bab iv hasil dan pembahasan -...
Post on 15-Mar-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
63
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil PenelitianPenelitian yang dilakukan di SD Negeri 1 Panimbo
ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi
program pendidikan inklusi yang diselenggarakan.
Adapun hasil penelitian ini yang bisa dijelaskan meliputi
aspek perencanaan program, pelaksanaan program, dan
evaluasi program. Data yang dikumpulkan menggunakan
teknik triangulasi data dengan model CIPP yang meliputi
konteks, input, proses dan produk. Akan tetapi tidak
semua data yang dikumpulkan menggunakan triangulasi
hanya beberapa contoh saja sedangkan pengumpulan
data lainnya menggunakan dwiangulasi data.
4.2.1 Komponen Konteks4.2.1.1 Kebutuhan Sekolah Penyelenggara Inklusi
Dengan kemajuan tehnologi seperti sekarang ini
berdampak pada perkembangan pendidikan yang meliputi
sekolah yang berada di desa atau daerah terpencil dan di
kota-kota besar . Hal tersebut bisa dilihat pada Sekolah
Dasar Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi. Sekolah inklusi sangat dibutuhkan
masyarakat sekitar agar mereka yang mempunyai anak
berkebutuhan khusus (ABK) bisa bersekolah. Masyarakat
sekarang sudah mulai sadar akan pentingnya pendidikan
bagi putra-putrinya tidak terkecuali anak yang mem-
64
punyai kebutuhan khusus juga sudah bisa bersekolah,
bergaul dengan teman-teman sebayanya di sekolah
inklusi. Seperti yang diungkapkan Kepala Sekolah dari
hasil wawancara peneliti sebagai berikut:“Pemahaman masyarakat akan halnya pendidikan bagiputra-putrinya kini sudah mulai sadar terutama orang tuayang mempunyai anak kurang sempurna (cacad).Initerbukti di sekolah kami (SDN 1 Panimbo) orang tuasudah mau menyekolahkan anaknya yang kurang atauberke- butuhan khusus di sekolah ini.Dengan bukti inimeyakinkan bahwa orang tua sudah mendukung SDNegeri 1 Panimbo sebagai penyelenggara pendidikaninklusi”.(wawancara tanggal 9 Februari 2016)
Hal senada juga diperkuat oleh guru kelas 6 sebagai
berikut:
“Para orang tua terutama mereka yang mempunyai anakberkebutuhan khusus kini sudah mulai menyadari danmemperhatikan akan pentingnya pendidikan anaknya.Pendidikan tidak hanya untuk anak-anak yang normalsaja tetapi anak yang mengalami kekurangan juga bisabersekolah bersama dengan anak normal di sekolahreguler (sekolah inklusi)”.(wawancara tanggal 9 Februari2016)
Dari kedua pendapat di atas diperkuat oleh sunadi
sebagai ketua komite sebagai berikut:”Sebelum ada sekolah inklusi di SD Negeri 1 Panimbo iniorang tua yang mempunyai anak mengalami kekurangantidak semua menyekolahkan anaknya. Karena mengang-gap bahwa anak yang mengalami kekurangan fisik (cacad)tidak ada gunanya sekolah dan akan mengalami kesulitandalam belajarnya.Tetapi sekarang setelah ada sekolahinklusi yaitu SD Negeri 1 Panimbo para orang tua yangmempunyai anak ABK sudah mau menyekolahkananaknya karena juga dekat”(wawancara tanggal 9 Februari2016).
65
Dari hasil keterangan wawancara di atas jelas
bahwa sekolah inklusi sangat dibutuhkan oleh masya-
rakat sekitar seperti yang sudah berjalan di SD Negeri 1
Panimbo. Selain itu kesadaran orang tua akan pentingnya
pendidikan bagi putra-putrinya juga mulai tumbuh atau
berkembang.
Penyelenggaraan sekolah inklusi di SD Negeri 1
Panimbo tidak lepas dari perhatian pemerintah baik
pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi. Hal
ini dapat dilihat dari dokumen yang dimiliki sekolah dari
hasil pelatihan/diklat yang sudah pernah dilakukan
berupa sertifikat. Diklat tersebut dilaksanakan di BP-
Dikjur Provinsi Jawa Tengah Semarang. Disamping ada-
nya diklat yang sudah dilaksanakan hal yang memper-
kuat penyelenggaran pendidikan inklusi di SD Negeri 1
Panimbo yaitu: adanya Surat Keputusan bersama dari
Bupati Grobogan dan Plan Indonesia Grobogan dengan
nomor : 421/3129/B/2007 tertanggal 2 Mei tahun 2007
tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi.
4.2.1.2Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi yang diselenggarakan di SD
Negeri 1 Panimbo bertujuan untuk melayani dan men-
didik anak-anak yang mempunyai kekurangan fisik/ABK
di wilayah Desa Panimbo yang selama ini belum bisa
menikmati bangku sekolah karena jauh dari sekolah SLB.
66
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan kepala
sekolah sebagai berikut:“Tujuan pendidikan inklusi di SDN 1 Panimbo adalahmenampung bagi anak-anak yang mempunyai kelainanfisik atau ABK agar bisa sekolah.Karena selama inisebelum ada sekolah inklusi mereka yang mempunyaianak ABK belum semuanya mau menyekolahkan disekolah reguler, hanya ada satu atau dua orang saja yangmau menyekolahkan di sekolah reguler. Selain itu tujuansekolah inklusi ini juga membekali siswa supaya memilikikemampuan dan berkembang sesuai dengan apa yang iamiliki supaya lebih mandiri dibanding siswa lain yangtidak bersekolah”. (wawancara tanggal 11 Februari 2016)
Penjelasan lain mengenai tujuan penyelenggaraan
pendidikan inklusi dituturkan oleh guru kelas empat
yang menyatakan sebagai berikut:
“Agar tidak ketinggalan dengan siswa yang normal siswaABK juga perlu pendidikan.Pendidikan yang pas bagi anakABK adalah sekolah SLB atau sekolah inklusi.KarenaSekolah SLB jauh keberadaanya yaitu di wilayahkabupaten maka bagi anak ABK yang berada di daerahpinggiran atau jauh dari SLB bisa bersekolah di sekolahinklusi terdekat yaitu di SDN 1 Panimbo. Saya bersamabapk/ibu guru lain berusaha semampu kami untuk bisamemberikan pelayanan bagi siswa ABK agar bisamandiri”.(wawancara tanggal 11 Februari 2016)
Hal senada juga disampaikan oleh anggota komite
sekolah bapak Muji yang menuturkan bahwa:“Siswa berkebutuhan khusus juga butuh pendidikansebagaimana anak yang normal agar bisa berkembang.Bagi orang tua yang mempunyai anak ABK sekarangsudah bisa menyekolahkan anaknya di SDN 1 Panimbosebagi sekolah penyelenggara inklusi dan sekolahnyatidak jauh”.(hasil wawancara tanggal 11 Februari 2016)
Keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1
67
Panimbo adalah untuk menampung dan memenuhi
kebutuhan pendidikan bagi anak-anak ABK yang selama
ini belum bisa bersekolah khususnya di Desa Panimbo
dan umumnya bagi masyarakat sekitar yang mempunyai
anak berkebutuhan khusus (ABK). Pokok penekanannya
pendidikan inklusi ini adalah agar bisa berkembang dan
mandiri setidaknya mampu mengurus dirinya sendiri
sehingga tidak harus tergantung pada orang lain. Selain
dari itu dalam misinya SD Negeri 1 Panimbo juga men-
dukung dengan adanya pendidikan inklusi ini.Adapun
misi tersebut berbunyi“melayani peserta didik berke-
butuhan khusus tanpa membedakan dengan peserta
didik lain”.
4.2.1.3 DukunganMasyarakat, Komite dan Pimpinan
Pada awal penyelenggaraan sekolah inklusi masya-
rakat belum begitu tahu apa itu sekolah inklusi. Dengan
adanya sekolah inklusi di SD Negeri 1 Panimbo tentunya
bisa membuat orang tua terutama yang mempunyai anak
yang mengalami kekurangan merasa lega. Karena dengan
adanya sekolah inklusi mereka setidaknya punya harapan
untuk bisa menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
Sebagaimana hasil wawancara yang telah dilakukan
dengan Sutimin (tokoh masyarakat/ulama) menyatakan:“Dengan adanya sekolah inklusi yang bisa menampungsemua anak tanpa perbedaan di SDN 1 Panimbo sayasangat mendukung. Biar anak-anak yang mempunyaikekurangan fisik bisa bersekolah. Dulu sebelum adasekolah inklusi bagi orang tua yang mempunyai anak ABK
68
tidak mau menyekolahkan di sekolah reguler. Karena iaberanggapan anak yang mengalami keku- rangan tidakbisa belajar seperti anak-anak yang normal. Bila sekolahhanya menghabiskan waktu saja sehingga orang tua tidakbisa bekerja”.(wawancara tanggal 13Februari 2016)
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Sunadi
selaku ketua komite SD Negeri 1 Panimbo sebagai
berikut:“SDN 1 Panimbo sebagai penyelenggara sekolah inklusisangat membantu masyarakat terlebih orang tua yangmempunyai anak berkelainan khusus. Saya sebagaikomite juga sangat merespon. Dengan adanya sekolahinklusi anak-anak ABK bisa sekolah di SDN 1 Panimbodan tidak harus jauh-jauh ke SLB karena orang tuanyajuga tidak mampu untuk membiayainya”. (wawancaratanggal 13 Februari 2016)
Selain penjelasan tersebut di atas pernyataan ini
juga diperkuat oleh Suratman, S.Pd, M.Pd selaku kepala
sekolah SD Negeri 1 Panimbo sebagai berikut:“Sudah menjadi tugas saya sebagai kepala sekolah untukmelanjutkan sekolah inklusi di SD ini. Karena SD iniditunjuk sebagai sekolah penyelenggara inkulsi ya sayasiap melanjutkan sesuai dengan kemampuan saya.Apalagi saya juga belum pernah mengikuti pelatihantentang inklusi. Yang penting kita dukung secarabersama-sama antara kepala sekolah, guru-guru, komite,wali murid dan masyarakat sekitar. Mudah-mudahannanti ada pelatihan tentang sekolah penyelenggara inklusilagi sehingga pengetahuan tentang inklusi semakinbertambah”.(wawancara tanggal 13 Februari 2016)
Dari hasil wawancara ketiga nara sumber dapat
dipertegas bahwa dengan adanya sekolah inklusi di SD
Negeri 1 Panimbo sangat membantu masyarakat. Sekolah
inklusi sangat dibutuhkan oleh masyarakat terlebih orang
tua yang mempunyai anak ABK. Karena dengan adanya
69
sekolah inklusi yang dekat anak-anak penyandang cacad
bisa bersekolah. Anak-anak ABK bisa bergaul, berin-
teraksi dengan anak normal lainnya dan belajar bersama-
sama tanpa ada perbedaan.
4.2.1.4 Sosialisasi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Untuk persiapan pelaksanaan pendidikan inklusi
pihak sekolah sudah melakukan sosialisai kepada masya-
rakat dan sekolah di sekitar baik pada waktu penerimaan
murid baru, dalam pertemuan-pertemuan maupun acara-
acara di masyarakat agar pihak orang tua ABK atau
masyarakat pada umumnya tahu dan mau untuk menye-
kolahkan anaknya di sekolah inklusi yang ada yaitu di
SD Negeri 1 Panimbo. Sebagaimana penjelasan Rindho
Budi Utomo guru kelas enam berikut ini:“Pada awalnya sebelum penyelenggaraan sekolah inklusidi SDN 1 Panimbo kepala sekolah bersama dengan guru-guru melakukan sosialisasi kepada masyarakat dansekolah di sekitar Desa Panimbo. Tujuan sosialisai ini agarmasyarakat dan orang tua yang mempunyai anak ABKtahu dan bisa menyekolahkan anaknya. Anak-anak ABKtidak harus bersekolah di SDLB atau SLB yang ada di kotakabupaten tapi sekolah di sekolah inklusi terdekat yangada”.(wawancara tanggal 15 Februari 2016)
Kepala Sekolah SD Negeri 1 Panimbo juga
menjelaskan sebagai berikut:“Saya sebagai kepala sekolah baru di SD ini.Ketikasekolah ini ditunjuk untuk melaksanakan pendidikaninklusi saya sebagai kepala sekolah di SD Negeri 2Panimbo yang berada di di sebelah timur dari SDN 1Panimbo.Pada waktu itu kepala sekolah dan guru-gurupernah melakukan sosialisasi di SD saya pada saat adapertemuan dengan wali murid”. (wawancara tanggal15Februari 2016)
70
Hal senada juga dituturkan Sunadi sebagai komite
yang sudah dua kali terpilih dan menjadi ketuanya
sebagai berikut:“Penyelenggaraan inklusi di Desa Panimbo adalah halyang baru bagi masyarakat.Apalagi ditingkat KecamatanKedungjati juga belum ada sehingga untuk pelaksanaanyapasti ada hambatannya. Agar masalah tersebut bisadiatasi maka pihak sekolah melakukan sosialisai kepadamasyarakat agar mereka tahu dan paham akan pentingyapendidikan, serta menerima keberadaan sekolah inklusiyang ada di SDN 1 Panimbo. Untuk sosialisasi dengansekolah lain SDN 1 Panimbo sudah melakukan di SDN 2Panimbo sebagai sekolah tetangga dan terdekat”.(wawancara tanggal 15 Februari 2016)
Sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi
SD Negeri 1 Panimbo juga menerima murid dari wilayah
luar Desa Panimbo yang berada disekitarnya. Karena SD
Negeri 1 Panimbo berdekatan dengan wilayah
KecamatanWonosegoro tepatnya Desa Bengle. Dari
masyarakat Desa Bengle yang berada dekat wilayah Desa
Panimbo juga bersekolah di SD Negeri 1 Panimbo bahkan
ada anak ABK tuna rungu (belum ada identifikasi yang
resmi dari pihak terkait) dan slowleaner.Untuk kegiatan
sosialisasi pada awal penyelengaraan biaya dibebankan
pada BOS yang ada. Sedangkan untuk sosialisasi
lanjutan setelah men- dapatkan beasiswa dari APBD
tingkat I anggaran diambilkan dari beasiswa yang
diterima siswa ABK sesuai proposal yang telah dibuat.
(bukti dokumen)
71
4.2.2 Komponen InputAgar pelaksanaan pendidikan inklusi bisa berjalan
maka perlu adanya program.Untuk itu SD Negeri 1
Panimbo telah menyusun program tersebut agar penge-
lolaan anak ABK ada acuannya.Program tersebut bisa
dilihat pada tabel dibawah ini.Tabel 4.1
Program Pendidikan Inklusi SDN 1 Panimbo
No Rencana Pelaksanaan Rujukan Target1 Sosialisasi
Pendidikan InklusiKepalaSekolah,Guru,Komite
PemerintahDesa,masyarakat
Awal tahunajaran
2 Identifikasi ABK KepalaSekolah,Guru,Komite
Tenaga ahli(psikologi)
Awal tahunajaran
3 WhorkshopPenyelenggaraanInklusi
KepalaSekolah,Guru
PemerintahSelamaprogramberjalan
4 Kerjasama DenganTenaga Ahli
KepalaSekolah,Guru,Komite
Kepala Seklah,Guru,Komite
Selamaprogramberjalan
5 Pengadaan GPK KepalaSekolah,Guru
SLB,pemerintah
Selamaprogramberjalan
6 Sumber Dana KepalaSekolah,Guru,Komite
Komite,masyarakat,pemerintah
Selamaprogramberjalan
7 Pengadaan Sarpras KepalaSekolah,uru,Komite
Komite,masyarakat,pemerintah
Selamaprogramberjalan
8 Menjalin Kerjasama denganStakeholder
KepalaSekolah,Guru,Komite
Masyarakatdannarasumber
Selamaprogramberjalan
9 Membina Siswa keArah Life Skill
KepalaSekolah,Guru GPK
KepalaSekolah, guru,GPK
Selamaprogramberjalan
10 MenyiapkanProgram PPI
KepalaSekolah,Guru
KepalaSekolah, guru,GPK
Selamaprogramberjalan
72
Sumber : Hasil wawancara dan dokumen sekolah
4.2.2.1Sosialisasi Pendidikan Inklusi
Sosialisasi kepada masyarakat dan sekolah diseki-
tar untuk persiapan pelaksanaan pendidikan inklusi
sudah dilakukan baik pada waktu penerimaan murid
baru, dalam pertemuan-pertemuan maupun acara-acara
di masyarakat agar pihak orang tua ABK atau masyarakat
pada umumnya tahu dan mau untuk menyekolahkan
anaknya di sekolah inklusi yang ada yaitu di SD Negeri 1
Panimbo. Sebagaimana penjelasan guru SD Negeri 1
Panimbo berikut:“Pada saat sebelum sekolah inklusi di selenggarakan diSDN 1 Panimbo kepala sekolah bersama dengan guru-guru melakukan sosialisasi kepada masyarakat dansekolah di sekitar Desa Panimbo. Tujuan sosialisai ini agarmasyarakat dan orang tua yang mempunyai anak ABKtahu dan bisa menye- kolahkan anaknya. Anak-anak ABKtidak harus bersekolah di SDLB atau SLB yang ada di kotakabupaten tapi bisa belajar di sekolah inklusi yang adaterdekat”.(wawancara tanggal 17 Februari 2016)
Kepala Sekolah SD Negeri 1 Panimbo juga menjelas-
kan sebagai berikut:“Di SD ini saya baru menjabat sebagai kepalasekolah.Ketika sekolah ini ditunjuk untuk melaksanakanpendidikan inklusi saya sebagai kepala sekolah di SDNegeri 2 Panimbo yang berada di di sebelah timur dariSDN 1 Panimbo.Pada waktu itu kepala sekolah dan guru-guru pernah melakukan sosialisasi di SD saya pada saatada pertemuan dengan wali murid”. (wawancara tanggal17 Februari 2016)
Hal senada juga dituturkan Sunadi sebagai komite
yang sudah dua kali terpilih dan menjadi ketuanya
sebagai berikut:
73
“Pendidikan inklusi di Desa Panimbo adalah hal yang barubagi masyarakat.Apalagi ditingkat Kecamatan Kedungjatijuga belum ada sehingga untuk pelaksanaanya pasti adahambatannya. Agar masalah tersebut bisa diatasisosialisai kepada masyarakat dilakukan supaya pahamdan tahu akan pentingya pendidikan, serta menerimakeberadaan sekolah inklusi yang ada di SDN 1 Panimbo.Untuk sosialisasi dengan sekolah lain SDN 1 Panimbosudah melakukan di SDN 2 Panimbo sebagai sekolahtetangga dan dimasyarakat”.(wawancara tanggal 17Februari 2016)
Sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi
SD Negeri 1 Panimbo juga menerima murid dari wilayah
luar Desa Panimbo yang berada disekitarnya. Karena SD
Negeri 1 Panimbo berdekatan dengan wilayah Kecamatan
Wonosegoro tepatnya Desa Bengle. Dari masyarakat Desa
Bengle yang berada dekat wilayah Desa Panimbo juga
bersekolah di SD Negeri 1 Panimbo bahkan ada anak ABK
tuna rungu (belum ada identifikasi yang resmi dari pihak
terkait) dan slowleaner.Untuk kegiatan sosialisasi pada
awal penyelengaraan biaya dibebankan pada BOS yang
ada. Sedangkan untuk sosialisasi lanjutan setelah
mendapatkan beasiswa dari APBD tingkat I anggaran
diambilkan dari beasiswa yang diterima siswa ABK sesuai
proposal yang telah dibuat. (bukti dokumen)
4.2.2.2 Identifikasi siswa ABK
Sekolah inklusi menerima semua siswa yang ingin
masuk di sekolah inklusi baik siswa normal maupun
siswa yang mempunyai kekurangan (difabel).Untuk
pembelajarannya menjadi satu kelas atau belajar secara
74
bersama-sama.Untuk identifikasi siswa ABK SD Negeri 1
Panimbo belum menjalin kerjasama dengan rumah sakit
jiwa (RSJ) yang ada.Hal ini karena rumah sakit jiwa
letaknya jauh dari lokasi sekolah yaitu adanya di Wilayah
Semarang.Untuk mengetahui siswa ABK yang masuk
sekolah, dari pihak sekolah atau bapak ibu guru hanya
berpedoman pada jenis kekurangan yang mereka alami
misalnya lamban belajar, lumpuh, kurang pendengaran
atau jenis lainnya.
Identifikasi siswa ABK ini dilakukan pihak sekolah
pada saat penerimaan siswa baru.Harapannya kedepan
untuk identifikasi siswa ABK ini bisa dilakukan
kerjasama antara pihak sekolah dengan tenaga ahli atau
psikolog dari rumah sakit jiwa (RSJ) agar siswa ABK yang
ada benar-benar bisa dideteksi sesuai jenis kelainannnya
sehingga pelayanannya bisa lebih tepat. Sebagaimana
hasil wawancara dengan kepala sekolah yang menya-
takan:“Identifikasi siswa ABK di sekolah kami baru dilakukanoleh pihak sekolah atau guru dengan cara melihat jeniskelainan yang mereka alami. Setelah itu baru kitakatakan jenis kelainan nya. Hal ini dilakukan karenasekolah belum menjalin kerjasama dengan tenaga ahliatau pihak rumah sakit jiwa (RSJ) yang ada. Mudah-mudahan hal ini bisa segera diatasi dengan kerjasamapada pihak yang berwenang kalau ada dana atau beasiswalagi”.(wawancara tanggal 20 Februari 2016)
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wahyuningsih
guru kelas dua sebagai berikut:
75
“Awal tahun pelajaran saat penerimaan murid baru pihaksekolah dan guru mendaftar siswa yang masuk sambilmenyeleksi siswa ABK yang ada. Kalau ada siswa ABKyang jelas kecacadannya kita beri tanda siswa ABK tetapiuntuk menentukan siswa yang slowleaner baru setelahbeberapa minggu dalam pembelajaran dikelas”.(wawancara tanggal 20 Februari 2016)
Pendapat di atas diperkuat oleh Sunadi selaku
ketua komite SD Negeri 1 Panimbo yang menyatakan:“SDN 1 Panimbo sebagai sekolah inklusi sampai saat inibelum menjalin kerjasama dengan pihak rumah sakit jiwayang ada sehingga untuk mengidentifikasi siswa ABK,sekolah berpedoman pada jenis kekurangan yang merekaalami”.(wawancara tanggal 20 Februari 2016)
Jadi dari penjelasan nara sumber di atas dapat
disimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi jenis ABK
yang ada di sekolah SD Negeri 1 Panimbo selama ini
hanya berpedoman pada jenis kecacadan yang mereka
alami belum ada tes secara resmi dari tenaga ahli atau
RSJ terkait. Hal ini disebabkan karena kepala sekolah
yang menjabat sering dimutasi, belum adanya dana
untuk melakukan idenfikasi ke RSJ dan juga jarak RSJ
yang jauh dari sekolahan sehingga identikasi siswa ABK
selama ini yang secara tepat sesuai jenis kekurangannya
belum bisa terlaksana.
4.2.2.3 Pelatihan/WorkshopPendidikan Inklusi
Pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai
sekolah inklusi tentunya juga sudah dipersiapkan sejak
dini agar program pendidikan inklusi bisa berjalan
dengan baik. Aturan tersebut supayalembaga sekolah
76
penyelenggara inklusi bisa terlaksana sesuai aturan yang
ada. Adapun kebijakan tersebut salah satunya adalah
pengadaan workshop bagi sekolah penyelenggara inklusi.
Workshop atau pelatihan yang pernah diikuti oleh SD
Negeri 1 Panimbo tahun 2010 yaitu workshop yang
diselenggarakan oleh BP-Diksus Semarang yang diikuti
oleh kepala sekolah dan satu guru yang telah ditunjuk
oleh sekolah sebagai perwakilan. Karena untuk kepala
sekolahnya pada waktu itu masih dirangkap maka yang
ikut pelatihan akhirnya guru semua. Kemudian pada
tahun 2014 juga pernah mengikuti workshop atau
pelatihan di Semarang lagi tapi untuk kali ini hanya satu
orang guru yang dikirim karena untuk kepala sekolah
pada waktu itu masih dirangkap kepala sekolah dari SD
lain.Dengan adanya workshop atau pelatihan tersebut
harapannya SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah
penyelenggara inklusi guru-gurunya bisa dan mampu
mendidik anak ABK dengan baik. Tetapi hal tersebut
justru malah kebalikannya karena dua orang guru yang
pernah mengikuti pelatihan tadi dua-duanya sudah
dimutasi dari SD Negeri 1 Panimbo yang satu kembali ke
asal wilayahnya di Rembang sedangkan yang satunya lagi
dimutasi di SD Negeri 2 Panimbo sebagai mana
penjelasan kepala sekolah sebagai berikut:“Untuk kelancaran penyelengaraan pendidikan inklusi diSDN 1 Panimbo ini pihak pemerintah khususnyaPemerintah Provinsi sudah berusaha memberikan
77
whorkshop atau pelatihan bagi sekolah-sekolah inklusise-Jateng agar penyelenggaraannya bisa bejalan sesuaiperaturan, akan tetapi di SDN 1 Panimbo ini guru-guruyang pernah ikut workshop sekarang sudah dimutasisemua sehingga untuk pembelajaran terutama siswa ABKmenjadi kurang maksimal”.(wawancara tanggal 22Februari 2016)
Keterangan kepala sekolah tersebut diperjelas oleh
Rindho Budi Utomo guru kelas enam sebagai berikut:
“Pada tahun yang lalu SDN 1 Panimbo guru-gurunyasudah pernah ada yang mengikuti whorkshop ataupelatihan inklusi di Semarang. Bahkan ada dua orangguru yang pernah ikut pelatihan tapi sekarang dua gurutersebut sudah pindah semua. Jadi guru-guru yang adasekarang dalam mengajar siswa ABK ya semampu kitasesuai pengalaman yang dimiliki. Tapi walaupundemikian siswa ABK tetap kita layani dengan baik hanyakurang maksimal saja karena kurangnya pengalamankami”.(wawancara tanggal 22 Februari 2016)
Dari penjelasan Kepala Sekolah dan Rindho Budi
Utomo tersebut diperkuat oleh Sutardiyanto selaku
komite sekolah sebagai berikut:“Bapak/Ibu guru SDN 1
Panimbo pada waktu itu sudah ada yang ikut pelatihan
inklusi di Semarang, tapi guru tersebut sekarang sudah
dipindah ke sekolah lain”.
Untuk pelaksanaan workshop penyelenggaraan
pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo ini sebetul-
nya sudah pernah dilakukan oleh guru-guru. Hanya saja
bapak/ibu guru yang sudah pernah mengikuti pelatihan
sekarang tidak mengajar lagi di SD Negeri 1 Panimbo
maka untuk pembelajaran bagi siswa ABK menjadi
kurang maksimal karena guru-guru yang ada tidak
78
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk siswa ABK.
Kepala Sekolah berencana mengirim guru-guru untuk
whorkshop pendidikan inklusi agar SD Negeri 1 Panimbo
guru-gurunya mempunyai pengetahuan dan ketrampilan
dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak berke-
butuhan khusus (ABK), sehingga program pendidikan
inklusi di SD ini bisa lebih baik lagi. Studi dokumentasi
berupa hasil sertifikat dan RKT/RKS sekolah yang ada.
4.2.2.5 Kerjasama Dengan Tenaga Ahli
Yang dimaksud dengan team ahli yaitu orang yang
mempunyai ilmu kejiwaan atau psikologi.Orang yang
mempunyai keahlian ini biasa disebut tenaga psykiater.
Untuk mendapatkan tenaga ahli sekolah harus melaku-
kan kerjasama dengan rumah sakit jiwa (RSJ) terkait.
Karena SD Negeri 1 Panimbo berada jauh dari RSJ maka
untuk menjalin kerjasama dengan tenaga ahli sampai
saat ini belum terlaksana. Selain karena jauh juga
terkendala masalah dana yang dibutuhkan. Agar
apayang sudah diprogramkan tersebut bisa terlaksana
maka perlu adanya campur tangan pemerintah baik
pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah
daerah.Disamping itu perlu juga dukungan dari pihak
ketiga (donatur) agar pendidikan inklusi di SD Negeri 1
Panimbo bisa terwujud.
4.2.2.5 Pengadaan Guru Pembimbing Khusus (GPK)
Guru pembimbing khusus (GPK) adalahguru yang-
79
bertugas membimbing anak-anak ABK yang berasal dari
lulusan pendidikan SLB atau yang sederajat. Guru
pembimbing khusus ini sudah mempunyai keahlian
terhadap anak-anak ABK. SD Negeri 1 Panimbo sebagai
sekolah penyelenggara inklusi sampai saat ini belum
mempunyai GPK. Padahal kehadirannya sangat dibutuh-
kan sekolah agar bisa membantu guru kelas dalam
melayani anak berkebutuhan khusus (ABK). Keberadaan
SDLB yang ada jauh dari sekolah yaitu dikota kabupaten.
Jarak tempuh ke kabupaten dari sekolah dua jam lebih
dengan mengendarai sepada motor. Disamping itu untuk
mendatangkan GPK dari kabupaten masih terkendala
dengan dana. Untuk bantuan dari APBD 1 baik beasiswa
maupun bantuan operasional untuk tahun 2015 juga
tidak ada. Sekolah dalam memberikan layanan kepada
siswa ABK kalau tidak ada bantuan beasiswa maka hanya
bersumber dari dana BOS yang ada dan digunakan untuk
kepentingan operasional sekolah secara bersama-sama
dengan siswa normal lainnya. Mengenai GPK kaitannya
dengan sekolah inklusi seperti hasil wawancara dengan
kepala sekolah sebagai berikut:“Sebagai sekolah inklusi kehadiran GPK sangat
dibutuhkan oleh sekolah. Karena dengan adanya GPKyang sudah mempunyai pengalaman dalam melayanisiswa ABK sehingga siswa ABK yang ada di SDN 1Panimbo akan terlayani dengan lebih baik lagi. Akan tetapisampai saat ini sekolah belum bisa mendatangkan GPKkarena terkendala dengan dana. Untuk melayani siswaABK dilakukan guru kelas masing-masing”.(wawancaratanggal 24 Februari 2016)
80
Pendapat tersebut diperkuat oleh Rindho Budi
Utomo sebagai berikut:“Sekolah belum mempunyai guru pembimbing khusus(GPK), maka guru kelas yang bertindak sebagai GPKdengan bekal dan kemampuan yang ada agar siswa ABKjuga mendapat pelayanan pendidikannya”. (wawancaratanggal 24 Februari 2016)
Selain itu pendapat dari Mudinem guru kelas tiga
juga menjelaskan sebagai berikut:“Sebagai sekolah inklusi kalau hanya mengandalkan gurukelas saja untuk membimbing siswa ABK hasilnya tidakakan maksimal.Kami selaku guru kelas sudah berusahasemaksimal mungkin untuk memberikan pelayanankepada siswa ABK, tetapi karena kemam- puan kami yangterbatas maka hasilnya juga belum maksimal. Mestinyapemerintah harus memikirkan sekolah inklusi yang belummempunyai GPK untuk menugaskan atau mengangkatGPK di sekolah inklusi walaupun hanya satu gurusehingga pelayanan pada siswa yang mempunyaikebutuhan khusus menjadi lebih baik”.(wawancara tangal24 Februari 2016)
Hasil wawancara tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa untuk pembelajaran di SD Negeri 1 Panimbo
terutama untuk melayani siswa ABK selama ini masih
dilakukan oleh guru kelas dan belum pernah mendatang-
kan guru pembimbing khusus. Padahal keberadaan GPK
sangat dibutuhkan sekali di sekolah inklusi agar siswa
ABK yang ada bisa terlayani lebih baik lagi karena GPK
mempunyai pengalaman khusus untuk mendidik siswa
yang membutuhkan pelayanan khusus.
4.2.2.6 Sumber Dana Inklusi
Sumber dana untuk penyelenggaraanpendidikan-
81
inklusi di SD Negeri 1 Panimbo berasal dari APBD
Provinsi dan dana BOS sekolah. Dana yang berasal dari
APBD 1 biasanya berupa beasiswa inklusi dan dana
operasional. Untuk memperoleh dana tersebut sekolah
harus membuat proposal setelah ada perintah atau
petunjuk dari Pemerintah Kabupaten setempat. Penga-
juan bantuan beasiswa atau dana operasional tidak setiap
tahun ada tergantung pada pemerintah provinsi (APBD 1).
Bantuan beasiswa yang pernah diperoleh siswa ABK
digunakan untuk keperluan mereka. Karena yang
mendapat beasiswa hanya beberapa siswa saja tidak
sesuai jumlah ABK yang ada maka dari pihak sekolah
membagikan kepada semua siwa ABK yang ada dengan
bagian yang sama. Bantuan operasional yang pernah
diterima di SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah inklusi
diujudkan barang sehingga barang tersebut kadang tidak
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan sekolah.
Karena dana bantuan atau beasiswa untuk siswa ABK
juga tidak setiap tahun ada, maka sekolah kalau hanya
mengandalkan dana BOS yang ada juga tidak cukup.
Untuk mencari bantuan dari pihak lain juga masih
kesulitan karena wilayah di SD Negeri 1 Panimbo berada
jauh dari industri atau perusahaan-perusahaan.
82
Tabel 4.2
Data ABKpenerima beasiswa tahun 2014
No Nama Kelas L/P Jenis ABK Ket1 Gisela Nabila
Syakieb1 P Slowleaner
2 Septriasa Ramadani 1 P Slowleaner3 Adha Desi Lutfiana 1 P Slowleaner4 Aditya 2 L Slowleaner5 Antono 2 L Slowleaner6 Bagas Aji Santoso 2 L Tuna rungu sedang7 Rahayu Ningsih 3 P Slowleaner8 Tri Yantik 3 P Slowleaner9 Septi Wahyuningsih 4 P Slowleaner10 Johana Kusuma 4 L Slowleaner11 Jesen 4 L Slowleaner12 Bagas Saputra 4 L Slowleaner13 Denik Murtasiyah 5 P Slowleaner14 Rendy Aditya 5 L Slowleaner15 Wahyu Pujilestari 5 P Slowleaner16 Endik Setiyawan 6 L Slowleaner17 Andi Romandhon 6 L Slowleaner18 Eliyani 6 P Slowleaner
Hasil dokumen beasiswa ABK 2014
4.2.2.7 Pengadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana di SD Negeri 1 Panimbo seba
gai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi masih
sangat kurang. Hal ini karena untuk ruang kelas saja
sampai sekarang belum lengkap baru ada lima kelas
sehingga untuk kelas dua harus masuk siang. Dari pihak
sekolah sebetulnya sudah berusaha mengajukan proposal
ke pemerintah terkait melalui UPTD Pendidikan setempat
tetapi belum dapat teralisasi.Tentunya tidak hanya
ruangan kelas saja yang kurang di sekolah inklusi juga
83
perlu ada ruangan untuk bimbingan khusus bagi anak
ABK.
Untuk sarana dan prasarana lain SD Negeri 1
Panimbo pada tahun 2011 mengajukan proposal ke APBD
1 untuk peralatan yang berhubungan dengan kebutuhan
inklusi. Proposal tersebut dari pemerintah provinsi
diujudkan berupa barang-barang meliputi: peralatan
drumband, organ, komputer, LCD, handy camp, puzzel
dan kepentingan kebutuhan inklusi lainnya. Harga
bantuan tersebut diperkirakan mencapai Rp.50.000.000
karena sekolah memang tidak menerima rincian harga
barangnya, yang diterima hanya daftar nama barang-
barang yang ada.
Pengelolaan dan penyimpanan peralatan yang ada
dikelola oleh tenaga administrasi sekaligus sebagai
penjaga sekolah. Karena sekolah belum mempunyai
gudang yang layak hanya ada ruangan kecil saja maka
peralatan yang ada kurang bisa terawat dengan
baik.Bahkan peralatan tersebut sudah ada yang rusak
dan mahal untuk penyervisannya sehingga dibiarkan
begitu saja.Sebagai pengelola dan penyimpanan barang
tentu tugasnya tidak hanya menyimpan saja tetapi juga
mencatat dan mengiventariskan barang-barang yang
dimiliki sekolah. Petugas ini sekarang dikenal dengan
nama petugas aset sekolah. Seperti penjelasan kepala
sekolah yang menyatakan sebagai berikut:
84
“Agar peralatan sekolah yang ada bisa bermanfaat perluadanya pengelolaan dan penyimpanan. Sebagai petugasaset saya serahkan kepada tenaga administrasi yang notabenenya adalah penjaga sekolah dan sudah diangkatCPNS tahun 2014 yang lalu”.(wawancara tanggal 27Februari 2016)
Begitu juga pendapat Susanto sebagai petugas aset
yang menyatakan sebagai berikut:“Sebagai petugas aset saya telah mencatat barang-barangmilik sekolah termasuk peralatan bantuan dari APBD 1untuk siswa ABK. Selain masuk dalam buku inventarisbarang-barang tersebut perlu kelola dan dirawat tapisayang gudang penyimpan barang belumlayak”.(wawancara tanggal 27 Februari 2016)
Dari penjelasan kepala sekolah dan petugas aset di
atas dapat disimpulkan bahwa untuk sarana dan prasa-
rana di SD Negeri 1 Panimbo sebagai penyelenggara
pendidikan inklusi masih jauh dari harapan karena
masih banyak kekurangannya baik sarana maupun
prasananya.Untuk itu perlu adanya perhatian dari pihak
pemerintah yang lebih serius lagi agar pendidikan inklusi
yang sudah dilaksanakan di SD Negeri 1 Panimbo bisa
berjalan dengan baik.
Hasil dari lapangan mengenai sarana dan prasaran
yang belum ada di SD Negeri 1 Panimbo dapat dilihat data
seperti di bawah ini:
85
Tabel 4.3
Sarpras yang belum ada di SDN 1 Panimbo
No Nama Barang Manfaat
1 Ruang Kelas Untuk pembelajaran
2. Perpustakaan Wacana membaca dan belajar
3. Ruang Bimbingan Untuk bimbingan ABK
4. Kursi Roda Sarana ABK tuna daksa/folio
5. Alat Peraga KBM
6. Alat Olah Raga Mengembangkan bakat ABK
Hasil pengamatan lapangan
4.2.2.8MenjalinKerjasama dengan Stakeholder
Kerjasama sangat dibutuhkan dalam penyeleng-
garaan pendidikan inklusi. Kerjasama tersebut berguna
untuk mendukung agar pelaksanaan pendidikan inklusi
dikenal oleh masyarakat umum. Setelah tahu atau kenal
harapannya bagi orang tua yang mempunyai anak ABK
mau menyekolahkan di sekolah inklusi terdekat.
4.2.2.8.1 Tokoh Masyarakat
Sebagai tokoh masyarakat sangat besar pengaruh-
nya dalam kehidupan di lingkungnnya.Untuk itu sekolah
sangat membutuhkan orang-orang seperti itu agar dima-
syarakat mereka juga bisa mensosialisasikan pendidikan
inklusi kepada masyarakat yang ada dilingkungannya
untuk mendukung terselenggaranya pendidikan inklusi di
sekolah.
86
4.2.2.8.2 Komite Sekolah
Setiap lembaga pendidikan mempunyai mitra kerja
untuk mendukung program sekolah.Mitra kerja tersebut
adalah komite sekolah.Tugas komite membantu sekolah
dalam melaksanakan program pendidikan yang dijalan-
kan agar terlaksana dengan baik.SD Negeri 1 Panimbo
dalam merencanakan program pendidikan inklusi juga
melibatkan komite sekolah. Berikut pernyataan Sunadi
selaku ketua komite:“Komite adalah sebagai mitra kerja sekolah untuk itu sayadan teman-teman sewaktu-waktu dibutuhkan siapmembantu semampunya demi kemajuan pendidikananak-anak bangsa.Dalam merencanakan program sekolahjuga melibatkan komite walaupun tidak semua anggotatapi cukup perwakilan saja.Untuk sarpras terutamagedung di SDN 1 Panimbo ini kurang karena memang luastanah juga tidak mencukupi. Melalui pertemuan antarapihak sekolah, komite, tokoh masyarakat dan wali muridtelah menyepakati untuk membeli tanah seluas ± 75 m²hasil dari iuran wali murid dan pihak sekolah. Untukpembangunannya baru diajukan ke pemda setempat dansampai saat ini belum teralisasi”.(wawancara tanggal 1Maret 2016)
Dari pendapat komite tersebut diperkuat oleh
pendapat kepala sekolah yang menyatakan sebagai
berikut:“Secara umum pihak sekolah dalam merencanakanprogram tidak lupa melibatkan komite lebih-lebih sekolahpenyelenggara inklusi seperti SDN 1 Panimbo ini. Tugaskomite menampung aspirasi dari masyarakat laludisampaikan pihak sekolah untuk masukan dalammembuat program baik program secara umum maupunprogram inklusi”.(wawancara tanggal 1 Maret 2016)
87
Pendapat tersebut diperkuat oleh Rindho Budi
Utomo sebagai berikut:“Dalam menyusun program inklusi sekolah ini tidak lupamengundang komite sekolah. Peran komite sangat pentingterutama untuk menampung aspirasi dari masyarakatyang bisa digunakan untuk masukan dalam menetapkanprogram inklusi”.(wawancara tanggal 1 Maret 2016)
Sudah jelas bahwa komite sekolah sangat dibutuh-
kan keberadaannya oleh pihak sekolah dalam perencana-
an program yang berhubungan dengan sekolah inklusi di
SD Negeri 1 Panimbo ini. Karena komite sekolah sebagai
wakil dari masyarakat dan orang tua wali murid untuk
menyampaikan aspirasi kepada pihak sekolah.
4.2.2.8.3 Orang Tua Wali (Wali Murid)
Selain hubungan dengan komite sekolah, hubungan
dengan orang wali murid juga sangat penting. Terlebih
hubungan dengan orang tua ABK. Dengan adanaya
hubungan yang baik maka keharmonisan antara sekolah
dengan orang tua wali akan memudahkan untuk men-
dapatkan informasi yang menyangkut dengan siswa
berkebutuhan khusus secara mudah.
Pelayanan pendidikan di sekolah berkisar antara
empat hingga tujuh jam saja sedangkan di rumah siswa
waktunya lebih banyak. Ini artinya orang tua dalam
membimbing putra-putrinya di rumah lebih lama
dibanding bapak ibu guru di sekolah. Orang tua yang
memperhatikan perkembangan anak ABK-nya sangat
besar manfaatnya untuk masa depannya. Sebagaimana
88
hasil wawancara dengan Ibu Sumiyem yang mempunyai
anak ABK sebagai berikut:“Sebagai orang tua wali murid saya sangat mendukung SDN1 Panimbo sebagai sekolah inklusi. Saya mem- punyaianak ABK yaitu pendengarannya terganggu kalaudipanggil.hanya sekali bisa menjawab dan selanjutnyahanya tertawa-tawa saja bila dipanggil. Sekarang sudahkelas tiga dan mengenai hasil belajarnya terserah bapakibu guru yang penting dia mau berkumpul dengan teman-temannya di sekolah. Masalahnya kalau di rumah selalupergi kemana saja kadang-kadang tidakterkontrol”.(wawancara tanggal 3 Maret 2016)
Pendapat dari Ibu Sumiyem diperkuat oleh
pendapat Ibu Dwi Rahayu orang tua wali dari Gading
Satria Adinata kelas 1 (siswa tuna daksa/folio)“Saya mempunyai anak lumpuh dan sudah usia sekolah.Sekarang sudah saya sekolahkan di SDN 1 Panimbo.Karena saya asli orang Panimbo dan rumah saya jarakdari sekolah kurang lebih hanya lima ratus meter saja.Saya senang anak saya bisa bersekolah walaupun sayasetiap hari harus mengantarnya. Untuk perencanaanprogram inklusi saya kurang paham karena anak sayajuga baru kelas satu yang penting apa yang diajarkansekolah kepada anak-anak baik, kitaharusmendukungnya”.(wawancara tanggal 3 Maret 2016)
Hal tersebut di atas juga didukung hasil wawan-
cara dengan Ibu Wartiyem wali murid dari Jacinta yang
anaknya normal sebagai berikut:“Biarpun anak saya sekolah bersama-sama anak ABK,saya tidak menghiraukan keberadaanya. Karena merekajuga pengen sekolah dan berkumpul dengan teman-temansebayanya. Sebagai orang tua kita harus menghargaiterhadap anak-anak yang mempunyai kebutuhuankhusus (ABK) agar mereka juga mendapat pendidik-ansebagaimana yang diperoleh anak normal”. (wawancaratanggal 3 Maret 2016)
89
Hasil wawancara dari ketiga nara sumber di atas
dapat disimpulkan bahwa wali murid sangat mendukung
dengan adanya penyelenggaraan sekolah inklusi yaitu SD
Negeri 1 Panimbo. Mereka merasa senang karena anaknya
bisa sekolah, begitu juga dengan wali murid yang lain
merekajuga bisa menerima keberadaan siswa ABK yang
ada disekolah. Bukti lain berupa dokumen orang tua yang
selalu menunggu anaknya karena masih ada siswa kelas
satu yang belum mau tinggal orang tuanya sehingga
4.2.2.9Membina Siswa ke Arah Life Skill
Sekolah berusaha dalam melayani siswa-siswi ABK
yang ada, tujuannya agar mereka bisa mandiri.
Maksudnya bahwa siswa ABK yang sudah bersekolah di
SD Negeri 1 Panimbo selain mereka bisa menikmati pen-
didikan setidaknya ia dapat melakukan sesuatu sendiri
yang dianggap mampu tanpa bantuan orang lain (orang
tua). Misalnya memakai baju, makan dan lain-lain.
4.2.2.9.1 Prestasi yang diperoleh siswa ABK
Setiap manusia mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda.Kemampuan tersebut dinamakan
bakat.Begitu juga halnya dengan siswa ABK.Meskipun
siswa ABK tentu juga mempunyai bakat di dalam dirinya.
Untuk mengembangkan bakat tersebut perlu dilatih dan
dibim- bing agar bisa menonjol. Lebih-lebih siswa ABK
yang bersekolah di SD Negeri 1 Panimbo rata-rata adalah
siswa slowleaner atau siswa lambat belajar.Lambat
90
belajar ini biasanya berhubungan dengan membaca atau
menulis dan menerima materi pelajaran. Sedangkan
dibidang lain seperti melukis, menyanyi atau olah raga
tentu siswa ABK ini ada yang mampu. Hal ini sesuai hasil
wawancara dengan Susanto sebagai tenaga administrasi
atau penjaga yang pernah membimbing siswa ABK untuk
lomba lukis sebagai berikut:“Saya pernah membimbing Bagas siswa slowleanermengikuti lomba dikabupaten yang diselenggarakan olehPLAN di Grobogan mendapat juara dua dan mendapathadiah sepeda. Kemudia tahun ini mengikuti lomba lukisPOPDA ditingkat kecamatan juga juara dua”. (wawancaratanggal 5 Maret 2016)
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Sugiyarso
sebagai guru olah raga sebagai berikut:“Pada tahun yang
lalu Ihksan siswa slow leaner pernah ikut seleksi bola
POPDA tingkat kecamatan juga terpilih ikut mewakili
tingkat Kecamatan Kedungajati walau akhirnya dikalah-
kan oleh Kecamatan Tegowanu”.
Selanjutnya kepala sekolah juga mempertegas dari
kedua pendapat tersebut bahwa :“Pada POPDA tahun ini 2016 dari sekolah kami mengikutilomba lukisoleh Bagas siswa slowleaner yang sudahbeberapa kali mengikuti lomba lukis mendapat juara duadi tingkat kecamatan. Sebetulnya dari dua yuri sudahmemenangkan menjadi juara satu tetapi ada satu yuriyang menyatakan dalam menggambarnya Bagasmenggunakan penggaris akhirnya digeser men- jadi juarakedua”.(wawancara tanggal 5 Maret2016)
Ini membuktikan bahwa siswa ABK juga mem-
punyai potensi di bidang non akademik yang perlu
91
dikembangkan. Walaupun di SD Negeri 1 Panimbo belum
mempunyai GPK tetapi juga sudah mampu membimbing
siswa ABK mencapai prestasi apalagi kalau ada guru
GPK-nya pasti akan lebih meningkat lagi.
4.2.2.10Menyiapkan Program PPI
Untuk hasil pelaksanaan program pendidikan
individual (PPI) tidak terlaksana.Hal ini karena untuk
mewujudkan PPI membutuhkan pengetahuan khusus
yang mestinya dimiliki oleh GPK.Berhubung di SD Negeri
1 Panimbo sebagai sekolah inklusi belum mempunyai
GPK maka hasilnya untuk mengembangkan program
pendidikan individual tidak berjalan.Selain dari itu guru-
guru kelas yang biasa menangani anak-anak ABK
menyatakan belum mampu dan tidak paham mengenai
PPI.
4.2.2.2Sumber Daya Manusia atau Guru
Sumber daya manusia atau tenaga pendidik dan
kependidikan di SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari bebe-
rapa komponen antara lain meliputi:
4.2.2.2.1 Kepala Sekolah
Peran kepala sekolah sebagai manajer atau
pimpinan sangat besar manfaatnya dalam penyeleng-
garaan pendidikan inklusi. Karena untuk menentukan
program inklusi dibutuhkan pemikiran yang komplek
dan pandangan yang luas agar bisa menghasilkan
progran yang baik atau strategis. Disamping itu kepala
92
sekolah juga harus pandai-pandai memanfaatkan sumber
daya yang ada di sekolah berupa apa saja untuk men-
dukung terselenggaranya pendidikan inklusi di sekolah
yang dipimpinnya. Belum lagi kalau ada perubahan atau
pengembangan kurikulum yang disesuiakan dengan ke-
butuhan siswa ABK agar semuan siswa terpenuhi akan
kebutuhan pendidikannya. Hal ini sesuai dengan prinsip
pendidikan inklusi yaitu melayani pendidikan untuk
semua tanpa perbedaan agar lulusan atau out put mem-
punyai ketrampilan untuk hidupnya.
Hal ini sesuai yang diungkapkan Aprilia Damayanti
mengenai pentingnya peran kepala sekolah sebagai
berikut;“Kepala sekolah memegang peranan penting dalammenentukan program di sekolah. Program tersebutmeliputi program akademik maupun non akademik.Apalagi sebagai sekolah inklusi tentu dalam membuatprogram berbeda dengan sekolah yang bukan inklusi.Dalam pembuatan program tersebut juga dibantu olehguru-guru sehingga bisa memberi masukan bila adaprogram yang kurang sesuai. Tapi walaupun demikianberhasil dan tidaknya program adalah tangggungjawabkepala sekolah”.(wawancara tanggal 8 Maret 2016)
Pendapat lain yang mendukung dari pernyataan
Aprilia Damayanti adalah Wahyuningsih yang menutur-
kan sebagai berikut:“Program pendidikan sekolah inklusi di sekolah kamidisusun secara bersama-sama setelah melakukanpertemuan terlebih dahulu. Dalam menyususun programini juga disesuaikan dengan kemampuan dan kondisisarpras di sekolah yang ada. Kepala Sekolah diharapkanmampu membimbing guru-guru sesuai potensi yang
93
dimilki sehingga program inklusi bisa terlaksana sesuaitujuan dengan baik”.(wawancara tanggal 8 Maret 2016)
Kedua pendapat di atas diperkuat dengan pendapat
Sugiyarso yang menyatakan bahwa:“Penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN 1 Panimboprogramnya disusun atau direncanakan oleh kepalasekolah bersama-sama bapak/ibu guru melalui perte-muan terlebih dahulu. Dengan demikian maka apa yangkita butuhkn untuk kepentingan inklusi guru-guru bisamemberi masukan, tapi tanggungjawab program adaditangan kepala sekolah”.(wawancara tanggal 8 Maret2016)
Dari keterangan tiga nara sumber di atas jelas
bahwa peran kepala sekolah dalam menyusun atau
membuat program sekolah inklusi sangat menentukan
akan keberhasilan program apakah berhasil atau tidak.
Tergantung bagaimana manajemen kepala sekolah dalam
menerapkan progran tersebut, karena guru-guru hanya
sebagai pelaksana program saja dan tanggungjawab
sepenuhnya ada di kepala sekolah.
4.2.2.2.2 Guru Kelas
Guru kelas adalah guru/pendidik yang mengajar di
kelas dan sekaligus sebagai wali kelas yang diajarnya.
Guru kelas hanya berlaku di tingkat Sekolah Dasar (SD)
saja. Sebagai sekolah inklusi maka guru kelas harus
mengajar siswa yang normal dan siswa inklusi satu kelas
secara bersama-sama.Lebih-lebih sekolah inklusi yang
belum ada Guru Pembimbing Khusus (GPK) maka kerja
guru kelas harus lebih ekstra dan membutuhkan
94
kesabaran tersendiri. Karena tidak semua guru bisa dan
mampu mendidik siswa ABK tanpa adanya kesabaran,
ketulusan, keiklahasan, ketekunan yang dimiliki. Seperti
pendapat kepala sekolah berikut ini:“Walaupun saya sebagai kepala sekolah baru, sayaberusaha untuk lebih memberi motivasi atau semangatkepada guru-guru. Karena sekolah kita adalah sekolahinklusi maka dalam mengajar di sekolah tersebut kitaharus siap mental dan mempunyai kesabaran. Karenayang diajar bukan hanya anak normal saja tapididalamnya terdapat siswa ABK yang kemampuanyaberbeda dengan siswa yang lainnya. Lebih-lebih terhadapsiswa ABK yang mempunyai ketunaan. Kalau hanyauntuk siswa yang slowleaner mungkin masih bisadiarahkan. Dalam bekerja seperti ini dasarnya memangharus ibadah sebagaimana ajaran yang telah diajarkanpada agama kami”. (wawancara tanggal 10 Maret 2016)
Pendapat lain disampaikan oleh Mudinem sebagai
guru kelas tiga yang ada siswa tuna rungu (tuna rungu
sedang) identifikasi dari sekolah (sementara) karena siswa
tersebut kadang-kadang kalau dipanggil masih ada reaksi
atau merespon walau hanya sekali dan memang belum
ada identifikasi yang pasti dari pihak berwenang. Tentu
siswa yang seperti ini membutuhkan kesabaran dan
ketekunan dalam pelayanannya.Sebagaimana pendapat
yang diucapkan Mudinem adalah sebagai berikut:“Untuk pertama kali mengajar kelas tiga ini saya belumtahu kalau ada siswa ABK. Karena saya juga guru barudi sekolah ini tetapi setelah satu minggu dan berkatinformasi dari kepala sekolah dan guru-guru lain sayamulai tahu atau paham bahwa mengajar di sekolahinklusi memang harus sabar dan telaten. Disamping itusiswa ABK juga butuh pendidikan setidaknya untukdirinya sendiri. Dengan demikian saya berusahasemampu saya untuk bisa membimbing siswa tersebut
95
dan tentunya de ngan bantuan kepala sekolah dan guruyang lainnya”.(wawancara tanggal 10 Maret 2016)
Sebagai penguat argumentasi di atas tentang
kesabaran dan ketelatenan dalam mengajar di sekolah
inklusi seperti yang diungkapkan oleh Rindho Budi
Utomo sebagai berikut:“Pada awal penyelenggaraan pendidikan inklusi ini kamipara guru juga bingung dan belum siap karena tidakpunya bekal untuk melayani siswa ABK.Denganbimbingan dan arahan dari kepala sekolah pada waktu itulama-kelamaan kami berusaha semampu kita dengan niatihklas membantu anak-anak ABK agar bisa bersama-samadengan siswa normal belajar bersama di sekolah ini.Yangkami butuhkan hanya kesabaran, kegigihan sertakeuletan untuk melayani mereka”. (wawancara tanggal 10Maret 2016)
Dari keterangan ketiga sumber di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraan sekolah
inklusi dibutuhkan persiapan yang cukup, baik kesiapan
mental maupun kesiapan moral yang berupa kesabaran,
ketelatenan, keikhlasan dan keuletan untuk melayani
siswa ABK. Karena tanpa adanya kesabaran, keuletan,
ketekunan maka pendidikan inklusi tidak akan bisa
berjalan dengan baik. Selain penjelasan dari nara sumber
keterangan mengenai persiapan penyelenggaraan sekolah
inklusi juga diperoleh dari dokumen yang berupa hasil
notulen pertemuan.
4.2.2.2.3 Guru Bidang Studi
Guru bidang studi atau juga disebutguru
matapelajaran bisanya berlaku di sekolah lanjutan
96
setingkat SLTP atau SLTA. Pada umumnya untuk guru
bidang studi ditingkat sekolah dasar meliputi guru
agama, guru penjas atau guru olah raga.Pekerjaan
sebagai guru termasuk pekerjaan formal dan profesional
baik guru yang mengajar ditingkat bawah (paud) sampai
yang mengajar ditingkat menengah (SLTA).Dikatakan
formal karena guru mengajar dilembaga resmi dan
waktunya ditentukan atau diatur. Sedangkan dikatakan
profesional karena guru mempunyai keahlian tertentu
sesuai kualifikasinya yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Begitu juga guru bidang studi keberadaannya sangat
dibutuhkan untuk sekolah inklusi. Tugas guru bidang
studi sama dengan guru kelas atau GPK yaitu
membimbing dan melayani siswa ABK sesuai mata
pelajaran yang diampunya. Sebagaimana yang
diungkapkan kepala sekolah sebagai berikut:“Di sekolah inklusi keberadaan guru bidang studi sangatdibutuhkan. Karena dengan keberadaan guru bidang studisiswa ABK akan mendapatkan penga- laman ataupelajaran tertentu. Contohnya guru agama maka akanmengajarkan akhlaq atau ilmu agama, guru olah ragatentunya juga akan mengajari teori dan praktek olah ragayang mampu siswa ABK lakukan sehingga mempunyaiketrampilan untuk hidupnya”. (wawancara tanggal12Maret 2016)
Begitu juga pendapat dari Kundori guru agama
islam yang menyatakan sebagai berikut:“Saya termasuk guru agama baru di sekolah inklusi inikarena merangkap untuk memenuhi jam kerja. Sebelumsaya disini dirangkap guru wiyata dari sekolahtetangga.Pendidikan agama sangat penting diajarkan
97
kepada anak-anak termasuk anak ABK. Denganpendidikan agama ahklaq anak akan terbentuk. Sayamemprogramkan kepada mereka menulis kaligrafi untukmeng embangkan bakat atau potensi pada anak-anaktermasuk anak ABK”. (wawancara tanggal 12Maret 2016)
Pendapat Kepala Sekolah dan Kundori diperkuat
oleh pendapat Sugiyarso sebagai guru penjaskes atau
olah raga yang menyatakan sebagai berikut:“Sebagai sekolah penyelenggara inklusi saya selaku guruolah raga harus bertindak lebih hati-hati karena anak-anak yang saya ajar tidak hanya anak normal saja tetapiada anak ABK yang harus saya layani dan bimbing secarabersama. Agar ketahuan bakatnya dan kemapuannya sayaberusaha untuk mencari dengan mengajarkan beberapacabang olah raga melalui eksta sehingga nantinya bisaditangani secara khusus”. (wawancara tanggal 12Maret2016)
Dari penjelasan ketiga nara sumber di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa keberadaan guru bidang studi
atau guru mata pelajaran sangat dibutuhkan dalam
penyelenggaraan sekolah inklusi guna membantu anak-
anak khususnya anak ABK agar bakat atau kemampuan
yang dimiliki bisa berkembang sesuai kematangan
usianya sebagai life skillnya. Pembianaan tersebut
difokuskan pada kegiatan ekstakurikuler.
4.2.2.2.4 Tenaga Administrasi/Penjaga
Meskipun sebagai tenaga administrasi atau penjaga
mereka juga mempunyai peran dalan penyelenggaraan
pendidikan inklusi. Peran tenaga tehnis tentu berbeda
dengan peran guru kelas atau guru bidang studi. Kalau
peran guru kelas/bidang studi bisa langsung kepada
98
siswa ABK, tetapi kalau peran tenaga tehnis bisa
langsung dan tidak langsung. Sebagaimana yang
diungkapkan Susanto sebagai penjaga/tenaga adminis-
trasi sebagai berikut:
“Kadang saya dimintai bantuan oleh kepala sekolahuntuk membimbing siswa ABK melukis dalam lombaPOPDA di tingkat kecamatan maupun lomba-lomba ditingkat kabupaten. Karena saya sedikit-sedikit bisamenggambar. Popda tahun ini lomba seni lukismendapat juara dua ditingkat kecamatan”.(wawancaratanggal 15 Maret 2016)
Hal senada juga disampaikan oleh kepala sekolah
yang menyatakan sebagai berikut:
“Sekolah kami mempunyai tenaga administrasi/penjagayang mempunyai kemampuan melukis dengan baik biladibanding kan dengan bapak/ibu guru lainnya. Untuk itubila ada lomba lukis saya suruh untuk membimbingsiswa yang dipersiapkan untuk mengikuti lomba, baiksiswa normal maupun siswa ABK.Dalam lomba Popdatahun ini siswa dari SDN 1 Panimbo mendapat juaraduauntuk seni lukis”.(wawancara tanggal 15 Maret 2016)
Dari keterangan hasil wawancara menunjukkan
bahwa selain guru tenaga kependidikan dalam hal ini
penjaga/tenaga administrasi juga berperan dalam
membimbing siswa ABK agar pendidikan inklusi
terlaksana.
4.2.2.3 Motivasi Guru
Guru adalah penentu keberhasilan suatu sekolah
baik dari segi akademik dan non akademik. Baik dan
tidaknya suatu sekolah tergantung bagaimana cara guru
membimbing atau memberi pelajaran kepada siswa-
99
siswinya. Kalau sekolah ingin mendapat prestasi maka
guru-gurunya juga harus giat, semangat dan mempunyai
motivasi untuk maju.Wujud motivasi tersebut bisa
ditunjukkan dalam bentuk apapun baik dalam tingkah
laku, dalam RPP maupun dalam pembelajaran. Sebagai-
mana pernyataan dari Rindho Budi Utomo guru kelas
enam sebagi berikut:“Mengajar di sekolah inklusi berbeda dengan mengajar disekolah reguler lainnya. Mengajar di sini harus semangatdan mempunyai motivasi terutama yang berhubungandengan anak-anak ABK agar mereka juga bisa bergaulbersama-sama kita, baik di kelas maupun di luarkelas”.(wawancara tanggal 17 Maret 2016)
Begitu juga yang disampaikan oleh Wahyuningsih
guru kelas dua sebagai berikut:“Saya guru baru di sekolah ini.Pada awal saya mengajarsaya belum tahu kalau sekolah ini sekolah inklusi.Karenayang diajar ada anak ABK maka sebagai pendidik kitaharus punya semangat dan motivasi tersendiri untukmelayani mereka agar mereka juga bisa menerima kitadengan baik sehingga mau menerima pelajaran yang kitaajarkan”. (wawancara tanggal 17 Maret 2016)
Sebagai guru lebih-lebih mengajar di sekolah
inklusi dibutuhkan motivasi yang lebih bila dibanding
mengajar di sekolah reguler lainnya. Ini bukan berarti
mengajar di sekolah reguler tidak butuh motivasi akan
tetapi motivasi yang dibutuhkan tentu berbeda dengan
yang di sekolah inklusi. Karena dengan motivasi yang
tinggi maka anak-anak ABK juga akan merespon apa
yang disampaikan.
4.2.2.4 Karakteristik peserta didik
100
Sudah barang tentu bila dilihat karakteristiknya
sebagai sekolah inklusi menunjukkan adanya perbedaan
yang mencolok antara siswa normal dan siswa ABK. Ini
bisa dilihat dari tingkah laku maupun kebiasaan sehari-
hari yang dilakukan dari siswa-siswi.
Seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah yang
menuturkan sebagai berikt:“Sebagai sekolah inklusi bila dilihat karakteristik darianak-anak sangat beragam. Terutama anak-anak ABKkadang-kadang menunjukkan sikap yang aneh-anahseperti Bagas siswa kelas tiga saat tanda masukdibunyikan ia ikut masuk kelas tetapi beberapa saatkemudian kelaur dan tidak mau masuk lagi”.(wawancaratanggal 19 Maret 2016)
Bukti lain mengenai karakteristik siswa juga
disampaikan oleh Muhamad Lutfhi sebagai berikut:“Anak-anak kelas yang sekarang ini secara keseluruhanmenurut dan tertib bila dibandingkan dengan kelaslainnya. Hal ini saya bisa membanding- kan karena ketikakelas lima tahun kemarin saya yang mengajarnya. Akantetapi kelas lima yang sekarang saya ajar ada beberapasiswa yang agak bandel dan kalau diberi tugas masih adayang tidak tidak mengerjakan”.(wawancara tanggal 19Maret 2016)
Kesimpulan dari hasil wawancara di atas
menunjukkan bahwa karakteristik peserta didik di SD
Negeri 1 Panimbo sangat beragam.Terlebih bagi siswa
ABK kadang-kadang menunjukkan sifat-sifat yang aneh
dan sulit dimengerti oleh guru-guru maupun siswa
lainnya.
4.2.3 Komponen Proses4.2.3.1 Pelaksanaan ProgramPendidikan Inklusi
101
Setelah program dibuat langkah selanjutnya adalah
pelaksanaan program. Begitu juga di SD Negeri 1
Panimbo program pendidikan inklusi yang telah dibuat
sudah berusaha dilaksanakan sesuai kemampuan
sekolah. Artinya bahwa program tersebut oleh kepala
sekolah, guru-guru, tenaga administrasi dan steakholder
lainnya yang ada sudah melaksanakan program inklusi
yang telah dibuat secara bersama-sama namun pada
kenyataanya masih ada kendala atau kesulitan sehingga
hasilnya belum maksimal. Sebagaimana pernyataan
kepala sekolah sebagai berikut:“Program pendidikan inklusi di SDN 1 Panimbo, kamiselaku kepala sekolah dan bapak/ibu guru sudahberusaha melaksanakan sesuai kemampuan kami tapi apadaya ternyata masih ada juga kekurangan atau kesulitandalam pelaksanaannya”.(wawancara tanggal 22 Maret2016)
Pendapat tersebut juga didukung oleh Aprilia
Damayanti guru kelas empat yang menyatakan sebagai
berikut:“Selaku guru saya dan teman-teman sudah berusahamelaksanakan program pendidikan inklusi yang telahdibuat sekolah. Namun karena keterbatasan kami dalampengetahuan tentang inklusi sehingga hasilnya belummaksimal. Untuk itu agar program inklusi bisa terlaksanadengan baik perlu adanya guru khusus yang memahamitentang pendidikan inklusi”.(wawancara tanggal 22 Maret2016)
Selain pendapat dari kepala sekolah dan Aprilia
Damayanti, Rindho Budi Utomo juga menjelaskan sebagai
berikut:
102
“Pelaksanaan program pendidikan inklusi di SDN 1Panimbo, agak berjalan ketika kepala sekolahnya dipegangoleh beliau Bapak Bejo, S.Pd karena beliau orangnya aktifdan sudah pernah ikut pelatihan
/workshop tentang pendidikan inklusi, namunkekurangan-kekurangan juga masih ada karena semuaguru juga belum mempunyai pengalaman tentanginklusi”.(wawancara tanggal 22 Maret 2016)
Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pelaksanaan program pendidikan inklusi di SD
Negeri 1 Panimbo sudah dilaksanakan oleh kepala
sekolah dan guru-guru akan tetapi belum semua program
bisa terlaksana karena adanya hambatan-hambatan
terutama mengenai GPK, kerjasama dengan psikolog dan
pelayanan PPI karena terkendala oleh jarak dan dana.
4.2.3.2Evaluasi Progran Pendidikan Inklusi
Penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1
Panimbo sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2007.
Sampai sekarang sudah berjalan hampir sembilan tahun
belum pernah atau ada yang mengevaluasi program
tersebut. Kalau pun ada evaluasi hanya disampaikan
secara lisan dalam pertemuan awal tahun ajaran tanpa
tindak lanjut.Hal ini karena dari pihak sekolah sendiri
menyatakan bahwa belum adanya evaluasi program
inklusi ini disebabkan di SD Negeri 1 Panimbo kepala
sekolahnya selalu diganti dengan kepala sekolah yang
baru, sedangkan guru-gurunya juga belum memahami
untuk pelaksanaan evaluasi tersebut. Jadi selama
103
program inklusi berjalan belum ada yang melakukan
evaluasi sehingga untuk mengembangkan ke yang lebih
baik belum ada, karena secara keseluruhan kita belum
mengetahui program mana yang perlu dirubah atau
dibenahi.
4.2.3.3 Identifikasi siswa ABK
Identifikasi siswa ABK yang dilakukan oleh sekolah
setiap penerimaan siswa baru (sifatnya sementara). Utuk
tahun ajaran 2015/2016 siswa ABK kelas satu adan lima
orang satu tina daksa dan empat siswa lambat belajar
(slowleaner).Jumlah keseluruhan dari kelas satu sampai
kelas enam ada dua puluh tujuh siswa. Kebanyakan
siswa ABK di SD Negeri 1 Panimbo adalah siswa
slowleaner (lamban belajar). Harapannya ke depan untuk
identifikasi siswa ABK SD Negeri 1 Panimbo bisa terwujud
dengan menjalin kerjasama antara rumah sakit jiwa (RSJ)
dan sekolah. Untuk mengetahui siswa ABK yang masuk
sekolah, dari pihak sekolah atau bapak ibu guru hanya
berpedoman pada jenis kekurangan yang mereka alami
misalnya lamban belajar, lumpuh, kurang pendengaran
atau jenis lainnya.
Identifikasi siswa ABK dilakukan pihak sekolah
agar siswa ABK yang ada benar-benar bisa dideteksi
sesuai jenis kelainannnya sehingga pelayanannya bisa
lebih tepat. Sebagaimana hasil wawancara dengan kepala
sekolah sebagai berikut:
104
“Untuk identifikasi siswa ABK di sekolah kami barudilakukan oleh pihak sekolah atau guru dengan caramelihat jenis kelainan yang mereka alami. Setelah itu barukita katakan jenis kelainan nya. Hal ini dilakukan karenasekolah belum menjalin kerjasama dengan tenaga ahliatau pihak rumah sakit jiwa (RSJ) yang ada. Mudah-mudahan hal ini bisa segera diatasi dengan kerjasamapada pihak yang berwenang kalau ada dana atau beasiswalagi”.(wawancara tanggal 24 Maret 2016)
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wahyuningsih
guru kelas dua sebagai berikut:“Awal tahun pelajaran saat penerimaan murid baru pihaksekolah dan guru mendaftar siswa yang masuk sambilmenyeleksi siswa ABK yang ada. Kalau ada siswa ABKyang jelas kecacadannya kita beri tanda siswa ABK tetapiuntuk menentukan siswa yang slowleaner baru setelahbeberapa minggu dalam pembelajaran dikelas”.(wawancara tanggal 24 Maret 2016)
Pendapat di atas diperkuat oleh Sunadi selaku
ketua komite SD Negeri 1 Panimbo sebagai berikut:“Sebagai sekolah inklusi SDN 1 Panimbo belum menjalinkerjasama dengan pihak rumah sakit jiwa yang adasehingga untuk mengidentifikasi siswa ABK, sekolahberpedoman pada jenis kekurangan yang merekaalami”.(wawancara tanggal 24 Maret 2016)
Jadi dari penjelasan nara sumber di atas dapat
disimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi jenis ABK
yang ada di sekolah SD Negeri 1 Panimbo selama ini
hanya berpedoman pada jenis kecacadan yang mereka
alami belum ada tes secara resmi dari tenaga ahli atau
RSJ terkait. Hal ini disebabkan karena kepala sekolah
yang menjabat sering dimutasi, belum adanya dana
untuk melakukan idenfikasi ke RSJ dan juga jarak RSJ
yang jauh dari sekolahan sehingga identikasi siswa ABK
105
selama ini yang secara tepat sesuai jenis kekurangannya
belum bisa terlaksana.
4.2.4.5 Modifikasi Kurikulum
Kurikulum yang digunakan di SD Negeri 1 Panimbo
sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam
penyusunan perencanaan program inklusi tinggal ditam-
bahkan di dalamnya baik mengenai tujuan, materi proses
dan evalusi. Hal tersebut diujudkan pada perencanaan
pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh masing-masing
guru. Bagi siswa ABK tentu disesuaikan dengan kemam-
puannya. Begitu juga dengan penetapan kreteria
ketuntasan minimal (KKM) yang dibuat guru. KKM dibuat
sama tapi untuk ukuran atau bobot soalnya yang berbeda
dalam pencapaiannya.
Untuk kreteria kelulusan bagi siswa ABK di SD
Negeri 1 Panimbo mengacu pada Permendiknas 70 Tahun
2009, pasal 9 bahwa ABK tidak perlu dinyatakan lulus,
namun cukup diberi surat keterengan tamat, dan berhak
mendapat surat keterangan tamat belajar (SKTB). Dengan
demikian untuk siswa ABK yang sudah kelas enam
(setingkat kelas enam) tidak perlu diikutkan ujian yang
standar nasional namun hanya diikutkan pada ujian
sekolah saja.
106
Program inklusi yang sudah dibuat SD Negeri 1
Panimbo bertujuan untuk memberikan pelayanan pada
anak-anak ABK agar bisa mengurangi dampak negatif
yang dideritanya. Selain itu juga memberikan pelayanan
pendidikan yang lebih bermanfaat dan dapat mengem-
bangkan potensi dalam dirinya. Untuk anak yang
mengalami gangguan pendengaran diberikan binaan
pengucapaan dan gerakan, utuk siswa tuna daksa (folio)
diberikan bimbingan mengucap dan menulis (meng-
gerakkan anggota tubuh), sedangkan untuk siswa
slowleaner diberikan bimbingan pengembangan diri.
Sebagaimana pendapat kepala sekolah sebagai berikut:“Kurikulum yang digunakan di SDN 1 Panimbo yaitukurikulum KTSP dan penyusunannya melibatkan guru-guru, komite dan tokoh masyarakat. Untuk kepentinganpelayanan siswa ABK maka dibuatlah program khususyang dimasukkan dalam kurikulum tersebut denganmenyesuaikan kemampuan siswa ABK. Untukpengembangannya diserahkan kepada kemampuan gurumasing-masing kelas”.(wawancara tanggal 29 Maret 2016)
Pendapat lain yang mendukung keterangan dari
kepala sekolah yaitu dari Mudinem menuturkan:“Penyusunan kurikulum dilakukan dengan menghadirkankomite dan wakil dari orang tua/masyarakat denganmaksud agar ada kesepahaman untuk memberi masukanhubungannya dengan siswa ABK. Kurikulum yangdigunakan adalah KTSP”.(wawancara tanggal 29 Maret2016)
Begitu juga keterangan dari Sunadi selaku komite
sekolah bahwa:“Menjelangawal tahun pembelajaran, sekolah menyusunkurikulum dengan melibatkan komite dan wakil
107
masyarakat. Ini membuktikan bahwa komite jugadiperhatikan oleh sekolah dan tidak hanya untukformalitas saja keberadaannya”.(wawancara tanggal 29Maret 2016)
Selain dari penjelasan di atas bukti dari doku-
mentasi sekolah yang berupa kurikulum yang telah
dibuat sekolah juga menunjukkan adanya tanda tangan
komite sekolah. Memang peran komite sekolah dalam
penyusu- nan kurikulum tentunya hanya sebagian kecil
saja karena mereka memang kurang memahami tentang
kurikulum.
4.2.3.4.1 Kreteria Ketuntasan Minimal siswa ABK
Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) dibuat sekolah
untuk menentukan batas minimal nilai yang harus
dicapai olehs siswa. Untuk KKM siswa ABK dan siswa
normal dibuat sama yang membedakan hanya pada
tingkat kemampuannya. Untuk siswa ABK tentu juga
disesuaikan dengan masing-masing tingkatan yang
dialaminya. Bagi siswa ABK yang belum bisa mencapai
target KKM terutama yang slow leaner diberikan perbaik-
an sedangkan untuk siswa ABK lainnya cukup dibina
atau dibimbing untuk melakukan sesuatu yang berupa
ketrampilan. Seperti hasil wawancara dengan Muhamad
Lutfhi yang menyatakan sebagai berikut:“Bagi siswa ABK yang belum tuntas dalam ulanganterutama siswa yang slowleaner diberikan perbaikan,sedangkan siswa yang sudah mencapai ketuntasandiberikan pengayaan agar mereka sama-samabelajar”.(wawancara tanggal 21 April 2016)
108
Kundori sebagai guru agama islam juga menjelas-
kan sebagai berikut:“Anak-anak ABK dalam ulangan yang belum tuntas KKMsaya berikan perbaikan terutama siswa slowleaner,sedangkan siswa ABK yang agak berat cukup saya tuntununtuk mengucapkan atau melakukan sesuatu yang adamanfaatnya untuk mereka”.(wawancara tanggal 2 April2016)
Begitu juga pendapat dari Wahyuningsih guru kelas
dua yang menyatakan sebagai berikut:“Di kelas dua ABK yang ada yaitu lambat belajar danhiperaktif sehingga kalau ulangan yang belum mencapaiKKM saya berikan soal remidi dan yang tuntas sayaberikan pengayaan agar mereka tidak salingmengganggu”.(wawancara tanggal 2 April 2016)
Jelas dari bukti-bukti hasil hasil wawancara ter-
sebut di atas dapat disimpulkan untuk KKM siswa ABK
dibuat sama dengan anak-anak normal dan bagi anak
yang kurang mencapai KKM sekolah diadakan remidi
atau perbaikan nilai sesuai tingkat atau jenis kekurangan
yang anak-anak alami. Bukti lain adalah dokumen
kurikulum yang didalamnya berisi KKM masing-masing
kelas.
4.2.3.5Kesulitan Guru Dalam Mengajar ABK
Mengajar anak-anak ABK tentu berbeda dengan
mengajar anak-anak normal. Apalagi sebagai guru kelas
yang harus menguasai beberapa mata pelajaran dan
tidak mempunyai pengalaman khusus untuk mengajar
anak-anak ABK tentu kurang fokus. Sebagaimana
109
pernyataan dari Mudinem guru klas tiga yang menyata-
kan sebagai berikut:“Mengajar anak-anak ABK tidak semudah mengajar anakyang normal. Untuk mengarahkan mereka saja sulitbahkan kadang-kadang saya juga merasa bosan untukmengarahkan mereka, tetapi karena memang merekaanak ABK maka kita harus sabar”.(wawancara tanggal 5April 2016)
Pendapat tersebut juga disampaikan oleh Kundori
sebagai guru agama islam sebagai berikut:“Mengajar di SDN 1 Panimbo termasuk mendapatpengalaman baru karena yang diajar terdapat siswa ABKyang membutuhkan bimbingan khusus. Tiga hari sayamengajar di SD Prigi yang bukan sekolah inklusi juga adaanak yang lamban belajarnya akan tetapi tidak sesulit bilamengajar anak ABK yang benar-benar membutuhkanbimbigan khusus”.(wawancara tanggal 5 April 2016)
Sudah jelas bahwa dari keterangan kedua guru
tersebut diatas untuk mengajar siswa ABK guru-guru
mengalami kesulitan karena memang tidak mempunyai
pengalaman khusus untuk mengajar anak-anak ABK
sebagaimana guru GPK yang ada hanya kesabaran dan
kemauan yang kuat agar mereka juga bisa terlayani
sebagaimana anak-anak normal.
4.2.3.6 Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
Sesuai surat ijin yang dikeluarkanoleh Universitas
Kristen Satya Wacana yang peneliti ajukan bahwa
rencana penelitian ini yaitu di SD Negeri 1 Panimbo,
Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Karena
sekolah tersebut adalah sekolah penyelenggara inklusi
yang berada jauh di daerah perbatasan atau pinggiran
110
antar kabupaten yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabu-
paten Boyolali. Peneliti mengambil subjek penelitian di
sekolah tersebut disebabkan karena sebagai sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi yang sudah berjalan
kurang lebih sembilan tahun sejak ditetapkannya belum
ada peneliti atau pihak sekolah melakukan untuk
meneliti evaluasi programnya.
Begitu surat ijin penelitian dikeluarkan oleh
Kampus UKSW sejak Bulan Februari 2016 peneliti
segera menyampaikan kepada kepala sekolah bahwa
peneliti mau melakukan penelitian di SD Negeri 1
Panimbo sebagai sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi. Setelah menyerahkan surat ijin kepada kepala
sekolah dua hari berikutnya peneliti mulai melakukan
penelitian. Untuk penelitian ini tehnik atau metode yang
digunakan peneliti cukup sederhana yaitu metode
wawancara dan tehnik dokumentasi serta pengamatan
langsung karena peneliti juga terlibat di dalamnya. Teknik
wawancara digunakan untuk mempertegas jawaban
langsung dari pihak terkait baik kepala sekolah, guru-
guru, komite, orang tua wali maupun stakeholder
lainnya.Pelaksanaan wawancara berpedoman pada
instrumen pengumpulan data.Sedangkan tehnik
dokumentasi digunakan sebagai bukti fisik yang ada di
sekolah tersebut dan tehnik pengamatan digunakan
untuk melihat keadaan lapangan yang sebenarnya.
111
Data yang diperoleh dari narasumber dilakukan
pada saat-saat tertentu menyesuaikan keadaan sekolah.
Untuk wawancara dengan kepala sekolah menyesuaikan
kegiatan kepala sekolah. Untuk wawancara dengan guru-
guru dilakukan sewaktu-waktu. Sedangkan untuk
wawancara dengan komite sekolah peneliti mendatangi ke
rumah dan untuk wawancara dengan orang tua wali juga
datang ke rumah.
Setelah data terkumpul kemudian peneliti
membuat laporan evaluasi sambil membenahi keleng-
kapan atau kekurangan data yang ada. Selanjutnya
peneliti menulis hasil dari penelitian yang sudah lengkap
dari data yang diperoleh sebagai laporan penelitian yang
peneliti lakukan yaitu: Evaluasi Program Pendidikan
Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati
Kabupaten Grobogan Tahun 2016 dengan berpedoman
pada prosedur penelitian.
4.2.4 Komponen Produk4.2.4.1 Kemampuan siswa ABK
Dalam sekolah inklusi bahwa anak-anak yang
belajar di sekolah tersebut terdiri dari siswa normal dan
siswa berkebutuhan khusus (ABK). Arti berkebutuhan
khusus bukan berarti anak yang mengalami kekurangan
saja akan tetapi berkebutuhan khusus yang dimaksud di
dalamnya terdapat siswa yang mempunyai kelebihan
intelegensinya.
112
Di sekolah inklusi SD Negeri 1 Panimbo kebetulan
siswa ABK-nya tidak ada yang mempunyai kecerdasan IQ
yang lebih, yang ada kebanyakan slowlearner dan keca-
cadan.Namanya juga siswa ABK tentu untuk kemam-
puan dalam menerima pelajaran juga berbeda dengan
siswa normal.Walaupun demikian sedikit demi sedikit
lama-lama mereka juga bisa mengalami perubahan
terutama siswa yang slowleaner. Sebagaimana hasil
wawancara dengan Rindho Budi Utomo guru kelas enam
sebagai berikut:“Kemampuan siswa ABK belum bisa
mengikuti sesuai dengan siswa lain yang normal tetapi
juga sudah mengalami perubahan. Terutama anak-anak
slowleaner”.
Hal tersebut juga dperkuat oleh Aprilia Damayanti
guru kelas empat yang menyatakan bahwa:“Siswa ABK di SDN 1 Panimbo terutama yang ada di kelasempat dalam mengkuti pelajaran tidak semuanya jelek.Mereka sudah ada perubahan terutama dalam membacauntuk siswa slowleaner yang dulu-dulunya susah bangettapi kini sedikit-sedikt sudah bisa” . (wawancara tanggal 7April 2016)
Kedua Pendapat diperkuat oleh Mudinem guru
kelas tiga yang menyatakan sebagai berikut:“Bagas adalah siswa ABK yang mengalami gangguanpendengaran sedang.Dia sesekali disuruh menirukanyang diucapkan oleh guru atau temannya dia bisamenirukan atau mengikuti walau hanya sekalipengucapan”. (wawancara tanggal 7 April 2016)
Dari hasil wawancara ketiga guru di atas bisa
disimpulkan bahwa anak-anak ABK yang bersekolah di
113
SDN 1 Panimbo dalam mengikuti pelajaran dari
bapak/ibu guru sudah ada perubahan atau bisa
menerima walau tidak selancar siswa yang noramal.Hal
ini karena usaha yang dilakukan guru kelas dengan
penuh kesabaran, ketekunan dan keikhlasan tidak sia-sia
terbukti mem- bawa hasil meskipun tidak maksimal.
4.2.4. 2 Perkembangan siswa ABK
Mengajar di sekolah inklusi berbeda dengan meng-
ajar di sekolah yang bukan inklusi.Mengajar di sekolah
inklusi dibutuhkan tingkat kesabaran, keuletan, kete-
kunan, dan keikhlasan.Hal ini dikarenakan ada dua
kategori siswa yang kemampuannya berbeda. Bagi guru
baru akan terasa sedih atau jengkel saat awal mengajar,
tetapi lama-kelamaan juga akan terbiasa dengan situasi
dan kondisi yang ada yaitu butuh kesabaran.
Siswa ABK dalam pembelajaran di kelas awal masih
butuh bimbingan yang sangat ekstra bila dibanding siswa
ABK yang sudah di kelas atasnya.Dari beberapa siswa
ABK baik yang slowleaner maupun yang mengalami
kekurangan fisik setelah naik di kelas yang lebih tinggi
ada perkembangan dalam pembelajarannya.Sebagaimana
yang disampaikan oleh Aprilia Damayanti guru kelas
empat sebagai berikut:“Dulu ketika saya mengajar di kelas tiga Aditia Maulanasiswa ABK slowleaner masih susah kalau disuruhmembaca hanya diam saja.Sekarang setelah di kelasempat sudah mulai bisa membaca meskipun belum
114
lancar. Ini memang butuh ketekunan dalam membimbingdan mengajarinya”.(wawancara tanggal 9 April 2016)
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Rindho Budi
Utomo guru kelas enam yang menyatakan sebagai beikut:“Pada saat awal saya mengajar di kelas enam ada siswayang lambat belajarnya. Kemampuan membacanya masihbelum lancar, tetapi setelah saya ajar dan saya bimbingdengan sabar mengalami perubahan mungkin juga karenafaktor kematangan usianya.Tetapi kalau untukpengetahuan hasilnya masih jauh bila dibandingkandengan siswa yang normal”. (wawancara tanggal 9 April2016)
Begitu juga pendapat kepala sekolah yang mengajar
mulok bahasa jawa untuk kelas empat sampai kelas
enam menyatakan:“Ketika saya mengajar bahasa jawa di kelas lima Ronysetiawan (siswa ABK slowleaner) disuruh membaca bahasajawa juga belum bisa. Kemudian saya bimbing dan sayatuntun dalam membacanya sekarang sudah mulai bisamembaca dengan cara mengejanya”. (wawancara tanggal 9April 2016)
Dari hasil wawancara ketiga nara sumber di atas
bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk kemampuan siswa
ABK dalam pembelajarannya di SD Negeri 1 Panimbo juga
mengalami perubahan. Sejalan dengan tingkatan kelas
dan tingkat kematangan perkembangan usianya.
4.2.4. 3 Kemampuan siswa ABK Bersosialisasi
Sebagai mahkluk sosial manusia saling membutuh-
kan antara manusia satu dengan manusia lainnya.Karena
manusia tidak bisa hidup sendiri.Kehidupan yang saling
membutuhkan antara manusia satu dengan manusia
lainya untuk saling membantu disebut berso-
115
sialisai.Begitu juga siswa ABK walaupun dirinya
mengalami kekurangan mereka juga perlu teman untuk
bermain bersama.Siswa ABK yang bersekolah di SD
Negeri 1 Panimbo baik yang slowleaner maupun yang
mengalami kekurangan fisik mampu bergaul dengan baik
bersama teman-teman yang normal lainnya.Begitu juga
Bagas Aji Santoso yang mengalami ketunarunguan
sedang juga bisa begaul dengan teman-teman normal
lainnya.Sedangkan Satria Gading Adiwinata siswa ABK
tuna daksa (folio) kelas satu juga bisa bermain dengan
teman-temannya meskipun diikuti oleh ibunya.Hasil ini
diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan.
4.2.4. 4 Hubungan Antara Siswa ABK dengan ABK lain
Diantara siswa ABK yang bersekolah di SD Negeri 1
Panimbo tidak menunjukkan adannya ketertutupan diri
mereka.Artinya siswa ABK yang ada bisa saling ber-
teman, bergaul dan bermain bersama-sama baik antara
siswa ABK dengan siswa ABK maupun siswa ABK dengan
siswa yang normal.
Disaat sebelum masuk dan saat istirahat mereka
tampak bersama-sama dalam bermain maupun dalam hal
lainnya.Sepintas diantara mereka tidak ada perbeda-
annya.Mana siswa ABK dan mana siswa yang normal
kecuali siswa ABK yang mengalami kecacadan fisik-
nya.Perbedaan itu baru tahu setelah masuk di kelas dan
diberi pelajaran oleh gurunya masing-masing.
116
Dari sekian siswa ABK yang bersekolah di SD
Negeri 1 Panimbo masih ada tiga siswa yang masih
ditunggui orang tuanya termasuk siswa yang tuna daksa
(folio) karena mereka masih kelas satu. Tetapi dalam
bergaul dengan teman-teman mereka baik-baik saja tidak
menunjukkan keanehan atau malu. Hasil dari pengama-
tan langsung dilapangan
4.5 Hambatan dan Solusi4.5.1 Hambatan
Dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi SD
Negeri 1 Panimbo masih mengalami hambatan-hambatan
terutama dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa
ABK terlebih bagi siswa tuna rungu dan tuna daksa yang
ada. Hal ini karena dibutuhkan pengalaman khusus
dalam menangani siswa tersebut, sedangkan guru
pembimbing khusus tidak ada. Begitu juga dengan sarana
dan prasarananyayang digunakan untuk melayani siswa
ABK juga belum ada.
4.5.2 SolusiDengan melihat permasalahan yang ada di SD
Negeri 1 Panimbo dalam menyelnggarakan pendidikan
inklusi baik dari komponen kontek sampai komponen
produk maka perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Menindaklanjuti kerjasama dengan tenaga ahli
(psyikiater) untuk memastikan jenis kelainan pada
117
anak ABK secara pasti sehingga dalam memberikan
pelayanan bisa lebih tepat sasaran;
b) Pengadaan guru pembimbing khusus (GPK) dengan
cara kerjasama SLB terdekat maupun pihak
pemerintah. Karena dengan adanya GPK yang telah
mempunyai pengalaman secara khusus bisa lebih
memahami karakter siswa ABK yang ada;
c) Program PPI (Program Pelayanan Individual) di
laksanakan kerjasama dengan GPK sebagai bentuk
pemberian layanan mandiri bagi siswa ABK;
d) Kekurangan sarana dan prasarana dilengkapi dengan
cara mengusulkan bantuan ke pemerintah maupun
kerjasama dengan komite, orang tua wali maupun
masyarakat sekitar.
4.3 Pembahasan4.3.1 Komponen Konteks
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidik-
an yang layak. Sebagaimana bunyi UUD 1945 pasal 31.
Pendidikan ini berlaku untuk semua terutama bagi anak-
anak usia sekolah tanpa membedakan antara anak
normal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Dalam
Deklarasi Salamanca dikenal dengan istilah Educational
For All atau pendidikan untuk semua tanpa membeda-
bedakan. Pendidikan untuk semua tanpa perbedaan ini di
negara kita menjadi tanggungjawab Pemerintah atau
Negara. Bentuk pendidikan untuk semua dinegara kita
118
dikenal dengan nama pendidikan inklusi. SD Negeri 1
Panimbo adalah salah satu sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi yang berada di Kecamatan Kedungjati
Kabupaten Grobogan. Keberadaan sekolah inklusi sangat
dibutuhkan oleh masyarakat setempat yang jauh dari
sekolah SLB. Selain alasan tersebut kini kesadaran orang
tua akan pentingnya pendidikan bagi putra-putrinya juga
meningkat. Terlebih bagi orang tua yang mempunyai anak
berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak susah-susah
untuk menyekolahkan anak-anaknya yang ABK. Hal ini
terbukti bahwa sekarang sudah hampir semua anak
bersekolah. Jika ada yang tidak sekolah atau doup out
hanya beberapa persennya saja bisa dipastikan nol koma
sekian yang tidak bersekolah atau drop out.
Untuk pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan
inklusi di Indonesia dasarnaya adalah Surat Dinas
Nomor 380/C.C6/MN/2003 tertanggal 20 Januari 2003
tentang kewajiban tiap kota/kabupaten untuk menyeleng-
garaan dan mengembangkan pendidikan inklusif
sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri dari SD,
SMP, SMA, dan SMK. Surat tersebut dikeluarkan oleh
Dirjen Dikdasmen yang ditujukan kepada Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten atau Kota diseluruh Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. SD Negeri 1
Panimbo termasuk salah satu sekolah rintisan inklusi di
Wilayah Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan oleh
119
Pemerintah Kabupaten Grobogan dan Plan Indonesia
Grobogan pada pertengahan tahun 2007. Adapun SK
bersama antara Pemerintah Kabupaten Grobogan dan
Plan Indonesia Grobogan tersebut dengan No. SK
421/3129/B/2007 tertanggal 2 Mei tahun
2007.Pemberian layanan kepada siswa ABK yang
dilakukan sekolah sudah sesuai dengan pendapat Renato
Opertti (Tri Sulistyowati, 2015:117, Suyanto dan Mudjito,
2012:71) yang menjelaskan bahwa sasaran pendidikan
inklusi adalah memberikan pelayanan pendidikan
berkualitas yang dapat didefinisikan kembali sebagai
proses belajar dengan memperhitungkan kemampuan
belajar anak yang berbeda, mengurangi eklusifitas, dan
tidak mengajarkan pengetahuan akademik yang tinggi
semata. Oleh sebab itu dalam pendidikan inklusi
dibutuhkan program yang mampu mengarahkan guru-
gurunya untuk melayani siswa ABK sebagaimana siswa
normal lainnya.
Adapun tujuan pendidikan inklusi yang diseleng-
garakan di SD Negeri 1 Panimbo adalah menampung
anak-anak berkebutuhan khusus yang berada diling-
kungan sekitar agar mereka bisa bersekolah seperti anak-
anak normal seusianya, berkembang sesuai kemampuan
dan mempunyai ketrampilan hidup terutama yang
berhubungan dengan kehidupannya. Hal ini sesuai yang
diamanat kan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
120
yaitu mengembang kan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab. Penelitian yang
serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Lipsky, Dorothy, Kerzener, Gartner, Alan
yang berjudul”The Evaluation of Inclusive Education
Programs” yang meneliti program inklusi yang menunjuk-
kan kecenderungan kuat adanya hasil belajar siswa
(akademis, perilaku, sosial) baik bagi mahasiswa program
khusus dan program umum. Begitu juga penelitian yang
dilaksanakan di SD Negeri 1 Panimbo bisa memberikan
masukan dan pengetahuan terhadap pendidikan inklusi
kepada masyarakat yang mempunyai anak ABK di
lingkungan sekitar.
Pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan sekolah
agar program inklusi mendapat dukungan dari masya-
rakat sudah tepat dalam pelaksanaannya yaitu disam-
paikan diawal tahun dan juga dalam pertemuan-
pertemuan di masyarakat. Ini artinya ada kontak lang
sung dengan masyarakat sebagaimana pendapat Suyanto
dan Mudjito (2012:13) yaitu hubungan dengan keluarga
sangat penting, agar sama-sama memiliki informasi dan
wujud nyata dari siswa secara detail. Diharapkan
masyarakat juga mempunyai pandangan yang sama
121
terhadap anak-anak berkebutuhan khusus sehingga bisa
memperlakukan mereka dengan baik. Dengan demikian
keman dirian anak-anak ABK akan bisa berkembang
bilamana masyarakat juga mendukung. Terlebih dengan
pendidikan inklusi yang memberikan pelayanan
kepadaanak-anak berkebutuhan khusus agar nantinya
bisa bermasyarakat ditempat tinggalnya.
4.3.2Komponen Input
Keberhasilan suata program tergantung dari ren-
cana yang telah dibuat oleh sekolah.Begitu juga halnya
dengan SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyeleng-
gara pendidikan inklusi.Program tersebut diujudkan
dalam bentuk pengelolaan.Baik pengelolaan sarana
prasarananya, sumber dayanya, maupun pengelolaan
anak berkebutuhan khusus.Menurut Arikunto dan Jabar
(2014:4) program didefinisikan sebagai suatu unit atau
kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau imple-
mentasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses
yang terus menerus, dan terjadi pada organisasi yang
melibatkan sekelompok orang. Sedangkan Sukardi
(2014:4) program merupakan salah satu hasil kebijakan
yang penempatannya melalui proses panjang dan
disetujui oleh pengelolaagar dilaksanakan baik oleh
lembaga akademika maupun tenaga administrasi insti-
tusi. Program menurut Sa’ud dan Makmum (2009:182)
program menyangkut persiapan rencana-rencana yang
122
sepesifik disertai prosedur-prosedur untuk diterapkan
oleh lembaga.
Inti dari program menurut Arikunto dan Jabar,
Sukardi, Sa’ud dan Makmum adalahsuatu unit yang
merupakan implementasi kebijakan melalui proses pan-
jang dan disepakati bersama.Persamaan dari teori para
tokoh terdapat pada keterlibatan organisasi atau lembaga
dalam pelaksanaannya.Perbedaanya menurut Sa’ud dan
Makmum lebih rinci karena ada persiapan rencana yang
lebih khusus disertai prosedur dalam
penerapannya.Menurut pendapat dari ketiga tokoh
tersebut dapat disim- pulkan bahwa program adalah
rencana-rencana yang spesifik yang disepakati suatu
organisasi yang selanjut- nya untuk dilaksanakan dan
diterapkan baik secara aka- demik maupun secara tenaga
administrasi.Tabel 4.4
Rencana Program InklusiNo. Rencana Pelaksana Kerjasama Target
1SosialisasiPendidikan Inklusi
Kepala Sekolah,Guru
Guru, Komite,Masyarakat
SelamaProgramBerjalan
2 Identifikasi ABKKepala Sekolah,Guru
Guru,Komite
SelamaProgramBerjalan
3WhorkshopPenyelenggaraanInklusi
Kepala Sekolah,Guru
Komite,Masyarakat
SelamaProgramBerjalan
4 Kerjasama DenganTenaga Ahli
Kepala Sekolah,Guru
Komite,Masyarakat
SelamaProgramBerjalan
5 Pengadaan GPKKepala Sekolah,Guru
SLB, Pemerintah SelamaProgramBerjalan
6 Sumber DanaKepala Sekolah,Guru
Komite,Masyarakat
SelamaProgramBerjalan
7 Pengadaan Sarpras Kepala Sekolah Pemerintah Selama
123
,Guru, Komite ProgramBerjalan
8 Menjalin Kerjasamadengan Steakholder
Kepala Sekolah,Guru
Komite, WaliMurid,Masyarakat
SelamaProgramBerjalan
9 Membina Siswa keArah Life Skill
Kepala Sekolah,Guru
SLB, Tenaga Ahli SelamaProgramBerjalan
10 Menyiapkan ProgramPPI
Kepala Sekolah,Guru
GPK SelamaProgramBerjalan
Hasil dari dokumen sekolah
Hasil temuan dari proses mengenai workshop
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1
Panimbo kepala sekolah dan dua orang guru sudah
pernah mengikuti pelatihan atau workshop pendidikan
inklusi. Baik yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia
Grobogan maupun oleh Pemerintah Provinsi. Pelatihan
dari plan diadakan tahun 2007 di Solo sedangkan
dariPemerintah Provinsi pada tahun 2010 dan tahun
2012 di BP-DIKSUS di Semarang. Hal ini sesuai
Permendiknas tahun 2009 yaitu a) Pemerintah
Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakan kompetensi di
bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusi, b) Pemerintah dan
Pemerintah Provinsi mem bantu meningkatkan
kompetensi di bidang pendidikan pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusi. Akan tetapi mereka
yang sudah pernah mengikuti pelatihan baik kepala
sekolah maupun perwakilan dari guru, orangnya sudah
124
ada yang purna tugas dan dimu- tasi ke sekolah lain.
Sedangkan kepala sekolah dan guru-guru yang ada
sekarang belum pernah mengikuti workshop atau
pelatihan pendidikan inklusi.Untuk itu agar
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1
Panimbo bisa berjalan dengan baik, maka pihak
pemerintah supaya memperhatikan dan mengadakan
workshop atau pelatihan pendidikan inklusi bagi kepala
sekolah dan guru-guru.Dengan harapan setelah meng-
ikuti pelatihan pelayanan pada siswa ABK semakin
meningkat.
Hasil temuan input, Guru Pembimbing Khusus
(GPK) bahwa di SD Negeri 1 Panimbo belum terlaksana.
Hal ini dikarenakan sekolah belum pernah mendatangkan
GPK dari sekolah SLB. Masalahnya sekolah SLB adanya
jauh di kabupaten yang jarak tempuhnya dua jam lebih
dengan menggunakan sepeda motor. Disamping itu juga
masalah dananya yang tidak ada.Untuk itu pelayanan
kepada siswa ABK belum bisa maksimal karena peran
GPK dilakukan oleh guru kelas masing-masing.Dalam
kreteria pelaksanaan pendidikan inklusi masalah ini
sudah sesuai yaitu guru kelas sekaligus merangkap GPK.
Menurut Depdiknas bahwa sekolah penyelenggara inklusi
diharapkan memiliki guru pembimbing khusus yang
cukup untuk mendampingi guru-guru di sekolah inklusif
dalam proses pembelajaran, memberi pengayaan, mela-
125
kukan terapi dan membimbing anak-anak sesuai kekhu-
susannya (Depdiknas, 2007:9)
Temuan dari input sumber dana pendidikan
inklusi, dana penyelenggaraan inklusi diperoleh dari
APBD 1 melalui pengajuan proposal. Pengajuan proposal
dana tersebut juga tidak dilakukan setiap tahun, hanya
kalau ada kesempatan saja. Dari bantuan yang ada tentu
tidak cukup untuk penyelenggaraan pendidikan inklusi
setiap tahunnya. Mestinya sumber dana penyelenggaran
pendidikan inklusi tidak hanya diperoleh dari pemerintah
provinsi saja tetapi juga dari pemerintah pusat peme-
rintah daerah maupun dari pihak lain (masyarakat). Hal
tersebut sesuai PP nomor 48 Tahun 2008 Bab V pasal 51
ayat 2 menegaskan berdasarkan peraturan tersebut seha-
rusnya pemerintah, pemerintah daerah, dan masya-rakat
memberikan kontribusi terhadap pembiayaan pendidikan
inklusi agar lebih efektif.
Program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo
sudah dilaksanakan sesuai aturan dan kemampuan
sekolah. Hal itu sependapat dengan yang dinyatakan
Dhelpie (2009:70) bahwa layanan anak berkebutuhan
khusus terdapat beberapa modifikasi yang sesuai dengan
kebutuhan, antara lain kurikulum, lingkungan fisik
sekolah, proses hubungan sosial di kelas, media
mengajar, sistem evaluasi, dan struktur administrasi.
Begitu juga pendapat Sukardi (2014:3) yang menyatakan
126
evaluasi program berkaitan erat dengan suatu program
atau kegiatan pendidikan, termasuk diantaranya tentang
kurikulum, sumber daya manusia, penyelenggaraan pro-
gram, dan proyek penelitian dalam suatu lembaga.
4.3.3Komponen Proses
Pelaksanaan komponen proses program inklusi di
SD Negeri 1 Panimbo sudah mengacu pada pedoman
pelaksanaan pendidikan inklusi. Seperti pendapat dari
Stainback dan Stainback (Budiyanto, 2013:3) yang me-
nyatakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang
menampung semua siswa dalam satu kelas dengan situ-
asi yang sama. Pelayanan pendidikan diberikan secara
bersama-sama, tanpa membeda-bedakan disesuaikan
dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan siswa. Selain
itu sebagai sekolah inklusi SD Negeri 1 Panimbo bisa
menerima atau menampung anak-anak ABK yang men-
jadi bagian dari sekolah dengan menjalin hubungan yang
harmonis antara kepala sekolah, guru, siswa, komite dan
orang tua wali murid sehingga pelayanan siswa ABK
terpenuhi.
Dari hasil identifikasi siswa ABK yang dilakukan
guru dan kepala sekolah pada saat awal penerimaan
siswa baru (identifikasi sementara) menunjukkan bahwa
siswa ABK yang ada di SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari
siswa slowleaner, tunarungu sedang, dan siswa tuna
daksa (folio). Dari identifikasi yang ada ini sudah sesuai
127
dengan pedoman Depdiknas, 2007:1 seperti dalam
penelitian Nono Haryono yang menyatakan bahwa dalam
mengidentifikasi ABK meliputi identifikasi fisik, mental,
entelektual, sosial, dan emosi. Hal tersebut sudah sesuai
dengan Kemendikbud 2013:19 yaitu peserta didik di
sekolah inklusi terdiri atas a) peserta didik pada umum-
nya/siswa normal dan b) peserta didik dengan kebu-
tuhan khusus yaitu peserta didik yang mempunyai
kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau mempunyai
potensi kecerdasan dan/bakat istimewa.
Identifikasi siswa ABK dilakukan bertujuan untuk
menetapkan jenis kelainan ABK dan memberikan bentuk
layanan yang sesuai dengan jenis kekurangan yang
mereka alami.Sebagaimana pendapat Suyanto dan
Mudjito 2012:41 yang menyatakan hasil identifikasi yang
dilakukan akan ditemukannya anak-anak berkelainan
yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus
melalui program inklusi.
Kurikulum yang di SD Negeri 1 Panimbo adalah
kurikulum KTSP.Penyusunan kurikulum melibatkan
kepala sekolah, guru, komite dan tokoh masyarakat
sebagai wakil dari wali murid. Kurikulum tersebut
kemudian oleh guru-guru diwujudkan dalam bentuk
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diguna-
kan untuk pembelajaran di kelas. Adapun dalam RPP
128
berisi komponen pokok berupa tujuan, materi, proses dan
evaluasi. RPP yang dibuat guru menyesuaikan dengan
keadaan di lapangan terlebih hubungannya dengan kebu-
tuhan siswa ABK atau sekolah penyelenggara inklusi.
Walaupun belum ada modifikasi kurikulum guru-guru
sudah berusaha agar siswa ABK juga bisa
mengkutipembelajaran di kelas dengan setingRPP yang
fleksibel.
Temuan proses sarana prasarana, pada awal
penyelenggaran pendidikan inklusi di SD Negeri 1
Panimbo belum siap. Seiring berjalannya program,
pemerintah sudah mulai memperhatikan dan memberi
bantuan.Untuk mendapatkan bantuan tersebut sekolah
harus membuat pengajuan proposal yang ditujukan
Pemerintah Provisi melalui Pemerintah Kabupaten
Grobogan. Bantuan yang diusulkan tersebut setelah
turun diwujudkan berupa barang.Walau sudah men-
dapat bantuan sarana dan prasarana dari pemerintah,
sarana prasarana di sekolah masih kurang. Kenyataan di
lapangan sekolah baru mempunyai lima ruang kelas, satu
kantor, dua WC anak dan dua WC guru yang ada di
kantor. Melihat kenyataan yang ada maka sarana dan
prasarana di SD Negeri 1 Panimbo perlu ada
tambahan.Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Gusti Nono Haryono yang berjudul: ”Studi Evaluasi
Program Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan
129
Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak”
menyatakan bahwa sebagai penyelenggara pendidikan
inklusi pelaksana- annya sudah sesuai kreteria walaupun
banyak yang belum dimiliki. Lain halnya dengan
Depdiknas bahwa sarana dan prasarana umum yang
dibutuhkan di sekolah inklusi relative sama dengan
sarpras reguler pada umumnya termasuk minimal
memiliki ruang praktikum/laboratorium, ruang BP/BK,
ruang UKS, dan ruang ibadah (Depdiknas 2009:94).
4.3.4Komponen Produk
Hal yang ditemukan dalam produk yaitu adanya
peningkatan siswa ABK baik mengenai kemampuan baca
tulisnya maupun prestasi yang diraih dalam mengikuti
lomba-lomba terutama dibidang non akademik yaitu
lomba melukis pada kegiatan POPDA ditingkat keca-
matan yang diikuti siswa slow leaner dan menjadi juara
dua. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produk-
tifitas siswa ABK.Sedangkan kejuaran yang diraih siswa
normal adalah juara 2 lomba matematika dan juara 2 seni
baca alqur’an (qiroat).Pelaksanaan pendidikan inklusi di
SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari kepala sekolah, guru-
guru, komite, orang tua siswa. Sedangkan penanggung-
jawab adalah kepala UPTD Pendidikan Kecamatan dan
sebagai penasehat adalah Penilik Sekolah Binaan (PS
dabin 2). Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan meka-
nisme pendirian sekolah inklusi berdasarkan Kemen-
130
diknas2013:41 yaitu kesiapan sekolah dalam penyeleng-
garaan program pendidikan inklusif yang terdiri dari
(kepala sekolah, guru, komite, peserta didik dan orang tua
wali). Sebagai pelaksana disini kepala sekolah berperan
sebagai manajemen, guru-guru sebagai sumber daya atau
tenaga, komite dan orang tua sebagai mitra kerja atau
peran serta masyarakat (PSM) dan siswa sebagai
objeknya.
Secara keseluruhan dari komponen produk,
penyelenggaraan pendidikan inklusi sudah baik, namun
masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan.Diantaranya
kemampuan siswa ABK dalam belajarnya, pengembangan
prestasi dibidang non akademik.Begitu juga dalam hal
kemampuan bersosialisai karena itu sangat penting bagi
siswa ABK yang nantinya berguna dalam kehidupan
dimasyarakat. Untuk peningkatan pelaksanaan program
tersebut tidak cukup hanya dilakukan oleh satu orang
saja tetapi perlu adanya kerjasama antara kepala sekolah,
guru-guru, komite, wali murid dan masyarakat.Hubu-
ngan yang baik antar semua pihak itu sangat penting
sebagai modal dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi
yang akan membantu bagi anak-anak berkebutuhan
khusus dalam pendidikannya sehingga harapan peme-
rintah bisa terwujud.
Hasil penelitian dari Lipsky, Dorothy, Kerzner,
Gartner, Alan dengan judul:”The Evaluation of Inclusive
131
Educations Programe” (1995)dengan hasil kecenderungan
yang kuat antara peningkatan hasil belajar siswa
(akademis,perilaku, dan sosial) baik mahasiswa program
pendidikan khusus maupun yang umum. Keberhasilan
program pendidikan inklusi mencakup kepemimpinan,
kerjasama, sumber daya, dana, dan keterlibatan stake-
holder secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan
program pendidikan inklusi yang paling penting bisa
memberikan bekal kepada anak-anak berkebutuhan
khusus dalam menghadapi kehidupan di masyarakat
untuk mandiri.Tabel 4.5
Keterlaksanaan ProgramPendidikan inklusi diSD Negeri 1 Panimbo
No. ProgramKeterlaksanaan
Terlaksana Tidak1 Sosialisasi Pendidikan Inklusi V2 Identifikasi ABK V
3Whorkshop PenyelenggaraanInklusi
V
4 Kerjasama Dengan Tenaga Ahli V5 Pengadaan GPK V6 Sumber Dana V7 Pengadaan Sarpras V
8Menjalin Kerjasama denganStakeholder
V
9 Membina Siswa ke Arah Life Skill V10 Menyiapkan Program PPI V
132
Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari program
yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo
masuk katagori baik karena dari program yang ada yang
bisa terlaksana baru ada tujuh komponen sedangkan tiga
komponen lagi masih perlu diperbaiki dan ditindak
lanjuti. Prosentasi keberhasilan pelaksanaan
programpendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo yaitu:
7/10x100%=70%.
4.5 Hambatan dan Solusi4.5.1 Hambatan
Sebagai sekolah reguler penyelenggara pendidikan
inklusi tentu hambatan dan kesulitan selalu ada. Lebih-
lebih sekolah tersebut berada di wilayah terpencil yang
jauh dari kabupaten. Hambatan yang dialami guru-guru
yaitu masih mengalami kesulitan dalam menyampaikan
materi kepada siswa ABK terlebih kepada siswa tuna
rungu dan tuna daksa. Selain itu, cara membimbing
siswa ABK yang tepat agar bisa maksimal.Hambatan
lainnya termasuk pengadaan GPK dan kerjasama dengan
tenaga ahli (psikolog).
4.5.2 SolusiPengadaan guru pembimbing khusus (GPK) segera
dilakukan agar siswa ABK yang ada bisa terlayani sesuai
kebutuhan mereka masing-masing.
133
Kerjasama dengan tenaga ahli atau psikolog segera
dilakukan supaya jenis ABK bisa dideteksi. Hal tersebut
sesuai pendapat dariSuyanto dan Mudjito 2012:41 yang
menyatakan hasil identifikasi yang dilakukan akan
ditemukannya anak-anak berke- lainan yang perlu
mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui
program inklusi.
top related