bab iii metode penelitian - pakarteori.files.wordpress.com · nagori kentang kubis cabai tomat sawi...
Post on 09-Mar-2019
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu
berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu. Daerah penelitian dilakukan di Kecamatan
Purba, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan hasil survey, daerah ini mempunyai
kriteria tanaman tumpang sari tomat dengan cabai, dapat dilihat luas panen dan
produksi tanaman tomat dengan cabai pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Tanam Tahun 2014 Setiap Desa di Kecamatan Purba, Kabupaten
Simalungun
Jenis Komoditi
Nagori Kentang Kubis Cabai Tomat Sawi
Tigarunggu 145 170 90 50 10
N. Tongah 100 125 36 50 8
U. Pane 105 94 40 50 10
P. Tongah 110 100 30 30 8
P. Dolok 110 100 40 30 5
P. Purba 185 125 68 30 5
Huta Raja 110 120 42 25 5
B. Sampang 140 130 30 15 10
U. Purba 170 120 100 25 5
B.Sauhur 100 100 15 15 5
S. Jandi 110 100 90 30 5
P. Sipinggan 160 150 49 30 12
Kinalang 200 140 90 35 15
T. Tinggir 160 130 57 24 11
Jumlah 1.905 1.704 767 439 114 Sumber : Kantor Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Purba
Universitas Sumatera Utara
23
3.2. Metode Penentuan Sampel
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan sampel
berstrata tidak proporsional (Disproportionate Stratified Random Sampling). Menurut
Supriana (2014), metode ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel apabila
populasinya berstrata, tetapi kurang proporsional. Misalnya salah satu strata lebih
besar dibanding strata yang lain. Keputusan pengambilan sampel dalam hal ini,
dibuat dengan pertimbangan bagaimana sampel akan dialokasikan di antara strata-
strata. Dalam metode ini jumlah sampel untuk satu strata boleh diambil lebih besar
dengan alasan strata lebih besar, strata memiliki lebih banyak variabel secara internal,
dalam strata pengambilan sampel dirasa paling ekonomis.
Untuk lebih jelasnya, berikut jumlah populasi dan jumlah sampel disajikan dalam
tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel yang Diambil Menurut Strata
Pola Usaha Agribisnis di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun
No Usaha Agribisnis Jumlah Populasi Jumlah Sampel
1 Tomat-Cabai 15 15
2 Cabai 59 15
3 Tomat 55 15
Jumlah 129 45 Sumber : Analisis Data Primer
Universitas Sumatera Utara
24
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara yang daftar
pertanyaannya sudah disusun terlebih dahulu berupa kuesioner dan observasi
langsung di lapangan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi
yaitu BPS Simalungun, dan Instansi Terkait
3.4. Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah (1), mengetahui pelaksanaan pola tanam tumpang sari
tomat dengan cabai di daerah penelitian dilakukan secara deskriptif dengan
melakukan observasi lapangan dan wawancara langsung kepada petani.
Untuk identifikasi masalah (2), membedakan biaya produksi tumpang sari tomat-
cabai dengan pola monokultur dapat dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Secara matematis, cara mengitung biaya tetap pada sistem monokultur adalah:
Bila macam tanaman yang diusahakan lebih dari satu, maka rumusnya menjadi:
Keterangan :
FC = Biaya tetap monokultur
FCj = Biaya tetap join
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
FCj =
FC = Xi. Pi
Universitas Sumatera Utara
25
Pxi = Harga input
n = macam input
(Soekartawi, 1995).
Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya
yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Secara matematis,
cara mengitung biaya variabel pada sistem monokultur adalah:
Bila macam tanaman yang diusahakan lebih dari satu, maka rumusnya menjadi:
Keterangan :
VC = Biaya variabel monokultur
VCj = Biaya variabel join
X1 = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel
Pxi = Harga input
n = macam input
Sehingga, total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap
(VC), maka rumusnya menjadi :
Keterangan :
TC = Total biaya
FC = Biaya tetap (fixed cost)
VC = Biaya variabel (variable cost)
(Soekartawi, 1995).
VCj =
VC = Xi.Pi
TC = FC + VC
Universitas Sumatera Utara
26
Analisis komparasi adalah salah satu teknik analisis kuantitatif yang digunakan untuk
menguji hipotesis tentang ada atau tidaknya perbedaan antar variabel atau sampel
yang diteliti. Untuk menguji perbedaan biaya produksi dilakukan uji t-Test yaitu
independent sampled t-Test dengan alat bantu software SPSS.
Berikut adalah tahap pengujian perbedaan biaya produksi tumpang sari tomat-cabai,
tomat monokultur dan cabai monokultur berdasarkan nilai t-hitung :
1. Merumuskan hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara biaya tumpang sari dan biaya
monokultur
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara biaya tumpang sari dan biaya monokultur
2. Menentukan nilai t-hitung
3. Kriteria pengujian
Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima.
Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
4. Membuat kesimpulan
Untuk identifikasi masalah (3), yaitu membedakan penerimaan dan pendapatan usaha
agribisnis tumpang sari tomat-cabai dengan pola monokultur dianalisis menggunakan
rumus sebagai berikut:
Secara matematis, cara menghitung total penerimaan pada sistem monokultur adalah:
Bila macam tanaman yang diusahakan adalah lebih dari satu, maka rumusnya
menjadi:
TR = Yi. Pyi
TRj =
Universitas Sumatera Utara
27
Keterangan :
TR = Total penerimaan monokultur
TRj = Total penerimaan join
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i
Py = Harga Y
n = jumlah macam tanaman yang diusahakan
(Shinta, 2011).
Secara matematis cara menghitung pendapatan usahatani pada sistem monokultur
adalah:
Keterangan :
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
(Soekartawi, 1995)
Pendapatan total pada sistem tumpang sari adalah pendapatan yang diperoleh dari
pengurangan seluruh total penerimaan dari seluruh jenis komoditi dan seluruh biaya
dari seluruh jenis komoditi yang ditanami dalam satu lahan.
Pd = TR - TC
Universitas Sumatera Utara
28
Sehingga, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan :
Pdj = Pendapatan join
TRj = Total penerimaan join
TCj = Total biaya join
i = komoditi (jenis komoditi budidaya)
n = jumlah komoditi
(Mosher, 1987).
Untuk menguji perbedaan penerimaan hasil penjualan bersih dan pendapatan bersih
dilakukan uji t-Test yaitu independent sample t-Test dengan alat bantu software
SPSS.
Tahap pengujian perbedaan penerimaan dan pendapatan tumpang sari tomat-cabai,
tomat monokultur dan cabai monokultur berdasarkan nilai t-hitung adalah :
1. Merumuskan hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara penerimaan tumpang sari dan
penerimaan monokultur
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara penerimaan tumpang sari dan penerimaan
monokultur
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih tumpang sari dan
pendapatan monokultur
Universitas Sumatera Utara
29
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih tumpang sari dan
pendapatan monokultur
2. Menentukan nilai t-hitung
3. Kriteria pengujian
Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima.
Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
4. Membuat kesimpulan
Untuk identifikasi masalah (4), membedakan hasil kelayakan atau R/C Ratio tumpang
sari tanaman tomat-cabai dengan pola monokultur dianalisis dengan menggunakan
rumus: Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Keterangan:
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Py = Harga output
Y = output
FC = Biaya tetap (fixed cost)
VC = Biaya variabel (variabel cost)
a = R/C
TR = Py. Y
TC = FC + VC
a = {(Py.Y) / (FC+VC)}
Universitas Sumatera Utara
30
R/C > 1 artinya suatu usahatani layak untuk diusahakan dan dikembangkan, R/C = 1
artinya usaha tani mencapai titik impas dan R/C <1, artinya suatu usahatani tidak
layak untuk diusahakan dan dikembangkan (Soekartawi, 1995).
Apabila komoditi yang diusahakan lebih dari satu, maka rumusnya menjadi :
Keterangan :
Yi = Jumlah produk
Pi = Harga produk
Xn = Jumlah input
Pxn = Harga input
1..n = Jumlah jenis input
R/C≥1 artinya layak untuk diusahakan dan dikembangkan, R/C < 1 artinya tidak
layak untuk diusahakan dan dikembangkan (Shinta, 2011).
Untuk menguji perbedaan R/C Ratio pada tumpang sari dan monokultur dilakukan uji
t-Test yaitu independent sample t-Test dengan alat bantu software SPSS.
=
Universitas Sumatera Utara
31
1. Merumuskan hipotesis
H0 : Kelayakan usaha agribisnis tumpang sari tidak lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan pola monokultur.
H1 : Kelayakan usaha agribisnis tumpang sari lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan pola monokultur.
2. Menentukan nilai t-hitung
3. Kriteria pengujian
Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima.
Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
4. Membuat kesimpulan
3.5. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman arti dan makna dalam penelitian ini, berikut
beberapa pengertian:
3.5.1 Definisi
1. Petani sampel adalah orang yang melakukan usaha agribisnis pola tanam tumpang
sari tanaman tomat-cabai, cabai monokultur, dan tomat monokultur.
2. Usaha agribisnis pola tumpang sari adalah pengerjaan tanaman tomat-cabai secara
bersamaan pada satu lahan dan waktu yang relatif sama dengan pola yang teratur.
3. Usaha agribisnis pola monokultur adalah pengerjaan tanaman satu komoditi saja
dengan pola yang teratur.
Universitas Sumatera Utara
32
4. Biaya produksi monokultur adalah nilai dari semua faktor produksi yang
digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi
berlangsung pada komoditi tertentu.
5. Biaya produksi join adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik
dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung pada
masing-masing komoditi.
6. Harga adalah suatu poin yang berlaku pada komoditi tertentu dinyatakan dalam
bentuk (Rp).
7. Input adalah benda atau jasa yang dikeluarkan petani pada saat usahatani
berlangsung.
8. Penerimaan monokultur adalah jumlah seluruh produksi pertanian dikalikan
dengan harga jual pada satu komoditi saja dinyatakan dalam bentuk (Rp).
9. Penerimaan join adalah jumlah seluruh produksi pertanian dikalikan dengan harga
jual pada masing-masing komoditi dinyatakan dalam bentuk (Rp).
10. Pendapatan monokultur adalah seluruh jumlah hasil penerimaan dari masing-
masing komoditi dikurangi seluruh jumlah biaya produksi pada satu komoditi
saja dinyatakan dalam bentuk (Rp).
11. Pendapatan join adalah seluruh jumlah hasil penerimaan dari masing-masing
komoditi dikurangi seluruh jumlah biaya produksi pada masing-masing komoditi
dinyatakan dalam bentuk (Rp).
Universitas Sumatera Utara
33
12. Analisis R/C Ratio yaitu untuk mengetahui apakah usaha agribisnis yang
diusahakan layak dan menguntungkan untuk dikembangkan atau dikatakan
masih dalam tingkat efisiensi.
3.5.2 Batasan Operasional
1. Penelitian yang dilaksanakan adalah di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel adalah petani yang mengusahakan tomat-cabai secara pola tanam tumpang
sari, tomat monokultur, dan cabai monokultur.
3. Waktu penelitian dilakukan pada Oktober hingga Desember 2015.
Universitas Sumatera Utara
34
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
PETANI SAMPEL
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak dan Wilayah Kecamatan Purba
Wilayah Kecamatan Purba umumnya datar dan sebagian berbukit dan miring.
Adapun kemiringan rata-rata 5% - 20 %. Tipe iklim di Kecamatan Purba termasuk
tipe iklim hujan lebih sedikit dibandingkan dengan musim kering atau kemarau
dengan suhu berkisar antara 190C - 23
0C.
Kecamatan Purba berbatasan dengan daerah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Dolok Silou
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dolok Pardamean dan Kecamatan
Haranggaol
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Raya
Sebelah Barat berbatasan Kecamatan Silimakuta
Jenis tanah di Kecamatan Purba adalah tanah berlempung, berpasir dengan pH
berkisar antara 4,6 – 6,5. Lahan di Kecamatan Purba umumnya digunakan untuk
usahatani tanaman palawija, hortikultura, sayuran dan perkebunan yaitu : Padi Gogo,
Jagung, Ubi Jalar, Kentang, Kopi, Tomat, Kubis/Kol, Jeruk, Cabai.
Universitas Sumatera Utara
35
4.1.2. Jenis Mata Pencaharian
Untuk jenis mata pencaharian di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Jenis mata pencaharian di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun
tahun 2014
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase
1 Pertanian 4.941 93,22
2 Pedagang Ternak 6 0,11
3 Pedagang Hasil Pertanian 114 2,15
4 Kios Saprodi 32 0,60
5 Pegawai Negeri Sipil 194 3,66
Jumlah 5.300 100 Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Purba tidak
terlepas dari bidang pertanian yakni pertanian 93,22 %, pedagang ternak 0,11 %,
pedagang hasil pertanian 2,15 %, kios saprodi 0,60 %, dan pegawai negeri sipil 3,66
%. Selain alam yang subur, keterampilan masyarakat di bidang pertanian juga sangat
terampil.
4.1.3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Purba, Kabupaten
Simalungun tahun 2014
Untuk melihat jumlah penduduk menurut pendidikan di Kecamatan Purba dapat
dilihat pada tabel 8.
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Purba,
Kabupaten Simalungun tahun 2014
No Nagori Belum Sekolah SD SLTP D1-D3 S1 Jumlah
1 Tiga Runggu 982 879 723 342 172 8.084
2 Nagori Tongah 390 289 301 116 149 1.617
3 Urung Pane 306 445 321 123 138 1.683
4 Purba Tongah 113 605 337 34 37 1.708
5 Purba Dolok 227 428 344 888 18 1.64
6 Pematang Purba 933 355 235 19 23 1.913
7 Huta Raja 213 165 92 28 49 1.108
8 Bunga Sampang 115 100 136 40 25 591
9 Purba Sipinggan 250 387 497 81 30 1.806
10 Urung Purba 133 295 184 11 28 1.548
11 Saribujandi 326 370 359 10 19 1.458
12 Bandar Sauhur 108 308 400 13 14 1.345
13 Kinalang 187 731 500 123 29 2.495
14 Tano Tinggir 218 295 198 102 126 1.158 Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel diatas, jumlah penduduk menurut pendidikan di desa sampel yang
pertama yakni desa Bunga Sampang adalah belum sekolah sebanyak 115 orang, SD
sebanyak 100 orang, SLTP sebanyak 136 orang, SLTA sebanyak 175 orang, D1-D3
sebanyak 40 orang, dan S1 sebanyak 25 orang. Tingkat pendidikan di desa Bunga
Sampang sudah tidak ketinggalan terbukti dari yang menempuh pendidikan hingga ke
tingkat S1.
Jumlah penduduk menurut pendidikan di desa sampel yang kedua adalah desa Urung
Purba. Desa Urung Purba belum sekolah sebanyak 133 orang, SD sebanyak 295
orang, SLTP sebanyak 184 orang, SLTA sebanyak 897 orang, D1-D3 sebanyak 11
orang, dan S1 sebanyak 28 orang. Tingkat pendidikan di desa Urung Purba juga
Universitas Sumatera Utara
37
sudah tidak ketinggalan terbukti dari yang menempuh pendidikan hingga ke tingkat
S1.
4.1.4. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Purba, Kabupaten
Simalungun Tahun 2014
Untuk melihat jumlah penduduk menurut umur di Kecamatan Purba, Kabupaten
Simalungun dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Purba, Kabupaten
Simalungun tahun 2014
No Nagori 0-20 21-30 31-40 41-50 51-60 > 60
1 Tiga Runggu 1265 721 658 512 236 149
2 Nagori Tongah 549 226 208 214 293 125
3 Urung Pane 455 289 207 271 301 160
4 Purba Tongah 605 217 315 288 110 168
5 Purba Dolok 563 240 248 300 200 89
6 Pematang Purba 1488 88 100 151 88 120
7 Huta Raja 530 215 242 80 29 12
8 Bunga Sampang 170 100 90 80 85 66
9 Purba Sipinggan 700 326 300 185 105 190
10 Urung Purba 615 250 267 325 75 16
11 Saribujandi 385 124 285 303 228 167
12 Bandar Sauhur 432 243 251 217 105 97
13 Kinalang 858 451 798 142 145 101
14 Tano Tinggir 358 224 185 153 114 74 Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Jumlah penduduk menurut umur di desa sampel yang pertama yakni Desa Bunga
Sampang adalah umur 0-20 tahun sebanyak 170 orang, 21-30 tahun sebanyak 100
orang, 31-40 tahun sebanyak 90 orang, 41-50 tahun sebanyak 80 orang, 51-60 tahun
sebanyak 85 orang, dan > 60 tahun sebanyak 12 orang. Jumlah penduduk yang
Universitas Sumatera Utara
38
produktif sangat potensial di desa Bunga Sampang yang berperan besar dalam
pengembangan daerah tersebut khususnya di bidang pertanian.
Jumlah penduduk menurut umur di desa sampel yang kedua yakni desa Urung Purba
adalah umur 0-20 tahun sebanyak 615 orang, 21-30 tahun sebanyak 250 orang, 31-40
tahun sebanyak 267 orang, 41-50 tahun sebanyak 325 orang, 51-60 tahun sebanyak
75 orang, dan >60 tahun sebanyak 16 orang. Jumlah penduduk yang produktif dan
potensial di desa Urung Purba lebih banyak daripada kelompok umur yang lainnya,
tentu saja sangat berperan besar untuk ke depannya khususnya di bidang pertanian.
4.1.5. Luas dan Kepemilikan Lahan Komoditi Hortikultura di Kecamatan
Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014
Untuk melihat luas dan kepemilikan lahan komoditi hortikultura di Kecamatan Purba,
Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Lua s dan Kepemilikan Lahan Komoditi Hortikultura di Kecamatan
Purba, Kabupaten Simalungun Tahun 2014
No Jenis Komoditi Luas Lahan (Ha) KK Produksi (Ton)
1 Petsai 271 1153 6504
2 Cabai Merah 500 1142 3250
3 Cabai Rawit 171 605 513
4 Kentang 363 909 4356
5 Kubis 688 1387 17200
6 Terong 86 295 4300
7 Tomat 319 946 9570
8 Jahe 133 191 1862
9 Kunyit 46 158 920
10 Jeruk Manis 757 374 9400
11 Jeruk Nipis 17 67 170 Sumber : Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Purba
Universitas Sumatera Utara
39
Jenis komoditi hortikultura yang diusahakan petani di Kecamatan Purba sangat
beragam. Berdasarkan tabel di atas, jenis komoditi yang terbanyak dibudidayakan
oleh petani adalah komoditi kubis sebanyak 1.387 KK, petsai sebanyak 1.153 KK,
cabai merah 1.142 KK, tomat sebanyak 946 KK, kentang sebanyak 909 KK, cabai
rawit sebanyak 605 KK, jeruk manis 374 KK, terong sebanyak 295 KK, jahe
sebanyak 191 KK, kunyit sebanyak 158 KK, dan jeruk nipis sebanyak 67 KK.
4.2. Deskripsi Desa Sampel
4.2.1. Desa Bunga Sampang
4.2.1.1. Letak dan Keadaan Alam Desa Bunga Sampang
Letak desa Bunga Sampang berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan desa Purba Tongah
Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Hinalang
Sebelah Barat berbatasan dengan desa Purba Dolok
Sebelah Timur berbatasan dengan desa Urung Purba
Desa Bunga Sampang terletak di daerah Kabupaten Simalungun bagian atas, yang
ketinggian daerahnya dari permukaan laut adalah 1.100 – 1.225 m diatas permukaan
laut, dengan suhu berkisar antara 200C - 25
0C dan pH tanah berkisar antara 5 – 6,5.
Universitas Sumatera Utara
40
4.2.1.2. Keadaan Penduduk
Untuk Jumlah Kepala Keluarga yang ada di Desa Bunga Sampang, Kecamatan Purba,
Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Bunga Sampang Tahun 2014
No Nagori Jumlah KK Total
1 Bunga Sampang 150 150
Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Jumlah kepala keluarga yang terdapat di desa Bunga Sampang adalah 150 KK. Setiap
keluarga tentu saja memiliki beberapa anggota keluarga yang dibahas pada tabel
selanjutnya.
Tabel 12. Jenis Mata Pencaharian Penduduk di Desa Bunga Sampang Tahun
2014
Untuk jenis mata pencaharian di Desa Bunga Sampang, Kecamatan Purba, Kabupaten
Simalungun dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jenis Mata Pencaharian di Desa Bunga Sampang Tahun 2014
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase
1 Pertanian 135 90
2 Pedagang Ternak - -
3 Pedagang Hasil Pertanian 6 4
4 Kios Saprodi 1 0,66
5 Pengusaha Kebun - -
6 Pegawai Negara Sipil 4 2,66
Jumlah 150 97,32 Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel di atas, jenis mata pencaharian di desa Bunga Sampang tidak
terlepas dari bidang pertanian yakni bidang pertanian 90 %, pedagang hasil pertanian
Universitas Sumatera Utara
41
4 %, kios saprodi 0,66 %, dan pegawai negeri sipil 2,66 %. Bidang pertanian masih
menjadi mata pencaharian utama di desa ini karena alam yang subur.
Tabel 13. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Desa Bunga Sampang
Tahun 2014
Untuk jumlah penduduk menurut pendidikan di Desa Bunga Sampang, Kecamatan
Purba, Kabupaten Simalungun dapat dilhat pada tabel 13.
No Umur Tingkat Pendidikan
Belum SD SLTP SLTA D3 S1 Jumlah
TK (orang)
1 0-10 55 25 80
2 11-20 30 30 30 30 90
3 21-30 50 35 10 5 100
4 31-40 30 45 10 5 90
5 41-50 10 10 11 25 17 7 80
6 51-60 20 25 5 25 2 3 85
7 > 61 30 20 10 15 1 5 66
Jumlah 115 100 136 175 40 25 591 Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk menurut pendidikan di desa Bunga
Sampang terbilang sudah maju dan sangat potensial terbukti dari yang belum TK
(belum sekolah) sebanyak 115 orang, SD sebanyak 100 orang, SLTP sebanyak 136
orang 136 orang, SLTA sebanyak 175 orang, D3 sebanyak 40 orang, dan S1 25
orang.
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 14. Luas dan Kepemilikan Lahan Komoditi Hortikultura di Desa Bunga
Sampang Tahun 2014
Untuk luas dan kepemilikan lahan di Desa Bunga Sampang, Kecamatan Purba,
Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 14.
No Komoditi Luas Lahan (Ha) KK Produksi (Ton)
1 Petsai 20 130 480
2 Cabai Merah 10 40 65
3 Cabai Rawit 20 20 15
4 Kentang 10 15 120
5 Kubis 25 80 625
6 Tomat 11 30 330
7 Jeruk Manis 25 60 500
8 Buncis 1 5 10 Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel di atas, luas dan kepemilikan komoditi hortikultura di desa Bunga
Sampang sangat beragam yakni petsai sebanyak 130 KK, kubis sebanyak 80 KK,
jeruk manis sebanyak 60 KK, cabai merah sebanyak 40 KK, tomat sebanyak 30 KK,
cabai rawit sebanyak 20 KK, kentang sebanyak 15 KK, dan buncis sebanyak 5 KK.
Komoditi yang dipilih dalam penelitian ini adalah tomat dan cabai merah.
4.2.2. Desa Urung Purba
Desa Urung Purba terletak di daerah Kabupaten Simalungun bagian atas yang
ketinggian daerahnya dari permukaan laut adalah 1.100 – 1.215 m dpl, dimana lahan
pertaniannya dapat dikatakan datar sampai bergelombang dan berbukit, juga ada
lahan sawah lombang yang sudah ditelantarkan, dengan suhu berkisar antara 200 -
250C dan pH tanah berkisar antara 4,0 – 7,0. Jenis tanahnya adalah tanah latasol,
coklat kekuning kuningan dan sebagian tanah berpasir. Curah hujan berkisar antara
11,9 – 43,8 mm/bulan.
Universitas Sumatera Utara
43
4.2.2.1. Komposisi Penduduk Menurut Kepala Keluarga Tani
Tabel 15. Komposisi Penduduk Menurut Kepala Keluarga Tani
Desa Jumlah KK Jumlah Keluarga Tani Total
Urung Purba 336 316 336 Sumber : Kantor Camat Purba
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk menurut kepala keluarga tani adalah
sebanyak 336 KK. Jumlah penduduk berdasarkan umur dan pendidikan akan dibahas
pada tabel selanjutnya.
4.2.2.2. Jenis Mata Pencaharian Desa Urung Purba
Untuk melihat jenis mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Jenis Mata Pencaharian di Desa Urung Purba
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase
1 Pertanian 316 94.04
2 Pedagang Hasil Pertanian 4 1.78
3 Pegawai Negeri Sipil 4 4.76
Total 336 100 Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel diatas, jenis mata pencaharian di desa Urung Purba masih tidak
terlepas dari bidang pertanian karena lahan yang ada di desa Urung Purba sangat
subur. Persentase jenis mata pencaharian utama di desa Urung Purba adala pertanian
94,04 %, pedagang hasil pertanian 1,78 %, dan pegawai negeri sipil 4,46 %.
Universitas Sumatera Utara
44
4.2.2.3. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Urung Purba
Tabel 17. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Urung Purba
No Umur (tahun) Jumlah Penduduk
Tingkat Penduduk
Belum Sekolah SD SLTP SLTA D1-D3 S1 Jumlah
1 0-10 93 69 0 0 0 0 162
2 <20 15 170 108 160 0 0 453
3 21-30 11 15 22 200 2 0 250
4 31-40 5 14 20 225 1 2 267
5 41-50 4 10 12 275 6 18 325
6 51-60 3 9 16 37 2 8 75
7 >61 2 8 6 0 0 0 16
Total 133 295 184 897 11 28 1.548 Sumber : Kantor Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk menurut umur di desa Urung Purba juga
sangat produktif dan potensial apabila dikembangkan khususnya di bidang pertanian.
Berikut jumlah penduduk menurut umur di desa Urung yakni 0-10 tahun sebanyak
162 orang, <20 tahun sebanyak 453 orang, 21-30 tahun sebanyak 250 orang, 31-40
tahun sebanyak 267 orang, 41-50 sebanyak 325 orang, 51-60 tahun sebanyak 75
orang, dan >61 tahun sebanyak 16 orang.
Universitas Sumatera Utara
45
4.2.2.4. Luas Lahan dan Kepemilikan Lahan di Desa Urung Purba
Tabel 18. Luas Lahan dan Kepemilikan Lahan di Desa Urung Purba
No
Komoditi
Luas Lahan
(Ha)
KK
Tani
Kepemilikan
Lahan
Produksi
(Ton)
1 Jagung 21 15 1.4 105
2 Ubi Jalar 12 23 0.2 72
3
Padi
Gogo 60 120 0.6 204
4 Petsai 10 70 0.57 136
5 C.Merah 20 19 1.09 122
6 Kentang 11 42 0.26 132
7 Kubis 20 41 0.82 500
8 Terong 8 12 0.66 400
9 Tomat 17 25 0.68 210
10 Jahe 15 0 0.62 50
11 Kunyit 7 10 0.7 70
12 J.Manis 17 15 1.13 35
13 Buncis 8 12 0.66 56
14 Kopi 72 143 0.5 144 Sumber : Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Purba
Berdasarkan tabel di atas, jenis komoditi hortikultura yang diusahakan beragam di
desa Urung Purba tetapi yang lebih difokuskan dalam penelitian ini adalah tomat dan
cabai. Keluarga tani yang membudidayakan tomat sebanyak 25 KK dan cabai
sebanyak 19 KK.
4.3 Karakteristik Petani Sampel
Karakteristik petani adalah identitas petani sampel yang meliputi luas lahan, umur,
jumlah tanggungan, pendidikan, pengalaman bertani, dan status kepemilikan lahan
petani sampel. Dalam hal ini terbagi dalam tiga kategori yaitu karakteristik petani
sampel tumpang sari tomat-cabai, petani tomat monokultur, dan petani cabai
monokultur.
Universitas Sumatera Utara
46
4.3.1. Karakteristik Petani Sampel Tumpang Sari Tomat-Cabai
Untuk lebih jelasnya berikut Tabel 19. Karakteristik Petani Sampel Tumpang Sari
Tomat-Cabai.
Tabel 19. Karakteristik Petani Sampel Tumpang Sari Tomat dan Cabai
No Karakteristik Petani Interval Rata-Rata
1 Luas Lahan 0.16-0.48 Ha 0.27 Ha
2 Umur 27- 47 Tahun 38.13 Tahun
3 Pendidikan 06 - 12 Tahun 10.46 Tahun
4 Jumlah Tanggungan 01 - 06 Jiwa 4.26 Jiwa
5 Pengalaman Bertani 04-36 Tahun 22.2 Tahun
6 Status Kepemilikan Lahan
Sendiri Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1)
Berdasarkan tabel di atas, karakteristik petani sampel tumpang sari tomat dan cabai
yang terdiri dari luas lahan yang dimiliki, umur, pendidikan, jumlah tanggungan,
pengalaman bertani, dan status kepemilikan lahan. Luas lahan rata-rata yang dimiliki
petani adalah 0.27 Ha, umur rata-rata petani adalah 38.13 tahun, pendidikan rata-rata
petani adalah 10.46 tahun, jumlah tanggungan yang dimiki petani adalah 4.26 jiwa,
rata-rata pengalaman bertani petani adalah 22.2 tahun, dan status kepemilikan lahan
rata-rata petani adalah lahan sendiri.
4.3.2. Karakteristik Petani Sampel Tomat Monokultur
Untuk lebih jelasnya berikut Tabel 20. Karakteristik Petani Sampel Tomat
Monokultur.
Universitas Sumatera Utara
47
Tabel 20. Karakteristik Petani Sampel Petani Tomat Monokultur
No Karakteristik Petani Interval Rata-Rata
1 Luas Lahan 0.09 - 0.4 Ha 0.278 Ha
2 Umur 32 - 47 Tahun 38.86 Tahun
3 Pendidikan 09 - 12 Tahun 11 Tahun
4 Jumlah Tanggungan 03 - 07 Jiwa 4.8 Jiwa
5 Pengalaman Bertani 15 - 32 Tahun 21.06 Tahun
6 Status Kepemilikan Lahan
Sendiri Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 2)
Berdasarkan tabel di atas, karakteristik petani sampel tomat monokultur yang terdiri
dari luas lahan yang dimiliki, umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman
bertani, dan status kepemilikan lahan. Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani adalah
0.278 Ha, umur rata-rata petani adalah 38,86 tahun, pendidikan rata-rata petani adalah
11 tahun, jumlah tanggungan rata-rata petani adalah 4.8 jiwa, rata-rata pengalaman
bertani petani adalah 21.06 tahun, dan status kepemilikan lahan yang dimiliki adalah
mayoritas lahan sendiri.
4.3.3. Karakteristik Petani Sampel Petani Cabai Monokultur
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21. Karakteristik Petani Cabai
Monokultur.
Tabel 21. Karakteristik Petani Sampel Petani Cabai Monokultur
No Karakteristik Petani Interval Rata-Rata
1 Luas Lahan 0.16 - 0.36 Ha 0.278 Ha
2 Umur 31 - 49 Tahun 38.86 Tahun
3 Pendidikan 09 - 12 Tahun 11 Tahun
4 Jumlah Tanggungan 03 - 06 Jiwa 4.8 Jiwa
5 Pengalaman Bertani 09 - 34 Tahun 21.06 Tahun
6 Status Kepemilikan Lahan
Sendiri Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 3)
Universitas Sumatera Utara
48
Berdasarkan tabel di atas, karakteristik petani sampel tomat monokultur yang terdiri
dari luas lahan yang dimiliki, umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman
bertani, dan status kepemilikan lahan. Luas lahan rata-rata yang dimiliki adalah 0.278
Ha, umur rata-rata petani adalah 38.86 tahun, pendidikan rata-rata petani adalah 11
tahun, jumlah tanggungan rata-rata yang petani adalah 4.8 jiwa, rata-rata pengalaman
bertani adalah 21.06 tahun, dan status kepemilikan lahan mayoritas adalah lahan
sendiri.
Universitas Sumatera Utara
49
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pelaksanaan Tumpang Sari Tomat-Cabai, Tomat Monokultur dan Cabai
Monokultur
Sistem tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu jenis tanaman yang
dilakukan pada sebidang lahan yang sama dan waktu relatif yang sama. Sistem
tumpang sari banyak dilakukan di Kabupaten Simalungun khususnya di daerah
Kabupaten Simalungun atas. Kecamatan Purba merupakan daerah Kabupaten
Simalungun atas yang banyak melakukan sistem penanaman tumpang sari. Sistem
tumpang sari yang dilakukan di daerah Kecamatan Purba adalah tanaman tahunan
dengan tanaman tahunan seperti jeruk-kopi, tanaman tahunan dengan tanaman
semusim seperti kopi-kol, kopi-kacang panjang-jahe, kopi-jahe, kopi-terong belanda-
jagung, kopi-cabai-kacang hijau, jeruk-tomat, kopi-padi ladang, jeruk-kol, tanaman
semusim dengan semusim seperti tomat-cabai, cabai dengan kol.
Sistem tumpang sari tomat-cabai telah cukup lama dilakukan di daerah Kecamatan
Purba yaitu sekitar sepuluh tahun yang lalu. Alasan petani banyak melakukan sitem
tumpang sari tomat-cabai adalah kelangsungan pendapatan petani apabila harga tomat
murah pada saat tertentu, cabai bisa menutupi modal yang dikeluarkan pada saat
mengusahakan tanaman tersebut, selain itu dengan modal yang dikeluarkan sedikit
tetapi hasil yang didapatkan banyak. Berbeda dengan sistem tomat monokultur dan
cabai monokultur, ketika harga tomat atau harga cabai murah pada saat tertentu petani
Universitas Sumatera Utara
50
terancam tidak bisa menutupi modal yang dikeluarkan pada saat mengusahakan
tanaman tersebut.
Teknik sistem penanaman tumpangsari pada intinya tidak berbeda jauh dengan teknik
sistem monokultur hanya berbeda pada teknik – teknik tertentu saja. Untuk lebih
jelasnya, berikut dapat dijelaskan teknik penanaman tumpang sari tomat-cabai, tomat
monokultur, dan cabai monokultur :
1. Persiapan Lahan
Persiapan yang dilakukan pada sistem tumpangsari dan monokultur diawali dengan
melakukan traktor, yang disewa oleh petani dengan bandrol harga Rp. 40.0000 per
rantai, setelah itu petani melakukan pengorekan lahan untuk pembuatan bedengan
selebar antara 50 – 60 cm, lalu ditabur pupuk kompos dan pupuk kimia setelah dua
minggu pembuatan bedengan. Pengolahan lahan seperti ini bertujuan untuk
mempermudah petani untuk melakukan teknik penanaman selanjutnya.
Perbedaan yang terdapat pada sistem tumpang sari dan sistem monokultur pada
persiapan lahan ini adalah pada saat pemberian pupuk kompos dan pupuk kimia
dasar. Pada sistem tumpang sari pemberian pupuk kompos dasar yaitu 200 – 500 goni
dengan ukuran 50 kg pada luas lahan rata – rata 0.16 – 0.48 Ha dan pupuk kimia 35
kg per rantai. Sistem tumpang sari tomat monokultur, pemberian pupuk kompos dasar
yaitu 100- 250 goni dengan ukuran 50 kg pada luas lahan rata-rata 0.09 – 0.4 Ha dan
pupuk kimia dasar 80 kg per rantai. Sistem cabai monokultur, pemberian pupuk
kompos dasar yaitu 100 – 600 goni dengan ukuran 50 kg pada luas lahan rata-rata
Universitas Sumatera Utara
51
0.16 – 0.36 Ha dan pupuk kimia dasar 84,5 kg per rantai. Setelah satu minggu
terhitung pada saat pemberian pupuk kompos dan pupuk kimia dasar baru ditutup
dengan mulsa dengan tujuan menjaga kelembapan tanah.
2. Penanaman
Penanaman yang dilakukan pada sistem tumpang sari tomat-cabai menggunakan bibit
yang berbagai macam. Untuk tanaman tomat, bibit yang sering digunakan adalah
berbentuk amplop yaitu Kadia. Sedangkan untuk tanaman cabai, bibit yang sering
digunakan adalah bibit lokal. Bibit lokal berasal dari bibit yang lama yaitu hasil
perasan dari panen sebelumnya.
Sebelum melakukan penanaman, mulsa dilubangi dengan menggunakan kaleng diberi
arang panas, lalu kaleng diberi pemegang. Setelah itu, barulah ditanami 1 lubang per
pokok. Jarak tanam antar lubang yang dilakukan pada sistem tumpangsari tomat-
cabai biasanya adalah ± 50 cm dan jarak antar satu bedengan dengan bedengan lain
adalah ± 2 m. Pada sistem tumpang sari, cabai ditanam setelah tomat berusia 3
minggu.
Sistem Tomat Monokultur dengan jarak tanam ± 50 cm dan jarak antar satu
bedengan dengan bedengan yang lain adalah ± 2 m. Sistem Cabai Monokulutur
dengan jarak tanam ± 40 cm dan jarak antar satu bedengan dengan bedengan yang
lain adalah ± 2 m.
Universitas Sumatera Utara
52
Untuk lebih jelasnya, berikut gambar tumpang sari tomat-cabai, tomat monokultur,
dan cabai monokultur
Gambar 2. Tumpang Sari Tomat dan Cabai
Gambar 3. Petani Tomat Monokultur
Universitas Sumatera Utara
53
Gambar 4. Petani Cabai Monokultur
c. Pemupukan
Pemupukan adalah salah satu bagian dari sistem penanaman yang penting agar hasil
yang akan didapatkan banyak. Dalam hal ini pemupukan yang dilakukan pada pola
tumpangsari dan pola monokultur tidak jauh berbeda. Setelah dilakukan pemupukan
dasar pada pengolahan tanah, dilakukan pemupukan susulan yang kedua hingga
keempat sampai kelima kali pemupukan. Pada sistem tumpangsari, pemupukan yang
dilakukan hanya pada tanaman tomat, dari tomat inilah cabai mengambil unsur hara
karena cabai mempunyai akar samping yang panjang melebar. Pupuk yang sering
digunakan pada sitem tumpangsari tomat-cabai adalah Pupuk SS, Paten kali Butir,
TSP, Hidroconplit, dan NPK. Pupuk yang sering digunakan pada tomat monokultur
adalah Pupuk SS, SP-36, Hidroconplit, dan KCl. Pupuk yang sering digunakan pada
cabai monokultur adalah Pupuk SS, Hidrocoplit, SP-36, RJ Bus, Kali Cili, Paten Kali
Butir, dan NPK.
Universitas Sumatera Utara
54
d. Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada pola tumpangsari dan pola monokultur adalah
pemberantasan hama dan penyakit (PHP), pembuangan tunas atau penyiangan gulma,
dan pemasangan patok atau ajir. Pemberantasan hama dan penyakit (PHP) pada pola
tumpangsari dilakukan pada tanaman tomat saja, cabai tidak dilakukan
pemberantasan hama dan penyakit. Karena ketika menyemprot tomat sekaligus
menyemprot cabai, disinilah letak keuntungan sistem tumpang sari dibandingkan pola
monokultur. Pemberantasan hama dan penyakit pada pola tumpangsari dan pola
monokultur dilakukan seminggun sekali, kadang tiga hari sekali bahkan sekali satu
hari tergantung cuaca yang ada. Pemberantasan hama dan penyakit pada pola
tumpang sari tomat-cabai dan tomat monokultur relatif sama frekuensi penggunaan
pestisida sekitar 40 – 60 kali penyemprotan. Sedangkan cabai monokultur frekuensi
penggunaannya hanya berkisar 40 kali penyemprotan. Pestisida yang digunakan pada
pola tumpangsari tomat-cabai adalah Record, Antracold, Tridec, Simoksan, Zimox,
Daconil, dan Zoker. Pada tomat monokultur pestisida yang sering digunakan adalah
Record, Detain, daconil, Vertitur, Dabat dan Padan. Pada cabai monokultur pestisida
yang sering digunakan adalah Record, Manzate, Alika, Indoten, SuperGrow, Endure,
Delamic, Amistartop, dan Bendaz.
Pembuangan tunas dan penyiangan gulma pada pola tumpangsari tomat-cabai
dilakukan seminggu sekali, pebuangan tunas tomat dan cabai monokultur sama
dengan pola tumpangsari tomat-cabai yaitu seminggu sekali. Sedangkan pemasangan
patok atau ajir pada tomat-cabai dilakukan setelah dua minggu penanaman tanaman
Universitas Sumatera Utara
55
tomat biasanya pemasangan patok dilakukan per lima batang sampai tali tujuh. Begitu
juga dengan cabai dilakukan pemasangan ajir atau patik dilakukan per lima batang
tetapi hanya tali tiga sampai tali empat. Pemasangan patok atau ajir yang dilakukan
pada pola monokultur baik tomat maupun cabai relatif sama dilakukan per lima
batang sampai tali tiga sampai tujuh.
e. Panen
Tomat bisa dipanen pada saat sudah berumur 3 sampai 3,5 bulan dari awal menanam
sedangkan cabai bisa dipanen pada saat umur 3 sampai 4 bulan dari awal menanam.
5.2. Penggunaan dan Biaya Produksi pada Pola Tumpangsari Tomat dan
Cabai dengan Pola Monokultur
5.2.1. Rata-Rata Penggunaan Bibit dan Pupuk Pola Tumpangsari Tomat dan
Cabai
Tabel 22. Rata-Rata Penggunaan Bibit dan Pupuk Pola Tumpangsari Tomat
dan Cabai
No Keterangan Per Petani (Kg) Per Ha (Kg) Per Petani (Rp) Per Ha (Rp)
1 Benih
a. Tomat 0,016 0,065 482.666,6 1.779.166,7
b. Cabai 1,12 3,98 0 0
2 Pupuk
a. SS 215,63 716,2 3.092.812,5 9.983.398,4
b. P.K.Butir 143,38 466,67 1.075.312,5 3.500.000
c. Kompos 23.679,9 92.125 4.296.066,6 16.547.291,6
d. TSP 189,5 737,65 1.373.000 5.333.333,3
e. Hidroconpolit 191,36 793,08 1.546.107,1 6.524.888,3
f. NPK 262,33 1.099,6 2.071.200 8.625.000 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 10-11)
Berdasarkan tabel diatas, penggunaan benih tomat yang digunakan 0,016 kg per
petani atau 0,065 kg per Ha, benih tomat yang sering digunakan dalam berbentuk
Universitas Sumatera Utara
56
bungkusan. Penggunaan benih cabai yang digunakan 1,12 kg per petani atau 3,98 kg
per Ha, benih cabai yang sering digunakan adalah benih lokal yang berasal dari hasil
perasan dari panen sebelumnya.
Penggunaan pupuk terdiri dari yaitu pupuk SS yang digunakan 215, 63 kg per petani
atau 716,2 per Ha dan biaya yang digunakan pada penggunaan pupuk SS adalah Rp.
3.092.812,5 per petani atau Rp. 9.983.398,4 per Ha. Penggunaan pupuk Paten Kali
Butir adalah 143,38 kg per petani atau 466,67 per Ha dan biaya yang digunakan
adalah Rp. 1.075.312,5 per petani atau Rp. 3.500.000 per Ha. Penggunaan pupuk
Kompos yang digunakan adalah 23.679,9 per petani atau 92.125 per Ha dan biaya
yang digunakan adalah Rp. 4.296.066,6 per petani atau Rp. 16.547.291,6 per Ha.
Penggunaan pupuk TSP adalah 189,5 per petani atau 737,65 per Ha dan biaya yang
digunakan adalah Rp. 1.373.000 per petani atau Rp. 5.333.333,3 per Ha. Penggunaan
pupuk Hidroconplit adalah 191,36 Kg per petani atau 793,08 Kg per Ha dan biaya
yang digunakan adalah Rp. 1.546.107,1 per petani atau Rp. 6.524.888,3 per Ha.
Penggunaan pupuk NPK adalah 262,33 per petani atau 1.099,6 per Ha dan biaya yang
digunakan adalah Rp. 2.071.200 per petani atau Rp. 8.625.000 per Ha.
Universitas Sumatera Utara
57
5.2.2. Rata-Rata Penggunaan Bibit dan Pupuk Pola Tomat Monokultur
Tabel 23. Rata-Rata Penggunaan Bibit dan Pupuk Pola Tomat Monokultur
No Keterangan Per Petani (Kg) Per Ha (Kg) Per Petani (Rp) Per Ha (Rp)
1 Benih
a. Tomat 0,0377 0,141 865.333 3.245.633
2 Pupuk
a. SS 211 750,7 1.271.333 4.878.616
b. Kompos 14.816,6 57.503,4 3.536.666 14.210.324
c. TSP 141,8 516,1 1.113.600 4.076.264
d. Hidroconplit 132,1 489,8 1.018.700 3.765.137
e. KCl 165,06 579,4 1.283.133 4.507.308 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 12-13)
Berdasarkan tabel diatas, penggunaan benih tomat pada pola monokultur adalah
0,0377 Kg per petani atau 0,141 Kg per Ha, benih yang digunakan berbentuk
bungkusan. Penggunaan benih tomat pada pola tomat monokultur lebih banyak
0,0217 Kg per petani atau 0,076 per Ha apabila dibandingkan dengan penggunaan
benih pada tomat pada pola tumpang sari.
Penggunaan pupuk pada pola tomat monokultur terdiri dari pupuk SS yang digunakan
sebesar 211 Kg per petani atau 750,7 Kg per Ha dan biaya yang digunakan adalah Rp.
1.271.333 per petani atau Rp. 4.878.616 per Ha. Pupuk Kompos digunakan sebesar
Rp. 14.816,6 Kg per petani atau Rp. 57.503,4 per Ha dan biaya yang digunakan
adalah Rp. 3.536.666 per petani atau Rp. 14.210.324 per Ha. Penggunaan pupuk TSP
141,8 Kg per petani atau 516,1 per Ha dan biaya yang digunakan sebesar Rp.
1.113.600 per petani atau Rp. 4.076.264 per Ha. Penggunaan pupuk Hidroconplit
sebesar 132,1 Kg per petani atau 489,8 Kg per Ha dan biaya yang digunakan sebesar
Universitas Sumatera Utara
58
Rp. 1.018.700 per petani atau Rp. 3.765.137 per Ha. Penggunaan pupuk KCl yang
digunakan 165,06 Kg per petani atau 579,4 Kg per Ha dan biaya yang digunakan
sebesar Rp. 1.283.133 per petani atau Rp. 4.507.308 per Ha.
5.2.3. Rata-Rata Penggunaan Bibit dan Pupuk Pola Cabai Monokultur
Tabel 24. Rata-Rata Penggunaan Bibit dan Pupuk Pola Cabai Monokultur
No Keterangan Per Petani (Kg) Per Ha (Kg) Per Petani (Rp) Per Ha (Rp)
1 Benih
a. Cabai 1,054 4,08 1.120.000 3.453.968,2
2 Pupuk
a. SS 164 570 1.227.000 4.277.529,7
b. Kompos 23.144 77.584,3 3.537.760 12.024.314,8
c. SP-36 95,3 356,1 762.666,6 2.848.888,8
d. Hidroconplit 75,5 280,2 566.500,1 2.102.083,3
e. RJ Bus 92,9 325 742.857,1 2.600.000
f. Kali Cili 49 170,9 344.071,4 1.187.925,1
g. P.K. Butir 60,3 228,1 402.857,1 1.515.943,8
h. NPK 45,3 190,6 528.266,6 2.064.931,2 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 14-15)
Berdasarkan tabel diatas, benih yang digunakan adalah sebanyak 1,054 Kg per petani
atau 4,08 Kg per Ha, benih yang sering digunakan benih lokal berasal dari hasil
perasan dari panen sebelumnya dan benih yang berbentuk bungkusan.
Pupuk yang digunakan pada cabai monokultur adalah pupuk SS sebanyak 164 Kg per
petani atau 570 Kg per Ha dan biaya yang digunakan sebesar Rp. 1.227.000 per
petani atau Rp. 4.277.529.7 per Ha. Pupuk Kompos digunakan sebesar 23.144 Kg per
petani atau 77.584,3 Kg per Ha dan biaya yang digunakan adalah Rp. 3.537.760 per
petani atau Rp. 12.024.314,8 per Ha. Pupuk SP-36 digunakan sebanyak 95,3 Kg per
Universitas Sumatera Utara
59
petani atau 356,1 Kg per Ha dan biaya yang digunakan adalah Rp. 762.666,6 per
petani atau Rp. 2.848.888,8 per Ha. Pupuk Hidroconplit digunakan sebanyak 75,5 Kg
per petani atau 280,2 Kg per Ha dan biaya yang digunakan sebesar Rp. 566.500,1 per
petani atau Rp. 2.102.083,3 per Ha. Pupuk RJ Bus digunakan sebanyak 92,9 Kg per
petani atau 325 Kg per Ha dan biaya yang digunakan Rp. 742.857,1 per petani atau
Rp. 2.600.000 per Ha. Pupuk Kali Cili yang digunakan 49 Kg per petani atau 170,9
Kg per Ha dan biaya yang digunakan sebesar Rp. 344.071,4 per petani atau Rp.
1.187.925,1 per Ha. Pupuk Paten Kali Butir 60,3 Kg per petani atau 228,1 Kg per Ha
dan biaya yang digunakan sebesar Rp. 402.857,1 per petani atau Rp. 1.515.943,8 per
Ha. Pupuk NPK 45,3 Kg per petani atau 190,6 Kg per Ha dan biaya yang digunakan
sebesar Rp. 528.266,6 per petani atau Rp. 2.064.931,2 per Ha.
5.2.4. Rata-Rata Penggunaan Pestisida pada Pola Tumpang sari Tomat dan
Cabai dengan Pola Monokultur
Tabel 25. Rata-Rata Penggunaan Pestisida pada Pola Tumpang sari Tomat dan
Cabai dengan Pola Monokultur
No Jenis Usaha Agribisnis Luas Lahan Rata-Rata Pestisida (Rp)
(Ha) Per Petani Per Ha
1 Tumpang Sari Tomat dan Cabai 0,27 8.505.000 30.576.562,5
2 Tomat Monokultur 0,278 8.052.120 29.799.828
3 Cabai Monokultur 0,278 2.414.473,3 8.448.274,6 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 16-21)
Berdasarkan tabel diatas, penggunaan pestisida pola tumpang sari tomat dan cabai
lebih besar 5,62 % daripada pola tomat monokultur, lebih besar 71,61 % daripada
penggunaan cabai monokultur.
Universitas Sumatera Utara
60
5.2.5. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Pola Tumpang Sari dan Pola
Monokultur
Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam usaha agribisnis, biasanya petani
sering menggunakan tenaga kerja dalam keluarga akan tetapi banyak sedikitnya
tenaga kerja yang dibutuhkan berbeda-beda, tergantung jenis tanaman yang
diusahakan. Untuk lebih jelasnya, berikut Tabel 22. Rata-rata penggunaan tenaga
kerja pada pola tumpang sari tomat-cabai.
Tabel 26. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Pola Tumpang Sari Tomat-
Cabai dengan Pola Monokultur
No Jenis Usaha Agribisnis Luas Lahan Rata-Rata Tenaga Kerja (HKP)
(Ha) Per Petani Per Ha
1 Tumpang Sari Tomat dan Cabai 0,27 95,12 365, 94
2 Tomat Monokultur 0,278 81,9 335,28
3 Cabai Monokultur 0,278 89,9 335,2 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 4-9)
Berdasarkan tabel diatas, penggunaan tenaga kerja pada pola tumpang sari tomat dan
cabai lebih besar 13,8 % daripada pola tomat monokultur, lebih besar 5,48 %
daripada cabai monokultur.
Universitas Sumatera Utara
61
5.2.6. Total Biaya Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Pola Tumpang
Sari dan Pola Monokultur
Tabel 27. Total Biaya Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Pola
Tumpangsari dan Pola Monokultur (Rp) No Keterangan Tumpangsari (Rp) Tomat Monokultur (Rp) Cabai Monokultur (Rp)
Per Petani Per Ha Per Petani Per Ha Per Petani Per Ha
Biaya Tetap
1 Biaya Pajak Tanah 700.000 2.500.000 700.000 2.502.314 706.666 2.500.000
2 Biaya Penyusutan 222.333 881.152 223.666 911.127 223.666 854.537
3 Biaya Sewa Tanah 0 0 200.000 2.222.222 0 0
Biaya Variabel
1 Biaya Pupuk 10.016.433 36.736.527 8.395.933 31.868.900 7.505.426 26.500.327
2 Biaya Pestisida 8.505.000 29.842.534 8.505.000 32.067.362 2.499.806 8.800.635
3 Biaya Sewa Traktor 280.000 1.000.000 264.666 1.033.809 282.666 1.000.000
4 Biaya Tenaga Kerja 5.399.400 22.591.500 4.915.000 20.117.023 5.399.400 20.112.000
5 Biaya Bibit, Mulsa, 5.657.000 20.251.388 2.902.266 11.548.227 2.221.733 7.656.587
Patok, Tali,dll
Jumlah 30.780.166 113.803.104 26.106.533 102.270.988 18.839.366 67.424.087
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 32-39)
Berdasarkan tabel diatas, total biaya produksi pola tumpang sari tomat dan cabai lebih
besar 15,18 % daripada tomat monokultur dan lebih besar 38,79 % daripada cabai
monokultur.
Universitas Sumatera Utara
62
5.2.7. Hasil t-Test Perbandingan Total Biaya Produksi Tumpang Sari Tomat
dan Cabai dengan Pola Monokultur
Tabel 28. Hasil t-Test Perbandingan Total Biaya Produksi
No Jenis Usaha Agribisnis Nilai t-hitung
1 Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Tomat Monokultur 1,453
2 Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Cabai Monokultur 3,933 Sumber : Data Diolah (Lampiran 46-47)
Hipotesis :
Ho : Tidak ada perbedaan yang nyata antara total biaya produksi tumpangsari dengan
tomat monokultur.
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara total biaya produksi tumpangsari dengan tomat
monokultur.
Ho : Tidak ada perbedaan yang nyata antara total biaya produksi tumpangsari dengan
cabai monokultur.
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara total biaya produksi tumpangsari dengan cabai
monokultur.
Kriteria pengujian :
Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima.
Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
Berdasarkan tabel di atas, hasil t-Test tumpang sari tomat-cabai dengan tomat
monokultur diperoleh nilai t-hitung 1,453. Nilai t-hitung 1,453 < t-tabel 2,048 pada
tingkat kepercayaan 95 % maka H0 diterima. Artinya, tidak ada perbedaan yang
nyata antara total biaya produksi total tumpangsari dengan tomat monokultur.
Universitas Sumatera Utara
63
Hasil t-Test tumpang sari tomat-cabai dengan cabai monokultur diperoleh nilai t-
hitung 3,933. Nilai t-hitung 3,933 > t-tabel 2,048 pada tingkat kepercayaan 95 %,
maka H0 ditolak. Artinya, ada perbedaan yang nyata antara total biaya produksi total
tumpangsari dengan cabai monokultur.
Universitas Sumatera Utara
64
5.3. Rata-Rata Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Bersih Pola
Tumpangsari Tomat-Cabai, Tomat Monokultur, dan Cabai
Monokultur.
Tabel 29. Rata-Rata Produksi (Kg), Penerimaan (Rp), dan Pendapatan Bersih
(Rp) Pola Tumpangsari Tomat-Cabai, Tomat Monokultur, dan
Cabai Monokultur. No Keterangan Tumpangsari Tomat Monokultur Cabai Monokultur
Per Petani Per Ha Per Petani Per Ha Per Petani Per Ha
1 Produksi Tumpangsari
a. Tomat (Kg) 8.580 31.375
b. Cabai (Kg) 2.910 10.270
2 Produksi Tomat Monokultur
a. Tomat (Kg)
16.373 59.925
3 Produksi Cabai Monokultur
5.653 20.000
a. Cabai (Kg)
4 Harga Tomat per Kg Rp. 7.500
5 Harga Cabai per Kg Rp 15.000
6 Penerimaan Tumpangsari (Rp)
a. Tomat (Rp) 64.350.000 235.312.500
b. Cabai (Rp) 43.650.000 154.062.500
c. Total Penerimaan 108.000.000 389.375.000
7 Penerimaan Tomat Monokultur
a. Tomat (Rp)
122.800.000 449.444.444
8 Penerimaan Cabai Monokultur
a. Cabai (Rp)
84.800.000 300.000.000
9 Pendapatan Tumpangsari 77.191.433 277.224.090
10 Pendapatan Tomat Monokultur
96.693.466 347.173.456
11 Pendapatan Cabai Monokultur
65.960.633 232.575.912
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 40-45)
Universitas Sumatera Utara
65
Berdasarkan tabel diatas, bahwa produksi tumpang sari tomat dan cabai yaitu tomat
lebih kecil 47,5 % daripada produksi tomat monokultur dan produksi pada cabai
tumpang sari tomat lebih kecil 48,52 % daripada produksi cabai monokultur.
Penerimaan yang didapat pada pola tumpang sari tomat dan cabai lebih kecil 12,05 %
daripada penerimaan tomat monokultur. Apabila dibandingkan penerimaan tumpang
sari tomat-cabai dengan cabai monokultur, penerimaan tumpang sari tomat-cabai
lebih besar 30,94 % daripada penerimaan cabai monokultur. Pendapatan bersih
tumpang sari tomat-cabai lebih kecil 20,16 % daripada pendapatan bersih tomat
monokultur. Pendapatan bersih tumpang sari tomat-cabai lebih besar 31,78 %
daripada pendapatan bersih cabai monokultur.
Selain itu, masalah yang dihadapi sehubungan dengan peningkatan produksi adalah
lahan pertanian yang terbatas. Karena lahan yang tersedia tidak bertambah sedangkan
jumlah penduduk yang membutuhkannya dari tahun ke tahun bertambah.
Bila luas areal tidak dapat ditambah lagi maka peningkatan produksi dapat pula
dicapai dengan intensifikasi, antara lain dengan meningkatkan Rasio Setara Tanah.
Rasio Setara Tanah menunjukkan berapa luas lahan yang dibutuhkan untuk
pertanaman monokultur (setiap dua atau lebih jenis tanaman) sehingga memberi
produksi yang jumlahnya setara dengan produksi tumpang sari seluas satu hektar.
Universitas Sumatera Utara
66
Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :
Keterangan :
RST = Rasio Setara Tanah
hi = output tumpangsari jenis tanaman i
Hi = output monokultur jenis tanaman i
(Sirait, 1989)
Dari tabel diatas, produksi pada tumpang sari per komoditi tidak lebih tinggi
dibandingkan monokultur. Dapat diketahui dengan menghitung Rasio Setara
Tanahnya (RST) yaitu :
Rasio setara tanah 1,03, berarti 1 hektar usaha agribisnis tumpang sari akan
menghasilkan hasil yang setara secara fisik dengan mengusahakan 1,03 hektar usaha
agribisnis monokultur (tomat dan cabai).
Produksi pada tumpang sari yang lebih rendah akibat dari penurunan jumlah batang
tanaman per 25 x 25 m. Dari perhitungan setiap 25 x 25 m pada usaha agribisnis
= 1,03
Universitas Sumatera Utara
67
secara monokultur dapat ditanami 800 batang tomat maupun cabai. Sedangkan pada
usaha agribisnis tumpang sari setiap 25 x 25 m dapat ditanami tomat 400 batang dan
cabai 400 batang. Setiap batang tomat dapat menghasilkan 3 kg per batang sedangkan
cabai dapat menghasilkan 1 kg per batang.
5.3.1 Hasil t-Test Penerimaan Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Pola
Monokultur
Tabel 30. Hasil t-Test Penerimaan Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Pola
Monokultur
No Jenis Usaha Agribisnis Nilai t-hitung
1 Tumpangsari Tomat-Cabai dengan Tomat Monokultur -0,974
2 Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Cabai Monokultur 1,904 Sumber : Data Diolah (Lampiran 48-49)
Hipotesis :
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara penerimaan pola tumpangsari tomat-
cabai dengan pola tomat monokultur.
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara penerimaan pola tumpangsari tomat-cabai
dengan pola tomat monokultur
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara penerimaan tumpangsari tomat-cabai
dengan pola cabai monokultur
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara penerimaan tumpangsari tomat-cabai dengan
cabai monokultur
Kriteria Pengujian :
Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima.
Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
Universitas Sumatera Utara
68
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil nilai t-hitung pola tumpang sari tomat dan
cabai dengan tomat monokultur sebesar -0,974. Nilai t-hitung -0,974 < t-tabel 2,048
dengan tingkat kepercayaan 95 % maka H0 diterima. Artinya, tidak ada perbedaan
yang nyata antara penerimaan pola tanam tumpang sari tomat-cabai dengan pola
tomat monokultur.
Hasil nilai t-hitung pola tumpang sari tomat-cabai dengan cabai monokultur diperoleh
nilai t-hitung 1,904. Nilai t-hitung 1,904 < t-tabel 2,048 pada tingkat kepercayaan 95
% maka H0 diterima artinya tidak ada perbedaan yang nyata antara penerimaan
tumpangsari tomat-cabai dengan pola cabai monokultur.
5.3.2. Hasil t-Test Pendapatan Tumpang Sari Tomat dan Cabai dengan Pola
Monokultur
Tabel 31. Hasil t-Test Pendapatan Tumpang Sari Tomat dan Cabai dengan Pola
Monokultur
No Jenis Usaha Agribisnis Nilai t-hitung
1 Tumpangsari Tomat-Cabai dengan Tomat Monokultur -1,576
2 Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Cabai Monokultur 1,211 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 50-51)
Hipotesis :
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara pendapatan tumpangsari tomat-cabai
dengan tomat monokultur
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara pendapatan tumpangsari tomat-cabai dengan
tomat monokultur
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara pendapatan tumpangsari tomat-cabai
dengan cabai monokultur
Universitas Sumatera Utara
69
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara pendapatan tumpangsari tomat-cabai dengan
cabai monokultur
Kriteria Pengujian :
Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima.
Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil nilai t-hitung pendapatan tumpang sari
tomat-cabai dengan tomat monokultur sebesar t-hitung -1,576. Nilai t-hitung -1,576 <
t-tabel 2,048 dengan tingkat kepercayaan 95 % maka H0 diterima. Artinya, tidak ada
perbedaan yang nyata antara pendapatan tumpangsari tomat-cabai dengan tomat
monokultur.
Hasil nilai t-hitung pendapatan tumpang sari tomat-cabai dengan cabai monokultur
diperoleh nilai t-hitung 1,211. Nilai t-hitung 1,211 < 2,048 dengan tingkat
kepercayaan 95 % maka H0 diterima. Artinya, tidak ada perbedaan yang nyata
antara pendapatan tumpangsari tomat-cabai dengan cabai monokultur.
Universitas Sumatera Utara
70
5.4. R/C Ratio (Return Cost Ratio)
Tabel 32. Hasil R/C Ratio Tumpang Sari dan Pola Monokultur
No Jenis Usaha Agribisnis Nilai R/C Ratio
1 Tumpang Sari Tomat-Cabai 3,49
2 Tomat Monokultur 4,63
3 Cabai Monokultur 4,47 Sumber : Analsisis Data Primer (Lampiran 40-45)
R/C Ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya, dari alat analisis
inilah terbukti pola tanam apa yang lebih layak diusahakan dan dikembangkan dalam
jangka panjang. Berdasarkan tabel diatas, R/C Ratio pada pola tanam tumpang sari
tomat-cabai adalah 3,49 artinya dengan biaya input Rp. 1,00 pada usaha agribisnis
tumpang sari tomat-cabai akan menghasilkan penerimaan Rp. 3,49. R/C Ratio pada
tomat monokultur 4,63 artinya dengan biaya input Rp. 1,00 akan menghasilkan
penerimaan Rp. 4,63. R/C Ratio cabai monokultur 4,47 artinya dengan biaya input Rp
1,00 akan menghasilkan penerimaan Rp. 4,47.
5.4.1. Hasil t-Test R/C Ratio Tumpang sari Tomat dan Cabai dengan Pola
Monokultur
Tabel 33. Hasil t-Test R/C Ratio Tumpang sari Tomat dan Cabai dengan Pola
Monokultur
No Jenis Usaha Agribisnis Nilai Signifikansi
1 Tumpangsari Tomat-Cabai dengan Tomat Monokultur -4,292
2 Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Cabai Monokultur -7,570 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 52-53)
Universitas Sumatera Utara
71
Hipotesis :
H0 : Kelayakan usaha agribisnis tumpang sari tidak lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan pola tomat monokultur.
H1 : Kelayakan usaha agribisnis tumpang sari lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan pola tomat monokultur.
H0 : Kelayakan usaha agribisnis tumpang sari tidak lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan cabai monokultur.
H1 : Kelayakan usaha agribisnis tumpang sari lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan cabai monokultur.
Kriteria pengujian
Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima.
Jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil t-hitung kelayakan usaha agribisnis tumpang
sari tomat-cabai dengan tomat monokultur nilai t-hitung sebesar -4,293. Nilai –t
hitung -4,293 < t-tabel -2.048 dengan tingkat kepercayaan 95 %, maka H0 diterima.
Artinya, kelayakan usaha agribisnis tumpangsari tidak lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan tomat monokultur.
Hasil nilai t-hitung kelayakan usaha agribisnis tumpang sari tomat-cabai dengan cabai
monokultur nilai t-hitung -7,57. Nilai t-hitung -7,57 < t-tabel -2,048 dengan tingkat
kepercayaan 95 %, maka H0 diterima. Artinya, kelayakan usaha agribisnis
Universitas Sumatera Utara
72
tumpangsari tidak lebih layak diusahakan dan dikembangkan apabila dibedakan
dengan cabai monokultur.
Universitas Sumatera Utara
73
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Pelaksanaan pola tumpangsari tomat dengan cabai dilakukan dengan jarak
tanaman tomat dengan tomat ± 50 cm, tanaman tomat dengan cabai ± 50 cm dan
jarak antar bedengan satu dengan bedengan yang lain ± 2 m. Pada sistem tumpang
sari, cabai ditanam setelah tomat berusia 3 minggu.
2. Biaya produksi pola tumpang sari dengan cabai yang dikeluarkan adalah sebesar
Rp. 30.780.166/Petani/MT dan Rp. 113.803.104/Ha/MT. Biaya produksi yang
dikeluarkan pola tomat monokultur adalah sebesar Rp. 26.106.533/Petani/MT dan
Rp. 102.270.988/Ha/MT. Biaya produksi yang dikeluarkan pola cabai monokultur
adalah sebesar Rp. 18.839.366/Petani/MT dan Rp. 67.424.087/Ha/MT.
Tidak ada perbedaan yang nyata antara total biaya produksi total tumpangsari
dengan tomat monokultur. Ada perbedaan yang nyata antara total biaya produksi
total tumpangsari dengan cabai monokultur.
3. Total penerimaan yang diterima pada pola tumpangsari tomat-cabai adalah
sebesar Rp. 108.000.000/Petani/MT dan Rp. 389.375.000/Ha/MT. Total
penerimaan pada tomat monokultur adalah sebesar Rp. 122.800.000/Petani/MT
dan Rp. 449.444.444/Ha/MT. Total penerimaan pada cabai monokultur Rp.
84.800.000/Petani/MT dan Rp. 300.000.000/Ha/MT.
Universitas Sumatera Utara
74
Tidak ada perbedaan yang nyata antara penerimaan pola tanam tumpang sari
tomat-cabai dengan pola tomat monokultur. Tidak ada perbedaan yang nyata
antara penerimaan tumpangsari tomat-cabai dengan pola cabai monokultur.
4. Pendapatan bersih pada pola tumpangsari tomat-cabai adalah sebesar Rp.
77.191.433/Petani/MT dan Rp. 277.224.090/Ha/MT. Pendapatan bersih pada
tomat monokultur Rp. 96.693.466/Petani/MT dan Rp. 347.173.456/Ha/MT.
Pendapatan bersih pada cabai monokultur Rp. 65.960.633/Petani/MT dan Rp.
232.575.912/Ha/MT.
Tidak ada perbedaan yang nyata antara pendapatan tumpangsari tomat-cabai
dengan tomat monokultur. Tidak ada perbedaan yang nyata antara pendapatan
tumpangsari tomat-cabai dengan cabai monokultur.
5. Nilai R/C Ratio pada tumpangsari tomat-cabai adalah 3.49, R/C Ratio Tomat
Monokultur adalah 4,63, dan R/C Ratio Cabai Monokultur adalah 4,47.
Kelayakan usaha agribisnis tumpangsari tidak lebih layak diusahakan dan
dikembangkan apabila dibedakan dengan tomat monokultur. Kelayakan usaha
agribisnis tumpangsari tidak lebih layak diusahakan dan dikembangkan apabila
dibedakan dengan cabai monokultur.
Universitas Sumatera Utara
75
6.2. Saran
1. Kepada Petani
Petani sebaiknya lebih memilih menanam pola tanam secara monokultur daripada
secara pola tanam tumpang sari.
2. Kepada Pemerintah
Pemerintah sebaiknya membuat harga yang standar pada komoditi komersil
seperti tomat dan cabai, agar petani yang mengusahakan tomat dan cabai dapat
memperoleh keuntungan yang setimpal mengingat biaya produksi yang
dikeluarkan pada komoditi tomat dan cabai sangat tinggi.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian lanjutan tentang tumpangsari
komoditi komersil yang lainnya dan meneliti harga yang standar agar petani yang
mengusahakan tanaman komersil tidak mengalami kerugian.
Universitas Sumatera Utara
top related