bab iv hasil penelitian dan pembahasan iv. 1 hasil ... · pdf filebab iv hasil penelitian dan...
Post on 03-Mar-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
22
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
IV. 1 Hasil Penelitian
IV.1. 1 Hasil Pengukuran Potensial Sel Larutan
Pengukuran potensial sel larutan selama proses titrimetri redoks berlangsung
dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan pH-meter. Agar diperoleh hasil
yang optimal maka pH-meter dikalibrasi dengan larutan buffer pada pH 4,00 dan pH
7,00. Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh harga potensial sel yang cukup
signifikan untuk masing-masing oksidator yang digunakan (yaitu larutan K2Cr2O7,
KMnO4 dan KBrO3) terhadap larutan garam Mohr dan larutan garam SnCl2.2H2O.
Hasil pengukuran potensial sel pada titrasi redoks garam Mohr 0,1 M dan garam
SnCl2.2H2O 0,05 M dengan oksidator K2Cr2O7 0,1 N, KMnO4 0,1 N dan KBrO3 0,1
N dapat dilihat pada Lampiran B.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan kurva titrasi redoks masing-masing oksidator
dengan mengalurkan potensial sel larutan terhadap volume titran sehingga dapat
ditentukan posisi titik ekivalen pada tiap-tiap titrasi redoks dimana kurva tersebut
selanjutnya digunakan untuk melihat daya oksidator dari tiap-tiap oksidator yang
telah digunakan. Kurva titrasi redoks garam Mohr 0,1 M dengan oksidator K2Cr2O7
0,1 N dapat dilihat pada Gambar IV.1 berikut :
Gambar IV. 1 Kurva titrasi redoks garam Mohr dengan oksidator K2Cr2O7
23
Kurva titrasi redoks garam SnCl2.2H2O 0,05 M dengan oksidator K2Cr2O7 0,1 N
dapat dilihat pada Gambar IV.2 berikut :
Gambar IV. 2 Kurva titrasi redoks titrasi garam SnCl2.2H2O dengan oksidator
K2Cr2O7
Kurva titrasi redoks garam Mohr 0,1 M dengan oksidator KMnO4 0,1 N dapat dilihat
pada Gambar IV.3 berikut :
Gambar IV. 3 Kurva titrasi redoks titrasi garam Mohr dengan oksidator KMnO4
24
Kurva titrasi redoks garam SnCl2.2H2O 0,05 M dengan oksidator KMnO4 0,1 N dapat
dilihat pada Gambar IV.4 berikut :
Gambar IV. 4 Kurva titrasi redoks titrasi garam SnCl2.2H2O dengan oksidator
KMnO4
Kurva titrasi redoks garam Mohr 0,1 M dengan oksidator KBrO3 0,1 N dapat dilihat
pada Gambar IV.5 berikut :
Gambar IV. 5 Kurva titrasi redoks titrasi garam Mohr dengan oksidator KBrO3
25
Kurva titrasi redoks garam SnCl2.2H2O 0,05 M dengan oksidator KBrO3 0,1 N dapat
dilihat pada Gambar IV.6 berikut :
Gambar IV. 6 Kurva titrasi redoks titrasi garam SnCl2.2H2O dengan oksidator
KBrO3
Volume titran (oksidator) yang digunakan selama titrimetri pada penelitian ini
selanjutnya digunakan untuk menentukan kadar ion Fe2+ dalam garam Mohr dan
kadar ion Sn2+ dalam garam SnCl2.2H2O. Hasil analisis kadar ion Fe2+ dalam garam
Mohr 0,1 M dan kadar ion Sn2+ dalam garam SnCl2.2H2O dengan oksidator K2Cr2O7
0,02 M dapat dilihat pada Tabel C.1 dan Tabel C.2 (Lampiran C).
Pada proses titrimetri garam Mohr 0,1 M dengan oksidator KMnO4 terlebih dahulu
diawali dengan standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan natrium oksalat, Na2C2O4,
0,05 M. Dari proses standarisasi yang dilakukan secara duplo tersebut diperlukan
KMnO4 sebanyak 25,2 mL dan 25,1 mL (volume rata-rata = 25,15 mL) sehingga
diperoleh konsentrasi KMnO4 adalah sebesar 0,0199 M. Hasil analisis kadar ion Fe2+
dalam garam Mohr 0,1 M dan kadar ion Sn2+ dalam garam SnCl2.2H2O 0,05 M
dengan oksidator KMnO4 0,0199 M dapat dilihat pada Tabel C.3 dan Tabel C.4
(Lampiran C).
26
Sedangkan hasil analisis kadar ion Fe2+ dalam garam Mohr 0,1 M dan kadar ion Sn2+
dalam garam SnCl2.2H2O dengan oksidator KBrO3 0,02 M dapat dilihat pada Tabel
C.5 dan Tabel C.6 (Lampiran C).
IV. 2 Pembahasan
IV.2. 1 Perbandingan Daya Reduktor Ion Fe2+ dan Ion Sn2+
Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan
dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan
tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang
akan ditetapkan (Vogel, 1994). Penentuan titrimetri kebanyakan didasarkan pada
reaksi-reaksi asam-basa, pengendapan, pembentukan kompleks dan oksidasi-reduksi
yang dianggap berlangsung sempurna. Konsentrasi larutan standar yang digunakan
dalam titrimetri biasanya dinyatakan dalam molaritas (Fernando, Quintos., 1997).
Dalam proses oksidasi-reduksi yang sesungguhnya, elektron-elektron dipindahkan
dari zat pereduksi ke zat pengoksidasi. Oksidasi adalah proses, yang mengakibatkan
kehilangan satu atau lebih elektron dari dalam atom atau ion. Reduksi adalah proses,
yang mengakibatkan diperolehnya satu atau lebih elektron oleh atom atau ion. Zat
pengoksidasi (oksidator) adalah zat yang memperoleh elektron dan tereduksi; zat
pereduksi (reduktor) adalah zat yang kehilangan elektron dan teroksidasi. Dalam
semua proses oksidasi-reduksi (atau proses redoks), ada suatu pereaksi (reaktan) yang
mengalami oksidasi, dan satu pereaksi mengalami reduksi. Karena kedua reaksi
saling melengkapi (komplementer) dan terjadinya berbarengan (serempak) sehingga
reaksi oksidasi tak dapat berlangsung tanpa adanya reaksi reduksi. Reagensia yang
mengalami oksidasi dinamakan zat pereduksi atau reduktor, dan reagensia yang
mengalami reduksi disebut zat pengoksidasi atau oksidator (Vogel, 1994).
Pada penelitian ini digunakan 3 macam oksidator yaitu K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3,
sedangkan sebagai reduktornya adalah ion Fe2+ dari garam Mohr dan ion Sn2+ dari
garam SnCl2.2H2O. Untuk mengetahui urutan daya mengoksidasi dari masing-masing
27
oksidator maka dilakukan metode titrimetri redoks, masing-masing oksidator
bertindak sebagai titran sedangkan reduktor bertindak sebagai titrat. Selanjutnya
diukur potensial sel larutan tiap penambahan volume tertentu titran ke dalam larutan.
Seperti yang dinyatakan Harjadi,W. (1993) bahwa ukuran kekuatan mengoksidasi
atau mereduksi itu diberikan oleh besarnya potensial redoks sistem yang
bersangkutan.
Pada proses titrimetri redoks dengan menggunakan oksidator K2Cr2O7 terhadap ion
Fe2+ dari garam Mohr dan ion Sn2+ dari garam SnCl2.2H2O diperoleh kurva titrasi
redoks seperti pada kurva Gambar IV.1 dan kurva Gambar IV.2. Dari kurva tersebut
dapat kita ramalkan bahwa telah terjadi reaksi redoks antara oksidator K2Cr2O7
dengan ion Fe2+ dari garam Mohr dan ion Sn2+ dari garam SnCl2.2H2O dengan
persamaan reaksi redoks masing-masing sebagai berikut (Alexeyev, V., 1994) :
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
3Sn2+ + Cr2O72- + 14H+ 3Sn4+ + 2Cr3+ + 7H2O
Titik akhir yang diperoleh pada reaksi redoks yang terjadi antara ion Fe2+ dalam
garam Mohr terhadap oksidator K2Cr2O7 ditunjukkan oleh perubahan warna larutan
titrat dari tidak berwarna menjadi hijau kebiruan hingga violet, seperti yang terlihat
pada Gambar IV.7 berikut :
Sebelum titik akhir Warna Cr(III) Warna titik akhir
Gambar IV. 7 Perubahan warna pada titrasi redoks dengan K2Cr2O7
28
Pada titrasi redoks ion Fe2+ dan ion Sn2+ dengan oksidator K2Cr2O7 ini digunakan
indikator redoks diphenilamin, yang ditemukan pertama kali oleh Knop pada tahun
1924. Jika terdapat oksidator kuat maka diphenilamin akan bereaksi sebagai berikut :
Reaksi pertama membentuk difenilbenzidin yang tak berwarna; reaksi ini tidak
reversibel. Pada reaksi yang kedua membentuk violet difenilbenzidin, reversibel, dan
merupakan reaksi indikator yang sebenarnya (Harjadi, W., 1993). Namun pada
penggunaannya, diphenilamin ini terdapat kekurangan yakni indikator ini harus
dilarutkan dalam asam sulfat pekat karena sukar larut dalam air.
Berdasarkan data tabel potensial sel pada literatur (Alexeyev, V., 1994), diketahui
bahwa potensial sel untuk ion Cr2O72-, Fe2+ dan ion Sn2+ berturut-turut adalah +1,33
V; +0,77 V; dan +0,15 V. Dari data tersebut maka dapat diketahui bahwa ion Fe2+
mempunyai potensial sel lebih besar dibandingkan ion Sn2+ yang menunjukkan
bahwa ion Fe2+ bersifat oksidator lebih kuat dibandingkan ion Sn2+, atau dengan kata
lain ion Sn2+ merupakan reduktor kuat dibandingkan ion Fe2+. Hal ini sebenarnya
dapat dilihat dari kurva titrasi redoks yang telah diperoleh berdasarkan hasil
penelitian di atas dimana kurva titrasi redoks ion Sn2+ dengan oksidator K2Cr2O7
terlihat lebih tajam dibanding kurva titrasi redoks ion Fe2+ dengan oksidator K2Cr2O7.
29
Kenyataan ini menunjukkan bahwa ion Sn2+ mempunyai harga Esel yang lebih
rendah dibandingkan ion Fe2+ sehingga memberikan kurva titrasi redoks yang cukup
tajam.
Pada reaksi redoks yang terjadi antara ion Fe2+ dan ion Sn2+ dengan oksidator KMnO4
tidak digunakan indikator karena oksidator KMnO4 sendiri telah berwarna violet yang
akan berubah warna menjadi merah muda jika telah mencapai titik akhir, seperti pada
Gambar IV.8 berikut :
Sebelum titik akhir Warna titik akhir
Gambar IV. 8 Perubahan warna pada titrasi redoks dengan KMnO4
Persamaan reaksi redoks yang terjadi adalah sebagai berikut (Alexeyev, V., 1994) :
5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
3Sn2+ + MnO4- + 16H+ 3Sn4+ + Mn2+ + 8H2O
Kurva titrasi redoks yang diperoleh pada reaksi redoks yang terjadi antara ion Fe2+
dan ion Sn2+ dengan oksidator KMnO4 seperti yang terlihat pada kurva Gambar IV.3
dan IV.4 di atas, juga dapat digunakan untuk meramalkan kekuatan oksidator antara
ion Fe2+ dan ion Sn2+. Berdasarkan kurva yang diperoleh ternyata kurva titrasi redoks
ion Sn2+ terhadap oksidator KMnO4 juga lebih tajam dibandingkan kurva titrasi
30
redoks ion Fe2+ terhadap oksidator KMnO4. Hal ini menunjukkan bahwa ion Sn2+
mempunyai harga potensial sel yang lebih kecil dibandingkan ion Fe2+. Kenyataan ini
sesuai dengan data tabel potensial sel pada literatur dimana ion Fe2+ mempunyai
harga potensial sel sebesar + 0,77 Volt sedangkan ion Sn2+ sebesar +0,15 Volt
(Alexeyev, V., 1994).
Pada reaksi redoks yang terjadi antara ion Fe2+ dan ion Sn2+ dengan oksidator KBrO3,
seperti halnya dengan titrasi redoks dengan oksidator K2Cr2O7, juga digunakan
indikator methyl orange, dimana warna larutan akan berubah dari merah menjadi
berwarna jingga pada saat tercapai titik akhir, seperti yang terlihat pada Gambar IV.9
berikut :
Sebelum penambahan titran Menjelang titik akhir Warna titik akhir
Gambar IV. 9 Perubahan warna pada titrasi redoks dengan KBrO3
Persamaan reaksi redoks yang terjadi adalah sebagai berikut (Alexeyev, V., 1994) :
6Fe2+ + BrO3- + 6H+ 6Fe3+ + Br- + 3H2O
3Sn2+ + BrO3- + 6H+ 3Sn4+ + Br- + 3H2O
Kurva titrasi redoks yang diperoleh pada reaksi redoks yang terjadi antara ion Fe2+
dan ion Sn2+ dengan oksidator KBrO3 seperti yang terlihat pada Gambar IV.5 dan
31
IV.6 di atas, selanjutnya juga digunakan untuk meramalkan kekuatan oksidator antara
ion Fe2+ dan ion Sn2+. Berdasarkan kurva yang diperoleh ternyata kurva titrasi redoks
ion Sn2+ terhadap oksidator KBrO3 juga lebih tajam dibandingkan kurva titrasi redoks
ion Fe2+ terhadap oksidator KBrO3. Hal ini menunjukkan bahwa ion Sn2+ mempunyai
harga potensial sel yang lebih kecil dibandingkan ion Fe2+. Kenyataan ini sesuai
dengan data tabel potensial sel pada literatur dimana ion Fe2+ mempunyai harga
potensial sel sebesar +0,77 Volt sedangkan ion Sn2+ sebesar +0,15 Volt (Alexeyev,
V., 1994).
IV.2. 2 Perbandingan Daya Oksidator K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3
Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron dari donor ke
akseptor. Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri
asalkan kesetimbangan yang tercapai pada setiap penambahan titran dapat
berlangsung dengan cepat. Selain itu diperlukan juga indikator yang mampu
menunjukkan titik ekivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi
redoks dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Dua setengah reaksi untuk
setiap sistem titrasi redoks selalu dalam kesetimbangan pada seluruh titik setelah
mulainya titrasi, sehingga potensial reduksi untuk separuh sel adalah identik pada
seluruh titik. Sedangkan potensial sel, Esel, berubah selama titrasi dimana
perubahannya spesifik. Pada sekitar titik ekivalen perubahan potensial adalah yang
paling besar. Variasi Esel dengan volume titran menunjukkan bahwa sistem titrasi
redoks dapat digunakan untuk menentukan titrasi yang sulit ditentukan titik
ekivalennya (Purba, Michael., 2002).
Data potensial sel (Esel) yang diperoleh pada hasil penelitian ini dibuat kurva titrasi
redoks yaitu dengan mengalurkan kurva Esel dengan volume dari titran, dalam hal ini
adalah volume dari oksidator K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3. Pada pembuatan kurva
titrasi yang perlu diingat bahwa pada setiap tahap titrasi selalu terbentuk
kesetimbangan antara titran yang sudah ditambahkan dengan titrat. Ini merupakan
dasar utama perhitungan titik-titik kurva titrasi. Dalam hal ini, ordinat ialah potensial
32
larutan, sebab inilah yang mencirikan keadaan larutan pada setiap saat titrasi dan
berubah bersama dengan penambahan titran. Selanjutnya ditentukan titik ekivalen
dari kurva titrasi redoks tersebut. Titik ekivalen ditandai dengan perubahan yang
cukup besar pada fungsi ordinat. Kurva titrasi adalah simetri di sekitar titik ekivalen,
karena pada saat itu perbandingan ekivalen keadaan teroksidasi dan keadaan
tereduksi sama dengan satu (E. Harris, Walter., -)
Menurut Harjadi,W. (1993) dan Quane, Denis (1971), secara umum titik ekivalen
untuk titrasi berdasar :
OksA + ne RedA
OksB + me RedB + m.OksA + n.RedB m.RedA + n.OksB
dapat dinyatakan sebagai berikut :
ETE = n.EoA + m.Eo
B n + m . . . Pers.(2)
dengan syarat bahwa (i) tidak ada zat lain yang terlibat kecuali oksidator dan
reduktor, (ii) tidak ada perubahan koefisien reaksi antara oksidator dan hasil
reduksinya, maupun reduktor dengan hasil oksidasinya. Namun pada kenyataannya,
pada penelitian ini faktor pH ikut menentukan ETE karena ion hidrogen terlibat dalam
reaksi titrasi dan disamping itu konsentrasi Cr3+, Mn2+ dan Br- juga ikut berpengaruh
dimana koefisien reaksi ion Cr2O72-, MnO4
-, BrO3- sebagai oksidator tidak sama
dengan koefisien Cr3+, Mn2+, Br- sebagai hasil reduksi tersebut.
Disamping faktor-faktor di atas, indikator yang digunakan pada titrasi redoks juga
sangat mempengaruhi pengukuran harga Esel larutan dimana suatu indikator harus
berubah warna pada atau dekat titik ekivalen. Jika titrasi dilaksanakan maka akan ada
perubahan besar dari potensial pada titik ekivalen dan ini akan cukup menyebabkan
perubahan warna pada indikator. Misalnya saja pada titrasi redoks garam Mohr
dengan oksidator kalium dikromat dalam suasana asam sulfat-posfat yang
menggunakan indikator redoks natrium difenilamin sulfonat. Bentuk reduksi
33
indikator ini tidak berwarna, sedangkan bentuk oksidasinya violet (ungu tua) dan
mempunyai potensial peralihan yang cukup tinggi yaitu 0,85 V dan untuk
menurunkan pengaruh potensial tersebut maka ke dalam larutan ditambahkan asam
posfat sehingga potensial indikator menjadi 0,60 V. Pada pengerjaan titrasi redoks
yang menggunakan konsentrasi larutan kurang dari 0,1 M maka perlu adanya suatu
larutan blanko sehingga dapat diperoleh harga Esel larutan yang tanpa dipengaruhi
oleh indikator, namun karena pada penelitian ini digunakan larutan sampel dengan
konsentrasi ~0,1 M maka pada penelitian ini tidak dibuat larutan blanko sebagai
perbandingan karena pengaruh penambahan indikator redoks pada larutan yang
sangat kecil (yaitu ~0,01 V).
Berdasarkan kurva titrasi yang diperoleh pada titrasi redoks ion Fe2+ dengan oksidator
K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3, yaitu kurva Gambar IV.1; IV.3 dan IV.5, maka dapat
kita lihat bahwa harga Esel di titik ekivalen pada masing-masing kurva adalah
sebagai berikut :
Tabel IV. 1 Harga potensial sel (Esel) pada titik ekivalen
Harga Potensial Sel (mV)
Ion K2Cr2O7 KMnO4 KBrO3
Fe2+ 1073,5 1249,6 1235,4
Berdasarkan Tabel IV.1, maka dapat diramalkan urutan daya oksidator dari masing-
masing oksidator yang digunakan pada penelitian ini yaitu KMnO4 > KBrO3 >
K2Cr2O7. Jika merujuk kembali pada data berdasarkan literatur (Alexeyev, V., 1994),
data potensial sel masing-masing oksidator adalah sebagai berikut :
Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O ; Eo = +1,33 V
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O ; Eo = +1,51 V
BrO3- + 6H+ + 6e Br- + 3H2O ; Eo = +1,44 V.
34
Dengan demikian, metode titrimetri yang dilakukan dapat menunjukkan urutan
kekuatan (daya) oksidator dari ketiga oksidator yang digunakan pada penelitian ini,
yakni KMnO4 merupakan oksidator yang terkuat dibandingkan KBrO3, sedangkan
K2Cr2O7 merupakan oksidator yang terlemah diantara ketiganya.
Urutan daya oksidator yang sama ternyata juga ditunjukkan pada gambar kurva titrasi
redoks yang diperoleh pada reaksi redoks ion Sn2+ terhadap oksidator K2Cr2O7,
KMnO4 dan KBrO3, yaitu kurva pada Gambar IV.2; IV.4 dan IV.6, dengan harga
Esel dititik ekivalen pada masing-masing kurva adalah sebagai berikut :
Tabel IV. 2 Harga potensial sel (Esel) pada titik ekivalen
Harga Potensial Sel (mV)
Ion K2Cr2O7 KMnO4 KBrO3
Sn2+ 874,2 1131,7 1015,8
Berdasarkan kurva titrasi redoks yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa bentuk
kurva (kecuraman) tergantung dari harga n (jumlah elektron yang terlibat dalam
reaksi sistem) dimana semakin besar harga n, maka semakin datar kurva tersebut
(Harjadi W., 1993). Hal ini dapat dilihat perbandingannya antara kurva titrasi redoks
ion Fe2+ dan kurva titrasi redoks ion Sn2+ terhadap masing-masing oksidator.
Sedangkan besarnya perubahan potensial sekitar titik ekivalen tergantung dari selisih
Eo titrat dan Eo titran yang bersangkutan.
Dalam suatu titrasi potensiometrik, titik akhir ditemukan dengan menentukan volum
yang menyebabkan suatu perubahan relative besar dalam potensial apabila titran
ditambahkan. Dengan demikian kadar ion Fe2+ dalam garam Mohr dan ion Sn2+
dalam garam SnCl2.2H2O dapat ditentukan berdasarkan banyaknya volume titran
35
(oksidator) yang digunakan saat mencapai titik akhir titrasi, dimana pada keadaan
jumlah ion titran (Cr2O72-, MnO4
-, BrO3-) ekivalen dengan ion Fe2+ dan ion Sn2+. Jika
volume dan kemolaran tidak sama maka berlaku persamaan :
Vtitrat x Mtitrat x ntitrat = Vtitran x Mtitran x ntitran . . . Pers.(3)
Sehingga diperoleh kadar ion Fe2+ dan ion Sn2+ masing-masing seperti pada Tabel
IV.3 berikut :
Tabel IV. 3 Kadar ion Fe2+ dalam garam Mohr dan ion Sn2+ dalam garam SnCl2.2H2O setelah dititrasi dengan oksidator K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3
Pengamatan Setelah Penambahan Oksidator
terhadap titrat K2Cr2O7 KMnO4 KBrO3
1. - Massa Fe2+ 1,4073 gr 1,3948 1,4040
- Kadar Fe2+ 14,2412 % 14,2993 % 14,2417 %
- % Kesalahan titrasi 4,2130.10-3 % 0,4037% 7,0216.10-4 %
2. - Massa Sn2+ 1,4866 gr 1,4883 gr 1,4992 gr
- Kadar Sn2+ 52,6081 % 52,6105 % 52,6089%
- % Kesalahan titrasi 9,5.10-4 % 2,0909.10-3 % 2,4710.10-3%
Berdasarkan Tabel IV.3 dapat terlihat bahwa pelaksanaan metode titrimetri yang
dilakukan memiliki ketelitian yang cukup tinggi karena dari hasil perhitungan persen
kesalahan titrasi rata-rata dibawah 0,01%. Ketelitian perolehan hasil dari penelitian
ini juga dapat kita lihat dari hasil pengukuran titik akhir titrasi yang rata-rata
mendekati titik ekivalen reaksi. Hal ini ditunjukkan kurva pada Gambar IV.10 :
36
Gambar IV. 10 Kurva titrasi redoks turunan pertama garam Mohr dan garam
SnCl2.2H2O terhadap oksidator K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3
Jika ditinjau dari hasil potensial sel yang diperoleh, ternyata masih cukup berbeda
dari harga potensial sel literatur, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor-faktor
yang mempengaruhi selama pelaksanaan titrimetri, antara lain kondisi pH larutan;
kemungkinan adanya pengotor pada bahan yang ikut terlibat selama reaksi redoks;
adanya indikator serta adanya perubahan koefisien reaksi pada sistem reaksi redoks.
37
IV.2. 3 Reaksi Redoks dengan Konsep Laboratory Based-Learning
Hakikat ilmu kimia adalah ilmu yang berlandaskan pada eksperimen sehingga metode
praktikum mendominasi sebagian besar pokok bahasan dalam pelajaran kimia.
Praktikum dapat mengembangkan kreativitas dan membekali siswa bagaimana cara
belajar yang efektif dan efisien serta mandiri. Praktikum merupakan kegiatan siswa
dengan melibatkan kegiatan fisik dan mental, yang memberikan pengalaman dan
usahanya mengkonstruksi pengetahuan (Arifin, M. 2003).
Hakikat ilmu kimia sebagai ilmu eksperimen juga dikemukakan oleh Bradley, J.D.
(1998). Namun menurutnya tidak jarang ilmu kimia di dalam kelas disampaikan
tanpa eksperimen. Dan ketika para guru ditanya oleh para siswa tentang mengapa
eksperimen tersebut tidak dilakukan, maka seringkali diungkapkan beberapa alasan
berikut :
Keterbatasan alat atau bahan kimia
Tidak ada laboratorium
Keterbatasan waktu
Tidak mempunyai asisten laboratorium (analis)
Bekerja di laboratorium sangat berbahaya
Peraturan-peraturan keselamatan seringkali menghalangi pekerjaan praktis
Pekerjaan praktis di laboratorium sukar diuji
Guru merasa kurang persiapan atau kurang berpengalaman.
Alasan-alasan di atas tidak sepenuhnya valid karena hanya sebagian kecil guru yang
berpendapat demikian. Sebagian besar guru malah berpendapat bahwa eksperimen
merupakan bagian integral dari ilmu kimia karena dengan eksperimen :
Ilmu kimia menjadi lebih menarik dan nyata
Konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih mudah untuk dimengerti
Menggambarkan metoda-metoda dari ilmu pengetahuan
Mengembangkan ketrampilan praktis.
38
Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi
membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dan berhadapan dengan
pengalaman seseorang (Suparno, P., 1997). Kegiatan praktikum memiliki kelebihan
dibandingkan dengan metode yang lain karena kegiatan praktikum memberikan
pengetahuan bertahap, dimana siswa akan mengalami semua kejadian nyata yang
ada. Pengetahuan bertahap merupakan pengetahuan yang memiliki resistensi yang
tinggi sehingga dapat lebih lama diingat dan lebih mudah untuk digunakan kembali.
Menurut Hofstein dan Lunetta (1982), kegiatan laboratorium merupakan pengalaman
belajar yang direncanakan agar murid berinteraksi dengan dengan bahan-bahan
pelajaran dengan pengamatan gejala. Pengalaman ini mungkin mempunyai susunan
yang berbeda-beda, yang ditentukan oleh guru, buku pedoman laboratorium, fase-fase
perencanaan, analisis dan interpretasi, aplikasi dan juga fase pelaksanaannya.
Kegiatan laboratorium tidak dapat dipisahkan dengan pelajaran IPA karena seringkali
dikatakan bahwa sains bukanlah sains sebenarnya, jika tidak disertai eksperimen dan
kegiatan laboratorium.
Sedangkan Romey (1978) berpendapat bahwa kegiatan laboratorium yang
berorientasi sebagai sarana untuk menjelaskan keterangan guru atau buku pelajaran
sangat berlawanan dengan sains sebenarnya. Sains adalah suatu ilmu pegetahuan
eksperimental, observasional, dan berkiblat pada laboratorium, oleh karena itu
pelajaran sains yang efektif seharusnya berpusat pada laboratorium, bukan berpusat
pada buku pelajaran.
Berdasarkan kenyataan di atas, peneliti dalam hal ini berupaya untuk membuat satu
modul praktikum yang dapat mengefektifkan pemanfaatan laboratorium yang
selanjutnya dapat digunakan dalam pembelajaran kimia pada umumnya, dan pada
materi redoks dan elektrokimia pada khususnya.
39
Laboratorium merupakan suatu media yang diharapkan dapat mendorong dan
membantu para siswa membangun pengetahuannya dan keterampilannya dalam
menggunakan alat. Siswa diberi kesempatan untuk melaksanakan eksperimen-
eksperimen dan selanjutnya menginterpretasikan hasil-hasilnya. Para siswa juga
diajarkan untuk bisa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil sehingga metode
belajar dengan memanfaatkan laboratorium (Laboratory Based-Learning) ini bukan
hanya membangun pengetahuan konsep/ilmu melainkan juga membangun
pengetahuan sosial pada diri siswa. Dalam hal ini para siswa perlu belajar bagaimana
caranya mengembangkan kerjasama dan mempercayai teman kerjanya di
laboratorium dan mengajarkan para siswa untuk saling tolong-menolong dalam
belajar ilmu kimia sehingga dapat mengembangkan suatu sikap positif tentang ilmu
kimia (Ivan A.Shibley Jr., 2002).
Kegiatan di dalam laboratorium tersebut juga dirancang untuk memberi pengalaman
kepada para siswa tentang analisis serta penguasaan teknik-teknik pokok dalam
laboratorium (seperti menimbang, penggunaan pipet, titrasi dan penggunaan labu
ukur), sehingga dapat juga digunakan sebagai bahan untuk penilaian keterampilan
praktis siswa di laboratorium (Williams, K.R., 1998).
Dalam Kurikulum Kimia untuk SMA/MA, reaksi redoks dipelajari di Kelas XII
Semester pertama dengan Standar Kompetensi : Memahami reaksi oksidasi reduksi
dan sel elektrokimia serta penerapannya dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari.
Beberapa indikator yang ingin dicapai pada materi ini adalah sebagai berikut :
• Menyetarakan persamaan reaksi redoks dengan cara bilangan oksidasi.
• Menyetarakan persamaan reaksi redoks dengan cara setengah reaksi (ion elektron).
• Menyimpulkan ciri reaksi redoks yang berlangsung spontan berdasarkan hasil
pengamatan.
• Menggambarkan susunan sel volta atau sel galvani dan menjelaskan fungsi tiap
bagiannya.
• Menuliskan lambang sel dari reaksi-reaksi yang terjadi pada sel volta.
40
• Menghitung potensial sel berdasarkan data potensial standar dan membandingkan
hasil pengukuran dengan hasil perhitungan.
• Menjelaskan bagaimana energi listrik dihasilkan dari reaksi redoks dalam sel
volta.
• Menjelaskan prisnsip-prinsip sel-sel volta yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari (Purba, M., 2002).
Modul praktikum yang telah disusun, dibuat sedemikian rupa sehingga beberapa
indikator di atas dapat tercapai dalam satu kegiatan praktikum. Dari praktikum yang
dilaksanakan, siswa dapat meramalkan urutan daya oksidator dari oksidator-oksidator
yang digunakan serta dapat meramalkan kekuatan reduktor dari ion Cr2O72-, MnO4
-,
BrO3, Fe2+ dan ion Sn2+ tanpa melihat tabel data potensial sel dari buku/literatur.
Disamping itu juga akan memberikan keterampilan pada siswa dalam metode
titrimetri serta keterampilan stoikiometri siswa dalam menghitung kadar ion Fe2+ dan
ion Sn2+ dalam garam Mohr dan garam SnCl2.2H2O berdasarkan reaksi redoks yang
terjadi.
Sedangkan bagi guru, banyak hal yang bisa dijelaskan dari pelaksanaan modul
praktikum yang telah disusun ini, yakni tidak hanya menjelaskan tentang konsep
reaksi redoks secara umum, melainkan juga tentang stoikiometri reaksi redoks,
potensial sel (sel Volta) dan metode titrimetri.
top related