
yaitu golongan obat steroiddan non steroid. Dan efek campuran obat kimia tersebut adalah
gangguan elektolit ciran tubuh hingga terjadi hipoglisemia, hipotensi, hipertensi, mual, muntah,
dan sebagainya.
??????????? Bila anda merasakan khasiat jamu sesaat setelah menkonsumsi jamu maka anda
wajib curiga. Karena jamu bukanlah zat kimia aktif jadi jamu yang tanpa BKO akan ?bekerja?
secara lambat.
Daftar nama? jamu yang mengandung BKO (sumber BPOM) yaitu:?
01. Pay Na Ran Sinar Laba-Laba (Cilacap) Fenilbutason Deksametason
02. Pegal Linu/Cien Sen San Jaya Asli (Cilacap) Fenilbutason Deksametason Antalgin
03. Akar Lawang Super Prima Prima Jaya (Banyumas) Antalgin Fenilbutason
04. Akar Lawang Stamina Idem
05. Serbuk Manjur Antik Manjur Jaya (Cilacap) Idem
06. Manjur Sehat Wanita Idem Fenilbutason
07. Manjur Sehat Laki-laki Idem Antalgin
08? Manjur Langsingset Idem Furosemid
09. Sir Angin Kaplet Idem Antalgin
10. Manjur Sir Angin Idem Coffein
11. Manjur Gemuk Sehat Idem Idem
12. Sesak Nafas No 7 Idem Teofilin
13. Serbuk No 1 (Gemuk) Candi Mas Purba (Cilacap) Deksametason
14. Serbuk No 2 (Rematik) Idem Fenilbutason Antalgin
15. Serbuk No 3 (Pelangsing) Idem Fenilbutason
16. Kitla Idem Antalgin Talbutamid Klorpropamid
17. Runrah Idem Antalgin
18. Sesak Nafas Idem Teofilin, Antalgin
19. Sesak Nafas Subur Sejati (Cilacap) Teofilin, Coffein
20. Tanggul Darah, Idem
21. Amrat Idem Fenilbutason,Antalgin, Coffein
22. Galian Rapet Idem Coffein
23. Karomah Sehat Idem Fenilbutason, Coffein
24. Super Rematik No 2 Ragil Santosa (Cilacap) Antalgin
25. Serbuk Pegal Linu Akar Pribumi (Banyumas) Antalgin Akar Pribumi,Fenilbutason
26. Pegal Linu Cap Liur Walet Sabuk Kuning (Banyumas) Antalgin
27. Rheumatik/Encok Jaya Guna (Cilacap) Idem
28. Pegal Linu Langgeng Langgeng Sentosa (Cilacap) Fenilbutason
29. Pegal Linu Pusaka Jaya Pusaka Jaya (Cilacap) Idem
30. Jarem (Encok) Sari Alam (Cilacap) Antalgin DeksametasonFenilbutason
31. Pegal Linu No 2 Serbuk Ratu (Cilacap) Antalgin
32. Bunga Tanjung Pamijahan (Cilacap) Antalgin
33. Tablet Obat Kuat Narpan Aneka Sari (Cilacap) Parasetamol
34. Pegal Linu Plus Rempah Inti Mujarab (Cilacap) Parasetamol
35. Gajah Mada Bintang Mahkota (Cirebon) Deksametason
?
Karena itu, kepala BPOM Drs. H. Sampurno, MBA menghimbau kepada seluruh masyarakat
untuk tidak membeli dan menggunakan jamu tradisional yang mengandung bahan kimia tersebut
karena dapat membahayakan kesehatan, seperti sakit ginjal, kanker hati, jantung dan kelainan
darah. Masyarakat sendiri hendaknya lebih peduli dengan kesehatan tubuhnya sendiri. (Icha)
Rabu, 12 Oktober 2011 02:44:50 WIB
Obat Tradisional Pakai Zat Kimia
JAKARTA - Sejumlah tugas besar menunggu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Yang paling mendesak adalah bocornya bahan-bahan kimia obat dan industri ke perusahaan
rumahan. Setelah merambah industri rumahan makanan, kini bahan kimia ini juga ditemukan
pada obat tradisonal. Tingkat kebocoran bahan kimia obat dan industri ini Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Roy Sparringa. Dia menuturkan,
modus kebocoran ini sudah semakin berkembang. Di antaranya, pihak distributor mengirim
langsung bahan-bahan kimia itu ke industri rumahan. "Jadi semakin sulit dipantau, jika hanya
dilihat di retailer-retailer saja," tuturnya. Untuk bahan kimia berbahaya yang kerap ditemukan di
makanan di antaraya pewarna tekstil, borak, dan formalin. Roy menuturkan, sebagian besar
bahan kimia itu bisa ditemukan di jajanan sekolah. Bahan kimia itu berisiko memicu kanker jika
dikonsumsi terus menerus. Selain itu, bahan kimia obat juga ditemukan BPOM pada obat
tradisonal. Di antaranya fenilbutason, metampiron, parasetamol, sibutramin, sildenafil, dan asam
mefenamat. Roy berharap instansi pusat hingga pemerintah daerah saling membantu mengawasi
peredaran bahan kimia makanan dan obat tersebut. Temuan terbaru BPOM yang dilansir akhir
pekan lalu menyebutkan, ada 21 obat tradisional yang diracik dengan bahan kimia obat (OT-
BKO). Celakanya, 20 di antaranya tidak terdaftar di BPOM. Setelah dianalisis, terjadi memang
ada perubahan tren obat tradisional yang diberi campuran bahan kimia obat. Pada kurun waktu
2001 hingga 2007, obat tradisional yang kedapatan dicampur dengan bahan kimia berjenis obat
rematik dan penghilang rasa sakit. Sedangkan pada kurun waktu 2008 hingga pertengahan 2011
ini, obat tradisional yang dicampur bahan kimia obat cenderung untuk obat pelangsing dan
penambah stamina atau aprodisiaka. BPOM menindaklanjuti temuan ini dengan menarik produk-
produk yang sudah ada di pasaran lalu dimusnahkan. Sementara bagi obat tradisional yang
terdaftar, izinnya bakal dicabut. Lebih lanjut Roy menuturkan, maraknya kebocoran bahan kimia
ini disebabkan hukuman yang lemah kepada para pelaku. BPOM melansir, sejak lima tahun
terakhir sudah 114 kasus kejahatan makanan dan obat yang diseret ke pengadilan. Dari seluruh
kasus tersebut, rata-rata berujung vonis kurungan delapan bulan penjara. Vonis juga berujung
denda antara Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta. "Kita berharap ada hukuman yang berat, sehingga
pelaku bisa jera," katanya. Sementara itu, ulasan tentang resiko atau bahaya mengkonsumsi obat
tradisional yang dicampur bahan kimia obat diutarakan oleh dr Ari Fahrial Syam SpPD. Dokter
sekaligus dosen Fakultas Kedokteran (FK) UI itu menuturkan, obat tradisional yang dicampur
bahan kimia obat ini cukup berbahaya. Setelah menyimak daftar obat tradisional yang
terkontaminasi bahan kimia obat dari BPOM, Ari menuturkan, tujuh obat tradisional
mengandung zat kimia berupa obat anti radang non steroid (fenilbutason, piroksikam atau
natrium diklofenak). Ari menjelaskan, obat tradisional yang mengandung zat kimia tersebut
memiliki efek samping yang kuat pada saluran cerna atas, terutama lambung dan usus dua belas
jari. "Efeknya bisa luka permukaan, erosi, bahkan luka yang dalam pada lambung atau usus dua
belas jari," katanya. Tanda-tanda efek samping ini, tutur Ari, orang akan merasa tidak nyaman di
sekitar ulu hati, seperti nyeri, panas, disertai mual hingga muntah-muntah. Efek yang paling
keras diantaranya, muncul pendarahan di lambung hingga kebocoran pada usus dua belas jari.
Ari menuturkan, separuh dari kasus pendarahan saluran cerna atas berhubungan dengan
konsumsi obat-obatan tradisional yang mengandung obat anti radang. Dalam jangka panjang,
konsumsi obat-obatan tradisional ini bisa memicu kerusakan ginjal. "Dengan kemasan obat
tradisional, itu hanya digunakan sebagai dalih saja," tutur Ari. Dia berharap, BPOM harus ekstra
ketat memantau obat-obat tradisional yang beredar di masyarakat. Apalagi, masyarakat masih
berpedoman jika seluruh obat tradisional benar-benar alami. "Intinya BPOM dan masyarakat
harus waspada. Benar-benar dicek kandungan di dalam obat tradisional," pungkas
Ari.(wan/nw/jpnn)
top related