bab ii.doc
Post on 16-Jan-2016
25 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
SUPERVISI DAN INOVASI PENDIDIKAN IPA
2.1. Supervisi Pendidikan IPA
Pendidikan IPA merupakan wahana yang efektif untuk membawa
keterampilan olah pikir dengan arah menuju sikap ilmiah dalam mengimbangi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada perjalanannya agar efektivitas
pendidikan tercapai tentu tidak bisa lepas dari kendali peranan supervisi.
Program supervisi pendidikan IPA yang dikembangkan haruslah memberikan
kontribusi terhadap pengembangan profesional guru. Secara alamiah, supervisi
sebenarnya sudah dilakukan oleh guru ketika pembelajaran sedang berlangsung
maupun sesudahnya. Melalui supervisi, guru memperoleh pengalaman praktik
pembelajaran sebagai salah satu cara untuk meningkatkan diri atau
memperbaiki mutu layanan pembelajaran di kelas.
Konsep pendidikan IPA bersifat universal, sistem pendidikan yang
diterapkan sangat bHey,,, gak ada jarkom kasian yang gak ada bm gak dapet
info....ergantung pada sumber daya, termasuk sistem politik dan budaya yang
mempengaruhi pada keseluruhan sistem tersebut. Penerapan model supervisi
sistem pendidikan yang dilakukan memungkinkan beragam dan bersifat dinamis
menyesuaikan dengan perkembangan kondisi sistem pendidikan tersebut.
Dalam kaitan ini, peran supervisor jelas berfungsi sebagai perintis perubahan
pada suatu inovasi kependidikan. Bahkan di Amerika Serikat, lembaga seperti
National Academy of Sciences mencanangkan program supervisi yang sangat
mempengaruhi perubahan sistem pendidikan. Inovasi kependidikan dalam
supervisi tersebut patut dicontoh mengingat kondisi pendidikan IPA di kita
sangat memprihatinkan.
Praktik pengawasan atau supervisi pendidikan di Indonesia selama ini
menunjukkan kesan lebih menekankan pada segi fisik seperti pengelolaan dana,
pegawai, bangunan, alat, dan fasilitas lainnya. Sementara pengawasan
terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran (mutu layanan dan hasil
belajar mengajar) yang amat penting kurang mendapat perhatian (Satori,
2001:3). Kesan ini dapat dilihat pada pengembangan profesi guru IPA melalui
PKG-IPA yang pernah berlangsung sekitar lima belas tahun. Oleh karena itu, PKG
atau SPKG, MGMP, dan wadah pengembangan profesi guru IPA sejenis
seharusnya perlu mempertimbangkan pengembangan program supervisi
pendidikan IPA.
Dalam operasi sekolah kedudukan supervisi memiliki fungsi yang esensial.
Supervisi membentuk posisi khusus dalam kepemimpinan yang dekat tetapi
berbeda dengan kepemimpinan administratif. Andaikan pembelajaran
diasumsikan sebagai produk dan pengajaran sebagai proses, maka siswa
diposisikan sebagai masukan bahan baku yang akan diolah. Berdasarkan
asumsi inilah Harris (1985:2) memandang siswa dan pengajaran sebagai dua
dimensi yang kritis dalam kerangka operasi sekolah.
Hasil akhir semua operasi sekolah berada pada outcomes belajar, tetapi
setiap fungsi tidak dalam posisi yang setara. Layanan supervisi, layanan
administrasi, dan layanan siswa khusus berfungsi menguatkan layanan
pengajaran. Posisi layanan manajemen berada pada tahapan mendukung,
mengkoordinasikan, memfasilitasi, dan mengaktifkan semua fungsi layanan
pengajaran. Sinergi kerja fungsi operasi sekolah tersebut harus
ditumbuhkembangkan memanfaatkan umpan balik dari analisis outcomes
sehingga �right first time and every time � dapat menjamin keberlangsungan bagi
sekolah. Terjadinya keberlangsungan sekolah hanya dapat dipertahankan
melalui penerapan gugus kendali mutu (Total Quality Management-TQM).
Penerapan TQM dalam pendidikan menghendaki pembelajaran sebagai
komponen dari sistem pendidikan yang dilakukan guru profesional dan memiliki
kompetensi standar. Diharapkan pelaksanaan pembelajaran dikelola secara
profesional, sehingga pembelajaran dapat terselenggara dengan baik. Buruknya
mutu layanan dan hasil belajar mengajar akan berdampak luas terhadap mutu
generasi yang akan datang. Konsekuensinya, jaminan mutu (Quality Assurance-
QA) pendidikan hampir dipastikan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Agar jaminan mutu dapat terpenuhi maka selayaknya peranan supervisi
pendidikan dan supervisor yang profesional diangkat menjadi kebutuhan utama.
Pengangkatan profesionalisme supervisor yang dibutuhkan seharusnya minimal
setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan profesionalisme guru yang menjadi
tanggung jawabnya. Begitu pula kompetensi supervisor tentu tidak hanya
sebatas kompetensi standar. Dalam mewujudkan jaminan mutu dibutuhkan
acuan standar mutu layanan dan produk. Standar layanan dan produk
pembelajaran seharusnya mengacu pada kesesuaian layanan dan produk
terhadap spesifikasi, tujuan dan kegunaan, kesalahan yang minimal (zero
deffect), dan right first time and every time sehingga komitmen jaminan mutu
merupakan kenyataan.
TQM tidak hanya cukup diterapkan dengan menggunakan jaminan mutu
tetapi harus pula memuaskan kastemer dengan standar mutu dari pihak
konsumen yang mengacu pada kepuasan konsumen, mengikuti harapan
(expections) konsumen, dan mengutamakan (delighting) konsumen (Sallis,
1993:25). Jadi, koordinasi manajemen sekolah sangat mempengaruhi
optimalisasi fungsi supervisi dalam mewujudkan layanan pengajaran.
2.2. Supervisi melalui Kolaborasi
Bentuk kolaborasi yang dilakukan antara Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) dengan sekolah dapat dipandang sebagai bentuk supervisi
khususnya dalam bidang-bidang tertentu. Pada bidang MIPA, Universitas
Pendidikan Indonesia telah melakukan bentuk kolaborasi antara dosen dan guru
SMA di Kabupaten Bandung melalui Kegiatan Piloting dalam rangka kerjasama
dengan JICA Technical Cooperation Project for Development of Science and
Mathematics Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia.
Dalam kegiatan piloting, dosen dan guru berkolaborasi mengembangkan model
pembelajaran dalam suatu workshop. Model inilah yang nantinya akan
diimplementasikan dalam pembelajaran sesuai jadwal kegiatan pembelajaran di
sekolah. Dalam mengimplementasikan model pembelajarannya, materi subjek
dikendalikan oleh guru piloting dan dosen sebagai co-pilot selalu siap
mendampingi keberadaannya. Sementara itu model pembelajaran dievaluasi,
diseminarkan, diseleksi terpakai atau tidak. Semua itu suatu tahapan yang
secara sadar telah membentuk supervisi akademik antara dosen dan guru.
Proyek Peningkatan Guru Sekolah Menengah (PGSM) juga membentuk
kolaborasi antara dosen dengan guru melalui Academic Staff Development
(ASD). Dosen pada beberapa LPTK ditugaskan membentuk tim dengan guru
untuk mengajar selama satu tahun di SMP atau SMA. Kegiatan ASD meliputi
pembelajaran dan penelitian tindakan kelas (PTK). Dengan adanya kegiatan ini
sebenarnya memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Dosen
memperoleh pengalaman keadaan yang sesungguhnya di lapangan sebagai
masukan yang sangat berguna kelak dalam mengelola pembelajaran di LPTK. Di
lain pihak, guru dapat menimba pengalaman dari dosen khususnya dalam
pelaksanaan PTK. Keadaan ini dinyatakan sebagai efektif memaksa guru
bersama dosen belajar melakukan penelitian tindakan kelas. Proyek PGSM kini
telah selesai. Aktifitas kolaborasi yang pernah terjadi itu patut dipertanyakan
lagi. Masalahnya, aktifitas pembelajaran itu kembali seperti keadaan
sebelumnya.
2.3. Supervisi di Indonesia
Keputusan Menpan No. 118 tahun 1996 menyatakan bahwa pengawas
sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis
untuk melakukan kepengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah
tertentu yang telah ditunjuk/ditetapkan.
Ada empat jenis Pengawas Pendidikan di sekolah dalam keputusan
tersebut yaitu :
1) Pengawas Sekolah TK/SD bertugas melakukan pengawasan TK dan SD
2) Pengawas Pendidikan luar biasa bertugas melakukan pengawasan SDLB,
SLTPLB, dan SMLB
3) Pengawasan BP bertugas melakukan pengawasan BP di SLTP, SMU, dan SMK
4) Pengawas Mata Pelajaran/Rumpun Mata Pelajaran bertugas melakukan
pengawasan mata pelajaran/rumpun mata pelajaran di SLTP, SMU, dan SMK.
Dalam Keputusan Menpan tersebut juga menjelaskan tugas pokok
pengawas. Pengawas sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina
penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu, baik negeri
maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya (Bab II, pasal 3 ayat 1).
Tanggung jawab pengawas sekolah adalah meningkatkan kualitas proses
belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan (Bab III, pasal 4 ayat 1b). unsur-unsur
kegiatan Pengawas Sekolah dijelaskan pada Bab IV, pasal 5 ayat 2 yang
meliputi :
Menyusun program pengawasan sekolah
Menilai hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru
Mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses
belajar-mengajar/bimbingan, dan lingkungan sekolah
Menganalisis hasil belajar/bimbingan siswa, guru, dan sumber daya
pendidikan
Melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah
(kurang jelas bagi pengawas mata pelajaran)
Menyusun laporan dan evaluasi hasil pengawasan
Melaksanakan pembinaan lainnya di sekolah selain proses belajar-
mengajar/bimbingan siswa dan
Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan dari seluruh sekolah yang ada
di lingkungan kabupaten/kotamadya.
Pengawas sekolah dibentuk di tingkat kabupaten atau kotamadya di
bawah Inspektorat Jendral Pendidikan. Inspektorat Jendral Pendidikan
menyelenggarakan fungsi pengawasan fungsional di lingkungan Departemen
Pendidikan Nasional (Keppres No. 165 tahun 2000) dengan perhatian utama
pada pengawasan prestasi kerja serta pencapaian sasaran yang merupakan
kinerja pelaksanaan pemerintah.
Banyaknya daerah yang menjadi tanggung jawab Pengawas Sekolah
memungkinkan seorang Pengawas Sekolah kurang mengetahui secara nyata
situasi pembelajaran di kelas. Lebih parah lagi Pengawas BP dan Pengawas
Mata Pelajaran/Rumpun Mata Pelajaran belum dapat dilaksanakan secara
merata pada hampir setiap sekolah.
Dalam melakukan supervisi terhadap pekerjaan guru, yang menjadi
sasaran biasanya berupa catatan guru sebagai bukti fisik. Hal-hal yang perlu
menjadi perhatian adalah pertimbangan lain untuk lebih menekankan bahwa
supervisi pengajaran sebagai bantuan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran nyata di dalam kelas, Tim IKIP Bandung memilih menggunakan
supervisi akademik untuk supervisi pengajaran (Tim IKIP Bandung, 1999:3).
Forum pelaksanaan supervisi seperti forum Pemantapan Kerja Guru
(PKG),Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Kelompok
Kerja/Musyawarah Kepala Sekolah (KKKS/MKS) belum secara optimal melakukan
pengawasan pada implementasi pembelajaran disebabkan dukungan fasilitas
sekolah yang kurang memadai, jadwal pelajaran yang baku, tidak adanya
petugas lab, keseriusan hanya sebatas formalitas, dan alasan lainnya.
Ditinjau dari pengembangan supervisi pendidikan IPA, makna supervisi
merupakan upaya membantu guru untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pembelajaran secara efektif. Lebih jauh dari itu, diharapkan
membantu guru agar mampu mengembangkan dan mengimplementasikan
pembelajaran secara profesional. Dengan kata lain, melalui supervisi guru dapat
mengembangkan kemampuan profesional secara terus-menerus.
Dalam pandangan supervisi, pendidikan pada dasarnya merupakan suatu
perusahaan (entreprise) dengan arah mengacu pada jaminan mutu (QA),
memuaskan kastemer. Usaha pendidikan seharusnya ditujukan pada efektifitas
belajar sebagai outcomes pembelajaran. Agar efektifitas belajar dalam
pendidikan IPA tercapai, perlu adanya standar performan baik untuk proses
maupun produk sebagai acuan mutu. Dalam standar pendidikan IPA harus
dinyatakan kebutuhan esensial minimal konsep dan keterampilan proses IPA
yang diperlukan untuk melek IPA. Melek IPA (scientific literacy) pada
masyarakat Amerika didefinisikan sebagai pengetahuan dan pemahaman
terhadap konsep dan proses ilmiah yang diperlukan untuk pembuatan
keputusan personal, partisipasi dalam bidang hukum dan budaya, dan
produktivitas ekonomi (National Academy of Sciences, 1996 : 22). NAS
mencanangkan standar pendidikan sains nasional yang diorganisasikan dalam
enam kelompok yaitu : 1) standar pengajaran sains; 2) standar pengembangan
profesional guru-guru sains; 3) standar assesmen dalam pendidikan sains; 4)
standar isi sains; 5) standar program-program pendidikan sains; dan 6) standar
sistem pendidikan sains.
Standar NSTA untuk persiapan guru sains setingkat SLTP (middle level)
bertujuan agar guru mampu: menyiapkan semua siswa dengan pemahaman
sains antar disiplin dan menyeluruh; mengerti tanggung jawab legal dan
profesional dalam pengajaran sains; bekerja dengan siswa yang berbeda etnik
dan kelompok budaya; menyediakan pengalaman yang akan mempromosikan
kegunaan proses sains dan kemampuan menyelesaikan masalah;
merencanakan pengajaran didasarkan pada pengetahuan awal siswa peralatan
dalam lingkungan belajar aktif; menggunakan teknik assesmen outcomes siswa
SLTP; menerapkan temuan penelitian terbaru pada pengajaran sains pada
pembelajaran dewasa awal; menggunakan teknik mengelola kelas untuk
membuat lingkungan kondusif untuk belajar sains; mengidentifikasi; membuat
dan menjaga keamanan dalam semua bidang terkait dengan pengajaran sains;
menggunakan teknologi pendidikan elektronik (komputer, video interaktif,
teknologi komunikasi, dan sebagainya); mengintegrasikan sains dengan mata
pelajaran lain untuk SLTP (Science Teacher Preparation, 30-8-2000 : 5).
Berdasarkan TQM, tujuan pendidikan seharusnya mengacu pada outcome
yang diharapkan. Agar dapat terlaksana layanan pembelajaran yang optimal,
guru memerlukan standar kemampuan yang diharapkan siswa dalam konteks
jaminan mutu dan kepuasan kastemer. Di samping itu, kriteria tujuan
pembelajaran seharusnya disepakati oleh pihak sekolah, komite sekolah, dan
organisasi profesi. Contoh konkret, pendidikan sains di Amerika Serikat telah
memilih Science For All sebagai kerangka konseptual dalam menetapkan melek
IPA sebagai tujuan serta berhasil merumuskan standar pendidikan sains
nasionalnya. Diketahui, melek IPA memiliki karakteristik yang sama, hanya
penerapannya yang mungkin sedikit berbeda sesuai dengan budaya setempat.
Jadi, tujuan pembelajaran IPA seharusnya tidak jauh berbeda karena konsep
melek IPA dan informasi teknologi sudah begitu meluas. Dalam konteks melek
IPA, pembelajaran menekankan pada kemampuan pengetahuan ilmiah,
melakukan observasi, melakukan eksperimen, dan melakukan validasi. Dengan
demikian dapat dipahami tujuan pembelajaran IPA berupa konsep ilmiah dan
proses ilmiah.
Untuk melakukan supervisi pembelajaran di sekolah biasanya dilakukan
oleh kepala sekolah, namun pekerjaan tersebut hanya sebatas yang berkaitan
dengan pelaksanaan pendidikan secara umum. Bilamana layanan yang
ditujukan kepada guru berkaitan dengan spesifikasi pembelajaran IPA,
seharusnya supervisi dilakukan oleh supervisor atau personal IPA atau pakar
dalam bidang tersebut yang ditunjuk oleh kepala sekolah atau Dinas
Pendidikan. Kalau pun di sekolah tidak ada pakar dalam bidang pendidikannya,
ada baiknya menggunakan konsultan pendidikan sejenis dari lembaga swadaya
masyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Gambar 2.1 Keterkaitan komponen supervisi
Pendekatan yang disarankan dalam pembelajaran disesuaikan dengan
fase perkembangan untuk anak. Seperti diketahui, anak (bayi sampai dengan
beberapa bulan) mempelajari alam mulai dari meraba (sensori motorik),
kemudian mengamati objek yang konkret (praopersional), dan mempelajari
hubungan/abstraksi (operasi formal). Biasanya anak belajar dari hal-hal yang
konkret kemudian mengarah pada pemahaman konsep (abstraksi). Jadi,
selayaknya pengetahuan konkret untuk SD, peralihan dari konkret ke abstrak
Standar mutu layanan Pengetahuan IPABerpikirObservasiEksperimenValidasi
Kepala Sekolah Supervisor
Guru Konsultan
IPA TerpaduFisika, Kimia, dan
Biologi
Siswa
untuk SMP, dan saat belajar abstrak untuk SMA. Begitu pula standar layanan
yang layak untuk bisa diimplementasikan oleh guru SD pasti berbeda dengan
SMP maupun SMA.
Dalam pandangan belajar konstruktivitas peranan pengetahuan awal
siswa menjadi titik acuan. Kurang efektifnya pembelajaran IPA di SD, SMP, dan
SMA mempunyai dampak yang serius terhadap pembelajaran IPA bahkan
resisten sampai ke perguruan tinggi. Guru yang mengajar IPA pada tingkat SD
dan SMP harus memahami konsep secara spesifik maupun secara keseluruhan
walaupun hanya sebatas permukaan. Keadaan ini sangat diperlukan dalam
mengarahkan anak untuk memahami fenomena alam secara makroskopis atau
konkret. Tidak benar jika guru yang mengajar IPA pada tingkat SD maupun SMP
cukup berbekal dengan pengetahuan yang terbatas, lalu bila terjadi kesalahan,
kemungkinan siswa tidak tahu. Melakukan supervisi pada tingkat pendidikan
dasar haruslah diberikan oleh supervisor yang mempunyai kepakaran dalam
pembelajaran SD dan SMP. Pada tingkat SMA, pembelajaran IPA diperkenalkan
melalui fisika, kimia, dan biologi. Seperti biasa supervisi masih bersifat umum
dan seperti biasa dilakukan oleh kepala sekolah, sedangkan supervisi akademik
dilakukan per bidang IPA melalui guru inti dari PKG, MGMP, atau bentuk
kegiatan lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan kegiatan itu pun belum
memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Harapan itu bisa saja
semakin jauh, karena PKG sudah mati, MGMP hampir mati tetapi hidup pun tak
mau. Bentuk kegiatan lain ada jika hidup, dan jika tidak ada maka dapat diduga
mati.
Upaya peningkatan profesionalisme guru melalui program pengembangan
supervisi selama ini belum memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Kesadaran akan pengembangan profesionailsme oleh guru sendiri rendah dan
sistem pendidikan yang kurang kondusif berdampak guru tidak dapat
mengembangkan profesinya secara optimal. Namun demikian masih terdapat
keberhasilan dalam bentuk pengembangan supervisi yang patut dibanggakan.
Keberhasilan dalam bentuk pengembangan supervisi dapat ditunjukkan dengan
adanya dukungan berikut ini. a). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
melakukan program perbaikan dari sebelumnya, dan selanjutnya hingga
memperoleh bentuk yang ideal. b). Kolaborasi LPTK dengan sekolah merupakan
cara kerja yang produktif dan profesional.
Bagi pengembangan program supervisi pendidikan IPA, seharusnya dapat
dilakukan supervisi yang berlandaskan kompetensi berikut. a). penguasaan
materi subjek (subject knowledge) sesuai dengan hakikat IPA b). penerapan IPA
(subject application) dalam pembelajaran di kelas c). pengelolaan kelas (class
management) dan d). penilaian hasil pembelajaran (assesment).
2.4. Inovasi Pendidikan IPA
Innovatio sebagai asal kata inovasi memiliki arti etimologi pembaruan dan
perubahan. Secara umum inovasi diartikan sebagai perubahan yang baru yang
menuju kearah perbaikan, berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan
dengan sengaja dan berencana. Pembaruan menyiratkan unsur kesengajaan
dan unsur inilah yang membedakannya dari kata perubahan, walaupun
keduanya memiliki unsur baru atau lain dari sebelumnya. Kata baru dapat juga� �
diartikan apa saja yang baru dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si
penerima inovasi, meskipun bukan baru lagi bagi orang lain.
Dalam bidang pendidikan inovasi diartikan sebagai suatu ide, barang,
metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang
atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inversi (penemuan
baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan (Idris, Z &
Jamal, L. 1992:70). Sesuatu yang baru itu mungkin sudah lama dikenal pada
konteks sosial lain atau sesuatu itu sudah lama dikenal tetapi belum dilakukan
perubahan.
Sejalan dengan tujuan umum inovasi yakni meningkatkan sumber-sumber
tenaga, uang, dan sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi, tujuan
inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas, dan
efektivitas; sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya, dengan
hasil pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta didik,
masyarakat, pembangunan), dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat,
dan waktu dalam jumlah sekecil-kecilnya. Inovasi pendidikan diarahkan untuk
mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan kemajuan ilmu dan teknologi
dan untuk tercapainya pemerataan pendidikan. Kemajuan ilmu dan teknologi
dan pemerataan pendidikan merupakan masalah-masalah yang menuntut
diadakannya inovasi pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang
mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan.
Keadaan ini belum dapat terkendali karena dunia pendidikan belum dapat
menghasilkan tenaga-tenaga yang terampil, kreatif, dan aktif sesuai dengan
tuntutan dan keinginan masyarakat. Mutu pendidikan disinyalir tetap tidak
memadai untuk penanganan perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat
pesat tanpa terobosan-terobosan melalui inovasi di bidang pendidikan.
Berkenaan dengan peningkatan mutu pendidikan, banyak upaya yang
telah dilakukan dan dalam perkembangannya telah banyak dipengaruhi oleh
ilmu manajemen. Sukses dari Total Quality Management (TQM) dan Strategic
Planning dalam bidang industri memberikan pengaruh positif terhadap
peningkatan mutu pendidikan. Strategic Planning dalam implementasi suatu
inovasi pendidikan IPA dicontohkan oleh SiS Research Project dengan program
Science in School (SiS). SiS sangat peduli dengan pengajaran IPA yang efektif.
Sesuai dengan kegiatan manajemen yakni planning, organizing, actuating
dan controlling, SiS research project memberikan suatu alur reviewing,
planning, and acting strategically untuk penyusunan action plan (rencana kerja)
implementasi inovasi pendidikan IPA.
1. Planning (perencanaan)
Dalam alur penyusunan rencana kerja terdapat beberapa komponen
atau kegiatan utama yaitu Collecting Data (pengumpulan data),
Reviewing and Prioritising (peninjauan dan penetapan prioritas),
Developing an Action Plan (pengembangan dalam rencana kegiatan), dan
Acting Strategically (kegiatan strategis).
a. Pengumpulan Data
- Koordinator kegiatan melakukan interview pada staff. Interniew
dilakukan melalui penyebaran kuesioner untuk staff. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memetakan komponen staff.
- Pengkajian terhadap kesukaan peserta didik. Pengkajian dilakukan
terhadap hasil survey kesukaan siswa.
- Pengkajian terhadap kurikulum IPA.
- Pengkajian terhadap sumber daya.
- Pengkajian kebijakan sekolah.
b. Peninjauan dan penetapan prioritas
- Diskusi staff tentang inovasi atau issue yang akan diterapkan.
Diskusi dilakukan dengan menggunakan input berupa pertanyaan
atau masalah yang terfokus. Diskusi mempermasalahkan hubungan
issue dengan minat peserta didik, komponen IPA disekolah,
peninjauan luas terhadap kurikulum IPA dan sumber daya. Diskusi
diharapkan menghasilkan daftar issue yang sedang berjalan dalam
IPA. Daftar issue ini memberikan kontribusi dalam memilih
kemungkinan penerapan inovasi yang akan dilakukan.
- Brainstorm kemungkinan issue dan gagasan yang dapat
dikembangkan ke dalam penerapan inovasi IPA di sekolah.
Brainstorming dilakukan dengan pertanyaan yang terfokus. Dari
kegiatan brainstorm diharapkan tersusun daftar kemungkinan
penerapan inovasi yang akan dilakukan.
- Pertemuan staff untuk menentukan prioritas penerapan inovasi dan
tujuan penerapan. Pertemuan dilakukan dengan
mempertimbangkan visi IPA di sekolah dan contoh-contoh tujuan
IPA di sekolah sebagai brench marking. Prioritas penerapan inovasi
dan tujuannya akan mempengaruhi rencana kegiatan.
c. Perkembangan pada rencana kegiatan
- Sebuah tim kecil bekerja mengumpulkan kertas-kertas kerja
rencana kegiatan dan performa rencana kegiatan. Hasil pekerjaan
tim kecil dibahas dalam pertemuan seluruh staff.
d. Kegiatan strategi dalam penyusunan rencana kerja
- Selama berlangsungnya diskusi untuk memutuskan kegiatan
strategis dalam sekolah, harus dipertimbangkan kerjasama,
pengaturan dukungan, pengawasan, pengembangan profesi, dan
laporan kemajuan.
Semua langkah kegiatan dalam penyusunan rencana kerja di atas
dimaksudkan untuk mendapatkan program yang bermutu dan sebagai
Quality Assurance pada proses penyusunan program kerja. Fullan, M.G.
menyebut proses ini sebagai bagian dari innitiation. Setelah langkah ini
ditempuh, salah satu syarat tercapainya peningkatan mutu pembelajaran
IPA melalui penerapan inovasi pendidikan IPA telah terpenuhi.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Dalam mengorganisasikan implementasi inovasi pendidikan
terdapat beberapa komponen pengaturan yakni pengturan dukungan
organisasi, pengembangan profesional, kerjasama, monitoring dan
evaluasi, dan pelaporan.
a. Pengaturan dukungan organisasi berupa :
- Koordinasi dan dukungan kepala sekolah atau tim penentu
kebijakan.
- Penjadwalan alokasi ruang dan organisasi kelas.
- Membangun kerjasama komunitas dan sekolah.
- Pengembangan kebijakan dan rencana kerja.
- Penyediaan ruang dan sumber.
b. Pengembangan profesional dilakukan agar staff dapat :
- Memimpin workshop.
- Mampu melakukan mentoring/dukungan individu.
- Mengamati praktek.
- Menyediakan umpan balik pelaksanaan.
- Melakukan pemodelan dan demonstrasi.
- Membangun sikap dan nilai IPA.
- Menjelaskan pandangan dan pengertian.
- Mengembangkan strategi pengembangan kelas yang baru.
c. Kerjasama dirancang untuk :
- Penyediaan dukungan intervensi ke arah perubahan.
- Membentuk tim belajar profesional.
- Mendorong/memberi harapan secara orang perorang.
- Memecahkan masalah dalam kelompok.
- Mendorong terbentuknya kelompok kerja dan kerjasama.
d. Monitoring dan evaluasi diarahkan pada :
- Monitoring sikap siswa dan prestasinya dalam IPA.
- Pengaturan dan assesmen prestasi terhadap standar dan sasaran.
- Monitoring pengembangan kemampuan guru, sikap, dan perasaan.
- Mendiskusikan kemajuan.
e. Pelaporan kepada umum dengan :
- Menyampaikan laporan pada konferensi.
- Menganjurkan kepada yang lain untuk menerapkan inovasi yang
sejenis.
- Mencari tambahan biaya dan atau dukungan.
- Menyediakan workshop untuk penyampaian gagasan.
3. Actuating (Implementasi)
Tipe implementasi perubahan pendidikan (Fullan, M.G. 1998) :
(1) Implementasi aktual dari program yang berkualitas yang didukung
dengan nilai dan kualitas teknik perubahan;
(2) Masalah perencanaan dalam nilai dan teknik yang baik tidak di
implementasikan pada keadaan yang nyata;
(3) Teknik perubahan yang kurang baik dikembangkan atau kurang
bernilai digunakan dalam praktek;
(4) Bentuk keberhasilan dalam kemiskinan nilai dan pengembangan dan
tidak digunakan dalam praktek.
Dari tipe implementasi perubahan pendidikan di atas disadari bahwa
banyak inovasi pendidikan yang tak pernah diterapkan. Hal ini
dimungkinkan karena kekuatan sosial, politik, dan ekonomi yang
memasuki dunia pendidikan.
Implementasi inovasi pendidikan IPA berupa proses dimana
perubahannya meliputi aspek pelaksanaan dan fungsionalisasi belajar
mengajar; kepemimpinan dan budaya; manajemen dan pengembangan
sekolah.
Lingkungan belajar, pembelajaran siswa, dan pembelajaran guru
termasuk pada aspek belajar, sedangkan perencanaan dan pelaksanaan;
penilaian dan pelaporan; dan refleksi dan perbaikan termasuk pada aspek
mengajar.
Kepemimpinan kontekstual; kepemimpinan untuk perubahan; misi
sekolah; dan kepemimpinan untuk belajar termasuk pada aspek
kepemimpinan, sedangkan konteks budaya, rasa memiliki, budaya
belajar, dan budaya perbaikan termasuk pada aspek budaya.
Manajemen perbaikan, inkremental, manajemen perubahan, dan
fundamental termasuk pada aspek manajemen sedangkan tujuan sekolah,
penentuan prioritas, dan perencanaan termasuk pada aspek
pengembangan sekolah.
4. Controlling (Pengawasan)
Pelaksanaan pengawasan implementasi inovasi pendidikan IPA
berpegang pada jiwa manajemen peningkatan mutu yakni quality
assurance (QA) dan quality control (QC). QA menekankan orientasi pada
proses pelaksanaan implementasi atau QA bersifat proses oriented.
Artinya, konsep ini mengandung suatu jaminan bahwa proses yang
berlangsung telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan. Dengan proses yang telah dilaksanakan sesuai dengan
prosedur standar, maka diharapkan akan menghasilkan outcomes yang
memenuhi standar pula.
Penciptaan mekanisme cheking untuk terbentuknya subsistem yang
berperan untuk mengontrol agar semua kegiatan implementasi inovasi
pendidikan IPA terkondisi dalam standar proses sangat diperlukan untuk
adanya QA. Dengan QA, ekspeksi akan mutu pendidikan IPA dapat
dipenuhi.
Pengawasan terhadap hasil (Quality Control) merupakan sistem
pengawasan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas hasil
yang tidak sesuai dengan standar atau ekspektasi. Quality Control
memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat
ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi. Untuk implementasi
inovasi pendidikan IPA, standar kualitas bersifat relatif fan dapat
ditentukan oleh penyelenggara masing-masing.
Ruang lingkup standar kualitas pada implementasi pendidikan IPA
meliputi peningkatan pengetahuan dan kemampuan peserta didik dan
perubahan dalam sikap terhadap IPA dan pembelajaran IPA.
Manajemen implementasi inovasi pendidikan IPA harus tetap berorientasi
pada hakekat inovasi sendiri yakni terjadinya perubahan kearah yang lebih baik
(terjadi peningkatan mutu). Oleh karena itu, prinsip-prinsip manajemen
peningkatan mutu harus tetap diterapkan pada implementasi inovasi
pendidikan IPA yaitu adanya QA, QC, dan Benchmarking.
Empat langkah sistematis dan terukur dalam perencanaan; lima kegiatan
pengorganisasian yang jelas dan terarah; dan implementasi yang jelas sesuai
dengan ruang lingkupnya merupakan penjaminan mutu (QA) dan indikator
outcomes dari inovasi menjadi tolok ukur QC.
Daftar Pustaka
_________, (2000). The SiS Components, SiS Research Project, Victoria.
Baez, A.V. (1976). Innovation in Science Education-World Wide, Paris, The Unesco Press.
Kuntadi, D. (2004). Supervisi Pendidikan IPA. Makalah Program Doktor Pendidikan IPA PPs UPI Bandung
Fullan, M.G. (1991). The New Meaning of Educational Change. New York, Teacher College Press.
Harris, B.M. (1985). Supervisory Behavior in Education. New Jersy : Prentice Hall Inc.
National Academy of Science. (1996). Nasional Science Education Standars. Washington DC. : National Academy Press.
Poster, Cyril. (2000). Menciptakan Sekolah Unggul, Jakarta, Lembaga Indonesia Adidaya.
Sallis, E. (1993). Total Quality Management in Education, London, British Library.
Sallis, E. (1993). Total Quality Management in Education. London : Kogan Page Ltd.
Satori, D. (2001). Pengawasan Pendidikan di Sekolah. Disampaikan pada Rapat Konsultasi Pengawas pendidikan Inspektorat Jendral dengan Badan Pengawasan daerah Regional Tengah di Quality Hotel Solo 24 s.d 27 September 2001.
Science Teacher Preparation.htm. An NSTA Position Statement : NSTA Standards for Science teacher Preparation.
Tim IKIP Bandung. (1999). Supervisi Akademik. Bahan Sajian untuk Pelatihan Pengawas SLTP dan SMU.
top related