bab iii dinamika sosial budaya masyarakat arab … · di bidang sosial masyarakat, terutama dikenal...
Post on 13-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
48
BAB III
DINAMIKA SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ARAB AMPEL
TAHUN 1955 – 1998
A. Sistem Sosial Masyarakat Arab Kampung Ampel
Sistem kekerabatan masyarakat Arab kampung Ampel menganut sistem
kekerabatan berdasarkan garis keturunan ayah atau disebut sebagai sistem
patrilineal1. Hal ini dilatarbelakangi dasar historis mengenai kedatangan awal
imigran Hadramaut di kota Surabaya, mayoritas adalah pria. Selain bertujuan untuk
berdagang di kawasan pesisir Surabaya, mereka membentuk sebuah pemukiman
dengan menikahi wanita pribumi setempat2.
Masyarakat etnis Arab dikenal memiliki dua golongan yaitu golongan
Sayyid serta golongan Syekh, golongan Sayyid dikenal sebagai golongan keturunan
Nabi Muhammad SAW serta memiliki status sosial lebih tinggi bila dibandingkan
dengan golongan Syekh. Golongan Syekh merupakan golongan keturunan Arab
namun tidak memiliki garis keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Kedua golongan ini cukup berpengaruh dalam dinamika kehidupan masyarakat
1 Lihat permasalahan studi penelusuran garis keturunan atau family
history, Elsbeth locher-Scholten, halaman : 180 2 Orang Asli Hadramaut dipanggil sebagai wulati atau totok, sedangkan
campuran Indo-Hadramaut adalah Muwallad atau peranakan. Hal ini akibat
perkawinan campur dengan masyarakat pribumi. Lihat Huub de Jonge, 2004, Abdul
Rahman Baswedan and The Emancipation of The Hadramis in Indonesia, Asian
Jurnal of Social Sciences, Vol 32, No 3.
49
kampung Ampel secara keseluruhan, terutama dalam bidang sosial, ekonomi,
politik, maupun budaya.
Golongan Sayyid atau Alawi dikenali dengan ciri khas berupa pakaian serba
putih, menandakan status sosial mereka tinggi, namun kebanyakan mereka sangat
sulit bergaul dengan sebagian besar masyarakat, hanya beberapa orang saja yang
bisa bergaul dan berkomunikasi dengan golongan mereka. Sebutan laki-laki dari
golongan sayyid disebut syarif, sedangkan wanita dari golongan sayyid disebut
syarifah. Syarifah dikenali dengan pakaian bergamis hitam serta memiliki aturan
ketat dalam pergaulan untuk menjaga kehormatan maupun harga diri keluarganya.
Golongan Syekh atau non Alawi justru menunjukkan sikap sebaliknya, hal
ini ditunjukkan dengan sikap keterbukaan maupun pembauran dengan seluruh
lapisan masyarakat multietnis. Golongan syekh menganggap bahwa keterbukaan
adalah langkah awal untuk saling berbaur dan bahu membahu kehidupan masing-
masing pihak, tanpa adanya diskriminasi satu sama lain3.
Kedua golongan juga dikenal memiliki organisasi masyarakat, golongan
Sayyid dikenal memiliki organisasi Al-Jamiyat al- Khairiyah, sedangkan golongan
Syekh dikenal memiliki organisasi terkenal yaitu Al-irsyad. Organisasi ini bergerak
di bidang sosial masyarakat, terutama dikenal dalam bidang pendidikan mulai dari
tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga tingkat menengah ke atas (SMA).
Masyarakat umum juga mengenal organisasi ini menyediakan sebuah gedung untuk
3 Lihat permasalah mengenai toleransi dalam Suaidi Asy’ari (eds), 2003,
Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini, Jakarta : INIS dan Pusat Bahasa dan
Budaya UIN Syarif Hidayatullah, halaman : 175.
50
disewakan kepada umum, terutama pesta perkawinan maupun acara seremonial
lainnya.
Organisasi Al-Jamiyat al-Khairiyah merupakan sebuah organisasi
masyarakat yang didirikan oleh golongan sayyid pada tahun 1905. Organisasi ini
bergerak di bidang pendidikan serta memiliki kontribusi cukup penting dalam
sejarah pergerakan nasional. Mereka mengenalkan sistem pendidikan modern
digabungkan dengan pendidikan agama, pada tahun 1913 organisasi ini juga
bergerak di bidang surat kabar maupun percetakan. Usaha percetakan mereka juga
pernah dipimpin oleh salah satu tokoh pergerakan ternama yaitu Umar Said
Tjokroaminoto4.
Organisasi Al-Irsyad adalah pecahan dari anggota organisasi Al-Khairiyah
yang tidak satu pendapat dengan mereka. Organisasi ini bergerak di bidang sosial
seperti pendidikan, persewaan gedung untuk kegiatan masyarakat, dan lain-lain.
Tahun 1914 mereka memiliki sekolah khusus untuk guru hingga sekolah agama5.
Latar belakang terbentuknya kedua organisasi tersebut tidak lepas dari
konflik internal antar kedua belah pihak, bahkan konflik ini terbawa hingga proses
terbentuknya organisasi Partai Arab Indonesia. Golongan Sayyid memandang
bahwa mereka bangga dengan identitas sebagai orang Arab maupun prestise sosial
tinggi, sedangkan golongan Syekh memandang bahwa semua orang memiliki status
4 Maslakhatul Nurul Aini, 2013, Masyarakat Arab Islam di Ampel Surabaya
dalam Struktur Kota Bawah Tahun 1816 – 1918, tidak diterbitkan, Surabaya :
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Adab, halaman : 88 5 Ibid
51
sosial sama dan berhak menentukan nasibnya sendiri untuk menjadi bagian sebuah
bangsa atau negara6.
Kedua golongan berperan aktif dalam bidang ekonomi, terutama sebagai
seorang saudagar besar maupun pedagang. Keberadaan masjid Agung Sunan
Ampel beserta makam Sunan Ampel dan para pengikutnya menjadi lahan strategis
bagi mereka, hal ini tentunya menambah daya tarik tersendiri terutama para
peziarah dari berbagai lapisan masyarakat setiap tahun datang ke tempat ini untuk
berziarah maupun membeli oleh-oleh khas timur tengah di pasar yang bernama
Pasar Gubah7.
Masyarakat Arab dikenal cukup keras dalam mendidik anak-anak mereka,
sejak dari kecil mereka ditanamkan untuk fasih berbahasa Arab serta menekankan
pendidikan mengenai moral maupun kewirausahaan. Anak-anak mereka pandai
dalam bidang kesenian seperti marawis, pandai dalam hal bersyair, hingga dancing.
Memasuki usia dewasa, anak-anak mereka akan disuruh memilih untuk
meneruskan usaha orang tuanya maupun memilih jalan hidupnya sendiri Masalah
pendidikan bagi masyarakat etnis Arab memiliki tingkat kepedulian yang cukup
tinggi, hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya dari mereka yang sudah
6 Sebuah suku atau masyarakat menjadi atau tidak menjadi sebagai bangsa
tergantung kepada keadaan politik pada waktu tersebut. Lihat Harold K. Issacs,
1993, Pemujaan Terhadap Kelompok Etnis : Identitas Kelompok dan Perubahan
Politik, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta. 7 Awalnya pasar ini bernama pasar Gubah, pasar ini berdiri pada awal tahun
1900 an dan menjadi daya tarik bagi wisatawan dalam menyediakan buah tangan
khas timur tengah. Pasar ini tidak hanya terdiri dari golongan Arab, tetapi golongan
Jawa, Madura, maupun etnis lainnya. Pengelolaan pasar tidak diatur oleh
pemerintahan Kota Surabaya karena keberadaannya muncul secara tiba-tiba.
52
mengenyam pendidikan tinggi8. Salah satu masalah lain yang cukup sensitif bagi
masyarakat Arab adalah masalah perkawinan, terutama perkawinan antaretnis
dianggap suatu aib atau momok bagi sebagian golongan keluarga ata fams di
kampung Ampel9.
Perkawinan merupakan salah satu sarana efektif dalam mempertahankan
suatu garis keturunan maupun status sosial dalam struktur sosial masyarakat Arab.
Mayoritas pemuda Arab bebas untuk memilih wanita yang ingin dinikahi, terutama
wanita yang berasal dari etnis Jawa. Hal ini dikarenakan bahwa menikah dengan
wanita Jawa lebih mudah bila dibandingkan menikah dengan sesama etnis Arab.
Pemudi etnis Arab dituntut selektif dalam memilih pasangan hidup, hal ini
didasarkan untuk menjaga kemurnian garis keturunan atau fams. Sebagian keluarga
menganggap bahwa wanita Arab tidak boleh sembarangan menikahi laki-laki,
terutama laki-laki Jawa yang dikenal sebagai masyarakat kelas dua. Alasan lain
yaitu mempertimbangkan status, pendidikan, dan asal-usul ia berasal.
Beberapa kasus mencatat bahwa tidak jarang ada sebagian orang melanggar
aturan tersebut baik dari golongan Sayyid maupun Syekh, siapapun yang melanggar
8 Dahulu, ada tradisi atau kebiasaan di masyarakat Arab yang bermukim di
Nusantara untuk mengirimkan anak-anaknya ke Hadramaut, tradisi tersebut disebut
inisiasi. Tradisi ini mulai menghilang semenjak akhir tahun 1960 an karena
kemajuan pendidikan modern di Indonesia. Lihat Zefri Al-Katiri, 2013,
Menghilangnya Tradisi Bersyair pada Masyarakat Keturunan Arab di Pesisir
Utara Pulau Jawa, Volume 1, No, 2, Jurnal Susur Galur : Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Indonesia. 9 Lihat polemik pernikahan etnis Arab dengan etnis lain, Nunung Hidayati,
2014, Pernikahan Antar Etnis Arab dan Jawa di Kelurahan Ampel Kecamatan
Semampir Kota Surabaya, Skripsi, Tidak Diterbitkan, Surabaya : Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
53
akan mendapatkan sanksi sosial berupa dikucilkan dari keluarga besar serta dicoret
dari daftar ahli waris10. Kasus ini terjadi oleh beberapa keluarga yang memiliki
pemikiran kolot maupun tradisi kuat. Selain itu, tidak beberapa keluarga memiliki
alasan rasional untuk menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki non Arab
karena alasan ekonomi cukup, pendidikan tinggi, dan lain-lain.
Masyarakat etnis Arab memiliki pandangan tersendiri terhadap etnis lain,
terutama dalam menyebut panggilan terhadap etnis lain. Berdasarkan wawancara
dengan Bapak Khatib selaku ketua Pokdwaris Ampel, beliau menjelaskan
mengenai sebutan panggilan bagi beberapa suku etnis di kampung Ampel :
“Kalau mereka menyebut sesamanya itu adalah ‘jamaah, kalau orang
Tionghoa disebut ‘Baudeh’, kalau orang Jawa istilahnya Ahwal. Ahwal itu
adalah sebutan saudara dari ibu11.”
Bentuk panggilam semacam ini tentunya merupakan sebuah bentuk dari
asimilasi kebudayaan Arab terhadap kebudayaan lokal setempat, hal ini tidak
dipermasalahkan bagi masyarakat kampung Ampel secara keselurahan. Bahasa
pergaulan atau slang juga memiliki bentuk khas tersendiri di kampung Ampel,
seperti yang diutarakan oleh Bapak Khatib :
“Lucunya lagi, kampung ini punya slang dengan dasar bahasa Arab,
bahasanya kalau menurut saya sendiri tidak mengindahkan grammar atau
tata bahasa, ndak lanang ndak wedok ente semua, mbuh iku Arab, Jawa,
Madura, Tionghoa, India. Saya menemukan sekitar 300 kata slang dan
masih terus bertambah dari waktu ke waktu12.
Bentuk ciri khas budaya semacam ini menambah keragaman budaya dari
antaretnis untuk saling menunjukkan identitas mereka dalam sebuah ikatan
bernama ‘kampung’ dalam budaya perkotaan. Fungi dari identitas kelompok dasar
berhubungan erat dengan dua unsur pokok yang amat penting yaitu kepribadian
10 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 22 Juni 2016 11 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 22 Juni 2016 12 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 22 Juni 2016
54
individu dan pengalaman hidup. Pada akhirnya rasa memiliki serta kualitas rasa
harga diri masing-masing etnis mampu menciptakan sebuah kerukunan perilaku
diantara anggota kelompok maupun antar kelompok etnis13.
B. Dinamika Masyarakat Arab Ampel Tahun 1955 – 1998
1. Munculnya Front Anti Komunisme Ampel (Tahun 1955 – 1966)
a. Perkembangan Komunisme di Kota Surabaya
Kawasan Jawa Timur dikenal sebagai kawasan santri, mayoritas
penduduk Jawa Timur memiliki matapencaharian sebagai petani. Islam
berkembang pesat semenjak berdirinya pesantren seperti Tebuireng maupun
Lirboyo. Namun, semenjak peristiwa kudeta PKI tahun 1948 di Madiun14,
Komunisme mulai menyasar masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan
isu ‘7 Setan Desa’15. Komunisme mulai menyasar kawasan perkotaan,
karena gerakan kiri tumbuh subur di daerah pusat industri, terutama
13 Suaidi Asy’ari (eds), 2003, Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini,
Jakarta : INIS dan Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, halaman :
52 14 Setelah peristiwa Madiun 1948, PKI mulai bangkit tahun 1951 dengan
mengadakan sidang pleno 7 Januari 1951. D.N Aidit berhasil menjadi pimpinan
PKI menggeser kepemimpinan golongan tua seperti Alimin. D.N Aidit terpilih
karena masih sejalan dengan prinsip ‘Jalan Baru Musso’. Lihat Soegiarso Soerojo,
1988, Siapa Menabur Angin Ia Menuai Badai : G30S/PKI & Peran Bung Karno,
CV Sri Murni : Jakarta, halaman : 51. 15 7 Setan Desa terdiri dari : tuan tanah jahat, lintah darat, tengkulak jahat,
tukang ijon, penguasa jahat, kapitalis birokrat dan bandit-bandit desa.
55
kawasan pesisir. Gerakan kiri di kawasan pusat industri didominasi oleh
golongan buruh kerja maupun pekerja lepas.
Kawasan pusat industri seperti Surabaya tidak terlepas dari
penyebaran ideologi komunisme. Keadaan kota Surabaya pascarevolusi 10
November 1945 mulai di dominasi oleh golongan kiri dalam spektrum
politik. Frederick menyebut bahwa Surabaya tidak pernah menjadi pusat
aktivitas politik radikal hingga menjelang revolusi fisik meletus16.
Permasalahan konflik agraria di kota Surabaya, termasuk UUPA
Agraria tahun 1960 berhasil dimanfaatkan oleh PKI untuk menyebarkan
propaganda. Hampir sebagian daerah merupakan basis-basis massa PKI,
seperti daerah Kupang, Kranggan, dan Nyamplungan17. Pengaruh PKI
dalam bidang politik lokal di Surabaya terlihat dari terpilihnya dua
simpatisan partai sebagai walikota Surabaya yaitu : D.R Satrio (1958 –
1963) dan Moerrachman S.H (1963 – 1965)18. PKI memanfaatkan kekuatan
pemerintah untuk menghapus citra buruk mengenai kudeta Madiun tahun
1948. PKI berhasil menduduki peringkat kedua Pemilu 1955 di Jawa Timur
16 Pradipto Niwandhono, 2014, Palu Arit di Kota Pahlawan : Peran Politik
Golongan Komunis di Surabaya Masa Demokrasi Terpimpin 1957 – 1966, Jurnal
Mozaik, Vol 14, No 2, Pendidikan Sejarah Unesa : Surabaya, halaman 220. 17 Arya W. Wirayuda, Dari Klaim Sepihak hingga Land Reform : Konflik
Penguasaan Tanah di Surabaya 1959 – 1967, STPN Press : Surabaya.
Halaman : 70. 18 Purnawan Basundoro, 2012, Sejarah Pemerintahan Kota Surabaya Sejak
Masa Kolonial sampai Masa Reformasi 1906 – 2012, Departemen Sejarah UNAIR
: Surabaya, halaman 223.
56
dengan perolehan 2.274.523 suara19. PKI memperoleh kemenangan nyaris
mutlak di kota Surabaya, kecuali di sejumlah wilayah dimana komunitas
Islam modernis lebih dominan seperti di kawasan Ampel, Surabaya Utara20.
Kemenangan PKI di berbagai kawasan kota Surabaya rupanya
mengundang perhatian dari kalangan Islam seperti Masyumi dan NU.
Muktamar Masyumi VII 3-7 Desember 1954 menghasilkan fatwa mengenai
ideologi komunisme, majelis syuro pusat Masyumi menagnggap bahwa
penggunaan kekerasan sebagai implementasi dari tujuan ‘menghalalkan
segala cara’ oleh penganut komunis dinilai membahayakan seluruh
golongan masyarakat21.
Semenjak fatwa tersebut ditetapkan, organisasi massa PKI dan NU
sering konflik dalam menegakkan ideologi masing-masing. NU
menggunakan khotbah Jum’at sebagai wahana propaganda politik dalam
membendung ideologi komunis22, sedangkan PKI menggunakan kesenian
19 Soegiarso Soerojo, 1988, Siapa Menabur Angin Ia Menuai Badai :
G30S/PKI & Peran Bung Karno, CV Sri Murni : Jakarta, halaman : 91. 20 Op. Cit, halaman : 225. 21 Samsuri, 2001, Komunisme dalam Pergumulan Wacana Ideologi
Masyumi, Millah : Jurnal Studi Agama, Vol 1, No 1, UIN Sunan Ampel : Surabaya,
halaman 113. 22 Ketegangan NU vs PKI kian memuncak semenjak penguasaan tanah oleh
PKI di Banyu Urip, konflik Kembang Kuning antara NU vs PKI, hingga masa
pemerintahan Walikota Surabaya Murrachman (1963 – 1965) semenjak dilantik
tahun 1963. Lihat Arya W. Wirayuda, Dari Klaim Sepihak hingga Land Reform :
Konflik Penguasaan Tanah di Surabaya 1959 – 1967, STPN Press : Surabaya.
57
rakyat (Lekra) untuk tujuan serupa dengan menggunakan kesenian
Ludruk23.
Kampung Ampel sebagai kawasan Islam modernis adalah garda
terdepan dalam membendung ideologi komunisme, hal ini ditunjukkan
dengan berdirinya sebuah organisasi massa bernama Front Anti Komunisme
atau FAK. Organisasi FAK didirikan dengan dasar doktrin jihad dalam
memberikan pengaruh masif membendung pengaruh komunisme, FAK juga
didukung oleh organisasi massa seperti GP Anshor NU. Operasi ‘Pertanu’
di Jawa Timur dilakukan untuk membendung ideologi komunisme24.
b. Hasan Aidid : Pendiri Front Anti Komunisme (FAK)
Hasan Aidid lahir di Kepulauan Bonerate, Makaasar, Sulawesi
Selatan tahun 1910. Ia memiliki garis keturunan campuran Arab dari ayah
dan ibu dari Sulawesi Selatan. Isterinya, Hj. Zubaidah Daeng Sikati adalah
keturunan bangsawan Bugis. Terakhir beliau tinggal di Jl. Malik Ibrahim
(Embong Arab/ Gapuro) kota Gresik. Ketika pertama kali datang ke Pulau
Jawa beliau sempat tinggal di kota Tegal, kemudian hijrah ke kawasan
Kampung Ampel Surabaya.
23 Purnawan Basundoro, 2012, Sejarah Pemerintahan Kota Surabaya Sejak
Masa Kolonial sampai Masa Reformasi 1906 – 2012, Departemen Sejarah
UNAIR : Surabaya, halaman 225. 24 Operasi Pertanu merupakan operasi pembersihan orang-orang PKI di
Jawa Timur, dilakukan oleh organisasi masyarakat GP Anshor. GP Anshor
melatarbelakangi lahirnya algojo di Jawa Timur, termasuk Surabaya. Lihat Arya
W. Wirayuda, Dari Klaim Sepihak hingga Land Reform : Konflik Penguasaan
Tanah di Surabaya 1959 – 1967, STPN Press : Surabaya, halaman : 83.
58
Gambar 4
Hasan Aidid, Pendiri Front Anti Komunisme Jawa Timur
Sumber : Dokumentasi Pribadi Bapak Khatib
Beliau dikenal sebagai aktivis Islam serta politikus partai Masyumi.
Semangat berapi-api beliau ketika berpidato di mimbar hingga menarik
perhatian masyarakat umum membuat beliau dikenal sebagai ‘Singa
Podium, bersama K.H. Annur Rofiq (Anak K.H Mas Mansur), dan K.H. Isa
Anshori dikenal sebagai ‘tiga serangkai’.
Hasan Aidid pernah melawan salah satu tulisan dari seorang atheis
asal Malang, Muhammad Ahsan. Ia menulis secara terbuka di Surat Kabar
Harian Rakyat, 9 Agustus 1955. Ahsan menanggap bahwa sosok Tuhan itu
tidak ada serta menanggap segala sesuatu di dunia ini terbentuk dari proses
evolusi seperti teori evolusi Darwin mengenai asal mula manusia, Hasan
menanggapi hal ini dengan tegas bahwa “Islam mengajarkan kepada umat
59
manusia bahwa Tuhan itu memang tidak berbentuk, namun ada di dalam
hati nurani setiap manusia. Segala sesuatu hal di dunia adalah kehendak
dari-Nya serta mengakui Tuhan itu Esa”25. Hubungan erat antara agama dan
ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan, keduanya adalah dua sisi koin
yang berbeda namun saling membutuhkan satu sama lain.
Memasuki era demokrasi terpimpin, Hasan Aidid mendirikan
sebuah organisasi massa bernama Front Anti Komunisme atau FAK.
Organisasi tersebut berdiri pada tahun 1955 dan memiliki kantor sekretariat
di depan Kali Pegirian. Salah satu tujuan dari gerakan ini adalah upaya
untuk menangkal paham radikalisme atau komunisme yang cenderung
menempatkan materi di atas segalanya.
Selain menulis di kolom surat kabar, beliau berhasil membubarkan
rapat PKI yang dipimpin oleh D.N Aidit pada tahun 1962 di kota Malang.
Bersama dengan An-Nur Rofiq serta Isa Anshori menghentikan secara
paksa rapat tersebut dan meminta D.N Aidit turun dari mimbar pidato.
Setelah kejadian tersebut, PKI melancarkan fitnahnya dengan menuduh
Hasan Aidid dan kawan-kawan melakukan aksi anarkis dan brutal dalam
rapat tersebut, namun hal tersebut tidak dapat terbukti kebenarannya.
25 Wisata Ampel Surabaya dalam tulisan Mengenang Tokoh Ampel : Hasan
Aidid (1910 – 1979)
60
Gambar 5
D.N Aidit Berorasi di Kota Malang
Sumber : Dokumentasi Pribadi Bapak Khotib
Hasan Aidid mengakui bahwa D.N Aidit memiliki garis keturunan
Arab sehingga Aidit menganti nama fams dengan nama Aidit. Bahkan awal
nama dari seorang D.N Aidit adalah Djafar Nur dan bukan Dipo
Nusantara26, hal ini diperkuat oleh informasi yang didapat oleh bapak
Khotib secara langsung dari Hasan Aidid.
Setelah berhasil menumpas gerakan PKI di kawasan Kampung
Ampel, beliau kembali aktif dalam dunia dakwah dan keislaman dengan
aktif dalam study club maupun acara debat mengenai bab keislaman. Beliau
tergabung dalam Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDI) pimpinan M.
26 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016
61
Natsir di Jakarta serta aktif di dalam kegiatan dakwah. Beliau menutup usia
pada tahun 1979 ketika melakukan ibadah haji di Mekkah, Arab Saudi.
2. Perubahan Gaya Hidup Masyarakat Arab (Tahun 1967)
a. Munculnya Tren Budaya Musik Rock & Dansa Tahun 70 an
Memasuki tahuh 70 an, dunia memasuki era baru dalam musik
seperti berkembangnya gaya dancing terbaru, musik rock n roll, hingga
mode pakaian anak muda saat itu. Indonesia mulai mengikuti tren semenjak
dibukanya kembali hubungan kerjasama dengan negara-negara lain di
dunia, terutama dalam bidang ekonomi.
Semenjak terbukanya kembali Indonesia dalam arus global,
berbagai jenis genre musik maupun mode pakaian tumbuh menjamur di
kalangan anak muda. Genre musik pop dan rock adalah salah satu jenis
musik favorit yang disukai oleh anak muda pada waktu itu, gaya pakaian
ala 70 an juga ikut mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat umum,
termasuk masyarakat Arab Kampung Ampel Surabaya.
Anak-anak etnis Arab dikenal memiliki darah seni tinggi sejak lahir,
beberapa diantara memiliki sebuah bakat atau talent yang diwariskan oleh
orang tua maupun garis keturunannya. Bentuk-bentuk keahlian dalam
bidang seni ditunjukan dalam bentuk menulis syair, seni gambus, maupun
62
gaya dancing dengan gerakan luwes dan enak dilihat27. Keahlian tersebut
hanya dapat dimiliki oleh beberapa orang tertentu.
Keahlian menulis syair lagu dimiliki oleh artis keturunan Arab yang
bersinar di era tahun 70 an, beliau dikenal dengan nama Ahmad Albar. Ia
adalah vokalis Godbless sekaligus anak dari penyair lagu terkenal abad – 20
yaitu Syekh Albar, bakat menulis syair diturunkan oleh ayahnya karena
memiliki kepiawaian dalam merangkai kata-kata untuk menunjukkan
sebuah ekspresi jiwa, luapan emosi manusia, maupun bentuk kritik sosial.
Warna musik Godbless lebih cenderung kepada bentuk kritik sosial
maupun ekspresi diri seorang Achmad Albar dalam mewarnai tren musik
pop maupun rock dari tahun 70 hingga 80 an., lagu terkenal seperti : syair
kehidupan, semut hitam, hingga kehidupan menjadi lagu unggulan pada
waktu tersebut.
Sejalan dengan pemikiran Jalaludin Rummi, ia berpendapat
mengenai hubungan antara Islam dan musik, “Terdapat aneka ragam dan
jalan menuju Tuhan, pilihanku adalah musik dan tari”. Hal ini kemudian
dibenarkan oleh Ibn Arabi bahwa mendengarkan musik dapat mengantarkan
seseorang kepada suatu pengalaman spiritual tinggi28. Musik memiliki
pengaruh cukup besar terhadap realitas kehidupan sosial manusia. Musik
27 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 22 Juni 2016 28 Alwi Shihab, 1998, Islam Inklusif : Menuju Sikap Terbuka dalam
Beragama, Mizan : Bandung, halaman : 232
63
tidak hanya menyentuh, tetapi juga meresap dan merasuki jiwa dan hati
pendengarnya.
Musik juga memiliki efek negatif apabila mengandung lirik yang
bernuansa keburukan maupun pendangkalan spiritual, apalagi mengenai
pelanggaran moral dan agama. Berbagai tema-tema lagu berkembang di
tahun 70-80 an adalah bertema kriminal, percintaan, obat terlarang dan
masih banyak lagi29. Pengaruh buruk dari musik harus bisa dicegah dan
dihindari oleh pendengarnya karena akan memberikan dampak buruk di
kemudian hari baik kepada diri sendiri maupun lingkungn sosialnya.
Masuknya tren budaya pop maupun rock dari luar membawa
pengaruh besar dalam munculnya radio-radio amatir, termasuk kota
Surabaya30. Anak-anak muda mulai akrab dengan radio sebagai sarana
komunikasi dan hiburan efektif pada waktu tersebut karena minimnya
saluran acara televisi.
Selain bidang musik, mereka juga pandai dalam bidang dansa atau
dancing. Budaya dansa atau dancing sudah menjadi bagian hidup etnis Arab
baik dari Hadramaut maupun di Indonesia. Menurut penuturan bapak
Khotib, anak-anak dengan talenta semacam ini hanya dimiliki oleh keluarga
dengan bakat seni tinggi31. Mereka berdansa dengan gerakan luwes dan
sehingga orang-orang melihatnya ingin ikut berdansa dengan gaya rock n
29 Ibid halaman : 234. 30 Wawancara dengan Achmad Affandi, tanggal 18 Agustus 2016. 31 Wawancara dengan Umar Askari, tanggal 27 Juni 2016.
64
roll, blues, maupun gaya lainnya dengan diiringi musik32. Bahkan ada
beberapa diantara mereka menjadi juara nasional dan menjadi pelatih dansa,
sangat disayangkan bahwa masyarakat etnis Arab Ampel Surabaya tidak
memiliki komunitas dansa atau musik gambus selengkap masyarakat etnis
Arab Pasar Kliwon di Kota Surakarta33.
Keberadaan mereka sangat susah untuk ditemukan, berikut adalah
pernyataan Pak Khatib mengenai dancing :
“Untuk menemukan mereka sangat susah, bahkan mereka tampil
apabila memenuhi bentuk undangan semacam pernikahan maupun
syukuran. Rata-rata mereka menetap dan hidup di kota-kota besar
selain Surabaya, hal-hal semacam tentu lebih baik apalagi memiliki
komunitas untuk mewadahi bakat seni semacam dansa. Tahun 70 an,
kampung Ampel membuktikan dirinya bahwa stigma masyarakat
non Ampel yang menyebut bahwa orang Ampel hanya gambusan,
ngaji Qur’an, dan lebih ke arah keagamaan semacam itu hanyalah
sebuah omong kosong besar karena masyarakat menilai hanya dari
luarnya saja, karena di dalam kampung ini menyimpan banyak
sekali khasanah kebudayaan antaretnis”34.
b. Asy-Syabaab : Nasionalisme dalam Sepakbola
1. Sejarah Awal Klub Asy-Syabaab
Sepakbola menjadi bagian penting dalam budaya urban, terutama
kampung Ampel. Kampung yang dikenal sebagai kampung Arab Surabaya
dikenal melahirkan banyak tokoh-tokoh terkenal dalam bidang sepakbola.
Berawal dari perkumpulan pemuda Arab maupun etnis lainnya, mereka
32 Wawancara dengan Umar Askari, tanggal 27 Juni 2016. 33 Wawancara dengan Umar Askari, tanggal 27 Juni 2016. 34 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 22 Juni 2016.
65
kemudian mendirikan sebuah klub bernama Asy-Syabaab atau dalam
bahasa Arab yaitu shohib atau sahabat.
Klub ini berdiri semenjak era pemerintah kolonial Hindia Belanda
atau tahun 1930 an. Sebelum bernama Asy-Syabaab, klub ini memiliki
nama An-Naser yang didirikan oleh Muhammad bin Said Martak,
Muhammad Bahmar yaitu kakek dari Fuad Al-Katiri, dan Salim Barmen
yaitu ayah dari Muhammad Barmen.35 Awal mula berdirinya klub adalah
keinginan jamaah warga Ampel untuk membentuk sebuah wadah dalam
menyalurkan hobi di bidang sepakbola.
Tahun 1942, klub An-Nasr mengalami pergantian nama menjadi Al-
Faouz yang berarti kemenangan. Memasuki era kemerdekaan, tanggal 16
Juni 1948 klub ini resmi berganti nama menjadi Asy-Syabaab hingga saat
ini. Pendiri klub Asy-Syabaab antara lain : Zein bin Agil sebagai ketua, Ali
Bahalwan (ayah Rusdy Bahalwan), Mochtar, Ali Salim, Ibrahim sebagai
sekretaris dan Bobsaid yang menjabat sebagai captain Arab. Klub memiliki
sekretariat atau markas di Jalan Ketapang Besar No. 28 Surabaya.
35 Wawancara dengan Muhammad Attuwy, tanggal 4 Agustus 2016.
66
Gambar 6
Pemain An-Nasr tahun 1930 an
Sumber : My Asyabaab
Masa awal perkembangan klub asy-syabaab ditandai dengan
mengikuti kompetisi amatir dan komposisi pemain sepenuhnya dari
kampung Ampel. Tahun 1948 – 1960 adalah masa sulit klub karena kalah
bersaing dengan klub etnis Tionghoa yaitu Suryanaga. Suryanaga dikenal
sebagai rival abadi dari klub Asy-syabaab, kedua klub berperan besar
terhadap perkembangan sepakbola kota Surabaya maupun tim nasional.
Para pemain yang berkontribusi dalam tim nasional adalah Fauzi
Hasan (Saudara mantan Mendikbud Fuad Hasan), Alwi bin Syekh
Abubakar, Husin bin Agil, dan Saleh Mahri. Selain timnas, klub Persebaya
Surabaya berhasil menggaet pemain seperti Achmad Barajak, Amak Guk
67
Al-Jufri, Amak Bazrawan, dan lain-lain36. Komposisi pemain mayoritas
berasal dari kampung Ampel.
Masa transisi awal klub tersebut juga diwarnai oleh kisruh
pergantian nama antara kubu dr. Thalib Bobsaid dan Muhammad Barmen.
Kubu Thalib menginginkan nama Asy-syabaab diganti menjadi Pemuda
Indonesia akibat berbau SARA, namun kubu Muh. Barmen tetap
mempertahankan nama Asy-Syabaab karena sudah menjadi identitas
maupun ciri khas dari klub37. kisruh ini sampai ke tingkat menteri hingga
akhirnya berhasil memenangkan kubu Muhammad Barman karena
kecintaan beliau terhadap kampung Ampel maupun klub.
Klub Asy-Syabaab pernah kehilangan salah satu pemain terbaiknya
yaitu Mochammad Oesman, ketika Asy-syabaab melawan klub PSAL. Ia
meninggal dunia saat pertandingan akibat pelanggaran keras yang dilakukan
oleh salah satu pemain PSAL hingga membuat cedera parah di bagian
selangkangan. Tragedi tersebut membuat para pemain seperti kehilangan
semangat bermain, namun kedua tim saling bermain sportif hingga akhir
pertandingan dan tidak ada dendam diantara kedua belah pihak akibat
tragedi tersebut.
36 Wawancara dengan Muhammad Attuwy, tanggal 4 Agustus 2016 37 Wawancara dengan Muhammad Attuwy, tanggal 4 Agustus 2016
68
Gambar 7
Pertandingan Terakhir Oesman Muhammad Melawan PSAL
Sumber : My Asyabaab
2. Masa Keemasan klub Asy-Syabaab
Era keemasan klub Asy-Syabaab diraih ketika posisi ketua klub
diambil alih oleh Muhammad Barman, seorang pengusaha kain kiloan yang
berlokasi di kawasan Kampung Ampel atau Jalan K.H Mas Mansur. Sosok
Muhammad Barman digambarkan oleh Bapak Umar Askari sebagai berikut
“dia itu orang gila bola, sampai orang-orang bilang turu wae
nganggo bantal e bal (Tidur saja dia memakai bantal bola). Dia
mencintai sepakbola untuk menghidupkan bola sehingga dia pandai
mengelola klub dengan baik, sepakbola sebagai alat persatuan.
Kalau sampai pak Mubarman meninggal dunia, klub ini juga ikut
bubar.38”
38 Wawancara dengan Umar Askari, tanggal 27 Juni 2016
69
Muhamamad Barman memiliki filosofi sukses dalam mengelola klub yaitu
: 1. Menerapkan DPR (Disiplin, Pandai, Rajin), 2. Kejujuran, 3.
Kekompakan dan kekeluargaan, 4. Berani melakukan eksperimen, 5. Serius
dalam berlatih. Karir klub menanjak drastis semenjak berhasil mencari
bakat-bakat muda hingga ke pelosok negeri, terutama lawatan ke Ambon
saat berhasil mendapatkan Jacob Sihale39.
Masa keemasan klub Asy-syabaab diawali dengan menjadi juara
kompetisi Persebaya tahun 1974, di tingkat nasional kalah secara
kontroversial saat melawan Jayakarta tahun 1975 akibat gol tangan Tuhan
Andi Lala hingga mengakibatkan kerugian berupa kekalahan 6-5 ketika adu
penalti40. Klub Asy-syabaab hanya menjadi runner up dan seluruh pemain
gagal naik haji akibat otoritas Arab Saudi membatalkan turnamen tingkat
Asia atau AFC Cup. Tingkat internal klub kembali mengalami konflik
serupa pergantian nama yaitu AFC yaitu Asy-Syabaab Football Club. Nama
tersebut tidak menggambarkan identitas Asy-Syabaab, masalah tersebut
hanya menjadi angin lalu karena pengaruh kuat dari sosok Muhamamd
Barman.
Pada masa tersebut, klub dihuni para pemain bintang seperti Abdul
Kadir (Salim Kancil), Rusdy Bahalwan, Subodro, Jacob Sihale, Rustam
39 Lihat lampiran mengenai perkembangan Asy-Syabaab dalam lawatan ke
Ambon Tahun 1970 an 40 Wawancara dengan Muhammad Attuwy, tanggal 4 Agustus 2016
70
Effendi dan lain-lain. Abdul Kadir dikenal karena kelincahannya41, Jacob
Sihale dikenal sebagai striker haus gol namun fobia kegelapan, dan Rusdy
Bahalwan dikenal sebagai pemain loyal dan berperan penting terhadap klub
Asy-Syabaab menjadi juara di tahun 80 an.
3. Masa Kemunduran Klub Asy-Syabaab
Prestasi klub tetap berada di posisi teratas walaupun ditinggalkan
oleh sejumlah pemain bintang ke klub Galatama sekitar 18 orang. Hanya
Rudsy Bahalwan dan Soebodro yang tetap bertahan di klub Asy-Syabaaab,
dan berhasil membawa klub tersebut juara nasional di Yogyakarta tahun
198142. Memasuki era Galatama, klub mulai berpartisipasi dalam liga
professional dan mengganti nama mereka menjadi Asy-Syabaab Galatama
Salim Group43. Nama Salim Group berasal dari penyokong dana terbesar
dalam membiayai dana operasional klub dalam bertanding maupun
mengurusi manajamen klub. Setelah proses akusisi klub dilakukan tahun
1991, klub mampu bersaing dengan klub papan atas seperti Kramayudha
Tiga Berlian, Petrokimia Gresik, Arsetto Solo, Persib Bandung, dan masih
banyak lagi.
41 Lihat lampiran mengenai Masa Keemasan Asy-Syabaab dalam
menghasilkan pemain nasional berkualitas. 42 Lihat lampiran Akhir Masa Kejayaan Asy-Syabaab mengenai Kejuaran
Nasional tahun 1981 di Yogyakarta. 43 Lihat lampiran Akhir Masa Kejayaan Asy-Syabaab mengenai Akusisi
Klub oleh Salim Group.
71
Prestasi terakhir klub adalah saat kompetisi Liga Galatama tahun 94-
95 dan hanya mampu menembus semifinal saat dikalahkan Persib Bandung
3-0 hingga menjadi kampiun pada waktu tersebut. Klub mulai mengalami
masa kemunduran akibat krisis multidimensional hingga memaksa Salim
Group menarik diri sebagai sponsor utama Asy-Syabaab, klub memutuskan
keluar dari kompetisi Liga Indonesia pada tahun 1996 – 1997.
4. Muhammad Attuwy : Kisah Pembuat Badge Asy-Syabaab
Muhammad Attuwy dikenal sebagai pemain sekaligus pengurus
Asy-Syabaab antara tahun 1965 – 1977. Saat menjadi pemian, ia menempati
posisi kiri luar atau kanan luar. Beliau dikenal sebagai tangan kanan
Muhammad Barmen dan menjadi pemain yang pernah bermain bersama
Rusdy Bahalwan maupun pemain hebat lainnya.
Beliau menjelaskan mengenai keberhasilan Muhammad Barman
dalam mengelola klub hingga menjadi klub disegani pada waktu tersebut :
“Manajemen itu penting, sehingga klub akan berjalan dengan baik
apabila manajemen juga dikelola secara betul dan baik, saya juga
kagum dengan manajemen Persib Bandung yang kuat sejak awal
hingga saat ini. ketika mencari bibit pemain berkualitas, kami
menyempatkan untuk turun langsung ke desa. Bahkan pak Barman
menyamar menggunakan wig, dananya juga berasal dari kantong
pribadi masing-masing.44”
Ia juga menjelaskan mengenai sepakbola sebagai alat propaganda.
Bardosono sebagai pengurus PSSI, pada waktu tersebut dikenal sebagai
sepakbola Pancasila sekaligus sebagai alat propaganda pemerintah orde
44 Wawancara dengan Muhammad Attuwy, tanggal 4 Agustus 2016
72
baru pada waktu tersebut45. Sampai saat ini, dunia sepakbola nasional
berkaitan erat dengan kepentingan politik antargolongan didalamnya.
Gambar 8
Potret Muhammad Attuwy dalam Asy-Syabaab tahun 1970 an
sSumber : Dokumentasi Pribadi Muhammad Attuwy
Ia juga dikenal sebagai penggagas pembuatan Badge Asy-Syabbab
bersama dengan Muhammad Barman, proses pembuatan badge berlangsung
selama satu bulan. Hal ini ia lakukan karena kecintaan terhadap klub Asy-
Syabaab, kebiasannya membuat TTS menjadikan dirinya sama sekali tidak
mengalami kesulitan ketiika harus menyelesaikan badge tersebut46.
45 Wawancara dengan Muhammad Attuwy, tanggal 4 Agustus 2016. 46 Fuad Al-Katiri, dkk. My Asy-Syabaab, PO Asy-Syabaab : Surabaya,
halaman : 65
73
Prestasi yang pernah diraih beliau adalah ketika mengikuti Suratin
Cup dengan memperkuat Persebaya Jr. Namun ia kecewa akibat klub
Persebaya Jr kalah dari Persid Jember dengan skor 2-1. Tahun 1977 bersama
Zein bin Agil menjadi sekretaris dan tahun 1979 bersama Cholid Ghoromah
juga nenjabat sebagai sekretaris klub47. Setelah pensiun, ia kini mendirikan
usaha bahan-bahan kimia di Jalan Panggung No. 150 Surabaya.
5. Rusdy Bahalwan : Integritas dan Loyalitas
Salah satu tokoh sepakbola yang dikenal masyarakat Surabaya
maupun Indonesia adalah Rusdy Bahalwan. Beliau lahir di Surabaya, 7 Juni
1947 dari pasangan Ali Bahalwan dan Rugaiyah Baadilah. Bakat beliau
terlihat ketika masih kecil, ia sering bermain sepakbola bersama teman-
teman akrabnya. Hingga akhirnya beliau ikut klub Asy-Syabaab. Kediaman
beliau dekat dengan stadion Gelora 10 November menjadi salah satu alasan
kuat dalam mewujudkan mimpinya menjadi pemain sepakbola. Kecintaan
kepada klub Asy-Syabaab maupun Persebaya menjadi bukti loyalitas beliau
terhadap sepakbola kota Surabaya.
Ia kemudian meneruskan sekolah di SMA 6 Surabaya tahun 1966
dan diterima di S-1 Fakultas Ekonomi Unair tahun 1967. Kecintaan beliau
terhadap beliau rupanya mengalahkan pendidikan beliau di bangku kuliah
dan memutuskan keluar untuk menekuni karirnya di Sepakbola. Setelah
keluar, ia fokus untuk menekuni sepakbola. Bersama Zein bin Agil,
47 Ibid.
74
Soebodro, Abdullah Ghoromah, dan Jacob Sihale. Ia tumbuh menjadi
pemain hebat di bawah tangan dingin seorang Muhammad Barmen.
Perjalanan karir sepakbola Rusdy Bahalwan dimulai ketika usia 14
tahun dan bergabung dengan klub Asy-Syabaab dari kampung Ampel. Ia
bertemu dengan kawan tandem yaitu Soebodro, hingga keduanya menjadi
duet andalan Asy-Syabaab di lini belakang48. Bersama Asy-Syabaab, ia
sukses memberikan gelar berupa Juara Kompetisi Persebaya 1973/1974.
Kemampuan Rusdy Bahalwan dalam mempertahankan lini belakang
rupanya membuat Persebaya tertarik untuk merekrut. Hal ini kemudian
membawa dampak positif berupa Persebaya menjadi juara I kompetisi
Divisi Utama Perserikatan 1977 – 1978. Puncaknya, ia dipanggil masuk
skuad tim nasional tahun 1972 – 1975. Bersama tim nasional, Rusdy
berhasil mengantarkan timnas menjadi juara piala Sukan (Piala Tiger) di
Singapura tahun 1972. Laga paling dikenang beliau adalah ketika Persebaya
melawan Ajax Amsterdam di stadion gelora 10 November. Pertandingan
yang digelar tahun 1975 berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan
Ajax49.
Semenjak memutuskan gantung sepatu, ia kemudian menjalani karir
sebagai pelatih dan mendapatkan sertifikat pelatih S-1 di tahun 1984. Ia
berhasil menembus posisi tiga besar beserta pelatih lainnya yaitu Edy
48 Inko Sakti Dewanto, 2011, Rusdy Bahalwan: Bola itu Bundar, Gramedia
Printing Group : Surabaya, halaman : 20. 49 Ibid halaman 37
75
Sofyan dan Sarman Panggabean50. Ia juga rela digaji 200 ribu rupiah saja
setiap bulannya. Ia melatih tim PON XII tahun 1996 dan mengantarkan tim
sepakbola Jawa Timur meraih medali emas untuk pertama kalinya51. Ia juga
pernah menjadi pelatih Persebaya tahun 1997-1998 dan berhasil membawa
Persebaya juara Ligina III. Selain itu, ia juha mencicipi atmosfer piala dunia
tahun 1990 dan menimba ilmu sepakbola di Brazil tahun 1991.
Setelah memutuskan pensiun, ia kemudian melanjutkan kembali
kuliah di UNTAG hingga S-2. Suami dari Ramadhani52 dikenal sebagai
sosok pekerja keras, kalem dan pendiam. Ia juga bekerja di pemkot
Surabaya bagian dinas perpajakan dan terjun ke dalam dunia politik tahun
2003.
Sosok Rusdy Bahalwan digambarkan sang istri sebagai berikut :
“Beliau di mata keluarga adalah sosok pekerja keras, pendiam, dan
jujur. Ia sangat bersikeras untuk membangun sepakbola di Jawa
Timur dan ia tidak mau melatih selain Persebaya maupun klub-klub
yang ada di Jawa Timur. Sosok bapak juga lebih dekat dengan
ayahnya, bakatnya dalam dunia dakwah muncul karena ayahnya
adalah seorang organisatoris aktif di Masyumi dan mendapatkan
pendidikan agama yang sangat matang”53.
Dalam benak suaminya, ia yakin bahwa banyak orang mampu berdakwah
namun masih banyak yang belum memiliki keberanian untuk
menyampaikan. Lantaran prinsip agama yang ia pegang begitu kuat, ia
50 Ibid halaman 44. 51 Wawancara dengan Ramadhani Bahalwan, tanggal 6 Agustus 2016. 52 Beliau adalah cucu dari Anwar Luthan, salah satu pemain yang ikut andil
dalam menghantarkan tim Hindia Belanda lolos ke putaran Piala Dunia 1938
sebelum dikandaskan Hongaria 6-0. 53 Wawancara dengan Ramadhani Bahalwan, tanggal 6 Agustus 2016.
76
sangat menentang adanya permainan kotor seperti pengaturan skor dan judi
bola yang merajarela pada waktu tersebut.
Kondisi kesehatan beliau mulai menurun tahun 2004 hingga
membuat dirinya hanya bisa berbicara dengan bahasa isyarat, hingga pada
tahun 2011 beliau meninggal dunia akibat melawan penyakit. Sampai detik
ini, sosok beliau akan dikenal sebagai tokoh sepakbola nasional dengan
dedikasi tinggi membangun sebuah tim dengan kesatuan solid dan
memberangus praktik suap maupun obat-obatan di dalam sebuah klub54.
Bagi beliau “Sepakbola adalah sebuah ibadah”.
3. Munculnya Makelar dari Pasar Sarkam (Tahun 1974 – 1990)
Munculnya pasar-pasar tradisional di kota Surabaya tidak lepas dari
peran pemerintah Hindia Belanda, terutama semenjak Surabaya menjadi
gementee atau kotamadya pada awal tahun 1900 an. Pemerintah berusaha
agar masyarakat umum dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama
dalam menggerakan roda perekonomian setempat. Rencana pembangunan
pasar di kotamadya Surabaya berjumlah 19 pasar baik dalam skala kecil
hingga pasar induk atau mother of the market55.
Kampung Ampel turut serta dalam rencana pembangunan pasar
tradisional pada waktu tersebut, terutama karena posisi strategis yang
berada di kawasan Surabaya utara dan diapit oleh dua sungai besar yaitu
54 Wawancara dengan Ramadhani Bahalwan, tanggal 6 Agustus 2016. 55 Wawancara dengan Muhammad Khotib, tanggal 1 Agustus 2016.
77
Kali Pegirian maupun Kalimas. Dahulu, sebuah pos penjaga dibangun oleh
pemerintah kolonial dalam menghalau serangan dari luar, terutama
melewati kali Pegirian56.
Pembangunan pasar di kawasan Ampel diawali dengan
menggunakan bangunan tipikal Belanda atau Eropa dengan ciri khas rumah
besar, kokoh, kayu berkualitas tinggi, hingga kaca menggunakan kasa57.
Sedangkan pembangunan pasar Pabean menggunakan konstruksi baja,
semua lantai pasar di kawasan Surabaya Utara menggunakan tipe porselin
sebagai alas kaki pengunjung. Namun seiring perkembangan waktu, tanah
mulai menggunduk dan menutupi sebagian besar lantai porselin tersebut.
Gambar 9
Pasar Kambing atau Sarkam tahun 1940
Sumber : Pokdarwis Ampel Surabaya
56 Wawancara dengan Rintoko B. Basuki, tanggal 17 Agustus 2016. 57 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016.
78
Sarkam atau Pasar Ampel juga memiliki keunikan tersendiri
didalamnya, sebuah fenomena munculnya para makelar. Hal ini ditandai
dengan berdirinya warung kopi yang didatangi oleh warga Ampel sendiri,
dalam kelanjutannya pembicaraan mereka mulai mengarah dalam
memberikan jasa perantara berupa makelar58. Munculnya makelar sendiri di
kawasan kampung Ampel dimulai pada tahun 1960.
Menurut bapak Khotib, beliau adalah salah satu makelar yang saat
ini masih aktif dalam hal memberikan jasa perantara. Beliau memulai
usahanya dari bangku sekolah menengah atas dengan menawarkan radio
transistor merk philips, memasuki tahun 1970 semenjak inflasi meninggi
dan menerjang perekonomian nasional, makelar menjamur tumbuh subur
hingga memberikan keuntungan berkali-kali lipat bagi sang makelar. Jasa
makelar mulai bermunculan dan menawarkan berbagai jasa mulai dari
barang elektronik, kendaraan, rumah, hingga tanah59. Sebagian besar
masyarakat etnis Arab juga ikut serta menjadi makelar hingga saat ini.
seiring perkembangan waktu, para makelar asli dari kampung Ampel juga
ikut berkurang akibat bertambahnya jumlah pendatang dari luar kota
Surabaya60.
58 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016. 59 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016. 60 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016.
79
4. Polemik Pemugaran Masjid Agung Sunan Ampel (1987 - 1995)
Masjid Agung Ampel dikenal sebagai pusat keislaman terbesar di
Jawa Timur semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit, sosok Sunan Ampel
menjadikan kampung Ampel sebagai kampung multietnis dan multikultur
dengan berbagai bentuk keragaman budaya. Bentuk keragaman budaya
ditunjukkan dalam model pemukiman warga dengan bangunan kuno khas
dari berbagai jenis arsitektur di dalamnya.
Ketenangan penduduk kampung Ampel terusik ketika muncul isu
proyek pemugaran Masjid Agung Sunan Ampel dengan menggusur
pemukiman penduduk di sekitarnya. Menurut penuturan Bapak Khotib,
penggusuran pemukiman penduduk Kampung Ampel hanya dianggap
isapan jempol. Lama kelamaan setelah mendengar keluh kesah dari warga
setempat hingga tokoh kampung Ampel, hal ini tidak bisa dibiarkan
mengingat kampung Ampel sudah berdiri hampir 500 tahun lamanya
dengan berbagai jenis keragaman dan keunikan budaya di dalamnya61.
Program pemugaran masjid Ampel diprakarsai oleh Dr. Saleh Al-
Djufri (Ketua LPLI Sunan Ampel) dan membentuk sebuah Panitia
Pemugaran Masjid Agung Sunan Ampel dengan susunan : H.R.P
Muhammad Said (Sesepuh Masyarakat Jawa Timur), H. Misbach (Ketua
MUI Jawa Timur), K.H Nawawi Muhammad (Takmir Masjid Agung
61 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 22 Juni 2016.
80
Ampel), Drs Bisri Affandi, MA (Rektor IAIN Sunan Ampel), serta Ir. Zein
M.W.P sebagai ketua tim teknik62.
Pemugaran masjid dilakukan agar memperluas masjid dengan
menambah bangunan-bangunan tambahan di dalamnya, Saleh Al-Djufri
mengemukakan bahwa program pemugaran belum tergambar namun baru
dikonsultasikan dengan Gubernur dan Walikotamadya. Pihak panitia juga
mendapatkan Banpres sebesar 10 Milyar untuk biaya pemugaran masjid
Agung63.
Saleh Al-Djufri memandang bahwa wajah dari masjid Ampel tahun
2000 akan menjadi megaproyek pusat Islam terbesar di Asia Tenggara,
menurut Bapak Khatib, ia berkata :
“Pembangunan masjid Ampel ini berdasarkan mimpi beliau dan itu
tidak masuk akal, pembangunan masjid juga ditandai dengan
penambahan 8 masjid disekitarnya, katanya seperti Walisongo gitu,
bahkan saya melihat dulu itu lebih ke kepentingan komersil,
pembodohan umat. Mulai dari gang RW 2 sampai Jl. Nyamplungan
akan hancur lebur dan dijadikan fasilitas umum penunjang obyek
wisata Masjid Ampel64”
Saleh berpendapat bahwa ini akan menjadi sebuah proyek
mercusuar besar seperti Jakarta dengan Monas dan Masjid Istiqlal, Surabaya
juga memiliki Ampel sebagai kebanggaan dunia Islam abad ke – 2165.
62 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016. 63 Surabaya Post, Peroleh Banpres, Masjid Agung Sunan Ampel Segera
Dipugar, tanggal 16 Februari 1988. 64 Wawancara dengan Muhammad Khatib tanggal 1 Agustus 2016. 65 Surabaya Post, Peroleh Banpres, Masjid Agung Sunan Ampel Segera
Dipugar, tanggal 16 Februari 1988.
81
Pernyataan beliau di salah satu surat kabar rupanya menyulut
amarah dari Muhammad Nur selaku anggota panitia Pemugaran Masjid
Ampel, dalam salah satu suratnya kepada Saleh Al-Djufri. Isi dari surat
tersebut adalah bahwasanya pengumuman mengenai keputusan pemugaran
masjid Ampel sepeunuhnya berada pada ketua panitia, bukan dari pribadi
Saleh Al-Djufri66.
Semenjak keluarnya Muh. Nur dari struktur kepanitiaan, para warga
dan tokoh kampung Ampel mendirikan sebuah tim independen dalam
melawan mega proyek Masjid Ampel. Organisasi Tim Koordinasi Warga
Ampel atau TKWA beranggotakan warga Ampel maupun tokoh
berpengaruh dari warga Ampel. Tim ini diketuai oleh H. Saleh Bachmid,
tokoh sekaligus ketua RW 3 Kampung Ampel tahun 198967.
TKWA dibentuk dalam rangka membantu memberikan informasi
mengenai kebenaran proyek pemugaran Masjid Ampel hingga melindungi
hak warga Ampel. Disamping itu, kampung Ampel merupakan sebuah
pemukiman historis di kawasan Surabaya Utara, sebuah pemukiman awal
bagi terbentuknya kota Surabaya modern.
66 Surat Pengunduran Diri Muhammad Nur dari Panitia Pemugaran Masjid
Ampel, Koleksi Tim Koordinasi Warga Ampel. 67 Lampiran AD ART Tim Koordinasi Warga Ampel, Koleksi Tim
Koordinasi Warga Ampel.
82
5. Munculnya Tim Koordinasi Warga Ampel (Tahun 1991 – 1998)
Tim Koordinasi Warga Ampel atau TKWA dibentuk untuk
mengatasi masalah mengenai proses pemugaran Masjid Ampel, terutama
mengenai dampak proyek tersebut bagi masyarakat Ampel68. Salah satunya
adalah masalah salah satu pihak yang menginginkan agar pemukiman warga
di sekitar masjid ditertibkan namun tanpa kejelasan mengenai ganti rugi
atau solusi tepat, sedangkan pihak lain menginginkan agar keputusan
pemugaran masjid Ampel menunggu keputusan resmi dari walikotamadya
atau gubernur agar segera diteken oleh Presiden Soeharto setelah selesainya
PEMILU tahun 1992.
TKWA menempuh beragam cara baik secara diplomatik maupun
hukum agar mengetahui kebenaran informasi mengenai kejelasan proyek
pemugaran Masjid Agung Ampel. Menurut Bapak Khatib, ia mulai
melakukan provokasi terhadap warga selama 4 jam, berisi dari awal sejarah
Masjid Ampel hingga rencana pemugaran Masjid Agung Ampel69. Selain
itu, beliau juga bertugas sebagai juru ketik dalam menggempur media
bayaran pihak panitia agar menghapus berita bohong maupun fitnah
terhadap warga kampung Ampel70.
68 Organisasi civil society mulai mengalami perkembangan tahun 1990 dan
bersifat sekuler. Lihat Suprapto, 2013, Semerbak Dupa di Pulau Seribu Masjid :
Konstelasi, Integrasi dan Resolusi Konflik Hindu-Muslim, Kencana : Yogyakarta. 69 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016. 70 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016.
83
Kedua belah pihak pernah melakukan upaya mediasi untuk
mendapatkan jalan tengah mengenai permasalah pemugaran masjid Agung
Sunan Ampel. Pihak panitia bersama rombongan DPR maupun DPRD
menjelaskan mengenai masterplan proyek pemugaran Masjid Ampel
disertai tiga pilihan yaitu : 1. Tidak mendapat ganti rugi, 2. Mendapat ganti
rugi dengan harga tanah yang tidak sesuai, 3. Warga dipindahkan ke tempat
lain atau bedhol desa. Pihak panitia menginginkan agar masjid Ampel
dipugar sesuai keinginan Saleh Al-Djufri.
Pihak warga Ampel diwakili oleh bapak Khatib, ia menjelaskan
bagaimana pemugaran dilakukan tanpa melakukan studi banding terlebih
dahulu. Ia mulai membandingkan pengalaman beliau ketika mengunjungi
Belgia tahun 1986, dimana gereja St. Petrus dapat berdiri kokoh disamping
pemukiman warga71. Pemerintah Belgia sudah merancang sedemikian rupa
untuk dijadikan kawasan wisata religi maupun sejarah.
Proses mediasi terus berjalan, namun kekhawatiran warga berujung
tidak adanya kejelasan ganti rugi mengenai proyek pemugaran Masjid
Ampel, semenjak bergulir tahun 1987. Menurut Saleh Bachmid, ia
menyebutkan bahwa proses pembebasan tanah harus diketahui Lurah dan
Camat sehingga membuat warga menjadi resah dan cemas akibat
ketidakjelasan mengenai proyek tersebut.
71 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016.
84
Hal lain dikemukakan oleh Saleh Al-Djufri setelah tidak menjabat
sebagai ketua pelaksana, ia menjelaskan bahwa pemugaran masjid Ampel
akan ditunda hingga tahun 1992 serta menghabiskan dana 49,9 miliar
rupiah. Ia menjelaskan bahwa proyek tersebut memiliki 8 tahapan, salah
satunya adalah menghabiskan rumah sebelah timur dan sebagian sebelah
barat sehingga akan terlihat dari Jalan Nyamplungan dan jamaah bisa
leluasa masuk72.
Pernyataan dari Saleh Al-Djufri seketika mengundang kecemasan
dan kemarahan baik dari TKWA maupun warga setempat karena kampung
Ampel sudah menjadi bagian penting terbentuknya kota Surabaya modern
hingga saat ini dan menjadi contoh kerukunan beragama maupun etnis yang
telah berjalan ratusan tahun lamanya.
Gubernur Jawa Timur yaitu Soelarso menjelaskan bahwa rencana
pemugaran Masjid Agung Sunan Ampel belum tentu menggusur semua
banguna warga dan bahkan rencana perluasan dengan menghabiskan
seluruh pemukiman mulai ditarik kembali menyusul penundaan akibat
proyek pembangunan Rumah Sakit Syuhada Mina bernilai 1 milyar rupiah
sehingga anggaran pemugaran Masjid Ampel baru bisa dilakukan pada
tahun anggaran 1992/199373.
72 Memorandum, Puluhan Warga RW 03 Ampel Kini Resah, tanggal 26 Juni
1991. 73 Memorandum, Rencana Pemugaran Masjid Agung Sunan Ampel : Belum
Tentu Menggusur Semua Bangunan Warga, tanggal 28 Juni 1991.
85
Berita mengenai permintaan warga mengenai keikutsertaan dalam
proyek pemugaran masjid dimuat dalam Surabaya Post tanggal 22 Juli 1991
yang berisi perwakilan tiga ketua RW mengenai kejelasan pemerintah
daerah maupun pemerintah provinsi. Bahkan menurut Saleh Bachmid
selaku ketua RW 3, ia hendak mengurus IMB bersama warga lainnya namun
ditolak oleh Dinas Pengawasan Pembangunan. Lebih parahnya lagi harga
rumah para warga juga ikut jatuh akibat tersiar kabar mengenai rencana
penggusuran74.
Keberadaan calo tanah di kawasan kampung Ampel juga semakin
meresahkan warga Ampel akibat pembangunan masjid Ampel akan
dilaksanakan setelah PEMILU75. TKWA kemudian bergegas mengirim
surat kepada Gubernur Jatim dan Walikotamadya dan Muhamamd Nur yang
disebut sebagai ketua panitia. Muhammad Nur dalam 9balasan tanggal 10
Februari menjelaskan bahwa warga harus mendapatkan kejelasan informasi
dan keputusan dari pihak panitia yaitu Gubernur Jatim, Pemda Surabaya
hingga pihak terkait. Hingga saat itu, calo mulai berkeliaran untuk
menawarkan harga tanah yang sesuai kepada para investor maupun
pengembang jika proyek tersebut jadi dilaksanakan.
Gubernur Soelarso memiliki pandangan tersendiri terhadap kawasan
Kampug Ampel, dalam surat kabar Jawa Pos ia menjelaskan bahwa setelah
74 Surabaya Post, Pemugaran Masjid Ampel Agar Melibatkan Warga
,tanggal 22 Juli 1991. 75 Memorandum, Warga di Kawasan Masjid Agung Ampel Kebingungan,
tanggal 29 Februari 1992.
86
menghadiri Haul Agung Ke 542, ia tegas menata kawasan tersebut agar
tidak semrawut. Hal itu tidak mempertegas rencana penggusuran seperti
informasi yang beredar. Humas Pemda Jatim yaitu Drs. Soesanto
menyebutkan bahwa kunjungan gubernur ke kawasan Ampel tidak ada
niatan sedikitpun bagi pemda untuk melakukan penggusuran76. Pemerintah
Daerah dalam waktu dekat akan melakukan pemugaran bangunan induknya
untuk memperbaiki bagian-bagian yang rusak, hingga kembali pada rencana
penataan tersebut akan dibicarakan kembali kepada masyarakat setempat
terlebih dahulu.
Kegigihan TKWA dalam menghadapi berbagai macam gempuran
baik media lokal maupun nasional akhirnya membuahkan hasil. Gus Dur
dikabarkan siap memimpin demonstrasi apabila proyek perluasan masjid
dengan menggusur rumah-rumah warga jadi dilaksanakan. Dalam harian
Jawa Pos, Gus Dur saat masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU
berniat menggerakan massa untuk menentang penggusuran, “Saya akan
menggerakan warga untuk menentang penggusuran”, kata tokoh
kontroversial yang biasa dipanggil Gus Dur kepada harian Jawa Pos77. Hal
ini dilakukan karena familiar dengan warga Kampung Ampel serta rutin
berziarah ke makam. Kedekatan Gus Dur dengan sosok K.H Nawawi
76 Jawa Pos, Kawasan Masjid Ampel Akan Ditata, tanggal 24 Februari 1992. 77 Jawa Pos, Gus Dur Siap Pimpin Demonstrasi Kalau Warga Ampel
Digusur untuk Perluasan Masjid, tanggal 3 Oktober 1992.
87
Muhammad (Takmir Masjid Agung Sunan Ampel) dimanfaatkan agar
menunda hingga menggagalkan proyek penggusuran rumah warga Ampel.
Bantuan lain dikerahkan kepada pengusaha nasional H. Probosutejo,
ia merasa simpatik dengan keresahan warga Ampel terhadap proyek
tersebut. Probosutejo merupakan adik berbeda ayah atau istilah Jawa
dulurasu, riwayat hidup beliau dimulai dari bawah hingga sukses menjadi
pengusaha nasional dengan mendirikan yayasan Mercubuana yang bergerak
di bidang sosial kemasyarakatan. Bapak Khotib menjelaskan mengenai
sumbangsih beliau terhadap Masjid Ampel :
“Probosutejo itu pengusaha sukses, adiknya pak Harto. Dia sukses
karena kerja keras di daerah Sumatra, hingga mendirikan yayasan
Mercubuana. Saya masih ingat ketika pak Probo menyumbang uang
sebesar 500 juta untuk pembangunan Masjid Ampel. Sekarang
masyarakat bisa menikmati keindahan dalam masjid dengan
kaligrafi dan cat berkualitas tinggi untuk melindungi sokoguru atau
tiang-tian penyangga masjid78”
Hasil dari perjuangan TKWA, warga Ampel hingga semua pihak
menemui titik terang dengan gagalnya perluasan Masjid Ampel. Perluasan
dari 5.976,09 menjadi 93.368 m2 dengan biaya 37, 176 milyar rupiah batal
dilaksanakan dan hanya dipugar dengan dana 10 Milyar rupiah79. Hal ini
dipertegas oleh keputusan gubernur mengenai keterbatasan dana serta hal
realistis dalam mengembangkan potensi wisata religi Kampung Ampel.
Mediasi antara ketua DPRD Jatim Trimarjono dengan lima tokoh dari LPLI
78 Wawancara dengan Muhammad Khatib, tanggal 1 Agustus 2016. 79 Jawa Pos, Perluasan Ampel Batal Dilaksanakan, tanggal 13 September
1992.
88
atau Lembaga Peneranngan dan Laboratorium Islam) Sunan Ampel
menghasilkan keputusan untuk memugar masjid Ampel tanpa menggusur
kawasan pemukiman di sektiar masjid. Karena menurut Trimarjono,
pemugaran masjid harus disesuaikan dengan dana serta tidak mencampuri
kepentingan warga sekitar.
Euforia warga Ampel dimuat dalam harian Memorandum tanggal 15
September 1992. warga kampung Ampel mengucapkan terima kasih dan
rasa simpati atas kepedulian H. Probosutejo terhadap pemugaran Masjid
Ampel, berita tersebut dimuat dalam tajuk “Warga Ampel dukung
Pemugaran Masjid tanpa Merombak Total : Terima Kasih Pak Probo”80.
“Gubernur Larso menegaskan bahwa pemugaran tidak mengakibatkan
penggusuran rumah penduduk”, tegas Shaleh Bachmid dalam menanggapi
sambutan Gubernur Jatim pada acara Khaul beberapa waktu lalu.
Proyek Pemugaran Masjid Ampel dibagi menjadi 4 tahap dari tahun
1992 – 1998, tim arsitektur dari ITS Surabaya sebagai perancang pemugaran
Masjid Ampel. Tahun 1995, surat kabar harian Memorandum menjelaskan
bahwa Kelurahan Ampel akan dijadikan pilot proyek sentra agama Islam.81
80 Memorandum, Warga Ampel Dukung Pemugaran Masjid Tanpa
Merombak Total, tanggal 15 September 1992. 81 Memorandum, Kelurahan Ampel akan Dijadikan Pilot Proyek Sentra
Agama Islam, tanggal 22 Maret 1995.
top related