bab iii - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0510029_bab3.pdf · kupat di...
Post on 08-Mar-2019
255 Views
Preview:
TRANSCRIPT
39
BAB III
KEGIATAN EKONOMI SURAKARTA AWAL ABAD XX
Perubahan ekonomi di Surakarta awal abad XX dipengaruhi oleh faktor
pelaku dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi.Komposisi penduduk yang
beragam mempengaruhi kegiatan ekonomi karena ditentukan oleh pelaku.Setiap
lapis penduduk (kaum Eropa, Cina dan bumiputra) melakukan peran ekonominya
masing-masing sebagai pelaku.Arus ekonomi yang dilakukan seperti mendapat
dukungan ketika fasilitas-fasilitas pendukung perputaran uang mulai dirintis.
Seperti bank, pegadaian, perkreditan, listrik serta infrastruktur jembatan dan jalur
transportasi.
Periode awal abad XX, kehidupan kota sudah dihuni oleh berbagai macam
etnis, suku, dan warga asing.Pada tahun 1900, jumlah keseluruhan penduduk kota
109.459 jiwa, terdiri dari 1.973 warga Eropa; 5.123 etnis Cina; 171 jiwa Arab;
262 jiwa warga timur asing lainnya; dan sisanya 101.924 pribumi Jawa. Lima
tahun kemudian, populasi penduduk di kota Surakarta mengalami peningkatan.
Penduduk yang tinggal di kota jumlahnya mencapai 118.378 jiwa, yang terdiri
dari 1.572 warga Eropa; 6.532 etnis Cina; 337 jiwa Arab; 413 jiwa warga timur
asing; dan 109.524 warga pribumi Jawa.1
1 Kuntowijoyo, “Making an Old City Pleasant Place to Stay ForMeneer and Mevrouw: Solo, 1900-1915”, dalam Jurnal HUMANIORA VolumeXII. No. 2 Tahun 2000, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,hlm. 139.
40
Tabel2Rata-rata tingkat kepadatan pribumi Karesidenan Surakarta
(perdistrik) Tahun 1925
Kabupaten Distrik Tingkat Pertambahan(per km2 )
Surakarta
Dalam kota 756Bekonang 59Kartasura 79Sukoharjo 29Tawangsari 35
Kota Mangkunegaran
Kota MN 75Wonogiri 39Wuryantoro 26Baturetno 27Jatisrono 35Purwantoro 33
Sumber: Moordiati, “Dinamika Pertumbuhan Penduduk di Karesidenan Surakarta,1880-1930”, LEMBARAN SEJARAH Vol.4 No.1 Tahun 2001, Fakultas Ilmu
Budaya UGM, hlm. 134.2
Kehidupan perkotaan yang majemuk, berpengaruh pula terhadap berbagai
kegiatan ekonomi setiap warganya. Pada sektor perdagangan mikro yang tidak
memerlukan modal yang besar dijalankan oleh para pribumi (wong cilik).
Sebaliknya, untuk sektor perdagangan yang bermodal besar, memiliki alat
produksi juga tempat untuk berjualan (toko) diperankan oleh kaum Eropa; Cina
dan pribumi yang kaya. Bidang lain yang menjadi profesi mencari nafkah adalah
kuli, tukang, sopir dan masih ada beberapa lainnya. Mereka bekerja demi
pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin hari meningkat. Penggerak ekonomi
kota adalah mereka yang berjuang bertahan hidup di kota pula. Dalam bab ini,
2Moordiati, “Dinamika Pertumbuhan Penduduk di KaresidenanSurakarta, 1880-1930”, LEMBARAN SEJARAH Vol.4 No.1 Tahun 2001, FakultasIlmu Budaya UGM, hlm. 136.
41
akan diuraikan mengenai para pelaku ekonomi di kota Surakarta beserta fasilitas
yang turut menunjang kegiatan perekonomian.
Gambar 1. Peta Kota Surakarta pada tahun 1927Sumber : www.coloniallibrary.edu.nl
A. Ekonomi Masyarakat Kota
1. Kegiatan Ekonomi Bumiputra
Pekerjaan yang bervariasi muncul dan turut menggerakkankehidupan
sosial-ekonomi perkotaan.Beberapa pekerjaan yang dimaksud mulai dari penjahit,
pedagang, tukang bangunan, tukang ledeng, kusir kereta kuda, pelatih penunggang
kuda, penarik grobag dan lain sebagainya. Meskipun beberapa usaha bidang jahit-
menjahit secara kepemilikan merupakan milik etnis Cina, akan tetapi para
penjahitnya berasal dari penduduk asli bahkan ada pula didatangkan dari luar
kota. Para penjahit yang datang dari luar kota contohnya dari Surabaya dan
Semarang. Untuk bekerja di usaha pakaian ini para pekerja harus melalui
42
seleksi.Pelanggan yang hendak menjahitkan pakaian juga harus memesan terlebih
dahulu.3
Para pendatang dari luar daerah datang mencoba peruntungan mereka
lewat berdagang.Mereka sebagian besar berjualan di dekat keramaian atau bahkan
masuk dalam komunitas pasar.Contohnya para pedagang tahu di Warung Pelem
juga penjual esdi sekitar jembatan gantung sekitar Pasar Gede.Pedagang tahu
sengaja berdagang mendekati penjual tahu kupat dan pasar. Hal tersebut
disebabkan selain tahu dijual secara mandiri juga dibutuhkan oleh penjual tahu
kupat di daerah pasar.4 Sejalan dengan apa yang dilakukan penjual tahu, pedagang
es juga mendekati pasar untuk menjangkau para pelanggannya.5Hal ini
membuktikan bahwa antar pelaku ekonomi memiliki simbiosis yang memang
terjalin erat.
Pasar dadakan juga muncul ketika para pendatang berdagang di kota Solo.
Mereka yang tidak memiliki tempat untuk menggelar dagangannya, sengaja
berjualan di tepi sungai sebelah utara kampung Kauman.Barang yang dijual
bermacam-macam, namun dalam jumlah yang kecil (klitikan). Tempat berdagang
yang seadanya, mengganggu kebersihan kota dan dipandang membuat kotor.
Akhirnya, para pedagang klitikan ini diusir, keberadaan mereka menyebar di
sekitar Pasar Pon dan Slompretan. Pada tahun yang sama, pasar baru di Solo
didirikan. Daerah perkampungan Sorogenen mulai dipasang loods berbahan dasar
3Usaha tailor terkemuka di kota Solo adalah Kleermaker Baroe milikKwee Janhoo-The Mo Liem, beralamat di Mesen. Para pekerja di KleermakerBaroe ahli di bidangnya, penjahit sengaja di datangkan dari Surabaya danSemarang. Darmo Kondo, 4 Januari 1904.
4Darmo Kondo, 11 Januari 1904.
5Darmo Kondo, 25 Januari 1904.
43
kayu jati dilengkapi dengan genteng diatasnya.Pengelolaan pasar baru tersebut, di
bawah kewenangan keparak tengen.6
Gambar 2. Beberapa pedagang yang berjualan di pinggir jalanSumber: www.kitlv.nl
Mencari nafkah memang membutuhkan modal, baik berupa materi, tenaga
atau pikiran. Tidak seperti pendatang yang memiliki modal materi untuk
mendirikan usaha berupa toko dan dagangan, para tukang datang ke kota
bermodal tenaga saja. Tukang-tukang yang datang ke kota berasal dari daerah
sekitar, seperti tukang besi dari Klaten, tukang peleleh besi dari Bayat dan
beberapa tukang lain seperti tukang kayu dan bangunan dari daerah (desa sekitar).
Pekerjaan sebagai tukang dianggap sebagai pekerjaan yang lebih ringan jika
dibandingkan dengan buruh batik. Dengan jam kerja yang berbeda, dan para
buruh batik dilaporkan hanya menerima gaji sebesar f 1.50 per-bulannya.7
6Darmo Kondo, 14 Januari 1904.
7 Laporan tersebut disampaikan dalam Vergaderingnja S.I.K.TDirecteur O. E. en N. yang diselenggarakan di astana karesidenan di Solo, tersalindari s.k. N.V. Samboengan No. 23. Dalam laporan tersebut para penggagasvergadering, Tuan Bervoets; Tuan de Witte; Tuan Raat; Paduka Tuan Bertsmengusulkan bahwa pemuda yang berumur minimal 18 tahun diberikan pelatihantukang dan dikirim ke Surabaya, agar menjadi tukang professional dengan gaji perbulan f 10. Darmo Kondo, 2 Mei 1904.
44
Tabel 3Harga Kebutuhan Sehari-hari di Pasar Solo
Sumber: Surat Kabar Darmo Kondo, 14 April 1904.
Berbagai macam usaha dilakukan untuk mendapatkan uang, salah satunya
adalah menjual jasa lewat keterampilan. Keterampilan mengendarai kuda (kusir)
menjadi profesi yang bisa dijadikan pegangan untuk mencari rejeki di kota. Kuda
yang dikendarai berikut dengan muatannya ada dua jenis, membawa barang
maupun kereta penumpang.Untuk kuda yang bermuatan barang, sang kusir juga
harus mampu mengendalikan grobag yang terletak di belakang kuda. Selain
terlatih dalam hal mengendarai kuda beserta grobagnya, kusir juga harus
mematuhi peraturan yang berkaitan dengan pengiriman barang (menempuh
perjalanan). Kusir dilarang dengan keras, pertama, menganiaya kuda penariknya,
kedua, dilarang merusak grobag sendiri, ketiga, untuk ikut membantu menjaga
fasilitas jalan agar tidak rusak. Barangsiapa melanggar hal-hal yang sudah
ditetapkan, akan dikenakan sangsi yang merugikan pengendara.8
8Darmo Kondo, 5 Mei 1904.
Nama Barang Harga dalam satuan gulden (f)Beras putih
Kualitas Nomor 1 6.10Kualitas Nomor 2 5.50
Beras merah 4Kacang Ijo 6Kacang Merah 6Kacang Putih 7.50Kacang Bali 3.75Kacang kedele 5.80Kacang wijen 5.50Gambir Kualitas No.1 38Gambir Kualitas No.2 36Soga 40Tepung gaplek 1Minyak kelapa 5.10Minyak kacang 1.90Minyak jarak 2.50Minyak petroleum merk Devoes 4.70Minyak petroleum merk Java 2.20Minyak petroleum cap Kron 2.30
45
Berbeda dengan kereta kuda pengangkut barang, kereta kuda
berpenumpang dipersiapkan dengan sebaik mungkin.Kusir dan knecht kuda
berpakaian rapi agar terlihat eksklusif. Kereta kuda juga dilengkapi dengan
lonceng seharga f 1,5 yang berbunyi “kring-kring” untuk menarik perhatian
sewaktu melintas di jalan. Hal ini yang membuat para priyayi atau kaum muda
gemar berkendara kereta kuda ketika hendak melakukan perjalanan di kota,
tentunya dengan biaya yang tidak murah.9Penyebabnya selain fasilitas yang
ditawarkan, pajak kepemilikan kuda juga cukup mahal. Untuk satu ekor kuda
dikenakan pajak (belasting) sebesar f 6; dua ekor kuda f 8; tiga ekor f 10; empat
ekor 12 dan lima ekor f 15.10
Kebutuhan hidup yang semakin mendesak bersamaan dengan kemampuan
diri yang kurang memadai memaksa seseorang melakukan hal yang menyimpang,
walaupun tidak semuanya melakukan hal yang demikian. Dilaporkan, pada
tanggal 19 Januari 1904, rumah seorang petani di Bekonang (timur kota Solo)
kemalingan. Pencuri menyusup masuk dengan menggali tanah di sekitar rumah,
sebelah samping dan belakang rumah dirusak oleh pencuri.Kerugian yang diderita
akibat peristiwa ini, petani kehilangan baju beserta kain-kain berharga.Nilai baju
dan kain yang dibawa pencuri mencapai f 10.11
Kabar kecu ramai dibicarakan dalam berita-berita harian lokal.Berita dari
Sukoharjo, bahwa dalam bulan Januari, telah terjadi 2 kali perkara kecu.Kejadian
ini turut merepotkan petugas keamanan (politie) setempat.Dari Wonogiri
9Darmo Kondo, 21 Januari 1904.
10Darmo Kondo, 8 Februari1904.
11Darmo Kondo, 25 Januari 1904.
46
dikabarkan, pada malam hari, rumah seorang perempuan janda di desa Jaten
(Wonogiri) telah didatangi oleh sekawanan kecu.Seluruh barang berharga
diangkut oleh para kecu, dan janda tersebut masih menderita luka akibat ditikam
dengan menggunakan senjata tajam.Politie berjaga-jaga di lokasi kejadian untuk
memastikan tempat tersebut aman dari ancaman kecu.
Menghalalkan segala demi mendapatkan uang merupakan ciri-ciri perilaku
menyimpang.Kota Solo sebelah barat, tepatnya di Purwosari, para penjual candu
(opium) tertangkap oleh satuan keamanan setempat yang dipimpin Tuan
Schout.Para penjual candu ini memasarkan barangnya secara illegal. Barang
tersebut didapat dari pacht candu di Semarang, dikirim lewat kereta api.12Selain
penjualan barang illegal, bermain judi untuk mendapatkan uang berlipat secara
cepat juga ditangkap oleh politie.Tuan Hasmorotantro menulis dalam laporan
surat kabar, bahwa di antara suasana kampung yang sunyi, seperti di Madiotaman,
di Petetan dan lain lain, banyak orang berkumpul bermain judi dengan bertaruhan
uang.13
Persaingan di dunia perdagangan yang semakin ketat, sering membuat
orang melakukan hal-hal diluar nalar.Dilaporkan bahwa mitos raksasa ijo atau
Buto Ijo muncul di pasar-pasar Solo.Berawal dari cerita mengenai Kanjeng Ratu
Kidul yang datang ke Surakarta dan mengutus Buto Ijountuk memusnahkan
barangsiapa yang melakukan kegiatan jual beli di pasar.Cerita-cerita tersebut
membuat sebagian besar pedagang panik dan khawatir. Dampaknya beberapa
pasar sepi, contohnya Pasar Karanganyar (Sragen) yang biasanya orang yang
12Darmo Kondo, 21 Maret 1904.
13Darmo Kondo, 4 Januari 1904.
47
berjual-beli tidak kurang dari 2000 orang tetapi kemudian tidak ada 100 orang
yang datang ke pasar, karena semua sama ketakutan jika di terkam sang Boeto
Idjo.14
Kegiatan ekonomi pribumi dipengaruhi pula oleh kondisi global. Perang
Dunia (1914-1918) berpengaruh terhadap industri batik terutama pada
pemberhentian atau pengurangan dari pemasukan bahan dasar yang diperlukan
untuk kerajinan membatik.Pada awal pecahnya perang dunia,bahan pewarna kain
sulit untuk diperoleh, bantuan pemerintah untuk membeli dan mendistribusikan
belum mampu memperbaiki keadaan yang tidak normal di perusahaan batik.
Pasokan impor kain putih salah satunya dari Eropa juga dikurangi.Pemasukan
bahan dari Jepang yang lebih kasar tidak ada banyak perubahan.15 Alternatif
supply pewarna buatan dari Amerika dan Jepang juga tidak menolong.Pemasukan
bahan utama yang terlalu sedikit membuat harganya sedemikian naik, oleh karena
itu rakyat yang dalam kondisi miskin, karena perang, jarang dapat membeli batik
baru.16
Periode sebelum terjadinya perang, industri batik di Jawa, Solo salah
satunya merupakan sektor ekspor yang potensial.Nilai ekspor pada waktu normal
jumlahnya mencapai 2.000.000 gulden.Namun, keadaan berubah semenjak
pecahnya perang.Tingkat ekspor di bidang batik menurun, tidak mencapai angka
yang tinggi lagi. Hal ini juga disebabkan; pertama, harga yang melonjak tinggi
14Darmo Kondo, 8 Februari 1904.
15Baik membatik yang dilakukan perorangan ataupunkegiatan masaldari hasil mengecap, mutu kualitas dari katun kasar sangat menurun.Perbaikandilakukan setelah perang dunia selesai. Periksa Koperberg, Industri Batik Jawa,terjemahan H.R. Soetono, (Solo: Reksopustoko, 1996)
16Koperberg, Ibid.,hlm. 5.
48
sehingga tidak terbelinya bahan baku; kedua, sarana angkut ke jalur perdagangan
mengalami kemandegan; ketiga, juga banyaknya usaha batik yang gulung tikar.17
Tabel 4Harga Bahan Baku Batik
Nama BahanSebelum tahun
1914Tahun 1916
LabelMahal
Harga padatahun 1920
Kain putih panjangnya 15yard
f 3 – f 8 f 13 300% f 20 – f 25
Aniline bahan cat (bukanindigo) per kg
f 8 – f 8,250 f 80 900% f 16
Indigo tiruan, per 30 kg f 82,50 f 228,50 200% f 412Damar-gondoruken dariAmerika f 8 f 32 300% f 31Tawas-Aluin, Jepang Tidak dipakai f 6,50 f 13Lilin, minyak gas-malamparrafine dari DPM dan kainMij
f 24 f 32 50% f 32,50
Tawas-Aluin, Inggris f 7 f 21 200% f 25Lilin-Tawas, malam tawonterutama di Timor f 100 f 115 15% f 130Toendjoeng Ijzersulfaat-beitsmiddel f 3 f 12 300% f 15Toendjoeng Ijzersulfaat-beitsmiddel, Jepang - f 9 - f 12,50Kayu warna, kayu tinggiMerah f 3 f 3,50 16% f 7Kulit dari kayu Tegeran(kuning) Timor f 15 f 25 70% f 70Blendok-semacam perekatdicampur dengan kulit pohon f 40 f 60 50% f 55Mata kucing-semacamdammar dicampur dengankulit pohon
f 34 f 40 16% f 60 – f 70
Kembang Somba f 24 f 80 230% f 30Dicampur dengan kulit pohonKembang Sari Kuning f 11,50 f 21 80% f 35
Sumber: Koperberg, Industri Batik Jawa, terjemahan H.R. Soetono, (Solo:Reksopustoko, 1996), hlm. 21.18
Perang Dunia yang terjadi turut mempengaruhi harga-harga bahan pokok
perbatikan.Kenaikan harga tidak bisa dihindari, sebagian besar mengalami
17Ibid.
18Ibid.
49
peningkatan.Mulai harga mori sebagai bahan dasar, pewarna kain, juga bahan lilin
mengalami perubahan harga yang cukup jauh dari harga normal.Pada tahun 1914,
harga kain mori dengan panjang rata-rata 15 yard mampu dibeli oleh para
pengusaha dengan harga f 3- f 8, namun krisis perang membawa perubahan harga
menjadi f 18 pada tahun 1916. Berdasarkan koran lokal, harga mori per kain
(tanpa ukuran pasti) di Kota Solo berubah dari f 2,25 menjadi f 2,35.19Perubahan
harga yang meningkat tinggi, mengakibatkan para pengusaha batik terpaksa
mengurangi bahkan menutup usahanya.
Bangkrutnya para pengusaha batik semasa perang dunia, berakibat pada
pengurangan tenaga kerja dan menipisnya kesempatan kerja.Hasilnya, angka
pengangguran bertambah.Jumlah pengangguran di daerah Solo dan sekitarnya
mencapai 16.000 orang. Pengangguran yang berada di kota kurang lebih 9.000
orang, tapi dalam surat kabar diinformasikan mencapai angka 10.000
orang.20Komposisi pengangguran di sektor perbatikan terdiri dari pengusaha
kerajinan, para buruh pekerja dan para pedagang.
Berdasarkan pengumuman dari Nijverheid en Handelpada tahun 1916 No
6, jumlah perusahaan pembatikan dan pengecapan yang ada di Jawa dan Madura
berjumlah 579 dengan total pegawai 7606 orang. Sementara dalam laporan
Mededelingen omtrent enkele onderwepen van algemeenen aard yang ditutup
pada tahun 1920, diketahui bahwa jumlah perusahaan menurun mencapai angka
362 dengan total pekerja 6139 orang.Pengumuman dari bagian perniagaan
19Darmo Kondo, 3 Juli 1916.
20 Dalam surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch Indië,24 Februari 1919, pengangguran (werkloss) di kota Solo mencapai 10.000 orangdalam bisnis batik.
50
memberikan informasi untuk Karesidenan Solo jumlah perusahaannya adalah 205,
dengan rata-rata pegawai 16 orang per perusahaan.Jumlah perusahaan batik yang
ada di Solo terhitung besar jika dibandingkan Yogyakarta.Daerah Yogyakarta ada
69 perusahaan dengan jumlah pekerja rata-rata sama dengan Solo.21
Tabel 5Jumlah Pekerja Dan Pengusaha Industri Batik di Daerah Solo
Onderdistrict PekerjaPengusaha
Eropa Pribumi Cina ArabKampung Kidul 60 - 8 - -
Kampung Lor 106 - 1 9 -Gading 33 - 10 8 26
Jebres 76 - - 12 -
Serengan 246 1 16 14 -Gandekan 315 - 10 25 -
Laweyan 525 - 70 - -
Kota Solo 478 2 43 17 11
Sumber: Aantal Werklieden en Ondernemers bij de Batikindustrie in het DistrictSolo22
Menurut pemberitahuan ini hanya di daerah Solo ada 283 perusahaan
dengan 2144 pekerja, ini adalah rata-rata 7-8 orang per perusahaan. Keadaan
seperti demikian yang membuat kota Solo sebagai salah satu penghasil batik
terbesar di Jawa Tengah. Hampir dua pertiga industri batik cap berada di Solo.
Selain dari itu, Solo adalah kota di mana dibuat cap (stempel) dari tembaga
terbaik yang selalu dicari di seluruh Jawa karena betul-betul mempunyai desain
Indonesia.23
21Data tersebut diperoleh dari penelitian Koperberg yang mengacupada data Volkscredietwezen.Koperberg, op.cit.,hlm. 6-7.
22Ibid.
23Ibid.,hlm. 8
51
Para buruh industri batik masing-masing digaji berdasarkan hasil yang
diperoleh untuk produksi kain batik per kodi (setara dengan 20 biji).Besarnya
pemberian gaji tergantung pada jenis kain batik yang dikerjakan. Jenis kain
Plipitan besar gaji per kodi f 0,20. Jenis tembok dan kodi besar masing-masing f 2
dan f 2,50. Berbeda dengan yang lain, untuk batik kemplongan sebesar f 0,175 dan
kain cap mencapai f 0,70.
Tabel 6Jumlah Buruh dan Gaji Harian Pada Perusahaan Batik
dan Perusahaan Pewarna Kain di Surakarta 1920
Mandor Buruh Berpengalaman Kuli BiasaTimurAsing
Pribumi TimurAsing
Pribumi TimurAsing
Pribumi
L P L PJumlahBuruh
10 57 28 2018 778 20 2372 2733
GajiHarian
f 1 f 0,60 f 0,70 f 0,75 f 0,40 f 0,75 f 0,40 f 0,20
Sumber :Kolonial Verslag 192024
Keterangan: L untuk Laki-laki, P untuk Perempuan.
Berdasarkan tabel tersebut, tampak jumlah buruh yang bekerja dalam
industri batik dan perusahaan pewarna kain di Surakarta pada tahun 1920.Berasal
dari kalangan pribumi dengan pembayaran gaji bervariasi.Besarnya gaji yang
diterima oleh para bekerja berdasarkan kemampuan dan keahlian.Bagi pekerja
yang berpengalaman atau mandor, uang yang mereka terima lebih besar jika
dibandingkan dengan pekerja yang hanya mengerahkan tenaganya untuk proses
produksi.
24 Benny Juwono, “Etnis Cina di Surakarta 1890-1927: Tinjauan SosialEkonomi”, dalamLembaran Sejarah Vol.2, No.1.(Yogyakarta: Jurusan IlmuSejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, 1999), hlm.72.
52
Residen Solo, A.J.W Harloff, memberikan gambaran kondisi perindustrian
batik ketika memerintah.Menurutnya, kerajinan batik merupakan cabang industri
yang paling menonjol di Solo. Jumlah pengrajin batik yang bersamaan dengan
pemogokan usaha karena sehubungan dengan hasil yang tidak mencukupi akibat
malaise sejak tahun 1920, menurun sampai 72 orang atu 25% dari jumlah kuli
yang bekerja pada usaha ini dengan 730 orang atau 33%. Peninjauan dilakukan
terhadap industri batik dengan tingkat produksi yang terhitung besar.25
Pada akhir tahun 1921, malaise dalam usaha batik telah mencapai titik
tertinggi dan gejala-gejala kehidupan kembali terasa.Oleh para importir bahan
dasar kembali diberikan dalam bentuk kredit jangka pendek.Bahan cat juga
mampu diperoleh dalam jumlah lebih besar daripada sebelumnya. Harga kain
putih saat itu belum berubah, namun banyak dugaan harga tidak akan turun dari
harga sebelumnya. Perkiraan tersebut salah, harga kain putih (mori) pada bulan
Maret menurun dari f 10 menjadi f 7 untuk ukuran 15 yard.Dalam kekhawatiran
pada kemerosotan harga yang lebih buruk, para pengrajin batik kembali
menimbun persediaan besar, sementara semangat beli merosot. Nampaknya ada
prinsip yang terulang secara teratur bahwa pasar untuk barang-barang batik dalam
tiga bulan pertama tahun 1921 telah membuat penjualan turun kembali, menurut
penafsiran para pemimpin usaha 70% dari penjualan tahun 1921 atau pada saat
yang sama. Keadaan sedikit membaik ketika bulan puasa (ramadhan).26
Keberadaan serta munculnya pasar-pasar di daerah
Vorstenlanden(Surakarta dan Yogyakarta) terlepas dari faktor kebutuhan ekonomi
25 Laporan Serah Terima Jabatan (Memori van Overgrave), A.J.WHarloff (1918-1922), Koleksi Arsip Nasional Indonesia.
26ibid.,
53
masyarakat, yaitu sebagai salah satu dampak industrialisasi di daerah tersebut
yang diupayakan oleh Pemerintah Belanda.Memang konsep dasar timbulnya pasar
adalah karena munculnya kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Dalam hal ini
Surakarta merupakan kota pusat kerajaan karena keberadaan dua Praja sebagai
daerah Vorstenlanden yaitu Praja Kasunanan dan Mangkunegaran.
Pasar berawal dari adanya kesepakatan antar sekelompok orang untuk
menukarkan barang pada suatu hari dan tempat tertentu.27Pasar dalam pengertian
sebagai tempat jalinan hubungan antara penjual dengan pembeli serta produsen
yang turut serta dalam pertukaran barang atau jasa itu disebut dengan pasar
Konkret.28Pada tahun 1900 di seluruh Surakarta ada 286 pasar dan 3.451 warung
yang sebagian berada di bawah pengelolaan Praja Kasunanan dan sebagian lagi
oleh Mangkunegaran.29
Keberadaan pasar di wilayah Mangkunegaran memiliki peran penting
dalam perekonomian lokal.Pasar Legi contohnya, jika dilihat dari letaknya
menempati posisi yang menguntungkan yaitu dekat dengan Stasiun Solo-Balapan.
Stasiun adalah salah satu sarana penunjang sistem transportasi kereta api. Di
tempat itu seluruh mekanisme pengangkutan barang maupun penumpang diatur
dan dikendalikan.Hubungan keduanya merupakan hubungan
menguntungkan.Posisi inilah yang ikut meramaikan aktifitas perdagangan di pasar
27D.H. burger, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, djilid II,(Djakarta: Pradnya Paramita, 1970), hlm. 111.
28Winardi, Pengertian Ilmu Ekonomi, (Bandung: PM tarsito, 1975),hlm. 64
29Elies Setiyawati, “Pasar Tradisional di Wilayah Kota Prajamangkunegaran tahun 1900 sampai tahun 1944”, Skripsi, (Surakarta : JurusanIlmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universits Sebelas Maret, 1995) ,hlm.52.
54
Legi, sehingga dalam perkembangannya menjadi pasar paling besar di wilayah
Kota Praja Mangkunegaran.30
Apabila ditinjau dari faktor pembentukan pasar menurut Robert L.
Heirbroner31 pasar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pertama, pasar yang timbul
dengan sendirinya; kedua, pasar yang timbul dengan disengaja. Pasar yang timbul
dengan sendirinya biasanya terdapat di tempat-tempat yang memenuhi syarat
timbulnya pasar yaitu letaknya strategis untuk antara dua kota atau desa, di
persimpangan jalan dan di tepi Bandar sungai atau laut. Sementara itu, jenis pasar
yang timbulnya disengaja biasanya berhubungan dengan keinginan penguasa
untuk memnuhi kebutuhan penduduk akan adanya pasar.32
Pasar yang berada di pusat kota menjadi penggerak ekonomi masyarakat.
Pasar Gede yang merupakan pasar yang letaknya di jantung kota, depan sungai
Pepe serta daerah Pecinan yangmemiliki posisi strategis di kota. Pasar Gede
adalah karya arsitek Belanda, Thomas Karsten, yang memiliki visi untuk
penggabungan budaya Jawa-Eropa. Keberadaan Pasar Gede sebenarnya sudah
sejak lama dikenal dengan nama Pasar Candi, yang diperuntukkan sebagai gaji
babah mayor yang kemudian olehnya didirikan warung-warung berskala
kecil.33Seiring dengan berjalannya waktu, pasar ini semakin ramai dan
berkembang pesat.Kondisi pasar yang semakin memburuk, pemerintah berinisiatif
30Ibid.,hlm. 53.
31 Robert L. Heirbroner, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, (Jakarta:PN Ghalia Indonesia, 1982).
32 Elies Setiyawati, op.cit.,hlm. 53.
33Tiknopranoto dan Mardisuwignyo, op.cit, hlm. 29
55
untuk memperbaikinya dan hak atas pasar diminta kembali dari Be Kwat Koen
dengan ganti rugi f 35.000 pada tahun 1924.34
Proses perombakan dan pembangunan Pasar Gede sudah dilakukan
semenjak tahun 1928. Perancangan bangunan dipercayakan kepada Thomas
Karsten. Dalam perencanaan bangunan pasar, Karsten juga memperlebar jalan
dari arah Warung Pelem sampai jembatan residen. Lingkungan pasar dilengkapi
taman-taman berukuran kecil disesuaikan dengan tata kota untuk
penghijauan.Pasar Gede dirancang dengan dua lantai, pada bagian lantai satu,
toko-toko ditempatkan di bagian luar sementara untuk para pedagang ditempatkan
di dalam ruangan serta lantai dua sesuai kebutuhan. Selama proses pembangunan,
para pedagang diberikan tempat sementara untuk kegiatan ekonomi di 35
Perdagangan di pasar disebutkan oleh Residen Nieuwenhuys mengalami
kemajuan dengan perbaikan sejumlah pasar (Pasar gede, Pasar legi).36Kehidupan
perdagangan juga merupakan salah satu kegiatan perekonomian yang dilakukan
oleh sebagian besar penduduk di wilayah Karesidenan Surakarta.Bahkan, untuk
menunjang aktivitas dagang sejumlah pasar didirikan. Sampai dengan 1930
terdapat 254 pasar yang tersebar di daerah-daerah di Karesidenan Surakarta,
34Sidharta dan Eko Budihardjo, Laporan Akhir Konservasi Lingkungandan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta, (Surakarta: DPU Surakarta,1987/1988), hlm. 58.
35Sri Asih, “Thomas Karsten dan Karyanya di Surakarta”, dalam JurnalDIAKRONIK Vol.3 No. V Januari 2010, Jurusan Ilmu Sejarah UNS, hlm. 98.
36Memori Serah Terima Jabatan Residen Nieuwenhuys, 1924-1927,Koleksi Arsip Nasional Indonesia.
56
seperti Pasar Gede, Pasar Slompretan, Sunggingan, Tegalgondo, Gawok, Beji,
Singosaren, Pengging, Turisari, Pasar Legi, serta Ngapeman.37
2. Kegiatan Ekonomi Warga Cina
Pada awal abad XX pola pemukiman di kota Surakarta bersifat pluralistis
dan menunjukkan stratifikasi sosial. Tempat tinggal untuk etnis tertentu
dikelompokkan dengan tujuan untuk lebih mudah dikontrol oleh pemerintah
kolonial. Etnis Cina yang berada di kota, di tempatka di suatu wilayah yang
berdekatan dengan Pasar Gede. Lokasi tersebut dikenal dengan Kampung Balong
dan daerah lain yang terkenal karena mayoritas penduduknya etnis Cina di
Ketandan.
Gambar 3. Suasana Kampung Pecinan di SurakartaSumber : www.kitlv.nl
Aktifitas ekonomi etnis Cina tidak selalu soal berdagang, mereka
cenderung mengandalkan keahlian dan keterampilan untuk mendapatkan uang.
Sebagai contohnya, bila pribumi memanfaatkan kuda sebagai penggerak alat
transportasi, berbeda dengan etnis Cina, mereka mengganggap mengurus kuda
37Moordiati, “Dinamika Pertumbuhan Penduduk di KaresidenanSurakarta, 1880-1930”, dalam LEMBARAN SEJARAH Vol.4 No.1 Tahun 2001,Fakultas Ilmu Budaya UGM, hlm. 127.
57
sebagai profesi.Profesi lain yang berhubungan dengan kuda dan keterampilan
(ahli) adalah pelatih kuda. Para pelatih kuda mengajarkan cara menunggang dan
mengereh kuda dengan baik. Selain itu, pelatih kuda memang harus mengerti
secara menyeluruh soal pemeliharaan kuda, karena kuda merupakan hewan yang
prestise dan harganya mahal.Salah satunya Babah Tjan Tik Boen, seorang warga
kota berasal dari etnis Cina yang pandai tentang ilmu berkuda. Tentunya keahlian
ini mendatangkan uang, karena pelanggan berasal dari para hartawan, mengingat
harga kuda cukup mahal ditambah biaya pajaknya.38
Keahlian dan keterampilan memang menjadi alat mencari pundi-pundi
uang yang bisa diandalkan.Apalagi ketika ditunjang dengan fasilitas yang
dimiliki, hal tersebut menjadi lengkap.Budaya di Kota Solo, jika puasa telah
selesai dan menjelang lebaran, studio foto milik etnis Cina ramai didatangi
pelanggan.Pelanggan yang datang berasal dari keluarga-keluarga mampu, para
priyayi, tuan-tuan.Mereka datang ke studio foto hendak mengabadikan gambar
diri beserta keluarga (anak-anak, berikut istri).Studio foto yang terkenal di Solo
milik Li King Ming, di Warung Pelem, Kampung Pecinan.Dalam iklannya, yang
ditulis oleh Liong Jang, mengabadikan gambar merupakan sesuatu hal yang
penting, bila tidak mampu bertemu, lewat gambar diri mampu mewakili.Slogan
yang dipakai usaha Li King Ming, “jauh di mata dekat di hati”.39
Pengembangan keterampilanetnis Cina juga diterapkan di bidang
kesehatan.Barangsiapa yang hendak membuat gigi palsu ataupun cabut gigi,
beserta obat perawatannya, Tjang Tat San seorang yang ahli siap melayani.Selain
38Darmo Kondo, 25 Januari 1904.
39Darmo Kondo, 4 Januari 1904.
58
pengobatan gigi, klinik yang dibuka Tjang Tat San beralamat di Kretekgantung
sebelah rumah obat Haije Solo, melayani pula pengobatan mata.Pelayanan jasa
Tjang ini sudah mendapatkan sertifikat dan pelatihan dari Amerika, sehingga
menjadi nilai tambah dan semakin terpercaya jika dibandingkan dengan tempat
pengobatan lain. Klaim tersebut yang disebutkan oleh Tjang dalam bahasa
promosi di koran lokal.40
Potensi kota Solo dalam hal ekonomi perbatikan memberikan inspirasi
etnis Cina untuk mengembangkan usaha di bidang bahan baku. Bahan yang
diperlukan dalam hal membatik, seperti kain putih (mori); indigo dan bahan
pewarna batik diperjualbelikan oleh etnis Cina di Solo. Penjualan bahan baku
tersebut terpusat di Coyudan, beberapa pengusaha bahan baku batik ada di sana.
Seperti Tan Kiong Wa, Sie Boen Tik, Tin In Siang dan lainnya.
Tabel 7Orang Cina Yang Berdagang Bahan Baku Batik
Nama Bahan Baku TempatKwik Tjing Gwan Kain putih dan indigo SingosarenTan Kiong Wa Kain putih dan indigo CoyudanSie Boen Tik Kain putih dan berbagai
bahan lainCoyudan
Tin Ing Siang Kain putih dan berbagaibahan lain
Coyudan
Sie Sik Hok Kain putih dan berbagaibahan lain
Coyudan
Lie The Tjian Kain putih dan bahanpewarna sintetis
Coyudan
Sumber : Benny Juwono, “Etnis Cina di Surakarta 1890-1927: TinjauanSosial Ekonomi, dalam LEMBARAN SEJARAH, Vol.2 No.1 1999, Jurusan Sejarah
UGM
40Darmo Kondo, Agustus 1919.
59
Etnis Cina di kota Solo tidak hanya berperan sebagai pengusaha tetapi juga
sebagai pekerja non-modal. Diantaranya mereka bekerja sebagai tukang kayu,
tukang batu dan tukang besi.Upah yang diterima pun bervariasi dengan nilai rata-
rata f 1- f 2. Beda daerah tempat mereka bekerja, beda pula besaran upah yang
diterima. Jika dibandingkan, upah di Solo berbeda dengan beberapa daerah lain
seperti di Klaten Boyolali, Sragen. Upah yang diterima oleh para pekerja (tukang
batu, tukang kayu dan tukang besi) etnis Cina cenderung lebih tinggi di Solo.
Periode tahun 1915-1919, upah etnis Cina yang bekerja sebagai tukang sekitar f
1,5. Meskipun tidak mengalami peningkatan tiap tahunnya, bekerja di kota Solo
menjadi tujuan utama.
Tabel 8Upah Rata-Rata Harian Orang Cina Sebagai Tukang Batu, Tukang Kayu,
dan Tukang Besi
Tahun AfdeelingSurakarta
AfdeelingKlaten
AfdeelingBoyolali
AfdeelingSragen
Rata-rata
1915 f 1,5 f 0,20 f 0,5 f 0,75 –f 2 f 0,74 - f 1,621916 f 0,7 – f 1,5 f 1- f 1,25 f 0,3- f 0,5 f 0,75 –f 2 f 0,69 - f 1,621917 f 1,5 f 1- f 1,25 - f 0,75 –f 2 f 1,08 – f 21918 f 1,5 f 1- f 1,25 f 0,5- f 1,50 f 0,75 –f 2 f 0,75 – f 1,871919 f 1,5 f 1- f 1,25 f 2,3 f 0,75 –f 2 f 1,39 – f 2,25
Sumber : Benny Juwono, “Etnis Cina di Surakarta 1890-1927: Tinjauan SosialEkonomi, dalam LEMBARAN SEJARAH, Vol.2 No.1 1999, Jurusan Sejarah
Universitas Gadjah Mada
3. Aneka Rupa Usaha Toewan Eropa
Kedatangan bangsa Eropa dan mengelola Hindia memang untuk
kesejahteraan negara Induk. Mereka sudah seharusnya tinggal di pusat kota,
karena dalam hirarki sosial posisi kaum Eropa menduduki piramida paling atas.
Tempat tinggal mereka di kota Solo berada dalam suatu wilayah khusus. Daerah
60
wilayah Mangkunegaran, toewan Eropa para pemilik perkebunan tinggal di
sebelah utara Praja Mangkunegaran bernama Villapark.41 Secara terpisah, kaum
Eropa lain tinggal di belakang (timur benteng) Vastenburg, tepatnya di
Lodjiwetan.
Para penduduk Eropa mempertahankan eksistensi kehidupan di kota Solo,
salah satunya dengan berwirausaha.Berbagai bidang usaha dijalani, asalkan
membawa keuntungan sebagai modal hidup di kota Solo. Membuka usaha bidang
kesehatan, fashion dan pakaian, penjualan alat musik, penginapan (property), dan
beberapa usaha lainnya. Di bidang kesehatan, jual-beli obat dilakukan lewat iklan
di surat kabar lokal. Obat-obatan terbaru untuk penyakit dalam, serta kacamata
untuk mengatasi pandangan yang kabur, di Lodjiwoeroeng terdapat toko bernama
INE NOMINEE yang menyediakan barang tersebut.Kawasan pemukiman Eropa,
Lodjiwetan, juga berdiri Solosche Volksapotheek, sebagai salah satu fasilitas
untuk kesehatan warganya.42Jasa pelayanan kesehatan diiklankan praktik dokter
gigi untuk masyarakat umum yaitu dokter H.E. Van Der Elst di Solo.43
Bidang lain yang ditekuni untuk bertahan dalam ekonomi adalah bidang
modeste. Pada dasarnya, orang-orang Eropa butuh pakaian disesuaikan dengan
acara, umur dan kelamin, hal ini sudah menjadi gaya hidup mereka. Peluang ini
ditangkap oleh N.I. Confectiefabriek, yang beralamat di Bloemstraat Solo.Di
41Daryadi, “Pembangunan Perkampungan Kota Mangkunegaran PadaMasa Pemerintahan Mangkunegara VII”, dalam Jurnal DIAKRONIK Vol. 3 No. V(Surakarta : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UniversitasSebelas Maret,Januari 2010), hlm. 33.
42Darmo Kondo, 3 Juli 1916.
43 Bedjo Riyanto, Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat diJawa Masa Kolonial (1870-1915), (Yogyakarta: Penerbit Tarawang, 2000), hlm.102.
61
bawah pimpinan Directeur J.F.W Schweers, usaha ini menyediakan berbagai
macam pakaian berdasarkan umur tanpa perlu mengukur badan. Harga yang harus
dibayar untuk 3 pakaian anak laki laki atau perempuan belum genap umur 6 tahun
adalah f 12,50; untuk umur 6-7 tahun f 14; umur 7-9 tahun f 16; umur 9-11 tahun f
17,50; umur 11-13 tahun f 20.44
Warga Eropa yang tinggal di Solo juga membuka usaha di bidang
pelayanan jasa dan peralatan musik. Jasa perhotelan Rusche di kota Surakarta
mengiklankan hotel dengan fasilitas 52 buah kamar lengkap dengan penerangan
listrik ; servis makanan, dan garasi untuk 4 mobil. Di wilayah kota Surakarta
banyak diiklankan hotel-hotel seperti, Motel Het Vorstenlanden, Villa Sans Souci
di Purwosari. Perusahaan jasa bidang konstruksi De Vulcaan di Balapan
mengiklankan jasa-jasa konstruksi untuk atap serta bangunan secara keseluruhan
dari besi, membuat konstruksi jembatan dari besi, dan juga melayani pembuatan
kebutuhan pabrik serta batu nisan dari marmer. Layanan jasa asuransi kebakaran
Insulinde yang berkantor pusat di Batavia dan membuka agen di hotel Slier Solo.
Selain itu, toko penyedia alat musik W.Naessens &Coyang merupakan cabang
dari berbagai kota besar (Batavia, Yogyakarta, Bandung, Amsterdam) melayani
jual beli piano, phonola, phonolapiano, phonolavleugel, biola, gitar, mandolin,
phonolarollen, dan berbagai macam senar merk Richard Lipp.45
Kota Solo dipandang berpotensi dalam hal pembukaan usaha untuk
memaksimalkan potensi ekonomi oleh orang Eropa. Gaya hidup priyayi Solo
yang serba mewah, ditangkap oleh agen perusahaan otomotif terkemuka NV
44Darmo Kondo, 3 Juli 1916.
45 Bedjo Riyanto op.cit.,hlm. 101-102.
62
Fabriek de Volharding untuk memperjual-belikan mobil merk Overland model
1914, yang berkapasitas untuk 5 penumpang dengan harga f 4000.46Harga yang
cukup tinggi jika dibandingkan menyewa mobil f 4-5 per jam nya.47 Perusahaan
pertunjukkan film bioskop Nederland Indie Electro Bioscoop yang bertempatdi
gedung Solosche Schouwburg mengiklankan film-film yang diimpor dari Eropa.
Harga tiket (kacis) untuk menonton film adalah Loge (balkon) f2; klas I f 1.50;
klas II f 0.75; klas III f 0.50; anak-anak f 0,40; klas IV yang khusus bagi warga
pribumi (inlander) f0.10, sedangkan untuk anak anak di bawah umur 10 tahun dan
tentara dengan pangkat di bawah opsir hanya membayar harga separuh dari harga
normal.48
4. Maleman Sekaten : Wujud Ekonomi Heterogen
Tradisi kultural di Kota Surakarta, tepatnya di kompleks Keraton Kasunanan
Surakarta, menjadi faktor penting dalam perputaran ekonomi.Tradisi tersebut
adalah Sekaten.Awal mulanya, Sekaten merupakan tradisi turunan dari masa
Raden Patah sewaktu memimpin Kerajaan Demak.Dalam masa pemerintahan
Raden Patah, dihasilkan beberapa keputusan setelah rembugan dengan salah satu
Walisongo, Sunan Kalijaga. Beberapa keputusan tersebut ialah:
a. Sekaten diadakan setiap tanggal 5 Rabi’ul Awal untuk memperingati Maulud
Nabi Muhammad SAW
46Ibid.
47Koran Habramarkata, 1924.
48 Bedjo Riyanto, op.cit, hlm. 103-104.
63
b. Sekaten sebagai peringatan Maulud Nabi tersebut diadakan di Masjid Ageng
selama 7 hari. Gamelan pakurmatan (saat ini dikenal dengan nama Gamelan
Sekaten) di tempatkan di pelataran Masjid dan dibuatkan tempat (ruang
tersendiri) yang disebut griya Pagongan yang dihiasi janur kuning. Gamelan
tersebut biasanya ditabuh pada malam hari.
c. Peringatan tidak hanya dilakukan di Masjid Ageng, di area alun-laun juga
disediakan tempat bagi masyarakat sekitar untuk melihat pagelaran wayang
kulit yang ceritanya mengadung ajaran Islam. Pementasan wayang kulit ini
sebagai salah satu bagian dari acara Sekaten yang diadakan oleh Keraton
Demak.49
Seiring berjalannya waktu, pada masa pemerintahan Paku Buwana X (PB
X) yang berkuasa di Kasunanan Surakarta, tradisi Sekaten mengalami
perubahan.Sekaten pada masa ini terlihat lebih meriah dari masa
sebelummnya.Area sekitar alun-alun mulai berdiri kios-kios (bango) sementara
pedagang.Para pedagang sebagian besar menjual beragam pakaian ataupun
mainan anak kecil.Ukuran kios disesuaikan dengan kebutuhan. Ada pula yang
digunakan sebagai arena sulapan, kumidi soreng, andhe-andhe lumut, wayang
wong dan lain sebagainya.
Pendirian kios atau warung diatur oleh Kasunanan Surakarta menyangkut
beberapa kepentingan yang berkaitan.Kios-kios para pedagang diwajibkan sudah
dirapikan atau dibersihkan sebelum diadakannya Grebeg Mulud. Di area alun-alun
dan sekitar gapura Masjid Ageng harus tidak ada kios lagi karena akan dipenuhi
49 RM. Sayid, Babad Sekaten, (Solo: Reksapustaka, tt)
64
oleh abdi dalem dan prajurit untuk prosesi Grebeg Mulud. Para abdi dalem diberi
kewajiban untuk memasang bendera, umbul-umbul dan payung serta
menyediakan tempat untuk menyimpan gamelan monggang, kodok ngorek dan
cara balen. Bendera dan umbul-umbul dipasang dari depan Pagelaran ke utara
sampai Kori Gladhag dan ke barat sampai depan Gapura Masjid yang akan dilalui
oleh iring-iringan abdi dalem yang membawa gunungan sebanyak 30 gunungan.
Memasuki tahun 1898 pemerintah mulai membentuk Panitia
Sekaten.Panitia Sekaten bertugas untuk mengurusi tatanan Sekaten dan aturan
mengenai toko yang ada di alun-alun.Panitia kemudian membangun dua los
bangunan di dua tempat yaitu di sebelah selatan Kori Gladhag dan di sebelah barat
jalan.Los panjang tersebut digunakan untuk menyimpan barang dagangan
sehingga bermunculan toko-toko seperti Toko Seteling (Tentoseteling), Rumah
makan, dan lain sebagainya.Toko-toko tersebut mulai dibuka pada tanggal 3
Mulud.50
Gambar 4. Suasana Sekaten pada 1910-1920 di SurakartaSumber : kitlv.nl
50Ibid.
65
Pada tahun 1922, menurut Verslag van de Commisie, kepengurusan
Sekaten berubah.Komposisi pengurus diharuskan memiliki dedikasi yang
tinggi.Dengan keputusan dari Bupati bulan 16 Jawa Besar tahun Ehe Nomor 1852
1160/A/1 (1922), komposisi pengurus Sekaten terdiri dari:
1. Raden Toemenggoeng Mangoennagoro, Bupati Polisi Soerakarta sebagai
Ketua.
2. Raden Ngabehi Mangoenwadono, Wakil Ketua.
3. J.B.G Rademaker, arsitek yang bekerja untuk Susuhunan.
4. Raden Ngabehi Djaksodipoero, Seorang Onderregent Pradoto Gede di
Surakarta.
5. Raden Ngabehi Soetosoesastro, Districhtshoofd Surakarta.
6. Mas Ngabehi Sastrosoewignjo, Sekretaris Rijksraad di Soerakarta.
7. Raden Ngabehi Djojoradibjo, Mantri Keparak di Soerakarta
8. Mas Ngabehi Wignjohangsono, Mantri dari Rijksbestuurder di Soerakarta
9. Raden Ngabehi Reksowidaggo, Mantri Boemi di Soerakarta.
Pihak penyelenggara Sekaten sangat mengetahui bahwa dihelatnya acara
akan mendatangkan keramaian, maka dari itu dilakukan pula pameran beberapa
perusahaan. Kesempatan ini diambil cepat, karena menangkap daya beli
masyarakat Solo meningkat ketika Sekaten digelar.Selain mengikuti dan
66
menyaksikan acara Grebeg, tujuan kedatangan para pengunjung adalah untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi. Beberapa jenis pameran yang ada dalam acara
Sekaten tahun 1922 adalah sebagai berikut:
Di bawah ini adalah daftar jenis pameran yang:
Batik :Kain, syal, bantalan payudara, slendang, sarung, tafelloopers, dll
Bordir: taplak meja, serbet, saputangan, ikat pinggang, Kains, sarung,
band perut, dll
Produk anyaman: topi, cerutu, dompet, tas travel, dll
Kulit: jasa membersihkan, sandal, sandal, band perut, pameran,
penggemar, wayang, dll
Hoornbewerking: sisir, pin rambut, cerutu dan harga rokok, gelang, knot,
pipa, pemegang pena, dll
Beenbewerking: pemegang pena, pipa, tombol, dll
Kerajinan kayu: meja untuk potret, tongkat, dll
Panel dinding dan interior: boiler, set asap, alat-alat dapur, dll: tembaga
Emas dan perak: cincin,gelang, gesper, pin rambut, anting-anting, kalung,
wadah sirih
Pengolahan Semen: batu nisan, pot, panel dinding
Marmer: batu nisan, meja, dll
Tembikar: alat-alat dapur, piring dinding, pot, dll
Tali-temali :tali dari ketebalan yang berbeda dan panjang.51
51Verslag van de CommisieBelast met de Regeling vandeSEKATENDjimawal 1852(1922).
67
B. Fasilitas Penunjang Kegiatan Ekonomi
Kredit memiliki peran penting dalam perekonomian, karena dapat
membantu seseorang atau bidang usaha yang sedang mengalami kesulitan
keuangan untuk pengembangan usaha atau memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dengan adanya kredit yang diberikan, diharapkan akan dapat memajukan kegiatan
ekonomi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Peranan kredit dalam perekonomian antara lain sebagai berikut, (1)
meningkatkan produksi atau produktivitas; (2) meningkatkan daya guna barang;
(3) memajukan perkembangan dunia keuangan; (4) memperlancar pemasaran
barang; (5) mempermudah pembayaran di dalam maupun di luar negeri atau
sebagai alat hubungan internasional; (6) memajukan lalu lintas peredaran uang;
(7) membuka lapangan kerja baru; (8) dan yang terpenting sebagai salah satu alat
untuk menjaga kestabilan ekonomi.
Kredit jika dipandang dari segi politik-ekonomi memiliki makna
ganda.Bagi penguasa, untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa kebijakan-
kebijakan yang diambil selalu memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan
dalam kasus Indonesia adalah “kelas menengah ke bawah”.Jika ditinjau pada
aspek ekonomi perkreditan mempunyai pemaknaan yang luas karena menyangkut
hajat hidup orang banyak dan negara dalam upayanya untuk meningkatkan taraf
hidup sosial kemasyarakatan dan perbaikan ekonomi rakyat.52Kredit rakyat itu
dapat digunakan untuk kepentingan pedagangan, pertanian, dan atau usaha mikro
52 MG. Sulistyawardhani, Kredit Rakyat : Suatu Studi PendahuluanPada Awal Abad XX di Jawa, (Yogyakarta: Kalika, 2000), hlm. 1.
68
lainnya.Bagi rakyat, hadirnya kredit rakyat memberikan ruang bagi mereka untuk
memperoleh modal dalam mengembangkan usahanya.53
Lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan oleh Pemerintah Kolonial
Belanda pada tahun 1900 di Hindia Belanda. Pendirian lembaga perkreditan
rakyat ini mendapat inspirasi dari munculnya bank-bank “priyayi”, yaitu bank
untuk pegawai pangreh praja bumiputra, terutama di Jawa Tengah. Tujuannya,
untuk membantu para anggotanya dengan memberi pinjaman uang yang
dikumpulkan dari iuran sumbangan agar tidak jatuh ke tangan lintah darat.Selain
itu juga dilhami munculnya lumbung-lumbung padi di daerah pedesaan yang
memberikan pinjaman bibit padi atau padi untuk keperluan konsumsi pada masa
paceklik.54Seorang ahli pertanian Wegeningen, Van Doorn, menerangkan bahwa
tujuan semula dari pemberian kredit yaitu pembebasan hutang menjadi kurang
penting, dan penekannya diletakkan kepada pemberian pinjaman dalam bidang
pertanian dengan tujuan meningkatkan tingkat produksi.55
Dari perspektif ekonomi, wilayah Surakarta berkembang menjadi wilayah
pertumbuhan ekonomi yang menarik. Selain petani yang berbasis ekonomi
subsisten, di sana terdapat perusahaan-perusahaan perkebunan swasta Barat di
satu pihak dan perkebunan kerajaan di pihak lain. Perusahaan-perusahaan swasta
Barat menyewa lahan-lahan milik bangsawan dan petani untuk kepentingan
53 Wasino, “Dari Pola Bagi Hasil Menjadi Pembayaran Bunga:Perkembangan Kredit Rakyat di Pedesaan Surakarta Pada Awal HinggaPertengahan Abad Ke 20”, dalam J.Thomas Linblad, Bambang Purwanto, MerajutSejarah Ekonomi Indonesia : Essays in Honour of Thee Kian Wie 75 YearsBirthday, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2010), hlm, 251.
54Ibid.,hlm. 252
55 MG Sulistyawardhani, op.cit.,hlm. 4.
69
industri perkebunan yang paling banyak adalah industri gula.Pada awal abad ke
20, perusahaan perkebunan swasta Barat ini, terutama beroperasi wilayah Sunan
yaitu Kabupaten Klaten, Boyolali, Sukoharjo, dan Sragen.Sementara itu wilayah
Mangkunegaran digunakan untuk operasional industri gula milik Praja
Mangkunegaran sendiri dengan mengoperasikan pabrik gula Colomadu dan
Tasikmadu.
1. Bank Kredit Solo
Bank Kredit Solo didirikan 23 September 1910 di sekitar Residenstraat
atau kawasan residental. Susunan anggaran dasarnya, disetujui melalui surat
keputusan pemerintah tertanggal 30 Desember 1910. Pendirian Bank Kredit Solo
melibatkan seluruh kekuatan politik yang saat itu memegang tampuk
kekuasaan.Dewan pengawas terdiri dari Residen Surakarta, Kepala Trah
Mangkunegaran, dan Patih Surakarta.Pengurusnya terdiri dari 28 anggota dengan
ketuanya Asisten Residen Surakarta. Delapan tahun berselang, yakni pada akhir
Desember 1918, jumlah dana yang mampu dihimpun di antara penduduk sebesar f
166.654,37 dengan tunggakan pembayaran f 46.094,92 atau 2,6%. Oleh karena
proses reorganisasi tanah sedang berjalan di Surakarta sejak 1912, maka bank ini
baru dapat meneruskan usahanya secara normal beberapa tahun setelah itu. Pada
tahun 1922, mulai diadakan pengembangan kembali semua pos yang ada dari
bank kredit itu. Di sebagian tempat peminjaman, usaha peminjaman
diberhentikan, kemudian dilakukan penelitian untuk mencari solusi mengenai cara
dan bagian bank mana yang dapat memperoleh keuntungan dalam penyediaaan
kredit penduduk. Peminjaman barang banyak yang tidak lagi diperhitungkan,
70
karena ada dugaan dari beberapa pihak bahwa Volkscredietwezen (VCW) tidak
mungkin dapat melanjutkan ekspansinya di wilayah Praja Kejawen
(Vorstenlanden) karena mendapat perlawanan dari masyarakat. Akan tetapi
sebagian pihak manajemen masih tetap mempertahankan dengan cara melakukan
perubahan sistem, dari sistem lama diganti dengan sistem baru. Penggunaan
sistem baru tidak disebutkan karakteristik yang hendak diterapkan, dan
perbedaannya dengan sistem lama.Helsdingen selaku penguasa Kolonial di
Surakarta hanya melaporkan bahwa dengan sistem baru eksistensi Bank Kredit
Solo menjadi kuat.56
2. Pegadaian
Institusi pegadaian sudah ada di Surakarta sejak abad XIX.Sejak tahun
1869, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan bahwa setiap rumah gadai
dikenakan biaya sewa, rumah gadai harus membayar biaya meterai f 50.Akan
tetapi aturan ini tidak berlaku bagi kawula raja bumi putra dan rakyat Pemerintah
Hindia Belanda di wilayah Praja Kejawen, termasuk di pedesaan
Mangkunegaran.Pada tahun 1880 biaya sewaterhadap rumah gadai ini diterapkan
di Surakarta, tetapi hanya diperuntukkan bagi rakyat dari pemerintah Hindia
Belanda, bukan rakyat raja bumiputra.57
Pegadaian untuk rakyat bumi putra tetap berada di kalangan keluarga raja.
Di Mangkunegaran usaha pembuatan pegadaian bumi putra ini dilakukan oleh
Mangkunegara VI melalui putranya R.M.H Suyono. Tujuannya untuk membantu
56Ibid.,hlm. 257-258.
57Ibid.,hlm 273.
71
rakyat bumi putra agar memperoleh pinjaman dengan bunga ringan atas barang
yang dijaminkan.Kelompok yang menikmati pegadaian ini semula hanya para
pedagang besar dan kecil bumi putra.58
Biaya sewaatas pegadaian pribumi ini sesuai tradisi menjadi milik Praja
Mangkunegaran. Sejalan dengan makin menguatnya pengaruh Belanda dalam
tatanan administrasi dan birokrasi di wilayah Surakarta, maka pemerintah kolonial
juga berusaha memperoleh keuntungan ekonomi dari lembaga pegadaian dengan
cara monopoli. Usaha monopoli lembaga pegadaian oleh Pemerintah Kolonial
Belanda mulai berlangsung sejak 19 Februari 1917.59
Gambar 5. Pandhuis Solo (Rumah Gadai di Solo)Olivier Johannes Raap, Pekerdja Pekerdja Di Djawa Tempo Doeloe,
(Yogyakarta: Galang Pustaka, 2013), hlm. 53.
Monopoli pegadaian berakibat, Praja Mangkunegaran kehilangan
pemasukan darigadai.Sebuah sumber di Mangkunegaran menyebutkan bahwa
58Darmo Kondo, 16 September 1927.
59 Wasino Op.cit., hlm. 273
72
sebagai konsekuensi monopoli gadai oleh Pemerintah Kolonial Belanda,
Pemerintah Praja Mangkunegaran memperoleh ganti rugi f 1.200 setiap tahunnya.
Sementara itu Helsdingen mengemukakan bahwa ganti rugi itu berupa uang
sebesar 8,3% dari keuntungan bersih per tahun. Akibat monopoli gadai oleh
pemerintah, maka lisensi-lisensi pegadaian lain tidak lagi diberikan. Bank pemberi
pinjaman swasta yang telah mendapat lisensi usahanya dibiarkan hidup sampai
ijin usahanya berakhir. Sebagai pengganti lembaga gadai non pemerintah itu pada
tahun 1918 didirikan sebanyak 10 rumah gadai yang tersebar di wilayah
Surakarta60
Tabel 9Perkembangan Pegadaian Surakarta
Tahun Jumlahgadaiyang
masuk
Jumlahgadaiyang
ditebus
%(Prosentase)
Jumlahpinjaman
yangdiberikan (f)
Rata-ratatiap
pinjaman(f)
Pinjamanyang kembali
(f)
1917 735.288 459.302 62 1.884.699 2,56 Ttd1918 1.218.0
61963.431 79 3.014.807 2,48 Ttd
1919 943.161 974.713 103 2.643.169 2,80 Ttd1920 761.997 744.597 90 3.051.823 4,01 Ttd1921 670.139 601.139 90 3.231.601 4,82 Ttd1922 783.234 705.896 90 3.653.680 4,66 Ttd1923 836.030 762.437 93 3.496.459 4,28 Ttd1924 Ttd Ttd Ttd Ttd Ttd Ttd1925 923.489 Ttd Ttd 3.139.073 Ttd Ttd1926 932.333 Ttd Ttd 2.967.172 Ttd Ttd1927 950.080 891.714 93 3.151.770,20 3,31 2.947.429,011928 979.768 845.721 86 3.436.609,50 3,51 2.894.055,55
Sumber: MvO JJ van Helsdingen 1932: 263a; Kolonial Verslag 1924.Keterangan : Ttd= tidak tersedia data.
Rata-rata pinjaman mengalami kenaikan. Pada tahun pertama (1917)
lembaga gadaipemeintah berdiri, rata-rata pinjaman hanya f 2,56, namun sejak
60Wasino, ibid.,hlm. 273-274.
73
tahun 1920 rata-rata pinjaman sudah di atas f 4. Rata-rata pinjaman tertinggi
terjadi pada tahun 1921 sebesar f 4,82. Peningkatan nilai pinjaman terlihat dari
mutu barang yang digadaikan, tidak hanya barang-barang yang bernilai
rendah,tetapi juga barang-barang yang bernilai tinggi atau mahal. Rata-rata
pinjaman mengalami penurunan kembali menjelang dan pada saat krisis ekonomi
tahun 1930-an. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya jumlah pengadai yang
umumnya bukan barang yang bernilai tinggi.61
3. Pembangunan Jalan dan Jembatan
Jalan merupakan komponen perkotaan berperan vital. Berkaitan dengan
transportasi dan kegiatan perekonomian, jalan-jalan penghubung tempat satu
dengan tempat lain perlu dirawat dan dipelihara. Jalan utama di kota Solo, dirawat
dengan sistem kerja bebas dan pendanaan yang bersumber dari pajak
junken.Sementara itu, jalan polisi digarap menggunakan kerja wajib, jalanan di
pedesaan dengan kerja desa dan jalan yang berhubungan dengan perkebunan
dirawat dengan sistem kerja intiran.Setelah berjalannya reorganisasi, peraturan
tentang perawatan jalan dengan menggunakan sistem kerja wajib diatur
kembali.Peraturan yang menegaskan bahwa perawatan jalan sebagian besar harus
dilakukan dengan kerja upah, yang dibiayai dari para pengelola
perkebunan.Secara khusus, jalan yang ada di ibukota dan sekitar wilayah
negaragung Kasunanan dilakukan oleh Patih, yang telah diberikan tanggung
61Ibid.,hlm. 275-276
74
jawab baik secara finansial maupun hal teknis oleh pejabat Eropa dan Residen
Surakarta.62
Perawatan jalan di ibukota dan sekitarnya dilakukan secara intensif, agar
mobilitas sosial berikut kegiatan perekonomian tidak tersendat. Setiap Minggu,
Patih melaporkan keadaan jalan di kota ke Residen berdasarkan pengamatannya.
Kondisi jalan di luar kota, terutama Klaten dan Boyolali, jalanan masih berupa
kerikil-kerikil kecil hasil erupsi dari Gunung Merapi.Berbeda dengan jalan
ibukota (Solo), yang sudah dilalui oleh berbagai jenis kendaraan. Perbedaan
antara jalan kota dan luar kota tidak lagi kentara, ketika dilakukan perbaikan
(aspal) pada tahun 1913. Hal ini dilakukan karena berdasarkan laporan surat
Residen kepada Patih tanggal 1 Februari 1912 nomer 817/47; 818/47yang
memberikan informasi bahwa di Afdeeling Surakarta (terutama di onderafdeeling
Sukoharjo) dan di distrik Pedan di Afdeeling Klaten jumlah jalan masih belum
memadai.
Berbeda dengan wilayah kota dan Kasunanan, Mangkunegaran
mempunyai cara sendiri dalam hal perawatan jalan. Jalan-jalan di daerah
Mangkunegaran pada umumnya baik karena dirawat dalam kerja wajib, dengan
tujuan untuk meringankan penduduk Wonogiri yang telah mengeluarkan biaya
bagi jalan.Sejak tahun 1912, jalan Nambangan-Wonogiri-Kakap perbatasan
dengan Pacitan dirawat dengan kerja kerja bebas, di mana setiap tahun f 10 ribu
dikeluarkan; para pekerja wajib yang dibebaskan dibagi di sejumlah jalan dan
dibuat sebuah daftar: segera setelah dana memungkinkan, jalan Palur-
62 Memori Serah Terima Jabatan Residen Van Wijk, tahun 1909-1914,Koleksi Arsip Nasional Indonesia.
75
Karanganyar-Karangpandan yang rusak akibat dilewati gerobak milik pabrik gula
Tasikmadu perlu dirawat dan diperbaiki dengan kerja bebas.
Wilayah kota Solo memiliki jaringan jalan yang baik dan cukup memadai,
yang hanya kekurangan sedikit penghubung dengan daerah sekitarnya. Hubungan
dengan kota-kota lain diluar Surakarta, yakni hubungan dengan Semarang lewat
Sumberlawang, Gundih menuju Purwodadi dan Madiun lewat Wonogiri-
Jatisrono ke Ponorogo. Rencana untuk membuka sambungan penghubung pada
masa Residen Nieuwenhuys (1924-1927) dalam tahap perkembangan, telah
diselesaikan sampai separuh jalan yang diperlukan. Hubungan lewat
Karangpandan-Tawangmangu lewat lereng Lawu, sampai Sarangan, tempat
pegunungan yang terkenal di wilayah Madiun, sudah terjalin dengan jalan
penghubung yang baik, hanya saja pemanfaatannya masih terbilang kurang.
Jaringan jalan tersebut hanya dimanfaatkan oleh para pelancong menuju tempat
pegunungan ini yang berasal dari Solo dan daerah yang terletak sebelah
barat.Dalam tinjauan ekonomi, jalan ini tidak memberikan bermanfaat yang begitu
besar dan pembukaan serta pembangunan jalan penghubung tersebut diusulkan.63
Kondisi jalan raya di ibukota Solo yang membaik, memungkinkan
lancarnya jalur transportasi antar daerah.Residen Nieuwenhuys melaporkan
bahwa beberapa bagian dari jalan luar telah diaspal.Secara rutin pengaspalan
masih diteruskan bagi jalan-jalan lain dengan penuh pertimbangan.Suasana jalan
menjadi ramai karena sarana lalu lintas telah menunjukkan perkembangan.Sarana
lalu lintas tersebut adalah beberapa persewaan mobil, gerobak dan bis, baik untuk
63Memori Serah Terima Jabatan (Memori van Overgrave) ResidenNieuwenhuys 1924-1927, Koleksi Arsip Nasional Indonesia.
76
mengangkut penumpang maupun untuk mengangkut barang.Bis memiliki andil
yang besar dalam percepatan mobilitas sarana pengangkutan, yakni Solo-
Boyolali-Klaten; Solo-Sragen; Solo-Klaten-Yogyakarta; Solo-Wonogiri-Pacitan;
Solo-Karanganyar-Karangpandan. Hasilnya, laju masuk-keluarnya penduduk ke
dalam dan luar kota Solo terjadi begitu cepat.64
Infrastruktur selain jalan yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan
ekonomi adalah jembatan. Adanya jembatan, jarak tempuh antar daerah atau dari
daerah menuju kota mampu tereduksi. Jembatan besar dibangun melintas di atas
sungai Bengawan Solo, di jalan raya Solo-Sukoharjo dibangun (Jembatan
Bacem).Proyek jembatan ini dapat terselesaikan, namun mendapatkan respon
negatif dari Sunan.Penyebab kemarahan Sunan, pembangunan jembatan dekat
dengan tempat peristirahatan (pesanggrahan) Langenhardjo. Selain Sunan, Patih
juga merasa dirugikan karena tidak bisa mendapatkan uang tambahan lewat
pungutan uang tol. Jembatan lain yang dibangun yakni di perbatasan Sukoharjo
dan Wonogiri di atas Sungai Bengawan Solo, dekat Nguter atau Nambangan.65
Kebutuhan pembangunan jembatan juga dilakukan di pusat kota. Jembatan
yang perlu dibangun yaitu melintas di atas kali Pepe dekat stasiun Balapan,
dengan tujuan untuk memperpendek hubungan dari Purwosari dengan stasiun
dicapai.Proyek pembangunan jembatan ini dikerjakan oleh arsitek dari pihak
Mangkunegaran. Tujuan lainnya, untuk merawat hubungan singkat dengan pusat
ibukota dari Villapark-Balapan dan untuk menjamin jalan masuk ke kota Solo,
Jalan raya dari Villapark yang telah ditarik melalui wilayah Mangkunegaran.
64Ibid.
65Memori Serah Terima Jabatan (Memori van Overgrave) Residen VanWijk, Tahun 1909-1914, Koleksi Arsip Nasional Indonesia.
77
Selanjutnya, melalui wilayah Sunan, perlu ditarik di sepanjang rumah
residen.Maka dari itu pembongkaran rumah dan pembuatan jembatan Kali Pepe
diperlukan.66
4. Munculnya Listrik dan Roda Perekonomian Kota
Pembukaan pintu masuk modal bagi pihak swasta seakan memperkuatnya
penetrasi budaya asing di Surakarta.Hal ini berpengaruh dalam peningkatan
fasilitas kota. Pengadaan jaringan listrik salah satunya, sebagai penunjang
kehidupan perkotaan. Selain fasilitas sarana transportasi dan infrastruktur
komunikasi kota seperti pengangkutan kereta api dan telepon, prasarana budaya
perkotaan lain yang diperkenalkan oleh pemerintah kolonial di Kota Surakarta
adalah fasilitas penerangan.
Periode akhir abad XIX sarana penerangan kota dilayani dengan lampu
gas yang disediakan oleh Perusahaan Gas Hindia Belanda (NV NIGM). Seiring
berjalannya waktu, sarana ini tidak lagi dianggap memadai untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat kota yang semakin meningkat. Penyebabnya, lampu gas
hanya bisa dinyalakan pada waktu-waktu terbatas dan jam-jam tertentu.67
Kondisi Kota Solo di waktu malam hari sangat gelap, sebelum pengadaan
penerangan listrik di jalan-jalan sebagai penerangan masih menggunakan lampu
ting, yaitu lampu teplok yang memakai kaca dimasukkan dalam suatu tempat yang
66 Ibid,
67Kusumastuti, et.al.Morfologi Kota Konflik Solo, Penelitian ToyotaFoundation, hlm. 66. Arfani Muhammad Sofyan, “Pengaruh Perusahaan ListrikSolosche Electriciteit Maatschappij (SEM) Dalam Mendukung Lahirnya BudayaPerkotaan Surakarta 1900-1942”Skripsi (Surakarta :Jurusan Ilmu Sejarah FakultasSastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, 2007),hlm. 30-31.
78
terbuat dari seng, dan berbentuk segi empat. Lampu-lampu tersebut digantung
pada pertengahan jalan yang ramai. Jarak setiap satu meter dipasang satu buah
lampu penerangan. Ketika musim penghujan sebagian besar lampu mati dan tidak
dapat digunakan.Penyebabnya terkena air dan tertiup angin yang kencang.68
Dalam buku Sejarah Kutha Sala dituturkan sebagai berikut:
Nalika semana tumrap rakyat kanggo madangi ing jeron omaheing wayah bengi, migunake sentir, isine lenga pet. Ana singnganggo lengo jarak utawa lenga klentik, diwadahi ing cuplak,didedeki uceng-uceng. Cukup mung minangka ancer, dene wong-wong sing kecukupan migunakka lampu. Ana lampu teplok,bethetan, setroli gantung. Bangsa ngamanca sing wis ana, kaya ta:Walanda, Cina, Arab lan toko-toko uga migunakke lampukasebut. Ing jero kraton nganggo lampu robyong, setroli gantung,lampu gantung plenthon cawing telu utawa papat.Lampu-lampumau isine lenga pet.69
Demi menghidupkan aktivitas kehidupan kota Surakarta khususnya di
malam hari, pemerintah kerajaan sebagai pemangku kebijakan, pada tahun 1902
memberitahukan di Kota Surakarta akan diusahakan adanya lampu listrik.
Susuhunan Paku Buwana X bersama dengan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Arya Mangkunegara VI beserta pemodal swasta lainnya berkehendak mendirikan
sebuah unit genset pembangkit tenaga listrik. Tentunya berkapasitas dan
bertegangan tinggi dengan asupan tenaga diesel.Rencana awal pembangunan
pembangkit listrik ini dipasang dan ditempatkan di dekat stasiun NIS, wilayah
Purwasari.Pendanaan untuk pengadaan mesin genset tersebut ditanggung oleh
68RM Sayid, Babad Sala, (Solo: Reksapustaka, 1984), hlm. 31.
69 Tiknopranoto dan Mardisuwignyo, Sejarah Kutha Sala: KratonSolo, Bengawan Sala, Gunung Lawu, (Solo: Toko Buku Pelajar, 1980), hlm. 5-6.
79
pihak Pemerintah Kasunanan dan Pemerintah Mangkunegaran, serta para
saudagar dan juga pihak swasta.70
Instalasi listrik di Surakarta dilaksanakan pada awal abad XX. Pada saat
itu sebuah perusahaan listrik swasta yang berkantor pusat di Batavia, NV Firma
Maintz & Co melalui anak perusahaannya (cabang) NV ANIEM memberikan
informasi bahwa ijin kepada NV Solosche Electriciteit Maatschappij telah
diterima. Peresmian berdirinya NV. SEM tanggal 12 Maret 1901 dengan kantor
sementara yang berkedudukan di Batavia atau Jakarta. Berkenaan dengan
ketetapan surat keputusan dari Gubernur Jenderal pada tanggal 30 April 1901
No.9, dan diikuti perubahan perubahan oleh surat-surat keputusan Gubernemen
Surakarta, pada tanggal : 19 Desember 1905 No. 33, 28 Juli 1909 No.25, 14
November 1912 No.36, 18 November 1918 No.6, dan 30 November 1925 No.23.
Memberikan perijinan usaha pelistrikan bagi NV SEM untuk mendirikan
perusahaannya bagi kepentingan umum pada tahun 1913 di kota Surakarta. Selain
itu NV Solosche Electriciteit Maatschappij (SEM) tampil juga sebagai pemborong
dan pemasangan instalasi listrik Kota Surakarta sejak tahun 1913.71
Perusahaan listrik swasta NV Solosche Electriciteit Maatschappij (SEM)
berperan penting terhadap perkembangan kota Solo. Mulai dari pengelolaan,
pengadaan, dan perawatan lampu-lampu jalan. Berlanjut menjadi distributor
listrik untuk instalasi Kraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran,
perkantoran Pemerintah Hindia Belanda, perusahaan umum serta pabrik-pabrik
70 Lampu listrik mulai dicoba hidup pada hari: Malam Sabtu, 10 Sura,tahun Be 1832 atau tanggal: 19 April 1902, sehingga pada waktu malam, KotaSurakarta menjadi terang benderang. Lihat Sayid, op.cit.,hlm. 63. Periksa pulaArfani, op.cit.,hlm. 32.
71 Arfani,Ibid.,hlm. 32.
80
perkebunan di sekitar kota.Pada periode awal NV SEM sudah mulai menghasilkan
listrik-listrik yang disalurkan ke rumah-rumah pelanggan dan pabriknya yang
berada di kampung Purwosari, sisi barat Kota Surakarta. Tidak lama kemudian,
dibangunnya pabrik es batu Sari Petodjo yang terletak tidak jauh dari SEM.
Purwosari pun berkembang menjadi semacam kawasan perindustrian yang
didukung dengan adanya sumber energi listrik yang berasal dari SEM. Pemilihan
tempat Purwosari sebagai tempat berdirinya SEM ini dimaksudkan sebagai
penyeimbang di wilayah Kota Surakarta, karena di wilayah timur Surakarta sudah
mulai tumbuh menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan, di sebelah barat
dikembangkan sebagai kawasan industri.72Perusahaan listrik ini juga merupakan
pemegang hak tunggal dalam pengelolaan dan pemungutan pajak listrik bagi para
pengguna serta pelanggan listrik di kota.73
Keberadaan listrik seakan merubah budaya dan ekonomi perkotaan di
Solo. Dengan adanya jaringan listrik, arus informasi menjadi semakin deras.
Munculnya stasiun radio NIROM (Nederlandsch Indie Radio Omroep).
Komunikasi pun menjadi lancar ketika ditambah fasilitas telepon. Berbagai sarana
kota seperti listrik dan telepon ini sangat mendukung tumbuh dan berkembangnya
pusat-pusat pertemuan dan penginapan (hotel). Untuk aktivitas pertemuan
72 Wilayah timur sebagai pusat pemerintahan karena terdapatnyaBenteng Vastenburg, rumah Residen, Puro Maangkunegaran serta KratonKasunanan dan terdapat Pasar Gede serta Pasar Legi sebagai pusat perekonomianrakyat. Periksa Setiadi Bram, Qomarul Hadi, D.S. Tri Handayani, Raja di AlamRepublik (Kraton Kasunanan dan Paku Buwana XII), (Surakarta: PT Bina RenaPariwara, 2001), hlm. 28.
73Tentang pengesahan pemasangan listrik di Solo ini Lihat Besluit vanGouvernoor Generaal 20 November 1913 No. 58.Posisi monopoli SEM dalammengelola listrik dan usaha administrasinya ini diwarisi oleh Perusahaan ListrikNegara (PLN) pada jaman modern sekarang ini. Periksa Kusumastuti, Loc.Cit.Lihat pula Arfani,op.cit.,hlm. 34
81
terdapat beberapa seperti Societeit Harmonie, Societeit Militer serta Theosophie.74
Begitu pula dengan hotel, beberapa hotel yang terkenal yaitu Hotel Rusche,75Hotel
Dohne, Hotel Slier dan Schouwburg Hotel Solo76.
Menyambut dengan adanya instalasi listrik, Hotel Rusche berbenah untuk
meningkatkan pelayanan.Dengan segera Hotel Rusche merenovasi gedungnya dan
memasang instalasi untuk 36 kamarnya.Hampir keseluruhan kamar yang tersedia
di hotel diterangi lampu di setiap kamarnya. Dalam setahun perusahaan menjual
sebanyak 3.586 lampu.Pengguna terbanyak adalah Kasunanan Surakarta, dengan
200 lampu.Sunan merencanakan untuk membeli lebih dari 1.000 lampu untuk
penerangan jalan.77
Hubungan antara seni pertunjukkan dan para pedagang menjadi simbiosis
mutualisme ketika listrik menerangi kota. Munculnya jenis-jenis hiburan dan
pertunjukkan di kota Surakarta, dimanfaatkan oleh para pedagang dan penjaja
makanan untuk berjualan. Setiap ada pemutaran film di Bioskop maupun
pertunjukkan Stambul, para pedagang es dan jajanan sudah memenuhi tempat
74Susanto, “Penetrasi Budaya Asing di Surakarta”, Dalam JurnalDIAKRONIK Vol.1 No. 5 Juli 2004, hlm. 105
75 Hotel Rusche merupakan salah satu hotel ternama di kota Solo. Rajadari Siam pernah menginap di hotel ini. Berita tentang menginapnya Raja Siamdimuat dalam surat kabar De Locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 27 Juni 1901.
76Hotel ini juga sering disebut dengan hotel theatre.Dengan ruang yangcukup luas, Hotel Schouwburg cocok untuk yang hendak menginap baik keluargaataupun sebagai tempat tinggal dalam jangka panjang. Hotel ini per-malamdikenakan biaya antara f 3,5 - f 4,5. De Locomotief : Samarangsch handles-enadvertentie-blad, 28 Januari 1903.
77Kuntowijoyo, “The Making of a Modern Urban Ecology: Social andEconomic History of Solo 1900-1915”, Dalam Lembaran Sejarah Vol.3 No.1Tahun 2000. Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra UGM. hlm. 165.
82
diadakannya pementasan untuk menggelarkan dan menawarkan barang
dagangannya.
Pemanfaatan listrik juga disambut positif oleh para pelaku usaha.Dengan
adanya energi listrik yang tersedia berkat NV. SEM muncul beberapa perusahaan
penting di Solo. Bidang penjualan buku serta percetakan terdapat NV.
Kunsthandel en Handelsdrukkerij J. Sigrits dan Vogel van der Heijde en Co. eigen
Th Roeland Landbouw. Akibatnya perkembangan literasi Kota Solo perlahan
hidup karena perusahaan percetakan yang sudah memadai.Selain itu, berdiri pula
pabrik es yang bertempat di Purwosari. Pabrik es tersebut adalah Pabrik Es Sari
Petodjo, yang dikelola oleh pengusaha berkebangsaan Cina bernama Sie Dhian
Ho. Tidak hanya Pabrik Es Sari Petodjo, Mineraalwaterfabriek dan Solosche Ijsen
berada di Solo dibawah pengelolaan Tuan Watsch.78
C. Kebijakan Kolonial dalam Penuntasan Kemiskinan
Mencaripekerjaan di kota memang tidak mudah. Para pendatang yang
hendak mencari nafkah di kota harus memiliki keahlian dan modal. Nasib
pendatang yang tidak mempunyai keahlian dan modal yang cukup terpaksa
menganggur, akhirnya mereka jatuh miskin. Menyambung hidup sehari-hari pun
susah bila tidak punya pekerjaan sebagai penopang.
Pemerintah mempunyai cara untuk mengatasi angka kemiskinan dan
pengangguran. Asisten Residen, Helsdingen bersama rekan-rekannya mendirikan
rumah pemeliharaan bagi orang miskin yang tidak berpekerjaan. Rumah
pemeliharaan itu bernama Armenzorgbertempat di kampung Margoyudan, daerah
78Tiknopranoto dan Madisuwignyo.Op.cit, hlm. 53.
83
wilayah kekuasan Mangkunegaran. Pada tanggal 22 Agustus 1919, Raden
Ngabehi Kartowardono seorang Onder Regent di Sukoharjo datang mengunjungi
Armenzorg untuk melakukan survey. Kedatangan Raden Ngabehi Kartowardono
mempunyai tujuan untuk mengetahui apa saja kegiatan orang yang tinggal di
Armenzorg, apabila yang dilakukan memiliki nilai positif, para tahanan yang
berada di Sukoharjo akan dikirim ke Armenzorg dan meminta upah sekedarnya.79
Rumah pemeliharaan Armenzorg bermanfaat bagi para pendatang yang
nihil kemampuan. Pada tahun 1919, kurang lebih 74 orang yang dipelihara, 150
orang yang telah meninggalkan Armenzorgberpindah ke kolonisatie di Lampung
untuk mengusahakan sawah dan ladang. Di Armenzorg mereka itu diberikan
pelajaran menganyam untuk membuat keset, tali, bakul.Logistik sehari-hari juga
terjamin, dalam satu hari makan 3 kali, yaitu, waktu pagi, siang dan malam hari.80
Jaminan hidup keseharian dan pekerjaan sudah lengkap di rumah
pemeliharaan Armenzorg.Waktu pagi hari disediakan ketela rebus untuk sarapan,
yang diambil dari tanaman milik Armenzorg.Pada siang dan malam hari, nasi
dengan lauk dan sayur sayur sekedarnya. Masing-masing penghuni juga mendpat
uang belanja f 0,05 sehari. Adapun uang f 0,05 sehari itu voorschot dari hasil
kerajinan menganyam yang rutin dilakukan di Armenzorg. Apabila pekerjaan
(anaman) telah selesai dan laku terjual, pendapatan keseluruhan dipotong
voorschot dan dibagi rata.Orang-orang yang tinggal di Armenzorgpun terlihat
senang.Beberapa hasil pekerjaan orang yang tinggal di Armenzorg adalah
membuat dan menjual keset. Harga kesetdengan kualitas No.I dengan panjang
79Darmo Kondo, Agustus 1919.
80Ibid.
84
ukuran 1 meterdijual f 3.25; kualitas No.2 seharga f 3; kualitas No.3 seharga f
2.25 dan No.4 seharga f 2.81
Rumah Armenzorg memiliki hubungan baik dengan jaringan masyarakat
di desa. Hubungan Armenzorg dengan potensi desa adalah pemanfaatan sumber
daya alam. Desa yang melimpah urat kulit kelapa dibutuhkan oleh Armenzorg
yang berada di kota untuk membuat keset. Adapun Armenzorg dapat urat kulit
kelapa (sepet) beli dari orang orang desa f 0,25 per pikul. Harga urat kulit kelapa
yang sudah bersih tidak ada kotorannya f 0.15 per kati.Maka dari itu,penduduk
desa diperintahkan supaya rajin mengumpulkan kulit-kulit kelapa tersebut guna
dijual kepada Armenzorg.Sebenarnya, hubungan desa-kota di berbagai bidang
terutama ekonomi sangat berhubungan erat.Pada masa berikutnya, hubungan
keduanya saling mempengaruhi untuk menghadapi beberapa persoalan ekonomi.
81Ibid.
top related