bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum …...bayi, 22 bayi sudah mendapatkan imunisasi dasar...
Post on 24-May-2021
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pulau Haruku merupakan sebuah kecamatan di
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Kecamatan Pulau
Haruku terdiri dari 12 desa, diantaranya Haruku-Sameth,
Rohomoni, Kabauw, Kariu, Ori, Namaa, Waimital, Hulaliu, Naira,
Aboru, Wasu dan Oma. Namun kedua belas desa ini dalam
penyebutannya selalu berbeda-beda karena masyarakat masih
menggunakan sebutan yang dipakai para leluhur seperti sebutan
Negeri bukan desa. Salah satu desa yang memakai sebutan
Negeri adalah Oma. Negeri Oma sendiri merupakan desa yang
paling ujung dalam wilayah kerja Kecamatan Pulau Haruku.
(Sumber : Kantor Perusahan Listrik Negara, 2016)
45
Bagian yang diberi lingkaran merah adalah Negeri Oma.
Negeri Oma merupakan sebuah desa di wilayah Kecamatan
Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Dengan luas wilayah 12.250 m² dan jumlah jiwa 2.591 jiwa.
Negeri Oma berbatasan sebelah utara dengan Negeri Pelau,
Sebelah Timur dengan Negeri Wasu, sebelah barat dengan
Negeri Sameth dan sebelah Selatan dengan laut Banda. Tingkat
pendidikan penduduk Negeri Oma antara lain TK, SD, SMP,
SMA dan ada juga yang Sarjana. Mata pencaharian penduduk
Negeri Oma berbeda-beda antara lain Pegawai Negeri Sipil
(PNS), Pegawai Swasta, Wiraswasta, Petani, Nelayan dan
Tukang Bangunan.
Negeri Oma merupakan salah satu desa yang termasuk
dalam wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pulau Haruku,
Kabupaten Maluku Tengah. Jarak antara Negeri Oma dan
Kecamatan Pulau Haruku kurang lebih 7 km. Di Negeri Oma
sendiri tidak terdapat puskesmas induk melainkan Pustu
(Puskesmas Pembantu).
Negeri Oma mempunyai 2 Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) dengan jumlah kader 10 orang. Akses menuju
posyandu terjangkau oleh warga yang tinggal di Negeri Oma,
biasanya warga sering berjalan kaki untuk menuju posyandu.
Kegiatan Posyandu rutin diadakan setiap satu bulan sekali pada
46
minggu kedua bulan berjalan. Pelayanan kesehatan yang
dijalankan oleh Posyandu meliputi pemeliharaan kesehatan bayi
dan balita, pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui
serta status gisi bayi dan balita.
Salah satu pelayanan dalam pemeliharaan kesehatan
bayi dan balita adalah imunisasi bayi usia 0-12 bulan. Pelayanan
imunisasi di posyandu dilakukan oleh petugas kesehatan dari
Puskesmas Kecamatan Pulau Haruku yaitu Jurim (juru
imunisasi). Hal ini terjadi karena petugas pustu di Negeri Oma
tidak bisa melakukan imunisasi secara langsung, petugas hanya
bisa memberikan vaksin TT pada ibu hamil saja karena petugas
pustu Negeri Oma tidak mengikuti pelatihan sebagai jurim (juru
imunisasi). Selain tidak mengikuti pelatihan, fasilitas dari Pustu
sendiri tidak memadai seperti tidak tersedianya vaksin yang
disimpan di Pustu desa karena Pustu tidak menyediakan tempat
penyimpanan vaksin sehingga vaksin disimpan di Puskesmas
Kecamatan Pulau Haruku. Pencatatan imunisasi menggunakan
buku laporan imunisasi posyandu, kemudian dilaporkan ke jurim
(juru imunisasi) puskesmas Kecamatan Pulau Haruku. Ketika
dilakukan pelaksanaan tugas, kader posyandu selalu didampingi
oleh petugas dari pustu dan puskesmas Kecamatan Pulau
Haruku. Apabila kader menemui masalah, kader harus
berkonsultasi dengan petugas kesehatan yang ada.
47
Tabel. 4.4
Jumlah Petugas Puskesmas Kecamatan Pulau Haruku
TINGKATAN HONOR TETAP
Dokter - 1 Orang
Bidan D3 2 Orang 1 Orang
Bidan D1 - 2 Orang
SPK - 2 Orang
Gizi 1 Orang -
S1 Kesehatan
Lingkungan
- -
D3 Farmasi 1 Orang -
Total 4 Orang 6 Orang
(Sumber : Petugas Kesehatan Kecamatan Pulau Haruku, 2016)
Tabel diatas menjelaskan tentang jumlah petugas
kesehatan yang bertugas di Puskesmas Inti yaitu Puskesmas
Kecamatan Pulau Haruku. 3 orang dari petugas kesehatan yaitu
2 orang bidan dan 1 orang petugas gizi yang selalu bertugas
dalam pemberian imunisasi dasar pada infant di Negeri Oma.
48
Tabel 4.5
Jumlah Petugas Pustu Negeri Oma
(Sumber : Petugas Pustu Negeri Oma, 2016)
Tabel yang dicantumkan diatas adalah tabel yang berisi
jumlah petugas kesehatan di Pustu Negeri Oma yang sehari-hari
menjalankan tugasnya dalam melayani masyarakat di Negeri
Oma. Pada saat dilakukannya posyandu petugas kesehatan dari
Pustu selalu mendampingi petugas kesehatan dari Puskesmas
Kecamatan dalam pemberian imunisasi dasar. Petugas
kesehatan dipustu hanya memberikan vaksin TT kepada para ibu
hamil.
Dari total bayi yang terdaftar diposyandu sebanyak 45
bayi, 22 bayi sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap,
sedangkan 10 bayi lainnya melakukan imunisasi tempat yang
lain karena pindah mengikuti orang tuanya, serta 13 bayi lainnya
yang imunisasi dasarnya tidak lengkap. 13 bayi ada yang tinggal
bersama kakek dan neneknya karena orang tuanya bekerja di
TINGKATAN HONOR TETAP
Bidan - 2 Orang
SPK - 2 Orang
Total - 4 Orang
49
tempat lain sehingga anaknya tidak dibawa melainkan dititipkan
kepada kakek dan neneknya untuk dijaga
4.2 Gambaran Umum Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang. Dua dari
enam informan merupakan Petugas Kesehatan, salah satu
informan bertugas di Puskemas Kecamatan Pulau Haruku dan
yang satunya lagi bertugas di Pustu Negeri Oma, empat
partisipan lainnya merupakan ibu-ibu yang memiliki cucu yang
berusia 0-12 bulan dengan status imunisasi yang tidak lengkap.
Lima informan berdomisili di Negeri Oma sedangkan satu
informan lagi berdomisili di Desa Haruku.
Tabel 4.2.1 Karakteristik Informan Penelitian
Jumlah
Partisipan
Nama Umur Pendidikan Pekerjaan
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Informan 4
Informan 5
Informan 6
Ibu L
Ibu M
Ibu B
Ibu S
Ibu D
Ibu S
49 thn
43 thn
59 thn
50 thn
49 thn
47 thn
Bidan
D1
D2
SMA
SMA
SMP
Bidan
Bidan
Guru
Ibu RT
Ibu RT
Ibu RT
50
1. Informan 1
Ibu S merupakan seorang bidan yang bertugas di
Puksesmas Kecamatan Pulau Haruku. Ibu S berdomisi di
Desa Haruku, riwayat pendidikan Ibu S sampai dengan
diploma 3 kebidanan. Selain bertugas sebagai bidan di
Puskesmas Kecamatan Pulau Haruku, ibu S juga
merupakan Jurim (juru imunisasi) yang selalu bertugas
dalam pemberian imunisasi pada infant di Negeri Oma.
2. Informan 2
Ibu M adalah seorang bidan yang bertugas di Pustu
Negeri Oma. Ibu M sendiri berdomisili di Negeri Oma,
riwayat pendidikan terakhir Ibu M adalah Diploma 1
kebidanan. Setiap diadakannya posyandu Ibu M selalu
membantu petugas kesehatan dari Kecamatan Pulau
Haruku dalam pemberian imunisasi sehingga itu menurut
peneliti Ibu M bisa dijadikan informan karena Ibu M
mengetahui tentang pemberian imunisasi di Negeri Oma.
3. Informan 3
Ibu B merupakan seorang nenek yang memiliki cucu
berusia 12 bulan. Ibu B berdomisili di Negeri Oma, riwayat
pendidikan ibu B adalah Diploma 2 Keguruan. Sehari-hari
51
ibu B berprofesi sebagai guru disalah satu sekolah dasar di
Negeri Oma. Ibu B hanya tinggal berdua bersama cucunya
ini terjadi karena orang tua sang bayi bekerja diluar kota
sehingga anaknya dititipkan kepada Ibu B untuk
mengasuhnya.
4. Informan 4
Ibu S merupakan seorang nenek yang memiliki cucu
berusia 11 bulan. Ibu S berdomisili di Negeri Oma, riwayat
pendidikan sampai dengan tingkat SMA. Ibu S sehari-
harinya berkerja sebagai ibu rumah tangga sedangkan
suaminya bekerja sebagai petani.
5. Informan 5
Ibu D mempunyai seorang cucu berusia 12 bulan. ibu
D berdomisili di Negeri Oma, sehari-harinya Ibu D hanya
bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya
seorang PNS. Riwayat pendidikan ibu D sampai dengan
tingkat SMA.
6. Informan 6
Ibu S memiliki cucu berusia 12 bulan. Ibu S
berdomisili di Negeri Oma, riwayat pendidikan ibu S sampai
dengan tingkat SMA. Sehari-hari ibu S hanya bekerja
52
sebagai ibu rumah tangga sedangkan suaminya adalah
seorang petani.
4.3 Proses Pelaksanaan Penelitian
4.3.1 Persiapan Penelitian
Dalam sebuah penelitian pasti memerlukan suatu
persiapan yang baik agar penelitian tersebut dapat berjalan
dengan baik dan lancar. Pada penelitian ini, peneliti telah
melakukan beberapa persiapan seperti, mempersiapkan
pedoman wawancara penelitian, dan menyiapkan segala
administrasi yang diperlukan selama penelitian, seperti
mengurus bukti pengantar persetujuan penelitian yang akan
diberikan kepada Badan Kesatuan Bangsa Politik dan
Perlindungan Masyarakat Kabupaten Maluku Tengah, serta
surat pengantar kepada Kepala Pemerintahan Negeri Oma.
Selain itu Peneliti juga menyiapkan surat persetujuan
wawancara atau Informed consent yang akan diberikan
sebagai bukti persetujuan informan. Dalam proses
wawancara didukung oleh alat perekam yaitu handphone
yang peneliti gunakan untuk merekam wawancara yang
berlangsung dan juga alat tulis menulis untuk mencatat data-
data yang perlu ditambahkan pada saat wawancara
berlangsung.
53
4.3.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada tanggal 22 April
2016 hingga 14 Mei 2016. Waktu wawancara yang dilakukan
pada informan berbeda-beda antara satu dengan yang lain
karena disesuaikan dengan situasi serta kesediaan dari
informan agar tidak mengganggu waktu informan. Setiap
akan melakukan wawancara, peneliti melakukan kontrak
waktu terlebih dahulu dengan menemui informan langsung
dirumah, di puskesmas dan di pustu (puskesmas pembantu).
Setelah itu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian, mengucapkan terima kasih atas waktu dan
kesediaan informan karena informan tersebut telah bersedia
untuk diwawancara, yang ditandai dengan penandatanganan
informed consent, kemudian peneliti meminta ijin untuk
merekam seluruh kegiatan wawancara yang akan
berlangsung dengan informan dari awal mulainya
wawancara sampai selesai.
Kemudahan yang didapat peneliti selama
melakukan penelitian ini adalah keenam informan yang
bersedia menjadi informan dalam penelitian dan tidak
pernah mengajukan penolakan sama sekali, selain itu
keenam informan juga tidak susah ditemui serta selalu
54
bersikap ramah dan sopan sehingga wawancara dapat
berlangsung dengan baik.
Selain kemudahan yang didapat dalam penelitian
ini, peneliti juga mendapatkan kendala saat melakukan
penelitian. Diantaranya ketika peneliti melakukan wawancara
dengan salah satu informan yang bertugas sebagai bidan di
Puskesmas Kecamatan Pulau Haruku, pada saat yang sama
ibu bidan sedang menjalankan tugasnya sebagai petugas
kesehatan di Puskesmas Kecamatan Pulau Haruku.
Sehingga disela-sela wawancara selalu ada pasien yang
datang untuk berobat akibatnya sesekali proses wawancara
terhenti. Solusi yang digunakan peneliti untuk hal ini adalah
peneliti tetap menunggu ibu bidan selesai melakukan
tugasnya untuk merawat pasien setelah itu jika sudah
selesai maka proses wawancara peneliti lanjutkan.
55
4.4 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian ini didapatkan lima tema yang
mendasari hasil penelitian dan berguna untuk menjawab tujuan
penelitian.
1. Tema 1 : Pengetahuan Ibu
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan
3,4,5,6 ditemukan bahwa salah satu informan dalam hal ini
informan 6 tidak membawa anaknya untuk diberikan imunisasi,
karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki ibu sendiri. ibu
merasa tidak mengetahui dengan benar pentingnya diberikan
imunisasi serta dampak yang terjadi dari tidak diberikannya
imunisasi. Berikut adalah pernyataan salah satu informan yang
menyatakan ketidaklengkapan pemberian imunisasi disebabkan
kurangnya pengetahuan yang dimiliki ibu :
“Tidak tahu. (Inf 6. 1165)
“Saya sendiri hanya orang desa yang tidak mengerti benar
dengan apa itu imunisasi sehingga pemahaman saya soal
imunisasi itu bisa dibilang tidak ada. (Inf 6. 1200)
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor
utama yang mendorong ketidaklengkapan pemberian imunisasi
dasar adalah kurangnya pengetahuan yang dimiliki ibu, ibu
56
merasa penting untuk mengetahui pentingnya suatu imunisasi
serta manfaat diberikan imunisasi. karena kurangnya
pengetahuan yang dimiliki ibu inilah sehingga kepercayaan ibu
tentang imunisasi berkurang dan mengakibatkan ibu tidak
membawa anak untuk diberikan imunisasi.
2. Tema 2 : Ketidakpatuhan ibu dalam pemberian imunisasi.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan keenam
informan ditemukan bahwa ketidaklengkapan pemberian
imunisasi dikarenakan ketidakpatuhan ibu dalam membawa
anaknya untuk diberikan imunisasi. ketidakpatuhan ibu yang
dimaksudkan peneliti disini adalah ibu merasa malas untuk
mambawa anaknya diberikan imunisasi dengan alasan tertentu,
seperti kesibukan dan anak yang sedang mengalami sakit.
Berikut adalah pernyataan 5 informan yang menyatakan
ketidaklengkapan pemberian imunisasi disebabkan oleh
ketidakpatuhan ibu dalam pemberian imunisasi :
Pernyataan dari ibu yang menyatakan ketidaklengkapan
pemberian imunisasi disebabkan oleh ketidakpatuhan ibu :
“Karena saya tidak punya asisten rumah tangga maka saya
meminta bantuan saudara saya untuk membawa anak ini ke
posyandu untuk diimunisasi tetapi karena waktu itu saudara
saya lupa membawa buku imunisasi anak ini maka waktu
57
sampai disana petugas disana tidak mau memberikan
imunisasi, dengan demikian saya memutuskan bahwa hari
itu juga menjadi hari terakhir anak itu dibawa ke posyandu.”
(Inf 3. 370)
“Pernah suatu kali anak ini sakit tetapi karena pada waktu itu
juga ada pengumuman pemberian imunisasi maka saya
tetap membawanya tetapi petugas tidak bisa memberi
imunisasi karena anak ini sakit. Sesudah itu ketika ada lagi
imunisasi tetapi pada waktu yang sama anak ini sakit maka
saya tidak membawanya lagi.” (Inf 4. 660)
“Jadwal imunisasi itu kan sudah ditentukan tetapi pada
kenyataannya kadang terlambat dari jadwal diberikan,
memang benar imunisasi itu penting tapi jika pada hari yang
tentukan tidak diberikan imunisasi dan dirubah ke hari yang
lain kita juga kan punya hal yang lain untuk dikerjakan, saya
sendiri juga hanya tinggal bersama cucu dan mertua saya.
suami saya kan bekerja dikota, saya tidak mungkin
menitipkannya untuk orang lain bawa ke tempat imunisasi.
maka dari itu kadang imunisasi anak ini tidak sesuai dengan
jadwalnya karena tidak saya bawa pada saat imunisasi yang
sudah ditentukan.” (Inf 5. 940)
58
Pernyataan dari Petugas Kesehatan yang menyatakan
ketidaklengkapan pemberian imunisasi disebabkan
ketidakpatuhan ibu :
“...yang tidak datang mungkin karena dia belum memahami
benar atau karena sibuk dengan pekerjaan atau mungkin
juga karena malas”. (inf 1. 30)
“....ada yang rajin ada juga yang malas....” (Inf 2. 115)
Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan
bahwa ketidaklengkapan pemberian imunisasi dikarenakan
ketidakpatuhan dari ibu sendiri, dimana ibu merasa malas untuk
membawa anaknya ke posyandu sehingga pemberian imunisasi
dasar kepada anak menjadi tidak lengkap
3. Tema 3 : Pemberian penyuluhan tentang imunisasi dari
petugas kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 2
informan yaitu petugas kesehatan ditemukan bahwa petugas
kesehatan sudah melakukan penyuluhan kesehatan tentang
imunisasi, namun kurangnya pastisipasi dari para ibu untuk
membawa anaknya diberikan imunisasi. Berikut adalah
pernyataan 2 informan yang menyatakan sudah memberikan
penyuluhan kesehatan :
59
”......petugas kesehatan sering memberikan penyuluhan
tentang pentingnya imunisasi dasar.” (Inf 1.15)
“Pada saat kami turun ke desa untuk melakukan posyandu,
sebelum dilakukannya imunisasi kami memberikan sedikit
penyuluhan kepada para ibu agar ibu-ibu bisa mengerti
kegunaan imunisasi itu sangat penting bagi anak-anaknya.”
(Inf 1. 20)
“jika ada yang sudah paham mereka tetap datang membawa
anaknya diimunisasi, misalnya dari 100 mungkin hanya 1
saja yang tidak datang mungkin karena dia belum
memahami benar atau karena sibuk dengan pekerjaan atau
mungkin juga karena malas..” (Inf 1.30)
“....Misalnya Sebelum dijalankannya posyandu bidan harus
memberikan penjelasan tentang imunisasi seperti
bagaimana cara imunisasi supaya bayi itu tetap sehat.” (Inf
2.95)
“Pada saat membantu dalam proses persalinan bidan
mengingatkan kepada ibu untuk diberikannya imunisasi
dasar yang pertama yaitu HB0 selain itu juga pada saat
dilakukannya posyandu juga dilakukan penyuluhan lagi
tentang pentingnya imunisasi.” (Inf 2.105)
60
“...Tidak terlalu, karena ada yang rajin ada juga yang malas
ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman ibu tentang
pentingnya imunisasi... (Inf 2.115)
Namun hasil wawancara ini tidak sejalan dengan wawancara
informan 6, dengan tanpa menyakan pada informan, informan
sendiri yang menyatakan bahwa petugas kesehatan tidak pernah
memberikan penyuluhan tentang imunisasi. Berikut adalah
pernyataan informan 6 :
“...karena disini petugas tidak pernah memberikan
pengarahan kepada kami sehingga kami tidak tahu
imunisasi apa yang diberikan setiap bulannya.” (Inf 6. 1165)
“...seharusnya para petugas kesehatan atau suster-suster
disini memberi pengarahan atau pemahaman kepada kami
apa itu imunisasi, bergunanya untuk apa dan sebagaianya
tetapi pada kenyataanya tidak ada pemberian informasi
sama sekali kepada kami para orang tua sehingga kami juga
dan terkhusus saya sendiri tidak terlalu mengerti.” (Inf
6.1200)
Pernyataan ini juga didukung dari data obeservasi yang
langsung diakukan peneliti saat observasi posyandu. Dapat
61
dilihat jua bahwa penyuluhan tidak bisa dilakukan dengan baik,
karena fasilitas yang tidak memadai ditambah lagi kegiatan
posyandu dan imunisasi dilaksanakan dirumah warga yang
sangat dekat dengan jalan raya. sehingga tidak akan
mendapatkan hasil yang baik jika dilakukan penyuluhan dengan
keadaan seperti itu.
4. Tema 4 : Sikap petugas kesehatan dalam pelayanan
imunisasi
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 2
informan ditemukan bahwa sikap petugas kesehatan pustu yang
kurang baik dalam pemberian imunisasi maupun dalam
pelayanan kesehatan. Kurang baik yang dimaksudkan disini
adalah saat melayani petugas sering berbicara dengan intonasi
suara yang agak tinggi dan terkesan marah-marah. Akibat dari
sikap petugas kesehatan yang kurang baik ini maka motivasi ibu
untuk membawa bayinya juga berkurang. Ibu berpikir dengan
sikap petugas kesehatan seperti ini maka ketika diberikan
imunisasi para ibu dan bayi tidak akan dilayanii dengan baik oleh
petugas kesehatan. Berikut ada pernyataan 2 informan yang
menyatakan ketidaklengkapan pemberian imunisasi karena sikap
petugas kesehatan yang kurang baik :
62
“Ditambah lagi sikap para petugas yang kadang sedikit
kurang baik kepada kami, maka dari itu yang membuat saya
malas untuk membawa anak saya diimunisasi di posyandu”.
(Inf 6. 1200)
“Petugas kadang bersikap kurang sopan, misalnya saja saya
jika ada ibu yang tidak datang membawa anaknya
diimunisasi saya kadang memarahi, kalau ketemu dijalan
pun ditanya dengan nada yang sedikit kasar.” (Inf 2. 160)
Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan
ketidaklengkapan pemberian imunisasi dikarenakan sikap
petugas kesehatan dalam melayani pemberian imunisasi.
Sebagai tenaga kesehatan sudah seharusnya bersikap sopan
dan ramah sehingga orang lain akan merasa nyaman dengan
pelayanan yang diberikan. Jika petugas kesehatan berlaku
dengan seenaknya dan tidak sopan maka orang lain akan
merasa tidak nyaman dan tidak akan membawa anaknya
untuk diberikan imunisasi karena sikap petugas tidak baik.
5. Tema 5 : Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana
kesehatan.
Namun berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 3
informan ditemukan bahwa kurangnya ketersediaan sarana dan
prasarana kesehatan yang memadai di desa. Sehingga minat ibu
63
untuk membawa bayinya untuk diberikan imunisasi berkurang
karena ibu berpikir ketika fasilitas kesehatan di desa tidak
memadai hal ini juga akan berdampak pada fasilitas imunisasi
yang tidak memadai juga.
Berikut pernyataan 3 informan yang menyatakan kurangnya
ketersediaan sarana dan prasarana :
“Masih belum sesuai dengan kebutuhan”. (Inf 3. 430)
“Bisa dikatakan iya, bisa juga tidak. Walaupun ada dokter
dari kecamatan yang datang tapi untuk didesa sendiri masih
sangat kurang dari yang diharapkan”. (Inf 5. 1005)
“Tidak selalu, kadang pada saat dibutuhkan puskesmasnya
tutup. Kadang bisa, kadang tidak. Kadang langsung disuruh
dibawa ke kota”. (Inf 6. 1270)
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan
ketidaklengkapan pemberian imunisasi dikarenakan kuranya
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan. Sarana dan
prasarana yang tidak memadai juga membuat ibu menjadi
kurang minat untuk membawa anaknya diimunisasi. Karena ibu
akan berpikir jika fasilitasnya tidak memadai maka pelayanan
yang diberikan pun pasti tidak akan sesuai dengan harapan.
64
4.5 Pembahasan
Pembahasan dilakukan dengan menganalisa hasil
penelitian yang telah ditemukan dan membandingkan dengan
teori dan penelitian terkait sebelumnya. Kemudian dianalisa dari
pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian
berfokus pada faktor-faktor determinan ketidaklengkapan
pemberian imunisasi pada infant di Negeri Oma, Kecamatan
Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Dari hasil penelitian
terhadap 6 informan didapatkan 5 tema yang dapat membantu
menjawab tujuan umum dan khusus.
4.5.1 Pengetahuan ibu
65
Dalam penelitian ini pertama-tama peneliti membahas
tentang pengetahuan keempat informan. Pengetahuan yang
dimaksud ialah ibu mampu mengetahui tentang imunisasi
lengkap yang mencakup jenis imunisasi dasar, penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, jadwal imunisasi dan
manfaat imunisasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan 6, peneliti menemukan data bahwa informan tidak
membawa anak untuk diberikan imunisasi karena kurang
pengetahuan. Kurang pengetahuan yang dimaksudkan
informan 6 adalah ketidakpahaman ibu tentang jenis imunisasi
yang diberikan kepada anak tepat pada usia dan waktu
pemberian, sehingga pengetahuan ibu (informan 6) ini
mempengaruhi ketidaklengkapan imunisasi anak. Hasil ini
didukung oleh Teori Siregar (2007) yang mengatakan bahwa
pengetahuan seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, karena pengetahuan tidak hanya didapat dari
bangku sekolah, namun pengetahuan lebih banyak diperoleh
dari pengalaman hidup dan informasi yang diperoleh. Soekidjo
Notoatmodjo (2007) menyatakan pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. hasil ini juga
didukung oleh penelitian dari Sisfiani Sarimin, dkk (2014) yang
menyatakan ada hubungan antara tingkat pengetahuan
66
dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada
balita. Hal ini didukung oleh Hidayat (2009) yang mengatakan
bahwa dalam hal ini pemberian imunisasi peran orang tua
terkhususnya ibu sangat penting, karena orang terdekat
dengan bayi adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan
ibu, pengetahuan akan mempengaruhi perilaku ibu dalam
pemberian imunisasi dasar pada bayi, sehingga dapat
mempengaruhi status imunisasinya. Perilaku ibu dalam
pemenuhan kelengkapan imunisasi bayinya tidak akan
menjadi halangan yang besar jika pengetahuan yang
memadai tentang hal itu diberikan. Selain itu hasil penelitian
Atika Putri Dewi, dkk (2013) juga menyatakan hal yang sama
yaitu adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan
ibu dengan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi,
hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Josiman (2012) tentang hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu tentang imunisasi dengan status kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan teori dari Tarwoto (2003) dalam Karina dan Warsito,
yang menyatakan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor
pengalaman yang berkaitan dengan usia seseorang.
Semakin matang usia seseorang akan semakin banyak
pengalaman hidup yang dimiliki dan lebih mudah untuk
67
menerima perubahan perilaku, sehingga akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Namun dalam penelitian ini peneliti
menemukan bahwa pengetahuan tidak dipengaruhi oleh
pengamalan yang berkaitan dengan usia seseorang. Karena
dalam penelitian ini ibu dengan usia yang sudah matang pun
masih tidak bisa menerima perubahan yang terjadi,
seharusnya dengan umur ibu yang sudah matang dan banyak
pengalaman yang dilalui dalam mengasuh anak pengetahuan
ibu diharapkan lebih bertambah, sehingga ibu dapat dengan
mudah dalam mengetahui pentingnya diberikan imunisasi bagi
anak.
4.5.2 Sikap Ibu
Hasil penelitian ini menyajikan ketidaklengkapan
imunisasi anak karena sikap ibu yang tidak patuh dan kurang
menganggap penting sebuah imunisasi. Informan 3 dan 5
dianggap bersikap lalai karena tidak membawa anak mereka
untuk di imunisasi dengan alasan kesibukan tertentu. Sikap
peduli informan terhadap pentingnya imunisasi lengkap anak
tidak ditunjang oleh tingkat pengetahuan yang baik tentang
imunisasi. Data yang lain menunjukan bahwa sikap ibu
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan penyedian
informasi tentang imunisasi. Infoman 4 tidak membawa
68
anaknya di imunisasi dengan alasan anak mengalami
gangguan kesehatan fisik (sakit) ketika imunisasi
dilaksanakan. Sikap informan yang demikian dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan yang rendah dan juga tidak adanya
edukasi serta perhatian petugas kesehatan. Hasil penelitian
ini didukung oleh Hasil didukung oleh penelitian dilakukan
oleh Sisfiani Sarimin, dkk (2014) yang menyatakan adanya
hubungan antara sikap dengan perilaku ibu dalam pemberian
imunisasi dasar pada balita. Hasil yang sama juga didapat
dalam penelitian Lefrin Hengkengbala, dkk (2011) yang
menyatakan terdapat hubungan antar sikap ibu dengan
status imunisasi anak balita. Selain itu Ahmad Rizani dkk,
(2009) dalam penelitianya juga menyatakan adanya hubungan
sikap dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi hasil ini
didukung oleh Garungan (2004) yang menyatakan
pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya tetapi
pembentukan sikap senantiasa berlangsung dalam interaksi
dan berkaitan dengan objek tertentu. Interaksi didalam
kelompok maupun diluar kelompok dapat mengubah sikap
atau membentuk sikap yang baru. Teori menurut Garungan
dalam Ahmadi (2009), menyatakan sikap merupakan
pendapat maupun pandangan seseorang tentang suatu objek
yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk
69
sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri
suatu objek. Selain itu Maulana (2001) mengatakan perilaku
baru khususnya pada orang dewasa diawali oleh
pengetahuan, selanjutnya muncul sikap terhadap objek yang
diketahuinya. Setelah objek diketahui dan disadari
sepenuhnya, sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau
reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek
adalah perasaan mendukung maupun perasaan tidak
mendukung pada objek tersebut. Sugeng Hariyadi (2003:90)
juga berpendapat bahwa sikap merupakan hal penentu yang
sangat penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada
seseorang akan memberikan gambaran bagaimana tingkah
laku seseorang. Disini sikap ibu juga sangat berpengaruh
tidak hanya pendidikan ibu saja, ibu dengan tingkat
pengetahuan yang tinggi, namun tidak ada kemauan untuk
mengetahui pentingnya imunisasi dasar juga dapat
menyebabkan status imunisasi dasar balita tidak lengkap.
Sikap ibu yang positif dapat menjadi faktor pencetus yang
menyebabkan ibu membawa bayinya untuk diberikan
imunisasi.
4.5.3 Penyuluhan Kesehatan
70
Berdasarkan hasil penelitian. Peneliti menemukan
adanya perbedaan sikap dari petugas kesehatan kepada ibu
bayi. Ketika di wawancara, petugas kesehatan mengatakan
bahwa penyuluhan dilakukan sebelum diadakannya
posyandu, namun kenyataan yang terjadi saat diposyandu
petugas kesehatan tidak memberikan penyuluhan kepada
para ibu sehingga ibu bayi sendiri tidak dapat memahami
dengan benar tentang imunisasi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Muliani dan Zulkifli (2013) yang
menyatakan adanya hubungan penyuluhan imunisasi
dengan pemberian imunisasi. Hasil ini juga didukung oleh
teori menurut Gaffar dalam Praptianingsih (2006) yang
menyatakan bahwa perawat mempunyai peran sebagai
edukator (pendidik), perawat mempunyai tugas untuk
melakukan penyuluhan kepada klien (pasien) yang berada di
bawah tanggung jawabnya. Selain itu menurut konsorsium
ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) yang
menyatakan perawat mempunyai peran sebagai edukator,
peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.
Peran perawat sebagai edukator diharapkan dapat terwujud
71
melalui tingkat pengetahuan ibu yang baik seperti kesadaran
tentang pentingnya imunisasi bagi anak, bagaimana dampak
kesehatan anak jika tidak diberi imunisasi dan kesadaran ibu
dalam membawa anak untuk imunisasi lengkap.
4.5.4 Sikap Petugas
Sebanyak 2 dari 6 informan mengungkapkan bahwa
ketidaklengkapan pemberian imuniasi sangat dipengaruhi oleh
sikap petugas kesehatan dalam pemberian imunisasi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti, ditemukan bahwa sikap petugas kesehatan juga
sangat berpengaruh terhadap pemberian imunisasi. Hasil
observasi pada saat posyandu peneliti menemukan sikap dari
petugas kesehatan pustu yang kurang ramah, petugas
berbicara dengan intonasi tinggi dan saat melayani tidak
adanya senyuman atau sapaan yang baik dari petugas
kesehatan dipustu. Petugas dipustu hanya memberikan
vaksin TT pada ibu hamil saja setelah itu petugas kesehatan
dipustu langsung menulis dibuku register. Ketika ada ibu-ibu
yang datang terlambat atau kedapatan tidak membawa
anaknya pada bulan yang lalu petugas pustu langsung
memarahi tanpa menanyakan penyebabnya terlebih dahulu.
Dari sikap petugas kesehatan pustu iniliah yang kadang
72
membuat ibu tidak nyaman untuk membawa anaknya
diberikan imunisasi. seharusnya petugas bersikap lebih sopan
dan nyaman bukan saja pada saat diberikannya imunisasi
tetapi juga pada saat memberikan pelayanan kesehatan
kepada seluruh masyarakat. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswandoyo dan Putro
(2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pelayanan petugas kesehatan dengan
kelengkapan imunisasi, hasil ini juga didukung oleh teori
menurut Lawrance Green dalam Notoatmodjo (2007),
menyatakan bahwa perilaku seseorang tentang kesehatan
dapat juga ditentukan oleh ketersediaan fasilitas, sikap dan
perilaku para petugas kesehatan akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku. Selain itu Djoko Wiyono
(2001) mengatakan pasien atau masyarakat menilai mutu
pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan
yang empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhannya,
pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu
berkunjung. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Yusuf
(2008) dalam penelitan yang dilakukan Muliani dan Zulkifli
yang mengemukakan bahwa kualitas pelayanan dan sikap
petugas merupakan cerminan keberhasilan program. Sikap
73
sopan dan keramahan dalam melayani masyarakat juga
merupakan suatu motivasi yang diberikan oleh petugas
kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak segan-segan
mengungkapkan masalah kesehatan yang dialaminya.
Secara psikologis penyakit juga dapat disembuhkan
melalui terapi-terapi yang dilakukan oleh petugas melalui
sikap dan tindakan dalam melayani masyarakat. Berdasarkan
hasil penelitian diatas menurut peneliti pada dasarnya
pelayanan yang baik dari petugas kesehatan sangat
mempengaruhi kelengkapan status imunisasi dasar pada bayi.
Petugas yang bersikap ramah, baik dan sopan pasti dapat
memberikan informasi tentang pentingnya imunisasi dasar
pada bayi dengan baik serta dapat mempengaruhi ibu-ibu
yang mempunyai bayi untuk datang ke tempat pelayanan
kesehatan dalam hal ini Posyandu untuk mengimunisasi
anaknya dengan lengkap.
4.5.5 Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana
Sebanyak 2 dari 6 informan mengungkapkan bahwa
ketidaklengkapan pemberian imunisasi dipengaruhi oleh
kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa
ketersediaan sarana dan prasarana dipustu juga sangat
74
berpengaruh dalam pemberian imunisasi. Dimana sarana
dan prasarana tidak memadai, banyaknya peralatan yang
tidak tersedia dan obat-obatan yang tidak memadai,
ditambah lagi dengan petugas kesehatan yang tidak selalu
berada dipustu disaat jam kerja. Selain itu imunisasi sendiri
juga diberikan oleh Petugas dari Puskesmas Kecamatan hal
ini terjadi karena dipustu sendiri tidak ada jurim (juru
imunisasi). Vaksin juga disimpan di Puskesmas Kecamatan
karena tidak tersedianya alat penyimpan vaksin dipustu,
sehingga pada saat imunisasi para ibu harus menunggu
Petugas dari Puskesmas Kecamatan untuk memberikan
imunisasi. Hal ini menyebabkan motivasi ibu untuk
membawanya anaknya diimunisasi berkurang sehingga
mengakibatkan tidak lengkapnya pemberian imunisasi. Hasil
ini didukung dengan Rahmawati (2007) yang mengatakan
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang merupakan
salah satu faktor yang mampu mempengaruhi hasil kegiatan
petugas imunisasi. Kondisi sarana dan prasarana yang baik
antara lain lengkap, modern, berkualitas, dan jumlah cukup
akan memberikan kepuasan karyawan yang kemudian dapat
meningkatkan kinerjanya. Selain itu Depkes (2006)
menyatakan fasilitas dan kenyamanan tempat pelayanan
imunisasi yang tidak mendukung maka akan mengakibatkan
75
perubahan cakupan imunisasi suatu daerah. Soekidjo
Notoatmodjo (2007) juga mengatakan ketersedian sarana
dan prasarana atau fasilitas bagi masyarakat, termasuk juga
fasilitas pelayanan kesehatan seperti pukesmas, rumah
sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter,
atau bidan praktek desa. Fasilitas kesehatan pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan. Fasilitas yang kurang memadai tentu
membuat pelayanan imunisasi yang kurang memadai pula.
Fasilitas juga berpengaruh kepada berkurangnya minat ibu
untuk mengimunisasi anaknya. Ibu yang mau memberikan
imunisasi pada anaknya tidak hanya karena ibu tahu dan
sadar manfaat pemberian imunisasi saja melainkan ibu
dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian
imunisasi pada anaknya.
4.6 Keterbatasan penelitian
Peneliti menyadari dalam penelitian yang dilakukan
terdapat beberapa keterbatasan yaitu :
1. Dalam penelitian ini awalnya kriteria inklus informan adalah
ibu yang memiliki anak usia 0-12bulan, namun saat
dilakukanya penelitian tidak ada ibu yang bisa dijadikan
informan, hal ini terjadi karena kebanyakan ibu yang
peneliti ingin jadikan informan bekerja diluar kota
76
sehingga anaknya diasuh oleh orang tua sang ibu yaitu
nenek. Akhirnya peneliti mengambil nenek yang memiliki
cucu 0-12bulan untuk dijadikan informan.
2. Saat dilakukannya wawancara informan cenderung
menjawab singkat sehingga peneliti harus memberikan
pertanyaan-pertanyaan lain untuk bisa menjawab tujuan
penelitian.
top related