bab iii baru -...
Post on 30-Jun-2019
269 Views
Preview:
TRANSCRIPT
36
BAB III
"THE FIKR" DAN SYAIR LAGU “CINTA-MU”
3.1. Sejarah Berdirinya Kelompok Nasyid "The Fikr"
"The Fikr" adalah sebuah Kelompok Nasyid yang terlahir dari
lingkungan pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung, pimpinan ustadz
Abdullah Gymnastiar atau yang lebih dikenal dengan Aa Gym. Kantor "The
Fikr" beralamatkan di Jl. Geger Kalong Kirang 49 Bandung 40153. Tim
nasyid ini dirintis sejak tahun 1995 dan dipelopori oleh Abu Muammar,
Baban Taufik Hafidz, Maulana Hasby, Abdul Ghofar, Ahmad Sugandi, dan
Khoruddin Zulyar. Nama "The Fikr" sendiri diberikan oleh Aa Gym yang
diambil dari salah satu visi misi Daarut Tauhiid, yaitu ahli dzikir, fikir, dan
ikhtiar. (Company Profile Kelompok Nasyid "The Fikr")
Latar belakang Daarut Tauhiid adalah sebuah pondok pesantren yang
memiliki budaya mendengarkan nasyid. Dari latar belakang itulah 6 orang
sebagai pelopor mendirikan Kelompok Nasyid "The Fikr". Pada awalnya
"The Fikr" tidak membawakan lagu-lagu mereka sendiri. "The Fikr" lebih
sering membawakan lagu-lagu milik Kelompok Nasyid dari Malasyia yang
bernama “The Zikr”. Melihat respon yang baik dari pendengar dan pecinta
nasyid, pada akhirnya Kelompok Nasyid ini berhasil menelorkan album
mereka yang pertama pada tahun 2001.
Pada awalnya "The Fikr" ikut di bawah naungan organisasi MQ
(Manajemen Qolbu) Media yang masih di lingkungan pondok pesantren
37
Daarut Tauhiid Bandung. Namun hingga album ketiga keluar atau tepatnya
tahun 2005, akhirnya "The Fikr" mendirikan organisasi sendiri yang terpisah
dari MQ (Manajemen Qolbu) Media. Hal ini untuk mempermudah dalam
mengelola "The Fikr" yang semakin berkembang. "The Fikr" tidak hanya
menjalankan manajemen keorganisasian saja, namun juga menjalankan
untuk regenerasi pada formasi anggota dengan merekrut anggota kelompok
baru. Hal ini bertujuan untuk melanjutkan tongkat estafet "The Fikr" agar
tidak terputus. Hingga saat ini, "The Fikr" telah melakukan 6 regenerasi
pergantian vokal. (Hasil Wawancara dengan Abu Muammar (Manajer
Kelompok Nasyid “The Fikr”), 8 Januari 2005 dan Company Profile
Kelompok Nasyid "The Fikr")
Struktur organisasi internal "The Fikr" secara lengkap adalah sebagai
berikut: pada penasehat Abdullah Gymnastiar. Dewan pembina
Abdurrahman Yuri, Dudung Abdul Ghani, dan Abudzar Feri Susanto.
Manager Abu Muammar, ZA. Sound Engineer Iwan Ahmad Ridwan dan
logistik Robi Hasbullah. (Company Profile Kelompok Nasyid "The Fikr")
Formasi Abu Muammar, Halim Irfani, Aldin, Nurul Rochman, dan
Denny sebagai generasi ke-4 berhasil membuat album pertama dengan tajuk
“Cinta”. Pada tahun 2003 dengan bentuk formasi Nurul Rochman, Rezaldi,
Dudy Nur Hidayat, Asep Nahwan Nur, dan Ahmad Yusuf mengeluarkan
album kedua dengan judul “Cinta-Mu”. Sedangkan formasi terbaru "The
Fikr" yang mengeluarkan album ketiga berjudul “Cinta Di atas Cinta” pada
tahun 2005 adalah Rezaldi, Dudy Nurhidayat, Asep Nahwan Nur, Iwan
38
Ahmad Ridwan, dan Ahmad Yusuf Pranata Kusuma Sangid. (Hasil
Wawancara dengan Abu Muammar (Manajer Kelompok Nasyid “The
Fikr”), 8 Januari 2005 dan Company Profile Kelompok Nasyid "The Fikr")
Perekrutan anggota kelompok baru dilakukan dengan cara
melakukan audisi. Hal ini untuk menyaring sumber daya manusia yang
memang berkompeten dibidangnya, baik itu dari segi kualitas vokalnya
maupun kemampuan bermusiknya. Terbukti latar belakang setiap anggota
"The Fikr" memiliki sejarah bermusik yang berbeda-beda. Dapat
dicontohkan, Ahmad Yusuf memiliki pengalaman tampil di café-café sekitar
Bandung dan juga pernah menjuarai festival beryanyi Asia Bagus pada
tahun 1995, disamping itu juga memberikan private vokal. Asep Nahwan
Nur mempunyai pengalaman menjuarai MTQ dan Murottal al-Qur'an di
Bandung. Rezaldi pernah menjuarai festival band antar pelajar pada tahun
2000 di Jakarta. Sedangkan Dudy Nur Hidayat adalah salah satu personel
tim nasyid BPM Daarut Tauhiid Bandung. (Company Profile Kelompok
Nasyid "The Fikr")
3.2. Latar Belakang Pemikiran Dakwah Kelompok Nasyid "The Fikr"
Salah satu tujuan kelompok nasyid "The Fikr" didirikan adalah untuk
berdakwah lewat seni. Karena "The Fikr" menganggap bahwa dakwah dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu melalui perbuatan, perkataan,
tulisan, dan juga lewat seni itu sendiri. "The Fikr" menganggap bahwa seni
suara, yang terdiri dari syair dan musik, hanya merupakan sebuah alat atau
sarana untuk berdakwah. Semua tergantung dari niat dan pelaksanaannya.
39
(Hasil Wawancara dengan Abu Muammar (Manajer Kelompok Nasyid “The
Fikr”), 8 Januari 2006)
Seni suara sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai seni yang berhubungan dengan keindahan suara seperti lagu, musik,
dan lain-lain (Depdikbud, 1997: 893). Seni suara ini terdiri dari dua elemen
pembentuk, yaitu syair lagu yang berhubungan dengan seni sastra dan
penggunaan alat musik (instrumental) yang berhubungan dengan seni musik.
Dakwah lewat seni, lebih khususnya seni suara yang terdiri dari
elemen syair dan musik, haruslah kesenian yang bertanggung jawab.
Artinya, sebagaimana menurut pendapat Yusuf Al-Qardhawi (2000: 35)
bentuk susunan seni suara boleh saja berubah dan berkembang, dan boleh
mengambil bentuk susunan seni suara yang berbeda-beda. Yang terpenting
adalah tujuan, isi, dan fungsi seni suara tersebut.
Dari uraian di atas, dakwah lewat seni suara sangatlah tergantung
dari tujuan, isi, dan fungsi seni suara itu dibuat. Dua elemen pembentuk seni
suara ini harus berkesinambungan dan berjalan secara sepadan dan
berimbang. Artinya, tidaklah baik jika syair dibuat untuk mengajak
mendekatkan diri pada Allah, sedangkan dari penggarapan musiknya
memacu untuk bergoyang dan bersenang-senang, apalagi sampai melupakan
Allah SWT, begitu pula sebaliknya.
Syair-syair "The Fikr" sengaja dibuat yang mudah untuk dipahami.
Artinya, "The Fikr" tidak mebuat syair yang puitis dengan teknik bahasa
yang tinggi. Hal ini dengan tujuan agar syair lagu "The Fikr" dengan pesan
40
dakwah di dalamnya dapat dengan cepat dan mudah dipahami oleh
pendengar nasyid. Sehingga diharapkan dapat cepat pula mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi penggarapan musiknya, "The Fikr"
tidak mengkotakkan diri pada satu jenis aliran musik saja. Hal ini diterapkan
sebagai strategi dakwah "The Fikr" untuk menjaring lebih banyak
pendengar. Walaupun memang ada kecenderungan musik "The Fikr" lebih
mengarah pada aliran pop. (Hasil Wawancara dengan Abu Muammar
(Manajer Kelompok Nasyid “The Fikr”), 8 Januari 2006)
Visi Kelompok Nasyid "The Fikr" adalah menjadi model Kelompok
Nasyid yang berjiwa da’i, pejuang dan enterpreneurship yang berorientasi
pada keberkahan serta bermanfaat pada sebanyak-banyaknya manusia. "The
Fikr" berprinsip menjadi da’i dan pejuang dakwah tidak selamanya
dilakukan melalui podium atau mimbar, namun juga bisa melalui seni.
Namun di sisi lain dakwah juga membutuhkan dana untk operasional.
Artinya, "The Fikr" berusaha untuk menjalankan tiga fungsi sekaligus, yaitu
da’i, pejuang, dan entrepreneurship yang berhubungan dengan kegiatan
usaha yang berorientasi pada profit atau keuntungan secara bersamaan.
Fungsi entrepreneurship yang dijalankan oleh "The Fikr" tidak bersifat
kaku, tapi dijalankan secara fleksibel. (Hasil Wawancara dengan Abu
Muammar (Manajer Kelompok Nasyid “The Fikr”), 8 Januari 2006 dan
Company Profile Kelompok Nasyid "The Fikr")
Sedangkan misi "The Fikr" adalah berjuang dan berdakwah untuk
memasyarakatkan nasyid sebagai seni alternatif Islam. Sebagai sarana untuk
41
memperbaiki (munsyid) bagi anggota Kelompok Nasyid "The Fikr" sendiri
maupun pendengar atau pecinta nasyid. Ikut memberikan kontribusi positif
bagi perkembangan dan kemajuan seni budaya Islam. Motto yang dipegang
oleh Kelompok Nasyid "The Fikr" adalah berusaha sekuat tenaga untuk
mengamalkan “amalan sunnah” yang biasa dilakukan di Daarut Tauhiid
Bandung, antara lain: tahajud, i’tikaf, puasa sunnah Senin dan Kamis,
membaca al-Qur'an sebelum atau sesudah shalat fardhu, sedekah setiap hari,
dan menjaga shalat fardhu berjamaah. Berusaha sekuat tenaga untuk
menjadi munsyid sejati, yaitu: berakhlakul karimah, ahli ibadah, dan bangga
menampilkan diri sebagai seorang muslim. Berusaha sekuat tenaga untuk
menjaga nama baik Aa Gym, pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung,
"The Fikr", nasyid, dan Islam pada umumnya. (Company Profile Kelompok
Nasyid "The Fikr")
3.3. Syair Lagu "The Fikr" dalam Album “Cinta-Mu”
Untuk dapat memahami karya sastra secara baik, penulis akan
menggunakan dua sistem pembacaan dalam pendekatan semiotik, yaitu
pembacaan heuristik dan pembacaan retroaktif. Dan ini akan dibahas pada
bab selanjutnya atau bab IV. Untuk mempermudah dalam menganalisis
nantinya, penulis harus terlebih dahulu menulis ulang seluruh syair lagu
"The Fikr" dalam album “Cinta-Mu”. Penulis membatasi pada syair yang
dinyanyikan oleh "The Fikr" saja, yaitu “Semua Sama”, “Pengharapan”,
“Cinta Illahi”, “Sujud”, “Bidadari Surgaku”, “Cinta-Mu” dan “Let’s Smile”.
Untuk syair berjudul “Let’s Smile”, penulis terlebih dahulu
42
menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan dimaknai sesuai dengan
inti cerita syair.
Mengulas kembali syair lagu "The Fikr" album “Cinta-Mu”
dilakukan untuk menangkap ide dasar dari syair lagu tersebut. Memaknai
syair dengan menjelaskan kemana arah tema syairnya. Penulis juga akan
mengulas gaya bahasa yang digunakan oleh pencipta syair dan
menggolongkan syair itu dalam jenis-jenis syair sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam bab II. Berikut syair-syair lagu "The Fikr" dalam album
“Cinta-Mu” :
A. Syair lagu “Semua Sama”
Semua Sama
Dari semua yang ada di dunia ini // Hanya titipan sementara // Tiada
yang kekal semuanya fana // Hanya Allah yang abadi
Kecantikan bukanlah jaminan // Ketampanan bukanlah ukuran //
Amalan adanya suatu jaminan // Ketakwaan adalah ukuran
Kita semua sama dihadapan-Nya // Yang membedakan amalan dan
ketakwaan // Semuanya ini terjadi atas kekuasaan-Nya // Manusia
ingatlah selalu // Semua sama dihadapan Allah // Jangan engkau
menyombongkan harta // Jangan engkau menyombongkan diri
Manusia ingatlah selalu // Semua akan kembali pada-Nya // Semuanya
akan diambil-Nya // Kelak kita mempertanggungjawabkan
Syair lagu ini diciptakan oleh Ahmad Yusuf. Ahmad Yusuf
adalah salah satu anggota kelompok "The Fikr". Secara garis besar
43
bercerita tentang semua manusia sama kedudukannya di hadapan Allah.
Didahului dengan penceritaan tentang sifat dunia yang tidak kekal dan
bersifat sementara. Sifat kekal hanya dimiliki oleh Allah saja. Kemudian
dilanjutkan pada bait kedua dengan menceritakan tentang ketampanan
dan kecantikan wajah seseorang bukanlah suatu ukuran untuk mendapat
kasih sayang dari Allah. Hanya ketakwaanlah yang dijadikan ukuran
oleh Allah untuk mendapat pahala dari-Nya.
Ahmad Yusuf sebagai pencipta syair lagu ini memasukkan pesan
dakwah bahwa sifat kekal hanya dimiliki oleh Allah. Manusia sama
kedudukannya dihadapan Allah. Harta, kecantikan, ketampanan, dan
lain-lain bukanlah ukuran dalam penilaian Allah. Yang dinilai oleh Allah
adalah tingkat ketakwaan manusia kepada-Nya. agar manusia jangan
memiliki rasa sombong dalam hatinya. Kemudian diakhiri dengan
kalimat yang bersifat peringatan bahwa semua akan kembali pada Allah
dan segala perbuatan manusia akan dimintai pertanggung jawabannya
dihadapan Allah.
Gaya bahasa yang digunakan oleh Ahmad Yusuf dalam
menciptakan syair lagu berjudul “Semua Sama” adalah dengan gaya
bahasa penegasan jenis polisendenton. Gaya bahasa penegasan
polisendenton terlihat dalam penggunaan beberapa kalimat dalam satu
bait yang menyatakan beberapa perbuatan atau benda berturut-turut dan
satu sama lain masih berhubungan atau berkesinambungan. Dapat
dicontohkan dalam bait ke-2, yaitu: Kecantikan bukanlah jaminan //
44
Ketampanan bukanlah ukuran // Amalan adanya suatu jaminan //
Ketakwaan adalah ukuran. Penggunaan gaya bahasa penegasan juga
terlihat dalam bait-bait selanjutnya yang menempatkan pengulangan
kalimat dengan tema yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
Gaya bahasa pertentangan jenis kontradiksi interminis juga
digunakan oleh Ahmad Yusuf, yaitu gaya bahasa yang menggunakan
pertentangan penjelasan semula. Ini terlihat dalam bait ke-1, yaitu: Dari
semua yang ada di dunia ini // Hanya titipan sementara // Tiada yang
kekal semuanya fana // Hanya Allah yang abadi. Gaya bahasa
pertentangan kontadiksi interminis terlihat dalam penggunaan kata hanya
pada baris ke-2 dan ke-3, yang memberikan penjelasan bahwa semua
yang ada di dunia, baik itu makluk maupun benda hanya bersifat titipan
saja. Semuanya akan berakhir. Hanya Allah saja yang tidak berakhir.
Kata hanya menjelaskan tentang keberadaan Allah yang bersifat kekal.
Syair lagu ini dapat digolongkan dalam jenis syair didaktik, yaitu
syair yang mengandung nilai pendidikan yang umumnya bersifat
eksplisit. Nilai pendidikan ini terlihat dalam cara pengungkapan pesan
tentang ajakan untuk beriman kepada Allah dan deskripsi tentang
keberadaan manusia yang sama di hadapan Allah dengan cara apa
adanya tanpa penggunaan bahasa perumpamaan.
45
B. Syair lagu “Pengharapan”
Pengharapan
Tuhan hamba mohonkan keridhoan keberkatan // Kau pimpin guruku
yang dicinta // Yang kuharapkan pribadinya yang mulia // Sifat kasih
dan sayang ada padanya
Diwajahnya memancarkan cahaya // Keikhlasan dan kemuliaan //
Pribadinya menyejukkan hati // Laksana para kekasih Allah
Selalu kubermohon // Untuk Kau pimpin guruku // Kembalikan kepada-
Mu // Semua urusannya
Hamba memohon // Kau jadikan guruku // Pemimpin yang risaukan
dunia ini.
Bantulah ia dalam perjuangannya // Menegakkan kebenaran //
Memusnahkan kemungkaran
Syair lagu dengan judul “Pengharapan” ini ditulis oleh Abu
Muammar dan Dudung S. Abu Muammar adalah Manajer Kelompok
Nasyid "The Fikr". Syair ini mengambil tema tentang doa seorang murid
untuk gurunya. Dalam syair tersebut murid mendoakan agar gurunya
mendapat keberkatan dan keridhoan dari Allah. Juga berharap agar sifat
gurunya itu penuh kasih sayang dan mulia. Pada bait selanjutnya, sang
murid berdoa agar Allah membimbing gurunya dalam menegakkan
kebenaran dan menumpas kemunkaran. Dan ini dilakukan dengan selalu
bertawakkal atau menyerahkan segala sesuatu hanya kepada Allah saja.
46
Gaya bahasa yang digunakan menggabungkan dua gaya
sekaligus, yaitu gaya bahasa perbandingan dan penegasan. Gaya bahasa
perbandingan jenis asosiasi terlihat dalam penggunaan kata untuk
membandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sejalan dengan
gambaran sifatnya. Seperti dalam bait ke-2, yaitu: Diwajahnya
memancarkan cahaya // Keikhlasan dan kemuliaan // Pribadinya
menyejukkan hati // Laksana para kekasih Allah. Sedangkan gaya bahasa
penegasan jenis paralelisme terlihat dalam penggunaan kata yang berinti
sama dalam sebuah bait, seperti dalam bait terakhir Menegakkan
kebenaran // Memusnahkan kemungkaran.
Syair yang diciptakan oleh Abu Muammar dan Dudung S. ini
dapat digolongkan dalam jenis syair ode, yaitu syair yang berisi pujian
terhadap seseorang yang memiliki jasa atau sikap kepahlawanan. Pujian
ini dapat dilihat dalam keseluruhan syair yang mengangkat tentang
pribadi seorang guru yang baik, yaitu bersifat mulia, memiliki rasa kasih
sayang, dan keihlasan dalam mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya.
Bentuk pujian atau kekaguman lebih jelas lagi dalam kalimat laksana
para kekasih Allah, yang dapat diartikan sifat-sifat guru itu seperti
layaknya para Nabi dan Rasulullah.
C. Syair lagu “Cinta Illahi”
Cinta Illahi
Telah lama kita hidup bersama // Di dalam dunia yang fana //
Kita hidup di dunia ini hanya sementara
47
Allah kasihkan orang yang beriman // Allah sayangkan orang yang
bertakwa // Cinta-Nya Allah tiada kecewa
Cinta Allah semata // Taatilah syariat-Nya // Dialah yang Maha Kuasa
// Akan segala-galanya.
Bagi orang beriman suatu kewajiban // Untuk bertakwa dan taat pada-
Nya // Allah cintakan hamba-Nya // Yakinkan Ia Tuhan kita
Dialah Allah Tuhan manusia // Karena itu sembahlah Dia
Syair lagu “Cinta Illahi” ditulis oleh Asep Nahwan Nur. Asep
Nahwan Nur adalah salah satu anggota Kelompok Nasyid "The Fikr".
Syair ini mengambil tema tentang perintah untuk mencintai Allah
semata. Pada bait pertama didahului dengan penceritaan tentang sifat
dunia yang fana atau tidak kekal. Pada bait selanjutnya memasukan
pesan tentang perintah untuk menyembah dan mentaati syariah Allah. Ini
berarti juga harus melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Dan ini menjadi kewajiban bagi manusia yang mengaku dirinya sebagai
seorang muslim. Bait terakhir diakhiri dengan doa bagi orang-orang
beriman kepada Allah, yaitu Allah akan membalas dengan cinta.
Gaya bahasa penegasan digunakan oleh Asep Nahwan Nur
dalam menciptakan syair lagu berjudul “Cinta Ilahi” ini. Gaya bahasa
penegasan bentuk paralelisme terlihat dalam penggunaan kata atau
kelompok kata yang sama di depan atau di belakang baris dalam syair
secara berulang-ulang. Seperti dalam bait ke-2, yaitu: Allah kasihkan
orang yang beriman // Allah sayangkan orang yang bertakwa.
48
Penggunaan gaya bahasa penegasan bentuk polisendenton juga terlihat
dalam penempatan kata yang memiliki kandungan makna yang sama
dengan maksud untuk lebih mempertegas kalimat sebelumnya. Hal ini
terlihat dalam bait ke-3 dan ke-4.
Syair lagu ini dapat dikategorikan dalam jenis syair didaktik,
yaitu syair yang mengandung nilai pendidikan yang umumnya bersifat
eksplisit. Nilai pendidikan ini terlihat dalam penggunaan kalimat ajakan
oleh Asep Nahwan Nur untuk mengajak pada pembaca agar beriman
kepada Allah.
D. Syair lagu “Sujud”
Sujud
Ada seruan di pagi hari // Ada ajakan mukmin sejati // Terpaut hati
beranjak pergi // Panggilan suci seru Illahi
Sucikan dzahir tembus ke batin // Tingkahnya dzahir bayangan batin //
Ingkarnya dzahir menangis batin // Kufurnya dzahir terhijab batin
Sujud seharian takkan kecukupan // Mensyukuri jangan kelalaian //
Hilangnya syukur datanglah azab // Jangan kau ingkari seruan Allah
Sujudlah engkau hiba kealpaan // Dihadapan-Nya yang penyayang //
Sujudlah engkau hiba kealpaan // Dihadapan-Nya yang penyayang
Syair ini diciptakan oleh Dudung S. dengan tema cerita tentang
ibadah. Didahului dengan penceritaan tentang adzan memanggil kaum
muslimin untuk melakukan shalat. Penceritaan ini secara implisit ada
dalam kalimat: Ada seruan di pagi hari // Ada ajakan mukmin sejati //
49
Terpaut hati beranjak pergi. Dipertegas dengan kalimat Panggilan suci
seru Illahi yang mengisyaratkan pada ajakan untuk shalat. Syair ini
kemudian dilanjutkan dengan menceritakan shalat yang dapat
menyucikan dan memperbaiki tingkah laku manusia. Bait selanjutnya
atau bait ketiga diceritakan nikmat yang telah diberikan oleh Allah
takkan tergantikan walaupun seorang manusia beribadah sehari penuh.
Kemudian diakhiri dengan pesan bahwa Allah itu Maha Penyayang.
Gaya bahasa yang digunakan oleh Dudung S. lebih condong pada
gaya bahasa perbandingan, khususnya perbandingan metafora. Gaya
bahasa perbandingan metafora adalah gaya bahasa yang menggunakan
kata-kata bukan arti sesungguhnya sebagai kiasan yang berdasarkan
persamaan dan perbandingan. Hal ini tampak dalam penggunaan kata
seruan dalam bait ke-1 untuk mewakili adzan, kalimat seru Illahi yang
mengarah pada kegiatan berdzikir atau shalat, kata dzahir yang mewakili
tingkah laku manusia, seruan Allah yang mewakili perintah dan larangan
Allah, dan lain-lain.
Gaya bahasa penegasan repetisi terlihat dalam pengulangan kata
berkali-kali utnuk menimbulkan kesan yang mantap dan menarik, yaitu
pada bait ke-2 dengan penggunaan kata dzahir secara berulang-ulang di
tengah kalimat. Gaya bahasa penegasan jenis repetisi juga terlihat dalam
bait ke-4.
Syair lagu ini jika digolongkan dalam jenis-jenis syair, maka
dikategorikan dalam jenis syair didaktik yang mengedepankan unsur
50
pendidikan. Unsir pendidikan ini jelas terlihat dalam alur syair yang
mengajak pada perintah untuk melakukan ibadah kepada Allah.
E. Syair lagu “Bidadari Surgaku”
Bidadari Surgaku
Kau bunga di tamanku mekar dan kian mewangi // Menghiasi diriku
dimanapun ku berada // Di lubuk hati ini engkau bidadari surgaku
Kepergianku dalam berjuang // Kau antar dengan doa dan senyuman //
Kemuliaanmu yang penuh ketulusan // Pantaslah kuhargai dirimu
sebagai bidadari surgaku
Dirimu adalah // Anugerah Tuhan untukku // Yang pasti kan kusyukuri //
Dan selalu kan kujaga
Anak-anak menjadi penghibur hati // Penentram jiwa // Membuatku
rindu untuk berkumpul // Di surga nanti
Semoga Allah mengabulkan // Kerinduan ini // Sehingga kita berkumpul
bahagia // Selamanya
Syair lagu ini ditulis oleh Abu Muammar. Mengambil tema
tentang keluarga, namun dititik beratkan pada istri shalihah. Dalam
penggambaran Abu Muammar, istri shalihah adalah istri dapat
membahagiakan suami dimanapun suami itu berada, bersifat mulia, dan
dapat menjaga diri. Istri yang dalam penggambaran tersebut, kemudian
dijuluki oleh Abu Muamar dengan julukan “Bidadari Surga”. Pada bait
keempat juga digambarkan bagaimana sebuah keluarga, dimana anak-
51
anak menjadi penentram hati dan penghibur jiwa bagi kedua orang
tuanya.
Abu Muammar menggunakan gaya bahasa perbandingan jenis
metafora yang menekankan pada penggunaan kata sebagai kiasan.
Metafora terlihat dalam penggunaan kiasan Kau bunga di tamanku
mekar dan kian mewangi dan kiasan bidadari surgaku. Kalimat Kau
bunga mewakili penggambaran istri shalihah. Ditamanku dapat diartikan
sebagai dirumahku. Sedangkan mekar dan kian mewangi mewakili sifat
istri shalihah yang baik dan berbakti kepada suaminya. Bidadari surgaku
mewakili kiasan untuk istri shalihah.
Secara keseluruhan, syair ini dapat digolongkan dalam bentuk
syair romance, yaitu syair yang berisi luapan rasa cinta seseorang
terhadap kekasih. Bentuk penyampaian rasa cinta ini dalam bentuk
kalimat yang halus dan tidak mengumbar cinta secara berlebihan.
Menggunakan kalimat kiasan yang tidak mengubah esensi cinta
seseorang pada kekasihnya.
F. Syair lagu “Cinta-Mu”
Cinta-Mu
Kurasakan ada getaran dihatiku // Yang telah lama memendam rindu //
Kerinduan begitu dalam ya Robbi // Takkan hilang selamanya.
Aku ingin selalu dalam kasih-Mu // Jangan pernah Kau jauhkan hamba
dari-Mu
52
Cinta-Mu Allah cinta abadi // Kupasrahkan hidup untuk-Mu // Cinta-Mu
Allah cinta sejati // Di atas segala-galanya
Kumohonkan kerinduan segala cinta // Hanya untuk-Mu Allah // Kukan
selalu ikhlas kepada-Mu // Kukan selalu mengharapkan segala ridho-
Mu
Syair lagu “Cinta-Mu” bercerita tentang kerinduan seorang
hamba untuk mendapat cinta Allah, diciptakan oleh Ahmad Yusuf yang
merupakan salah satu anggota Kelompok Nasyid "The Fikr". Dimulai
dengan pengambaran tentang perasaan bergetar dalam hati seorang
hamba yang merindukan Tuhannya. Memberikan pernyataan bahwa
kerinduannya pada Allah akan tetap selalu ada. Seorang hamba ini juga
berharap agar Allah tidak menjauhkan dirinya dari Allah. Karena dia
sudah memasrahkan hidupnya hanya untuk Allah. Pada bait terakhir
diceritakan tentang rasa ikhlas yang tulus untuk mencintai Allah.
Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa penegasan jenis
paralelisme, yaitu menempatkan kata yang sama pada baris akhir sebuah
syair. Gaya bahasa penegasan paralelisme terlihat dalam penggunaan
kata Mu untuk menggantikan kata Tuhan (Allah) secara berulang-ulang
pada akhir kalimat. Seperti dalam bait ke-2, yaitu: Aku ingin selalu
dalam kasih-Mu // Jangan pernah kau jauhkan hamba dari-Mu. Juga
terlihat dalam bait terakhir, yaitu: Kukan selalu ikhlas kepada-Mu //
Kukan selalu mengharapkan segala ridho-Mu. Penggunaan kata secara
berulang-ulang ini berguna sebagai bentuk penegasan.
53
Syair ini dikategorikan dalam syair jenis himne, yaitu syair yang
berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap bangsa
atau tanah air. Pujian kepada Tuhan ini terungkap dalam kalimat
Kerinduan begitu dalam ya Robbi, Aku ingin selalu dalam kasih-Mu,
Kupasrahkan hidup untuk-Mu, Cinta-Mu Allah cinta abadi, Cinta-Mu
Allah cinta sejati, dan lain-lain.
G. Syair lagu “Let’s Smile”
Let’s Smile
(Marilah Tersenyum/Tersenyumlah)
The Sun comes again (Matahari datang kembali) // It brings the light
back for restless world (Yang membawa cahaya pada dunia yang
gelisah) // And shines on the darkness (Dan menyinari kegelapan)
We’ve got the face on the future (Kita telah mendapat gambaran di
masa depan) // Find away to go through with our fate (Untuk pergi jauh
terus menemukan takdir kita) // And carry out our hopes (Dan keluar
membawa harapan kita)
So let’s smile (Maka tersenyumlah) // Live up the day with brand new
spirit (Menikmati hari dengan semangat yang baru) // And throw away
the burden in our soul (Dan membuang jauh beban dalam jiwa kita) //
Let’s smile (Tersenyumlah) // Leave all out the past far away behind us
(Tinggalkan semua masa lalu jauh di belakang kita) // Believe that Allah
always there for us (Yakinlah bahwa Allah selalu ada untuk kita)
The swisting road our live ( Menjalani hidup kita) // Sometimes it can
mislead us to know where (Suatu waktu itu dapat menyesatkan kita untuk
54
tahu dimana) // If we don’t have the faith (Apabila kita tidak mempunyai
keyakinan)
We’ve got the face the future (Kita telah mendapat gambaran di masa
depan) // Find away to go through with our fate (Untuk pergi jauh terus
menemukan bersama takdir kita) // And carry out our hopes (Dan keluar
membawa harapan kita)
What good does it to keep on complaining (Perbuatan baik itu untuk
menjaga dari keluhan) // Or keep blaming on every thing (Atau menjaga
dari celaan atas segala sesuatu) // To ease the pain (Untuk meringankan
kesedihan) // And say a pray (Dan menyuarakan do’a)
Syair ini diciptakan oleh dua orang, yaitu Rezaldi dan Andre,
yang keduanya anggota "The Fikr". Secara garis besarnya menceritakan
tentang optimisme dalam menjalani kehidupan di dunia. Diawali dengan
abstraksi tentang datangnya matahari yang menyinari kehidupan di
dunia. Kemudian dilanjutkan dengan pesan agar berjuang mencari takdir
dan harapan manusia masing-masing. Bait ketiga dan keempat berisi
tentang pesan agar dalam menjalani kehidupan ini, seorang manusia
harus menghadapinya dengan senyuman. Hal ini bertujuan agar
perjalanan manusia di dunia ini terhindar dari celaan, dapat meringankan
penderitaan dengan senyuman, dan juga senyuman itu adalah sebuah
doa.
Gaya bahasa yang digunakan dalam syair ini lebih condong ke
gaya bahasa perbandingan bentuk parabel, yaitu gaya bahasa yang
mempergunakan perumpamaan dalam hidup dan dalam menyajikannya,
55
pengarang mengajak pembaca untuk membandingkan suasana dalam
syair dengan kehidupan yang sebenarnya. Hal ini tampak dalam bait
ke-1, yaitu: The Sun comes again (Matahari datang kembali) // It brings
the light back for restless world (Yang membawa cahaya pada dunia
yang gelisah) // And shines on the darkness (Dan menyinari kegelapan).
Kalimat Matahari datang kembali tidak semata-mata menggambarkan
terbintnya matahari, namun dapat dimaknai dengan hari baru yang
datang atau dapat pula harapan baru yang hadir.
Kata cahaya pada kalimat Yang membawa cahaya pada dunia
yang gelisah dapat dikategorikan dalam bentuk gaya bahasa
perbandingan metafora, dimana kata cahaya sebagai bentuk kiasan
“harapan baru”. Kata gelisah dan kegelapan sebagai kiasan terhadap
kondisi dunia yang rusak dan tidak segera ada perbaikan.
Syair lagu ini dapat digolongkan dalam bentuk syair lirik, yaitu
syair yang berisi luapan batin individual pembuat syair dengan segala
macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang
melingkupinya. Disaat yang sama juga digolongkan dalam bentuk syair
didaktik yang mengandung nilai pendidikan. Nilai pendidikan ini terlihat
dalam ajakan untuk menyongsong hari depan dengan senyuman dan
semangat yang baru.
Setelah syair-syair lagu di atas diulas oleh penulis dan dikaji dari segi gaya
bahasanya dan penggolongan jenis syair tersebut, dalam bab selanjutnya akan
dianalisis secara lebih mendalam menggunakan pembacaan heuristik dan
56
retroaktif. Pengkajian dari segi gaya bahasa dan penggolongan jenis syair ini
mengacu pada pembagian gaya bahasa dan jenis syair sebagaimana yang telah
dijelaskan pada bab II. Sedangkan pada bab IV, pembacaan heuristik sebagai
sistem semiotik tingkat pertama dan pembacaan retroaktif sebagai sistem semiotik
tingkat kedua digunakan untuk mempermudah dalam menganalisis dan
mengungkap makna syair lagu, kemudian dijadikan landasan dalam menentukan
penggolongan pesan-pesan dakwahnya.
top related